Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(2); Mei 2013
Hubungan Praktik Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Diare Pada Murid SDN Makasar 07 Pagi Jakarta Timur Desi Novitasari1, Suklan1 1
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKes MH. Thamrin Alamat korespondensi: Prodi MPRS STIKes MH. Thamrin, Jln. Raya Pondok Gede No. 23-25 Kramat Jati Jakarta Timur 13550 Telp: 021 80855119 ext 102.
ABSTRAK Penyakit diare pada anak, hingga sekarang merupakan penyakit yang penting di Indonesia.Pentingnya masalah penyakit diare ditunjukkan adanya perkiraan sekitar sepertiga kematian anak disebabkan oleh penyakit diare.Selain diare menyebabkan kematian langsung, dapat dan sering menyebabkan anak menjadi kekurangan gizi. Kekurangan gizi juga berarti menurunnya imunitas atau daya tahan, anak akan mudah terkena penyakit infeksi lainnya yang akan menimbulkan kematian (Sunoto, dkk, 1990). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara kejadiandiare dengan
pengetahuan, sikap dan praktik PHBS pada siswa SDN Makasar 07 Pagi Jakarta Timur tahun 2012.Subjek dalam penelitian adalah siswa kelas IV dan V, penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 di SDN Makasar 07 Pagi Jakarta Timur.Sampel berjumlah 53 orang yang diambil dengan tekhnik randomsampling. Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian pendekatan cross sectional. Penelitian diambil dari responden dengan menggunakan kuesioner. Pada penelitian ini jumlah responden yang pernah menderita diare sebanyak 56,6 %, responden yang berpengetahuan tinggi sebanyak 58,5 %, responden yang memiliki sikap mendukung sebesar 62,3 %, dan yang melakukan praktik sebanyak 52,8 %. Dengan α = 0,05 hasil uji analisa dengan menggunakan Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan variabel pengetahuan (p= 0,000 OR= 11,515), kejadian diare dengan variabel sikap (p= 0,010 OR= 5,429), dan kejadian diare dengan variabel praktik PHBS (p= 0,000 OR= 5,600). Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik PHBS dengan kejadian diare.Perlu adanya peran guru dan orang tua untuk melatih kebiasaan siswa berperilaku hidup bersih dan sehat disekolah maupun dirumah. Disediakannya fasilitas pendukung untuk siswa melakukan PHBS yaitu seperti tempat mencuci tangan (wastafel) atau gayung dan ember dan juga sabun dikamar mandi ataupun kelas yang berfungsi membantu dalam menjaga kebersihan tangan serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan menerapkan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sejak dini pada anak-anak. Kata kunci: Diare, PHBS, Anak SD. Pendahuluan Perilaku yang tidak sehat dapat menjadi pemicu terjadinya berbagai penyakit salah satunya diare. Perilaku tersebut antara lain tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah buang air besar juga sebelum dan sesudah makan, mengkonsumsi makanan yang tidak dimasak dengan sempurna (setengah matang), mengkonsumsi makanan yang terlalu pedas, memakan sayuran atau buah-buahan yang tidak dicuci dengan bersih. Semua ini dapat menyebabkan diare jika kebersihan mulai dari pengolahan sampai dengan penyajian makanan tidak diperhatikan. Hal yang sama tentang penyebab timbulnya diare juga disampaikan dalam buku pedoman perilaku hidup bersih dan sehat ditatanan rumah tangga bahwa situasi ini dapat menimbulkan diare antara lain tidak mencuci tangan dengan baik setelah buang air besar, sebelum makan, pembuatan WC yang tidak memenuhi syarat, dan pengelolaan sampah yang tidak benar (Depkes, 2006).
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak-kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua. sehingga mungkin saja diare akan membahayakan anak. (anaksehat.blogdrive.com). Berdasarkan data Survey Kesehatan Nasional tahun 2008, di Indonesia penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masih rendah di setiap wilayah Indonesia 6
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(2); Mei 2013 yang hanya mencapai 45%, hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya penyakit berbasis lingkungan yang berkembang di masyarakat seperti halnya diare, ISPA dan nasopharyngitis akut. Penerapan yang rendah tentang PHBS disebabkan masih rendahnya kepedulian masyarakat akan kebersihan lingkungan dan pola sehat serta disebabkan pula oleh rendahnya penyebaran informasi terkait dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Berdasarkan data epidemiologis terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat pada lingkungan usia anak sekolah dasar penyebaran penyakit berbasis lingkungan di kalangan anak sekolah di Indonesia masih tinggi. Seperti kasus infeksi demam berdarah dengue, diare, cacingan, infeksi saluran pernafasan akut, serta reaksi simpang terhadap makanan akibat buruknya sanitasi dan keamanan pangan (Hendra, 2007). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil penelitian mengenai Hubungan Praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Diare Pada Murid SDN Makasar 07 Pagi Jakarta Timur. Metode Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif yaitu suatu jenis penelitian untuk mendapatkan gambaran yang akurat dari sejumlah karakteristik masalah yang berbentuk pengklasifikasian suatu data. Adapun desain penelitian dengan menggunakan desain Cross Sectional Study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei yang dilakukan ditempat penelitian yang merupakan metode guna mempelajari dan mengetahui hubungan antara dua variabel pada sekelompok subjek. Desain penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian penyakit diare pada murid SDN Makasar 07 Pagi Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan di SDN Makasar 07 Pagi Jakarta Timur, karena dekat dengan puskesmas kecamatan Makasar sehingga mudah dilakukan pemantauan oleh puskesmas dan karena sekolah tersebut telah mengikuti kegiatan Dokter Kecil. Waktu penelitian di laksanakan pada bulan Desember 2012. Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan menyebarkan kuesioner. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa/i kelas 4 dan kelas 5 SDN Makasar 07. Sedangkan untuk sampel peneliti menggunakan teknik pengambilan besar sampel dengan menggunakan rumus Slovin dilakukan untuk menentukan jumlah sampel dari total populasi yaitu berjumlah 53 responden dari 112 siswa. Untuk mengetahui apakah ada hubungannya antara kejadian penyakit diare dengan praktik perilaku hidup bersih dan sehat, peneliti menggunakan uji statistik yaitu dengan uji Chi Square
Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan terhadap 53 orang siswa, yang terdiri dari 32 orang siswa kelas IV dan 21 orang siswa kelas V. Karakteristik responden dikelompokkan menjadi variabel umur, jenis kelamin, dan kelas. Tabel 1. Karakteristik Responden No 1
2
3
Karakteristik Umur < 10 tahun ≥ 10 tahun Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Kelas Kelas IV Kelas V
Ʃ
%
19 34
35,8 64,2
24 29
45,3 54,7
32 21
60,4 39,6
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa responden yang diwawancarai dengan kelompok umur antara < 10 tahun berjumlah 19 orang (35,8%), sedangkan pada kelompok umur ≥ 10 tahun berjumlah 34 orang (64,2%). Pada karakterisik jenis kelamin, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 29 orang (54,7%) dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 24 orang (45,3%). Dan pada karakteristik kelas, sebagian responden berasal dari kelas IV yaitu sebanyak 32 orang (60,4%) dibandingkan dengan responden yang berasal dari kelas V yaitu 21 orang (39,6%). Tabel 2. Analisis Univariat No 1
2
3
4
Analisis Univariat Kejadian Diare Pernah Tidak Pernah Pengetahuan Rendah Tinggi Sikap Tidak Mendukung Mendukung Praktik Tidak Melakukan Melakukan
Ʃ
%
30 23
56,6 43,4
22 31
41,5 58,5
20 33
37,7 62,3
26 27
49,1 50,9
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa responden yang pernah menderita diare berjumlah 30 orang (56,6%), sedangkan yang tidak pernah menderita diare berjumlah 23 orang (43,4%). Pada variabel pengetahuan, sebagian besar responden berpengetahuan tinggi dengan jumlah 31 orang (58,5%) dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan rendah yaitu 22 orang (41,5%). Pada variabel sikap, sebagian besar responden memiliki sikap mendukung yaitu sebanyak 33 orang (63,2%) dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap tidak mendukung yaitu 20 orang (37,7%). Pada variabel sikap, sebagian besar responden memiliki sikap mendukung 7
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(2); Mei 2013 sebanyak 33 orang (63,2%) dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap tidak mendukung yaitu 20 orang (37,7%). Pada variabel praktik, sebagian besar responden melakukan praktik sebesar 27 orang (50,9%). Sedangkan responden yang tidak melakukan praktik yaitu sebesar 26 orang (49,1%). Tabel 3. Analisis bivariat
Dari hasil tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa hubungan variabel pengetahuan responden dengan kejadian diare setelah dilakukan uji chi-square, didapatkan hasil p = 0,000 atau p < 0,05 artinya ada hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel pengetahuan dengan kejadian diare. Pengetahuan yang rendah mempunyai risiko diare sebesar 11,5 kali dari responden yang berpengetahuan tinggi (OR 11,515) Sedangkan variabel sikap responden dengan kejadian diare setelah dilakukan uji chi-square, didapatkan hasil p = 0,010 atau p < 0,05 artinya ada hubungan yang bermakna secara statistik atara sikap responden dengan kejadian diare. Risiko sikap yang tidak mendukung terhadap kejadian diare sebesar 5,4 kali dari pada yang besikap mendukung (OR 5,429). Pada Variabel praktik PBHS responden dengan kejadian diare setelah dilakukan uji chi-square, didapatkan hasil p = 0,000 atau p < 0,05 artinya ada hubungan yang bermakna secara statistik antara praktik PHBS dengan kejadian diare. Risiko yang tidak melakukan praktik PHBS terhadap kejadian diare sebesar 21,9 kali dari pada yang melakukan praktik PBHS (OR 21,905). Pembahasan Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2004, d iare adalah penyebab nomor satu kematian balita di dunia. Bahkan, UNICEF melaporkan setiap detik satu anak meninggal karena diare. Hal ini banyak terjadi di negara -negara berkembang seperti Indonesia karena buruknya perilaku higiene perorangan dan sanitasi masyarakat yang dipengaruhi oleh rendahnya tingkat sosial, eko nomi dan pendidikan (Novick &Marr, 2003). Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita dan sering menimbulkan kejadian luar biasa. Data dari profil kesehatan
Indonesia tahun 2000-2010 terlihat kecenderungan insiden diare meningkat. Pada tahun 2000 IR (incidence rate) penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dantahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Pada tahun 2010 dilaporkan terjadi KLB dengan jumlah kasus 2.580 dengan kematian sebanyak 77 kasus (CFR: 2,98%) (Kemenkes RI, 2011). Menurut Sunoto dkk (1990), penyakit diare pada anak hingga sekarang merupakan penyakit yang penting di Indonesia. Pentingnya masalah penyakit diare ditunjukkan adanya perkiraan sekitar sepertiga kematian anak disebabkan oleh penyakit diare. Dari penjelasan tersebut sudah dapat diketahui bahwa angka diare pada anak masih tinggi, dari jumlah keseluruhan 53 responden, sebanyak 56,6% responden pernah menderita diare. Berdasarkan data Survey Kesehatan Nasional tahun 2008, di Indonesia penerapan PHBS masih rendah di setiap wilayah Indonesia yang hanya mencapai 45%, hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya penyakit berbasis lingkungan yang berkembang di masyarakat seperti halnya diare. Penerapan yang rendah tentang PHBS disebabkan masih rendahnya kepedulian masyarakat akan kebersihan lingkungan dan pola sehat serta disebabkan pula oleh rendahnya penyebaran informasi terkait dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Jadi dapat dilihat bahwa ketidaktahuan responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempengaruhi angka terjadinya diare pada anak. Pengetahuan Pengetahuan secara tidak langsung mempengaruhi derajat angka kesehatan seseorang, orang yang mempunyai pengetahuan tinggi pada umumnya dapat memperhatikan kesehatannya karena merupakan saran pendukung untuk mencapai derajat angka kesehatan yang maksimal. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa responden yang memiliki pengetahuan tinggi sebanyak 58,5%, dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan rendah yaitu sebanyak 41,5%. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak responden yang mendapatkan pengetahuan yang cukup mengenai perilaku hidup bersih dan sehat. Dan besar kemungkinan bahwa responden yang memiliki pengetahuan rendah belum menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari karena sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu manfaat dari perilaku tersebut bagi dirinya. Pengetahuan tersebut merupakan awal terbentuknya sikap yang mana akan membentuk perilaku ataupun tindakan. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat. Individu yang tingkat pendidikannya lebih tinggi akan lebih mampu mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat, namun bukan berarti seseorang yang tingkat 8
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(2); Mei 2013 pendidikannya lebih rendah akan mempunyai pengetahuan yang rendah pula. Sikap Menurut Koentjaraningrat (1983) sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap situasi atau stimulus atau obyek yang berdasarkan pendirian atau pendapat keyakinan individu tersebut(Notoatmodjo, 2003). Sikap juga dapat berubah-ubah pada keadaan-keadaan dan syaratsyarat tertentu sehingga dapat dipelajari. Kelompok sebaya atau kelompok individu memberi pengaruh pada individu sehingga ada kecenderungan individu berusaha untuk sama dengan teman sekelompoknya (Wawan, 2010). Hal tersebut menggambarkan sikap PHBS yang cenderung hampir sama untuk responden. Sikap responden terhadap PHBS dinilai berdasarkan jawaban responden terhadap pertanyaan dalam kuesioner yang terdiri dari pertanyaan positif dan negatif, dengan 2 pilihan jawaban, yaitu: setuju dan tidak setuju. Hasil penilaian sikap responden tersebut dikategorikan menjadi mendukung dan tidak mendukung. Berdasarkan hal tersebut, maka didapatkan hasil bahwa sikap responden terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yaitu sebagian besar responden memiliki sikap yang mendukung dengan jumlah 62,3% di bandingkan dengan responden yang memiliki sikap tidak mendukung dengan jumlah 37,7%. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa manifestasi dari sikap baik tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu oleh perilaku tertutup. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social. Sikap yang baik terhadap PHBS cenderung menerima dan memanfaatkan objek yaitu PHBS, sebab sikap merupakan kemampuan internal yang berperan dalam tindakan. Praktik PHBS Berdasarkan distribusi frekuensi dapat diketahui tingkat praktik responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), yaitu sebagian besar responden telah melakukan praktik yang baik dengan jumlah 27 orang dengan pesentase sebesar 50,9 % di bandingkan dengan responden yang tidak melakukan praktik dengan jumlah 26 orang dengan persentase 49,1%. Peran guru dalam mendukung praktik PHBS pada responden masih belum banyak, hal ini ditandai dengan besarnya nilai pada kelompok kurang berperan. Ini bisa terjadi kemungkinan karena penyampaian informasi
tentang PHBS untuk anak usia dini dari petugas yang berkompeten (puskesmas/dinas kesehatan) masih minim. Kemungkinan lain karena guru lebih memfokuskan menyampaikan materi pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum dibandingkan dengan materi PHBS yang secara kurikulum belum tertulis. Sementara peranan orang tua dalam menyampaikan PHBS juga masih rendah. Rendahnya peranan tersebut mungkin disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan orang tua tentang PHBS dikarenakan oleh terbatas pula sosialisasi dari petugas kesehatan kepada para orang tua sehingga untuk menyampaikan kepada anak menjadi terbatas. Selain itu mungkin kesibukan orang tua dalam bekerja di luar rumah sehingga waktunya untuk mensosialisasikan PHBS sangat sedikit. Peranan orang tua sebenarnya sangat kuat untuk mengubah perilaku anak ke arah yang lebih baik sehingga bila orang tua memiliki pengetahuan dan waktu yang memadai berkaitan dengan PHBS maka praktik peserta terhadap PHBS menjadi lebih baik. Hubungan Antara Kejadian Diare dengan Variabel Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu yang yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu (Notoadmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan sesorang dipengaruhi oleh pendidikan yang diperoleh. Menurut Roger, untuk membentuk sebuah perilaku yang positif, maka harus didasari oleh pengetahuan (Wawan, 2010), hal ini berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu informasi. Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Jika pada individu tidak diberikan sebuah informasi yang benar, maka akan dipersepsikan atau terbentuk sikap yang tidak baik pula sehingga membentuk sebuah perilaku yang kurang baik atau negatif. Hasil analisis hubungan varaibel pengetahuan dengan kejadian diare diperoleh bahwa dari 53 responden yang berpengetahuan tinggi menunjukan 35,5% pernah menderita diare dan responden yang berpengetahuan tinggi yang tidak pernah menderita diare sebanyak 64,5 %. Sedangkan responden yang menunjukan pengetahuan rendah yang pernah menderita diare sebanyak 86,4 % dan responden yang berpengetahuan rendah yang tidak pernah menderita diare sebanyak 13,6 %. Dilihat dari hasil uji statistik (chi-square) didapatkan pvalue sebesar 0,000 yang berarti p-value lebih kecil dari α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan dengan kejadian diare. Dari nilai OR dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan rendah berpeluang sebanyak 11,515 kali terhadap kejadian diare dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan tinggi. Pengetahuan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan suatu pencanangan program karena 9
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(2); Mei 2013 pengetahuan yang buruk akan menghambat dan menyebabkan kegagalan pencapaian keberhasilan perilaku hidup bersih dan sehat. Adopsi perilaku yang didasari pengetahuan dan sikap positif akan bersifat langgeng, namun prilaku yang tidak didasari pengetahuan dan sikap positif tidak akan berlangsung lama. Sikap merupakan kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu dan belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi predisposisi tindakan suatu perilaku. (Notoatmodjo, 2003). Kenyataannya tidak selalu pengetahuan akan berubah menjadi sikap dan sikap menjadi tindakan. Jenis kelamin dapat membedakan perilaku dan karasteristik hasil dari perilaku (Notoatmodjo, 2010). Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan infeksi. Golongan umur yang paling rentan menderita akibat diare adalah anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang masih rendah. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri atau virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2005). Menurut penelitian Nilton, dkk (2008) faktor-faktor penyebab diare adalah menggunakan air sumur, minum air yang tidak dimasak, sumur < 10 meter, tidak mempunyai jamban, tidak menggunakan jamban, tidak mempunyai tempat sampah dan tidak cuci tangan. Perilaku yang tidak sehat dapat menjadi pemicu terjadinya berbagai penyakit salah satunya diare. Perilaku tersebut antara lain tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah buang air besar juga sebelum dan sesudah makan, mengkonsumsi makanan yang tidak dimasak dengan sempurna (setengah matang), mengkonsumsi makanan yang terlalu pedas, memakan sayuran atau buah-buahan yang tidak dicuci dengan bersih. Semua ini dapat menyebabkan diare jika kebersihan mulai dari pengolahan sampai dengan penyajian makanan tidak diperhatikan. Hal yang sama tentang penyebab timbulnya diare juga disampaikan dalam buku pedoman perilaku hidup bersih dan sehat ditatanan rumah tangga bahwa situasi ini dapat menimbulkan diare antara lain tidak mencuci tangan dengan baik setelah buang air besar, sebelum makan, pembuatan WC yang tidak memenuhi syarat, dan pengelolaan sampah yang tidak benar (Depkes, 2006). Menurut Green (1990) dalam Notoatmodjo (2007) salah satu faktor seseorang melakukan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat adalah faktor pemungkin (enabling factor) yaitu faktor pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan suatu tindakan atau motivasi. Faktor pemicu tersebut mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, ketersediaan jamban, makanan bergizi dan sebagainya. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah budaya hidup perorangan, keluarga dan masyarakat yang berorientasi sehat, serta bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental maupun sosial (Dinas Kesehatan, 2010). Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih (Dinas Kesehatan, 2010). Hubungan Antara Kejadian Diare dengan Variabel Sikap Hasil analisis hubungan varaibel sikap dengan kejadian diare diperoleh bahwa dari 53 responden yang bersikap mendukung menunjukan 42,4% pernah menderita diare dan responden yang bersikap endukung yang tidak pernah menderita diare sebanyak 57,6%. Sedangkan responden yang menunjukan sikap tidak mendukung yang pernah menderita diare sebanyak 80% dan responden yang bersikap tidak mendukung yang tidak pernah menderita diare sebanyak 20%. Dilihat dari hasil uji statistik (chi-square) didapatkan pvalue sebesar 0,010 yang berarti p-value lebih kecil dari α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara variabel sikap dengan kejadian diare. Dari nilai OR dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki sikap tidak mendukung berpeluang sebanyak 5,429 kali terhadap kejadian diare dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap mendukung. Sikap merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tidakan individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa. Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi. Sikap anak terhadap pencegahan dan penanggulangan diare merupakan satu kesatuan untuk menurunkan angka kesakitan diare. Jika sikap anak terhadap pencegahan diare mendukung, maka angka kesakitan diare dapat berkurang. Menurut Notoatmodjo (2007) penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini (awareness, interest, evaluation, trial, dan adoption) didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan langgeng (long lasting). Pengetahuan yang baik dan sikap yang mendukung saja masih belum cukup untuk mengeubah perilaku seseorang, suatu sikap belum otomatis terwujud dalam satu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek 10
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(2); Mei 2013 kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selajutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikan apa yang diketahui atau yang disikapinya. Hubungan Antara Kejadian Diare dengan Variabel Praktik Berdasarkan hasil analisis hubungan varaibel praktik dengan kejadian diare diperoleh bahwa dari 53 responden yang melakukan praktik menunjukan 25,9 % pernah menderita diare dan responden yang melakukan praktik yang tidak pernah menderita diare sebanyak 74,1%. Sedangkan responden yang menunjukan tidak melakukan praktik yang pernah menderita diare sebanyak 88,5% dan responden yang tidak melakukan praktik yang tidak pernah menderita diare sebanyak 11,5%. Dilihat dari hasil uji statistik (chi-square) didapatkan pvalue sebesar 0,000 yang berarti p-value lebih kecil dari α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara variabel praktik dengan kejadian diare. Dari nilai OR dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki tidak melakukan praktik berpeluang sebanyak 21,905 kali terhadap kejadian diare dibandingkan dengan responden yang telah melakukan praktik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik PHBS pada responden masih rendah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh sosialisasi dari pihak terkait dalam hal ini puskesmas maupun dinas kesehatan sebagai perpanjangan tangan Departemen Kesehatan masih minim terutama terhadap para guru sekolah dasar sehingga memberikan pengaruh pula terhadap sosialisasi PHBS tersebut kepada peserta didiknya. Mempertahankan kesehatan anak merupakan tanggung jawab orang tua, namun demikian sekolah-sekolah umum dan departemen kesehatan telah berkontribusi dalam upaya peningkatan kesehatan anak dengan menyediakan lingkungan sekolah yang sehat, pelayanan kesehatan, danp endidikan kesehatan yang sangat menekankan pada praktik-praktik kesehatan (Wong, 2009). Di dalam kehidupan bangsa, anak-anak sekolah tidak dapat diabaikan, karena mereka inilah sebagai generasi penerus bangsa. Sekolah adalah sebagai perpanjangan tangan keluarga dalam meletakkan dasa perilaku untuk kehidupan anak selanjutnya, termasuk perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Permasalahan perilaku kesehatan pada anak usia sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan, salah satunya adalah kebiasaan mencuci tangan pakai sabun. Survey Health Service Program Tahun 2006 tentang persepsi dan perilaku terhadap kebiasaan mencuci tangan menemukan bahwa sabun telah sampai kehampir setiap rumah di Indonesia, namun sekitar 3% yang menggunakan sabun untuk cuci tangan, untuk di desa angkanya bias lebih rendah lagi. Menurut penelitian World Health Organization (WHO) mencuci tangan pakai sabun
dapat menurunkan resiko diare hingga 50% (Tazrian, 2011). Sedangkan untuk makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karena makanan bagi anak dibutuhkan juga untuk pertumbuhan, dimana dipengaruhi oleh ketahanan makanan (food security) keluarga. Oleh karenanya, sanitasi makanan juga perlu di jaga karena bila tercemar akan menimbulkan gangguan gastrointestinal yang berakibat diare (Slamet, Juli Soemirat, 2004: 170). Cara penyiapan dan penyimpanan bahan makanan dapat menimbulkan akibat buruk, sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah penyimpanan air di rumah atau kantin atau warung sekolah, penggunaan atau juga kemungkinan kontaminasi silang dari makanan mentah ke makanan yang sudah di masak, atau dari tempat pembungkus atau penampung, makanan dan peralatan masak, atau status kesehatan dan perilaku hygiene para pengolah makanan. Konsumsi makanan yang tidak dimasak secara memadai, konsumsi ikan mentah, serta pendingin yang tidak memadai sewaktu penyimpanan. Dari kondisi ini makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat berasal dari tanah, udara, manusia dan vektor, sehingga bisa menimbulkan diare karena terdapat berbagai macam mikroba (Bres. P, 1955 : 76). Upaya kesehatan sekolah adalah suatu tatanan dimana program pendidikan dan kesehatan dikombinasikan untuk menumbuhkan perilaku kesehatan sebagai faktor utama untuk kehidupan. Sekolah yang berwawasan kesehatan, dimana sekolah bukan hanya sebagai tempat kegiatan belajar, tetapi juga sebagai sarana untuk pembentukan perilaku hidup sehat (Soekidjo Notoatmodjo, 2005 : 362). Larangan jajan di sembarang tempat, yang dengan sendirinya perlu didukung dengan penyediaan kantin atau warung sekolah. Sebenarnya sudah banyak cara yang dilakukan pihak sekolah untuk mencegah jajanan sekolah berbahaya yang di beli oleh mereka, salah satunya dengan menyediakan beberapa kantin dan melarang penjual jajanan berjualan di depan sekolah (Kompas, 11/03/2009). Dengan tersedianya kantin sekolah akan memudahkan guru atau petugas kesehatan untuk melakukan pengawasan baik dari segi gizinya, maupun dari segi kebersihan (hygiene) makanannya (Notoatmodjo, 2005). Daftar Pustaka Departemen Kesehatan R.I. 1985. Diare Masalah dan Penanggulangannya. Dokumentasi dan Publikasi Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan R.I. 2007. Interaksi, Majalah Informasi & Referensi Promosi Kesehatan I No. 1 / Tahun IX / 2007 Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI
11
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(2); Mei 2013 Fitrianingsih. 2010. Pengaruh Intervensi Promosi Kesehatan Terhadap Perubahan Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Siswa Kelas 4 dan 5 SDN 2 Cicurug Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi Tahun 2010. Depok : Universitas Indonesia Interaksi Suplemen, Pusat Promosi Kesehatan. 2011. PHBS di Sekolah. www.promkes.depkes.go.id diakses tanggal 15 nov 2012 jam 10.07 WIB Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Renika Cipta Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Renika Cipta Oktapriana, Riesmah. 2008. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik PHBS Siswa & Faktor – Faktor Yang Berhubungan di SDN 013 Sunter Agung Jakarta Utara. Depok : Universitas Indonesia Okdiyanto, Dwi Agus. 2012. Hubungan Pelaksanaan Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS ) Dengan Kejadian Diare Di Kelurahan Taman Asri Baradatu Waykanan Tahun 2012. Lampung : STIKes Mitra Lampung Puskesmas Kecamatan Makasar. 2010. Profil Tahunan Puskesmas Kecamatan Makasar Tahun 2010 Puskesmas Kecamatan Makasar, 2011. Laporan Kegiatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Institusi Pendidikan Pertiwi, Wiwik Eko. 2011. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Guru Tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Dengan Praktik Pendidikan PHBS Pada Murid SD di Kota CilegonTahun 2011. Depok : Universitas Indonesia repository.usu.ac.id/bitstream/.../Chapter%20II.pdf. diakses tanggal 11 November 2012 jam 19.13 wib Subagyo, Bambang. 1995. Ilmu Kesehatan Anak I Diare Pada Anak, Buku Pegangan Kuliah Fakultas Kedokteran. Sofwan, Rudianto. 2010. Cara Cepat Atasi Diare Pada Anak. Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia)
12