Hubungan Rendahnya Bone Mineral Density Dengan Status Periodontal Dan Kehilangan Gigi (Association of low bone mineral density with the periodontal status and tooth loss) 1
Irene EdithRieuwpassa, 2Nurul Fitri Bagian Oral Biologi 2 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia 1
Abstract: Introduction: The study was conducted to determine the relationship of bone mineral density status of the severity of periodontal disease and tooth loss. Methods: The study was conducted on patients who come to RSUP.DR.Wahidin Sudiro Husodo with the sample size is 33 people. After completing dental records, each sample examine of the oral cavity using a photo rontgen panoramic dental X-ray to see the level of alveolar bone resorption, then do a complete blood laboratory test to see the results of blood tests (calcium serum), and the last sample examine of bone mineral density(BMD) at the lumbar spine and the femoral head by using DXA. Test results is inputted on the data management software Microsoft Office Excel 2007 and processing the data by using software SPSS 19.0. Result: The results shown that low levels of BMD to periodontal status showed a significant result (p = 0.005). The level of bone resorption occurs greater in RB than in RA. However, serum calcium levels showed no significant results in the low BMD (p> 0.005). In addition, there were no statistically significant results between low bone mineral density with tooth loss (p> 0.005). Conclusion: In general, low BMD has a significant relationship with the severity of periodontal status, while generally low bone mineral density was not significantly associated with tooth loss. Keywords: Low bone mineral density, osteoporosis, periodontitis, tooth loss. Abstrak: Pendahuluan:Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan rendahnya Bone Mineral Density terhadap tingkat keparahan status penyakit periodontal dan kehilangan gigi. Metode:Penelitian dilakukan pada pasien yang datang ke RSUP.DR.Wahidin Sudiro Husodo dengan jumlah sampel ialah 33 orang. Setelah melengkapi dental record, setiap sampel dilakukan pemeriksaan rongga mulut dengan menggunakan rontgen foto panoramic dental Xray untuk melihat tingkat resorbsi tulang alveolar, selanjutnya dilakukan uji laboratorium darah lengkap untuk melihat hasil tes darah (kalsium serum), dan terakhir sampel dilakukan pemeriksaan Bone Mineral Density(BMD) pada lumbal vertebra dengan menggunakan DXA. Hasil pemeriksaan diinput pada software management data Microsoft office Excel 2007 dan pengolahan data menggunakan SPSS 19.0. Result:Hasil penelitian terlihat bahwa tingkat rendahnya BMD terhadap status periodontal menunjukkan hasil yang signifikan (p=0,005). Besarnya tingkat resorbsi tulang terjadi lebih besar pada RB dibandingkan pada RA. Namun, kadar kalsium serum menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada rendahnya BMD (p>0,005).Selain itu, tidak diperoleh hasil statistik yang signifikan antara rendahnya BMD dengan kehilangan gigi (p>0,005). Conclusion:Secara umum rendahnya Bone Mineral Density memiliki hubungan yang bermakna dengan status keparahan jaringan periodontal, sedangkan secara umum rendahnya BMD tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kehilangan gigi. Kata Kunci: Rendahnya Bone Mineral Density, osteoporosis, periodontitits, kehilangan gigi
atau
PENDAHULUAN MenurutWorld Health Organization (WHO), osteoporosis adalah penyakit yang didefinisikan
sebagai
penyakit
tulang
lebih
patah
tulang
atau
osteoporosis. Osteoporosis merupakan
penyakit
dan
periodontitis
yang
memiliki
sitemik yang ditandai dengan rendahnya
perubahan secara sistemik pada tulang.
densitas mineral tulang atau Bone Mineral
Adanya perubahan pada proses bone
Density
mikro
turnover pada tulang dalam tubuh, hal ini
akan
juga akan dialami oleh tulang alveolar.
berlanjut dengan kerapuhan dan kepatahan
Sehingga seseorang yang memiliki BMD
tulang.1
yang rendah juga akan memiliki BMD yang
(BMD),
arsitektural
perubahan
jaringan tulang
dan
Osteoporosis juga disebut sebagai “silent disease” atau penyakit yang tidak dirasakan progres
sehingga penyakit
peningkatan
mengenai
jaringan
pendukung
gigi,
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik
menunjukkan tanda dan gejala hingga
dan dapat menyebabkan kerusakan yang
terjadi fraktur tulang. Fraktur tulang yang
progresif pada ligamentum periodontal,
paling
tulang alveolar disertai pembentukan poket,
dialami
tidak
Periodontitis ialah peradangan yang
dapat
sering
ini
dan
rendah pada rahang.1,5
oleh
penderita
osteoporosis ialah fraktur tulang punggung, paha dan pergelangan tangan.2
Kehilangan gigi digunakan sebagai
Ada empat kategori diagnosis massa tulang
(densitas
langkah tidak langsung dalam menentukan
tulang)
status periodontal pada seseorang. Selain
berdasarkan T-score dengan menggunakan
kehilangan gigi, besarnya tingkat resorbsi
dual energy x-ray absorptiometry (DXA)
tulang alveolar dan adanya edentulous pada
adalah sebagai berikut : a.
mineral
resesi atau keduanya.6
3,4
Normal : T-score lebih besar atau sama dengan -1 SD.
b.
c.
d.
seseorang menunjukkan semakin besar peluang seseorang terkena osteoporosis.7 Ketika seseorang telah mengalami
Osteopenia (masa tulang rendah) : T-
kehilangan gigi maka akan mempengaruhi
score antara -1 SD sampai -2,5 SD.
kualitas hidup seseorang. Dampak terhadap
Osteoporosis : T-score di bawah -2,5
kualitas hidup
SD.
berhubungan dengan kesejahteraan dan
Osteoporosis lanjut : T-score di
kualitas hidup.Diet, nutrisi, interaksi sosial,
bawah -2,5 SD dengan adanya satu
tidur, harga diri, dan berbicara dipengaruhi
yaitu kesehatan mulut
oleh hilangnya gigi, mengurangi kualitas
Pemeriksaan yang dilakukan adalah
hidup individu. Kehilangan gigi dapat
pemeriksaan klinis pada rongga mulut
menyebabkan penurunan kepercayaan diri
untuk mengetahui dental record setiap
dan citra diri diubah.
8,9
sampel,
selanjutnya
pemeriksaan
rongga
melakukan mulut
dengan
menggunakan rotgen foto panorami x-ray,
BAHAN DAN METODE
dilanjut dengan pemeriksaan darah pada
Jenis penelitian yang digunakan
laboratorium,
dan
terakhir
dilakukan
adalah observasional analitik.Penelitian ini
pemeriksaan Bone Mineral Density pada
menggunakan
lumbal vertebra dan caput femur dengan
metode
cross
sectional
study.Jumlah sampel ialah 33 orang subjek
menggunakan
penelitian dengan memperhatikan kriteria
Wahidin Sudiro Husodo.
inklusi dan eklusi.
DR.
melihat hasil T-Score, maka akan diperoleh nilai sebagai berikut:4
memeriksakan tulang b. Pasien yang didiagnosa normal,
a.
osteopenia, dan osteoporosis pada salah satu pemeriksaan tulang yaitu
c. Tidak menderita diabetes dan asam
Normal :T-score lebih besar atau sama dengan -1 SD.
b.
tulang belakang dan tulang pinggul
Osteopenia
: T-score antara -1
SD sampai -2,5 SD c. Osteoporosis : T-score di bawah -
urat
2,5 SD
d. Mengalami
kehilangan
gigi
termasuk sisa akar
a. Mempunyai nilai T-score< -1 untuk osteopenia
dan
<-2,5
untuk penderita osteoporosis pada salah satu lokasi pemeriksaan b. Memiliki kelainan tulang c. Memiliki penyakit sistemik lain perokok
Indeks untuk mengukur keparahan periodontitis harus dapat mengukur tingkat
Ekslusi
alkohol
RSUP.
lumbal vertebra dan caput femur dengan
a. Wanita atau laki-laki yang datang
d. Bukan
di
Pemeriksaan dilakukan pada tulang
Inklusi
penderita
DXA
dan
peminum
kehilangan jaringan pendukung gigi.Indeks yang
digunakan
ialah
Community
Periodontal Index (CPI) menurut WHO. Pemeriksaan kondisi periodontal dilakukan pada gigi yang tersisa kecuali gigi sisa akar dan gigi molar 3.10 Penilaian resorbsi tulang alveolar dilakukan dengan mengunkan hasil rotgen foto panoramic dental X-ray.Alat ukur yang
digunakan ialah auto power-off digital
dinilai dengan melihat standar pemeriksaan
caliper (akurasi 0.01mm). Besar resorbsi
darah yaitu: Ureum darah 10-50 mg/dL,
tulang alveolar pada tiap gigi ialah dengan
keratinin darah 0.6-1.2 mg/dL, dan Kalsium
mengukur jarak antara cement enamel
serum 8,1-10,4 mg/dL.
junction (CEJ) dan Alveolar bone crest (ABC), dan antara ABC dan Panjang Akar (PA).
Secara
ringkas
rumus
yang
digunakan dalam penentuan resorbsi tulang ialah:11
Penilaian
kehilangan
gigi
ialah
dengan melihat kondisi klinis rongga mulut. Kriteria penilain kehilangan gigi di dasarkan pada target kesehatan gigi-mulut menurut WHO 1995 yaitu Penduduk umur
CEJ − ABC − 2mm 𝑥 100 = Hasil CEJ − PA − 2mm
35-44 tahun memiliki minimal 20 gigi.
Pengurangan jarak CEJ kepada
management data Microsoft office excel
ABC dan CEJ kepada PA dengan 2mm
2007 dan pengolahan data menggunakan
diadopsi dari criteria pada formula yang
software SPSS 19.0.
Hasil pemeriksaan diinput pada software
telah digunakan dalam penelitian Cassia TF et.al, berdasar pada kajian secara histologi pada jaringan periodontal yang sehat memiliki kedalaman dentogingival junction sebesar
2mm
sehingga
rumus
harus
HASIL Parameter yang digunakan dalam statistik ialah jumlah gigi, resorbsi tulang
dikurangi dengan 2 mm karena jaringan
alveolar,
gingiva tidak terlihat dalam hasil foto
indeks, dan Bone Mineral Density dari
11
rontgen.
lumbal
Ketika osteoklas meresorbsi tulang, akan mendegredasi matriks estraseluler dan melepaskan
berbagai
produk
pemecah
kolagen menuju sirkulasi selanjutnya yaitu ginjal dan hati untuk proses metabolisme selanjutnya. Produk degradasi kolagen dapat diukur konsentrasinya dengan urine 12
dan serum. Penentuan resorbsi selanjutnya
dilanjutkan
dengan
tulang uji
labolatorium darah rutin. Hasil tes darah
kalsium
vertebra.
serum,
periodontal
Karakteristik
umum
sampel terlihat pada table 1. Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Min Max Mean±SD Umur (thn) Lumbal IMT (kg/m2) Jumlah Gigi Kalsium Serum (mg/dL) Periodontal Indeks
14 -4.3 16,8 3
71 0.6 34,2 28
56,1 ± 10,9 -1,84± 1,22 24,3 ± 4,28 18,0 ± 6,51
7,6
9,8
8,37 ± 0,53
0,2
4
2,19 ± 1,03
Tabel 2. Karakteristik densitas mineral tulang Karakteristik frequensi Persentase Normal Osteopenia Osteoporosis Jumlah
6 15 12 33
18, 2 % 45,5 % 36,4 % 100 %
Tabel 3. Distribusi periodontal indeks terhadap densitas mineral tulang Densitas Mineral Tulang Periodontal Normal Osteo- OsteoIndeks (n = 6) penia porosis (n= 15) (n=12) Sehat 0 0 0 (Normal) (0,0%) (0,0%) (0,0%) (n=0) Perdarahan 3 8 3 Gusi (21,4%) (57,1%) (21,4%) (n=14) Ada Karang 0 3 8 Gigi (0,0%) (27,3%) (72,7%) subgingival (n=11) Poket 1 4 1 Dangkal (16,7%) (66,7%) (16,7 %) (n=6) Poket 2 0 0 Dalam (18,2%) (0,0%) (0,0%) (n=2)
Tabel 4.Resorbsi tulang alveolar berdasarkan kelompok gigi. Mean Kelompok Gigi SD (mm) Posterior Kanan 9,78 9,34 RA 14,98 8,86 Anterior RA 9,70 9,06 Posterior Kiri RA Posterior Kanan 11,64 11,8 RB 15,48 11,3 Anterior RB 10,67 8,35 Posterior Kiri RB Ket: RA: Rahang Atas, RB: Rahang Bawah
Tabel 5Resorbsi tulang alveolar berdasarkan kelompok gigi Densitas Mineral Tulang Jumlah Normal Osteopenia Osteoporosis Gigi (n= 6) (n = 15) (n = 12) 4 Normal 9 (60 %) 3 (25 %) (66,7%) (n=16) 2 Tidak (33,3 6 (40 %) 9 (51,5 %) Normal %) (n= 17)
Tabel 6 Distribusi kadar kalsium serum terhadap densitas mineral tulang Densitas Mineral Tulang Kalsium Normal Osteopenia Osteoporosis Serum (n = 6) (n = 15) (n = 12) 4 11 Normal 9 (37,5%) (16,7%) (45,8%) (n=24) Tidak 2 4 3 (33,3%) Normal (22,2%) (44,4%) (n=9)
Tabel 7.Uji chisquere variabel terhadap rendahnya BMD Lumbal vertebra. Variabel Mean±SD Nilai-p Kalsium 8,37 ± 0,53 Serum (mg/dL) Periodontal 2,19 ± 1,03 Indeks Jumlah gigi 18,0 ± 6,51 tersisa
0.930 0,005* 0,120
*Signifikan
Hasil
penelitian
menunjukkan
tingkat rendahnya BMD terhadap status periodontal
menunjukkan
hasil
yang
signifikan (p=0,005). Besarnya tingkat resorbsi tulang terjadi lebih besar pada RB dibandingkan pada RA. Namun, kadar kalsium serum menunjukkan hasil yang tidak
signifikan
pada
rendahnya
BMD(p=0.930).Selain itu, tidak diperoleh
femur ialah usia, IMT, jumlah gigi, plaq
hasil
indeks,
statistik
yang
signifikan
antara
kedalaman
poket,
rendahnya Bone Mineral Density dengan
perlekatan
kehilangan gigi (p>0,005).
resorbsi tulang alveolar. Berdasarkan uji statistik
jaringan
kehilangan
pendukung,
chi-squere
terlihat
dan
bahwa
rendahnya BMD pada tulang lumbal dan femur menunjukkan hasil yang signifikan
PEMBAHASAN
pada Rendahnya Bone Mineral Density dengan osteopenia atau osteoporosis sangat berkaitan
plaq
indeks,kedalaman
poket,
kehilangan perlekatan jaringan pendukung, dan resorbsi tulang alveolar.4
dengan
periodontitis.Osteoporosis periodontitismerupakan
Resorbsi
dan penyakit
yang
tulang
alveolar
berhubungan dengan terjadinya penyakit
mengalami perubahan secara sistemik pada
periodontal
tulang. Adanya perubahan pada proses
permukaan gigi dan dapat dilihat pada
bone turnover pada tulang panjang dalam
pemeriksaan
tubuh, hal ini juga akan dialami oleh tulang
puncak tulang alveolar berada 1-2 mm kea
alveolar.
yang
rah apikal dari cemento-enamel junction.
memiliki Bone Mineral Density yang
Apabila terdapat kehilangan tulang, puncak
rendah juga akan memiliki Bone Mineral
tulang alveolar berada lebih dari 2 mm ke
Density pada rahang.1,5
arah apical dari cemento-enamel junction.10
Sehingga
seseorang
Hasil penelitian pada tabel 3 terlihat
yang
terjadi
pada
semua
radiolografis.Normalnya,
Pengambilan
hasil
pengukuran
bahwa tingkat rendahnya BMD terhadap
rontgen foto (Tabel 2) pada jaringan tulang
status periodontal menunjukkan hasil yang
alveolar
signifikan
menunjukkan
(p=0,005).
Hal
ini
sejalan
terhadap bahwa
seluruh resorbsi
sampel tulang
dengan penelitian lain yang dilakukan oleh
alveolar terbesar dialami oleh kelompok
Snophia S, et.al yang bertujuan untuk
gigi anterior RB, selanjutnya diikuti oleh
melihat
kelompok
hubungan
antara
BMD
dan
gigi
anterior
RA.Tingkat
periodonsitis pada wanita pre dan post-
selanjutnya ditunjukkan oleh kelompok gigi
menopouse.
yang
posterior kanan dan kiri RB.Penurunan
digunakan sebanyak 20 orang (10 kontrol
resorbsi tulang yang paling rendah dialami
dan 10 kasus). Veriabel yang dihubungkan
oleh kelompok gigi posterior kanan dan kiri
dengan BMD pada tulang lumbal dan
RA.
Jumlah
sampel
Osteoporosis utamanya menyerang
status periodontal pada seseorang.Selain
tulang trabekular dan berlanjut ke tulang
kehilangan gigi, besarnya tingkat resorbsi
kortikal.Struktur
tulang
tulang alveolar dan adanya edentulous pada
masing-masing
seseorang menunjukkan semakin besar
gigi.Pada regio anterior mandibula, tulang
peluang seseorang terkena osteoporosis.
alveolar sangat tipis dan keping kortikal
Namun,
eksternal paralel terhadap tulang alveolar
menunjukkan dengan adanya kehilangan
sejati
tulang
gigi tidak menujukkan hasil korelasi yang
terdapat
tidak signifikan terhadap tingkat Bone
alveolar
dan
berbeda
sangat
trabekular
morfologi
pada
sedikit
konselus
dengan yang
diantaranya.Sedangkan pada maksila terdiri
mandibula.13
penelitian
lain
Mineral Density seseorang.7
dari tulang kortikal lebih banyak. Sehingga penurunan BMD lebih cepat dialami oleh
beberapa
Suatu fakta bahwa osteoporosis dan periodontitis penyakit
adalah
penyakit
multifaktorial
kronik,
yang
dapat
Ketika osteoklas bekerja, tulang
menyebabkan kehilangan tulang dan hal ini
mengalami
akan
penurunan
matriks
dapat diperburuk dengan adanya faktor
melepaskan
kolagen
lokal dan faktor sistemik. Jenis kelamin,
melakukan
perubahan genetic, hilangnya aktifitas,
sirkulasi metabolisme selanjutnya oleh hati
defisiensi makanan seperti calcium dan
dan ginjal. Konsistensi kolagen ini dapat
vit.D,
ditemukan melalui urin dan serum.12Hasil
merokok, faktor hormon dan obat-obatan
data pada tabel 3 menunjukkan bahwa uji
dapat menyebabkan seseorang beresiko
statistik
terjadinya
ekstraseluler produk
dan
penghancur
yang
tidak
untuk
signifikan
antara
selain
itu
konsumsi
alkohol,
osteoporosis,
dengan
rendahnya BMD terhadap kalsium serum
kemungkinan yang sama juga berisko pada
(p=0.930).
perkembangan periodontitis.7
Perhitungan statistik dengan uji chi-
Tidak
adanya
hubungan
yang
square terlihat pada tabel 3 diperoleh nilai
signifikan menunjukkan adanya faktor lain
P = 0,120 lebih besar dari nilai α = 0,005.
yang
Sehingga
yang
periodontal
bermakna antara kehilangan gigi dengan
kehilangan
gigi
rendahnya Bone Mineral Density.
Penyebab
utama
kehilangan
gigi
tidak
ada
hubungan
Kehilangan gigi digunakan sebagai langkah tidak langsung dalam menentukan
menyebabkan dan
buruknya besarnya
selain
tingkat
osteoporosis.
besarnya ialah
status
karies
tingkat dan
periodontitis. Namun, faktor lain yang juga terlibat dalam terjadinya kehilangan gigi,
yaitu sosial-ekonomi.Hal ini terkait kondisi
statistik korelasi dan korelasi koefisien
sosial-ekonomi yang rendah menyebabkan
menunjukkan tidak adanya korelasi antara
seseorang memilih pencabutan sebagai
jumlah gigi yang tersisa pada rongga mulut
metode
dan penurunan Bone Mineral Density.13
perawatan
menyebabkan
yang
tingkat
terbaik
dan
prevalensi
dan
insidensi karies pada anak-anak dan dewasa yang begitu tinggi.Selain itu kurangnya kebiasaan menyikat gigi dan kunjungan ke dokter
gigi
juga
memepengaruhi
kehilangan gigi.Oleh karena itu, faktor ini merupakan mengapa
alasan tidak
yang
diperoleh
mendekati hasil
yang
signifikan antara rendahnya Bone Mineral Density terhadap status periodontal dan tingkat kehilangan gigi.9,14
oleh Anda S et.al dengan melihat hubungan antara kehilangan gigi dan Bone Mineral Density pada wanita postmenopousal yang telah menggunakan perawatan gigitituan Hasil
beberapa
penelitian
berpartisipasi dan melakukan pemeriksaan
penelitian osteoporosis,
menunjukkan
itu, uji
penelitian statistik
ini
juga
yang
tidak
signifikan atau bermakna dari kelompok
gigi pada rahang atas (0,90) dan jumlah gigi pada rahang bawah (p=0.68). Hasil uji
mendiagnosa
status
periodontaldan
penelitian yang tidak signifikan maupun yang signifikan juga dipengaruhi oleh jenis metode
penelitian
yang
digunakan, serta jumlah sampel yang digunakan. Referensi: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bone Mineral Density terhadap perbedaan total jumlah gigi yang ada (p=0,99), jumlah
dalam
kehilangan gigi. Sehingga perbedaan hasil
Mineral Density (p=0.215).13 Selain
mengenai
yang berbeda, serta perbedaan metode
tidak menunjukkan hasil yang signifikan pada perbedaan umur dan penurunan Bone
lain
kehilangan gigi karena jenis penelitian
tersebut
menunjukkan dari 79 sampel yang setuju
penelitian
osteoporosis dengan status periodontal dan
penelitian,
Penelitian lain yang telah dilakukan
sebagian.
Sangat sulit untuk membandingakan
7.
Veeresha, K.L, Preety Gupta. Osteoporosis: a Silent Oral Health Deterrent. Academic Jounals, vol.5(6):51-54,June 2013. NIH Osteoporosis and Related Bone Diseases National Resource Center. Osteoporosis in Men. NIH, Januari 2012: 1-5. Siki K, Ketut. Osteoporosis: Patogenesis, Diagnosa, dan Penanganan Terkini. J.Penyakit Dalam, vol.10(2), Mei 2009. Suresh S, et.al. Periodontitis dan bone mineral density among pre and post menopousal women : comparative studey. Journal Indial Soc of Perio, vol.14(1):30-4, Januari-Maret 2010. Talo Y, Tuba-Filiz A.K. The Effect Menopause n Periodontal Tissue.Article Of International Dental Reaserch, Vol. 1(3): 8186, 2011. Widyastuti R. Periodontitis : diagnosis dan perawatannya. JITEK 2009; 6(1) : 32-5 Perry R, Klokkevold, Brian LM.. Influence of systemic conditions on the periodontium; dalam Carranza’s clinical periodontology ed.11, Elsevier Saundders, st.Louis, Missoui, 2012: 318-9.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Ratmini NK, Arifin. Hubungan kesehatan mulut dengan kualitas hidup lansia. Jurnal Ilmu Gizi; available from: http://poltekkesdenpasar.ac.id/files/JIG/V2N2/Ratmini.pdf. 2011: 2 (8) : 139-47. Gerritsen E.A, P.Finbarr A, Dick J.W, Ewald M.B, Nico HJ.C. Tooth loss and oral health rekated quality of lif: a systemic review and meta-analysis. Health and quality of live outcomes 2010; 8(126):1-11 Hiranya P.M, Eliza H, Neneng N. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC, 2008 Fukuda C.T et.al. Radiographic alveolar bone loss in patients undergoing periodontal maintenance. Bull Tokyo Dent Coll, 2008;49 (3): 100-3. Harefa E.F. Penanda bone turneover dan penggunaannya dalam manajemen osteoporosis. Forum diagnosticumProdia Dagnostics Educational Services, Jakarta,2013: 6. Anda S, Una s, Ilze D, Agnis Z, Aivars L. Postmrnopausal osteoporosis and tooth loss. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 2011;13(3): 92-5. Khalifa N, Patrick F.A, Neamant H.A, Manar E.A. Factor associated with tooth loss and prosthodontic status among Sudanese adults. Journal of oral science, vol.54(4):303-312, 2012