HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PEMIJATAN BAYI DIPUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2011
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH : MULYATI 106104003483
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2013 M / 1434 H BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak memiliki nilai yang sangat tinggi untuk keluarga dan bangsa. Setiap orang tua mengharapkan anaknya dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan tangguh. Menurut Dasuki (2003) tercapainya pertumbuhan dan perkembangan yang optimal merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor genetik, lingkungan, perilaku, dan rangsangan atau stimulasi. Stimulasi tumbuh kembang pada bayi penting dilakukan lebih awal antara lain dengan melakukan pijat bayi karena pijat bayi adalah pemijatan yang dilakukan dengan usapan-usapan halus pada permukaan kulit bayi, dilakukan dengan menggunakan tangan yang bertujuan untuk menghasilkan efek terhadap syaraf, otot, sistem pernafasan serta sirkulasi darah dan limpa (Subakti dan Rizky, 2008). Sentuhan dan pijat pada bayi setelah kelahiran dapat memberikan jaminan adanya kontak tubuh berkelanjutan yang dapat mempertahankan perasaan aman pada bayi. Pijat bayi sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di seluruh belahan dunia. Laporan tertua tentang seni pijat untuk pengobatan tercatat di Papyrus Ebers, yaitu catatan kedokteran zaman Mesir Kuno. Ayur-Veda buku kedokteran tertua di India (sekitar 1800 SM) menuliskan tentang pijat, diet, dan olah raga sebagai cara penyembuhan utama masa itu. Sekitar 5000 tahun yang lalu para dokter di Cina dari Dinasti Tang juga meyakini bahwa pijat adalah salah satu dari
4 teknik pengobatan penting (Roesli, 2009). Di Indonesia pijat bayi pada masyarakat pedesaan masih dilakukan oleh dukun bayi. Selama ini pemijatan tidak hanya dilakukan bila bayi sehat, tetapi juga pada bayi sakit atau rewel dan sudah menjadi rutinitas perawatan bayi setelah lahir (Prasetyono, 2009). Pada dasarnya bayi yang mengalami proses kelahiran normal sudah mengalami pemijatan secara alamiah, terbukti ketika bayi harus melalui sebuah saluran dari rahim, bayi mendapatkan berbagai tekanan yang mampu membentuk kepalanya dan memompa cairan nutrisi di sekitar sistem syaraf pusat (Jackson, 2009). Para pakar ilmu kesehatan modern telah membuktikan secara ilmiah bahwa terapi sentuhan dan pijat pada bayi mempunyai banyak manfaat terutama bila dilakukan sendiri oleh orang tua bayi terhadap peningkatan produksi ASI dan kenaikan berat badan bayi. Berdasarkan hasil penelitian Lana Kristiane dalam Roesli (2008) di Australia membuktikan bahwa bayi yang dipijat oleh orang tuanya akan mempunyai kecenderungan peningkatan berat badan. Penelitian Dasuki (2003) tentang pengaruh pijat bayi terhadap kenaikan berat badan bayi umur 4 bulan memperoleh hasil bahwa pada kelompok kontrol terdapat kenaikan berat badan sebesar 6,16% sedangkan pada kelompok yang dipijat sebesar 9,44%, serta adanya hubungan emosional dan sosial yang lebih baik. Selain manfaat di atas ada beberapa manfaat pijat bayi yang lain yaitu meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, meningkatkan konsentrasi bayi dan membuat bayi tidur lebih lelap, meningkatkan ikatan kasih sayang orangtua dan anak (bonding attachment), serta meningkatkan produksi ASI (Roesli, 2008).
Penelitian Field & Scafidi (1986 dalam Roesli, 2008) menunjukkan bahwa pada bayi yang dipijat akan terjadi peningkatan tonus nervus vagus (saraf otak). Peningkatan aktivitas nervus vagus akan menyebabkan peningkatan produksi enzim penyerapan seperti gastrin dan insulin sehingga penyerapan makanan menjadi lebih baik. Kondisi inilah yang dapat menjelaskan berat badan bayi yang dipijat lebih meningkat (Roesli, 2001). Pengamatan T. Field dari Universitas Miami AS, (Roesli 2008) yang dikutip dr. J. David Hull, ahli virologi molekuler dari Inggris, menyebutkan bahwa terapi pijat selama 30 menit per hari bisa mengurangi depresi dan kecemasan pada bayi sehingga bayi dapat tidur lebih nyenyak dan tenang. Terapi pijat yang dilakukan 15 menit selama enam minggu pada bayi usia 1-3 bulan juga meningkatkan kesiagaan (alertness), diikuti dengan peningkatan berat badan, perbaikan kondisi psikis, berkurangnya kadar hormon stres, dan bertambahnya kadar serotonin. Peningkatan aktivitas neurotransmitter serotonin ini akan meningkatkan kapasitas sel reseptor yang mengikat glucocorticoid (adrenalin). Proses ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon adrenalin (hormon stres), dan selanjutnya akan meningkatkan daya tahan tubuh. Begitu banyak manfaat pijat bayi yang disebutkan di atas perlu diketahui dan dilaksanakan oleh orang tua yang memiliki bayi, karena orang tua mungkin mengalami masalah dalam membesarkan anak-anak seperti tidak dapat tidur nyenyak dan kesulitan makan, sehingga rentan terhadap penyakit. Orang tua yang melakukan pemijatan sendiri terhadap bayinya akan belajar memperhatikan bagaimana reaksi bayi pada saat disentuh, mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai bayi, sehingga membuat para orang tua lebih mudah mengerti dan menjadi
sabar dalam menghadapi masalah yang timbul pada bayinya. Saat orang tua memperhatikan dan mengenali reaksi anak-anaknya dan memberikan responnya, bayi memberikan reaksinya kembali dan terbangunlah sebuah hubungan yang positif di antara orang tua dan bayi. (Health dan Bainbridge, 2007). Ibu harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang pijat bayi agar Ibu dapat melakukan pemijatan sendiri pada bayinya. Hal ini sesuai dengan teori yang di temukan oleh Green (Notoatmodjo, 2007) bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan perilaku kesehatan. Ketiga faktor tersebut adalah faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pendorong. Salah satu faktor yang paling berpengaruh dan berasal dari dalam diri adalah faktor predisposisi yang terdiri dari pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai-nilai serta kepercayaan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sedangkan sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Allport (1954, dalam Notoatmodjo, 2003) sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek, kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen itu secara bersama-sama membentuk suatu sikap yang utuh (total attitude) dan di pengaruhi oleh pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi. Sementara itu perilaku merupakan bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar (Skinner 1938, dalam Notoatmodjo 2007).
Pengetahuan merupakan domain kognitif dalam perubahan sikap dan praktek. Menurut Roger (1974, dalam Notoatmodjo 2007) sikap dan praktek yang tidak didasari oleh pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan lama pada kehidupan seseorang, sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak diimbangi oleh sikap dan praktek yang berkesinambungan tidak akan mempunyai makna yang berarti bagi kehidupan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, sikap dan praktek merupakan 3 komponen penting yang harus dimiliki seseorang sebelum melakukan tindakan. Oleh karena itu sebelum seorang Ibu ingin melakukan pemijatan pada bayi, seorang Ibu harus memiliki pengetahuan tentang pijat bayi, manfaatnya dan bagaimana cara melakukannya. Apabila hal tersebut telah diperoleh kemungkinan Ibu tersebut akan mencoba untuk melakukan pemijatan bayi. Pada studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Pamulang, terdapat kunjungan sebanyak 194 Ibu yang mempunyai bayi usia 0 – 12 bulan pada bulan Mei – Juni 2011 di Poliklinik KIA. Menurut salah satu tenaga kesehatan di Puskesmas Pamulang, petugas memberikan pendidikan kesehatan mengenai pemijatan bayi hanya kepada Ibu yang mempunyai bayi prematur yang datang ke Poliklinik KIA, tetapi mereka tidak mengevaluasi bagaimana pengetahuan Ibu tentang pemijatan bayi dan apakah bayi di pijat di rumah atau tidak. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tenaga kesehatan di Puskesmas Pamulang di informasikan bahwa di Puskesmas belum pernah dilakukan kegiatan pemijatan bayi pada seluruh bayi yang baru dilahirkan. Hal ini didukung oleh hasil survey pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 10 orang pengunjung di Poliklinik KIA Puskesmas Pamulang. Dari 10 pengunjung
Poliklinik KIA, terdapat 6 Ibu yang mengetahui tentang pijat bayi dan 4 Ibu mengatakan tidak mengetahui tentang pijat bayi. Diantara 10 Ibu tersebut 7 diantaranya mengatakan bersedia mengikuti program pijat bayi dan 3 Ibu tidak bersedia mengikuti program pijat bayi dengan alasan tidak sempat untuk mengikuti program pijat bayi. Sementara itu, dari 3 Ibu yang bayinya sudah dilakukan pemijatan oleh dukun hanya 2 Ibu yang pernah mencoba melakukan pemijatan sendiri terhadap bayinya dan 7 Ibu yang bayinya belum pernah sama sekali dilakukan pemijatan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Ibu yang berkunjung ke puskesmas khususnya Poliklinik KIA tidak melakukan pijat bayi. Hal ini disebabkan tidak adanya promosi kesehatan dan program mengenai pemijatan bayi dari pihak puskesmas, padahal pemijatan bayi merupakan salah satu program kesehatan yang berbasis pada pelayanan promotif dan preventif dalam proses tumbuh kembang bayi (Depkes RI, 2009). Promosi kesehatan merupakan aktivitas yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dengan menggunakan pendekatan perilaku, bukan berorientasi pada penyakit serta mempunyai cakupan yang luas. Selain itu promosi kesehatan tidak hanya melibatkan gaya hidup tetapi juga mengikutsertakan individu dan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor
penentu kesehatan (Pender,
1996). Meskipun pijat bayi mempunyai manfaat yang besar bagi bayi, namun kenyataannya banyak Ibu yang tidak melakukan pemijatan pada bayinya. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan tentang pijat bayi, sebagian mereka hanya mengandalkan dukun untuk memijat bayinya padahal berdasarkan pembahasan
diatas, pemijatan terhadap bayi yang dilakukan oleh Ibunya sendiri sangat mempunyai makna, karena sangat berpengaruh terhadap hubungan batin atau hubungan kejiwaan antara Ibu dan anak. Bagi sang bayi, pijatan Ibu dapat dirasakan sebagai sentuhan kasih sayang yang sangat berarti bagi pembentukan kepribadiannya kelak dikemudian hari, karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi di Puskesmas Pamulang.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pembahasan di atas, begitu banyak manfaat dari pemijatan bayi, maka pemijatan bayi perlu dilakukan sedini mungkin yang merupakan salah satu promosi kesehatan. Berdasarkan teori Green (Notoatmodjo, 2007) mengenai perilaku kesehatan, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor penguat dan faktor pendorong. Salah satu faktor yang akan diteliti adalah faktor predisposisi, di antaranya pengetahuan dan sikap. Menurut Roger (1974 dalam Notoatmodjo, 2007), suatu perilaku a–untuk meneliti adanya hubungan pengetahuan, dan sikap terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi di Puskesmas Pamulang.
C. Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan Ibu tentang pemijatan bayi?
2.
Bagaimana gambaran sikap Ibu tentang pemijatan bayi?
3.
Bagaimana gambaran perilaku Ibu dalam pemijatan bayi?
4.
Bagaimana hubungan pengetahuan terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi?
5.
Bagaimana hubungan sikap Ibu dengan perilaku Ibu dalam pemijatan bayi?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pengetahuan tentang pemijatan bayi pada Ibu di Puskesmas Pamulang tahun 2011. b. Mengidentifikasi sikap tentang pemijatan bayi pada Ibu di Puskesmas Pamulang 2011. c. Mengidentifikasi perilaku dalam pemijatan bayi pada Ibu di Puskesmas Pamulang 2011. d. Mengidentifikasi hubungan pengetahuan Ibu terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi di Puskesmas Pamulang 2011. e. Mengidentifikasi hubungan sikap Ibu terhadap perilaku Ibu dalam pemijitan bayi di Puskesmas Pamulang 2011.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, pengalaman penulis tentang hubungan pengetahuan dan sikap den Ibu dalam pemijatan bayi. 2. Bagi Institusi Pendidikan
gan perilaku
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi mengenai penelitian pijat bayi dalam Mata Kuliah Keperawatan Anak bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bagi Puskesmas Penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pihak puskesmas untuk mempromosikan dan melaksanakan program pijat bayi sebagai salah satu bentuk dari stimulasi terhadap bayi karena pijat bayi memiliki banyak manfaat untuk kesehatan dan tumbuh kembang bayi. 4. Bagi Masyarakat Penulisan penelitian ini merupakan salah satu bentuk edukasi kepada masyarakat, sehingga dapat mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat untuk pijat bayi. 5. Bagi Penelitian selanjutnya Penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya.
F. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku Ibu dalam pemijitan bayi. Responden untuk penelitian ini adalah Ibu yang mempunyai bayi yang berkunjung ke KIA Puskesmas Pamulang. Data yang di ambil adalah data primer berupa wawancara dan observasi dengan menggunakan
kuesioner,
dilakukan
dengan
pendekatan
Analitik
Kuantitatif
dengan
menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian telah dilakukan pada bulan Juli 2011.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. BAYI Bayi merupakan anak yang belum lama lahir, sementara bayi baru lahir adalah janin yang lahir melalui proses persalinan dan telah mampu hidup di luar kandungan dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500-4000 gram. Bentuk fisik bayi baru lahir antara lain dagu dan pinggul sempit, perut agak buncit, serta lengan dan kaki yang agak pendek, kepala bayi baru lahir lebih besar di banding bagian-bagian badan yang lain, tengkorak bayi baru lahir masih belum sempurna menjadi tulang sedangkan tengkorak manusia dewasa adalah kurang lebih 1/8 dari panjang badan ketika dilahirkan. Adapun karakteristik pertumbuhan bayi dari 0 – 12 bulan meliputi: usia 0-3 bulan, bayi akan tidur dengan durasi 17 sampai 19 jam perhari tetapi tidak tidur sekaligus melainkan secara berseri dengan periode tidur pendek. Pada usia ini bayi lebih menyukai digendong dan diayun-ayun, dan ketajaman visualnya akan meningkat. Bayi akan membalas tatapan ketika orang terdekat memeluk dan menatapnya dengan penuh kasih sayang. Usia 3-4 bulan, bayi bisa melihat hingga ke seberang ruangan dengan cukup jelas. Bayi sudah lebih mudah ditenangkan saat rewel, karena banyak hal-hal di sekeliling yang membuatnya tertarik. Usia 4-6 bulan, kontrol bayi terhadap tubuhnya sudah meningkat, bayi mulai
menggunakan tangan dan kakinya untuk sedikit ‘bersenang-senang’, misal membuat gerakan menendang sambil menendang-nendang. Usia 6-9 bulan, bayi mulai duduk dan merangkak, sambil duduk bayi akan mengamati dan meraih apapun yang bisa ia genggam dengan tangannya setelah bosan bayi akan merangkak untuk mengeksplorasi apa yang menarik di sekelilingnya. Usia 9-12 bulan, bayi mulai berdiri dan belajar berjalan. Kemampuan bayi meningkat, diantarnya bayi bisa memungut benda jatuh dengan Ibu jari dan telunjuk, bahkan bayi sengaja bermain-main dengan mainan yang ia jatuhkan, memungut, lalu menjatuhkan kembali mainan itu. Setelah bayi lebih aktif, seorang Ibu ataupun orang terdekat bayi juga perlu lebih hati-hati menjaganya, pastikan bayi berada di lingkungan yang aman untuk bermain dan bereksplorasi (Hurlock, 1990)
B. PEMIJATAN BAYI Pemijatan bayi adalah terapi sentuh tertua dan terpopuler yang dikenal manusia. Sentuhan merupakan indera pertama dimana bayi dapat memberikan reaksi, dengan cara menyampaikan rasa kasih sayang kepada bayi. Teknik relaksasi pemijatan yang lembut dan jarang menyebabkan efek samping (Prasetyono,2009) Pijat bayi telah lama dilakukan hampir di seluruh dunia termasuk di Indonesia dan diwariskan secara turun temurun (Roesli, 2009). Di kalangan masyarakat Indonesia, ilmu pijat bayi tradisional sudah lama dikenal, dan sampai saat ini di daerah-daerah masih sering
dilakukan oleh dukun pijat bayi. Ilmu pijat bayi umumnya mudah dipelajari dengan beberapa kali latihan, orang tua akan mahir melakukannya. Selain itu pijat bayi juga mudah karena hanya menggunakan minyak (baby oil). Tanpa disadari ketika memandikan bayi, mengeringkan tubuhnya dengan menggosok punggungnya, atau bermain-main dengan cara memijat kakinya, sebenarnya merupakan bentuk rangsangan yang dilakukan pada bayi. Pemberikan rangsangan pada bayi memang banyak caranya. Salah satu diantaranya melalui pijatan
(stroking).
Pijat
merupakan
bentuk
ideal
untuk
merealisasikannya, sebab saat memijat bayi, Ibu “melatih” dirinya untuk lebih mengenal bayinya dengan memijat bagian demi bagian tubuh bayi secara lembut, Ibu belajar mengenali tubuh dan bahasa tubuh bayinya secara individual. Dapat kita diketahui dari sini pijatan mana yang menyenangkan bagi bayi dan mana yang tidak disukainya. Selanjutnya Ibu akan menjadi lebih terampil dan percaya diri dalam mengurus bayi (Soedjatmiko, 2007). Pijat bayi dilakukan dengan cara mengurut bagian tubuh untuk melemaskan otot sehingga peredaran darah lancar yang dilakukan pada seluruh permukaan tubuh bayi. Seni pijat ngenggunakan terapi sentuhan kulit dengan menggunakan tangan. Pijat meliputi manipulasi terhadap jaringan atau organ tubuh dengan tujuan pengobatan serta sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan gerakan manipulasi tertentu dari jaringan lunak tubuh (Lowe 2003, dalam Oktobriariani 2010). Menurut Soedjatmiko (2007) nutrisi, kasih sayang, dan stimulasi
dini pada bayi dan balita sangat tak bisa dipandang dengan sebelah mata karena kebutuhan fisik-biologis berguna untuk pertumbuhan otak, sistem sensorik dan motorik, kebutuhan emosi kasih sayang untuk mempengaruhi kecerdasan emosi, inter dan intrapersonal, sementara stimulasi dini untuk merangsang kecerdasannya. Kebutuhan stimulasi meliputi rangsangan yang terus menerus dengan berbagai cara untuk merangsang semua sistem sensorik dan motorik, salah satunya adalah dengan pijat bayi, atau yang dikenal dengan stimulasi sentuh (touch). Faktor-faktor ini berperan besar dalam mendongkrak kecerdasan multipel dan kreativitas anak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemijatan bayi merupakan terapi sentuhan kulit dengan teknik relaksasi sentuhan lembut dengan menggunakan tangan untuk menstimulasi organ tubuh pada bayi agar tumbuh kembang bayi dapat optimal serta memperkuat ikatan batin antara Ibu dan anak. a. Manfaat Pemijatan Bayi Ada beberapa manfaat pijat bayi antara lain meningkatkan berat badan bayi, meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, dan membuat bayi tidur lebih lelap, meningkatkan ikatan kasih sayang orang tua dan anak (bonding attachment), serta meningkatkan produksi ASI (Roesli, 2008). Selain itu dengan pemijatan, akan membuat bayi semakin tenang atau rileks, efektivitas istirahat (tidur) bayi menungkat, membantu proses tumbuh kembang dan kecerdasan anak seperti memacu perkembangan otak maupun sistem saraf, selanjutnya meningkatkan
gerak peristaltik untuk pencernaan sehingga nafsu makan meningkat dan dapat menstimulasi aktivitas nervus vagus untuk perbaikan pernapasan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, meringankan gejala masuk angin, mengajari bayi sedini mungkin tentang bagian tubuh dapat meningkatkan aliran oksigen dan nutrisi menuju sel, serta dapat meningkatkan kepercayaan diri Ibu, lebih lanjut memudahkan orangtua “mengenali” bayinya. Pijat bayi juga dapat memberikan hiburan yang menyenangkan untuk keluarga sehingga ikatan yang kuat antara orangtua dengan anak yang terbentuk atas dasar cinta dan keterbukaan komunikasi terbina, dan menurunkan hiperaktivitas serta meningkatkan sifat lembut anak (Roesli, 2008). Pijat
bayi
memudahkan
pembelajaran
terhadap
kesigapan,
perkembangan fisik yang optimal, dan peningkatan koordinasi otot untuk meningkatkan kepercayaan diri serta keberanian. Bagi orangtua pemijatan bayi dapat meningkatkan kesadaran akan manajemen pengelolaan mental dan teknik meredakan stres, memudahkan cara pelenturan setiap hari, baik bagi orangtua maupun anak, mengurangi komplikasi pada bayi dari Ibu pecandu obat-obatan, memperbaiki perasaan positif bayi yang dilahirkan secara caesar, meringankan asma dan mengobati depresi atau syok (shock) (Roesli, 2008). Pemijatan mampu meningkatkan sistem kekebalan, meningkatkan aliran cairan getah bening keseluruh tubuh untuk membersihkan zat yang berbahaya dalam tubuh, mengubah gelombang otak secara positif, memperbaiki sirkulasi darah dan pernafasan, merangsang fungsi
pencernaan serta pembuangan, meningkatkan kenaikan berat badan, mengurangi depresi dan ketegangan, membuat tidur lelap, mengurangi rasa sakit, mengurangi kembung dan kolik (sakit perut), meningkatkan hubungan batin antara orang tua dan bayinya, meningkatkan volume air susu Ibu, mengembangkan komunikasi, memahami isyarat bayi, dan meningkatkan percaya diri (Roesli 2009) dan (Lee, 2009). b. Waktu Pelaksanaan Pijat Bayi Pijat bayi dapat segera dimulai setelah bayi dilahirkan, sesuai keinginan orang tua. Pijat bayi yang dilakukan lebih awal akan mendapat keuntungan yang lebih besar, terlebih jika pemijatan dapat dilakukan setiap hari sejak kelahiran sampai berusia 5-7 bulan (Subakti, 2008). Pemijatan dilakukan pagi hari sebelum mandi, atau bisa juga malam hari sebelum bayi tidur, karena aktivitas bayi sepanjang hari cukup melelahkan. Tentunya, bayi juga perlu relaksasi agar otot-otot menjadi kendur kembali, sehingga bayi dapat tidur lebih nyenyak dan tenang. Pijat bayi dapat dilakukan 1-2 jam setelah makan/minum susu. Tindakan pijat dikurangi seiring dengan bertambahnya usia bayi. Sejak usia enam bulan, pijat dua hari sekali sudah memadai (Prasetyono, 2009). Waktu yang digunakan dalam pemijatan tidak ada ketentuan baku. Namun, berdasarkan pengalaman, paling lama pemijatan secara lengkap dapat dilakukan sekitar 15 menit. Setelah selesai, bayi segera dimandikan agar tubuhnya merasa segar dan bersih dari lumuran baby oil (Subakti, 2008)
c. Tindakan yang Dianjurkan Selama Pemijatan Hal-hal yang dianjurkan selama pemijatan berlangsung (Roesli, 2008) adalah 1) Tataplah mata bayi disertai pancaran kasih sayang selama pemijatan berlangsung. 2) Awali pemijatan dengan melakukan sentuhan ringan, kemudian secara bertahap tambahkanlah tekanan pada sentuhan tersebut, terutama bila sudah yakin bahwa bayi mulai terbiasa dengan pijatan yang sedang dilakukan. 3) Tanggaplah pada isyarat yang diberikan bayi. Bila bayi menangis, cobalah untuk menenangkannya sebelum melanjutkan pemijatan. Bila bayi menangis lebih keras, hentikanlah pemijatan, karena mungkin bayi minta digendong, disusui atau sudah mengantuk dan ingin tidur. 4) Mandikanlah bayi segera setelah pemijatan berakhir agar bayi merasa segar dan bersih setelah terlumuri minyak atau baby oil/ lotion. 5) Hindarkan mata bayi dari percikan atau lelehan minyak atau baby oil/ lotion. d. Tindakan yang Tidak Dianjurkan Selama Pemijatan Hal-hal yang tidak dianjurkan selama pemijatan berlangsung (Subakti, 2008) yaitu: 1) Memijat bayi langsung setelah makan. 2) Membangunkan bayi khusus untuk pemijatan.
3) Memijat bayi pada saat bayi dalam keadaan tidak sehat. 4) Memijat bayi pada saat bayi tidak mau dipijat. 5) Memaksakan posisi pijat tertentu pada bayi. e. Suasana Saat Pemijatan Ketika akan dipijat, bayi dan orang yang memijat harus dalam keadaan yang tenang dan nyaman. (Praseyono, 2009). Kondisi yang dikatakan tenang dan nyaman memenuhi kriteria sebagai berikut : a) Suasana bayi, yaitu saat bayi ceria dan saat kondisi perut yang sudah terisi makanan. b) Suasana pemijat, yaitu suasana hati pemijat tenang, menampilkan mimik wajah tersenyum, menebar kasih sayang, dan bila perlu memutar musik klasik. f. Ruangan yang Nyaman Saat Melakukan Pemijatan Pada saat pemijatan bayi, diperlukan ruangan yang nyaman agar bayi dapat menikmati pemijatan tersebut, (Gichara, 2006) adalah: 1) Ruangan yang hangat tetapi tidak panas. 2) Ruangan yang kering dan tidak pengap. 3) Ruangan yang tidak berisik. 4) Ruangan yang penerangannya cukup, dan 5) Ruangan tanpa aroma menyengat dan mengganggu. g. Efek Samping Pemijatan Pemijatan adalah teknik relaksasi yang lembut dan jarang menyebabkan efek samping. Namun bila pemijatan dilakukan terlalu
dalam, dapat menyebabkan perdarahan pada organ vital seperti hati karena adanya pembentukan penumpukan darah (Subakti, 2008). h. Pelaksanaan ijat Bayi Persiapan yang diperlukan sebelum melakukan pijat bayi adalah : a. Persiapan alat (Kurnia, 2009) yaitu: 1) Alat yang empuk, lembut, rata dan bersih (kasur, busa yang dilapisi kain lembut). Luas alas minimal sebesar ukuran bayi. 2) Handuk atau lap lembut untuk kulit bayi. 3) Popok untuk menutup bagian tubuh bayi setelah dipijat. 4) Baju ganti untuk mengganti baju lama usai pemijatan. 5) Minyak untuk memijat (baby oil, lotion atau minyak zaitun). 6) Air dan waslap (kain untuk mengelap). b. Persiapan bayi yaitu : 1) Saat bayi ceria (bayi terlihat sehat, senyum dan tidak rewel) 2) Saat kondisi perut yang sudah terisi makanan. c. Persiapan pemijat (Chopra, 2006) yaitu: 1) Tentukan siapa yang akan memijat bayi. 2) Pemijatan dalam keadaan bersih. 3) Kuku dipotong, untuk menghindari goresan atau luka pada kulit bayi, dan cuci tangan dengan sabun di air mengalir.
d. Urutan pijat bayi Catatan : setiap gerakan pada tahap pemijatan ini dapat diulang sebanyak enam kali. 1) Bagian Kaki Mulailah dengan memegang kaki bayi pada pangkal paha seperti cara memegang pemukul softball. Gerakan tangan ke bawah secara bergantian seperti memerah susu dan putar. Pegang pangkal paha dengan tangan secara bersamaan memeras dan memutar kaki bayi dengan tangan secara bersamaan memeras dan memutar kaki bayi dengan lembut dari pangkal paha ke arah mata kaki. Kemudian telapak kaki diurut dengan dua ibu jari secara bergantian mulai dari tumit keseluruh telapak kaki. Pijat jari kaki satupersatu dengan memutar menjauhi telapak, diakhiri tarikan lembut di tiap ujung jari. Lalu, peras dan putar pergelangan kaki dengan ibu jari dan jari lain. Usap kaki bayi dengan tekanan lembut dari pangkal paha hingga akhir. 2) Bagian Perut Pijat perut bayi dari atas ke bawah seperti gerakan mengayuh sepeda. Pijat perut mulai bagian kiri atas ke bawah dengan jari-jari tangan membentuk huruf I lalu L terbalik.
3) Bagian Dada Buat gerakan ke atas sampai dengan bawah leher lalu ke samping kiri-kanan di atas tulang selangka membentuk gambar jantung lalu kembali ke ulu hati. Gerakan diagonal di dada (huruf X) dari kiri ke kanan. 4) Bagian Punggung Tengkurapkan melintang. Pijat punggung dengan gerakan maju mundur sepanjang punggung mulai dari bokong hingga leher. Buat gerakan melingkar dengan jari-jari mulai batas punggung sampai dengan bokong. 5) Bagian Lengan Peras dan putar dengan kedua tangan dengan lembut mulai dari pundak ke pergelangan tangan. Pijat telapak tangan dengan ibu jari mulai telapak hingga jari-jari. Usap punggung tangan dari arah pergelangan ke jari-jari dengan lembut. Peras sekeliling pergelangan tangan dengan ibu jari dan telunjuk. 6) Bagian Muka Letakkan ibu jari diantara alis mata si bayi. Pijat dengan ibu jari secara lembut pada alis dan diatas kelopak mata. Pijat dari pertengahan alis turun ke bawah melalui samping lipatan hidung.
C. PERILAKU 1. Definisi Berdasarkan sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia, berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Skinner membedakan adanya dua respons, yaitu : a. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus tertentu). Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan responsrespons yang relatif tetap. b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulus atau reinforcer, karena memperkuat respons. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua : a. Perilaku tertutup (covert behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. b. Perilaku terbuka (overt behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan dapat diklafikasikan menjadi 3 kelompok : a. Perilaku pemeliharaan kesehatan Perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan jika sakit. b. Perilaku pencarian pengobatan Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.
c. Perilaku kesehatan lingkungan Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan kata lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatanya sendiri, keluarga atau masyarakat. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Lawrance Green (Notoatmodjo, 2007) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu : a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan, misalnya puskesmas, obatobatan dan sebagainya. c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain dari pendidikan masyarakat.
merupakan
kelompok
referensi
dari
perilaku
Kurt lewin (1970, dalam Notoatmodjo, 2003) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut dalam diri seseorang. Dapat disimpulkan bahwa perilaku seserang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. 3. Domain Perilaku Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 domain, ranah atau kawasan yakni
kognitif
(cognitive),
afektif
(affectife),
psikomotor
(psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini kemudian dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : a. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Menurut Taksonomi Bloom (1987) pengetahuan mencakup enam tingkat domain kognitif, yaitu : 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
dan
meramalkan, terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (aplication) Aplikasi
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi real ( sebenarnya ). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi
ini
berkaitan
dengan
kemampuan
untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Menurut Rogers (1974, dalam Notoatmodjo, 2007) sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut sudah terjadi proses berurutan, yaitu: a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, dimana sikap subjek sudah mulai timbul. c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. d. Trial
(mencoba) dimana subjek mulai mencoba untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengukuran
pengetahuan
dapat
dilakukan
dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007).
Ada variabel yang mempengaruhi pengetahuan, antara lain : a. Umur Umur merupakan lamanya hidup dalam hitungan waktu yang dihitung dari sejak dilahirkan hingga saat ini dalam satuan tahun. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan baru. Pada dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental, semakin bertambah umur seseorang akan semakin tinggi tingkat pengetahuan yang diperoleh (Notoadmodjo, 2003) b. Pendidikan Pendidikan
adalah
proses
pertumbuhan
seluruh
kemampuan dan perilaku melalui pengajaran sehingga dalam pendidikan
perlu
dipertimbangkan
umur
(proses
perkembangan) dan hubungannya dengan proses belajar tingkat pendidikan, juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persespsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan tekhnologi baru (Arikunto, 2006) Bahwa tingkat pendidikan seseorang akan menetukan pola pikir dan wawasan, selain itu tingkat pendidikan merupakan bagian dari pengalaman kerja. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka diharapkan pengetahuan dan keterampilan akan semakin meningkat. Pendidikan memiliki peranan penting
dalam
menentukan
kuwalitas
manusia.
Lewat
pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan dan semakin tinggi pendidikan akan semakin berkuwalitas (Hurlock, 2006). Lewat pendidikan manusia akan dianggap memperoleh pengetahuan dan dengan pengetahuannya diharapkan manusia dapat membangun kehidupannya dengan lebih baik. Semakin tinggi pendidikan, semakin berkualitas hidup manusia. Jika wanita berpendidikan mereka akan membuat keputusan yang benar dalam memperhatikan kesehatannya (Notoadmojo, 2003). c. Pekerjaan Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Jenis pekerjaan yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai Ibu rumah tangga, wiraswsta, pegawai negeri, dan pegawai swasta dalam semua bidang pekerjaan yang memerlukan hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Pekerjaan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia. Pekerjaan membatasi kesenjangan antara informasi kesehatan dan praktek yang memotivasi seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu untuk menghindari masalah kesehatan (Notoadmojo, 2003). d. Sumber informasi Informasi adalah data yang diproses dalam suatu bentuk yang mempunyai arti dan mempunyai nilai nyata. Sumber
informasi adalah sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan
informasi,
merangsang
pikiran
dan
kemampuan (Kamus besar Bahasa Indonesia, 2007). e.
Pengalaman Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan pengalaman merupakan sumber pengetahuan,
atau
pengalaman
memperoleh
kebenaran
itu
pengetahuan.
suatu Oleh
cara
untuk
sebab
itu
pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2007). f. Sosial Budaya Sosial budaya adalah kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Pengetahuan seseorang akan bertambah melalui apa yang diketahuinya walaupun tidak melakukan. Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan sesorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena melalui hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan (Hendra, 2008 dalam Mawarni, 2008).
Pengukuran
pengetahuan
dapat
dilakukan
dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan ini dapat diperoleh melalui jalur pendidikan formal dan jalur pendidikan nonformal. Jalur pendidikan formal misalnya sekolah, termasuk didalamnya pendidikan intra dan ekstra kurikuler. Seseorang biasa mendapatkan pengetahuan melalui pendengaran atau informasi, melihat dan meraba baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui media cetak, elektronik dan media informasi lainnya melalui pendidikan nonformal. Apabila seseorang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar dan jelas baik secara tertulis ataupun secara lisan, maka dapat dikatakan seseorang mengerti mengenai bidang tersebut. Sekumpulan jawaban
verbal
yang
diberikan
seseorang
disebut
pengetahuan/knowledge (Skinner, dalam Notoatmodjo 2007). Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingatan atau pengenalan suatu informasi, ide atau fenomena yang sudah diperoleh sebelumnya. Pengetahuan merupakan dasar untuk pembentukan tingkatan
tingkatan ranah kognitif berikutnya yang meliputi tingkatan pemahaman
(comprehension),
penerapan
(application),
analisis, sintesis dan penilaian (evaluasi). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmania (2008) dengan judul Pengetahuan Ibu Tentang Biang Keringat Pada Bayi 0-1 Tahun Di BPS Sri Wahyuningsih Punggur Lampung Tengah Pada Bulan Maret 2008, terdapat 76 Ibu yang mempunyai Bayi berumur 0-1 tahun mengikuti imunisasi di BPS Sri Wahyuningsih Punggur Lampung Tengah. Dari hasil penelitian tersebut terdapat 8 (40%) orang Ibu yang memiliki pengetahuan baik, 7 (35%) orang Ibu memiliki pengetahuan cukup dan 5 (25%) orang, dan Ibu yang memiliki pengetahuan kurang mengenai biang keringat. Penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan aspek penting dalam sesuatu yang membentuk tindakan seseorang. b. Sikap (attitude) Notoatmodjo (2007) mengatakan sikap adalah respon individu yang masih bersifat tertutup terhadap suatu rangsangan dan sikap tidak dapat diamati secara langsung oleh individu lain. Sikap belum merupakan suatu tindakan, tetapi sikap merupakan suatu faktor pendorong individu untuk melakukan tindakan. Proses terbentuknya suatu sikap pada individu dapat dijelaskan pada
diagram ini : Bagan 2.1. Proses terbentuknya sikap
Stimulus Rangsangan
Proses Stimulus
Reaksi Tingkah laku (terbuka)
Sikap Sumber : Notoatmodjo (2007)
Menurut Allport (1954, dalam Notoadmodjo, 2003) sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: 1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak Ketiga komponen itu secara bersama-sama membentuk suatu sikap yang utuh (total attitude) dan dipengaruhi oleh pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi. Sikap mempunyai beberapa tingkatan, diantaranya: a) Menerima (receiving), pada tingkat ini individu mau memperhatikan stimulus yang diberikan berupa objek atau informasi tertentu. b) Merespon (responding), pada tingkat ini individu akan memberikan jawaban apabila ditanya mengenai objek tertentu
dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Usaha individu untuk menjawab dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan indikator bahwa individu tersebut telah menerima ide tersebut terlepas dari benar atau salah usaha yang dilakukan oleh individu tersebut. c) Menghargai (valuing), pada tingkat ini individu sudah mampu untuk
mengajak
mendiskusikan
orang
suatu
lain
masalah,
untuk
mengerjakan
berarti
individu
atau sudah
mempunyai sikap positif terhadap suatu objek tertentu. d) Bertanggung jawab (responsible), pada tingkat ini individu mampu bertanggung jawab dan siap menerima resiko dari sesuatu yang telah dipilihnya. Tingkat ini merupakan sikap tertinggi dalam tingkatan sikap seseorang untuk menerima suatu objek atau ide baru. c. Hubungan Sikap dan Perilaku Azwar (1995, dalam Sobur, 2003) mengemukakan tiga postulat untuk mengidentifikasi tiga pandangan umum mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu : postulate of consistency, postulate of independent variation, dan postulate of contingent consistency. Penjelasan mengenai ketiga postulat tersebut adalah sebagai berikut. 1) Postulat konsistensi (postulate of consistency) Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal merupakan petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksikan apa yang
akan dilakukan seseorang bila ia dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi,
postulat
ini
mengasumsikan
adanya
postulat
konsistensi dapat terlihat pada pola perilaku individu yang memiliki sikap ekstrem cenderung untuk berperilaku yang didominasi keekstreman sikapnya itu, sedangkan mereka yang sikapnya lebih moderat akan berperilaku yang lebih didominasi oleh faktor-faktor lain. 2) Postulat
Variasi
Independen
(postulate
of
independent
variation) Postulat Variasi Independen mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku berhubungan secara konsisten. Sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah, dan berbeda. Adanya pengetahuan tentang sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku. Dukungan yang jelas pada postulat ini adalah hasil studi klasik yang sangat terkenal yang dilakukan oleh LaPierre (1934, dalam Sobur, 2003). Contoh, seorang profesor berkulit putih berpergian keliling Amerika serikat bersama suami istri muda berkebangasaan Cina. Pada saat itu, masih terdapat prasangka yang kuat terhadap orang Asia dan tidak ada hukum yang menentang diskriminasi rasial di penginapan umum. Ketiga pelancong tersebut singgah lebih dari 200 hotel, montel, dan restoran,
tanpa masalah dan hanya satu tempat yang dikunjungi yang tidak melayani mereka dengan baik. Kemudian mereka menulis surat ke semua tempat yang telah dikunjungi yang menanyakan apakah mereka dapat menerima pasangan suami istri Cina sebagai tamu di tempat mereka. Berdasarkan 128 jawaban yang diterima, 92 persen mengatakan bahwa mereka tidak dapat menerimanya, dengan kata lain, pemilik tempat tersebut mengungkapkan sikap yang jauh berprasangka dibandingkan perilakunya sendiri (Atkinson dalam Sobur, 2003). 3) Postulat Konsistensi Tergantung (postulate of contingent consistency) Postulat konsistensi tergantung menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan, dan sebagainya, merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap, akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi lainnya. d. Praktek atau Tindakan (practice) Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan, diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan terwujudnya suatu tindakan, diantaranya adalah
faktor fasilitas dan faktor dukungan dari pihak lain. Beberapa tingkatan dalam praktek antara lain: 1)
Persepsi (perception), merupakan praktek pada tingkat pertama. Pada tingkat ini individu mampu mengenal dan memilih berbagai objek terkait dengan tindakan yang akan diambil.
2)
Respon terpimpin (guide response), indikator pada tingkat ini adalah individu mampu untuk melakukan sesuatu dengan urutan yang benar.
3)
Mekanisme (mechanism), pada tingkat ini individu sudah menjadikan suatu tindakan yang benar menjadi suatu kebiasaan.
4)
Adopsi (adoption), individu sudah mampu memodifikasi suatu tindakan tanpa mengurangi nilai kebenaran dari tindakan tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung
dengan cara wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh individu sebelumnya, dan secara langsung dengan cara mengobservasi
tindakan
atau
kegiatan
individu
tersebut
(Notoadmodjo, 2007). Perilaku pemijatan bayi yang dimaksud pada penelitian ini dilakukan secara langsung dengan cara mengobservasi tindakan Ibu ketika melakukan pemijatan bayi dengan cara mengurut pada
bagian tubuh tertentu seperti kedua kaki dan tangan secara bergantian, badan, punggung, serta wajah. Contoh Hasil penelitian yang dilakukan oleh Firdiansyah (2008) tentang Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Perilaku Puskesmas
Rawat
Kunjungan Inap
Pemeriksaan
Kedaton
Kehamilan
Bandar
Di
Lampung,
memperlihatkan hasil bahwa pengetahuan Ibu hamil dari seluruh sampel paling banyak memiliki pengetahuan yang baik, yaitu sebanyak 58 orang (54,7%). Sikap Ibu hamil dari seluruh sampel, memperlihatkan sikap yang mendukung sebanyak 51 orang (48,1%), sedangkan perilaku kunjungan pemeriksaan Ibu hamil yang tinggi sebanyak 61 orang (57,5%). Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang.
D. KERANGKA TEORI Kerangka teori merupakan modifikasi dari teori Green 1980, dan Notoatmodjo 2007.
Bagan 2.2. Kerangka Teori Faktor predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepercayaan 4. Nilai-nilai dan keyakinan
Faktor pendukung : 1. Ketersediaan sarana dan prasarana 2. Puskesmas
Faktor pendorong : 1. Pendidikan kesehatan dari tenaga kesehatan
Perilaku kesehatan (Pijat Bayi) 1. Pengertian, 2. Manfaat, 3. Waktu pelaksanaan, 4. Tindakan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan, 5. Suasana saat pemijatan, Ruangan yang nyaman, Efek samping serta Pelaksanaan.
Keterangan: ------ : Tidak diteliti : Faktor Presdisposisi Kepercayaan, nilai-nilai dan keyakinan. Faktor pendukung Ketersediaan sarana dan prasarana, Puskesmas. Faktor prndorong Pendidikan kesehatan dari tenaga kesehatan. _____ : Diteliti : Faktor Predisposisi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Kesehatan (Pijat Bayi)
Sumber : Notoatmodjo (2007), Roesli (2008-2009)
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Pada penelitian ini, variabel yang diteliti adalah variabel bebas (independen) yakni pengetahuan dan sikap dengan perilaku Ibu terhadap pemijatan bayi, sedangkan variabel terikat (dependen) yang akan diteliti yaitu pelaksanaan pemijatan bayi. Variabel pengetahuan dan sikap merupakan variabel yang sangat mempengaruhi perilaku sehat yang dilakukan seseorang, dimana pengetahuan dan sikap merupakan domain dari perilaku (Notoatmodjo, 2007). Alasan kenapa variabel lainnya yang terdapat dalam kerangka teori tidak diikutsertakan dalam penelitian ini disebabkan karena keterbatasan penelitian, dan kesukaran dalam pengukuran. Penelitian ini hanya dilakukan di satu Puskesmas Pamulang, dimana jumlah kunjungan Ibu yang memiliki bayi di poliklinik KIA cukup banyak dan prasarana untuk pemijatan bayi di Puskesmas tersebut dapat disediakan, akan tetapi promosi kesehatan tentang pemijatan bayi dari Puskesmas tersebut belum ada.
Pengetahuan Ibu
Perilaku pemijatan bayi Sikap Ibu
Bagan
3.1. Kerangka Konsep Penelitian tentang Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Ibu dalam Pemijatan Bayi di Puskesmas Pamulang.
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional
NO
Definisi
Cara Ukur
1
Pengetahuan
adalah Wawancara
Alat Ukur Hasil Ukur
Skala Ukur
Kuesioner
Ordinal
1. Pengetahuan
kemampuan Ibu dalam
rendah
memahami
pemijatan
presentase < 55%
bayi
berkaitan
dengan
yang
pengertian
jika
2. Pengetahuan sedang
jika
pemijatan bayi, tujuan
presentase 56% -
dan manfaat pemijatan
75%.
bayi,
indikasi
dan
3. Pengetahuan baik
kontraindikasi pemijatan
jika
bayi,
76% - 100%.
syarat
untuk
presentase
melakukan bayi,
pemijatan
serta
pelaksanaan
(Nursalam, 2003).
waktu pemijatan
bayi. 2
Sikap adalah tanggapan, Wawancara reaksi
positif
Kuesioner
atau
1. Sikap
negatif
Ordinal
jika total skor
negatif dari perilaku Ibu
kurang
terhadap pemijatan bayi
nilai median. 2. Sikap
dari
positif
jika total skor lebih dari nilai median. 3
Perilaku Pemijatan bayi Obsevasi adalah suatu tindakan
Kuesioner
1. Ya
Ordinal
2. Tidak
nyata dari Ibu untuk melakukan
pemijatan
pada bayi.
C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku Ibu dalam pemijatan bayi. 2. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku Ibu dalam pemijatan bayi.
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Jenis
penelitian
ini
adalah
penelitian
kuantitatif
dengan
menggunakan desain penelitian Cross Sectional. Desain tersebut dipilih oleh peneliti dengan pertimbangan waktu yang dibutuhkan bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan dan sikap Ibu terhadap perilaku pemijatan bayi di Puskesmas Pamulang.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Pamulang Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011. Alasan peneliti memilih Puskesmas Pamulang sebagai lokasi penelitian karena di Puskesmas ini jumlah pasien Ibu yang memiliki bayi cukup banyak, dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku Ibu dalam pemijitan bayi di Puskesmas Pamulang. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Sugito, populasi (2003) adalah generalisasi yang terdiri
atas
objek/subjek
yang
mempunyai
kualitas
dan
karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian hari ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2007).
Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu-ibu yang berkunjung ke Poliklinik KIA Puskesmas Pamulang tahun 2011. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah bagian yang diambil mewakili populasi yang ada. Pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling yaitu dengan mengambil data responden di KIA Puskesmas Pamulang yang sudah ada dilakukan pengocokan, kemudian diambil dari 70 pengunjung untuk dijadikan sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi. 3. Kriteria Sampel Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Kriteria Inklusi 1) Ibu yang memiliki bayi untuk melakukan kunjungan di Puskesmas Pamulang. 2) Ibu bersedia menjadi responden. 3) Dapat membaca, menulis dan berkomunikasi lancar dan bersedia ikut dalam penelitian. 4. Besar Sampel Perhitungan besar sampel penelitian dengan menggunakan rumus hipotesis untuk uji beda dua proporsi sebagai berikut :
Keterangan: n
= Jumlah sampel yang dibutuhkans = 1,96 (Derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval
dengan (α) sebesar 5%) = 0,84 (Kekuatan uji sebesar 80%) PΌ
= 0,537 (proporsi pengetahuan kurang penelitian Radita, 2009)
P
= 0,295 (proporsi pengetahuan baik
penelitian Radita,
2009) P̅
= (PΌ+P)/2 = (0,537+0,295)/2= 0,416
n
=
n
= 64
Setelah dilakukan perhitungan, maka didapat n (sampel) = 64 responden, dan dikalikan 10%
untuk mengantisipasi adanya
kemungkinan hilangnya data atau ketidaklengkapan pengisian kuesioner, 64x10% = 6,4 maka total sampel dalam penelitian adalah 64+6,4= 70,4 dibulatkan menjadi 70 responden. D. Instrumen Penelitian Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti mengunakan lembaran kuesioner yang disusun secara terstruktur berdasarkan teori dan berisikan pertanyaan yang harus dijawab responden. Instrumen ini terdiri dari empat bagian yaitu data demografi meliputi inisial nama responden,
usia bayi, dan alamat. Bagian kedua kuesioner untuk tingkat pengetahuan Ibu memuat beberapa pertanyaan yang dirancang oleh peneliti dengan mengacu pada literatur khususnya mengenai pengetahuan Ibu mengenai pemijatan bayi. Semula terdapat 12 pertanyaan akan tetapi
setelah
dilakukan validasi menjadi 6 pertanyaan oleh karena tidak bermakna. Untuk kuesioner pengetahuan menggunakan pilihan benar dan salah, tentang pemijatan bayi, manfaat, tahapan, syarat boleh mengikuti pijat bayi, dan waktu dan tempat pelaksanaan pijat bayi, keuntungan dan kerugian pemijatan, dan efek samping. Untuk menghindari persoalan teknis yang berkaitan dengan saat dilakukan pengumpulan data responden dan ketelitian dalam memberikan jawaban, peneliti memberikan petunjuk dalam pengisian kuesioner serta mengadakan pengawasan dan penjelasan kembali bila responden mengalami kesulitan dalam hal-hal yang kurang jelas bagi responden yang bisa membaca dan menulis. Penilaian
untuk
pernyataan
positif
tentang
pengetahuan
menggunakan skala diskontinyu yaitu jika jawaban benar mendapatkan nilai (1) dan jika jawaban salah tidak mendapat nilai (0). Pernyataan positif mengenai pengetahuan yaitu kuesioner P1, P2, P3, P4, P5, dan P 10, sedangkan pernyataan negatif yaitu kuesioner P6, P7, P8, P9, P11, dan P12. Bagian ketiga kuesioner berisi 12 pernyataan menjadi 9 pertanyaan tentang sikap pemijatan bayi dan penilaiannya menggunakan skala Likert. Pernyataan yang memiliki nilai positif adalah kuisioner C2, C3, C5, C6, C8, C9, C10, C11, dan C12 sedangkan pernyataan yang memiliki nilai
negatif adalah kuisioner C1, C4, dan C7. Penilaian untuk pernyataan positif sikap Ibu yaitu: Sangat setuju
:4
Setuju
:3
Tidak setuju
:2
Sangat tidak setuju
:1
Tidak ada pendapat
:0
Sedangkan penilaian pernyataan negatif sikap Ibu tentang pemijatan bayi juga menggunakan skala Likert, yaitu: Sangat tidak setuju
:4
Tidak setuju
:3
Setuju
:2
Sangat setuju
:1
Tidak ada pendapat
:0
Bagian keempat lembar observasi yang di isi oleh peneliti tentang perilaku Ibu terhadap pemijatan bayi dengan menggunakan skala diskontiniu yaitu jika jawaban ya untuk dilakukan mendapatkan nilai (1) dan jika jawaban tidak untuk tidak melakukan mendapat nilai (0). E. Metode Pengumpulan Data 1. Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian melalui beberapa tahap. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, dilanjutkan dengan mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Menyelesaikan kelengkapan administrasi seperti surat izin penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan surat izin dari Dinkes Tangerang Selatan. Surat balasan dari Dinkes Tangsel untuk mengambil data di Puskesmas Pamulang, dengan melakukan pendataan kepada calon responden dengan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian. 3. Meminta ijin kepada calon responden untuk menerima lembar persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani oleh calon responden apabila setuju menjadi subjek penelitian. a. Peneliti mengambil data di KIA Puskesmas Pamulang terlebih dahulu untuk dilakukan pengocokan dan dijadikan responden b. Dengan menggunakan tekhnik simple random sampling peneliti mengocok data calon responden sebanyak 70 Ibu sesuai dengan besar sampel yang telah ditentukan. 4.
Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden selanjutnya akan diberikan penjelasan mengenai cara pengisian kuesioner dan responden dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan ataupun pernyataan yang kurang jelas.
5.
Peneliti memberikan waktu kira-kira 15 menit kepada responden untuk menjawab pertanyaan dalam kuesioner.
6.
Responden diharapkan menjawab seluruh pertanyaan di dalam kuesioner, setelah selesai lembar kuesoner dikembalikan kepada peneliti.
7.
Setelah
responden
mengambil
kuesioner
kemudian
peneliti
melanjutkan kembali melakukan observasi dengan membuat janji untuk berkunjung kerumah. 8.
Kuesioner dan lembar observasi yang telah diisi selanjutnya akan diolah dan dianalisa oleh peneliti.
F. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel maka kuesioner tersebut harus diuji validitas dan reliabilitas. Sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dengan rumus Pearson Product Moment dan dicari reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha Cronbach. Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pada uji tersebut digunakan beberapa item pertanyaan yang dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang diukur tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing skor item pertanyaan dari tiap variabel dengan total skor variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson. Suatu instrumen dikatakan valid atau sahih apabila korelasi tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat, 2008).
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reabilitas menggunakan bantuan software computer dengan rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach >0,70 (Hidayat, 2007). Uji coba instrumen dilakukan pada bulan Juli 2011. Uji coba dilakukan terhadap 30 Ibu, yang mempunyai karakteristik demografi yang hampir sama dengan Puskesmas Pamulang. Responden yang telah diikut sertakan dalam uji coba penelitian tidak dimasukan lagi dalam sempel penelitian.
Setelah
dilakukan
modifikasi
pertanyaan
nomor
P6,P7,P8,P9,P11,P12,S1,S4,S7 yang mempunyai nilai korelasi < 0,374, didapatkan alpha cronbach pada pengetahuan sebesar 0.708 dan sikap 0,702
G. Teknik Analisis Data 1. Langkah Analisis Data Pada saat melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Informasi yang diperoleh digunakan untuk proses pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian hipotesis (Hidayat, 2007). Dalam proses
pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya : a. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. b. Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. c. Entry Data Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa dengan membuat tabel kontingensi 2. Melakukan Teknik Analisis Pada teknik analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik, sehingga analisis yang digunakan statistika
inferensial (menarik kesimpulan) yaitu statistika yang digunakan untuk menyimpulkan parameter (populasi) berdasarkan statistik (sampel) atau lebih dikenal dengan proses generalisasi dan inferensial
H. Analisis Data a. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel dependen dan independen. Variabel independen yaitu pengetahuan dan sikap, sedangkan variabel dependen yaitu perilaku Ibu mengenai pemijatan bayi. b. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel yaitu variabel dependen
(perilaku Ibu
mengenai
pemijatan bayi) dengan variabel independen (pengetahuan dan sikap). Teknik analisis yang dilakukan yaitu dengan Analisis ChiSquare dan Spearman Correlations dengan menggunakan derajat kepercayaan 95 % dengan α 5%, sehingga jika nilai P (p value) ≤0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, dan apabila nilai p value >0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.
I.
Etika Penelitian Etika penelitian bertujuan menjamin kerahasian identitas responden, melindungi dan mengormati hak responden dengan mengajukan sudut pertanyaan persetujuan (informed consent) (Hidayat, 2007). Sebelum mendatangani surat persetujuan, peneliti menjelaskan judul penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan menjelaskan kepada responden bahwa penelitian tidak akan membahayakan bagi responden. Peneliti akan menjamin identitas responden, dimana data yang di peroleh hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan apabila penelitian telah selesai maka data tersebut akan dimusnahkan.
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas Pamulang berada di sebelah Timur Kabupaten Tangerang berbatasan dengan Kotip Depok di sebelah Selatan, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat, dan di sebelah Barat dengan Kecamatan Serpong, Wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas Pamulang terdiri dari dataran rendah. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas Pamulang terletak diwilayah Kecamatan Pamulang dan mempunyai luas wilayah 2788.718 ha, dengan batas wilayah sebagai berikut. Sebelah Utara Kecamatan Ciputat, Sebelah Barat Kecamatan Serpong dan Kecamatan Setu, Sebelah Timur: Kotip Depok, serta Sebelah Selatan Kecamatan Ciputat Timur dan Kabupaten Bogor 1. Gambaran Umum Puskesmas Pamulang Puskesmas Pamulang memiliki wilayah kerja meliputi 8 Kelurahan. Berikut ini adalah visi, misi, motto, dan sasaran kegiatan Puskesmas Pamulang.
a. Visi
Puskesmas Pamulang mempunyai visi yaitu terwujudnya Puskesmas Pamulang dengan pelayanan kesehatan yang bermutu, menyeluruh dan terpadu. b. Misi Misi dari Puskesmas Pamulang adalah sebagai berikut: 1) Memberikan pelayanan prima di semua sektor. 2) Menjadi pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar. 3) Menjadi pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga. 4) Meningkatkan kemitraan dengan berbagai sektor. c. Motto Motto Puskesmas Pamulang adalah “Berhasil Prima” (Bersih Harmonis, Silaturahmi, dan Pelayanan Prima). d. Program Puskesmas Adapun program yang terdapat di Puskesmas Pamulang yaitu
program
pengembangan
kesehatan
dasar,
pengembangan wajib, dan pengembangan pilihan. 1) Pengembangan kesehatan dasar meliputi: Promosi kesehatan, Penyehatan lingkungan, Kesehatan Ibu dan anak, Keluarga berencana, Perbaikan gizi, Pencegahan penyakit menular dan Pengobatan 2) Pengembangan wajib meliputi: Lansia, Usaha Kesehatan Sekolah, Anti NAPZA
3) Pengembangan pilihan meliputi: Laboratorium, UKGMD, DUKM/DUKS 2. Sumber daya kesehatan a. Ketenagaan Dokter terdapat 7 orang yang terdiri dari dokter umum 4 dan dokter gigi 3, Bidan 16 orang, perawat 11, termasuk perawat gigi 1, Pelaksana Gizi 1 orang, Analisa Kesehatan 2 orang, Asisten Apoteker 1 orang dan Pekarya/TU 6 orang.
B. Analisis Univariat Analisis
univariat
dalam
penelitian
ini
bertujuan
untuk
menggambarkan hasil dari pengambilan data responden. Hal yang dianalisis univariat dalam penelitian ini yaitu gambaran pengetahuan Ibu tentang pemijatan bayi, gambaran sikap Ibu tentang pemijatan bayi, dan gambaran perilaku Ibu terhadap pemijatan bayi.
1. Gambaran distribusi pengetahuan responden
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Pemijatan Bayi di Puskesmas Pamulang Juli – Agustus 2011 (n = 70) Pengetahuan
Frekuensi
Persentase
Baik
31
44,3%
Cukup
21
30,0%
Kurang
18
25,7%
Total
70
100%
Hasil analisis pada tabel 5.1 diatas, diperoleh 31 responden (44,3%) mempunyai pengetahuan baik, 21 responden (30,0%) mempunyai pengetahuan cukup, dan 18 responden (25,7%) mempunyai pengetahuan kurang. Jadi, dapat disimpulkan sebagian besar Ibu yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki pengetahuan yang baik tentang pemijatan bayi.
2. Gambaran Distribusi Sikap Responden
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Terhadap Pemijatan Bayi di Puskesmas Pamulang Juli – Agustus 2011 (n = 70) Sikap
Frekuensi
Persentase
Positif
35
50%
Negatif
35
50%
Total
70
100%
Hasil analisis pada tabel 5.2, diperoleh 35 responden (50%) memiliki sikap positif, sedangkan 35 responden (50%) memiliki sikap negatif. Jadi, dapat disimpulkan Ibu yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki sikap yang seimbang antara positif dan negatif terhadap pemijatan bayi. Sikap positif yang dimaksud adalah adanya keinginan dari Ibu tersebut untuk melakukan pemijatan bayi sedangkan sikap negatif yang dimaksud adalah tidak adanya keinginan dari Ibu tersebut untuk melakukan pemijatan bayi.
3. Gambaran Distribusi Perilaku Responden
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Perilaku Pemijatan Bayi Juli – Agustus 2011 (n = 70) Perilaku
Frekuensi
Persentase
Melakukan
41
58,6%
Tidak melakukan
29
41,4%
Total
70
100%
Hasil analisis pada tabel 5.3 diatas, diperoleh 41 responden (58,6%) melakukan pijat bayi, sedangkan 29 responden (41,4%) tidak melakukan pijat bayi. Jadi, dapat disimpulkan sebagian besar Ibu yang menjadi responden dalam penelitian ini melakukan pijat bayi.
C. Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara 2 variabel yaitu variabel bebas (pengetahuan dan sikap Ibu terhadap pemijatan bayi) dengan variabel terikat (perilaku pemijatan bayi). Uji statistik yang digunakan adalah uji statistik Chi Square, dan Spearman Correlations. Jika dinyatakan ada hubungan, kemudian dilanjutkan dengan menentukan nilai Odd Ratio (OR).
1. Hubungan pengetahuan terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Dengan Perilaku Ibu Tentang Pemijatan Bayi Juli – Agustus 2011 (n = 70)
Pengetahuan
Perilaku
Total
Tidak
PValue
Melakukan
Melakukan N
%
N
%
N
%
Kurang
9
12,9
9
12,9
18
100
Cukup
11
15,7
10
14,3
21
100
Baik
9
12,9
22
31,4
31
100
Total
29
41,4
41
58,6
70
100
0,329
Hasil analisis pada tabel 5.4 diatas, diperoleh 9 dari 18 responden (12,9%) mempunyai pengetahuan kurang tetapi melakukan pemijatan bayi, 10 dari 21 responden (14,3%) mempunyai pengetahuan cukup dan melakukan pemijatan bayi, dan 22 dari 31 reponden (31,4%) yang mempunyai pengetahuan baik dan melakukan pemijatan bayi. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,329, hal tersebut menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan dengan variabel perilaku pemijatan bayi pada Ibu (p > 0,05).
2. Hubungan sikap terhadap perilaku Ibu dalam pemijatan bayi
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Dengan Perilaku Ibu Tentang Pemijatan Bayi, Juli – Agustus 2011 (n = 70) PSikap
Pelaksanaan Tidak
Total
Value OR
Melakukan
Melakukan N
%
N
%
N
%
Negatif
24
34.3
11
15,7
35
100
Positif
5
7,1
30
42,9
35
100
Total
29
41,4
41
58,6
70
100
0,000 13,091
Hasil analisis pada tabel 5.5 diatas, diperoleh 25 dari 35 responden (34,3%) memiliki sikap negatif tetapi melakukan pemijatan bayi, sedangkan 5 dari 35 responden (7,1%) memiliki sikap positif dan melakukan pijat bayi. Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan yang bermakna antara variabel sikap dengan variabel perilaku pemijatan bayi (p < 0,05). Hasil OR diketahui 13,091. Hal itu berarti Ibu yang memiliki sikap negatif beresiko 13 kali tidak melakukan pemijatan bayi dibandingkan dengan Ibu yang memiliki sikap positif.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pemijatan Bayi Notoadmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu yang didapatkan dari lima penginderaan individu seperti indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan perasa terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan Ibu dalam penelitian ini adalah Ibu mampu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pemijatan bayi dan tujuan serta pemijatan bayi dan lain sebagainya. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa 31 Ibu yang mempunyai bayi (44,3%) mempunyai pengetahuan baik tentang pemijatan bayi, 21 Ibu yang mempunyai bayi (30,0%) mempunyai pengetahuan cukup tentang pemijatan bayi, dan 18 Ibu yang mempunyai bayi (25,7%) mempunyai pengetahuan kurang tentang pemijatan bayi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata Ibu yang mempunyai bayi yang berkunjung ke Puskesmas Pamulang mempunyai pengetahuan baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuli (2011) yaitu pengetahuan Ibu tentang pemijatan bayi yang mengikuti pijat bayi sangat baik dan menunjukkan hal positif yang dibuktikan dengan menjawab pertanyaan tentang pemijatan bayi dengan lancar dan penuh keyakinan,
mengerti
dan
memahami
manfaat
pijat
bayi
untuk
meningkatkan berat badan bayi, meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, membuat bayi tidur lebih lelap,
meningkatkan ikatan kasih sayang orang tua dan anak (bonding attachment), serta meningkatkan produksi ASI. Pemijatan bayi adalah terapi sentuh tertua dan terpopuler yang dikenal manusia. Pijat bayi telah lama dilakukan hampir di seluruh dunia termasuk di Indonesia dan diwariskan secara turun temurun
(Roesli,
2009). Pemijatan bayi bukan merupakan hal baru di Indonesia dan dalam sosialisasinya masih berlangsung sampai saat ini melalui petugas kesehatan, majalah, dan media-media cetak lainnya. Pada penelitian ini mayoritas pengetahuan Ibu tentang pijat bayi di Puskesmas Pamulang adalah baik, terbukti dari 70 responden yang menjawab kuesioner sejumlah 6 (30,0%) soal dapat diketahui 31 (44,3%) Ibu yang mempunyai bayi berpengetahuan baik, 21 (30,0%) Ibu yang mempunyai bayi berpengetahuan
cukup,
dan
18
(25,7%)
Ibu
yang
mempunyai
berpengetahuan kurang. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noor (2009) tentang Gambaran Pengetahuan dan Praktik Pijat Bayi 06 Bulan di Desa Tirta Kencana. Pada penelitian tersebut pengetahuan Ibu tentang pijat bayi di bagi menjadi empat ketegori, yakni sebanyak 10 responden (31,25%) mempunyai pengetahuan baik, 17 responden (53,12%) mempunyai pengetahuan cukup, dan 5 responden (15,62%) mempunyai pengetahuan kurang, dan 1 responden (2,38%) memiliki pengetahuan yang sangat kurang tentang pijat bayi. Pengetahuan menurut Locke (2004, dalam Notoatmodjo 2007) menjelaskan bahwa setelah manusia mendapatkan informasi–informasi
akan diolah lebih lanjut dengan memikirkan, mengolah, mempertanyakan, menggolongkan dan merefleksikan. Pengetahuan yang sudah cukup baik ini hendaknya dipertahankan dan diperdalam dengan cara memberikan informasi seputar pijat bayi melalui promosi kesehatan dari pihak puskesmas yang dilengkapi dengan leflet atau poster agar pemberian informasi lebih menarik dan dapat diterima secara maksimal.
B. Gambaran Sikap Ibu Terhadap Pemijatan Bayi Notoatmodjo (2003) mengatakan sikap adalah respon individu yang masih bersifat tertutup terhadap suatu rangsangan dan sikap tidak dapat diamati secara langsung oleh individu lain. Sikap merupakan suatu produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya dan sikapnya belum tentu merupakan tindakan yang aktif, tetapi merupakan tindakan predisposisi dari tingkah laku (Marat, 1984). Pada penelitian ini sikap Ibu yang memiliki bayi adalah bagaimana Ibu bersikap terhadap pemijatan bayi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dari 35 Ibu yang memiliki bayi (50%) memiliki sikap yang positif terhadap pemijatan bayi, sedangkan 35 Ibu yang mempunyai bayi (50%) memiliki sikap yang negatif terhadap pemijatan bayi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata Ibu yang mempunyai bayi yang berkunjung ke Puskesmas Pamulang khususnya di ruang KIA memiliki sikap yang seimbang antara positif dan negatif
terhadap pemijatan bayi. Sikap positif yang dimaksud adalah
adanya keinginan dari Ibu tersebut untuk melakukan pemijatan bayi
sedangkan sikap negatif yang dimaksud adalah tidak adanya keinginan dari Ibu tersebut untuk melakukan pemijatan bayi. Hal ini sejalan dengan penelitian Suarti (2010) tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Pijat Bayi Terhadap Sikap dan Praktik Pijat Bayi Di Polindes Harapan Bunda Sukoharjo, menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap positif terhadap pemijatan bayi 20 responden (51,3 %), dan yang memiliki sikap negatif sebanyak 19 responden (48,7%). Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan mayoritas Ibu yang memiliki bayi memiliki sikap yang positif terhadap pemijatan bayi. Sikap Ibu yang positif terhadap pemijatan bayi, dapat dilihat dari 6 pernyataan positif terhadap pemijatan bayi dalam kuesioner dimana sebagian besar responden menjawab setuju. Begitu pula sebaliknya pada 3 pernyataan yang bersifat negatif terhadap pemijatan bayi, sebagian besar responden menjawab tidak setuju. Hal ini dapat disebabkan mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik tentang pemijatan bayi, sehingga ada keinginan yang kuat untuk melakukan pemijatan bayi. Pada penelitian ini didapatkan pula beberapa responden yang memiliki sikap negatif terhadap pemijatan bayi. Hal ini dapat disebabkan ada beberapa responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang pemijatan bayi, sehingga tidak ada keinginan yang kuat untuk melakukan pemijatan bayi. Selain itu dari wawancara dengan beberapa responden, mereka berpendapat bahwa tanpa melakukan pemijatan bayi proses pertumbuhan bayi dapat berjalan dengan normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap ada dua, pertama pengalaman pribadi yang merupakan dasar pembentukan sikap seseorang dan pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional. Kedua, kebudayaan dimana pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan (Marat, 1984 dalam Notoatmodjo 2003). Menurut asumsi peneliti, yang menimbulkan sikap negatif pada pemijatan bayi tersebut karena kurangnya kepercayaan dan keyakinan Ibu yang mempunyai bayi tersebut terhadap pemijatan bayi, yang percaya bahwa tanpa pemijatan bayi pun proses pertumbuhan bayi dapat berjalan dengan normal. Oleh karena itu sikap positif dari Ibu yang memiliki bayi untuk melakukan pemijatan bayi perlu ditingkatkan dengan pemberian informasi dan motivasi secara terus menerus dengan cara menjelaskan berbagai macam manfaat pemijatan bayi diantaranya meningkatkan berat badan bayi, meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, dapat membuat bayi tidur lebih lelap, meningkatkan ikatan kasih sayang orang tua dan anak (bonding attachment), serta meningkatkan produksi ASI dengan demikian diharapkan Ibu yang mempunyai bayi dapat tertarik dengan pemijatan bayi.
C. Gambaran Perilaku Ibu Dalam Pemijatan Bayi Robert Kwick (1974, dalam Notoadmodjo, 2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat
diamati dan bahkan dapat dipelajari. Skinner (1938, dalam Notoadmodjo, 2003) menyatakan perilaku dapat dibedakan menjadi dua. Pertama perilaku terbuka (overt behaviour) yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Kedua perilaku tertutup (covert behaviour) yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Perilaku dalam penelitian ini adalah tindakan yang dapat dilakukan oleh responden dalam melakukan pemijatan bayi. Dalam hal ini cara yang terbaik untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku yang dilakukan oleh responden dalam melakukan pemijatan bayi adalah dengan cara mengobservasi secara langsung kepada Ibu yang melakukan pemijatan bayi dengan cara mengurut pada bagian tubuh tertentu seperti kedua kaki dan tangan secara bergantian, badan, punggung, serta wajah saat penelitian. Peneliti berasumsi bahwa Ibu yang terbiasa melakukan pemijatan pada bayinya selama di rumah cenderung tepat dan terampil melakukan pemijatan bayi. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebanyak 41 Ibu yang mempunyai bayi (58,6%) melakukan pemijatan bayi, sedangkan 29 Ibu yang mempunyai bayi (41,4%) tidak melakukan pemijatan bayi.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan rata-rata Ibu yang mempunyai bayi yang berkunjung ke Puskesmas Pamulang khususnya di KIA melakukan pemijatan bayi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suarti (2010) tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Pijat Bayi Terhadap Sikap dan Praktik Pijat Bayi Di Polindes Harapan Bunda Sukoharjo. Yakni,
perilaku Ibu terhadap pemijatan bayi sangat baik dan positif,
karena adanya keinginan yang kuat untuk melakukan pijat bayi dengan tangan Ibu sendiri, dan Ibu pun akan lebih memperhatikan tumbuh kembang anaknya. Penelitian Dasuki (2007) tentang pengaruh pijat bayi terhadap kenaikan berat badan bayi memperoleh hasil bahwa pada kelompok kontrol, kenaikan berat badan sebesar 6,16%, sedangkan pada kelompok yang dipijat kenaikan berat badan 9,44%. Perilaku merupakan bentuk stimulus, namun dalam memberikan respon sangat tergantung karakteristik atau faktor lain dari orang yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007). Stimulus dalam penelitian ini adalah Ibu yang melakukan pijat pada bayinya. Meskipun stimulusnya sama, akan tetapi respon dari setiap individu berbeda. Dalam penelitian ini faktor lain yang mempengaruhi stimulus ini adalah pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap yang baik diharapkan dapat memberikan stimulus yang baik pula. Ibu yang memiliki bayi sebaiknya mempunyai pemikiran bahwa dengan melakukan pemijatan bayi sama halnya dengan menjaga hubungan batin antara Ibu dan anak. Sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo (2003)
semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah orang tersebut menerima informasi. Pengalaman merupakan pendekatan yang penting dalam upaya memecahkan suatu masalah seperti melakukan pijat bayi (Notoatmodjo, 2003). Pada penelitian ini, faktor-faktor yang menyebabkan Ibu yang mempunyai bayi tidak melakukan pijat bayi, karena pengetahuan Ibu yang masih kurang tentang pemijatan bayi dan beberapa Ibu memiliki sikap yang negatif terhadap pemijatan bayi. Hal ini ditunjukan oleh jawaban responden pada kuesioner pengetahuan dan sikap pada Ibu yang tidak melakukan pemijatan bayi. Menurut Johnson (1990), proses terbentuknya suatu perilaku terdiri dari tiga unsur. Gangguan yang terjadi pada satu unsur dapat mengganggu unsur lainnya, dan setiap unsur memiliki fungsi masing-masing. Unsur pertama adalah tujuan/dorongan, didefinisikan sebagai tujuan dari suatu perilaku. Unsur kedua adalah tindakan yang akan dilakukan oleh seseorang yang mengacu pada suatu tujuan. Ketiga adalah masing-masing unsur mempunyai pilihan perilaku alternatif untuk mencapai tujuan khusus. Perilaku yang terbentuk pada seseorang dapat diperoleh melalui pembelajaran, penguasaan dan pengalaman. Jadi, dapat disimpulkan perilaku yang dilakukan seseorang pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hal tersebut sama halnya dengan Ibu yang melakukan pijat bayi, yaitu mencapai peningkatan tumbuh kembang bayi. Pijatan lembut pada tubuh bayi memberikan pengalaman positif yang luar biasa antara bayi
dengan orangtuanya, dan meningkatkan fungsi motorik (memperkuat jalinan otot bayi yang mengalami down syndrome atau gangguan perkembangan mental) (Subakti dan Deri, 2008) Dalam pandangan Johnson (1990), tujuan keperawatan adalah mempertahankan, memulihkan, atau mencapai keseimbangan stabilitas dalam sistem perilaku klien. Jika seseorang tidak dapat beradaptasi atau menyesuaikan dengan tekanan lingkungan eksternal, maka perawat bertindak sebagai kekuatan pengatur eksternal untuk memodifikasi atau mengubah struktur atau memandu kebutuhan fungsi guna memulihkan kestabilan. Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari separuh Ibu melakukan pemijatan bayi (58,6%). Pemijatan bayi memiliki banyak manfaat khususnya untuk Ibu yang mempunyai bayi, maka dari itu sangatlah penting bagi tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan preventif mengenai pemijatan bayi, agar dapat meningkatkan perilaku Ibu yang mempunyai bayi untuk melakukan pijat bayi.
D. Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Ibu Terhadap Pemijatan Bayi Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan dengan variabel perilaku pemijatan bayi pada Ibu dengan nilai p = 0,329 (p > 0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) tentang Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas dengan Praktik Pijat bayi di Rumah Bersalin Bunda Setia tahun 2011 diperoleh nilai p = 0,313 (p<0,05), dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu tentang pijat bayi. Menurut Notoadmodjo (2003), semakin tinggi pengetahuan seseorang semakin mudah untuk menerima hal–hal yang baru, sebaliknya apabila pengetahuan kurang akan lebih sulit untuk bersikap dan bertindak. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, akan menimbulkan perilaku yang baik. Sementara itu perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama. Pemijatan dilakukan karena adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yaitu pengetahuan sebagai stimulus dan sebagai reaksi pijat bayi. Ibu yang memiliki pengetahuan cukup tinggi tentang pijat bayi meyakini bahwa pijat bayi merupakan awal yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, maka Ibu cenderung untuk melakukan pijat bayi. Sebaliknya
Ibu
yang
berpengetahuan
kurang,
cenderung
tidak
berkeinginan untuk melaksanakan pemijatan bayi. Hal ini dapat disebabkan Ibu belum memahami pijat bayi baik langkah–langkah gerakan pijat serta manfaat–manfaat yang dapat berdampak positif bagi tumbuh kembang bayi. Beberapa faktor penghambat juga mempengaruhi pelaksanaan pijat bayi yaitu, rasa malas, tidak adanya keinginan serta kurangnya motivasi untuk melakukan pijat bayi. Menurut pernyataan Benyamin Bloom (2003) terbentuknya suatu perilaku baru, dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan akan menimbulkan respons
batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui dan disadari sepenuhnya yang menimbulkan respon lebih jauh yaitu berupa tindakan (action) sehubungan dengan stimulus yang telah diketahui. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan Ibu tentang pemijatan bayi terhadap perilaku pemijatan bayi. Oleh karena itu sangatlah penting bagi tenaga kesehatan Puskesmas Pamulang Tangerang Selatan untuk memberikan lebih banyak informasi dan motivasi tentang pemijatan bayi sehingga diharapkan dengan mempunyai pengetahuan yang baik tentang pemijatan bayi maka Ibu memiliki keinginan untuk melakukan pijat bayi. Pada akhirnya pengetahuan tersebut akan menjadi dasar yang kuat untuk menumbuhkan suatu perilaku (tindakan).
E. Hubungan Sikap Dengan Perilaku Pemijatan Bayi Proporsi perilaku yang tepat melakukan pemijatan bayi yang mempunyai sikap positif lebih besar (34,3%) dibandingkan dengan proporsi perilaku yang tepat melakukan pemijatan bayi yang mempunyai sikap negatif (7,1%). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara variabel sikap dengan variabel perilaku pemijatan bayi (p < 0,05). Pada penelitian ini hasil OR diketahui 13,091. Hal ini berarti Ibu yang memiliki sikap negatif beresiko tidak melakukan pemijatan bayi dibandingkan dengan Ibu yang memiliki sikap positif. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Green (1980) yang mengatakan bahwa sikap merupakan predisposisi yang mendasari
perubahan perilaku seseorang. Seseorang akan siap melakukan sesuatu jika reaksi terhadap objek tersebut positif, karena sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa antara sikap dan perilaku tidak berhubungan secara langsung, akan tetapi masih terdapat variabel antara yaitu kehendak atau niat (Ajzen & Fishbein, 1980; Fishbein & Middlestadt, 1989). Sikap merupakan penentuan yang dilakukan individu atau merupakan pernyataan (ekspresi) tentang seseorang yang menyukai atau tidak menyukai terhadap objek (stimulus) (Ajzen & Fishbein, 1980). Menurut asumsi peneliti, sikap yang muncul disini bisa diartikan apabila semakin baik (positif) sikap Ibu terhadap program pemijatan bayi, biasanya ada kecenderungan untuk mengikuti pemijatan bayi. Perubahan perilaku dalam hal kerja sama berbagai kegiatan merupakan hasil dari adanya perubahan setelah proses belajar, yaitu proses perubahan sikap yang tadinya tidak percaya diri menjadi lebih percaya diri karena pengetahuan atau keterampilannya yang semakin bertambah. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan (penambahan) pengetahuan atau keterampilan serta adanya perubahan sikap yang sangat jelas (Nursalam, 2007). Menurut
Allport
(1954,
dalam
Notoadmodjo,
2003)
sikap
mempunyai tiga komponen pokok, yaitu kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi
terhadap objek, dan kecenderungan untuk bertindak. Pada penelitian ini, Ibu yang memiliki sikap positif terhadap pemijatan bayi cenderung untuk melakukan pemijatan bayi, sedangkan Ibu yang memiliki sikap negatif terhadap pijat bayi cenderung tidak melakukan pemijatan bayi.
F. Keterbatasan Penelitian Peneliti
menyadari
adanya
keterbatasan
dalam
pelaksanaan
penelitian ini, keterbatasan penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan data dengan kuesioner memungkinkan responden menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak mengerti maksud pertanyaan sehingga hasilnya kurang mewakili. 2. Belum ada instrumen pengumpulan data yang baku dalam penelitian ini, sehingga instrumen dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan literatur yang didapatkan mengenai pemijatan bayi. 3. Houthrone effect ; subjek penelitian mengetahui bahwa dirinya sedang diteliti sehingga dapat mempengaruhi jawaban responden. 4. Selama proses pengumpulan data ada beberapa kendala yang dialami
peneliti,
diantaranya
beberapa
responden
kurang
bersahabat saat dilakukan wawancara penerimaan sehingga jawaban yang diberikan cenderung sekedarnya saja. Hal ini bisa menyebabkan bias informasi.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki pengetahuan yang baik tentang pemijatan bayi. Tingkat pengetahuan responden yang baik dapat dijadikan dasar dalam pembentukan perilaku Ibu yang mempunyai bayi untuk melakukan pemijatan bayi, karena pengetahuan merupakan domain terendah dalam pembentukan perilaku seseorang. 2. Sikap responden dalam penelitian ini memiliki sikap yang seimbang antara sikap positif dan negatif terhadap pemijatan bayi. Hal ini dapat disebabkan ada beberapa responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang pemijatan bayi begitupun sebaliknya ada beberapa responden yang memiliki pengetahuan yang kurang, sehingga ada dan tidak adanya keinginan yang kuat untuk melakukan pemijatan bayi berimbang. Sikap merupakan faktor pendorong seseorang untuk melakukan pijat bayi. 3. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh Ibu melakukan pemijatan bayi. Domain praktek dalam pembentukkan suatu perilaku mempunyai nilai yang sangat penting, karena pengetahuan yang tinggi
dan sikap yang positif terhadap pemijatan bayi akan berkontribusi terhadap perilaku pemijatan bayi. 4. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan dengan variabel perilaku Ibu dalam pemijatan bayi. Perilaku Ibu yang mempunyai bayi dan tidak melakukan pijat bayi disebabkan pengetahuan dan keyakinan yang kurang sehingga mempengaruhi pelaksanaan pijat bayi. 5. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara variabel sikap dengan variabel perilaku Ibu dalam pemijatan bayi (p < 0,05). Sikap yang positif dari Ibu yang mempunyai bayi menyebabkan Ibu cenderung untuk melakukan pijat bayi, sedangkan sikap yang negatif terhadap pemijatan bayi menyebabkan Ibu cenderung untuk tidak melakukan pijat bayi.
B. Saran 1. Bagi masyarakat Pijat bayi sangat penting bagi bayi karena dapat meningkatkan berat badan bayi, meningkatkan pertumbuhan bayi, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, dan meningkatkan konsentrasi bayi serta membuat bayi tidur lebih lelap. Maka dari itu diharapkan Ibu yang mempunyai bayi dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan pijat bayi, mengingat bahwa pijat bayi itu sangat penting untuk dilakukan agar lebih meningkatkan ikatan kasih sayang orang tua dan anak.
2. Bagi tenaga kesehatan (puskesmas) Puskesmas merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang berbasis preventif, promotif dan kuratif. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan Ibu dan anak, maka diperlukan bagi pihak puskesmas untuk melakukan promosi kesehatan mengenai pijat bayi pada Ibu yang memiliki bayi dan menyelenggarakan program pijat bayi agar Ibu yang mempunayi bayi tertarik dan berminat untuk melakukan pijat bayi. 3. Bagi peneliti selanjutnya Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku Ibu tentang pijat bayi dan perilaku yang diteliti dapat diobservasi sesuai keseluruhan prosedur pijat bayi, agar hasil penelitian yang didapatkan menjadi lebih baik.