HUBUNGAN PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL (CSR DISCLOSURE) DENGAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR GO PUBLIC DI INDONESIA
Oleh Melisa Ika Damayanti Dul Muid
ABSTRACT The globalization trend and the stakeholders increasing demand on companies to perform the role of social responsibility and encourage the disclosure of company involvement in CSR practices. CSR itself is a general statement indicating the company's obligation to make use of economic resources in the operation of providing and giving contribution to the internal and external stakeholders. Based on these, the study was conducted to determine the effect of corporate social responsibility disclosures (CSR disclosure) on institutional ownership of manufacturing companies in Indonesia. This study uses four independent variables which include CSR Disclosure, employee relations, community involvement, product, and environment; and a single dependent variable that is institutional ownership with five research hypotheses. Data on CSR Disclosure, employee relations, community involvement, product, environment, and institutional ownership is obtained through Indonesia Stock Exchange (BEI) annual report which the data were further analyzed using the statistical technique of multiple regression test. The results of the multiple regression test showed that all of the five hypotheses were rejected or in other words, CSR Disclosure, employee relations, community involvement, product, and environment found to have no significant effect on Institutional Ownership. Keywords : CSR Disclosure, employee relations, community involvement, product, environment, and institutional ownership
1
I.
PENDAHULUAN Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility)
merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan (stakeholders). Pemangku kepentingan dalam hal ini adalah orang atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai keputusan, kebijakan, maupun operasi perusahaan (Post et al, 2002 dalam Solihin, 2009). Menurut The World Best Business Council for Sustainable Development (WBCSD), Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Perkembangan
praktek
dan
pengungkapan
CSR
di
Indonesia
dilatarbelakangi oleh dukungan pemerintah, yaitu dengan dikeluarkannya regulasi terhadap kewajiban praktek dan pengungkapan CSR melalui Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pasal 66 dan 74. Pada Pasal 66 ayat (2) bagian c disebutkan bahwa selain menyampaikan laporan keuangan, perusahaan juga diwajibkan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sedangkan dalam Pasal 74 menjelaskan kewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam. Selain itu, kewajiban pelaksanaan CSR juga diatur dalam Undang-undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 Pasal 15 bagian b, Pasal 17, dan Pasal 34 yang mengatur setiap penanam modal diwajibkan untuk ikut serta dalam tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan melakukan praktek dan pengungkapan CSR, perusahaan akan mendapatkan manfaat tersendiri. Sebagaimana pendapat Kotler dan Lee (2005) dalam Solihin (2009) menyebutkan bahwa perusahaan akan terdorong untuk melakukan praktek dan pengungkapan CSR karena memperoleh beberapa manfaat seperti peningkatan penjualan dan market share, memperkuat brand positioning,
2
meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi, serta meningkatkan daya tarik perusahaan di mata investor dan analisis keuangan. Saat ini pertumbuhan saham yang dimiliki oleh investor institusi telah meningkat pesat. Sebagai contoh, investor institusi mengendalikan hampir 60 persen saham biasa yang beredar umum di Amerika Serikat (Hayashi, 2003). Di pasar modal Malaysia, ada tiga kategori utama dari investor institusional, yaitu, dana pensiun, reksadana dan perusahaan asuransi jiwa, yang mengelola aset sebesar sekitar US $ 114 miliar atau 96,4 persen dari produk domestik bruto pada akhir tahun 2004 (Ghosh, 2006). Saat ini, total 51,03 persen saham di sepuluh kapitalisasi pasar tertinggi atas perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia dimiliki oleh investor institusi. Selain itu, aktivitas penawaran umum saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) di pasar domestic Indonesia masih terus dikuasai oleh investor institusi. Meskipun potensi permintaan dari pemodal ritel menguat seiring membaiknya bursa domestik, perusahaan efek penjamin emisi masih cenderung memprioritaskan penjatahan saham perdana ke investor institusi. Selama ini, penawaran umum saham perdana di pasar domestik dialokasikan sekitar 95 persen ke investor institusi, termasuk asing, dan sisanya sekitar 5 persen ke investor ritel. Hal itu disebabkan investor institusi biasanya lebih berorientasi jangka panjang. Dengan demikian, kinerja saham perdana tidak rentan terhadap tekanan aksi perburuan keuntungan atau capital gain sesaat yang biasanya dilakukan oleh investor ritel (Saputra Ganda, 2010). Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility Disclosure) Terhadap Kepemilikan Institusional Pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia”
II.
TELAAH PUSTAKA
Teori Legitimasi Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan
3
batasan dan norma-norma masyarakat dimana mereka berada. Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995). Haniffa et al., (dalam Sayekti dan Wondabio, 2007), di dalam legitimacy theory perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatan berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan tersebut menjalankan aktivitasnya. Jika tidak terjadi ketidakselarasan antara nilai perusahaan dengan nilai masyarakat, maka perusahaan akan kehilangan legitimasinya yang akan berdampak pada kelangsungan perusahaan. Imam Ghozali dan Anis Chariri (2007) menyatakan bahwa yang mendasari teori legitimasi adalah kontrak sosial yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. Nasi, Philips, and Zyglidopoulos (dikutip oleh Nurhayati et al., 2006) mengatakan bahwa “Legitimacy theory focuses of the adequecy of corporate social behaviour”. Yang berarti bahwa society judge organisasi berdasarkan atas image citra yang akan perusahaan ciptakan untuk perusahaan itu sendiri. Kemudian perusahaan dapat menetapkan legitimasi mereka dengan memadukan antara kinerja perusahaan dengan dengan harapan masyarakat. Namun jika terdapat kesenjangan antara antara harapan masyarakat dan perilaku sosial perusahaan maka akan muncul masalah legitimasi (Nurhayati et al, 2006).
Teori Stakeholders Wibisono (dalam Kirana, 2009) mengartikan Stakeholders sebagai pemangku kepentingan yaitu pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan,
4
dan karenanya kelompok tersebut mempengaruhi dan/ atau dipengaruhi oleh perusahaan. Definisi lain dilontarkan oleh Rhenald Kasali sebagaimana dikutip oleh Wibisono (dalam Kirana, 2009), yang menyatakan bahwa yang dimaksud para pihak adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun di luar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan. Stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi
stakeholder-nya
(pemegang
saham,
kreditor,
konsumen,
supplier,
pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut. Menurut Gray, Kouhy dan Adam (1994) dalam Chariri dan Ghozali (2007) mengatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerfull stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholder-nya.
Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership) Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham. Sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab pada divisi tertentu untuk mengelola investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara profesional perkembangan investasinya maka tingkat pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan dapat ditekan. Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset management dan kepemilikan institusi lain). Kepemilikan institusional merupakan pemegang saham terbesar sehingga merupakan sarana untuk memonitor manajemen (Djakman dan Machmud, 2008). Investor
institusional
dapat
meminta
5
manajemen
perusahaan
untuk
mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi dan menaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme pasar modal sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan (Brancato
dan Gaughan,1991
dalam Fauzi, Mahoney,
dan
Rahman,2007).
Pengertian Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibity (CSR) Definisi mengenai Corporate Social Responsibility sekarang ini sangatlah beragam. Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Sedangkan Bank dunia (2002) memberikan definisi terhadap CSR, yaitu bahwa: Corporate social responsibility as “[t]he commitment of business to contribute to sustainable economic development, working with employees, their families, the local community and society at large to improve their quality of life.” Sejalan dengan definisi di atas, Kotler dan Lee (2005) memberikan definisi CSR sebagai berikut; “Corporate social responsibility is a commitment to improve community well-being through discretionary business practice and contributions of corporate resources”. Menurut definisi tersebut, elemen kunci dari CSR adalah kata discretionary. Terdapat pengaruh terhadap kinerja perusaaan dari partisipasi terhadap tanggung jawab sosial, diantaranya adalah meningkatkan penjualan dan market share, menguatkan posisi merk, menurunkan biaya operasional, dan lain sebagainya. European Commission seperti dikutip Darwin (2008) mendefinisikan CSR sebagai “a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis”.
6
Berbagai definisi tersebut di atas memberikan pemahaman bahwa CSR pada dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap tiga (3) elemen yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Definisi CSR dalam penelitian ini merujuk pada definisi yang disampaikan European Commission dan CSR Asia. Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Tilt, 1994, dalam Haniffa dkk., 2005). Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994, dalam Haniffa dkk, 2005; Sayekti dan Wondabio, 2007).
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Anggraini (2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) memaksa perusahaan untuk
memberikan
informasi
mengenai
aktivitas
sosialnya.
Masyarakat
membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi. Oleh karena itu dalam perkembangan sekarang ini akuntansi konvensional telah banyak dikritik karena tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat secara luas, sehingga kemudian muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial. Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan didalam laporan baik dalam annual report maupun sustainibility reporting. Berdasarkan UU No.40 pasal 66 ayat 2 tahun 2007, pengungkapan pertanggungjawaban sosial wajib
7
dimuat dalam annual report. Sedangkan sustainibility reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sustainibility Reporting harus menjadi dokumen strategis yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang sustainibility development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor industrinya (Nurlela dan Islahudin, 2008).
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dalam Laporan Tahunan Menurut Anis Chariri dan Imam Ghozali (2007), pengungkapan (disclosure) berarti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha. Sedangkan Hendriksen (dalam Rika dan Ishlahuddin, 2008), mendefinisikan pengungkapan (disclosure) sebagai penyajian informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien. Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory) yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary) yang merupakan pengungkapan informasi tambahan dari perusahaan. Setiap pelaku ekonomi selain berusaha untuk kepentingan pemegang saham dan berfokus pada pencapaian laba disamping itu juga mempunyai tanggung jawab sosial terhadap masyarakat sekitar, dan hal itu perlu diungkapkan dalam laporan tahunan, sebagaimana dinyatakan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 2009) Paragraf kedua belas: Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.
8
PSAK No. 1 (revisi 2009) tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang ada di Indonesia diberi suatu kebebasan dalam mengungkapkan informasi tanggungjawab sosial dan lingkungan dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. Selain itu, dalam UU No.40 pasal 66 ayat 2 tahun 2007 telah dijelaskan bahwa perusahaan wajib memuat pelaporan tentang pertanggungjawaban social dan lingkungan. Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan sejak di keluarkannya UU No.40 pasal 74 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dimana perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang/berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undangundang tersebut menjadi landasan bahwa pengungkapan pertanggungjawaban sosial merupakan mandatory disclosure untuk setiap perusahaan di Indonesia bukan lagi voluntary disclosure. Bapepam selaku lembaga yang mengatur dan mengawasi pelaksanaan pasar modal dan lembaga keuangan di Indonesia telah mengeluarkan beberapa aturan tentang disclosure yang harus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang go public. Peraturan tersebut dimaksudkan untuk melindungi para pemilik modal dari adanya asimetri informasi. Perusahaan dapat memberikan disclosure melalui laporan tahunan yang telah diatur oleh Bapepam (mandatory disclosure), maupun melalui pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) sebagai tambahan pengungkapan minimum yang telah ditetapkan. Guthrie dan Parker (1990) dalam Sayekti dan Wondabio (2007) menyatakan bahwa dalam Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis. Pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudited (belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu). Zuhroh dan Putu (2003) menyebutkan
tema-tema
yang
termasuk
Pertanggungjawaban Sosial adalah:
9
dalam
wacana
Akuntansi
1. Kemasyarakatan Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya. 2. Ketenagakerjaan Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi : rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi dan lainnya. 3. Produk dan Konsumen Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain pelayanan,
kepuasan
pelanggan,
kejujuran
dalam
iklan,
kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya. 4. Lingkungan Hidup Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam. Sedangkan menurut Global Reporting Initiative (GRI), dalam konten analisis terkandung tema tentang pengungkapan pertanggungjawaban sosial, yang terdiri dari : 1. Ekonomi Tema ini berisi sembilan item yang mencakup laba perusahaan yang dibagikan
untuk
bonus
pemegang
saham,
kompensasi
karyawan,
pemerintah, membiayai kegiatan akibat perubahan iklim serta aktivitas terkait ekonomi lainnya. 2. Lingkungan Hidup Tema ini berisi tiga puluh item yang meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam. 3. Ketenagakerjaan
10
Tema ini berisi empat belas item yang meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi : rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi dan lainnya. 4. Hak Asasi Manusia Tema ini berisi sembilan item yang mencakup berapa besar jumlah investasi yang melibatkan perjanjian terkait hak asasi manusia, pemasok dan kontraktor yang menjunjung hak asasi, kejadian yang melibatkan kecelakaan atau kriminal terhadap karyawan di bawah umur, dan aktivitas lainnya. 5. Kemasyarakatan Tema ini berisi delapan item yang mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya. 6. Tanggung jawab atas Produk Tema ini berisi sembilan item yang melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain keguanaan durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
11
Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Corporate Social Responsibility Disclosure Hubungan Karyawan Institutional Ownership
Keterlibatan Masyarakat Produk Lingkungan
Hipotesis Studi empiris menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara kinerja sosial dan saham yang dimiliki oleh investor institusi (Graves dan Waddock, 1994). Cox et al. (2004) menemukan bahwa CSR memiliki hubungan yang positif dengan investasi jangka panjang kelembagaan. Dalam penelitian terbaru oleh Mahoney dan Roberts (2007) juga melaporkan hubungan yang signifikan antara CSR dan jumlah lembaga investasi di saham. Berdasarkan hasil empiris, terungkap bahwa informasi CSRD telah menyebabkan reaksi pasar (Epstein dan Freedman, 1994). Kebanyakan penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa investor membutuhkan CSRD sebagai informasi untuk keputusan investasi mereka (Mahoney dan Roberts, 2007; Epstein dan Freedman, 1994). Oleh karena itu, CSRD digunakan sebagai acuan dalam mengukur CSR untuk perusahaan go public di Indonesia yang mengarah pada hipotesis berikut: H1 : Ada hubungan positif antara CSR Disclosure dan IO
12
Warga negara yang baik dapat menciptakan loyalitas kuat antara karyawan dengan perusahaan, sebagai hasilnya perusahaan yang bertanggung jawab atas kemungkinan perbaikan dalam hubungan karyawan, dan menyajikan posisi yang optimal untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang baik. McGuire et al. (1988) menunjukkan bahwa loyalitas karyawan bermanfaat bagi perusahaan karena meningkatkan produktivitas, inovasi, mengurangi biaya produksi, sehingga meningkatkan keuntungan Studi empiris Cox et al. (2004) menemukan pengaruh positif dan signifikan antara hubungan karyawan dengan investor institusi jangka panjang. Sedangkan Mahoney dan Roberts (2007) menunjukkan pengaruh negatif pada hubungan karyawan dan jumlah IO. Oleh karena itu, hal ini menyebabkan hipotesis yang dikembangkan sebagai berikut: H2 : Ada hubungan positif antara hubungan karyawan dan IO Kanter (1999) untuk melihat jenis penting dari manfaat perusahaan yang diperoleh dari keterlibatan program masyarakat untuk dapat digunakan sebagai pembelajaran untuk inovasi. Selain itu, perhatian terhadap kinerja keuangan, kualitas produk, dan lingkungan, investor institusi juga bisa memberi kontribusi perusahaan kepada masyarakat lokal dan hubungan mereka dengan perempuan, kaum minoritas, dan karyawan (Schwab dan Thomas, 1998). Sebuah studi empiris terbaru oleh Mahoney dan Roberts (2007) mengungkapkan bahwa ada positif tetapi tidak berdampak signifikan keterlibatan masyarakat dengan kepemilikan saham dari investor institusi. Namun, sebuah studi oleh Cox et al. (2004) menemukan hubungan parsial yang signifikan positif antara kegiatan keterlibatan masyarakat dan investor jangka panjang. Ini mengarah pada hipotesis berikut: H3 : Ada hubungan positif antara keterlibatan masyarakat dan IO Perusahaan memiliki insentif dan alat untuk menentukan informasi mengenai calon pelanggan untuk produk yang mungkin berguna bagi mereka. Benston (1997) mengamati bahwa jika investor tidak dapat dengan mudah mempertimbangkan produk, ada baiknya kurang untuk mereka. Akibatnya, produk harus dijual dengan harga lebih rendah untuk bersaing dengan investasi
13
alternatif yang lebih efisien. Di sisi lain, investor tidak akan membayar kompensasi untuk biaya informasi yang berlebihan disediakan oleh perusahaan. Pengujian empiris oleh Mahoney dan Roberts (2007) dan Teoh dan Shiu (1990) mengungkapkan bahwa dimensi produk CSR berhubungan dengan saham yang dimiliki oleh IO tersebut. Kesimpulan mereka menunjukkan bahwa investor institusi memberi perhatian khusus terhadap bagaimana perusahaan mengelola dimensi CSR. Oleh karena itu, hipotesis berikut ini dirumuskan: H4 : Ada hubungan positif antara produk dan IO Menurut Turban dan Greening (1997) investor institusi melihat manfaat jangka panjang dari tanggung jawab sosial perusahaan dengan mempertahankan kualitas produk, lebih banyak menaruh perhatian kepada masyarakat, lingkungan, dan karyawan mereka. Spicer (1978) berpendapat bahwa investor institusi menganggap bahwa rendahnya tanggung jawab sosial perusahaan dan sedikitnya mereka peduli terhadap lingkungan, hal ini menunjukkan bahwa risiko berinvestasi dalam perusahaan tinggi Pengujian empiris Cox et al. (2004) menemukan bahwa dimensi lingkungan dan investor jangka panjang adalah positif dan signifikan terkait, sedangkan hasil berlawanan ditunjukkan oleh penelitian Mahoney dan Roberts (2007) melaporkan dampak negatif yang signifikan dari dimensi lingkungan dalam jumlah pemilik kelembagaan, dan persentase kelembagaan kepemilikan. Ini mengarah pada hipotesis berikut: H5 : Ada hubungan positif antara lingkungan dan IO
III. METODE PENELITIAN Definisi Operasional Variabel 1.
Variabel Terikat (Dependent Variabel) Kepemilikan Institusi (INST): Menunjukkan persentase saham yang
dimiliki oleh pemilik institusi dan kepemilikan oleh blockholder, yaitu kepemilikan individu atau atas nama perorangan diatas 5%, tetapi tidak termasuk kedalam
golongan
kepemilikan
insider.
Kepemilikan
oleh
blockholder
dimasukkan kedalam kepemilikan institusi (Agrawal dan Knouber, 1996).
14
Variabel ini diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki oleh institusi pada akhir tahun. Variabel ini akan menggambarkan tingkat kepemilikan saham oleh institusi dalam perusahaan. Variabel kepemilikan institusi diperoleh dari laporan keuangan pada bagian shareholders. INST =
Keterangan: INST = institutional ownership SI = jumlah saham institusi SB = jumlah saham blockholder TKS = total keseluruhan saham 2.
Variabel Bebas (Independent Variabel) Ada dua jenis variabel bebas dalam penelitian ini ini, yaitu variabel independen
utama dan variabel kontrol. Variabel independen utama adalah CSRD yang pada peneliti sebelum menggunakan nggunakan lebih dari empat dimensi CSRD sedangkan dalam penelitian ini dibagi menjadi empat kategori atau dimensi dimana dimensi-dimens dimensi tersebut ebut dijadikan sebagai variabel bebas a.
CSRD CSRD menyimpulkan total skor dari seluruh skor sub sub-dimensi dimensi CSRD terdiri dari dimensi nilai total skor hubungan karyawan, dimensi keterlibatan masyarakat, dimensi produk dan dimensi lingkungan. Oleh karena itu, CSRD sebagai variabel independen digunakan seb sebagai agai proxy untuk mengukur kegiatan CSR diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. metode skoring Aditif adalah nilai indeks unweighted dihitung dengan jumlah akhir CSRD [2]:
Persamaan 1 di mana:
CSRDj =pengungkapan csr skor untuk perusahaan j nj
= jumlah item estimasi untuk perusahaan j
15
X ij
= 3 jika item i dijelaskan adalah kuantitatif, 2 jika i item informasi non-kuantitatif, namun secara khusus diungkapkan, 1 jika item saya katakan umumnya kualitatif, dan 0 jika item saya tidak mengungkapkan informasi apapun.
b.
Hubungan karyawan Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi : rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi dan lainnya. Pengukuran pengungkatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk tema hubungan karyawan dilakukan dengan mengkategorikan pengungkapan tema hubungan masyarakat ke dalam beberapa kategori sebagai berikut (AlTuwaijri et al, 2004; Hughes et al, 2001): (1) Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang tema hubungan karyawan diberi nilai 0. (2) Pengungkapan kualitatif – naratif, pengungkapan tema hubungan masyarakat dalam bentuk narasi atau pernyataan tanpa dilengkapi angkaangka pendukung. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 1. (3) Pengungkapan kuantitatif – non moneter, pengungkapan tema hubungan masyarakat dalam bentuk angka-angka namun tidak dalam satuan uang/moneter. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 2. (4) Pengungkapan kuantitatif – moneter, pengungkapan tema hubungan masyarakat dalam bentuk angka-angka dan dalam bentuk satuan uang/moneter. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 3.
c.
Keterlibatan masyarakat Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya. Pengukuran pengungkatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk tema keterlibatan masyarakat dilakukan dengan mengkategorikan pengungkapan tema keterlibatan masyarakat ke dalam beberapa kategori sebagai berikut (AlTuwaijri et al, 2004; Hughes et al, 2001):
16
(1) Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang tema keterlibatan masyarakat diberi nilai 0. (2) Pengungkapan kualitatif – naratif, pengungkapan tema keterlibatan masyarakat dalam bentuk narasi atau pernyataan tanpa dilengkapi angkaangka pendukung. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 1. (3) Pengungkapan kuantitatif – non moneter, pengungkapan tema keterlibatan masyarakat dalam bentuk angka-angka namun tidak dalam satuan uang/moneter. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 2. (4) Pengungkapan kuantitatif – moneter, pengungkapan tema keterlibatan masyarakat dalam bentuk angka-angka dan dalam bentuk satuan uang/moneter. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 3. d.
Produk Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain pelayanan,
kepuasan
pelanggan,
kejujuran
dalam
iklan,
kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya. Pengukuran pengungkatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk tema produk dilakukan dengan mengkategorikan pengungkapan tema produk ke dalam beberapa kategori sebagai berikut (Al-Tuwaijri et al, 2004; Hughes et al, 2001): (1) Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang tema produk diberi nilai 0. (2) Pengungkapan kualitatif – naratif, pengungkapan tema produk dalam bentuk narasi atau pernyataan tanpa dilengkapi angka-angka pendukung. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 1. (3) Pengungkapan kuantitatif – non moneter, pengungkapan tema produk dalam bentuk angka-angka namun tidak dalam satuan uang/moneter. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 2. (4) Pengungkapan kuantitatif – moneter, pengungkapan tema produk dalam bentuk
angka-angka
dan
dalam
Pengungkapan kategori ini diberi nilai 3. e.
Lingkungan
17
bentuk
satuan
uang/moneter.
Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam. Pengukuran pengungkatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk tema lingkungan
dilakukan
dengan
mengkategorikan
pengungkapan
tema
lingkungan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut (Al-Tuwaijri et al, 2004; Hughes et al, 2001): (1) Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang tema lingkungan diberi nilai 0. (2) Pengungkapan kualitatif – naratif, pengungkapan tema lingkungan dalam bentuk narasi atau pernyataan tanpa dilengkapi angka-angka pendukung. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 1. (3) Pengungkapan kuantitatif – non moneter, pengungkapan tema lingkungan dalam bentuk angka-angka namun tidak dalam satuan uang/moneter. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 2. (4) Pengungkapan kuantitatif – moneter, pengungkapan tema lingkungan dalam bentuk angka-angka dan dalam bentuk satuan uang/moneter. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 3.
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan go public yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2007-2009. Yang mana berdasarkan data yang tercatat di BEI, terdapat 397 perusahaan yang listing di BEI pada tahun 2009. Sedangkan sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI tahun 2007-2009. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan tujuan mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria sampel yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
18
1.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk tahun 2007-2009 yang berjumlah 397 perusahaan
2.
Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan lengkap selama tiga tahun berturut-turut terhitung sejak tahun 2007-2009 terdapat sebanyak 142 perusahaan.
3.
Perusahaan yang mengungkapkan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunannya selama periode tahun 2007 – 2009 terdapat sebanyak 31 perusahaan.
4.
Perusahaan yang mengungkapkan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunannya selama periode tahun 2007 – 2009 dan memenuhi kriteria normalitas data (tidak termasuk outlier) terdapat sebanyak 25 perusahaan. Berdasarkan kriteria-kriteria di atas yang telah ditentukan oleh peneliti maka
jumlah sampel perusahaan yang dapat dianalisis berjumlah 75 perusahaan.
Metode Analisis Metode regresi berganda ini dikembangkan untuk mengestimasi nilai variabel dependen (Y) dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen (X).
IV.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Uji regresi berganda merupakan teknik analisis yang digunakan untuk
menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Dalam pengujian dengan uji regresi berganda, terdapat tiga tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu uji kelayakan model, uji hipotesis, dan analisis nilai koefisien determinasi. Adapun hasil pengujian tersebut diuraikan di bawah ini.
19
Hasil Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Gambar 4.1 Uji Normalitas
Sumber: Data Sekunder Diolah, 2011 Mengacu pada output Grafik Normal P-P Plot di atas terlihat bahwa titiktitik menyebar di sekitar garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data penelitian adalah normal.
Uji Multikolinieritas Tabel 1 Hasil Nilai VIF dan Tolerance Variabel
Tolerance
VIF
CSR Disclosure
0,856
1,168
Hubungan Karyawan
0,749
1,335
Keterlibatan Masyarakat
0,959
1,043
Produk
0,903
1,108
Lingkungan
0,890
1,124
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2011 Mengacu pada Tabel di atas terlihat bahwa nilai Tolerance masing-masing variabel adalah > 0,1 dan nilai VIF masing-masing variabel adalah < 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinieritas.
20
Uji Heteroskedastisitas Gambar 4.2 Grafik Scatter Plot
Sumber: Data Sekunder Diolah, 2011 Sebaran titik-titik pada Grafik Scatter Plot di atas terlihat bahwa sebarannya tidak membentuk suatu pola tertentu serta menyebar di atas dan di bawah titik nol sumbu
Y
sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
tidak
terjadi
masalah
heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi Gambar 4.3 Hasil Pengujian Durbin Watson autokorelasi (-) dL 1,487
daerah ragu-ragu
daerah bebas autokorelasi
dU 1,770
4-dU 2,23 DW hitung (d) 2,215
21
daerah ragu-ragu
autokorelasi (+) 4-dL 2,51
Karena DW hitung (d) = 2,215 terletak diantara dU dan 4-dU maka dapat disimpulkan bahwa dalam model persamaan regresi yang diajukan tidak terdapat / bebas autokorelasi.
Uji Kelayakan Model Uji kelayakan model dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini memiliki tingkat kelayakan yang tinggi untuk dapat menjelaskan fenomena yang dianalisis. Pengujian kelayakan model dilakukan dengan menggunakan Uji F, dimana hasilnya disajikan dalam Tabel berikut ini. Tabel 2 Hasil Pengujian Kelayakan Model ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares ,320 4,244 4,565
df 5 69 74
Mean Square ,064 ,062
F 1,041
Sig. ,401a
a. Predictors: (Constant), Lingkungan, Produk, Corporate Sosial Responsibility, Keterlibatan Masyarakat, Hubungan Karyawan b. Dependent Variable: Institutional Ownership
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2011 Pengujian kelayakan model dilakukan dengan menganalisis nilai signifikansi dari Uji F yaitu sebesar 0,401 yang lebih besar dari α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen yang digunakan, yaitu corporate social responsibility disclosure, hubungan karyawan, keterlibatan masyarakat, produk, dan lingkungan merupakan variabel yang kurang tepat/layak untuk menjelaskan terjadinya variasi dalam variabel institutional ownership. Uji Hipotesis Pengujian terhadap ketiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Uji t. Hasil pengujiannya disajikan dalam Tabel berikut ini.
22
Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis Coefficientsa
Model 1
(Constant) Corporate Sosial Responsibility Hubungan Karyawan Keterlibatan Masyarakat Produk Lingkungan
Unstandardized Coefficients B Std. Error ,885 ,119
Standardized Coefficients Beta
t 7,450
Sig. ,000
-,069
,047
-,183
-1,456
,150
-,064 ,008 ,022 ,015
,060 ,041 ,043 ,033
-,143 ,022 ,063 ,057
-1,065 ,183 ,515 ,462
,290 ,856 ,608 ,646
a. Dependent Variable: Institutional Ownership
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2011 Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap variabel CSR Disclosure, hubungan karyawan, keterlibatan masyarakat, produk, lingkungan, dan
institutional ownership maka dapat dirumuskan persamaan regresi
bergandanya sebagai berikut : Y = -0,183 X1 – 0,143 X2 + 0,022 X3 + 0,063 X4 + 0,057 X5 Dimana : Y
= Institutional ownership
X1
= Corporate Social Responsibility disclosure
X2
= Hubungan karyawan
X3
= Keterlibatan masyarakat
X4
= Produk
X5
= Lingkungan
1.
Pengujian Hipotesis Pertama Pengujian hipotesis pertama dilakukan terhadap variabel corporate social responsibility disclosure dan institutional ownership. Hasil pengujian kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh corporate social responsibility disclosure dan institutional ownership adalah sebesar -0,183, dengan nilai t hitung sebesar -1,456 dan signifikansi sebesar 0,150. Oleh karena nilai signifikansi yang dihasilkan adalah > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan bahwa ”Ada
23
hubungan positif antara CSR Disclosure dan IO” tidak dapat diterima dan dibuktikan secara statistik. 2.
Pengujian Hipotesis Kedua Pengujian hipotesis kedua dilakukan terhadap variabel hubungan karyawan dan institutional ownership. Hasil pengujian kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh hubungan karyawan dan institutional ownership adalah sebesar -0,143, dengan nilai t hitung sebesar -1,065 dan signifikansi sebesar 0,290. Oleh karena nilai signifikansi yang dihasilkan adalah > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ”Ada hubungan positif antara hubungan karyawan dan IO” tidak dapat diterima dan dibuktikan secara statistik.
3.
Pengujian Hipotesis Ketiga Pengujian hipotesis ketiga dilakukan terhadap variabel keterlibatan masyarakat dan institutional ownership. Hasil pengujian kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh keterlibatan masyarakat dan institutional ownership adalah sebesar 0,022, dengan nilai t hitung sebesar 0,183 dan signifikansi sebesar 0,856. Oleh karena nilai signifikansi yang dihasilkan adalah > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa ”Ada hubungan positif antara keterlibatan masyarakat dan IO” tidak dapat diterima dan dibuktikan secara statistik.
4.
Pengujian Hipotesis Keempat Pengujian hipotesis keempat dilakukan terhadap variabel produk dan institutional ownership. Hasil pengujian kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh produk dan institutional ownership adalah sebesar 0,063, dengan nilai t hitung sebesar 0,515 dan signifikansi sebesar 0,608. Oleh karena nilai signifikansi yang dihasilkan adalah > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat yang menyatakan bahwa ”Ada hubungan positif antara produk dan IO” tidak dapat diterima dan dibuktikan secara statistik.
24
5.
Pengujian Hipotesis Kelima Pengujian hipotesis kelima dilakukan terhadap variabel lingkungan dan institutional ownership. Hasil pengujian kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh lingkungan dan institutional ownership adalah sebesar 0,057, dengan nilai t hitung sebesar 0,462 dan signifikansi sebesar 0,646. Oleh karena nilai signifikansi yang dihasilkan adalah > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima yang menyatakan bahwa ”Ada hubungan positif antara lingkungan dan IO” tidak dapat diterima dan dibuktikan secara statistik.
Koefisien Determinasi Analisis terhadap nilai koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi yang terjadi dalam variabel dependen. Tabel 4 Hasil Analisis Koefisien Determinasi Model Summary Model 1
R ,265a
R Square ,070
Adjusted R Square ,003
Std. Error of the Estimate ,2480206
a. Predictors: (Constant), Lingkungan, Produk, Corporate Sosial Responsibility, Keterlibatan Masyarakat, Hubungan Karyawan
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2011 Koefisien determinasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai Adjusted R Square yaitu sebesar 0,003 atau sebesar 0,3%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen (corporate social responsibility disclosure, hubungan karyawan, keterlibatan masyarakat, produk dan lingkungan) hanya mampu menjelaskan variasi yang terjadi pada institutional ownership sebesar 0,3% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
25
V.
KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN
Kesimpulan Mengacu pada hasil pengujian statistik, maka terdapat lima hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini, yaitu: 1. Pengujian statistik menunjukkan bahwa CSR Disclosure terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap IO. 2. Pengujian statistik menunjukkan bahwa hubungan karyawan terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap IO. 3. Pengujian statistik menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap IO. 4. Pengujian statistik menunjukkan bahwa produk terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap IO. 5. Pengujian statistik menunjukkan bahwa lingkungan terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap IO.
Saran 1. Untuk melaksanakan CSR maka perusahaan sebaiknya mengakui bahwa permasalahan masyarakat adalah milik mereka juga. Tidak hanya itu, perusahaan
juga
harus
bersedia
menanganinya.
Itu
dasarnya
untuk
melaksanakan CSR. Jadi hanya dengan mengakui masalah apa yang ada di masyarakat dan itu menjadi bagian mereka, maka CSR lebih mudah dilakukan. Sebab suatu rencana strategis di belakang program-program CSR bisa jadi akan memberi kontribusi bagi pengurangan kemiskinan dan ketidakadilan sosial di Republik ini. Dua masalah utama yang harus segera dihapus bersama agar martabat orang Indonesia tegak berdiri sehingg CSR dapat bermanfaat untuk masyarakat dan dapat meningkatkan image perusahaan. Jadi, seharusnya dunia usaha tidak memandang CSR sebgai suatu tuntutan represif dari masyarakat, melainkan sebagai kebutuhan dunia usaha. 2. Membuat regulasi mengenai CSR merupakan jalan terbaik. Regulasi yang dimaksud adalah dengan membuat produk hukum (UU) yang akan mengatur secara tegas, jelas, dan komprehensif mengenai CSR. UU ini dibutuhkan agar
26
CSR dilaksanakan oleh semua perusahaan dan memberikan manfaat nyata bagi semua stake holder yang ada. Pelaksanaan CSR selama ini hanya didasarkan kepada kesadaran dan komitmen perusahaan. Padahal komitmen dan kesadaran setiap perusahaan tidak sama dan sangat tergantung sekali kepada kebijakan perusahaan masing-masing. Menggantungkan pelaksanaan CSR kepada kesadaran dan komiteman perusahaan mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan paling mendasar adalah tidak adanya sanksi yang tegas bagi perusahaan yang tidak melaksanakan CSR. Kondisi ini tidak akan mendorong pelaksanaan CSR di Indonesia. Selama ini juga, bagi perusahaan yang melaksanakan CSR tidak memilki arah yang jelas. Padahal ada banyak sekali manfaat yang diperoleh apabila CSR dilaksanakan dengan aturan dan arahan yang jelas.
Keterbatasan Penelitian Keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan penggunaan metode analisis yang digunakan dalam pengungkapan tangung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dalam laporan tahunan perusahaan, yaitu dengan menggunakan penilaian dalam mengeksplorasi hal-hal yang mewakili CSRD serta hanya fokus pada pengungkapan CSRD dalam laporan tahunan perusahaan meskipun diketahui bahwa terdapat pula perusahaan manufaktur
yang
memanfaatkan
mekanisme
komunikasi
massa
dalam
mengungkapkan bentuk tanggung jawab sosial perusahaannya.
Agenda Penelitian Mendatang Mengacu pada keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini maka pada penelitian mendatang diharapkan agar penilaian atau pengungkapan kegiatan CSR perusahaan tidak hanya menggunakan laporan tahunan saja tetapi juga menggunakan media-media komunikasi massa lainnya seperti majalah, koran, situs web, dll.
27
DAFTAR PUSTAKA Abdul Hamid, F.Z. (2004), "Corporate social disclosure by banks and finance companies: Malaysian evidence", Corporate Ownership and Control, Vol. 1 No.4, pp.118-29. Achda, B. Tamam (2006), Seminar Nasional: A Promise of Gold Rating: Sustainable CSR. Jakarta: Hotel Hilton, 23 Agustus 2006. Agrawal A., dan C.R. Knoeber (1996), “Firm Performance and Mechanism to Control Agency Problems Between Managers and Shareholders,” Journal of Financial and Quantitative Analysis 31, 377-397. Al-Tuwaijri, S.A., Christensen, T.E., Hughes, K.E. II (2004), "The relations among
environmental
disclosure,
environmental
performance,
and
economic performance: a simultaneous equations approach", Accounting, Organizations and Society, Vol. 29 pp.447-71. Anggraini, Fr. Reni Retno (2006), “Pengungkapan informasi sosial dan faktorfaktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan tahunan (studi empiris pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta)”. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus 2006. Anis Chariri dan Imam Ghozali (2007), Teori Akuntansi, Edisi 4, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Barkemeyer, Ralf (2007), Legitimacy as a Key Driver and Determinant of CSR in Developing Countries, Paper for the 2007 Marie Curie Summer School on Earth System Governance, Amsterdam University of St Andrews & Sustainable Development Research Centre (SDRC) School of Management, Amsterdam, 28 May – 06 June 2007. Basamalah, Anies S and Johnny Jermias (2005), Social and Environmental Reporting
and
Auditing
in
Indonesia:
28
Maintaining
Organization
Legitimacy?, Gadjah Mada International Journal of Business, JanuaryApril 2005, Vol. 7, No. 1, pp.109-127 Branco, Manuel Castelo dan Lu´cia Lima Rodrigues (2008), “Factors Influencing Social Responsibility Disclosure by Portuguese Companies”. Journal of Business Ethics (2008) 83:685–701. http://www.springer.com. Diakses tanggal 4 Mei 2011. Bursa Malaysia (2007), "Corporate social responsibility in Malaysian PLCs, an executive summary", available at: http://klse.com.my/website/bm/about us/the organization/csr/downloaded/csr_booklet.pdf/ (accessed July 12, 2008), . Chapple, W dan J Moon (2005), "Corporate social responsibility (CSR) in Asia: a seven-country study of CSR web site reporting", Business & Society, Vol. 44 No.4, pp.415-41. Coffey, B.S dan GE Fryxell (1991), "Institutional ownership of stock and dimensions of corporate social performance: an empirical examination", Journal of Business ethics, Vol. 10 No.6, pp.437-44. Cox, P., S Brammer, dan A Millington (2004), "An empirical examination of institutional investor preferences for corporate social performance", Journal of Business Ethics, Vol. 52 No.1, pp.27-42. Darwin, Ali (2008), “CSR; Standards dan Reporting”. Makalah disampaikan pada seminar nasional CSR sebagai kewajiban asasi perusahaa; telaah pemerintah, pengusaha, dan Dewan Standar Akuntansi, tanggal 18 Juni 2008 di Unika Soegijapranata Semarang. Deegan, Craig and Michaela Rankin.1997. The Materiality of Environmental Information to Users of Annual Report. . Accounting, Auditing and Accountability Journal.Vol.10, No.4,p.562-584.
29
Dwi Kartini. 2009. Corporate Social Responsibility, Transformasi Konsep Sustainability Management dan Implementasi di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama. Epstein, M.J dan M Freedman (1994), "Social disclosure and the individual investor", Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 7 No.4, pp.94-109. Fauzi, Hasan (2006). “Corporate Social and Environment Perfomance: A Comparative Study Between Indonesian Companies and Multinational Companies (MNCs) Operating In Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Vol.6, No.1, Februari 2006, hal 87-100. Ghosh, S.R. (2006), East Asian Finance: The Road to Robust Markets, World Bank,
Washington,
DC,
available
at:
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASI APACIFICEXT/EXTEAPREGTOPFINFINSECDEV/0,contentMDK:20968 028 pagePK:34004173 piPK:34003707 theSitePK:589810,00.html, Ghozali, Imam, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: BP Undip. Gray, R., R Kouhy, dan S Lavers (1995), "Corporate social and environmental reporting: a review of the literature and a longitudinal study of UK disclosure", Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 8 No.2, pp.47-77. Gray, Rob; Colin Dey; Dave Owen; Richard Evans and Simon Zadek. 1997. Struggling
with
Accountability,
the
praxis
of
social
Accounting:Stakeholders,
Audits and Procedures. Accounting, Auditing and
Accountability Journal.Vol.10, No.3,p.325-364. Haigh, Matthew dan Marc T. Jones (2006), “The Drivers Of Corporate Social Responsibility: A Critical Review”. http://www.ashridge.org.uk. Diakses tanggal 6 Mei 2011.
30
Haniffa, R.M., dan T.E. Cooke (2005), “The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Reporting”, Journal of Accounting and Public Policy 24, pp. 391-430 Hayashi, A.M (2003), "Effect of Institutional Ownership", MITSLOAN Management Review, Vol. 45 No.1, pp.6-7. Hendriksen, Eldon S dan M. Brenda. 2000. “Teori Akunting.” Edisi 5. Batam: Interaksara. Hughes, S.B., A Anderson, dan S Golden (2001), "Corporate environmental disclosures: are they useful in determining environmental performance?", Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 20 pp.217-40. Indikator GRI (revisi 2006) dalam www.globalreporting.org dilihat pada 15 Desember 2010 Jensen, M. and Meckling, W. 1976. ‘‘Theory of the firm: managerial behavior, agency costs and ownership structure’’, Journal of Financial Economics, Vol. 3, pp. 305-60. Kanter, R (1999), "Change is everyone's job: managing the extended enterprise in a globally connected world", Organizational Dynamics, Vol. 28 pp.6-24. Kirana, R. S. 2009. Studi Perbandingan Pengaturan Tentang Corporate Social Responsibility Di Beberapa Negara Dalam Upaya Perwujudan Prinsip Good Corporate Governance. Tesis Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (tidak dipublikasikan). Kok, P., TVD Weile, R McKenna, dan A Brown (2001), "A corporate social responsibility audit within a quality management framework", Journal of Business Ethics, Vol. 31 No.4, pp.285-97. Kotler, Philip dan Nancy Lee (2005), Corporate Social Responsibility; Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, New Jersey; John Wiley & Sons, Inc.
31
Lako, Andreas, 2008. Kewajiban CSR dan Reformasi Paradigma Bisnis dan Akuntansi. Seminar Nasional Universitas Katolik Soegijapranata Mahoney, L dan RW Roberts (2007), "Corporate social performance, and financial performance and institutional ownership in Canadian firms", Accounting Forum, Vol. 31 pp.233-53. McGuire, J., A Sundgren, dan T Schneeweis (1988), "Corporate social responsibility and firm financial performance", Academy of Management Journal, Vol. 31 No.4, pp.854-72. Nik Ahmad, N.N dan M Sulaiman (2004), "Environmental disclosure in Malaysian annual reports: a legitimacy theory perspective", International Journal of Commerce & Management, Vol. 14 No.1, pp.44-58. Nurhayati, Ratna, Allistair Brown, dan Greg Tower, 2006. “Natural Environment Disclosures of Indonesian Listed Company”, Paper Submission at AFAANZ Conference, Welington, New Zealand, Juli 2006. Permana, Wien Ika. 2010. “Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, dan
Corporate Social Responsibility Terhadap
Nilai
Perusahaan”. Skripsi Dipublikasikan, Program S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang Pozen, Robert C (1994), ”Institutional Investor: The Reluctant Activists”. Harvard Business Review.Boston:Jan/Feb 1994. vol. 72.Iss 1: pp140 Rika Nurlela dan Islahuddin. 2008. “Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta).” Simposium Nasional Akuntansi 11, Pontianak, 23 - 24 Juli 2008 Robert, R.W. (1992), "Determinants of corporate social responsibility disclosure: an application of stakeholder theory", Accounting, Organisations and Society, Vol. 17 No.6, pp.595-612.
32
Saleh, Mustarudin., Noryahah Zulkifli, Rusnah Muhamad (2010), Corporate Social Responsibility Disclosure and Its Relation on Institutional Ownership, Managerial Auditing Journal, 25 (6), p. 591-613. Sayekti, Yosefa dan Ludovicus Sensi Wondabio (2007), “Pengaruh CSR Disclosure terhadap Earning Response Coefficient (Suatu Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta)”, Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi IX, Makassar, 26-28 Mei 2011. Schwab, K.J dan RS Thomas (1998), "Realigning corporate governance: shareholder activism by labour unions", Michigan Law Review, Vol. 96 pp.1018-94. Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach, Fourth Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Solihin, Ismail (2009), Corporate Social Responsibility from Charity to Sustainability, Salemba Empat, Jakarta. Spicer, B.H. (1978), "Investors, corporate social performance and information disclosure: an empirical study", The Accounting Review, Vol. 53 pp.94-111. Tarjo (2008), “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusiona dan Leverage Terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang saham serta Cost of Equity Capital”. Simposium Nasioanal Akuntansi XI. Pontianak. Teoh, H.Y dan GY Shiu (1990), "Attitudes towards corporate social responsibility and perceived importance of social responsibility information characteristics in a decision context", Journal of Business Ethics, Vol. 9 No.1, pp.71-7. Thompson, P dan Z Zakaria (2004), "Corporate social responsibility reporting in Malaysia: progress and prospects", Journal of Corporate Citizenship, Vol. 13 No.1, pp.125-36.
33
Turban, D.B dan DW Greening (1997), "Corporate social performance and organizational attractiveness to prospective employees", Academy of Management Journal, Vol. 40 No.3, pp.658-72. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Vilanova, M., Lozano, J.M., Arenas, D. (2009), "Exploring the nature of the relationship between CSR and competitiveness", Journal of Business Ethics, Vol. 87 pp.57-69. World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), 2000, WBCSD’s First Report Corporate Social Responsibility, Geneva. Wibowo, Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Sosial Responsibility. Gresik: Fascho Publishing. Williams, S.M dan CHW Pei (1999), "Corporate social disclosures by listed companies on their web sites: an international comparison", The International Journal of Accounting, Vol. 34 No.3, pp.389-419. Zeghal, D dan SA Ahmed (1990), "Comparison of social responsibility information disclosure media used by Canadian firms", Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 3 No.1, pp.38-53. Zuhron, Diana dan Heri, I Putu Pande Sukmawati (2003). “Analisis Pengaruh Luas Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan Terhadap Reaksi Investor.” Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya, 16-17 Agustus.
34