HUBUNGAN KERAPATAN LAMUN DENGAN KELIMPAHAN BIVALVIA DIPESISIR PANTAI DOLPIN DESA TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN
Hermala Mahasiswa, Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP UMRAH,
[email protected]
Andi Zulfikar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
[email protected]
T. Said Raza’I Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
[email protected]
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan kerapatan lamun dan kelimpahan bivalvia yang ada di Pantai Dolpin, Desa teluk bakau. Berdasarkan survei diketahui bahwa perairan di Desa Teluk Bakau merupakan perairan yang sering dijadikan lokasi wisata pantai. Selain itu, Di kawasan tersebut juga banyak ditumbuhi lamun. Selalunya bivalvia berasosiasi dengan tumbuhan lamun dalam siklus rantai makanan, tidak heran jika air laut mulai surut khususnya masyarakat local beramai-ramai mulai menyusuri kawasan lamun tersebut untuk mencari hewan benthos lainnya yang bisa dimanfaatkan. Penelitian ini meggunakan metode survey dimana peneliti memperoleh data melalui data primer dan data sekunder. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, diketahui hasil dari uji korelasi tersebut menyebutkan bahwa hubungan yang terjadi di Pantai Dolpin dengan dua variable tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan, bermaksud kedua variable tersebut tidak linier (searah). Selanjutnya hasil dari uji korelasi menyebutkan bahwa nilai r = -0,10, hal ini menyimpulkan hubungan antara kedua variable lemah. Berdasarkan penelitian ini perlu adanya upaya pengelolaan penangkapan bivalvia agar keberadaan bivalvia dan lamun di alam tidak mengalami kerusakan bahkan kelangkaan. Untuk itu diharapkan pengelolaan ini dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat setempat yang saling bekerjasama.
Kata Kunci : analisis lamun dan bivalvia, hubungan lamun dan bivalvia
SEAGRASSES DENSITY RELATIONSHIP WITH THE ABUNDANCE BIVALVES SEASHORES DOLPIN VILLAGE BAKAU DISTRICT BINTAN
Hermala
Students , Water Resource Management FIKP UMRAH,
[email protected] Zulfikar, Andi
Water Resource Management Study Program ,
[email protected] Razai, T. Said Water Resource Management Study Program ,
[email protected]
The purpose of this study was to examine the relationship seagrass density and abundance of bivalves in Dolpin Beach, Village Mangrove Bay. As it is known that the waters in the village of Teluk Bakau is water that is often used as a beach resort. On addition, the area is also a lot of overgrown grass. Usually, bivalves associated with seagrass plants in the food chain cycle and do not be surprised if the sea water receded, especially local communities rollicking start down the seagrass area to search for other benthic animals that can be utilized. This research receipts survey method where researchers obtained data through primary data and secondary data. From the analysis that has been done, it is known the results of correlation test was mentioned that the relations in Dolpin beach with two variables did not show any significant relationship, intended both these variables are not linear (unidirectional). Furthermore, the results of correlation test states that the value of r = -0.10, it is concluded the relationship between the two variables is weak. Based on these research efforts are needed to arrest the management of bivalves that the existence of bivalves and sea grass in nature are not damaged even scarcity. For that is expected this management can be done by the government and local communities working together.
Keywords: analysis and bivalves seagrass, seagrass relations and bivalves
I.
PENDAHULUAN
Lamun merupakan salah satu ekosistem sumber daya alam yang ada dilaut dan banyak diminati oleh biota laut karena sangat bermanfaat. Lamun bisa dikatakan sebagai sumber kehidupan bagi biota laut. Hal ini dikarenakan banyak hewan laut yang bisa mendapatkan makanan, tempat tinggal sekaligus tempat berkembang biak dari padang lamun. Azkab, (1988) menjelaskan ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem dilaut dangkal yang paling produktif. Hal ini karena lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Salah satu jenis biota laut yang senang berada di padang lamun adalah bivalvia. Bivalvia adalah bagian dalam kelas moluska yang memiliki dua cangkang atau yang sering disebut kerang. Ghufron, (2011), menjelaskan bahwa padang lamun yang sering dijumpai di alam sering beasosiasi dengan flora dan fauna akuatik lainnya, seperti alga, meiofauna, moluska, ekinidermata, krustacea,dan berbagai jenis ikan. Lamun dan bivalvia memiliki keterkaitan salah satunya memiliki karakteristik tipe substrat yang sama yang dijadikan sebagai habitat. Selain itu, asosiasi lamun dan bivalvia mempunyai keterkaitan yang kuat dalam siklus makanan. Secara logika serasah pada lamun akan mengendap didasar perairan yang kemudian diuraikan oleh mikroorganisme yang menjadi makanan bivalvia sedangkan hasil penguraian akan menjadi sumber makanan bagi larva, ikan-ikan kecil dan selanjutnya menjadi maanan bagi biota lain. A.
Tujuan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini ,peneliti mempunyai tujuan yaitu :
1. Mengetahui kelimpahan bivalvia diperairan padang lamun di Pantai Dolpin Desa Teluk Bakau 2. Mengetahui tingkat kerapatan lamun di Pantai Dolpin Desa Teluk Bakau 3. Mengetahui hubungan kerapatan lamun terhadap kelimpahan bivalvia di Pantai Dolpin Desa Teluk Bakau
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Padang Lamun
Lamun merupakan tumbuhan laut yang memiliki tekstur daun yang lembut dan rawan terhadap aktifitas-aktivitas manusia dan lainnya. Menurut Mann, (2000) dalam Arthana, (2004) padang lamun (seagrass bed) merupakan tumbuhan berbunga, berbuah, berdaun dan berakar sejati yang tumbuh pada substrat berlumpur, berpasir sampai berbatu yang hidup terendam di dalam air laut dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Lamun mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah (propagule) yang dihasilkan secara seksual. B.
Bivalvia
Bivalvia adalah kelas dalam moluska yang mencakup semua kerang-kerangan: memiliki sepasang cangkang (nama "bivalvia" berarti dua cangkang). Nama lainnya adalah Lamellibranchia, Pelecypoda, atau Bivalva. Kedalam kelompok ini termasuk berbagai kerang, kupang, remis, kijing, lokan, simping, tiram, serta kima; meskipun variasi di dalam Bivalvia sebenarnya sangat luas. Bivalvia mempunyai dua keping atau belahan yaitu belahan sebelah kanan dan kiri yang disatukan oleh suatu engsel bersifat elastis disebutligamen dan mempunyai satu atau dua otot adductor dalam cangkangnya yang berfungsi untuk membuka dan menutup kedua
belahan cangkang tersebut. Untuk membedakan belahan kanan dan balahan kiri cangkang terkadang mengalami kesulitan, hal ini biasa terjadi pada bivalvia yang hidup menempel pada benda keras misalnya pada karang,karenapertumbuhan bivalvia ini mengi kutibentuk dari permukaankarang tersebut se hingga bentuknya tidak wajar (Barnes, 1982).
Tabel 1. Bahan-bahan yang akan di perlukan dalam penelitian No .
Bivalvia
Objek yang diteliti
2
Lamun
Objek yang diteliti
3
Aquades
untuk membersihkan alat
Sampel uji Kualitas air literatur yang mendukung penelitian
untuk menguji kualitas air sebagai pedoman dalam penelitian
METODE PENELITIAN
4
A.
Waktu dan Tempat
5
Tabel 2. Alat –alat yang akan digunakan dalam melakukan penelitian No.
Gambar 1. Area Pengamatan Penelitian
Salt meter
2
Multi tester
3
Data Instansi Ayakan bertingkat
5 6 7
Alat danBahan
Adapun Alat dan bahan yang akan diperlukan dalam penelitian ini :
Alat
1
4
B.
Kegunaan
1
III.
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Juni 2015 di perairan pantai Dolpin Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan.
Bahan
Satuan ‰
o
C,mg/liter
Kegunaan mengukur Salinitas mengukur Suhu ,pH,DO mengetahui pasut mengidentifikasi substrat
GPS
Mengetahui posisi transek
Kantong plastik
Meletakkan Sampel
Kamera
merekam aktifitas/dokumentasi
C.
Analisis Data
1.
Kerapatan jenis lamun
Menurut Fachrul, (2007) dalam Putra, (2013) kondisi ekosistem padang lamun dapat dianalisis salah satunya dengan menghitung kerapatan jenis. Kerapatan jenis dilakukan untuk melihat perbandingan antara jumlah total individu (Ni) dengan unit area yang diukur (A). Kerapatan jenis lamun dapat dihitung berdasarkan persamaan:
Ki = Dimana: Ki = kerapatan jenis ke-i ni = Jumlah total dari jenis ke-i A = Luas pengambilan sampel (m2) 2.
Kepadatan Bivalvia
4.
Kepadatan merupakan jumlah individu persatuan luas (Brower dan Zar, 1997 dalam Rasid, 2012) dengan formulasi sebagai berikut : D = Ni / A Dimana: D = Kepadatan Bivalvia (ind/m2) Ni = Jumlah Individu A = Luas Petak Pengambilan Contoh (m2) 3.
Kriteria indeks keanekaragaman yaitu: Nilai H’ > 3 = Keanekaragaman spesies tinggi Nilai H’ 1 ≤ H’ ≤ 3 = Keanekaragaman spesies sedang Nilai H’ < 1 = Keanekaragaman spesies rendah Indeks Dominansi
Indeks dominansi (C) digunakan untuk mengetahui sejauh mana kelompok biota mendominasi kelompok lain. Dominansi yang cukup besar akan mengarah pada komunitas yang labil maupun tertekan. Dominansi diperoleh dengan rumus Brower, (1989) dalam Wati, (2013):
∑( )
Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk mencirikan hubungan kelompok genus dalam komunitas.Indeks keanekaragaman genus (henus diversity indices) dapat dilihat dari dua komponen, yaitu pertama adalah jumlah genus dalam komunitas yang sering disebut sebagai kekayaan jenis (genus richess). Komponen kedua yaitu keseragaman genus (genus eveness) atau keseimbangan. Keanekaragaman ini menggambarkan distribusi kelimpahan diantara spesies Shannon-Wiener, (1963) dalam Wati, (2013):
∑(
)
Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman N = Total jumlah individu ni = Jumlah individu jenis ke-n n = jumlah taksa
Keterangan: C = Indeks dominansi ni = jumlah individu ke-i N = Jumlah total individu Nilai indeks dominasi berkisar 0 – 1.Semakin besar nilai indeks semakin besar kecendrungan salah satu spesies yang mendominasi populasi (Odum, 1997 dalam Wati, 2013).Indeks dominansi dapat dikelompokkan menjadi:D< 0.4 dominansi rendah, 0.4
0.6 dominansi tinggi. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu tersusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu tersusun oleh sangat sedikit spesies, dan jika hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah (Soegianto, 1994 dalam Rasid, 2012).
2
5.
Indeks Keseragaman
Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman, yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin mirip jumlah individu antar spesies (semakin merata penyebarannya) maka semakin besar derajat keseimbangannya, dengan rumus Krebs, (1985) dalam Rasid, (2012):
Keterangan: e = Indeks keseragaman H’ = Indeks keanekaragaman S = Jumlah spesies Dengan nilai: e< 0,4 0,4< e < 0,6 e> 0,6
=Keseragaman populasi kecil =Keseragaman populasi sedang =Keseragaman populasi tinggi
Semakin tinggi indeks keanekaragaman (H’) maka indeks keseragaman (e) juga akan semakin kecil, yang megisyaratkan adanya dominansi suatu spesies terhadap spesies lain. I.
Hasil dan Pembahasan
diperairan pantai Dolphin terdiri dari 8 jenis yaitu Enhalus acoroides, Syringodium iseotifolium, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Holophila spinulosa, Cymodocea rotundata, Holodule pinifolia dan Holodule uninervis. Dari 8 jenis lamun tersebut memiliki jumlah tegakan yang berbeda-beda tiap individu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3: Tabel 3. Jenis Lamun yang ditemukan di Pantai Dolpin Jumlah Jenis yang Kerapatan No Lamun ditemukan lamun Ind/m2 Ind/m2 1 2 3 4 5 6 7 8
Thalassia hemprichii Syringodium iseotifolium Enhalus acoroides Cymodocea serrulata Hilophila spinulosa Cymodocea rotundata Holodule pinifolia Holodule uninervis Jumlah
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pantai Dolpin Desa Teluk Bakau Provinsi Kepulauan Riau, telah ditemukan beranekaragam jenis lamun dan spesies bivalvia. Berikut adalah rincian hasil dan pembahasan dari data penelitan. A.
Jenis Lamun
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui jenis lamun yang ditemukan
Komposisi (%)
13
1,7
6
36
4,8
16
69
9,2
31
28
3,7
13
17
2,3
8
15
2,0
7
18
2,4
8
25
3,3
11
221
29
100
Dari hasil penelitian, diduga jumlah tegakan lamun yang berbeda-beda pada jenis lamun dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti parameter perairan dan aktifitas manusia. Jika dilihat dari tabel 3, diketahui bahwa jenis lamun yang paling banyak ditemukan di Pantai Dolpin adalah Enhalus acoroides dengan jumlah tegakan dari 30 titik ditemukan 17 ind/m2. Sedangkan jenis lamun yang jumlahnya paling sedikit ditemukan adalah
Thalassia hemprichii dengan jumlah tegakan dari 30 titik ditemukan 17 ind/m2
berbeda-beda tiap spesies. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 5:
a.
Tabel 5. Jenis Bivalvia yang Ditemukan di Pantai Dolpin Jumlah yang Kerapatan No Jenis Lamun ditemukan lamun Ind/m2 Ind/m2 Anadara 1 antiquata 56 7,5 Vasticardium 2 flavum 18 2,4 Modiolus 3 gallicus 15 2,0 Gafrarium 4 pectinatum 26 3,5 Dosinia 5 africana 17 2,3 6 Pitar citrinus 14 1,9 Acanthocardia 7 deshavesii 9 1,2 Jumlah 155 21
Kerapatan Lamun
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa jenis lamun Enhalus acoroides memiliki komposisi dan tingkat kerapatan yang lebih tinggi yaitu sebanyak 2,3 ind/m². Romimohtarto (1991) dalam Hassanudin (2013), menjelaskan bahwa lamun biasanya terdapat dalam jumlah yang melimpah dan sering membentuk padang yang lebat dan luas di perairan tropik, menunjukkan spektrum fungsi biologi dan fisik yang lebar, sifat-sifat lingkungan pantai terutama dekat estuaria cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan lamun. Menurut Zulkifli, (2008) dalam Putra, (2013), kriteria kerapatan yang tergolong rapat/lebat merupakan kerapatan lamun dengan jumlah tegakan ≥ 100 ind/m2, kerapatan lamun yang tergolong sedang/kurang padat merupakan kerapatan lamun dengan jumlah tegakan ≥ 50 - < 100 ind/m2, sedangkan kerapatan lamun yang tergolong sangat jarang merupakan kerapatan lamun dengan jumlah tegakan < 50 ind/m2. Dari hasil perhitungan kerapatan lamun dapat di ambil kesimpulan bahwa kerapatan lamun yang ada di Pantai Dolpin tergolong sangat jarang. A.
Bivalvia
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui spesies bivalvia yang ditemukan diperairan pantai Dolphin terdiri dari 7 spesies yaitu Anadara antiquata,Vasticardium flavum, Modiolus gallicus, Gafrarium pectinatum, Dosinia africana, Pitar citrinus, dan Acanthocardia deshavesii. Dari 7 spesies bivalvia tersebut memiliki jumlah satuan yang
lebih
Dari hasil penelitian, diduga jumlah spesies bivalvia yang berbeda-beda dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti parameter perairan dan aktifitas manusia. Jika dilihat dari tabel 5, diketahui bahwa spesies yang paling banyak ditemukan adalah Anadara antiquata sebanyak 56 ind/m2. Sedangkan spesies yang paling sedikit jumlah nya adalah dan Acanthocardia deshavesii sebanyak 9 ind/m2. Menurut Allard and Moreau, (1987) dalam Kharisma, et al, (2012), mengatakan bahwa keberadaan hewan bentik pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan perairan. Faktor-faktor tersebut adalah fisika-kimia perairan yang diantaranya adalah suhu, salinitas, arus, pH, kedalaman air, dan substrat dasar. Selanjutnya Dahuri, (1996) dalam Kharisma, et al, (2012)
Komposisi (%) 36 12 10 17 11 9 6 100
menambahkan bahwa dampak adanya aktifitas manusia disekitar lingkungan perairan menyebabkan perubahan kualitas lingkungan perairan tersebut. 1.
Kepadatan Bivalvia
Setelah mengetahui jumlah per individu setiap spesies lamun, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk megetahui tingkat kelimpahan/kepadatan bivalvia yang ada di Pantai Dolpin. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa kepadatan bivalvia yang tertinggi dijumpai pada spesies Anadara antiquate dengan kepadatan 7,5 ind/m² sedangkan tingkat kepadatan terendah dijumpai pada spesies Acanthocardia deshavesii dengan kepadatan 1,2 ind/m². Dari diagram pada gambar 8, diketahui bahwa spesies yang mendominasi perairan Pantai Dolpin adalah spesies Anadara antiquate dengan komposisi 36 % sedangkan spesies yang paling sedikit tingkat persentasenya adalah Acanthocardia deshavesii 6 %. 2.
Keanekaragaman(H’),Keseragaman (E), Dan Dominansi (D)
Berdasarkan perhitungan data yang dilakukan untuk mengetahui keadaan umum spesies bivalvia yang ada di Pantai Dolpin, maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut yaitu dengan menghitung nilai keanekaragaman, keseragaman dan dominasi pada spesies bivalvia. Selanjutnya, hasil perhitungan data dapat dilihat pada table 7 sebagai berikut : Table 7. nilai H’, E dan D untuk Bivalvia H'
2,6
E
0,9
0,2 D Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai keanekaragaman jenis untuk bivalvia yang diperoleh dari 30 titik pengamatan atau
30 plot sebesar 2,6. Menurut Shannon-Wiener (1963) dalam Wati (2012), jika nilai H’ ≤ 3 maka keanekaragaman spesies dikawasan tersebut kategori sedang. Kemudian diperkuat oleh Odum, (1993), Indeks keanekaragaman (H’) merupakan suatu angka yang tidak memiliki satuan dengan kisaran 0 – 3. Tingkat keanekaragaman akan tinggi jika nilai H’ mendekati 3, sehingga hal ini menunjukkan kondisi perairan baik.Sebaliknya jika nilai H’ mendekati 0 maka keanekaragaman rendah dan kondisi perairan kurang baik. Dari perhitungan yang telah dilakukan, dapat di ambil kesimpulan bahwa nilai H’, E dan D untuk spesies bivalvia di Pantai Dolpin Desa Teluk Bakau termasuk dalam kategori tertekan. Tinggi rendahnya nilai keanekaragaman (H’) diduga dipengaruhi oleh jumlah spesies individu yang ditemukan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Daget, (1976) dalam Andra, (2014), tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah jenis atau spesies yang didapat, adanya individu yang didapat melebihi jumlah individu lainnya, kondisi homogenitas substrat, dan kondisi dari ekosistemnya (padang lamun) sebagai habitat dari fauna. B.
Hubungan Kerapatan Lamun terhadap Kelimpaham Bivalvia
Berdasarkan hasil pengamatan, untuk mengetahui hubungan kerapatan lamun terhadap kelimpahan bivalvia yang dilakukan dengan menggunakan uji korelasi. Berikut hasil perhitungn uji korelasi pada tabel 9: Tabel 9. Hasil Uji Korelasi Kerapatan Lamun Sedang Terhadap Bivalvia di Pantai Dolpin Tinggi Bivalvia Rendah Kelimpahan Kerapatan Lamun
Korelasi Pearson
-0,10
1.
Uji Korelasi
Berdasarkan analisis data untuk melihat pengaruh lamun terhadap bivalvia dengan menggunakan rumus regresi linier sederhana diketahui bahwa nilai α = 3,372 dan β = 0,144. Jika dilihat dengan menggunakan ketentuan nilai alpha 0.05 maka α dan β> 0.05, artinya koefisien α dan β tidak masuk kedalam model regresi karena tidak bisa memprediksi nilai hubungan kerapatan lamun dan kelimpahan bivalvia. Selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi pada tabel 9 diketahui nilai korelasi sebesar -0,10 pada tingkat kepercayaan 95%. Menurut kategori Korelasi Pearson jika r = 0 atau mendekati 0 maka hubungan antara kedua variable lemah, jika r = (-1) maka hubungan sangat kuat dan bersifat tidak searah dan jika r = (+1) maka hubungannya sangat kuat bersifat searah. Dari data pada tabel 9 dapat diambil kesimpulan bahwa nilai uji korelasi di Pantai Dolpin masuk kedalam kategori r = 0, diketahui jika r = 0 atau mendekati 0 maka hubungan antara kedua variable lemah. Hal ini bearti data yang dikumpulkan tidak berhasil membuktikan hubungan antara variabel x dan variabel y, bukan bearti kedua variabel tersebut tidak berhubungan. Dari hasil uji korelasi juga dapat disimpulkan bahwa hubungan dari kerapatan lamun dan kelimpahan bivalvia sangat lemah dan memiliki pengaruh yang negatif. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diPantai Dolpin Desa Teluk Bakau Provinsi Kepulauan Riau dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Jenis lamun yang ditemukan terdiri dari 8 jenis yaitu Enhalus acoroides, Syringodium
iseotifolium, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Holophila spinulosa, Cymodocea rotundata, Holodule pinifolia dan Holodule uninervis. Kerapatan tiap-tiap jenis lamun berbeda-beda, berdasarkan jenis lamun yang ditemukan yang banyak dijumpai adalah Enhalus acoroides dengan tingkat kerapatan tertinggi yaitu sebanyak 9,2 ind/m², sedangkan jenis lamun yang paling sedikit ditemukan adalah Thalassia hemprichii dengan tingkat kerapatan paling rendah yaitu sebanyak 1,7 ind/m². Dari hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa kerapatan lamun di Pantai Dolpin masuk kategori rapat/lebat. 1. Spesies bivalvia yang ditemukan terdiri dari 7 jenis yaitu Anadara antiquate, Vasticardium flavum, Modiolus gallicus, Gafrarium pectinatum, Dosinia africana, Pitar citrinus, dan Acanthocardia deshavesii . Kelimpahan pada tiap-tiap spesies berbedabeda, dari jenis bivalvia yang ditemukan yang dominan dijumpai adalah spesies Anadara antiquate dengan tingkat kelimpahan 7,5 ind/m², sedangkan jenis bivalvia yang paling sedikit dijumpai adalah spesies Acanthocardia deshavesii dengan tingkat kelimpahan 1,2 ind/m². Nilai keanekaragaman ( H’), keseragaman (E) dan dominansi (D) pada bivalvia, diketahui bahwa nilai H’ = 2,6 masuk dalam kategori sedang, nilai E = 0,9 masuk dalam kategori tinggi dan nilai D = 0,2 masuk dalam kategori rendah sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa spesies bivalvia di Pantai Dolpin memiliki indeks keaeragaman yang sedang, indeks keseragaman yang tinggi dan indeks dominasi yang rendah. Dari hasil perhitungan dapat diambil kesimpulan bahwa nilai H’, E dan D untuk spesies bivalvia di Pantai Dolpin Desa Teluk Bakau termasuk dalam kategori tertekan.
B.
Saran
Saran untuk peneliti selanjutnya yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian di Pantai Dolpin. Berdasarkan penelitian, diketahui selain mempunyai nilai ekonomis, banyak masyarakat yang memanfaatkan hewan bentos sebagai keperluan dalam pangan, untuk itu diharapkan peneliti selanjutnya melihat kandungan logam atau toksik pada moluska yang ada di Pantai Dolpin. Harapannya agar pemerintah, masyarakat atau instansi terkait bisa mengetahui dan mengambil kebijakan lebih lanjut dengan adanya bukti dari para peneliti untuk menghindari hal yang tidak diinginkan khususnya bagi masyarakat Desa Teluk Bakau. V.
DAFTAR PUSTAKA
Akhrianti I, et al ,2014 . Jurnal Distribusi Spasial Dan Preferensi Habitat Bivalvia Di Pesisir Perairan Kecamatan Simpang Pesak Kabupaten Belitung Timur. Agususilo S, 2010. Kelimpahan Larva Anadara Spp. (Bivalvia : Arcidae) Di Perairan Bojonegara, Teluk Banten, Banten. Skripsi. Institut Pertanian Bogor Agustinus, Y ,2013 . Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Di Pulau Lengkang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Skripsi .UMRAH ,Tanjungpinang
Andra S. D, 2014. Pola Sebaran Dan Struktur Komunitas Pelecypoda Di Perairan Ekosistem Padang Lamun Desa Teluk
Bakau. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji,TanjungPinang Anwar, S, 2014. Kajian Kerapatan Lamun Terhadap Kepadatan Siput Gonggong (Strombus Sp) Di Perairan Desa Madong. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang Azkab, (1988) , (http:// kepitingraksasa. blogspot.com /2008/11/manfaatekosistem-padang-lamun.html). (diakses pada hari rabu ,01 oktober 2014 jam 11.00) Arthana W, 2004 . Jenis Dan Kerapatan Padang Lamun Di Pantai Sanur Bali, Skripsi Barnes, 1982 . https:// www.academia.edu /3244744/ Bivalvia_moluska_ (Di akses hari jumat ,03 oktober 2014 jam 6:35) Bengen dan Retraubun (2006). Dalam http:// www.yarjohan.com /2012/04/ kontribusi-padang-lamun-dalam.html . Diakses jumat jam 20:05) Carpenter and Niem, 1998. Bagian dalam dan terluar cangkang (Gambar) dalam https://www.academia.edu/3244744/ Bivalvia_moluska_(Di akses hari jumat ,03 oktober 2014 jam 6:35) DISHIDROS TNI-AL tahun 2015. Ghufron H. Kordi K.M ,2011 . Ekosistem Lamun (Seagrass) Fungsi, Potensi, Dan Pengelolaan. Pt Rineka Cipta ,Jakarta Harpiansyah, 2014. Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Desa Pengudang Kabupaten Bintan.
Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang Izuan, M, 2014. Kajian Kerapatan Lamun Terhadap Kepadatan Siput Gonggong (Strombus epidromis) di Pulau Dompak. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang Jurnal
https://www.academia.edu/3244744 /Bivalvia_moluska_ (Di akses hari jumat ,03 oktober 2014 jam 6:35)
Kharisma, et al, 2012. Kajian Ekologis Bivalvia di perairan senggarang bagian timur pada bulan Maret – April 2012. Journal of marine Research. Universitas Diponegoro Kusumastanto, T, (2008). Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut. Jakarta: Universitas Terbuka Nontji Anugerah ,2007 .Laut Nusantara. Djambatan ,Jakarta Opa, E.T, 2011. Perubahan Garis Pantai Desa Bentenan Kecamatan Pusomaen, Minahasa Tenggara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Putra, IP, 2014. Kajian Kerapatan Lamun Terhadap Kepadatan Siput Gonggong (Strombus Canarium) Di Perairan Pulau Penyengat Kepulauan Riau Rasid,
M. 2012. Pola Sebaran dan Densitas. Populasi Kerang Bulu di Pantai Kawal. Bintan Kepulauan Riau. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji
Rohmitarto, K dan Sri J, 2009. Biologi Laut. Jakarta, Djambatan
Sakaruddin ,MI, 2010. Komposisi Jenis, Kerapatan, Persen Penutupan dan Luas Penutupan Lamun di Perairan Pulau PanjangTahun 1990 – 2010. Skripsi . Institut Pertanian Bogor Satino, et al, 2003, Struktur Komunitas Bivalvia Di Daerah Intertidal Pantai Krakal Yogyakarta Steven, 2013. Pengaruh Perbedaan Substrat Terhadap Pertumbuhan Semaian Dari Biji Lamun Enhalus Acoroides .Skripsi . Universitas Hasanuddin Makassar Susetiono, 2004 dalam http://media.unpad. ac.id/thesis/230210 /2009/ 230210090060_2_8995.pdf (diakses pada 04 juni 2015 jam 20;41 wib) Software Visual Sampling Plan Versi 7 Taqwa A, 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton Dan Struktur Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove Di Kawasan Konservasi Mangrove Dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang Thayer et al. 1975 . Dalam http://www.yarjohan.com/2012/04/ko ntribusi-padang-lamun-dalam.html . Diakses jumat jam 20:05 WIB) Wahab, K, 2014. Keanekaragaman Gastropoda Di Padang Lamun Pulau Penyengat
Wati, T.K, 2013. Keanekaragaman Gastropoda di Padang Lamun Perairan Desa Pengudang Kabupaten Bintan