HUBUNGAN TIGA TIPE KEPRIBADIAN NEUROTIK (KAREN HORNEY) DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS X MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) 3 MALANG Fusha Maulida Rahma (
[email protected]) Sumi Lestari Faizah Universitas Brawijaya Malang
Abstract Purpose of this research is to know relationship for each type neurotic personality; they are compliant type, aggressive type, and detached type, with jouvenil delinquency on the 10th grade students of MAN 3 Malang. Correlational-quantitative was method that used in this research and made scales to got the data. Samples for this research were 183 students, 72 boys and 111 girls. Spearman correlation was used for hypothetical test. First result between compliant type with jouvenil delinquency had significance number 0,793, larger than alpha (α=0,05), so hypothesis was rejected that there wasn’t relationship between neurotic personality compliant type with jouvenil delinquency. Second result between aggressive type with jouvenil delinquency had significance number 0,561, larger than alpha (α=0,05), so hypothesis was rejected that there wasn’t relationship between neurotic personality aggressive type with jouvenil delinquency. Third result between detached type with jouvenil delinquency had significance number 0,240, larger than alpha (α=0,05), so hypothesis was rejected that there wasn’t relationship between neurotic personality detached type with jouvenil delinquency. Key word : Neurotic personality, compliant, aggressive, detached, jouvenil delinquency Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan masing-masing tiga tipe kepribadian neurotik; yaitu tipe compliant (mendekati orang lain), aggressive (melawan orang lain), dan detached (menjauh dari orang lain), dengan kenakalan remaja pada siswa kelas X MAN 3 Malang. Metode yang digunakan yaitu kuantitatif korelasional dengan membentuk skala untuk memperoleh data. Subjek berjumlah 183 siswa, 72 siswa laki-laki dan 111 siswa perempuan. Uji hipotesis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil pertama antara tipe compliant dengan kenakalan remaja memiliki signifikansi 0,793, lebih besar dari alpha (α=0,05), sehingga hipotesis ditolak bahwa tidak ada hubungan antara tipe kepribadian neurotik compliant dengan kenakalan remaja. Hasil kedua antara tipe aggressive dengan kenakalan remaja memiliki signifikansi 0,561, lebih besar dari alpha (α=0,05), sehingga hipotesis ditolak bahwa tidak ada hubungan antara tipe kepribadian neurotik aggressive dengan kenakalan remaja. Hasil ketiga antara tipe detached dengan kenakalan remaja memiliki signifikansi 0,240, lebih besar dari alpha (α=0,05), sehingga hipotesis ditolak bahwa tidak ada hubungan antara tipe kepribadian neurotik detached dengan kenakalan remaja. Kata Kunci : Kepribadian neurotik, compliant, aggressive, detached, kenakalan remaja
Pendahuluan Sebelum tahun 1970-an dapat dikatakan bahwa istilah kenakalan remaja belum dikenal atau belum populer. Secara resmi istilah kenakalan digunakan dalam Inpres 6/1971 yang disusul dengan pembentukan Badan Koordinasi Pelaksanaan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 1971 yang didalamnya terdapat bidang Penanggulangan Remaja. Munculnya istilah kenakalan remaja usia sekolah dapat diketahui diantaranya melalui berbagai macam tindakan dan tingkah laku yang mereka lakukan, antara lain menunjukkan sikap kasar dalam bertindak, bersikap suka menentang apabila diarahkan, bersikap membantah apabila diperintah, minumminuman keras, merokok, nongkrong dijalan, coret-coretan di tembok, cenderung berbuat sesuatu yang hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri dan merubah suasana sekehendak hatinya (Arkan, 2006). Kenakalan atau kenakalan anak-anak muda merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan tingkah laku yang menyimpang (Triyaningsih, 2009). Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia, SDKI 2007, menunjukkan jumlah remaja di Indonesia mencapai 30% dari jumlah penduduk, jadi sekitar 1,2 juta jiwa. Hal ini tentunya dapat menjadi asset bangsa jika remaja dapat menunjukkan potensi diri yang positif namun sebaliknya akan menjadi petaka jika remaja tersebut menunjukkan perilaku yang negatif bahkan sampai terlibat dalam kenakalan remaja (BKKBN, 2011). BKKBN (2011) menggambarkan kenakalan remaja Indonesia saat ini sebagai berikut: 1. Pernikahan usia remaja. 2. Sex pra nikah dan kehamilan tidak dinginkan. 3. Aborsi 2,4 jt : 700-800 ribu adalah remaja. 4. MMR 343/100.000 (17.000/tahun, 1417/bulan, 47/hari perempuan meninggal) karena komplikasi kehamilan dan persalinan. 5. HIV/AIDS: 1283 kasus, diperkirakan 52.000 terinfeksi (fenomena gunung es), 70% remaja. 6. Miras dan Narkoba. Menurut Sugiarto dalam Suara Merdeka (2012), berdasarkan data yang ada di lembaga Nyadi Kasmorejo, kasus kekerasan terhadap anak di DIY sudah tinggi. Dikatakan, Bantul menduduki angka cukup tinggi, seperti kasus nikah usia dini. Dijelaskan hingga februari tahun 2012 terdapat 135 kasus, disusul kemudian Sleman, Kota dan Kulonprogo jauh dibawah Bantul dan Gunung Kidul ada 145 kasus. Sedangkan data kasus kekerasan yang
ditangani LPA DIY diawal tahun 2012, di DIY angka tertinggi adalah kekerasan pengasuhan 13, disusul kekerasan pencurian 11, kekerasan seks 10, kekerasan fisik 8 dan baru kekerasan psikis 3 dan narkoba 1 kasus (Suara Merdeka-Sugiarto, 2012). Aroma dan Suminar (2012), membagi kenakalan remaja dalam tiga aspek. Aspek pertama pelanggaran aturan atau hukum, berupa penyalahgunaan obat, perusakan, penganiayaan, pencurian, perjudian, dan merokok. Aspek kedua pelanggaran norma, berupa seks bebas, aborsi, dan pornografi. Aspek ketiga pelanggaran status, berupa melawan perintah orang tua dan guru, tidak mengerjakan tugas sekolah, membolos, minum-minuman keras, tawuran, dan balapan liar. Kenakalan remaja pada hakekatnya bukanlah suatu masalah sosial yang hadir dengan sendirinya di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi masalah tersebut muncul karena beberapa keadaan yang terkait, bahkan mendukung kenakalan tersebut. Kehidupan keluarga yang kurang harmonis, perceraian dalam bentuk broken home memberi dorongan yang kuat sehingga remaja menjadi nakal (Arkan, 2006). Remaja terkadang melakukan kenakalan bukan atas dasar keinginan dari dalam dirinya sendiri. Kenakalan tersebut muncul sebagai timbal balik atau respon dari keadaan lingkungan. Lingkungan mempunyai andil yang cukup besar dalam pembentukan respon tersebut. Kartono mengungkapkan bahwa kenakalan terbagi menjadi beberapa jenis, salah satunya adalah kenakalan neurotik. Pada umumnya remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa, dan lain sebagainya. Ciri-cirinya adalah perilaku nakal berasal dari sebab psikologis yang sangat dalam, perilaku kriminal merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan, biasanya melakukan kejahatan seorang diri dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu (misalkan suka memperkosa, membunuh, dan lain-lain), biasanya berasal dari kelas menengah yang keluarganya mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, remaja yang memiliki ego lemah, memiliki motif kejahatan yang berbeda, dan perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (Maria, 2007). Neurotik sendiri oleh Chaplin (2006) didefinisikan sebagai suatu organisasi kecenderungan yang berorientasi pada perolehan jaminan keamanan dan perlindungan maksimum. Individu dengan gangguan neurotik, dalam memilih tindakan mereka, harus ada paksaan. Jika individu normal mengalami konflik sebagai sesuatu yang ringan saja, penderita neurotik mengalami konflik dengan merasakan konflik tersebut beban yang sangat berat dan tak terselesaikan (Feist dan Feist, 2008).
Banyak tokoh yang mencoba mengungkapkan tentang neurotik, salah satunya adalah Karen Horney. Horney mengungkapkan, kecenderungan neurotik muncul sebagai suatu pertahanan diri terhadap perasaan rendah diri yang dimiliki oleh seseorang. Perasaan rendah diri dapat muncul dari berbagai macam faktor, baik faktor lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, teman sebaya, ekonomi, dan lain-lain. Ada tiga kecenderungan neurotik, yaitu menuju orang lain (compliant), melawan orang lain (aggressive), dan menjauh dari orang lain (detached) (Feist dan Feist, 2008). Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada siswa MAN 3 Malang kelas X tentang hubungan kecenderungan neurotik dengan kenakalan remaja. Tingkat MAN atau SMA dipilih berdasarkan penelitian Arkan (2006) yang mengatakan bahwa remaja usia 17-20 tahun (usia SMA) sangat mudah terpengaruh arus globalisasi. Pengaruh globalisasi dapat menjadi pemicu kenakalan remaja jika tidak disikapi dengan bijak. Sedangkan kelas X (usia 15-18 tahun) dipilih karena menurut Santrock (2007), usia 1520 tahun memasuki tahap remaja akhir dimana minat karir, pacaran, dan eksplorasi identitas sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir dibandingkan di masa remaja awal.
Landasan Teori A. Kenakalan Remaja Remaja yang dalam bahasa aslinya “adolescence” berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Menurut Hurlock remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan pada ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi (Eliasa, 2012). Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah. Oleh karenanya, remaja sangat rentan mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (Widianti, 2007). Remaja, berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan yaitu masa peralihan dari tahap anak-anak menuju dewasa yang mengalami perubahan baik dari perubahan fisik ataupun mental menuju kematangan yang dimulai pada usia 12 tahun.
Kenakalan remaja merupakan suatu perbuatan kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh seorang remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama (Afrilia dan Kurniati, 2008). Kenakalan remaja atau lebih umum dikenal dengan juvenil delinquency, juvenil yang berasal dari kata latin juvenilis berarti anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode muda. Sedangkan delinquency juga berasal dari kata latin delinquere yang berarti terabaikan, mengabaikan yang kemudian diperlakukan menjadi jahat, asosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, dan tindakan yang tidak disenangi oleh lingkungan sosial yang normal. Dengan demikian bahwa kenakalan remaja yang juga disebut dengan juvenil delinquency merupakan kejahatan atau kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak remaja (Rahmawati, 2009). Menurut Arkan (2006), istilah kenakalan remaja atau disebut juvenile delinquency adalah setiap perbuatan kejahatan atau perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak-anak khususnya anak remaja. Kenakalan remaja, dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan yaitu suatu perbuatan yang melanggar peraturan, baik peraturan tertulis (undang-undang Negara, peraturan sekolah), peraturan tidak tertulis, ataupun norma-norma agama dan masyarakat, yang dilakukan oleh remaja. Bentuk-bentuk kenakalan remaja menurut Afrilia dan Kurniati (2008) diantaranya kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan diri sendiri dan orang lain; perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman sekitar; perkelahian atau tawuran antar geng, kelompok, sekolah, atau suku; membolos sekolah; kriminalitas yaitu berupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri, mencopet, merampas, menjambret, menyerang, merampok, melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya, mencekik, tindak kekerasan, dan pelanggaran lainnya; berpesta pora, mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas; perkosaan, agresivitas seksual, dan pembunuhan; homoseksualitas, erotisme anal dan oral, dan gangguan seksual lain pada anak remaja disertai tindakan sadistis; perjudian dan bentukbentuk permainan lain dengan taruhan; komersialisasi seks dan pengguguran janin. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kenakalan remaja adalah faktor identitas diri remaja, keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial (Eliasa, 2012). Sedangkan hal yang dapat menyebabkan kenakalan remaja usia sekolah menurut Arkan (2006) adalah :
a. Perilaku orang tua ( selalu khawatir dan selalu ingin melindungi anak, terlalu menuntut, terlalu keras, selalu memanjakan, bersikap permisif (serba boleh), selalu bersikap tak acuh dan rejektif, terlalu banyak mengkritik, tidak konsisten dalam mendidik b. Teman dekat yang membawa pengaruh buruk c. Perceraian orang tua d. Penyalahgunaan fungsi teknologi e. Pornografi Aroma dan Suminar (2012), membagi kenakalan remaja dalam tiga aspek yaitu : a. Pelanggaran aturan atau hukum, berupa penyalahgunaan obat, perusakan, penganiayaan, pencurian, perjudian, dan merokok. b. Pelanggaran norma, berupa seks bebas, aborsi, dan pornografi c. Pelanggaran status, berupa melawan perintah orang tua dan guru, tidak mengerjakan tugas sekolah, membolos, minum-minuman keras, tawuran, dan balapan liar
B. Teori Perkembangan Moral Martin Hoffman (Santrock, 2007) mengembangkan teori disekuilibrium kognitif (cognitive disequilibrium theory), yang menyatakan bahwa remaja merupakan suatu periode penting dalam perkembangan moral, khususnya ketika individu beralih dari lingkungan yang relatif homogen ke lingkungan yang lebih heterogen di sekolah menengah atas dan kampus. Di lingkungan yang heterogen ini mereka dihadapkan pada berbagai kontradiksi antara konsep-konsep moral yang telah diterima dan dialami di luar keluarganya dan lingkungan rumahnya. Di titik ini remaja mulai mengenali serangkaian keyakinannya sekaligus menyadari bahwa keyakinan mereka itu hanyalah salah satu diantara berbagai keyakinan orang-orang lain. Dengan demikian remaja dan orang yang beranjak dewasa mulai mempertanyakan keyakinan awalnya dan dalam proses ini mereka mengembangkan sistem moralnya.
C. Kepribadian Neurotik Tipe kepribadian neurotik atau kecenderungan neurotik adalah satu organisasi kecenderungan yang berorientasi pada perolehan jaminan keamanan dan perlindungan maksimum (Chaplin, 2006). Kecenderungan ini muncul sebagai suatu pertahanan diri terhadap perasaan rendah diri yang dimiliki oleh seseorang. Perasaan rendah diri dapat muncul dari berbagai macam faktor, baik faktor lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, teman sebaya, ekonomi, dan lain-lain. Ada tiga kecenderungan neurotik, yaitu mendekati
orang lain (compliant), melawan orang lain (aggressive), dan menjauh dari orang lain (detached) (Feist dan Feist, 2008). Kepribadian neurotik, dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan yaitu suatu perilaku yang muncul sebagai pertahanan diri individu terhadap perasaan rendah diri yang terbagi menjadi 3 tipe, yaitu mendekati orang lain (compliant), melawan orang lain (aggressive), dan menjauh dari orang lain (detached). Menurut Horney (Feist dan Feist, 2008) kepribadian neurotik berawal dari kecemasan dasar. Kecemasan dasar itu sendiri adalah ketakutan akan ditinggal sendiri, tidak berdaya, dan perasaan tidak aman yang seorang anak miliki. Kecemasan ini muncul dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh anak yang berkaitan dengan orang tuanya seperti kurangnya kehangatan, stabilitas, rasa hormat, dan keterlibatan. Pada akhirnya, Horney percaya bahwa kecemasan dasar dapat diarahkan pada hampir semua orang, dimana kecemasan dan kebingungan yang seseorang alami akan difokuskan ke dunia luar. Walaupun Horney menerima ide psikoanalisis dasar dari Freud, yaitu bahwa manusia dikendalikan oleh alasan irasional tidak sadar yang berkembang pada masa kanak-kanak, Horney melihat bahwa motif tersebut berasal dari konflik sosial dalam keluarga dan yang lebih besar lagi konflik dengan masyarakat (Friedman dan Schustack, 2006). Horney (Feist dan Feist, 2008) membagi kepribadian neurotik dalam tiga tipe, yaitu mendekati orang lain (compliant), melawan atau memusuhi orang lain (agressive), dan menjauh dari orang lain (detached). Tipe kepribadian neurotik yang pertama adalah mendekati orang lain (kepribadian yang penurut), yaitu mereka yang selalu berusaha membuat orang lain gembira, mendapatkan cinta, dan menjaga penerimaan dan afeksi dari orang lain. Tindakan mereka untuk mendapatkan cinta di satu sisi merupakan usaha untuk menyembunyikan apa yang mereka yakini benar tentang diri mereka dan di sisi lain untuk membuat orang lain yakin bahwa mereka patut untuk disayangi. Kedua, melawan atau memusuhi orang lain (kepribadian yang agresif) yaitu mereka yang berusaha dengan keras mendapatkan kekuasaan, pengakuan, dan penghormatan dari orang lain. Mereka mulai meyakini bahwa semua hal yang mereka inginkan tentang diri mereka benar, dan usaha keras mereka untuk mendapatkan pengakuan dan kekuasaan merupakan usaha mereka untuk menegaskan kebenaran akan ilusi tersebut. Ketiga, menjauh dari orang lain (kepribadian yang menyendiri) yaitu berusaha untuk tidak menanamkan emosi terhadap hubungan interpersonal sebagai usaha menghindari kemungkinan disakiti dalam sebuah hubungan. Mereka melihat diri mereka sebagai seorang yang tidak berharga untuk dicintai dan diperhatikan orang lain,
mereka juga merasa tidak dapat meraih hal-hal yang lebih besar lagi (Friedman dan Schustack, 2006). Sepuluh kebutuhan neurotik diidentifikasi oleh Horney (Feist dan Feist, 2008) yang mencirikan penderita neurotik dalam upaya mereka melawan kecemasan dasar. Seseorang bisa saja mengalami lebih dari satu kebutuhan neurotik tersebut. Masing-masing kebutuhan neurotik berkaitan dengan hubungan kita kepada orang lain. Sepuluh kebutuhan neurotik tersebut adalah ingin disayangi dan disetujui, pasangan yang kuat, batas-batas sempit hidup, hasrat terhadap kekuasaan, eksploitasi, pengakuan dan tak ingin disaingi, pemujaan diri sendiri, pencapaian pribadi, puas diri dan independensi, kesempurnaan dan prestise.
Metode Penelitian Variabel dalam penelitian ini ada tiga variabel X, dan satu variabel Y. Variabel X adalah tiga tipe kepribadian neurotik yaitu tipe compliant atau mendekati orang lain (X1), tipe aggressive atau melawan orang lain (X2), dan tipe detached atau menjauhi orang lain (X3). Sedangkan variabel Y adalah kenakalan remaja. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif korelasional dengan menghubungkan masing-masing variabel X (X1, X2, X3) dengan variabel Y (X1-Y, X2-Y, X3Y). Analisis data yang digunakan adalah uji Korelasi Spearman dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows. Penelitian ini mempunyai jumlah sampel sebanyak 183 orang, 72 laki-laki dan 111 perempuan. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan keadaan lapangan pada saat penelitian diakukan. Peraturan dari MAN 3 Malang yang menyebutkan bahwa kelas XII dan kelas XI tidak dapat dijadikan subjek penelitian serta peraturan untuk tidak menjadikan kelas akselerasi dan MAKBI sebagai subjek penelitian, mengharuskan peneliti hanya mengambil kelas X sebagai sampel penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MAN 3 Malang. Sampel yang akan diambil peneliti harus memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Kriteria tersebut adalah : 1) Terdaftar sebagai siswa MAN 3 Malang pada saat penelitian dilakukan 2) Siswa kelas X 3) Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan 4) Berumur 15-18 tahun 5) Tidak mengikuti program Akselerasi dan MAKBI (Madrasah Aliyah Keagamaan Bertaraf Internasional)
Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa skala dengan menggunakan format respon likert like. Skala kepribadian neurotik dibentuk berdasarkan 10 kebutuhan neurotik yang terbagi dalam tiga tipe kepribadian neurotik, yaitu kepribadian mendekati orang lain, melawan atau memusuhi orang lain, menjauh dari orang lain. Skala kepribadian neurotik dalam penelitian ini mengacu pada skala Horney Coolidge Type Inventory (HCTI) yang terdapat dalam jurnal Coolidge, dkk (2001). Peneliti tidak melakukan duplikasi aitem HCTI, tetapi peneliti menggunakan skala HCTI sebagai referensi untuk membentuk skala yang baru sehingga diharapkan skala yang baru memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Skala ini terbagi menjadi 3 subskala, yaitu subskala compliant, aggressive, dan detached dengan jumlah aitem masing-masing adalah 9, 23, dan 7. Sedangkan skala kenakalan remaja dibuat berdasarkan tiga aspek, yaitu pelanggaran aturan atau hukum, pelanggaran norma, dan pelanggaran status. Aitem dalam skala ini berjumlah 59.
Hasil Penelitian Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui terpenuhi atau tidak syarat-syarat yang diperlukan suatu data agar dapat dianalisis (Sandha, 2012). Berdasarkan jenis analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu uji korelasi, maka uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji linieritas. Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa data tidak memenuhi asumsi normalitas dan linieritas yaitu pada uji normalitas variabel compliant dan detached terdistribusi tidak normal (<0.05) dan pada uji linieritas hasil ketiganya tidak linier [compliant-kenakalan (>0.05), aggressive-kenakalan (>0.05), dan detached-kenakalan (>0.05)], sehingga dilakukan uji korelasi Spearman sebagai uji alternatif dari uji korelasi product moment. Hasil dari uji korelasi Spearman adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Uji Korelasi Spearman Variabel Deliquency (kenakalan) Deliquency Aggressive (kenakalan) Deliquency Detached (kenakalan) Compliant
r hitung
Signifikansi
Keterangan
-0,019
0,793
Tidak ada korelasi
-0,043
0,561
Tidak ada korelasi
-0,087
0,240
Tidak ada korelasi
Pada tabel di atas, hasil dari korelasi Spearman antara variabel compliant dengan variabel kenakalan didapatkan bahwa nilai r hitung adalah sebesar 0,019 dengan signifikansi sebesar 0,793. Karena nilai r hitung lebih kecil dari r tabel (0,019<0,145) atau nilai
signifikansi lebih besar dari alpha (0,793>0,050), maka hipotesis ditolak yaitu tidak terdapat korelasi atau hubungan antara compliant dan kenakalan (deliquency) dengan tingkat toleransi kesalahan (alpha) 5%. Hasil dari korelasi Spearman antara variabel aggressive dengan variabel kenakalan didapatkan bahwa nilai r hitung adalah sebesar 0,043 dengan signifikansi sebesar 0,561. Karena nilai r hitung lebih kecil dari r tabel (0,043<0,145) atau nilai signifikansi lebih besar dari alpha (0,561>0,050), maka hipotesis ditolak yaitu tidak terdapat korelasi atau hubungan antara agressive dan (deliquency) dengan tingkat toleransi kesalahan (alpha) 5%. Hasil dari korelasi Spearman antara variabel detached dengan variabel kenakalan didapatkan hasil bahwa nilai r hitung adalah sebesar 0,087 dengan signifikansi sebesar 0,240. Karena nilai r hitung lebih kecil dari r tabel (0,087<0,145) atau nilai signifikansi lebih besar dari alpha (0,240>0,050), maka hipotesis ditolak yaitu tidak terdapat korelasi atau hubungan antara detached dan kenakalan (deliquency) dengan tingkat toleransi kesalahan (alpha) 5%.
Diskusi Sebelum membahas tentang hasil penelitian, pada kepribadian neurotik individu tidak dapat dikelompokkan ke dalam salah satu dari ketiga tipe kepribadian neurotik Horney, sehingga data skor skala kepribadian neurotik pada penelitian ini tidak termasuk dalam data tipologi (pembagian tipe), dan bukan termasuk data yang kontinum karena kepribadian tidak bisa dibagi secara berjenjang (artinya individu dengan skor kepribadian rendah, tidak bisa dikatakan memiliki kepribadian yang lebih buruk dibandingkan dengan individu yang memiliki skor kepribadian lebih tinggi). Hal ini berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, bahwa interkorelasi ketiga tipe kepribadian neurotik Horney memiliki angka yang signifikan antara tipe compliant dengan aggressive dan antara tipe detached dengan aggressive. Adanya hubungan yang signifikan antara tipe compliant dan aggressive memungkinkan individu yang memiliki kecenderungan pada tipe compliant, juga memiliki kecenderungan pada tipe aggressive. Begitu juga dengan tipe detached dan aggressive. Secara lebih rinci, hasil pengolahan data interkorelasi pada tiga tipe kepribadian neurotik Horney dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2. Interkorelasi Tiga Tipe Kepribadian Neurotik Korelasi Koefisien Korelasi Compliant Sig. (2-tailed) N Koefisien Korelasi Spearman's Agressive Sig. (2-tailed) rho N Koefisien Korelasi Detached Sig. (2-tailed) N **. Korelasi signifikan pada level 0.01 (2-tailed)
Compliant 1,000 . 183 -,199** ,007 183 ,048 ,516 183
Aggressive -,199** ,007 183 1,000 . 183 ,322** ,000 183
Detached ,048 ,516 183 ,322** ,000 183 1,000 . 183
Setelah dilakukan pengolahan data untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji korelasi Spearman, didapatkan hasil bahwa nilai signifikansi masing-masing untuk tipe compliant dengan kenakalan adalah 0.793, tipe aggressive dengan kenakalan adalah 0.561, tipe detached dengan kenakalan adalah 0.240. Ketiga nilai signifikansi tersebut angkanya diatas 0.05 (5%), sehingga hipotesis harus ditolak bahwa tidak ada hubungan antara masingmasing ketiga tipe kepribadian neurotik dengan kenakalan remaja pada siswa kelas X MAN 3 Malang. Tipe compliant (kepribadian yang penurut) tidak memiliki hubungan dengan kenakalan remaja. Individu dengan tipe compliant, yaitu mereka yang selalu berusaha membuat orang lain gembira, mendapatkan cinta, dan menjaga penerimaan dan afeksi dari orang lain. Tindakan mereka untuk mendapatkan cinta di satu sisi merupakan usaha untuk menyembunyikan apa yang mereka yakini benar tentang diri mereka dan di sisi lain untuk membuat orang lain yakin bahwa mereka patut untuk disayangi (Friedman dan Schustack, 2006). Individu dengan tipe ini, cenderung untuk menuruti semua apa yang diinginkan dan diharapkan oleh orang lain meskipun tidak jarang individu tersebut merasa dirugikan. Mereka akan cenderung mengalah dan mengutamakan kepentingan orang lain. Menghindar dari pertengkaran dan perselisihan adalah pilihan mereka. Tipe kedua, aggressive atau kepribadian yang melawan, tidak memiliki hubungan dengan kenakalan remaja. Individu dengan tipe aggressive, yaitu mereka yang berusaha dengan keras mendapatkan kekuasaan, pengakuan, dan penghormatan dari orang lain. Mereka mulai meyakini bahwa semua hal yang mereka inginkan tentang diri mereka benar, dan usaha keras mereka untuk mendapatkan pengakuan dan kekuasaan merupakan usaha mereka untuk menegaskan kebenaran akan ilusi tersebut (Friedman dan Schustack, 2006). Individu dengan tipe ini, cenderung untuk berusaha menguasai apapun yang ada disekitarnya. Mereka tidak berusaha untuk mendengarkan pendapat orang lain, karena mereka selalu
menganggap bahwa diri mereka yang paling benar. Menjadi individu nomor satu, terpenting, dan paling berkuasa adalah impian individu yang memiliki kecenderungan pada tipe ini. Ketiga, tipe detached, (kepribadian yang menyendiri) tidak memiliki hubungan dengan kenakalan remaja. Individu dengan tipe detached, yaitu individu yang berusaha untuk tidak menanamkan emosi terhadap hubungan
interpersonal sebagai usaha
menghindari
kemungkinan disakiti dalam sebuah hubungan. Mereka melihat diri mereka sebagai seorang yang tidak berharga untuk dicintai dan diperhatikan orang lain, mereka juga merasa tidak dapat meraih hal-hal yang lebih besar lagi (Friedman dan Schustack, 2006). Individu dengan skor tinggi pada tipe compliant ini belum tentu memiliki skor kenakalan yang tinggi, dan individu dengan skor kategori tinggi pada tipe compliant juga belum tentu memiliki skor kenakalan yang rendah. Hal ini berdasarkan perolehan data yang telah dilakukan peneliti, sama halnya dengan kedua tipe yang lain (aggressive dan detached), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara tiga tipe kepribadian neurotik Karen Horney compliant, aggressive, dan detached dengan kenakalan remaja pada siswa kelas X MAN 3 Malang. Individu yang memiliki kecenderungan neurotik, baik tipe compliant, aggressive, atau detached, bukan berarti individu tersebut akan bersikap nakal, tetapi tidak juga berarti mereka tidak akan bersikap nakal. Misalnya, subjek dengan kecenderungan neurotik tipe compliant. Subjek ini cenderung untuk mengalah dan menerima apa yang orang lain lakukan terhadapnya. Subjek juga berusaha untuk memenuhi harapan orang lain, meskipun merugikan diri subjek sendiri. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi subjek untuk bersikap tidak nakal. Subjek membolos, mengambil barang teman tanpa izin, melihat video porno, dan merokok. Sama halnya dengan tipe detached, yang cenderung menyendiri dan merasa tidak berharga dihadapan orang lain. Karena kenakalan remaja tidak hanya sebuah sikap yang ditunjukkan secara terang-terangan di depan masyarakat. Terkadang kenakalan terjadi secara diam-diam, seperti yang telah disebutkan oleh Aroma dan Suminar (2012), misalkan penyalahgunaan obat-obatan, merokok, pornografi, seks bebas, dan lain-lain. Begitu juga dengan tipe aggressive. Pada tipe aggressive, dimana subjek cenderung untuk menginginkan menjadi nomor satu, terpenting, dan paling berkuasa, bukan berarti subjek selalu menjadi seseorang dengan skor kenakalan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga tipe kepribadian neurotik Karen Horney bukan menjadi penentu apakah individu tersebut akan menjadi pribadi yang nakal atau tidak nakal, begitu juga sebaliknya, bahwa individu yang cenderung nakal bukan berarti memiliki salah satu tipe dari tiga tipe kepribadian neurotik Karen Horney.
Kenakalan yang muncul pada siswa MAN 3 Malang, berdasarkan observasi dan penelitian yang dilakukan, bukan merupakan kenakalan kriminal yang ekstrim seperti mengonsumsi obat-obatan terlarang atau aborsi. Membolos jam pelajaran, tidak mengerjakan tugas sekolah, dan merokok adalah kenakalan-kenakalan yang sering dilakukan meskipun ada beberapa sisswa yang pernah melakukan pengrusakan, penganiayaan, perkelahian, perjudian, balapan liar, atau pencurian. Hal ini juga terjadi karena subjek adalah siswa kelas X. Kelas X adalah masa pengenalan dan adaptasi awal seorang siswa di sekolah baru. Siswa cenderung untuk belum berani melanggar peraturan-peraturan sekolah. Berbeda dengan siswa kelas XI dan XII yang sudah merasa nyaman dan mengenal keadaan sekolah, sehingga lebih berani melanggar peraturan sekolah. Hal inilah yang mempengaruhi hasil skor skala kenakalan yang frekuensi terbesarnya berada pada kategori sedang. Kenakalan pada kategori sedang menunjukkan bahwa subjek memenuhi beberapa indikator pada masing-masing aspek kenakalan. Kenakalan pada kategori tinggi menunjukkan bahwa subjek memenuhi hampir semua indikator dari ketiga aspek kenakalan. Sedangkan kategori rendah menunjukkan bahwa subjek hanya memenuhi sebagian kecil indikator pada satu atau dua aspek kenakalan saja. Kenakalan muncul sebagai akibat dari adaptasi yang salah pada lingkungan baru yang heterogen. Seperti yang dijelaskan oleh Martin Hoffman dalam teori disekuilibrium kognitif (cognitive disequilibrium theory). Teori ini menyatakan bahwa remaja merupakan suatu periode penting dalam perkembangan moral, khususnya ketika individu beralih dari lingkungan yang relatif homogen ke lingkungan yang lebih heterogen di sekolah menengah atas dan kampus. Di lingkungan yang heterogen ini mereka dihadapkan pada berbagai kontradiksi antara konsep-konsep moral yang telah diterima dan dialami di luar keluarganya dan lingkungan rumahnya. Di titik ini remaja mulai mengenali serangkaian keyakinannya sekaligus menyadari bahwa keyakinan mereka itu hanyalah salah satu diantara berbagai keyakinan orang-orang lain. Dengan demikian remaja dan orang yang beranjak dewasa mulai mempertanyakan keyakinan awalnya dan dalam proses ini mereka mengembangkan sistem moralnya (Santrock, 2007). Ketika pengembangan sistem moral yang dilakukan oleh remaja menuju arah yang salah dan menyimpang dari peraturan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma termasuk norma agama, maka inilah yang disebut kenakalan remaja (Afrilia dan Kurniati, 2008). Usia remaja adalah usia peralihan dimana seorang individu beralih dari masa anak-anak menuju dewasa. Adaptasi menjadi hal yang harus dilalui oleh individu pada masa remaja, seperti adaptasi karena perubahan fisik, sosial, kognitif, norma, peraturan, dan lain-lain.
Karena pada masa remaja, individu dituntut untuk dapat mulai memahami norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Pada masa adaptasi tersebut, lingkungan di sekitar remaja tidak hanya memberikan pengaruh ke arah yang positif saja, tetapi juga negatif. Ketika seorang remaja dapat mempelajari kejadian di lingkungan sekitarnya dan dapat membedakan hal yang baik dan buruk, maka proses adaptasi tersebut dapat dikatakan berhasil dengan baik. Berbeda halnya jika seorang remaja tidak dapat membedakan hal yang baik dan buruk dan hanya mengikuti apa yang terjadi di lingkungan, maka akan terjadi pelanggaran norma, aturan, atau bahkan undang-undang negara. Pelanggaran aturan inilah yang biasa disebut dengan kenakalan remaja. Ada banyak faktor yang menyebabkan kenakalan remaja terjadi, seperti pola asuh orang tua, perceraian, penyalahgunaan teknologi, pergaulan yang membawa ke arah negatif, pornografi, dan lain-lain (Arkan, 2006). Kenakalan dan kepribadian neurotik Horney adalah dua hal yang menyimpang dari keadaan normal. Kenakalan merupakan sebuah penyimpangan peraturan yang dilakukan oleh individu, sedangkan kepribadian neurotik Horney yang terdiri dari tiga tipe (compliant, aggressive, detached) merupakan sebuah penyimpangan dari kepribadian normal yang berawal dari kecemasan dasar individu (Feist dan Feist, 2008). Meskipun sama-sama menyimpang, hasil dari pengolahan data menunjukkan bahwa kenakalan dan tiga tipe kepribadian neurotik tidak memiiki hubungan yang signifikan pada remaja kelas X MAN 3 Malang. Hal ini berarti bahwa remaja yang nakal belum tentu memiliki kecenderungan neurotik dalam dirinya, dan remaja yang memiliki kecenderungan neurotik belum tentu akan menjadi pribadi yang nakal. Pada dasarnya, terdapat persamaan antara kenakalan dan kepribadian neurotik Horney yaitu faktor munculnya kenakalan dan awal terjadinya kecemasan dasar. Awal terjadinya kecemasan dasar dapat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua (Feist dan Feist, 2008), begitu juga faktor kenakalan terdapat pola asuh orang tua yang menyebabkan seorang anak menjadi nakal (Arkan, 2006). Tetapi pada perjalanannya, kenakalan remaja juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Pola asuh yang buruk dalam keluarga bukan menjadi penentu seorang remaja dapat menjadi individu yang nakal, tetapi penyalahgunaan teknologi, pergaulan yang membawa ke arah negatif, dan pornografi, adalah faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kenakalan (Arkan, 2006). Seorang remaja yang tumbuh dalam keluarga yang baik dan religius juga tidak menutup kemungkinan untuk menjadi individu yang nakal dikarenakan faktor-faktor lain seperti pergaulan yang negatif, pornografi, ataupun penyalahgunaan teknologi. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh orang tua
yang buruk dapat menjadi faktor kenakalan, tetapi bukan menjadi sebuah penentuan bahwa remaja akan menjadi individu yang nakal. Kepribadian neurotik, yang muncul dari kecemasan dasar, juga berawal dari pola asuh orang tua yang buruk. Kebutuhan-kebutuhan neurotik yang juga mungkin dialami orang tua, menjadikan mereka orang tua yang arogan, terlalu protektif, menolak, atau bahkan merendahkan anak. Jika orang tua tidak memuaskan kebutuhan-kebutuhan anak akan rasa aman dan rasa puas, anak akan mengembangkan rasa permusuhan dasar terhadap orang tua. Akan tetapi anak jarang mengekspresikan dengan jelas kebencian ini sebagai kemarahan, bahkan anak sering merepresi kebencian terhadap orang tua, dan orang tua tidak menyadarinya. Kebencian yang direpresi akan mengarah pada rasa tidak aman yang mendalam dan sebuah perasaan cemas yang samar-samar (Feist dan Feist, 2008). Pola asuh orang tua yang buruk pada akhirnya bukan menjadi poin penting dan dasar adanya hubungan antara kenakalan dan tiga tipe kepribadian neurotik, karena kenakalan juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain selain pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua yang buruk sendiri bukan menjadi penentu seorang remaja akan menjadi nakal, dan juga bukan menjadi penentu seorang remaja akan memiliki kepribadian neurotik. Lingkungan sosial yang baik dan pendidikan agama yang baik serta kuat, akan menjadikan seorang remaja selalu memikirkan baik buruk pada setiap tindakannya. Agama dapat mengendalikan manusia dan mengarahkannya kepada perbuatan yang baik, saling menolong dan membantu untuk mencapai kehidupan yang baik bagi semua orang (Arkan, 2006). Pada akhirnya, ketika seorang remaja menjadi nakal bukan berarti mereka memiliki kepribadian neurotik yang dicetuskan Horney, karena faktor-faktor kenakalan dan proses terbentuknya kepribadian neurotik Horney tidak memiliki persinggungan yang jelas. Meskipun ada persamaan pada pola asuh orang tua yang buruk, tetapi bukan menjadi penentu seorang remaja yang nakal memiliki kepribadian neurotik karena masih terdapat faktor-faktor lain yang membentuknya. Penelitian yang dilakukan oleh Coolidge, dkk (2001), menunjukkan bahwa terdapat satu gangguan kepribadian yang tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan skala compliant, yaitu gangguan kepribadian tergantung (dependent personality disorder). Coolidge mengungkapkan bahwa skala compliant (penurut), seharusnya menjadi contoh dari ciri atau kriteria gangguan kepribadian yang tergantung (dependent personality disorder) seperti mengutamakan orang lain dengan segala resiko, terlalu bermurah hati, dan terlalu sensitif dengan kebutuhan orang lain. Terdapat tiga alasan yang menjadi penyebabnya, yaitu lemahnya operasionalisasi gangguan kepribadian tergantung, lemahnya operasionalisasi skala
compliant, atau kurangnya sifat yang kuat yang menunjukkan bahwa sampel subjek memiliki gangguan kepribadian tergantung (Coolidge, dkk, 2001). Pada penelitian ini, memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Coolidge dkk (2001). Jika Coolidge menemukan bahwa tidak ada hubungan antara tipe compliant dengan gangguan kepribadian tergantung, yang seharusnya ada, maka pada penelitian ini terdapat pada tipe aggressive dengan kenakalan remaja. Pada tipe aggressive, individu cenderung untuk berusaha dengan keras mendapatkan kekuasaan, pengakuan, dan penghormatan dari orang lain. Mereka cenderung egois dan harus dipenuhi semua keinginannya bagaimanapun caranya meskipun harus dengan cara yang keras atau kasar. Ciri atau kriteria ini dapat menjadi kriteria seorang remaja berbuat nakal. Tapi dalam penelitian ini hubungan dari kedua variabel tersebut tidak ditemukan. Sehingga seperti yang telah diungkapkan oleh Coolidge dkk (2001), terdapat tiga alasan. Alasan tersebut adalah lemahnya operasionalisasi tipe aggressive, atau lemahnya operasionalisasi kenakalan remaja, atau kurang kuatnya sifat yang menunjukkan bahwa sampel subjek memiliki kepribadian neurotik aggressive dan kenakalan. Pada penelitian ini, alas an terkuat adalah alasan ketiga, yaitu kurang kuatnya sifat yang menunjukkan bahwa sampel subjek memiliki kepribadian neurotik aggressive dan kenakalan. Frekuensi terbesar kategori skor keduanya berada pada tingkat sedang. Peneliti berasumsi akan berbeda halnya jika frekuensi terbesar
tipe
aggressive dan kenakalan berada pada kategori skor tinggi. Sama halnya dengan kedua tipe kepribadian neurotik Horney yang lainnya, yaitu tipe compliant dan detached. Tidak ditemukannya hubungan kedua tipe tersebut dengan kenakalan remaja, memiliki tiga alasan. Alasan pertama lemahnya operasionalisasi kedua tipe kepribadian neurotik (tipe compliant dan detached), alasan kedua lemahnya operasionalisasi kenakalan remaja, alas an ketiga kurang kuatnya sifat yang menunjukkan bahwa sampel subjek memiliki kepribadian neurotik tipe compliant atau detached dan kenakalan. Pada penelitian ini, alasan terkuat adalah alasan ketiga, yaitu kurang kuatnya sifat yang menunjukkan bahwa sampel subjek memiliki kepribadian neurotik tipe compliant atau detached dan kenakalan. Frekuensi terbesar kategori skor untuk tipe compliant dan detached serta kenakalan adalah berada pada tingkat sedang. Kemungkinan akan berbeda hasilnya jika ketiga variabel tersebut memiliki frekuensi terbesar pada kategori skor yang tinggi.
Saran Saran untuk peneliti selanjutnya, diharapkan lebih teliti dan lebih memperhatikan operasionalisasi untuk masing-masing variabel jika tidak melakukan adaptasi skala dari pihak lain. Pembentukan aitem perlu dilakukan dengan teliti sehingga dapat meningkatkan angka reliabilitas skala. Sedangkan untuk penentuan sampel, diharapkan peneliti selanjutnya lebih memperhatikan karakteristik sampel dan sebaiknya diambil sampel dengan sifat kepribadian neurotik dan kenakalan yang lebih kuat. Pengambilan sampel dengan kepribadian neurotik dan kenakalan yang kuat akan memberikan gambaran yang lebih luas tentang hubungan kepribadian neurotik Karen Horney dengan kenakalan pada remaja.
Daftar Pustaka Afrilia, F. dan Kurniati, N.M.T. 2008. Hubungan Antara Komunikasi Efektif Orang TuaAnak dengan Kenakalan Remaja Pada Remaja di Rumah Tahanan Pondok Bambu Jakarta Timur. Jurnal Penelitian Psikologi,No.2,Vol.13,Desember.isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/213208118123.pdf. Diunduh pada tanggal 4 September 2012, jam 16.15 Arkan, A. 2006. Strategi Penanggulangan Kenakalan Anak-anak Remaja Usia Sekolah. Ittihad jurnal kopertis wilayah XI Kalimantan, Volume 4 No. 6. arti.blog.fisip.uns.ac.id/files/2011/12/4606118.pdf. Diunduh pada tanggal 7 September 2012, jam 13.20 Aroma, I.S. dan Suminar, D.R. 2012. Hubungan Antara Tingkat Kontrol Diri Dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan,Vol.01,No.02,. journal.unair.ac.id/filerPDF/1 10810241_ringkasan. Diunduh pada tanggal 28 Januari 2013, jam 12.02 BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). 2011. Fenomena Kenakalan Remaja di Indonesia. http://ntb.bkkbn.go.id/Lists/Arti kel/DispForm.aspx?ID=673&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA3644 23DE7897. Diunduh pada tanggal 4 September 2012, jam 15.50 Chaplin, J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Coolidge, Frederick L., dkk. 2001. On The Relationship Between Karen Horney’s Tripartite Neurotic Type Theory and Personality Disorder Features. Journal Personality and Individual Differences 30 1387-1400. www.uccs.edu /.../pdfs/Relationship-btw-Karen. Diunduh pada tanggal 22 September 2012, jam 14.00 Eliasa, E.I. 2012. Kiat Guru Dalam Mengatasi Psikologi Remaja (Ditinjau dari Kenakalan Remaja). staff.uny.ac.id/.../microsoft-word-cara-mengatasi-kenakalan-remaja.pdf. Diunduh pada tanggal 7 September 2012, jam 13.00 Feist, G.J. dan Feist, J. 2008. Theories of Personality Edisi Keenam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Friedman, H.S. dan Schustack, M.W. 2006. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga Maria, U. 2007. Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis. www.damandiri.or.id/file/Tesis_Ulfah%20Maria.pdf. Diunduh pada tanggal 15 Januari 2013 Rahmawati, I. 2009. Kenakalan Remaja di Desa Patuk Bango Batujaya Karawang Jawa Barat. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga. digilib.uin-suka.ac.id/.../BAB%20I,%20V, %20DAFTAR%20PUSTAKA. Diunduh pada tanggal 2 Oktober 2012, jam 09.10
Sandha, Timorora.dkk. 2012. Hubungan Antara Self Esteem dengan Penyesuaian Diri Pada Siswa Tahun Pertama SMA Krista Mitra Semarang. Jurnal Psikologi, Vol. 1, No. 1, Tahun 2012, Hlm. 47-82. ejournal-s1.undip.ac. id/index.php/empati/article/view/420/419. Diunduh pada tanggal 10 November 2012, pukul 13.00 Santrock, J.W. 2007. Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga Suara Merdeka. 2012. Kenakalan Remaja di Indonesia Sudah Sangat Parah. http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/07/13/124082/KenakalanRemaja-di-Indonesia-Sudah-Sangat-Parah. Diunduh pada tanggal 18 Oktober 2012, jam 15.00 Triyaningsih, R. 2009. Pengaruh Kenakalan Remaja dan Lingkungan Keluarga terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah 2 Surakarta. Skripsi. http://files.eprints.ums.ac.id/etd/2009/A210/A210050027.pdf%20--%20http:// etd.eprints.ums.ac.id/4653/ Widianti, E. 2007. Remaja dan Permasalahannya : Bahaya Merokok, Penyimpangan Seks pada Remaja, dan Bahaya Penyalahgunaan Minuman Keras/Narkoba. Makalah. resources.unpad.ac.id/.../1A%20makalah.remaja& masalahnya.pdf. Diunduh pada tanggal 20 Oktober 2012, jam 11.15