HUKUM PIDANA TERORISME Kebijakan Formulatif Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia Oleh
: Ari Wibowo, S.H.I., S.H., M.H.
Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta 55283 Telp. : 0274-889836; 0274-889398 Fax. : 0274-889057 E-mail :
[email protected]
Wibowo, Ari., S.H.I., S.H., M.H. HUKUM PIDANA TERORISME; Kebijakan Formulatif Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak Pidana Terorime di Indonesia/Ari Wubowo, S.H.I., S.H., M.H. - Edisi Pertama – Yogyakarta; Graha Ilmu, 2012 xiv + 254 hlm, 1 Jil. : 23 cm. ISBN:
978-979-756-870-2
1. Hukum I. Judul
KATA PENGANTAR “Anatomi Payung Hukum Penanggulangan Terorisme di Indonesia” Oleh: M. Abdul Kholiq, SH., M. Hum.
Dalam perspektif kebijakan penanggulangan suatu kejahatan (criminal policy), negara dianjurkan untuk menerapkan pendekatan pe nanganan secara integral dan komprehensif baik menggunakan pen de katan hukum pidana (penal policy) maupun pendekatan di luar hukum pidana (non penal policy). Pada saat negara memutuskan untuk menggunakan hukum pidana, prinsip-prinsip mengenai hukum pidana yang baik harus menjadi perhatian serius. Sebab kualitas undang-undang pidana yang dibuat melalui kebijakan hukum pidana formulatif secara signifikan akan berpengaruh terhadap efektifitas berlakunya undang-undang tersebut dalam praktek penegakan hukum (kebijakan hukum pidana aplikatif dan eksekutif). Bertolak dari hal di atas, masalah terorisme di Indonesia seharusnya juga dipandang dan diatasi dengan konfigurasi pemikiran seperti itu. Artinya, selain penanggulangan kejahatan terorisme memerlukan basis hukum yang berkualitas, enforceable dan konsisten dalam penegakan hukum, sudah semestinya diback-up dengan penerapan berbagai ke bijakan/ pendekatan non penal seperti politik, budaya dan tentu pen dekatan agama. Sebab salah satu akar masalah fenomena terorisme di Indonesia tidak dapat dipungkiri ialah bermuara pada pemahaman
vi
Hukum Pidana Terorisme
agama khususnya mengenai doktrin jihad yang tidak tepat, in-pro porsional bahkan cenderung menyimpang. Di sinilah relevansi dan urgensi adanya gagasan mengenai de-radikalisasi yang pernah menjadi diskursus publik belakangan ini. Sepanjang terkait dengan kebijakan penggunaan hukum pidana (penal policy) sebagai dasar yuridis penanganan terorisme, Indonesia telah memiliki satu payung hukum berupa UU No. 15/2003 yang se mula merupakan produk hukum berupa Peraturan Pemerintah Peng ganti Undang-Undang (Perpu) No. 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pada dataran implementasi, ketika UU ini diterapkan dalam penindakan berbagai kasus terorisme yang terjadi, ternyata telah melahirkan sejumlah ekses. Misal, aparat (c.q. Densus 88) dengan mudah sering melakukan penangkapan dan penahanan terhadap seseorang yang belum terlalu jelas keterlibatannya dalam suatu kasus terorisme. Inilah sebabnya mengapa aparat ketika menangkap seseorang selalu menggunakan istilah/bahasa “terduga” bukan “tersangka” sebagai istilah hukum baku dan terukur menurut KUHAP. Tindakan aparat yang demikian ini sebenarnya tidak terlepas dari akar penyebabnya antara lain ialah adanya perumusan delik terorisme dalam UU No. 15/2003 yang multitafsir dan tidak memenuhi doktrin hukum pidana nullum crimen nulla poena sine lege certa (lex crimina lex certa) dan nullum crimen nulla poena sine lege stricta (lex crimina lex sctricta) sebagai doktrin-doktrin yang merupakan penjabaran asas legalitas. Kemudian seringnya aparat mudah terpancing untuk me lakukan penembakan mematikan (menembak mati) terhadap orangorang yang diduga terlibat jaringan terorisme dan menunjukkan tan da-tanda perlawanan saat hendak ditangkap, dan lain-lain masalah yang cenderung mengarah pada terjadinya pelanggaran HAM dalam penegakan hukum UU Anti terorisme ini. Berbagai ekses hukum di atas tentu melahirkan pertanyaan mengapa semua itu terkesan bisa mudah terjadi ?
Pengantar
vii
Kehadiran buku berjudul HUKUM PIDANA TERORISME yang ditulis Sdr. Ari Wibowo ini jika disimak isinya tampak dapat menjadi semacam setitik cahaya yang diharapkan bisa turut menjelaskan be nang kusut problem hukum seputar terorisme. Sebab kajian buku ini meng gunakan pendekatan anatomik untuk “membedah” substansi UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Terorisme. Dengan perspektif kebijakan hukum pidana formulatif, tulisan Sdr. Ari Wibowo dalam buku ini menyajikan suatu analisis untuk mencoba memastikan apakah formulasi perbuatan-perbuatan sebagai tindak pidana terorisme dan pengancaman sanksi pidananya dalam UU Anti Terorisme tersebut sudah sesuai atau belum (baca: menyimpang) dari prinsip-prinsip kebijakan kriminalisasi dan penalisasi. Di samping itu, hal yang menarik dari buku ini ialah karena kajiannya juga mengupas apakah ketentuan-ketentuan hukum prosedural (mekanisme/acara) penanganan perkara terorisme dalam undang-undang sejalan atau justru bertentangan dengan prinsip penghoramatan dan perlindungan HAM. Secara keseluruhan kajian-kajian dalam berbagai aspek di atas memang terkesan kurang komprehensif (tidak menyeluruh terhadap semua pasal yang ada dalam undang-undang). Namun demikian, model pengkajian secara anatomik atas UU Anti Terorisme Indonesia seperti yang dilakukan oleh Sdr. Ari Wibowo ini relatif belum pernah atau setidaknya sangat jarang dilakukan penulis lain. Dan satu hal yang patut digaris bawahi ialah hasil kajian analitis dalam buku yang semula merupakan Tesis (S-2) penulis di mana saya menjadi salah satu pembimbingnya, akan sangat prospektif untuk dikontribusikan sebagai masukan terhadap perbaikan amandemen dalam upaya menyempurnakan UU Anti Terorisme yang menjadi payung hukum Indonesia dalam menanggulangi terorisme. Semoga kehadiran buku ini dapat menambah wa wa san bagi masyarakat terutama aparat mengenai bagaimana sesungguhnya hukum penanggulangan kejahatan terorisme di Indonesia. Dan semoga
viii
Hukum Pidana Terorisme
juga berbagai temuan dan rekomendasi yang disarankan penulis dalam buku ini dapat menjadi sedikit inspirasi untuk kesempurnaan UU Anti terorisme ke depan sehingga pemberlakuannya dalam praktek penegakan hukum dapat lebih berkualitas, berkeadilan, berkepastian, dan berkemanfaatan serta tetap dalam koridor penghormatan HAM.
Yogyakarta, Maret 2012
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah me limpahkan nikmat agung berupa kesempatan dan kesehatan kepada penulis, sehingga buku ini bisa terselesaikan dengan lancar tanpa ada halangan yang berarti. Tidak lupa sholawat dan salam semoga selalu terlimpahkan ke haribaan Nabi Muhammad SAW yang telah mewariskan al-Qur’an dan Sunnah sebagai petunjuk hidup bagi umat manusia untuk menggapai kebahagian di dunia dan akhirat. Buku ini merupakan modifikasi dari Tesis penulis pada Program Pasca sarjana, Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (UII) yang berjudul “KEBIJAKAN FORMULATIF HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA TERORISME DI INDONESIA (Studi Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang).” Setelah menerima banyak saran dari berbagai pihak, khususnya dari Dosen Pembimbing, maka penulis memutuskan untuk menerbit kannya menjadi sebuah buku agar dapat lebih bermanfaat bagi ma syarakat luas. Meskipun telah ada beberapa buku yang membahas
x
Hukum Pidana Terorisme
mengenai terorisme, namun kajian dalam buku ini tentunya berbeda dari yang telah ada sebelumnya. Dalam buku ini, penulis melakukan kajian yang kom prehensif terhadap kebijakan formulatif hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana terorisme di Indonesia dengan menggunakan parameter-parameter tertentu yang jelas. Kajian ter hadap ke bijakan formulatif ini sangat penting mengingat salah satu kunci penegakan hukum terletak pada aspek substansi (legal substance), di samping aspek struktur (legal structure) dan budaya hukum (legal culture). Penulis menyadari bahwa selesainya buku ini tidak dapat di lepaskan dari kontribusi beberapa pihak. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Moh. Syamsuddin dan Ibunda Eko Sudi Astuti, yang dengan kasih sayang dan ketulusannya selalu mendo’akan penulis agar selalu dimudahkan dalam mencapai cita-cita. Kakek, nenek, adik-adik dan semua keluarga besar penulis yang selalu mendo’akan dan memotivasi penulis agar kelak menjadi orang yang berguna bagi keluarga, agama dan bangsa. Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M.Ec. (Rektor UII), Dr. H. Rusli Muhammad, SH., MH (Dekan FH UII), Dr. Hj. Ni’matul Huda, SH., M. Hum (Ketua Program Pascasarjana FH UII) dan semua dosen pada Magister Ilmu Hukum UII yang telah banyak berkontribusi terhadap pembentukan pemikiran-pemikiran penulis. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Tesis, Dr. M. Arif Setiawan, SH., MH., serta M. Abdul Kholiq, SH., M.Hum yang juga berkenan memberikan kata pengantar pada buku ini. Khusus kepada Prof. Dr. Ir. Hari Purnomo, MT dan Dr. Salman Luthan, SH., MH., penulis ucapkan terima kasih karena selama ini selain sebagai guru, juga sebagai mentor, motivator sekaligus inspirator bagi penulis. Tentunya masih banyak pihak-pihak lain yang juga berkontribusi atas terselesaikannya buku ini yang penulis tidak dapat sebutkan satu per satu. Kepada mereka, penulis tidak dapat memberikan apapun, kecuali