HUBUNGAN PELAKSANAAN PERAN DAN FUNGSI AFEKTIF KELUARGA TERHADAP DERAJAT MEROKOK PADA PEROKOK AKTIF SISWA LAKI-LAKI (13-15 TAHUN) DI SMP 3 UNGARAN Eby Rahmadita *) Raharjo Apriyatmoko, S.KM., M.Kes**), Sukarno, S.Kep., Ns**) *) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRACT Adolescence is a period of transition that need attention and assistance from the people nearest him, especially the parents and his family, if the role and function of affective not met could result in smoking behavior in adolescents progressively increased along the development phase marked by increasing frequency and intensity of smoking. This research aims to determine the correlation between the implementation of the role and function of affective family to the smoking degree in male students active smoker (13-15 years) at smp 3 ungaran of the year 2013. This research used study correlation with cross sectional approach. The data collecting used questioner. The population in this research was male students at SMP 3 Ungaran who lived with the family as many as 211 students and sampling technique used proportional stratified random sampling with 139 respondents. Data were statistically analyzed by using kendall tau test. The result show that p value is 0.022 (p < 00,5), it means Ho rejected. This suggest that there is a significant correlation between the implementation of the role and function of affective family to the smoking degree in male students active smoker (13-15 years) at smp 3 ungaran of the year 2013. It is expected for parents to be able to carry out the role and function of affective as well as being of good role model or a teacher for children. Literatures
: 27 books (2000-2012)
Keywords
: The role and function of affective family, smoking degree
PENDAHULUAN Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang dijumpai dalam masyarakat dan merupakan masalah kesehatan yang serius. Sejarah panjang kebiasaan merokok ternyata terus berlanjut, dewasa ini di seluruh dunia diperkirakan terdapat 1,26 miliar perokok. Data WHO menyebutkan, di negara berkembang jumlah perokoknya 800 juta orang, hampir tiga kali lipat negara maju. Setiap tahun ada 4 juta orang yang meninggal akibat kebiasaan merokok dan tidak kurang dari 700 juta anak-anak terpapar asap rokok dan menjadi perokok pasif. Macam-macam perokok meliputi: Perokok aktif : orang yang secara langsung menghisap rokok dan perokok pasif : Yaitu orang yang tidak secara langsung menghisap rokok tetapi menghisap asap rokok yang dikeluarkan dari mulut orang yang sedang merokok. Ada beberapa tipe perokok yang digolongkan menjadi 3 bagian berdasarkan kemampuannya menghisap rokok dalam sehari yaitu perokok berat, sedang dan ringan. (Triswanto, 2007). Para peneliti mendapati perokok ringan di kalangan remaja terus naik, dari 67,2% pada 1991 menjadi 79,4% pada 2009. Di sisi lain, presentase perokok berat turun dari 18% menjadi 7,8%. Tingginya presentasi perokok ringan di kalangan remaja tidak bisa diterima. Para guru dan orang tua seharusnya tidak memandang rendah resiko yang akan diciptakan. Usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara usia 1113tahun. Mereka pada umumnya merokok sebelum usia 18 tahun (Smet, 1994). Perokok usia muda di Indonesia semakin meningkat. Hasil survey sosial ekonomi memperlihatkan, terjadi peningkatan yang mengkhawatirkan perokok di kalangan di bawah usia 19 tahun, dari 69 % tahun 2001 meningkat menjadi 78 % di tahun 2004 yang lalu. (YKI, 2008). Aktivitas merokok di kalangan pelajar khususnya pelajar di tingkat SMU bukan merupakan hal yang
baru. Aktivitas merokok yang biasa dilakukan kaum pria, saat ini telah merambah dan sudah dilakoni pula oleh kaum hawa. Dari nikmatnya merokok yang dinilai mengasyikkan dari sebagian orang perokok ternyata tersimpan hal negatif yang bisa ditimbulkan rokok. Setara 4.000 zat kimia yang terdapatdalam sebatang rokok menjadi sumber penyakit ataupun memperparah penyakit yang diderita seseorang. (Baradja, 2008). Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang terikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap aggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain. (Harmoko, 2012). Kelurga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga inilah pendidikan kepada individu dimulai dan dari keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari keluarga. (Setiadi, 2008). Peran keluarga menurut Harmoko (2012) yaitu setiap posisi formal dalam keluarga. Peran adalah serangkaian perilaku yang di harapkan sesuai dengan posisi sosial yang di harapkan. Keluarga membagi peran secara merata kepada para anggotanya yang terdiri dari peran formal dan informal keluarga. Fungsi keluarga menurut Harmoko (2012) terdiri dari fungsi biologis, fungsi psikologis, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan. Sedangakan menurut Friedman 1988 mengidentifikasikan 5 fungsi dasar keluarga diantaranya adalah fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan keluarga. Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi dan tugas keluarga yang dapat dijalankan. Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi efektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Fungsi efektif
meliputi : Saling mengasuh, kasih sayang, saling menerima, kehangatan, saling mendukung antara anggota keluarga, saling menghargai, bila anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif maka fungsi efektif akan tercapai. Ikatan dan identifikasi, ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup Baru (Friedman 1998). Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Adanya perceraian, kenakalan anak atau masalah lain yang sering timbul dalam keluarga dikarenakan fungsi afektif yang tidak terpenuhi. (Harmoko, 2012). Peran dan fungsi orangtua dalam keluarga adalah sebagai pendidik, pengawasan kesehatan, konsultan atau penasehat, dan modifikasi lingkungan, yang akan mempengaruhi pada tingkat dan derajat kesehatan keluarga. Orangtua seharusnya mengenal masalah kesehatan keluarga, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, mempertahankan suasana rumah yang sehat, apabila orangtua sudah melakukan hal tersebut perilaku buruk (merokok) yang dapat mengganggu kesehatan keluarga (anak) tidak akan terjadi karena pada masa anak peran orangtua sangat dominan dibandingkan dengan lingkungan luar. Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan yakni dengan wawancara terhadap 7 siswa SMP 3 Ungaran didapatkan bahwa 5 siswa dengan orang tua/keluarga perokok, 3 siswa mengatakan orang tuanya mengetahui mereka merokok, 2 diantaranya tanpa larangan dan teguran dari orang tua bahkan terkadang diberikan rokok oleh orang tuanya dan 1 diantaranya mendapat larangan dan teguran dari orangtuanya agar mereka juga tidak merokok, sedangkan 2 siswa mengatakan orang tuanya tidak mengetahui mereka merokok, mereka selalu merokok diluar rumah karena mereka mendapat larangan dari orang tuanya agar mereka tidak merokok seperti orang tuanya. Pada 2 orang siswa dengan orang tua/keluarga tidak perokok,
keduanya mengatakan orang tua mereka tidak mengetahui bahwa mereka merokok. Dari awal mereka mendapat larangan dari orang tuanya agar mereka tidak mencoba untuk merokok. Orang tua mereka juga memberi tahu mereka tentang akibat dari merokok yang tidak baik bagi kesehatan hanya saja mereka belajar merokok dari temannya yang sering mengajak mereka, akibat penasaran mereka akhirnya mencoba dan mulai terbiasa merokok. Dari keterangan-keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat anak yang merokok dengan keluarga perokok dan ada pula anak yang merokok dengan keluarga yang tidak perokok. Mereka semua tidak lepas dari perhatian dan kasih sayang orang tua mereka. Dari masalah yang muncul diatas penelitian tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Hubungan pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga terhadap derajat merokok pada perokok aktif siswa laki-laki (13-15 tahun) di SMP 3 Ungaran. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif korelasi. Deskriptif Korelasi bertujuan mengungkap hubungan korelasi antar variabel. pendekatan yang digunakan adalah Cross Sectional. (Arikunto, 2006). Penelitian ini dilakukan pada siswa di SMP 3 Ungaran dengan jumlah populasi 211 siswa dengan teknik smpling stratified random sampling yaitu suatu cara pengambilan sampel dengan cara mengambil dari populasi yang terdiri dari unit yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda atau heterogen (Notoatmodjo, 2002). Sampel dalam penelitian ini adalah 139 siswa dari kelas X,XI dan XII. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah kuesioner tentang peran dan fungsi afektif keluarga dan derajat merokok. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian telah dilakukan uji validitas.
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Kendal Tau, dengan Koefisien kendall tau (-1<0<1) dengan ketentuan p value < 0,05. HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat 1. Peran dan Fungsi Afektif Keluarga Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Peran dan Fungsi Afektif Keluarga di SMP 3Ungaran Peran dan Fungsi Afektif Persentase Keluarga Frekuensi (%) Kurang 15 10,8 Cukup 40 28,8 Baik 84 60,4 Total 139 100,0 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai peran dan fungsi afektif keluarga yang baik yaitu sebesar 84 responden (60,4%), sedangkan responden mempunyai peran dan fungsi afektif keluarga yang cukup sebesar 40 responden (28,8%) dan responden mempunyai peran dan fungsi afektif keluarga yang kurang sebesar 15 responden (10,8%). 2. Derajat Merokok Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Merokok di SMP 3 Ungaran Derajat Persentase Merokok Frekuensi (%) Berat 14 10,1 Sedang 55 39,6 Ringan 70 50,4 Total 13 100, 9 0 Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai derajat merokok ringan yaitu sebesar 70 responden (50,4%), sedangkan responden yang mempunyai derajat merokok sedang yaitu sebesar 55 responden (39,6%) dan responden yang mempunyai derajat
merokok berat yaitu sebesar 14 responden (10,1%). B. Analisis Bivariat Tabel 5.4 Tabulasi Silang Pelaksanaan Peran dan Fungsi Afektif Keluarga Terhadap Derajat Merokok pada Perokok Aktif Siswa Laki-Laki (13-15 Tahun) di SMP 3 p value = 0,022 =-0,196 Peran Derajat Merokok Total dan Ringan Sedang Berat Fungsi Afektif f % f % f % f % Keluar ga Baik 45 53,6 37 44, 2 2,4 15 100, 0 0 Cukup 22 55,0 13 32, 5 12,5 40 100, 5 0 Kurang 3 20,0 5 33, 7 46,7 84 100, 3 0 Total 70 50,4 55 39, 14 10,1 139 100, 6 0 Tabel 5.4 menunjukkan bahwa persentase responden yang mempunyai derajat merokok berat dengan pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga yang kurang (46,7%) lebih besar dibandingkan dengan peran dan fungsi afektif keluarga yang cukup (12,5%) dan baik (2,4%). Uji statistik dengan korelasi Kendall Tau didapatkan p value=0,022≤0,05 sehingga ada hubungan yang signifikan antara peran dan fungsi afektif keluarga terhadap derajat merokok pada perokok aktif siswa laki-laki (13-15 tahun) di SMP 3 Ungaran. Angka korelasi Kendall Tau=0,196 menunjukkan korelasi negatif yang berarti semakin baik peran dan fungsi afektif keluarga maka derajat merokok akan semakin ringan. PEMBAHASAN A. Gambaran Pelaksanaan Peran dan Fungsi Afektif Keluarga pada Perokok Aktif Siswa Laki-Laki (1315 Tahun) Di SMP 3 Ungaran Dari uraian tentang hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, sebagian besar pelaksanaan peran dan
fungsi afektif keluarga dengan kategori baik, yaitu sebanyak 84 orang (60,4%) dilihat dari hasil kuesioner di dalam itemitem pertanyaan yang telah diisi oleh responden yaitu 59,7 % orang tua menganjurkan anak untuk tidak merokok dan menegur anak jika tahu anak merokok, 63,3 % orang tua menjelaskan tentang bahaya merokok, 57,6% dengan anggota keluarga yang sakit langsung di bawa ke pelayanan kesehatan, 63,3 % dengan keluarga saling menyayangi satu sama lain serta selalu bermusyawarah dalam membicarakan perbedaan pendapat yang terjadi didalam keluarga, 59% orang tua selalu menerima dan mendukung keinginan anak, 55,4 % hubungan dalam keluarga baik dan keluarga selalu mendengarkan pendapat anak serta menghargai keputusan anak. Hal ini menujukkan bahwa sebagian besar keluarga responden memiliki hubungan yang baik dengan anak remajanya. Keluarga tersebut mampu menciptakan hubungan yang baik dalam hal saling menghormati hak-hak anggota keluarga khususnya hak anak remaja. Keseimbangan ini dapat dicapai apabila anggota keluarga menghormati hak, kebutuhan, dan tanggung jawab anggota keluarga dalam hal ini anak remaja. Dalam hal saling asuh menggambarkan keluarga mampu memberikan perhatian, kehangatan, dukungan, cinta dan penerimaan. Dari peranan tersebut, nyatalah betapa pentingnya keluarga terutama bagi perkembangan kepribadian seseorang. Adanya fungsi afektif juga sangat menentukan kebahagiaan dalam keluarga. Adanya perceraian, kenakalan anak atau masalah lain yang sering timbul dalam keluarga dikarenakan fungsi afektif yang tidak terpenuhi. Pelaksanaan peran dan fungsi afektif yang baik antara orang tua dan anak akan terbentuk apabila ada persamaan perasaan dan perhatian yang terjadi antara anak dan orang tua. Keluarga sebagai tauladan dalam menanamkan kepercayaan nilai,
sikap dan mekanisme koping, memberikan umpan balik dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah. Pelaksanaan peran dan fungsi afektif bagi sebuah keluarga yang ideal salah satunya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam afektif terhadap anggota keluarganya. Walaupun sebagian besar sudah baik, namun masih terdapat juga keluarga yang memilik pelaksanaan peran dan fungsi afektifnya kurang baik. Dari hasil penelitian didapatkan 15 responden (10,8%) dengan keadaan tersebut. Pelaksanaan peran dan fungsi afektif di dalam keluarga terkadang sulit untuk berjalan dengan baik. Peningkatan ini bisa terjadi karena beberapa faktor yang telah dibicarakan yang melibatkan pendewasaan remaja dan pendewasaan orang tua. Perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif termasuk meningkatnya idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berpusat pada kebebasan dan jati diri, harapan yang tak tercapai, dan perubahan fisik, kognitif dan sosial orang tua sehubungan dengan usia paruh baya. Peran dan fungsi afektif bagi sebuah keluarga yang ideal salah satunya jika berhasil dalam melaksanakan tugasnya sesuai peranannya dalam keluarga, serta menciptakan suasana rumah yang harmonis dan sehat sebab keberhasilan melaksanakan fungsi afektif itu tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Namun jika peran dan fungsi afektif keluarga itu tidak berjalan dengan baik akan mengakibatkan terjadinya disorganisasi keluarga yaitu adanya perpecahan dalam keluarga. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan perilaku anak, biasanya sering mengarah ke dalam hal-hal yang negatif seperti merokok B. Gambaran Mengenai Derajat Merokok Responden pada Perokok Aktif Siswa Laki-Laki (13-15 Tahun) Di SMP 3 Ungaran Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat merokok di SMP 3 Ungaran pada
umumnya ringan. Hal ini terlihat pada tabel 5.3 yang menunjukkan bahwa dari 139 responden, terdapat 70 atau (50,4%) responden dengan derajat merokok ringan. Terlihat dalam pertanyaan yang telah diisi oleh responden yaitu menghisap rokok dalam sehari yaitu 1-4 batang/hari. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor yang mempengaruhi seorang anak merokok. Baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan luar. Melalui lingkungan itulah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Hal ini berarti bahwa faktor lingkungan yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan teman sebaya memberikan sumbangan yang berarti dalam perilaku merokok remaja. Faktor dari dalam remaja dapat dilihat dari kajian perkembangan remaja. Dari hasil penelitian didapatkan umur remaja berkisar 13-15 tahun, dimana pada masa usia tersebut masa seorang remaja sedang mencari jati dirinya. Hal ini di dukung oleh pendapat Erikson (1989) dalam Komalasari (2007)yang mengatakan bahwa remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis psikososial yang dialami dalam masa perkembangannya, yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati drinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan masa topan karena tidak sesuai antara perkembangan psikis dan sosial. Upayaupaya untuk menentukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Beberapa remaja melakukan perilaku merokok sebagai cara kompensatoris. Perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan dan daya tarik kepada lawan jenis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat remaja SMP 3 Ungaran 14 atau (10,1%) responden dengan derajat merokok berat. Tingginy intensi merokok siswa tersebut menggambarkan bahwa remaja di sekolah tersebut memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menilai secara positif mengenai objek rokok dan
model perokok di sekitarnya, serta tingginya kecenderungan untuk coba-coba merokok di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah pada umumnya. Hal ini juga disebabkan sifat nikotin adalah adiktif (Triswanto, 2007). Sehingga ketika frekuensi dan intensitas merokok menjadi meningkat mengakibatkan mereka ketergantungan nikotin. Perilaku merokok di masyarakat tidak terjadi tanpa adanya hal-hal yang mendorong perokok untuk melakukan tindakan tersebut.Banyak faktor yang mendorong individu untuk merokok. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok adalah faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan keluarga dan lingkungan sebaya, serta kepuasan psikologis (Komalasari & Helmi, 2000). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil dari analisis data Susenas tahun 2001 diperoleh data umur mulai merokok kurang dari 20 tahun cenderung meningkat dan lebih dari separuh perokok mengkonsumsi lebih dari 10 batang per hari, bahkan yang berumur 10 – 14 tahun pun sudah didapat sebesar 30,5% yang mengkonsumsi lebih dari 10 batang per hari diantaranya 2,6% yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang per hari. Dari hasil penelitian didapatkan responden dengan orang tua yang juga perokok sebanyak 94 responden (67,6%). Hal ini juga bisa menjadi salah satu faktor anak melakukan perilaku merokok. Triswanto (2007) menjelaskan bahwa biasanya faktor yang paling besar anak usia remaja merokok adalah dari kebiasaan orangtuanya sendiri sebagai figur tauladan bagi anak. Sebagai contoh jika ada orang tua yang merokok kebanyakan anak akan mencontoh perilaku yang dilakukan orang tuanya yaitu merokok. Begitu pula dengan hal lainnya, sebab keluarga memberikan pondasi primer terhadap pembentukan kepribadian dan perkembangan anak. Sehingga bagi keluarga yang tingkat pelaksanaan peran dan fungsi afektif baik maka kemungkinan anak melakukan kenakalan sangat kecil.
Ada beberapa tipe perokok yang digolongkan menjadi 3 bagian berdasarkan kemampuannya menghisap rokok dalam sehari yaitu perokok berat, sedang dan ringan. (Triswanto, 2007). Para peneliti mendapati perokok ringan di kalangan remaja terus naik, dari 67,2% pada 1991 menjadi 79,4% pada 2009. Di sisi lain, presentase perokok berat turun dari 18% menjadi 7,8%. Tingginya presentasi perokok ringan di kalangan remaja tidak bisa diterima. Para guru dan orang tua seharusnya tidak memandang rendah resiko yang akan diciptakan. Usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara usia 11-13tahun. Mereka pada umumnya merokok sebelum usia 18 tahun. C. Hubungan Pelaksanaan Peran Dan Fungsi Afektif Keluarga Terhadap Derajat Merokok Pada Perokok Aktif Siswa Laki-Laki (13-15 Tahun) Di Smp 3 Ungaran. Berdasarkan uji statistik kendall tau dengan tingkat kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan α = 0,05 didapatkan nilai p value sebesar 0,022 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa ada hubungan antara pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga terhadap derajat merokok pada perokok aktif siswa laki-laki (13-15 tahun) di SMP 3 ungaran. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga responden baik derajat merokoknya ringan sebanyak 45 responden (53,6%). Hal ini disebabkan karena Keluarga juga merupakan suatu sistem. Keluarga merupakan sistem yang terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh suprasistemnya, yaitu lingkungan atau masyarakat. Dari keluarga inilah pendidikan kepada individu dimulai dan dari keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari keluarga (Setiadi, 2008). Adanya dukungan keluarga seperti perhatian orang tua terhadap aktivitas anak, penerapan disiplin yang efektif,
mendengarkan pendapat anak dan adanya kasih sayang dari orang tuadapat menjadi pemicu anak untuk tidak melakukan perilaku menyimpang seperti merokok. Masa pertumbuhan anak adalah masa dimana seseorang sedang mengalami masa kritis sebab ia akan menginjak ke masa peralihan atau masa transisi. Masa remaja merupakan masa transisi yang perlu mendapatkan perhatian dan bimbingan terhadap permasalah yang dialami oleh remaja, karena perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja tersebut. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa yang mebingungkan dirinya, anak membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua dan keluarganya. Masalah keluarga yang nroken home bukan mejadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama dari kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan dunia keakraban yang diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari kehidupan. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa yang membingungkan dirinya, anak membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dekat dengannya terutama orang tua dan keluarganya. Perceraian, kenakalan anak atau masalah keluarga yang sering timbul disebabkan karena tidak berjalannya peran dari setiap anggota keluarga serta fungsi afektif yang tidak terpenuhi. Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Jika remaja tidak mampu mengatasi perubahan-perubahan tersebut dengan baik dan ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial menyebabkan remaja berada dalam kondisi di bawah tekanan atau stres dan terjadi permasalahan lainnya sehingga berakibat pada perilaku-perilaku negatif. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang
ada pada diri remaja. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Perilaku anak tidak terlepas dari pengaruh orang tua dan lingkungan di sekitarnya. Begitupun kebiasaan merokok pada anak. Tumbuh dalam lingkungan dengan keseharian orang-orang yang terbiasa merokok sedikit tidaknya akan menggiring persepsi anak bahwa merokok merupakan hal biasa yang dilakukan dilingkungannya, apalagi bila orang tuanya juga biasa merokok di depan mereka. Berdasarkan tabel 5.4 hubungan antara pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga terhadap derajat merokok pada perokok aktif siswa laki-laki (13-15 tahun) di SMP 3 Ungaran yang dilakukan pada 139 siswa ditemukan bahwa pelaksanaan peran dan fungsi afektif yang kurang dengan derajat merokok berat yaitu sebanyak 7 responden (46,7%). Hal ini dapat terjadi karena pelaksanaan peran dan fungsi afektif tidak berjalan dengan baik. Mengakibatkan terjadinya perilaku merokok pada remaja semakin lama semakin meningkat seiring tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok dan sering mengakibatkan mereka ketergantungan nikotin, serta adanya Perilaku merokok yang adiktif. Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang diisapnya berkurang. Conrad and Miller dalam Sitepoe (2000) menyatakan bahwa “seseorang akan menjadi perokok melalui dorongan psikologis dan dorongan fisiologis”. Dorongan psikologis biasanya pada anak remaja adalah untuk menunjukkan kejantanan (bangga diri), mengalihkan kecemasan dan menunjukkan kedewasaan. Dorongan fisiologis adalah nikotin yang dapat menyebabkan ketagihan sehingga seseorang ingin terus merokok. Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja antara lain
faktor orang tua, selain masalah kesehatan, orang tua juga memberi contoh yang tidak baik bagi anak-anaknya. Faktor internal adalah faktor kepribadian merupakan faktor yang mendorong dari dalam untuk merokok biasanya rasa ingin tahu, untuk kesenangan, untuk menghilangkan kesepian, ketegangan dan membebaskan diri dari kebosanan. Pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga juga berpengaruh terhadap timbulnya perilaku menyimpang pada anak. Golongan usia remaja yang rentan terpengaruh kebiasaan merokok ini salah satunya adalah berasal dari suasana rumah tangga yang tidak bahagia, dimana sebagai orang tua kurang memperhatikan anakanaknya dan suka memberikan hukuman secara fisik yang terlalu keras. Kelompok anak ini akan lebih mudah terpengaruh daripada anak-anak yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Sehingga bagi keluarga yang pelaksanaan peran dan fungsi afektifnya baik maka kemungkinan anaknya melakukan perilaku merokok dan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok sangat rendah. Semakin baik pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga akan semakin ringan derajat merokok yang dilakukan oleh anak sebaliknya semakin kurang pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga akan semakin berat derajat merokok yang dilakukan. D. Keterbatasan Penelitian Kesulitan dan keterbatasan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional sehingga data yang diperoleh belum menggambarkan keadaan secara keseluruhan. 2. Selama melakukan penelitian, peneliti menggunakan kuesioner tertutup, dimana hal tersebut tidak memberikan kesempatan kepada responden untuk menggunakan alasan jawaban dari pertanyaan yang diberikan peneliti.
Selain itu ada kemungkinan hasil yang diperoleh tidak mewakili jawaban dari populasi dikarenakan kemungkinan adanya jawaban yang bersifat spekulasi atau hanya meniru jawaban dari responden lain. 3. Pilihan jawaban kuesioner menggunakan pilihan jawaban Ya dan Tidak sehingga tidak dapat mengukur intensitas pelaksanaan dari peran dan fungsi afektif dalam keluarga. KESIMPULAN Ada hubungan antara pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga terhadap derajat merokok pada perokok aktif siswa laki-laki (13-15 tahun) di SMP 3 Ungaran tahun 2013 dimana hasil p value 0,022 < 0,05 SARAN 1. Orang Tua Orang tua hendaknya mengetahui pentingnya peran keluarga baik peran formal maupun informal serta fungsi afektif keluarga dalam memberikan kasih sayang untuk membantu anak agar tidak terjerumus ke perilaku menyimpang seperti merokok khususnya remaja. Dan dapat menjalankan fungsi afektif dengan baik dalam keluarga sesuai tugas perkembangan remaja. 2. Bagi Anak Untuk menghindari merokok hal-hal yang harus diperhatikan anak adalah pemeliharaan teman dan lingkungan. Disarankan pula untuk menyadari efek negatif dari rokok bagi kesehatan. 3. Pihak Sekolak Pihak sekolah disarankan dapat membantu siswa dengan cara membentuk suatu kegiatan atau wadah yang dapat menunjang kreatifitas anak sehingga anak tidak terpengaruh perilaku merokok. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya yang berminat mengangkat tema yang sama diharapkan memmpertimbangkan
variabel-variabel lain yang juga mempengaruhi derajat meokok seseorang yaitu seperti teman, kepribadian dan pengaruh iklan dan disarankan juga melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2006). Proseur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Ali, M. & Asrori, M. (2011). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Pontianak : Bumi Aksara. Astuti, Kamsih. (2007). Hubungan Antara Sikap Terhadap Perilaku Merokok Dan Kontrol Diri Dengan Intensi Berhenti Merokok. Diakses pada 21 Desember 2012, dari http://fpsi.mercubuanayogya.ac.id/wpcontent/uploads/2012/06/Februa ri-2007-Kamsih-Astuti.pdf Dahlan. M. D. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Bdg. Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hasnida & Indri K. (2005). Hubungan Antara Stres Dan Perilaku Merokok Pada Remaja LakiLaki. Diakses pada 21 Desember 2012, dari http://usupress.usu.ac.id/files/Psi kologia%20Vol_%201%20No_ %202%20Des_%202005.pdf#pa ge=49 Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Husaini, Aiman. (2007). Tobat Merokok Rahasia & Cara Empatik
Berhenti Merokok. Jakarta: Pustaka Iman. Komasari, D. & Helmi, AF. (2000). Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada, 2. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Kompas. 2001. Udara Bebas Asap Rokok Adalah HAM; Jakarta: KompasCetak; 1 Juni 2001; hal 25 Mubarak, I.W. (2006).Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : CV. Sagung Seto. Nasution, Indri K. (2007). Perilaku Merokok Pada Remaja. Diakses pada 21 Desember 2012, dari http://library.usu.ac.id/download /fk/132316815.pdf Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktek. Alih Bahasa, Yasmin Asih. Ed.4. Jakarta : EGC. Riwidikdo, Handoko. (2012). STATISTIK KESEHATAN Belajar Mudah Teknik Analisa Data Dalam Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software PSS). Yogyakarta: Nuha Medika. Rey, J. (2002). More than Just The Blues: Understanding Serious Teenage Problems. Sydney: Simon & Schuster Sarwono, W. Sarlito. (2005). Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Pers. Sirait, M. A. Dkk. (2001). Perilaku Merokok Di Indonesia. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Semarang: PT Gramedia. Soekanto, Soerjono. (2009). Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. (2003). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukendro, Suryo. (2007). Filosofi Rokok Sehat Tanpa Berhenti Merokok. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. Rachmat, Muchjidin. (2010). Pengembangan Ekonomi Tembakau Nasional: Kebijakan Negara Maju Dan Pembelajaran Bagi Indonesia. Diakses pada 26 Desember 2012, dari http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/j urnal/81106783_1693-2021.pdf
Triswanto, Sugeng D. (2007). Stop SMOKING Anda Harus Yakin Akan Bahaya Merokok Maka Anda Akan BERHENTI MEROKOK. Yogyakarta: Progresif Books. WHO. (2008). WHO Report on the Global Tobacco Epidemic. The Manpower Package. World Health Organization.