Hubungan Tingkat Stress Psikis dengan Tingkat Perilaku Merokok pada remaja kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo. Alfa Brilian Sulistyo, Setiadi, M. Kep., Ns ABSTRAK Cara remaja dalam mengatasi stres berbeda, salah satunya dengan merokok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres psikis dengan tingkat perilaku merokok pada remaja kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo. Desain penelitian ini adalah analitik observasional, jenis cross sectional. Besar sampel 66 responden dengan teknik pengambilan cluster sampling. Variabel independen yaitu tingkat stres psikis, varibel dependen yaitu tingkat perilaku merokok. Pengolahan data menggunakan uji statistik Rank Spearman dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 melalui SPSS. Hasil penelitian menunjukkan responden yang mengalami tingkat stres psikis didapatkan sebagian besar stress psikisnya ringan yaitu 30 responden (45,5%), sedangkan dari perilaku merokok ringan didapatkanringan 32 responden (48,5%). Berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman diperoleh P (0,000) < α (0,05), maka H0 ditolak artinya ada hubungan antara tingkat stres psikis dengan tingkat perilaku merokok pada remaja kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo. Implikasi penelitian adalah semakin tinggi tingkat stres psikis, maka semakin tinggi tingkat perilaku merokok. Disarankan bagi pihak sekolah agar membantu siswa yang mengalami stres melalui konseling. Kata kunci : stres, merokok,remaja
Relationship Psychic Stress Levels by Level of Smoking among adolescents in high school social studiesclass XI Antartika Sidoarjo. ABSTRACK How teenager scope with stress differently, one with smoke. The objective of this study was to determine the relation ship between psychological stress levels with levels of smoking behavior in adolescents in high school social studies class XI Antartika Sidoarjo. The designof this study was an observation alanalytic, cross-sectional types. Large sample of 66 respondents with making cluster sampling technique. The independent variableis the level of psychological stress, the dependent variable is the level ofsmoking behavior. Processing data using statistical tests Rank Spearman the significance level α = 0.05 by SPSS. The results showed respondents who experienced psychological stress level sobtained mostly mild psychological stressare 30 respondents (45.5%), while the smoking behavior of light obtained from the light 32 respondents (48.5%). Based on the results obtained Sperman Rank statistical test P (0.000) < α (0.05), then H0 is rejected it means there is a relation ship between psychological stress levels with the level of smoking behavior in adolescents in high school social studies class XI Antartika Sidoarjo. Implications of the study is the higher levels of psychological stress, the higher the levelof smoking behavior. It is advisable for the school to help students who are experiencing stress through counseling. Keywords: stress, smoking, teen
PENDAHULUAN Latar Belakang Stress menurut Dadang Hawari dalam buku Sunaryo (2004) adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Menurut ( National Safety Council 2004: 2 ), stres dapat juga diartikan sebagai ketidakmampuan dalam mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. Salah satu faktor utama penyebab stres pada remaja yaitu tuntutan akademis yang dinilai terlampau berat, hasil ujian yang buruk, tugas yang menumpuk, kondisi atau bentuk tubuh, dan lingkungan pergaulan. Ketidakmampuan dalam mengatasi hal tersebut dengan baik akan direfleksikan melalui perasaan emosional seperti marah, tegang, cemas bahkan agresi. 1. 1.1.
Stress yang dialami oleh remaja terkadang tidak terselesaikan dengan baik sehingga menjadi kendala buat mereka.Kompensasi dari ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah tersebut dialihkan dengan melakukan aktivitas yang mereka anggap dapat mengurangi ketegangan yang terjadi. Merokok menjadi pilihan karena efek relaksasi yang mereka dapatkan dari rokok, yang pada akhirnya berdampak pada kepuasan psikologis remaja. Kepuasan psikologis yang mereka dapatkan mendorong untuk mengulangi perilaku merokok tersebut setiap kali remaja berada dalam tekanan (stres). Merokok merupakan istilah yang digunakan
untuk aktivitas menghisap rokok atau tembakau dalam berbagai cara. Tingkat perilaku merokok dibedakan menjadi 4 yaitu sangat berat, berat, sedang, dan ringan. Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 30 batang perhari, perokok berat merokok sekitar 21-30 batang perhari, perokok sedang menghabiskan rokok 11-20 batang perhari, kemudian perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 110 batang perhari. Data WHO menyebutkan jumlah perokok di dunia kini sebanyak 30% adalah kaum remaja. Di indonesia diperkirakan 50-59% laki-laki adalah perokok dan pada perempuan mencapai 10%. Berdasarkan Riskesdas (2007), persentase penduduk umur 10 tahun ke atas 23,7% merokok setiap hari, 5,5% merokok kadang-kadang, remaja usia 15-19 tahun di Jawa Timur mencapai 36,3% adalah perokok. Di kalangan remaja sendiri kebiasaan merokok sudah sedemikian mengkhawatirkan, 30-60% remaja mengkonsumsi rokok. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004 menunjukkan bahwa remaja perokok yang merokok setiap harinya adalah sebanyak 28%, dan sebagian besar (84%) menghabiskan 1-12 batang sehari. Dari hasil studi pendahuluan dengan melakukan wawancara pada siswa kelas XI SMA ANTARTIKA Sidoarjo pada 10 siswa didapatkan 30% siswa perokok ringan dan serta 70% perokok berat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan remaja menjadi perokok diantaranya adalah agar mereka tampak bebas dan dewasa saat mereka
menyesuaikan diri dengan teman sebayanya yang merokok. Istirahat atau santai dan kesenangan, tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingin tahu, stres, kebosanan, ingin kelihatan gagah, dan sifat suka menantang, merupakan hal-hal yang dapat mengkontribusi mulainya merokok. Faktor resiko lainnya adalah rasa rendah diri, hubungan antarperorangan yang jelek, kurang mampu mengatasi stres, putus sekolah, sosial ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah, serta tahuntahun transisi antara sekolah dasar dan sekolah menengah (usia 11-16 tahun) (Soetjiningsih, 2007: 192). Finkelstein dkk (2006) meneliti sebanyak 1021 remaja dan menemukan bahwa tingkat stres yang tinggi berakibat terhadap meningkatnya resiko untuk merokok. Booker dkk (2004) juga mengemukakan bahwa perilaku merokok pada remaja berhubungan dengan peristiwa penuh stres dalam kehidupan sehari-hari. Para remaja yang mempunyai tingkat stres tinggi juga mempunyai tingkat merokok yang tinggi pula. Menurut remaja tersebut dengan merokok, mereka berharap dapat menjadi lebih santai sehingga bisa mengalihkan perhatiannya dari keadaan yang menyebabkan stres. Individu yang sedang dalam keadaan tertekan mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar untuk merokok dibanding individu lainnya. Seorang mantan perokok seringkali memutuskan untuk mulai merokok lagi ketika mereka mengalami stres (Brandon, 2000), sehingga menurut Cohen & Lichtenstein dapat dikatakan bahwa pengalaman penuh stres dan perasaan
negatif merupakan pemicu bagi seseorang untuk kembali merokok (Abdur Rohman, 2010). Bahaya atau dampak dari merokok padahal seperti yang kita ketahui bahwa di setiap kemasan rokok telah tertera, diantaranya yaitu rokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan, dan janin. Serta yang sekarang ini adalah rokok membunuhmu. Hal itu tetapi tidak membuat orang jera atau takut terhadap rokok. Solusi yang dapat kita lakukan untuk mengatasi masalah merokok pada remaja diantaranya adalah adanya motivasi untuk menghentikan perilaku merokok, membuat program kampanye anti rokok buat para remaja. Ciptakan lingkungan keluarga dan sosial yang baik, misalnya dalam lingkungan keluarga, orang tua memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku merokok pada remaja sedangkan di lingkungan sosial, teman sebayalah yang memegang peranan penting. Solusi lainnya adalah mengajarkan remaja mengubah stres yang buruk (distress) menjadi stres yang baik (eustress), seperti olahraga dan melakukan hal positif yang lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang masalah perilaku merokok yang terjadi pada remaja SMA dengan judul “Hubungan antara tingkat stres psikis dengan tingkat perilaku merokok pada remaja kelas XI IPS SMA ANTARTIKA Sidoarjo”.
1.2
Rumusan Masalah
Melihat berbagai uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan sebagai berikut “Adakah hubungan antara tingkat stres psikis dengan tingkat perilaku merokok pada remaja kelas XI IPS di SMA ANTARTIKA Sidoarjo ?” 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara tingkat stres psikis dengan tingkat merokok pada remaja kelas XI IPS di SMA ANTARTIKA Sidoarjo. 1.3.2 1.
2.
3.
Tujuan Khusus Mengidentifikasi tingkat stress psikis pada remaja kelas XI IPS di SMA ANTARTIKA Sidoarjo terhadap tingkat perilaku merokok. Mengidentifikasi tingkat perilaku merokok pada remaja kelas XI IPS di SMA ANTARTIKA Sidoarjo. Menganalisis hubungan antara tingkat stres psikis dengan tingkat perilaku merokok pada remaja kelas XI IPS di SMA ANTARTIKA Sidoarjo.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Secara teoritis Dengan mengetahui hubungan tingkat stress psikis dengan tingkat perilaku merokok pada remaja kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo diharapkan dapat mengetahui dan mengerti pola hidup yang sehat untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal 1.4.2 Manfaat praktis 1. Secara Peneliti Mendapatkan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan lapangan dalam penelitian tentang hubungan antara tingkat stres psikis dengan tingkat merokok pada remaja SMA. 2. Bagi Remaja Setelah dilakukan penelitian dan diberikan penjelasan diharapkan dapat menambah informasi bagi remaja bahwa banyak sekali kegiatankegiatan positif yang bisa dilakukan tanpa merokok seperti belajar, olahraga, istirahat, dan lain sebagainya untuk menghilangkan stres pada diri mereka. 3. Bagi profesi keperawatan Diharapkan dari hasil penelitian ini bisa memberi masukan bagi profesi untuk mencegah fenomena perilaku remaja merokok yang disebabkan karena stres. 4. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi institusi pendidikan tentang cara menyikapi fenomena perilaku remaja merokok yang disebabkan karena stres. METODE PENELITIAN 1
Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Desain penelitian mengacu pada jenis atau
macam penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk mencapai tujuan tersebut (Setiadi, 2013: 63). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan sifat korelasional dan dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi dari variabel independen dan depanden hanya pada satu kali pada satu saatjadi tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2011). 1. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian dilakukan di SMA ANTARTIKA , yang terletak di Jl. Siwalan Panji no 6 Sidoarjo. Adapun alasan dipilihnya lokasi penelitian ini yaitu a. Lokasi terjangkau oleh peneliti. b. Peneliti sudah mengenal lokasi penelitian, sehingga dapat mempermudah dalam pengumpulan data. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan 02- 26 Juni 2014 2.3.2 Sampel Penelitian Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat di pergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2011). Penelitian ini mengambil sampel dari remaja kelas XI IPS di SMA ANTARTIKA Sidoarjo yang memenuhi kriteria sample sebagai berikut: 1. Kriteria Inklusi
a. Siswa kelas XI yang aktif pada
tahun 2013- 2014 b. Bersedia menjadi responden c. Siswa yang berusia 15-18 tahun
2. Kriteria Ekslusi a. Responden
yang tidak ada ditempat saat penelitian dilakukan b. Responden
yang
mengundurkan diri
3. Besar sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah remaja kelas XI IPS di SMA ANTARIKA Sidoarjo ,yaitu orang yng telah memenuhi syarat minimal sampel, berdasarkan perhitungan besar sampel menggunakan rumus ( Nursalam, 2008: 92). N = Besar Populasi n = Besar Sampel d = kepercayaan/ketepatan diinginkan Diketahui : N : 100 d : 0,05 Ditanya : n = ...? Dijawab :
Tingkat yang
Jadi, responden yang akan diteliti adalah 66 siswa. Rumus diatas menghasilkan jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 siswa. Rumus diatas menghasilkan jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian adalah sebanyak 80 siswa. Populasi terdiri dari 80 siswa yang dibagi dalam 2 kelas. Dari masingmasing kelas diacak untuk mendapatkan sampel yang mewakili missal, dari kelas IPS jumlah siswa 40 orang, sampel yang dibutuhkan hanya 33 orang jadi 7 orang dikeluarkan dengan cara diacak. Teknik yang digunakan yaitu dengan Cluster sampling dimana sampel yang diambil berdasarkan wilayah atau kelas masing-masing yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus. Ni = Ni = jumlah sampel menurut statistic n = jumlah sampel seluruhnya N = jumlah populasi seluruhnya Tabel 4.2 Jumlah sebaran sampel penelitian di kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo NO
Kelas 1
1 2
3. 1.
IPS 1 =
Sampel 33
IPS 2 =
33
Jumlah Sampel
66
Identifikasi Variabel Variabel Bebas ( Independent)
Variabel independent dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah tingkat stres psikis pada remaja. 1 Variabel Terikat (Variabel Dependent) Variabel dependen dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah tingkat perilaku merokok pada remaja kelas XI IPS di SMA ANTARTIKA Sidoarjo. 2.5 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data 1. Instrumen Penelitian Alat bantu yang digunakan dan dipilih peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan lebih mudah. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner. 2. Cara Pengumpulan Data Langkah pertama adalah menyeleksi calon responden dengan berpedoman pada sampel yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, lalu peneliti meminta persetujuan dan tanda tangan responden bila bersedia diteliti, kemudian peneliti mulai mengambil data dengan menggunakan : a. Data primer Data yang diperoleh langsung dari responden atau objek dengan menggunakan kuesioner yaitu pada variabel tingkat stres psikis dan tingkat perilaku merokok pada remaja. b. Data sekunder Data diperoleh dari catatan pihak sekolah, yaitu data jumlah seluruh siswa yang merokok kelas X di SMA ANTARTIKA Sidoarjo. 2.5.2 Pengolahan data
Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan cara sebagai berikut : a. Editing Melakukan pemeriksaan ulang data yang terkumpul, mungkin ada data yang belum terisi atau kesalahan pengisian. b. Coding Setelah diperiksa kemudian dilakukan pemindahan data kuesioner ke dalam daftar dengan mengunakan kode soal, atau skor tertentu.Untuk tingkat stres psikis dikatakan normal jika mendapat skor 0-14 dilambangkan dengan kode 5, ringan jika mendapat skor 15-18 dilambangkan dengan kode 4, sedang jika mendapat skor 19-25 dilambangkan dengan kode 3, berat jika mendapat skor 26-33 dilambangkan dengan kode 2, dan sangat berat jika mendapat skor ≥ 34 dilambangkan dengan kode 1. Sedangkan untuk tingkat perilaku merokok dikatergorikan ringan bila menghabiskan rokok sekitar 1-10 batang perhari dilambangkan dengan kode 4, sedang bila menghabiskan rokok 11-20 batang perhari dilambangkan dengan kode 3, berat bila merokok sekitar 21-30 batang perhari dilambangkan dengan kode 2, dan sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok > 30 batang perhari dilambangkan dengan kode 1. c. Processing Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, juga sudah melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis. d. Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. e. Tabulasi Tabulasi data meliputi memberi skor (skoring) terhadap item-item yang perlu diberi skor, memberi kode terhadap item-item yang tidak diberi skor, mengubah jenis data yang disesuaikan dengan teknik analisis yang akan digunakan dan memberi kode (coding) dalam hubungan dengan pengolahan data. Menurut Komunitas Nurse Cideres dikutip dari Arikunto (2002), hasil persentase dari variabel diinterpretasikan dengan menggunakan skala kuantitatif yaitu : 100 % : seluruhnya 76-99% : hampir seluruhnya 51-75% : sebagian besar 50% : setengahnya 26-49% : hampir setengahnya 1-25 % : sebagian kecil 0% : tidak satupun 2. Analisis data Data yang terkumpul observasi merupakan data dalam skala ordinal, untuk mengetahui hubungan antara dua variabel dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hipotesis penelitian diterima bila P < α yang berarti ada hubungan antara tingkat stres psikis dengan tingkat perilaku merokok pada remaja. 5. Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan izin dari Prodi S-1 Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya,
kemudian mengurus ijin ke SMA ANTARTIKA yang terletak di Jl. Siwalan Panji no 6 Sidoarjo. Setelah mendapatkan persetujuan kemudian peneliti melakukan penelitian dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi : 1.Informed consent (lembar persetujuan penelitian responden) Variabel Usia
Frequency Percent(%) 15- 16
13
19.7
17-18
53
80.3
Total
66
100.0
Lembar persetujuan penelitian diberikan sebelum penelitian dilaksanakan ke responden yang akan diteliti, selain itu peneliti menginformasikan tentang tujuan dan maksud penelitian tersebut. Jika para responden bersedia untuk diteliti, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Tetapi jika responden menolak peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya. 2. Anonymity (tanpa nama) Untuk menjaga kerahasiaan responden, nama responden tidak perlu dicantumkan pada lembar pengumpulan data, peneliti cukup menulis nomor data responden pada masing-masing lembar pengumpulan data. 3. Confidentiality (kerahasiaan)
Variabel
Frequency Percent(%)
Jenis Laki-laki Kelamin Perempuan Total
56
84.8
10
15.2
66
100.0
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian. 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Data Umum
3.1
3.1.1
1. Karakteristik
responden berdasarkan umur Tabel 5.1 Karakteristik responden siswa kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo pada tanggal 16-17 Juni 2014 berdasarkan Umur
Data tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 66 responden berusia 15 - 16 tahun sebanyak 13 responden (19,7%) , berusia 17 - 18 tahun 53 responden (80,3%). 2.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2 Karakteristik responden siswa kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo pada tanggal 16-17 Juni 2014 berdasarkan Jenis Kelamin
Data tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 66 responden sebanyak 56 responden berjenis kelamin laki-laki (84,8%), sedangkan yang berjanis kelamin perempuan sebanyak 10 responden (15,2%). Variabel
60
90.9
Kristen
3
4.5
Hindu
3
4.5
Total
66
100.0
Karakteristik Berdasarkan Agama
4
6.1
30
45.5
Sedang
15
22.7
Berat
7
10.6
Sangat Berat
10
15.2
Total
66
100.0
5. Karakteristik
Data tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 66 responden sebanyak 60 responden (90,9%) beragama Islam, 3 responden (4,5%) beragama Kristen sedangkan yang beragama Hindhu sebanyak 3 responden (4,5%).
Responden
Berdasarkan Uang Saku Tabel 5.4 Karakteristik responden siswa kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo pada tanggal 16-17 Juni 2014 berdasarkan Uang Saku
Responden
Tabel 5.3 Karakteristik responden siswa kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo pada tanggal 16-17 Juni 2014 berdasarkan Agama
Frequency Percent(%)
Tingkat Normal Stress Psikis Ringan
Frequency Percent(%)
Agama Islam
4.
Variabel
Variabel Uang Saku
Percent(%
Frequency ) 5000-10000
18
27.3
11000-15000
31
47.0
16000-20000
17
25.8
Total
66
100.0
Data tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 66 responden sebanyak 18 responden (27,3%) uang saku Rp 5.000 -10.000 , 31 responden (47,0%) uang saku Rp 11.000- 15.000 sedangkan yang uang saku Rp 16.00020.000 sebanyak 17 responden (25,8%). 3.1.2 Data Khusus 1. Tingkat Stress Psikis
Tabel 5.5 Karakteristik responden remaja kelas XI IPS berdasarkan Tingkat Stress Psikis di SMA Antartika Sidoarjo pada tanggal 1617 Juni 2014 Data tabel 5.5 diketahui bahwa dari 66 remaja sebanyak 30 remaja (45,5%) tingkat stress psikis ringan, 15 remaja (22,7%) tingkat stress psikis sedang,10 remaja (15,2%) tingkat stress psikis sangat berat, 7 remaja (10,6) tingkat stress psikis berat sedangkan 4 remaja (6,1%) adalah tingkat stress psikis normal.
Variabel
Frequency Percent(%)
Tingkat Ringan Perilaku Merokok Sedang
32
48.5
19
28.8
Berat
10
15.2
Sangat Berat
5
7.6
Total
66
100.0
Data tabel 5.6 diketahui bahwa dari 66 remaja sebanyak 32 remaja (48,5%) tingkat perilaku merokok ringan, 19 remaja (28,8%) tingkat No Tingkat Tingkat Perilaku Merokok perilaku merokok sedang,10 remaja Stress Ringan Sedang Berat (15,2%) tingkat perilaku merokok Psikis F % F % F berat sedangkan 5 remaja (7,6) tingkat 1 Normal 4 12,5 0 0 0 perilaku merokok sangat berat. 2 Ringan 23 71,9 5 26, 2 1. Hubungan Tingkat Stress Psikis 3 dengan Tingkat Perilaku 3 Sedang 5 15,6 6 31, 4 Merokok 6 Tabel 5.7 Hubungan Tingkat 4 Berat 0 0 5 26, 1 Stress Psikis dengan 3 Tingkat Perilaku 5 Sangat 0 0 3 15, 3 Merokok remaja kelas Berat 8 XI IPS di SMA Jumlah 32 100 19 100 10 Antartika Sidoarjo Spearman's Rho Correlation ρ = 0,000 pada tanggal 16-17 3. Tingkat Perilaku Juni 2014 Merokok Tabel 5.6 Karakteristik responden remaja kelas XI IPS berdasarkan Tingkat Perilaku Merokok di SMA Antartika Sidoarjo pada tanggal 16-17 Juni 2014
Table 5.7 menyajikan dan menjelaskan hubungan antara tingkat stress psikis dengan tingkat perilaku merokok pada remaja dari total responden sebanyak 66 responden didapatkan data bahwa sebanyak 4 responden (6,1%) yang memiliki tingkat stress psikis normal menyatakan memiliki tingkat perilaku
merokok ringan sebanyak 4 responden (12,5%), sedangkan untuk sedang, berat dan sangat berat tidak ada. Untuk yang memiliki tingkat stress psikis ringan didapatkan bahwa sebanyak 23 responden (71,9%) dengan perilaku merokok ringan,5 responden (26,3) dengan perilaku merokok sedang, 2 responden(20%) dengan perilaku merokok berat,untuk perilaku merokok sangat beratnya tidak ada. Sedangkan dari 66 responden didapatkan data sebanyak 15 (22,7%) responden yang memiliki tingkat stress psikis sedang sebanyak 5 responden (15,6%) menyatakan memiliki perilaku merokok ringan , sedangkan yang merokok sedang sebanyak 6 responden (31,6%). Untuk 7 responden (10,6%) yang memiliki stress psikis berat, sedangkan yang merokok sebanyak 5 responden (26,3%) perilaku merokok sedang, 1 responden (10%) berat,1 responden (20%) sangat berat. Sisanya dari total 66 responden didapatkan data sebanyak 10 responden (15,2%) yang memiliki tingkat stress psikis sangat berat yang menyatakan merokok sedang sebanyak 3 responden (15,8%), berat 3 responden (30%) dan merokok sangat berat sebanyak 5 responden (100%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Spearman Rho Correlations untuk mengetahui apakah ada hubungan diantara dua variabel yaitu tingkat stress psikis dengan tingkat perilaku merokok didapatkan ρ = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ρ ≤ 0,05 berarti H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat hubungan antara tingkat stress psikis dengan tingkat perilaku pada remaja di SMA Antartika Sidoarjo. Hubungan diperkuat dengan hasil koefisien
korelasi 0,706 dan memenuhi kriteria kuat. 3.2. Pembahasan Pembahasan ini akan menjelaskan penelitian di SMA Sidoarjo tentang adanya hubungan antara tingkat stres psikis dengan tingkat perilaku merokok pada remaja kelas XI IPS. 3.2.1 Tingkat Stress Psikis kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo Hasil penelitian dari tabel 5.5 dapat diketahui dari 66 responden, hampir setengahnya (45,5%) mengalami tingkat stres yang ringan, 15 remaja (22,7%) tingkat stress psikis sedang,10 remaja (15,2%) tingkat stress psikis sangat berat, 7 remaja (10,6) tingkat stress psikis berat sedangkan 4 remaja (6,1%) adalah tingkat stress psikis normal. Semua remaja pasti pernah mengalami stres, namun setiap remaja memiliki tingkat stres yang berbeda-beda. Stres pada remaja bisa disebabkan oleh berbagai faktor, kemungkinan stres yang mereka alami disebabkan oleh masalah pribadi, tugas sekolah yang terlalu banyak, dan jadwal ujian yang akan mereka hadapi dalam waktu dekat. Peristiwa- peristiwa juga menimbulkan stress, meskipun kebanyakan stress berawal dari peristiwa-peristiwa negatif, menyakitkan dan tidak diharapkan dalam kehidupan kita. Situasi yang sama dapat dilihat secara berbeda oleh dua individu. Yang satu dapat memandang situasi yang ada sebagai tantangan yang menarik sementara individu yang lain memandang situasi tersebut sebagai ancaman terhadap kehidupannya. Perbedaan cara pandang dan reaksi terhadap suatu peristiwa yang sama pada saat yang berbeda tergantung pada keadaan
perasaan dan fisik saat itu (Desty: 2010). Masalah-masalah tersebut menyebabkan remaja sangat rentan dalam menghadapi stres. Berbagai jenis permasalahan yang dialami oleh remaja, cara mereka dalam menyelesaikan masalah pun beragam. Tabel 5.1 dapat diketahui dalam penelitian yang dilakukan di SMA Antartika Sidoarjo dari 66 responden hampir seluruhnya berumur antara 1718 tahun. Hal tersebut terjadi pada remaja yang masih labil dalam bersikap karena dilihat dari segi umur, pola pikir juga memiliki pengaruh dalam memberikan keputusan terhadap suatu permasalahan. Pendapat yang dikemukakan oleh Hurlock (2012:237 ) bahwa seseorang yang semakin berumur, maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang tersebut akan lebih matang pula dalam berpikir. Seseorang tersebut dapat lebih bijaksana dalam menyikapi segala fenomena kesehatan yang ada. Selain itu semakin bertambahnya usia seseorang, maka semakin siap pula dalam menerima suatu cobaan. Remaja yang memiliki tingkat stress yang ringan sebanyak 30 remaja (45,5%). Peneliti berasumsi bahwa remaja kelas XI IPS setengahnya memiliki tingkat stress yang ringan, bahwa remaja mengalami stress itu hanya dipengaruhi oleh beban tugas sekolah yang akan mendekati UAS, serta dituntut juga untuk mendapatkan nilai yang baik, sehingga remaja tersebut agak merasa sedikit tertekan atau menarik diri. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa jam. Situasi seperti ini nampaknya tidak akan menimbulkan banyak
pelampiasan atau penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus. Remaja yang memiliki tingkat stress yang sedang sebanyak 15 remaja (22,7%) setengahnya dari yang ringan, stress sedang terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari. Hal tersebut terjadi karena remajanya sendiri agak merasa tertekan dan menarik diri dalam mau menghadapi UAS serta dituntut memikirkan nilai yang akan didapatkan nantinya pada saat kenaikan kelas. Sedangkan remaja yang memiliki tingkat stress yang berat sebanyak 7 remaja (10,6%), stress sangat berat terjadi lebih lama lagi dari beberapa hari sampai mingguan.Hal tersebut terjadi karena remaja tersebut terlihat cemas, gelisah,bingung dan panik belum membayar uang sekolah bulan dikarenakan kalau belum lunas tidak diperbolehkan ikut UAS. Dan juga remaja tersebut mengatakan tidak mampu menyelesaikan tugas sekolah dalam waktu yang singkat untuk mengejar persiapan UAS serta daya konsentrasi dan ingat menurun. Dan remaja yang mengalami tingkat stres yang sangat berat sebanyak 10 remaja (15,2%). Stres tersebut terjadi karena remaja tidak mampu mengendalikan dan mengalihkan stres yang mereka alami dengan baik. Stres pada remaja bisa disebabkan oleh berbagai faktor, kemungkinan stres yang mereka alami disebabkan oleh masalah pribadi, tugas sekolah yang terlalu banyak, dan jadwal ujian yang akan mereka hadapi dalam waktu dekat. Beberapa kejadian stres yang paling sering dihadapi para remaja menurut Finkelstein (2004) adalah halhal yang berhubungan dengan sekolah (seperti keharusan belajar untuk
menghadapi ujian, dan mendapat nilai buruk), teman sebaya (seperti berdebat dengan teman), dan hal-hal pribadi (seperti gangguan tidur, keharusan bangun lebih pagi, dan sakit). Masa remaja merupakan masa seorang individu menghadapi masalah untuk pertama kalinya seperti masalah berat badan, jerawat, menstruasi, rangsangan seksual, tekanan sekolah, kebosanan, orang tua yang cerewet, tekanan dari teman sebaya, dan masalah uang. Masalah-masalah tersebut menyebabkan remaja sangat rentan dalam menghadapi stres. Dari penelitian yang sering remaja rasa saat dilanda stress adalah Cemas yang berlebihan dalam suatu situasi, namun bisa lega jika hal atau situasi itu berakhir, berkeringat tetapi bukan karena disebabkan oleh kegiatan fisik atau cuaca yang panas, tidak sabaran, mudah tersinggung, mudah panik, gelisah serta mudah marah juga. 3.2.2 Tingkat Perilaku Merokok Pada Remaja kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo Berdasarkan tabel 5.6 diketahui dari 66 responden, hampir setengahnya (48,5%) mengalami tingkat perilaku merokok yang ringan, 19 remaja (28,8%) tingkat perilaku merokok sedang,10 remaja (15,2%) tingkat perilaku merokok berat sedangkan 5 remaja (7,6) tingkat perilaku merokok sangat berat. Kemungkinan hal itu terjadi karena adanya pengaruh dari faktor lingkungan seperti pengaruh dari teman sebaya yang setiap hari merokok, sehingga remaja tersebut terbiasa dengan merokok. Orang tua juga memiliki peran penting dalam perilaku merokok pada remaja, misalnya bila orang tua remaja tersebut
mempunyai kebiasaan merokok, maka remaja akan menganggap bahwa merokok adalah hal yang biasa. Remaja yang berperilaku merokok ringan sebanyak 32 remaja (48,5%). Hal ini disebabkan dari hasil penelitian menunjukkan rata- rata remaja berperilaku merokok ringan. Peneliti berasumsi remaja ini berperilaku merokok ringan dikarenakan kebosanan, sulit berkonsentrasi serta sedikit bingung untuk melakukan sesuatu pas sewaktu sekolah maupun di luar jam sekolah. Remaja yang berperilaku merokok sedang sebanyak 19 remaja (28,8%) dikarenakan sangat bosan dengan sistem belajar mengajar yang ada disekolahan serta lingkungan sekitar yang ada, serta remaja bingung yang akan dikerjakan maka remaja ingin merasakan rilek, salah satunya yaitu dengan cara merokok. Untuk remaja yang berperilaku merokok berat sebanyak 10 remaja (15,2%) dikarenakan remaja tersebut sangat sulit berkonsentrasi serta bingung untuk melakukan sesuatu di sekolahan maupun di lingkungan lain sekitar yang ada. Faktor ini disebabkan karena faktor intrinsik semisal pengaruh teman sebaya dan iklan yang semakin marak saat ini. Serta yang berperilaku merokok sangat berat sebanyak 5 remaja (7,6%) mengalami tingkat perilaku merokok yang sangat berat. Kemungkinan hal itu terjadi karena adanya pengaruh dari faktor lingkungan seperti pengaruh dari teman sebaya yang setiap hari merokok, sehingga remaja tersebut terbiasa dengan merokok. Orang tua juga memiliki peran penting dalam perilaku merokok pada remaja, misalnya bila orang tua remaja tersebut
mempunyai kebiasaan merokok, maka remaja akan menganggap bahwa merokok adalah hal yang biasa. Hal inilah yang bisa membuat remaja tersebut menjadi perokok sangat berat. Menurut Trim (2006: 10), menunjukkan bahwa penelitiannya mengungkapkan sebanyak 87% remaja perokok mempunyai satu atau lebih sahabat yang perokok juga. Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan besar temantemannya adalah perokok juga demikian sebaliknya. Menurut istiqomah (2004: 28) menyatan bahwa kelompok teman seusia remaja berperan sebagai panutan (model) dalam membentuk identitasnya. Seorang remaja tak ingin dianggap berbeda sesamanya. Pada diri remaja penerimaan lingkungan teman sebaya berperan penting , karena melalui proses penerimaan inilah sosial diri sebagai bagian dari perkembangan kepribadian dimasa remaja. Berdasarkan penelitian pendahuluan usia subjek yang berkisar antara 16-18 tahun menghasilkan temuan bahwa rata-rata subjek penelitian mencoba rokok untuk pertama kalinya pada usia 13 tahun. Selain itu menurut Soetjiningsih (2004: 197) bahwa pada tahun transisi antara sekolah dasar dan sekolah menengah (usia 11-16 tahun) juga merupakan faktor resiko yang menyebabkan remaja menjadi seorang perokok. Hal tersebut karena krisis psikososial yang terjadi dalam diri individu, munculnya kondisi kebingungan pada remaja tahap madya (middle adolescence) usia 15-18 tahun yang menyebabkan mereka menjadi lebih mudah terjerumus pada perilaku menyimpang seperti merokok, atau
pengaruh emosi yang menyebabkan seorang individu mencari relaksasi karena merokok dianggap dapat memudahkan berkonsentrasi, memperoleh pengalaman yang menyenangkan, dan mengurangi ketegangan atau stres. Perilaku remaja merokok umumnya lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan, ini sesuai dengan tabel 5.2 yang menunjukkan hampir seluruhnya 56 responden (84,8%) berjenis kelamin laki-laki & 10 responden (15,2%) berjenis kelamin perempuan. Remaja laki-laki menganggap bahwa merokok berhubungan dengan tingkat percaya diri mereka dan agar terlihat maskulin. Beberapa alasan lain yang menyebabkan remaja laki-laki banyak yang merokok yaitu diantaranya agar terlihat jantan, tidak dikucilkan atau dihina oleh teman, untuk ketenangan, mengikuti zaman, gengsi, mengikuti kebiasaan kelompok, dan lain sebagainya. Ternyata hal tersebut berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Soetjiningsih (2004: 193) bahwa belakangan ini kejadian merokok meningkat pada remaja perempuan. Seiring dengan waktu, kini perempuan sudah lebih diberi kebebasan untuk memilih dan mengekspresikan diri, sehingga mulai banyak perempuan yang pada akhirnya meniru perilaku merokok seperti yang dilakukan lakilaki. Kini di zaman modern ini, perempuan seolah seperti tidak canggung lagi untuk merokok di tempat umum. Alasan remaja perempuan merokok yaitu karena iseng, ada tekanan atau stres, pengaruh teman, agar terlihat keren, lebih menantang, dan menjadi percaya diri.
Kemungkinan jumlah perempuan yang merokok akan terus bertambah dari waktu ke waktu dan kemungkinan pula suatu saat penggunaan dan kebutuhan akan nikotin pada perempuan bisa sama dengan kaum laki-laki. Hindarto (2008) mengemukakan bahwa jika dibandingkan laki-laki perokok, perempuan perokok lebih sulit melepaskan ketergantungan terhadap rokok seperti nikotin. Perempuan bisa saja melepaskan diri dari rokok tapi perlu banyak dukungan psikologis untuk mewujudkannya. Menurut Croghan (2008), dari sisi psikologis perempuan lebih dekat dengan sifat mudah depresi, sensitif, mudah marah. Perasaan tersebut akan menyebabkan perempuan perokok akan terus mengambil sebatang rokok jika dihinggapi perasaan itu. 3.2.3. Hubungan Antara Tingkat Stres Psikis Dengan Tingkat Perilaku Merokok Pada Remaja kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo Hasil uji statistik Rank Spearman dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 dan dilakukan perhitungan SPPS for windows, didapatkan hasil P = 0,000. Jika dibandingkan dengan α, diperoleh P (0,000) < α (0,05) , maka H0 ditolak artinya ada hubungan antara tingkat stres psikis dengan tingkat perilaku merokok pada remaja kelas XI IPS di SMA Antartika Sidoarjo. Selain itu Finkelstein dkk (2006) juga menyatakan bahwa tingkat stres yang tinggi berakibat terhadap meningkatnya resiko untuk merokok. Remaja yang merokok beranggapan bahwa dengan merokok mereka mendapatkan suatu kenikmatan atau sebagai efek relaksasi. Kepuasan psikologis yang mereka dapatkan
tersebut yang mendorong remaja untuk mengulangi perilaku merokok tersebut setiap kali remaja berada dalam tekanan (stress). Peneliti berasumsi remaja yang mengalami stress akan cenderung memilih perilaku merokok sebagai pengalihan dari stres yang mereka hadapi, khusunya pada remaja lakilaki. Perilaku yang mereka lakukan tidak sesuai dengan ajaran agama yang sudah dianutnya pada masing masing remaja yang bersinanggungan dengan Visi Dan Misi sekolah pada saat itu juga. Menurut mereka hal tersebut merupakan sebuah kebiasaan yang mengenakkan bagi mereka, sehingga mereka sulit untuk mengubah perilaku mereka. Tidak sedikit dari mereka sebenarnya telah mengetahui dampak buruk dari merokok tetapi mereka seolah tidak peduli dengan dampak atau bahaya dari merokok. Cara mengendalikan stres antara perempuan dan laki-laki pun berbeda, selain itu cara mereka dalam merespons stres juga berbeda. Menurut tim peneliti UCLA menemukan bahwa laki-laki jika sedang mengalami stres, mereka cenderung berperilaku agresif, menarik diri atau lari dari situasi stres. Berbeda dengan perempuan, jika sedang mengalami stres pada umumnya perempuan lebih memilih untuk menceritakan masalah yang membuatnya stress atau masalah yang sedang dihadapinya kepada orang lain. Aspek perkembangan pada remaja antara lain: menetapkan kebebasan dan otonomi, membentuk identitas diri, penyesuaian perubahan psikososial berhubungan dengan maturasi fisik. Merokok dapat menjadi sebuah cara bagi remaja agar mereka tampak bebas dan dewasa saat mereka menyesuaikan
diri dengan teman sebaya yang merokok. Istirahat atau santai dan kesenangan, tekanan-tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingi tahu, stres, kebosanan, ingin kelihatan gagah, dan sifat suka menentang, merupakan hal-hal yang mengkontribusi mulainya merokok. Faktor risiko lainnya adalah rasa rendah diri, hubungan antar perorangan yang jelek, kurang mengatasi stres, putus sekolah, sosial ekonomi yang rendah. Hasil penelitian didapatkan sebagian besar remaja yang mengalami tingkat stress psikis ringan lebih banyak terdapat pada tingkat perilaku merokok ringan dibandingkan dengan sedang, berat dan sangat berat, dikarenakan pada perilaku merokok ringan sangat menyesuaikan apa yang dirasakan remaja pada saat itu juga merasakan tekanan atau stressor. Peneliti berpendapat bahwa guru Bimbingan Konseling (BK) juga sangat penting dalam tindakan kejiwaan pada remaja kelas XI IPS tersebut. Melalui pendidikan kesehatan dan konseling dapat menurunkan tingkat stress pada siswa remaja lakilaki dan perempuan kelas XI IPS pada timbulnya perilaku merokok tersebut, selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada kesehatan siswa remaja sebagai masukan dari pendidikan kepada siswa remaja tersebut. 3.3 Keterbatasan Pada penelitian ini beberapa keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti adalah : a. Bagi remaja kelas XI di SMA Antartika Sidoarjo dapat menurunkan tingkat stress agar
perilaku merokok pada remaja dapat berkurang. 1. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukkan atau referensi tambahan dalam penyampaian materi dalam proses belajar mengajar berkaitan dengan Tingkat Stress Psikis dan Tingkat Perilaku Merokok, Serta untuk setiap bulannya sekolah harus diadakan pengajian rutin /penyegaran rohani untuk anak didiknya agat memperkecil/ mencegah tingkat stress yang ada pada sebelumnya. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan penelitian tentang “Hubungan Perilaku Merokok terhadap Penyakit Seranggan Jantung”. DAFTAR PUSTAKA Alimul, Azis H. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta, Salemba Medika. Atkinson, Rita L. Atkinson, Richard C. Smith, Edward E. dan Bem, Darly J. Pengantar Psikologi, Edisi 11. Jakarta, Interaksara. Gunarsa, Singgih D. (2008). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta, Gunung Mulia. Handayanto, Aris Dewa (2010). Perbedaan Tingkat Stres dan Koping Stres Antara Remaja Pelajar SMA dan SMK (Suatu Studi pada 4 SMA dan SMK di Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas). http://kesmasunsoed. blogspot.com. Artikel di
akses pada tanggal 07 April 2014. Hawari, Dadang (2004). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hurlock, Elizabeth B (2012). Psikologi Perkembangan.Jakarta, Erlangga. Isnaeni, Desty Nur (2010). Hubungan Stress Dan Pola Menstruasi. http://eprints.uns.ac.id/192/1/ 165240109201010581.pdf. di unduh pada tanggal 08 April 2014 Maulana, Heri D. J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta, EGC. National Safety Council (2004). Manajemen Stres. Jakarta, EGC. Notoatmodjo, Soekidjo (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Nursalam (2009). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Edisi 2. Jakarta, Salemba Medika. Nurse Dha (2010). Hubungan Antara Tingkat Stres dan Sika Remaja Tentang
Merokok dengan Perilaku Merokok pada Remaja di SMU Negeri 1 Rantau. http://rheluphdha.blogspot.co m. Artikel di akses pada tanggal 07 April 2014. Pratiwi, Noviasih Budi (2010). Perilaku Merokok pada Remaja (Perilaku Kesehatan). http://tiwizone.blogspot.com. Artikel di akses pada tanggal 09 April 2014. Poltekkes Depkes (2010). Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta, Salemba Medika. Purnomo, Windhu (2002). Statistika Kesehatan. Surabaya, Depkes RI. Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2006). Berhenti Merokok dan Jangan Memulainya. http://www.solusisehatmassa ge.com. Artikel di akses pada tanggal 10 April 2011. Santoso, Singgih (2010). Statistik Nonparametrik : Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta, Elex Media Komputindo. Setiadi (2013). Konsep Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta, Graha Ilmu. Soetjiningsih (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta, Sagung Seto. Sriati, Aat (2008). Tinjauan Tentang Stres. http://resources.unpad.ac.id. Artikel di akses pada tanggal 09 April 2014.
Sunaryo (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta, EGC. Suryoprajogo, Nadine (2009). Kupas Tuntas Kesehatan Remaja. Yogyakarta, Diglossia Printika. Wahyudianta, Imam (2010). Gencarnya Iklan Rokok Membuat Jumlah Perokok Pemula Meningkat.
http://surabaya.detik.com. Artikel di akses pada tanggal 13 April 2014. --------(2011).Tipe-Tipe Perokok dan Pengaruhnya pada Kepribadian. http://bebasasaprokok.wordp ress.com. Artikel di akses pada tanggal 14 April 2014.