HUBUNGAN PRAKTIK PSN DAN AKSES AIR BERSIH DENGAN KEJADIAN DBD PADA SISWA SD DI KECAMATAN PALU SELATAN RELATIONS PSN PRACTICE AND WATER SUPPLY TO DBD EVENTS ON ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS IN PALU SOUTHERN SUBDISTRICT Nurjanah1, Arsunan Arsin2, Ansariadi2 1 2
Alumni Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (
[email protected]/085696244225) ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penyebarannya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Di Palu, setiap tahun terdapat 30% penderita DBD yang merupakan anak usia sekolah. Hal ini dikarenakan sekolah merupakan tempat yang potensial bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti sehingga memungkinkan untuk terjadinya penularan DBD. Penelitian ini bertujuan untuk melihat distribusi spasial sekolah yang mempunyai penderita DBD dalam satu tahun terakhir dan untuk mengetahui hubungan antara praktik PSN dan akses air bersih dengan kejadian DBD pada siswa SD di Kecamatan Palu Selatan. Rancangan penelitian adalah cross-sectional study. Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square dengan α=0,05 dan CI 95%. Penelitian ini mendapatkan bahwa secara spasial, sekolah yang memiliki siswa penderita DBD tersebar hampir di seluruh wilayah Kecamatan Palu Selatan. Hasil uji statistik menunjukkan 2 variabel yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu praktik menguras TPA (p=0,001) dan praktik membuang sampah (p=0,005). Sedangkan 2 variabel lainnya tidak berhubungan dengan kejadian DBD yaitu praktik menutup TPA (p=0,659) dan akses terhadap air bersih (p=0,744). Disarankan agar pihak sekolah bisa melakukan praktik PSN dengan lebih baik. Pemberikan edukasi maupun pelatihan mengenai PSN-DBD kepada masyarakat maupun pihak sekolah juga penting dilakukan. Kata Kunci: DBD, Praktik PSN, Akses Air Bersih, Sekolah Dasar.
ABSTRACT Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a public health problem spreading steadily increasing in recent years. In Palu, there are 30% of DHF patients who are school-age children . This is because the school is a potential for the breeding of the Aedes aegypti mosquito that allows for the transmission of dengue. The aim of this study to describe the spatial distribution of schools that have DHF patients during one period (January-December 2012) and to determine the relationship between the practice of PSN and access to clean water with the incidence of DHF in primary school students in the Subdistrict of South Palu. The study design was cross-sectional study. A total of 211 cases obtained by recording in 4 community health centers, but only 24 patients were able to identify the origin of the school. Data were analyzed using Chi-Square test with α = 0.05 and 95% CI. This study found that spatially, the school that had students DHF spread almost all over the District of South Palu. Statistical test results showed two variables related to the incidence of DHF is the practice of draining TPA (p = 0.001) and the practice of taking out the trash (p = 0.005). Meanwhile, two other variables not related to the incidence of DHF is the practice of closing the landfill (p = 0.659) and access to clean water (p = 0.744). It is suggested that the school could do better PSN practices. Providing education and training on PSN-DBD to the community and the school is also important. Keywords: DHF, PSN Practice, Water Supply, Elementary School.
1
PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat secara global, nasional dan lokal. Lebih dari 2,5 milyar penduduk (lebih dari 40% populasi dunia) berisiko terinfeksi DBD. Saat ini, DBD menjadi penyakit endemik di lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat dan untuk pertama kalinya dilaporkan terjadi kasus DBD di Prancis, Kroasia dan beberapa negara lain di Eropa (WHO, 2012). Di Indonesia, anak-anak merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita DBD, dengan proporsi sekitar 30% (Kemenkes RI, 2012). Di Kota Palu, penyakit DBD juga masih menjadi perhatian utama karena tingginya jumlah kasus dalam tiga tahun terakhir. Setiap tahun, sekitar 30% dari seluruh penderita DBD adalah anak-anak usia 5-14 tahun (anak usia sekolah) dan sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Palu Selatan (Dinkes Kota Palu, 2012). Sekolah dapat menjadi tempat yang potensial dalam penyebaran dan penularan penyakit DBD pada anak sekolah. Salah satu faktor penyebabnya adalah nyamuk Aedes aegypti, secara alamiah bersifat multiple bitter (mengisap darah berpindah-pindah dan berkalikali) serta aktif menggigit pada pagi hari (jam 08.00-10.00) bersama dengan aktivitas anak sekolah belajar di kelas (Depkes RI, 2009 dalam Sari, 2012). Salah satu metode efektif untuk menghilangkan jentik adalah dengan melakukan praktik pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang meliputi kegiatan 3M (menguras TPA, menutup TPA dan mengubur barang-barang bekas) dan beberapa kegiatan tambahan lainnya seperti pemberian bubuk abate (abatisasi), memelihara ikan pemakan jentik, pemeriksaan jentik secara berkala dan sebagainya. Penelitian Falah (2010) di Kecamatan Tembalang menyebutkan bahwa ada hubungan antara praktik menguras TPA dan bahwa praktik menutup TPA dengan kejadian DBD. Nugroho (2003) di Semarang menemukan bahwa keberadaan barang bekas berjentik memiliki hubungan yang paling bermakna terhadap infeksi dengue. Penelitian oleh Schmidt et al (2011) di Vietnam mengemukakan bahwa tingginya risiko infeksi dengue di wilayah pedesaan dipengaruhi oleh kurangnya pasokan air. Penelitian Munsyir (2009) di Bantaeng dengan menggunakan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) menunjukkan 3 kelurahan berada pada strata endemis. Kepadatan penduduk yang tinggi dan Angka Bebas Jentik (ABJ) <95% memiliki jumlah kasus yang tinggi, sedangkan proporsi PSN <80% memiliki jumlah kasus yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara spasial sekolah yang mempunyai penderita DBD dalam satu terakhir dan untuk mengetahui hubungan praktik PSN
2
dan akses terhadap air bersih di sekolah dengan kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Palu Selatan.
BAHAN DAN METODE Lokasi penelitian adalah wilayah Kecamatan Palu Selatan. Penelitian ini dilaksanakan tanggal 26 Desember 2012 sampai 10 Februari 2013. Unit analisis adalah seluruh sekolah dasar yang berada di Kecamatan Palu Selatan yang berjumlah 54 sekolah. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Data tentang praktik PSN dan akses air bersih diperoleh melalui wawancara dengan Guru Penjaskes di masing-masing sekolah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan sekolah. Titik koordinat sekolah diperoleh dengan alat Global Positioning System (GPS). Data tentang kejadian DBD positif diperoleh dari pencatatan di 4 puskesmas selama periode Januari-Desember 2012. Selanjutnya dilakukan penelusuran terhadap alamat penderita untuk memperoleh informasi mengenai asal sekolah. Analisis data dilakukan menggunakan program SPSS, sedangkan untuk data spasial dianalisis menggunakan program ArcView.
HASIL Kejadian DBD hanya dilaporkan pada 1/3 sekolah yang ada di Kecamatan Palu Selatan, sedangkan 2/3 lainnya diketahui tidak memiliki penderita DBD selama periode Januari-Desember 2012 (Diagram 1). Untuk mengetahui gambaran secara spasial sekolah yang memiliki siswa penderita DBD, dapat dilihat dari peta berikut ini (Gambar 2). Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa sekolah yang memiliki siswa penderita DBD tersebar hampir di semua kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Selatan. Hanya 1 kelurahan yang memiliki sekolah bebas dari penderita DBD, yakni Kelurahan Tavanjuka. Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar sekolah di Kecamatan Palu Selatan telah melakukan praktik menguras TPA dengan baik (53,7%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa praktik menguras TPA memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Palu Selatan, dengan nilai X2 = 10,526 dan nilai p= 0,001 (p<0,05) (Tabel 2). Untuk praktik menutup TPA, hampir semua sekolah masih tergolong buruk dalam melaksanakannya (88,9%). Hasil uji statistik menunjukkan Praktik menutup TPA tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DBD, dengan nilai X2=0,486 dan nilai p=0,659 (p>0,05).
3
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar sekolah telah melakukan praktik membuang sampah dengan baik (59,3%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa praktik membuang sampah memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Palu Selatan, dengan nilai X2=7,743 dan nilai p=0,005 (p<0,05). Jika dlihat berdasarkan kemudahan dalam memperoleh air bersih, sebagian besar sekolah bisa memenuhi kebutuhan air bersihnya dengan mudah (77,8%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa akses terhadap air bersih tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Palu Selatan, dengan nilai X2 = 0,142 dan nilai p= 0, 744 (p>0,05).
PEMBAHASAN Analisis Spasial Penelitian ini menunjukkan bahwa secara spasial, sekolah yang memiliki penderita DBD selama periode Januari-Desember 2012 berjumlah 20 sekolah, yang tersebar hampir di seluruh wilayah di Kecamatan Palu Selatan. Hanya ada 1 kelurahan yang memiliki sekolah bebas dari penderita DBD, yaitu Kelurahan Tavanjuka. Jika dilihat berdasarkan proporsi sekolah yang ada di masing-masing kelurahan serta jumlah sekolah yang memiliki penderita DBD, dapat diketahui bahwa kelurahan dengan proporsi sekolah yang paling banyak ditemukan penderita DBD adalah Kelurahan Lolu Utara, sedangkan yang paling rendah adalah Kelurahan Petobo. Namun hasil ini tidak bisa menunjukkan besarnya risiko kejadian DBD, karena tidak mempertimbangkan proporsi antara jumlah siswa di masing-masing sekolah dengan jumlah siswa yang terinfeksi DBD. Sehingga untuk penentuan besar risiko perlu dilakukan analisis lebih lanjut. Praktik Menguras TPA Penelitian ini menemukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara praktik menguras TPA dengan kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Palu Selatan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa praktik menguras TPA merupakan bagian dari praktik PSN yang harus dilakukan dengan baik karena memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit DBD. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Falah (2010) di Tembalang dan Agustin (2011) di Tegal yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara praktik menguras TPA dengan kejadian DBD. Begitu pula dengan penelitian oleh Widia (2009) di Pacitan yang menemukan ada hubungan antara frekuensi pengurasan kontainer dengan kejadian DBD. 4
Masih banyaknya sekolah yang buruk dalam praktik menguras TPA dikarenakan tidak ada pihak yang bertanggungjawab penuh untuk melakukannya. Dari seluruh sekolah yang ada, hanya beberapa sekolah yang memiliki petugas kebersihan khusus (cleaning service). Faktor lain yang membuat praktik pengurasan TPA belum terlaksana dengan baik adalah karena sebagian besar sekolah masih menggunakan bak mandi sebagai TPA. Beberapa diantaranya bahkan memiliki bak mandi berukuran besar. Hal ini membuat praktik pengurasan TPA menjadi sulit dilakukan dan hasilnya tidak terlalu efektif. Penggunaan ember sebagai TPA di sekolah mungkin lebih efektif karena akan memudahkan dalam pelaksanaan praktik menguras TPA meskipun hanya dilakukan oleh siswa. Praktik Menutup TPA Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara praktik menutup TPA dengan kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Palu Selatan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa praktik menutup TPA tidak berkontribusi terhadap kejadian DBD pada siswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salawati dkk (2010) di Kota Semarang yang mengatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara praktik menutup TPA dengan kejadian DBD. Tidak adanya hubungan antara praktik menutup TPA dengan kejadian DBD dikarenakan sebagian besar sekolah tergolong buruk dalam pelaksanaan praktik menutup TPA, karena memang jenis TPA yang paling banyak digunakan adalah bak mandi. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah sifat nyamuk Aedes aegypti yang lebih menyukai TPA yang tertutup tetapi dalam keadaan longgar daripada TPA yang tidak tertutup sama sekali (Salawati, 2010). Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Falah (2010) di Tembalang dan Rahman (2012) di Blora yang menemukan bahwa ada hubungan antara praktik menutup tempat penampungan air dengan kejadaian DBD. Perbedaan hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya dikarenakan terdapat perbedaan dalam mengkategorikan jenis TPA yang akan dinilai. Praktik Membuang Sampah Penelitian ini menemukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara praktik membuang sampah dengan kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Palu Selatan. Hasil ini menunjukkan, bahwa keberadaan sampah di lingkungan sekolah seperti plastik bekas makanan maupun botol bekas menjadi hal yang harus diperhatikan karena akan berkontribusi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. 5
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widianto (2007) di Purwokerto yang menemukan bahwa ada hubungan antara kebiasaan membuang sampah pada tempatnya dengan kejadian DBD. Penelitian lain yang mendukung adalah yang dilakukan oleh Fitria (2006) di Tegal dan Mahardika (2009) di Kendal yang menemukan hasil serupa. Adanya hubungan antara praktik membuang sampah dengan kejadian DBD dikarenakan dari seluruh sekolah yang ada, sebagian besar terdapat sampah yang berserakan dan dibiarkan selama berhari-hari di lingkungan sekolah. Meskipun sebagian besar sekolah memiliki tempat pembuangan sampah sementara di sekolahnya, namun setengah dari jumlah tersebut merupakan jenis tempat sampah yang terbuka. Akses terhadap Air Bersih Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara akses terhadap air bersih dengan kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Palu Selatan. Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa kemudahan sekolah dalam mengakses air bersih tidak berkontribusi terhadap kejadian DBD pada siswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trapsilowati dkk (2008) di Jawa tengah yang menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kemudahan untuk memperoleh air bersih dengan kejadian DBD. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Riyadi (2007) di Lubuklinggau dan Schmidt (2011) di Vietnam yang menyatakan bahwa ada hubungan antara aspek penyediaan air bersih dengan kejadian DBD dan menyebabkan tingginya risiko penularan infeksi dengue. Perbedaan hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya, dikarenakan sebagian besar sekolah yang menjadi unit analisis berada di wilayah perkotaan, sehingga tidak mengalami kesulitan dalam mengakses air bersih. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah karena pada beberapa sekolah yang kesulitan dalam memperoleh air bersih, tidak melakukan penyimpanan air dalam berbagai wadah penampungan sehingga mengurangi risiko perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti pada TPA tersebut. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Schmidt (2011) di Vietnam, yang menemukan bahwa penduduk yang berada di wilayah pedesaan dengan pasokan air bersih yang kurang memadai, akan menyimpan air tersebut dalam berbagai wadah sebagai bentuk antisipasi saat kekurangan air, sehingga memungkinkan nyamuk Aedes aegypti untuk berkembangbiak.
6
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan praktik pemberantasan sarang nyamuk dan akses air bersih dengan kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Palu Selatan tahun 2012, maka dapat disimpulkan bahwa secara spasial, sekolah yang memiliki siswa penderita DBD tersebar hampir di seluruh wilayah Kecamatan Palu Selatan, dengan proporsi tertinggi berada di Kelurahan Lolu Utara dan yang terendah adalah Kelurahan Tavanjaka. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa praktik menguras TPA dan praktik membuang sampah berhubungan dengan kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Palu Selatan. Sedangkan variabel lainnya, yaitu praktik menutup TPA dan akses terhadap air bersih tidak berhubungan dengan kejadian DBD pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Palu Selatan.
SARAN Kepada pihak sekolah disarankan agar bisa melakukan praktik PSN dengan baik, terutama dalam hal menguras TPA dan praktik membuang sampah, sehingga bisa menurunkan risiko kejadian DBD. Bagi dinas kesehatan dan puskesmas hendaknya bisa menentukan wilayah yang akan menjadi prioritas dalam upaya intervensi pencegahan DBD, terutama jika pencegahan akan difokuskan pada penderita DBD usia sekolah. Pemberikan edukasi maupun pelatihan mengenai PSN-DBD kepada masyarakat, khususnya pihak sekolah juga perlu dilakukan agar pencegahan DBD bisa dilaksanakan dengan baik. Bagi peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian sejenis dengan menambahkan variabel penelitian yang dianggap penting. Selain itu, juga perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk menunjukkan besarnya risiko kejadian DBD dengan melihat proporsi penduduk dan proporsi sekolah yang ada.
DAFTAR PUSTAKA Agustin, Seffianti. 2011. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Tegal Timur Kota Tegal Tahun 2010). Tesis Pascasarjana. Universitas Negeri Semarang, Semarang. [online] http://lib.unnes.ac.id/8912/1/10931a.pdf [diakses tanggal 9 Februari 2013] Dinkes Kota Palu. 2012. Profil Kesehatan Kota Palu Tahun 2011. Palu: Dinas Kesehatan Kota Palu. Falah, Miftakhul. (2010). Faktor-Faktor yang Behubungan dengan Kejadian Demam Berdarah (DBD) di Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang. Tesis Pascasarjana. Universitas Diponegoro, Semarang. [online] http://eprints.undip.ac.id/31481/ [diakses tanggal 25 September 2012] 7
Fitria, A.U. 2006. Beberapa Faktor Perilaku Kepala Keluarga yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal. Tesis Pascasarjana. Universitas Diponegoro, Semarang. [online] http://eprints.undip.ac.id/31481/ [diakses tanggal 25 September 2012] Kemenkes RI. 2012. Kasus DBD Indonesia Masih Tertinggi di Dunia. [online] http://news.okezone.com/read/2012/06/15/340/647934/kasus-dbd-indonesia-masihtertinggi-di-dunia [diakses 27 September 2012] Mahardika, Wahyu. 2009. Hubungan Antara Perilaku Kesehatan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal. Skripsi Sarjana. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang, Semarang. [online] http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/download/2571/2566 [diakses tanggal 22 November 2012] Munsyir, M.A., Ridwan, Amiruddin. 2009. Pemetaan dan Analisis Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009. Makassar. [online] http://jurnalmedika.com/edisi-tahun-2011/edisi-no-06-vol-xxxvii2011/326-artikel-penelitian/633-pemetaan-dan-analisis-kejadian-demam-berdarahdengue-di-kabupaten-bantaeng-sulawesi-selatan-2009 [diakses tanggal 15 Desember 2012] Nugroho, A.S. 2003. Risiko Infeksi Dengue pada Anak Terkait Faktor Lingkungan di Wilayah Puskesmas Pandanaran, Karangayu dan Bandarharjo Kota Semarang. Tesis Pascasarjana. Universitas Diponegoro, Semarang. [online] http://eprints.undip.ac.id/12315/ [diakses tanggal 9 November 2012] Rahman, Deni Abdul. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah DAN Praktik 3M dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Blora Kabupaten Blora.[online] Unnes Journal of Public Health 2 (1), hal. 1-8. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph [diakses tanggal 15 Februari 2013] Riyadi, Rudjito. dkk. 2007. Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga Dengan Keberadaan Jentik Vektor Dengue Di Daerah Rawan Demam Berdarah Dengue Kota Lubuklinggau. [online] Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 6 No.2. hal. 594-601 http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=68484&idc=24 [diakses tanggal 11 Februari 2013] Salawati, dkk. 2010. Kejadian Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk. [online] Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia 6 (2),hal. 46-54. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jkmi/article/view/142 [diakses tanggal 11 Februari 2013] Sari, Puspita dkk. 2012. Hubungan Kepadatan Jentik Aedes sp dan Praktik PSN dengan Kejadian DBD di Sekolah Tingkat Dasar di Kota Semarang. [online] JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT. Volume 1, Nomor 2, p. 413-422 http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/1128/1151 [diakses tanggal 2 Desember 2012] Schmidt, W.P et al. 2011. Population Density, Water Supply, and the Risk of Dengue Fever in Vietnam: Cohort Study and Spatial Analysis. [online] PLoS Medicine. Volume 8, Issue 8, p. 1-10 8
http://www.plosmedicine.org/article/fetchObjectAttachment.action?uri=info%3Adoi%2 F10.1371%2Fjournal.pmed.1001082&representation=PDF [diakses 11 November 2012] Trapsilowati, W, Susanti, L & Pujiyanti, A., 2008. Gambaran Kemudahan Memperoleh Air dan Sarana Penyimpanan Air terhadap Kasus DBD di Kota Semarang, Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Jepara. [online] Jurnal Vektora. Volume II, No 1, p. 1-13 http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/vk/article/download/13/13 [diakses 18 September 2012] Widianto, Teguh. 2007. Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Purwokerto Jawa –tengah. [online] Tesis Pascasarjana. Universitas Diponegoro, Semarang. http://eprints.undip.ac.id/17910/1/TEGUH_WIDIYANTO.pdf [diakses 20 November 2012] WHO. 2012. Dengue and severe dengue. [online] (diupdate Januari 2012) http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ [diakses 25 September 2012]
9
Lampiran:
37% 63%
Ada DBD Tidak Ada DBD Sumber: Data Primer
Diagram 1.
Distribusi Sekolah Berdasarkan Kejadian DBD di Kecamatan Palu Selatan Tahun 2013
Sumber: Data Primer
Gambar 2.
Peta Distribusi Sekolah Berdasarkan Kejadian DBD Tahun 2012
10
Tabel 1. Distribusi Sekolah Berdasarkan Praktik PSN dan Akses Air Bersih di Kecamatan Palu Selatan Tahun 2013 Variabel/Kategori Jumlah n % Praktik Menguras TPA 1. Buruk 25 46,3 2. Baik 29 53,7 Jumlah 54 100 Praktik Menutup TPA 1. Buruk 48 88,9 2. Baik 6 11,1 Jumlah 54 100 Praktik Membuang Sampah 1. Buruk 22 40,7 2. Baik 32 59,3 Jumlah 54 100 Akses Air Bersih 1. Sulit 12 22,2 2. Mudah 42 77,8 Jumlah 54 100 Sumber: Data Primer
Tabel 2. Hubungan Variabel Independen dengan Kejadian DBD di Sekolah Dasar Kecamatan Palu Selatan Tahun 2013 Kejadian DBD Jumlah Variabel Kategori Ada Tidak Ada n % n % n % Buruk 15 60,0 10 40,0 25 100 Praktik Menguras TPA Baik 5 17,2 24 82,8 29 100
Hasil Uji X2 = 10,526 p = 0,001
Praktik Menutup TPA
Buruk Baik
17 3
35,4 50,0
31 3
64,6 50,0
48 6
100 100
X2 = 0,486 p = 0,659
Praktik Membuang Sampah
Buruk Baik
13 7
59,1 21,9
9 25
40,9 78,1
22 32
100 100
X2 = 7,743 p = 0,005
Akses Air Bersih
Sulit Mudah
5 15 20
41,7 35,7 37,0
7 27 34
58,3 64,3 63,0
12 42 54
100 100 100
X2 = 0,142 p = 0,744
Total Sumber: Data Primer
11