Hubungan Kandungan Hara..................... (Milana Salim, et. al)
Hubungan Kandungan Hara Tanah dengan Produksi Senyawa Metabolit Sekunder pada Tanaman Duku (Lansium domesticum Corr var Duku) dan Potensinya sebagai Larvasida The Relation of Nutrient Soil Content to the Secondary Metabolites Production in Duku Plant (Lansium domesticum Corr var Duku) and It’s Larvacide Potential Milana Salim*, Yahya, Hotnida Sitorus, Tanwirotun Ni’mah, Marini Loka Litbang P2B2 Baturaja, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Jl. A, Yani KM7 Kemelak Baturaja, Sumatera Selatan
INFO ARTIKEL Article History: Received: 2 Dec. 2015 Revised: 24 May 2016 Accepted : 8 June 2016 Keywords: duku, secondary metabolites, larvacides, nutrient content
Kata kunci: tanaman duku, metabolit sekunder, larvasida, kandungan hara
A B S T R A C T / A B S T R A K Duku is a plant that grows in the tropics and has bioactivity as pesticide. Compounds that have the potential as a pesticide on duku is secondary metabolites. This study aimed to determine the correlation between the soil nutrient and secondary metabolites on duku also their larvacidal potency. The research was done by comparing the measurement of physical and chemical soil, phytochemical test and larvacial test against the sample. This study was conducted from February to November 2014, in the Village Simpang Agung South Sumatra province and village Rengas Bandung Jambi Province. The extraction and characterization of secondary metabolites was conducted at the Laboratory of Pharmacy Center, Biomedical and Health Basic Technology, National Institute of Health and Research Development. Larvicidal potency test was conducted in Vector Borne Disease Research and Development Unit Baturaja. The results showed that soil nutrient content of Rengas Bandung Villagewas higher than the Simpang Agung due to the regularly maintainingand fertilizing.The larvicidal test showed extracts from Simpang AgungVillage more potent than extracts from the village Rengas Bandung, possibly due to the more secondary metabolites produced in samples from Simpang Agung.
Duku merupakan tanaman yang tumbuh di wilayah tropis dan memiliki bioaktifitas sebagai pestisida. Senyawa yang berpotensi sebagai pestisida pada tanaman duku merupakan senyawa metabolit sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kandungan hara tanah dengan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan serta potensinya sebagai larvasida. Pengamatan dilakukan dengan cara membandingkan hasil uji fisika dan kimia tanah, uji fitokimia dan uji larvasida terhadap sampel. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan November 2014, pengambilan sampel pada bulan April 2014 di Desa Simpang Agung Provinsi Sumatera Selatan dan Desa Rengas Bandung Provinsi Jambi , proses ekstraksi dan karakterisasi dilakukan di Laboratorium Farmasi Pusat Biomedis dan Teknologi Kesehatan Dasar Badan Litbang Kesehatan, dan uji potensi larvasida dilakukan di Loka Litbang P2B2 Baturaja. Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel tanah, kandungan hara tanah dari Desa Rengas Bandung lebih tinggi dibandingkan dengan Desa Simpang Agung, hal ini dikarenakan di Desa Rengas Bandung dilakukan pemeliharaan dan pemupukan secara teratur. Uji larvasida menunjukkan ekstrak dari Desa Simpang Agung lebih berpotensi sebagai larvasida dibandingkan ekstrak dari Desa Rengas Bandung, kemungkinan dikarenakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan pada sampel dari Desa Simpang Agung lebih banyak. © 2016 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved
*Alamat Korespondensi : email :
[email protected]
11
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 10 No. 1, 2016 : 11– 18
PENDAHULUAN Duku (Lansium domesticum Corr var Duku) merupakan tanaman musiman yang tumbuh di wilayah tropis terutama Asia Tenggara. Tanaman duku diketahui memiliki bioaktifitas sebagai pestisida. Di Jawa, aroma asap kulit buah duku yang masak dan kering digunakan sebagai penghalau nyamuk (repellent).1 Penelitian Monzon et al. terhadap lima jenis tanaman asal Filipina menunjukkan hasil bahwa ekstrak daun segar tanaman duku dan sirsak merupakan yang paling efektif membunuh larva Aedes aegypti dan Culex 2 quinquefasciatus setelah 48 jam pemaparan. Beberapa golongan senyawa diketahui memiliki aktivitas sebagai insektisida, yaitu terpenoid, alkaloid, flavonoid dan saponin 3 ditemukan dalam tanaman duku. Senyawa yang memiliki aktivitas sebagai pestisida pada tanaman duku merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder yang disebut dengan senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan merupakan zat bioaktif yang berkaitan dengan kandungan kimia dalam tumbuhan. Metabolit sekunder hanya ditemukan pada organisme spesifik dan hanya 4 diproduksi pada kondisi-kondisi tertentu. Bahan awal (prekursor) biosintesis metabolit sekunder didapatkan dari proses metabolisme primer. Struktur dan jumlah dari prekursor menentukan kerangka metabolit sekunder yang terbentuk. Meskipun struktur metabolit sekunder pada umumnya berupa makromolekul yang kompleks, akan tetapi jumlah prekursornya sangat sedikit dalam tanaman. Musim berbuah duku berbeda-beda di setiap daerah tergantung dengan kondisi iklim. Produktivitas buah duku juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Syarat tumbuh tanaman duku antara lain : ketinggian tempat, curah hujan dan kondisi hara tanah. Perbedaan wilayah tumbuh mengakibatkan k a n d u n ga n s e nyawa s e r t a a k t iv i t a s farmakologi yang berbeda.5 Hal ini diperkuat dengan pernyataan oleh Sudibyo bahwa metabolit sekunder diproduksi organismeorganisme tertentu dalam kondisi spesifik.4 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), hingga saat ini masih menjadi masalah serius bagi semua pihak.Demam berdarah
12
dengue disebabkan oleh nyamuk Ae. aegypti yang banyak hidup di lingkungan masyarakat, hal tersebut merupakan salah satu penyebab sulitnya terbebas dari penyakit ini. Penanggulangan penyakit ini, salah satunya dilakukan dengan pemberantasan vektor penyebab penyakit, yaitu nyamuk Ae. aegypti. Penanggulangan dapat dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk dan pemusnahan nyamuk baik larva maupun nyamuk dewasa. Penanggulangan menggunakan insektisida kimia diketahui telah banyak merugikan, sehingga saat ini lebih diutamakan menggunakan insektisida alami, yaitu yang berasal dari alam contohnya tanaman duku. Berdasarkan hal tersebut, peneliti bermaksud membandingkan dua jenis tanaman duku yaitu duku yang berasal dari Provinsi Sumatera Selatan (Duku Rasuan/Komering) dengan Provinsi Jambi (Duku Kumpeh). Kedua jenis duku ini dipilih berdasarkan letak geografis kebun dan cara pemeliharaan tanaman, yang diukur dengan membandingkan hasil uji fisika dan kimia tanah serta uji fitokimia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kandungan kimia dan fisik tanah terhadap metabolisme sekunder pada tanaman duku (L. domesticum Corr var Duku) serta potensinya sebagai larvasida terhadap Ae. aegypti. BAHAN DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan November 2014. Pengambilan sampel tanaman dan sampel tanah dilakukan di Desa Simpang Agung Kabupaten OKU Selatan Provinsi Sumatera Selatan (Duku Rasuan/Duku Komering) dan Desa Rengas Bandung Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi (Duku Kumpeh) telah dilakukan pada bulan April 2014. Proses karakterisasi dan ekstraksi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmasi Pusat Biomedis dan Teknologi Kesehatan Dasar Badan Litbang Kesehatan. Uji Fisika Tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah Fakultas Pertanian Jurusan Tanah UNSRI Inderalaya. Dan uji kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kimia, Biologi dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Jurusan Tanah UNSRI Inderalaya.
Hubungan Kandungan Hara..................... (Milana Salim, et. al)
Instrumen yang digunakan meliputi perangkat pengambilan sampel tanaman dan sampel tanah (karung plastik, GPS sebagai alat pemetaan lokasi pengambilan sampel, gunting tanaman, sarung tangan karet, cangkul); perangkat ekstraksi; perangkat uji fisika dan kimia tanah; perangkat uji fitokimia; perangkat uji larvasida. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan cara, tanah digali hingga kedalaman ± 1m, kemudian ambil 1-2 Kg tanah dan masukkan kedalam kantong plastik kedap air. Selanjutnya dilakukan uji fisika dan kimia terhadap sampel tanah tersebut. Sampel daun dan kulit buah tanaman duku diambil dan dikering anginkan, lalu dibuat simplisia dan diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut aseton, setelah didapatkan ekstrak daun dan kulit buah, selanjutnya dilakukan uji fitokimia untuk melihat kandungan metabolit sekundernya. Uji larvasida dilakukan menggunakan larva Ae. aegypti hasil kolonisasi Laboratorium Entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja instar 3-4. Dibuat sebanyak 100 ml larutan stok ekstrak aseton per sampel, p e l a r u t ya n g d i g u n a ka n a d a l a h a i r. Pengenceran menggunakan beberapa konsentrasi, yakni 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500 ppm dan 1000 ppm. Kontrol yang digunakan adalah air. Ulangan dilakukan sebanyak lima kali per konsentrasi. Prosedur pengujian mengacu pada standar pengujian larvasida dari WHO.6 Sebanyak 25 ekor larva dimasukkan pada tiap-tiap gelas uji, didiamkan pada suhu ruang, dan dihitung jumlah larva yang mati setelah 24 jam dan 48 jam pemaparan. Ekstrak n-heksan tidak dilakukan uji larvasida karena keterbatasan jumlah ekstrak. HASIL Berdasarkan hasil pemeriksaan tanah diketahui bahwa ada beberapa perbedaan kuantitas kandungan hara diantara kedua lokasi. Kandungan unsur karbon (C-Organik) pada tanah dari Desa Simpang Agung lebih rendah dibandingkan Desa Rengas Bandung, sedangkan kandungan fosfor (P-Bray) adalah sebaliknya, yaitu kandungan fosfor dari Desa Simpang Agung lebih tinggi dibandingkan dengan Desa Rengas Bandung.
Data hasil pemeriksaan tanah tertera pada Tabel 1. Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa terdapat perbedaan reaksi antara delapan sampel ekstrak yang diuji dengan berbagai jenis analisa golongan senyawa. Ekstrak kulit buah baik fraksi aseton maupun fraksi n-heksan mengandung terpenoid dan fenolik, sedangkan ekstrak aseton dan nheksan daun mengandung steroid dan fenolik. Uji saponin hanya positif pada fraksi n-heksan kulit buah dari Desa Simpang agung, sedangkan flavonoid positif pada fraksi nheksan kulit buah dari Desa Rengas Bandung. Data hasil pemeriksaan uji fitokimia tertera pada Tabel 2. Uji larvasida ekstrak aseton daun dan kulit buah duku dilakukan pada larva Ae. aegypti instar 3-4. Hasil uji menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kematian (mortalitas) larva mulai dari 24 jam hingga 48 jam pemaparan. Hasil uji larvasida dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Persentase mortalitas larva lebih tinggi pada ekstrak yang berasal dari Desa Simpang Agung dibandingkan Desa Rengas Bandung, baik untuk kulit buah maupun daun setelah pemaparan 24 dan 48 jam. Tabel 5 memperlihatkan hasil analisis probit konsentrasi yang dapat membunuh 50% larva. Pada 24 dan 48 jam setelah pemaparan, nilai LC50 terendah adalah pada ekstrak daun duku yang berasal dari Desa Simpang Agung. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap sampel tanah tempat tumbuh tanaman duku dan hubungannya dengan produksi buah ratarata pada masing-masing daerah, menunjukkan bahwa tanaman duku dari daerah Simpang Agung lebih banyak hasil produksinya. Berdasarkan informasi dari petani menyebutkan bahwa kondisi ideal tanaman duku di daerah Rengas Bandung masih lebih baik daripada di daerah Simpang Agung. Perawatan dan kondisi ideal tanaman duku, yaitu dilakukan pemupukan secara teratur dan juga diberi tanaman pelindung karena sesuai dengan sifat hidup tanaman duku yang tidak menyukai matahari
13
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 10 No. 1, 2016 : 11–18
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Tempat Tumbuh Tanaman Duku (L. domesticum Corr var Duku) Sampel Penelitian No
Jenis Pemeriksaan pH tanah : H2O KCl
Desa Simpang Agung, Sumatera Selatan 6,43 5,64
Desa Rengas Bandung, Jambi 5,61 5,06
1. 2.
Hara tanah : C-Organik (%) N-Total (%) P-Bray I(ppm) K-dd (me/100 g) Na (me/100 g) Ca (me/100 g) Mg (me/100g) KTK (me/100 g)
2,71 (sedang)* 0,28 (sedang)* 14,11 (rendah)* 0,26 (rendah)* 0,11 (rendah)* 2,80 (rendah)* 0,58 (rendah)* 10,88 (rendah)*
3,75 (tinggi)* 0,37 (sedang)* 11,10 (rendah)* 0,48 (rendah)* 0,22 (rendah)* 3,93 (rendah)* 0,64 (rendah)* 16,32 (rendah)*
3.
Tekstur tanah : Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
Pasir berlempung 88,63 4,12 7,25
Lempung berpasir 57,74 28,50 13,77
Permeabilitas (cm/jam)
14,97 (cepat)
2,05 (sedang)
4.
* dibandingkan dengan kriteria penilaian sifat kimia tanah dari pusat penelitian tanah
Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Fraksi Aseton dan Fraksi n-heksan Daun dan Kulit Buah Tanaman Duku (L. domesticum Corr var Duku) Sampel Penelitian
Sampel
Terpenoid Steroid Flavonoid Saponin
Fraksi aseton : ÇÕŁĹÔ Ī ÕÏ Ķ ĒĹĿ ÑÏ ŃĴ ĂĴ ÕŃĴ ÇÕŁĹÔ Ī ÕÏ Ķ ËĮ ŃĴ Ï Ó ÅÏ Ńİ ÕŃĴ ĄÏ ÕŃ ĒĹĿ ÑÏ ŃĴ ĂĴ ÕŃĴ ĄÏ ÕŃ ËĮ ŃĴ Ï Ó ÅÏ Ńİ ÕŃĴ Fraksi n-heksan : ÇÕŁĹÔ Ī ÕÏ Ķ Simpang Agung ÇÕŁĹÔ Ī ÕÏ Ķ ËĮ ŃĴ Ï Ó ÅÏ Ńİ ÕŃĴ ĄÏ ÕŃ ĒĹĿ ÑÏ ŃĴ ĂĴ ÕŃĴ ĄÏ ÕŃ ËĮ ŃĴ Ï Ó ÅÏ Ńİ ÕŃĴ
+ + - - + + - -
- - + + - - + +
- - - - - + - -
Fenolik
- - - - + - - -
+ + + + + + + +
Tabel 3. Persentase Mortalitas Larva Ekstrak Aseton Kulit Buah Tanaman Duku (L. domesticum Corr var Duku) Sampel Penelitian Kons 0 50 100 250 500 1000 total
14
Setelah 24 jam Setelah 48 jam Simpang Agung Rengas Bandung Simpang Agung Rengas Bandung Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Mortalitas Mortalitas Mortalitas Mortalitas Mortalitas Mortalitas Mortalitas Mortalitas 0 0 0 0 0 0 4 3,20 0 0 11 8,80 18 14,40 47 37,60 2 1,60 17 13,60 26 20,80 29 23,20 1 0,80 18 14,40 26 20,80 48 38,40 25 20,00 20 16,00 81 64,80 45 36,00 95 76,00 44 35,20 122 97,60 90 72,00 123 110 273 263
Hubungan Kandungan Hara..................... (Milana Salim, et. al)
Tabel 4. Persentase Mortalitas Larva Ekstrak Aseton Daun Tanaman Duku (L. domesticum Corr var Duku) Sampel Penelitian
Kons 0 50 100 250 500 1000 total
Setelah 24 jam Setelah 48 jam Simpang Agung Rengas Bandung Simpang Agung Rengas Bandung Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Mortalitas Mortalitas Mortalitas Mortalitas Mortalitas Mortalitas Mortalitas Mortalitas 1 0,80 0 0 11 8,80 11 8,80 21 16,80 0 0 67 53,60 23 18,40 43 34,40 7 5,60 92 73,60 57 45,60 64 51,20 8 6,40 93 74,40 58 46,40 63 50,40 18 14,40 107 85,60 81 64,80 85 68,00 42 33,60 120 96,00 105 84,00 277 75 490 335
Tabel 5. Perhitungan Nilai LC50 Ekstrak Aseton Kulit Buah dan Daun Tanaman Duku (L. domesticum Corr var Duku) Sampel Penelitian Lethal Concentration 94 (ppm) 24 Jam 48 Jam
Desa Simpang Agung, Sumatera Selatan Jambi 555,159 84,065
langsung.5 Lahan tanam duku di daerah Simpang Agung cenderung homogen sehingga tanaman duku banyak mendapatkan matahari langsung dan juga tidak pernah dilakukan pemupukan. P ro d u k t iv i t a s t a n a m a n d u ku i n i dipengaruhi oleh tekstur tanah dan kandungan haranya. Untuk pH tanah dan kandungan hara tanah pada kedua tempat tumbuh sampel tanaman pada penelitian ini dapat dinilai hampir sama, perbedaan yang berarti terdapat pada kandungan H2O yaitu pada daerah Simpang Agung lebih tinggi, yaitu 6,43 dibandingkan daerah Rengas Bandung yang hanya 5,61. Perbedaan ini juga terjadi pada kandungan fosfor yang lebih tinggi pada daerah Simpang Agung daripada daerah Rengas Bandung. Tetapi untuk kandungan Corganik daerah Rengas Bandung lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Simpang Agung. Kemiripan kandungan hara tanah pada kedua daerah sampel ini, padahal diketahui perawatannya berbeda kemungkinan dipengaruhi oleh tekstur tanahnya, yaitu pada daerah Simpang Agung memiliki tekstur tanah pasir berlempung sedangkan pada daerah Rengas Bandung memiliki tekstur tanah lempung berpasir. Tekstur tanah berpasir lebih bagus untuk produksi tanaman duku,
Kulit Buah 784,938 414,727
Desa rengas Bandung, Jambi Jambi 1211,178 379,248
Kulit Buah 1323,554 608,911
karena tekstur tanah berpasir memungkinkan banyak terbentuknya rongga7 rongga udara. Kandungan metabolit sekunder Unsur hara tanah makro seperti Nitrogen (N), Kalium (K), Bahan Organik (BO) dan Carbon (C) organik mempunyai hubungan yang linier dengan pembentukan metabolit 8 sekunder. Kandungan metabolit sekunder yang terdeteksi berdasarkan hasil uji fitokimia terhadap ekstrak aseton dan n-heksan kulit buah dan daun tanaman duku (L. domesticum Corr var duku) berupa terpenoid, steroid, flavonoid, saponin dan fenolik. Ini sesuai dengan penelitian fitokimia ekstrak etanol 96% dan n-heksana biji buah langsat menunjukkan bahwa kandungan metabolit sekunder pada biji buah langsat adalah terpenoid, alkaloid, flavonoid, tannin, saponin dan fenol.9 Berdasarkan hasil uji fitokimia dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan kandungan metabolit sekunder pada ekstrak daun dan kulit buah tanaman duku, yaitu pada daun hanya ditemukan senyawa steroid dan fenolik, sedangkan pada ekstrak kulit buah ditemukan senyawa terpenoid, flavonoid, saponin dan fenolik. Berdasarkan hasil pemeriksaan fitokimia
15
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. No. 1, 2016 : 11–18
Rengas Bandung dan Simpang Agung, yaitu pada ekstrak n-heksan kulit buah tanaman duku Rengas Bandung terdeteksi adanya senyawa flavonoid dan tidak ditemukan pada ekstrak yang sama untuk daerah Simpang Agung. Dan juga terjadi hal sebaliknya untuk senyawa saponin, yaitu senyawa ini hanya ditemukan pada ekstrak nheksan kulit buah tanaman duku dari Simpang Agung dan tidak ditemukan pada ekstrak yang sama dari Rengas Bandung. Perbedaan senyawa yang terdeteksi ini, dapat juga dipengaruhi oleh prekursor biosintesis metabolit sekundernya dan juga tekstur tanah pada tempat tumbuh tanaman duku sampel penelitian. Menurut Lenny bahwa banyaknya senyawa flavonoida pada suatu tumbuhan disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut.10 Flavonoid merupakan salah satu dari banyak jenis metabolit sekunder. Metabolit s e ku n d e r m e r u p a ka n s e nyawa ya n g dihasilkan atau disintesis pada sel dan grup taksonomi tertentu pada tingkat 11 pertumbuhan atau stress tertentu. Terdeteksinya senyawa flavonoid pada ekstrak dari daerah Rengas Bandung dan tidak ditemukan pada daerah Simpang Agung sesuai dengan tingginya kandungan Ca pada daerah Rengas Bandung, yaitu 3,93 dibandingkan dengan daerah Simpang Agung yang hanya 2,90. Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui bahwa pemberian kalsium yang tertinggi menghasilkan kandungan flavonoid tertinggi pada daun tabat barito, hal ini dikarenakan fungsinya sebagai pengaktif enzim terutama yang berhubungan dengan protein sehingga akan lebih mendukung proses terbentuknya metabolit sekunder yang merupakan reaksi 12 spesifik. Dari hasil ini diketahui bahwa perawatan pada lahan tanaman sangat diperlukan, kandungan hara C-organik yang tinggi pada daerah Rengas Bandung ini kemungkinan besar didapatkan dari hasil pemupukan yang rutin dilakukan setahun sekali oleh petani. Jadi walaupun tekstur tanah tidak terlalu ideal untuk media tanah, yaitu lempung berpasir, liat dan berdebu tetapi dengan perawatan yang baik dapat menghasilkan kandungan
16
Uji Larvasida Berdasarkan uji larvasida terhadap tiap konsentrasi ekstrak yang berbeda menunjukkan persentase mortalitas yang bervariasi. Kematian terbanyak terdapat pada konsentrasi tertinggi yakni 1000 ppm pada tiap jenis ekstrak. Ekstrak kulit buah tanaman duku dari Desa Simpang Agung menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dari Desa Rengas Bandung, baik pada pengamatan 24 jam maupun 48 jam. Hal yang sama terjadi pada ekstrak daun, yakni mortalitas dari Desa Simpang Agung mencapai 96%. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan produksi metabolit sekunder yang berpotensi sebagai larvasida pada kedua sampel tanaman duku tersebut berbeda. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa lahan pada Desa Simpang Agung tidak pernah mendapat perawatan dan tata tanam tumbuhan cenderung homogen. Kondisi ini tidak sesuai dengan sifat tumbuh dari tanaman duku, yakni tidak menginginkan sinar matahari langsung. Kurangnya perawatan pada lahan kebun tanaman duku ini, cenderung menyebabkan kandungan hara pada lahan lebih rendah dibandingkan dengan Desa Rengas Bandung yang dilakukan pemupukan secara teratur setiap tahun. Kurangnya kandungan hara tanah ini diduga menyebabkan kandungan metabolit sekunder yang dihasilkan menjadi lebih banyak sebagai akibat stress hara pada tanaman duku tersebut.12 Nilai LC50 pada ekstrak daun lebih rendah daripada ekstrak kulit buahnya (Tabel 5). Semakin kecil nilai LC50 yang dimiliki ekstrak tanaman maka akan semakin berpotensi untuk memiliki aktifitas biologi atau efek 13 farmakologi. Dilihat dari nilai LC50 , ekstrak daun dari Desa Simpang Agung lebih berpotensi sebagai larvasida dibandingkan dengan ekstrak dari Desa Rengas Bandung. Penelitian uji getah tanaman Calotropis procera terhadap larva Culex quinquefasciatus oleh Tahir dkk menunjukan adanya peningkatan kematian larva pada konsentrasi 0,1%, 0,25%, 0,5% getah dalam 24 jam perlakuan, jumlah kematian tertinggi dicapai pada jam ke 24.13 Penelitian efektivitas getah tanaman Calotropis procera terhadap larva Cx. quinquefasciatus menunjukkan bahwa nilai LC50 dan LC90 terhadap larva Cx.
Hubungan Kandungan Hara..................... (Milana Salim, et. al)
quinquefasciatus sebesar 86,47 ppm dan 973,89 ppm. Jumlah kematian larva Ae. aegypti berfluktuasi pada keseluruhan konsentrasi getah widuri, akan tetapi tetap menunjukkan pola peningkatan kematian larva seiring dengan peningkatan konsentrasi getah widuri dan peningkatan waktu dalam 24 jam. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai data awal dalam penggunaan getah widuri sebagai larvasida untuk Ae. Aegypti dengan penggunaan yang paling efektif pada konsentrasi 1845,48 ppm berdasarkan nilai LC90 yang diperoleh.
seluruh pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doa selama kegiatan penelitian. DAFTAR PUSTAKA
1. Mayanti T. Kandungan Kimia Dan Bioaktivitas Tanaman Duku. (Nadeak W, Sendjaja TP, Djajasudarma F, et al., eds.). UNPAD PRESS; 2 0 0 9 . D i a k s e s d a r i http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/11/kandungan_kimi a_dan_bioaktivitas_tanaman_duku.pdf. 2. Monzon RB, Alvior JP, Luczon LL, Morales AS, Mutuc FE. Larvicidal potential of five Philippine plants against Aedes aegypti (Linnaeus) and Culex quinquefasciatus (Say). Southeast Asian J Trop Med Public Health. KESIMPULAN 1994;25(4):755-759. Diakses dari Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa http://www.tm.mahidol.ac.th/seameo/1994 getah widuri dapat dipakai sebagai alternatif -25-4/1994-25-4-755.pdf. 3. Ni'mah T, Oktarina R, Mahdalena V, Asyati D. KESIMPULAN Potensi ekstrak biji duku (Lansium Kandungan hara tanah berbanding domesticum Corr) terhadap Aedes aegypti. Bul Penelit Kesehat. 2014;43(2):131-136. Diakses terbalik dengan banyaknya produksi d a r i metabolit sekunder, tetapi berbanding lurus http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.p dengan banyaknya jenis metabolit sekunder hp/BPK/article/view/4147/3912. yang dihasilkan. 4. Sudibyo RS. Metabolit Sekunder : Manfaat dan Senyawa flavonoid banyak terbentuk Perkembangannya dalam Dunia Farmasi. pada daerah dengan kandungan Ca yang Pidato Pengukuhan Guru Besar Univ. Gadjah tinggi. Mada. Yogyakarta, 2002. Diakses dari Ekstrak daun lebih berpotensi sebagai https://repository.ugm.ac.id/id/eprint/9477 larvasida dibandingkan ekstrak kulit buahnya. 7. 5. Widyastuti YE dan Regina K. Duku, Jenis Dan SARAN Budaya. Jakarta: Penebar Swadaya; 2000. Perlu dilakukan penelitian lanjutan 6. World Health Organization. Guidelines for mengenai kandungan kimia senyawa Laboratory and Field Testing of Mosquito larvasida spesifik yang terdapat dalam Larvicides. CDC, WHOPES; 2005. Diakses dari tanaman duku (Lansium domesticum Corr var http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/ Duku). Sehingga didapatkan produk 69101/1/WHO_CDS_WHOPES_GCDPP_2005. 13.pdf. insektisida alternatif, yang dilakukan dengan perencanaan yang lebih baik seperti 7. Rorong JA, Suryanto E. Analisis fitokimia enceng gondok ( Eichhornia crassipes) dan memperhatikan kandungan hara tanah agar Efeknya Sebagai Agen Photoreduksi Fe 3+. terbentuk senyawa metabolit sekunder yang Chem Prog. 2010;3(1):33-41. Diakses dari diinginkan. http://sulutiptek.com/documents/rorong.p df. UCAPAN TERIMA KASIH 8. Suryawati S, Murniyanto E. Hubungan sifat Peneliti menyampaikan ucapan terima tanah Madura dengan kandungan minyak kasih kepada Dr. Ir. Inswiasri, M.Kes, dan Drs. atsiri dan tingkat kelarutannya pada jahe Max J. Herman, M.Kes., Apt sebagai reviewer, (Zingiber offocinale L). Agrovigor. teknisi dan anggota tim penelitian ini, teknisi 2011;4(2):99-104. Diakses dari dan peneliti laboratorium Farmasi Pusat http://journal.trunojoyo.ac.id/agrovigor/art Biomedis dan Teknologi Kesehatan Dasar icle/view/299. Badan Litbang Kesehatan Jakarta, serta 9. Manik WG, Khotimah S, Fitrianingrum I. Uji
17
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. No. 1, 2016 : 11–18 d a r i aktivitas antibakteri ekstrak kasar biji buah http://repository.ipb.ac.id/handle/1234567 langsat (Lansium domesticum Corr) terhadap 89/71022. bakteri Staphylococcus aureus. Univ Tanjungpura. 2014;1(1):1-18. Diakses dari 12. Trisilawati O, Pitono J. Pengaruh cekaman http://jurnal.untan.ac.id/inde x.php/jfk/artic defisit air terhadap pembentukan bahan aktif le/view/8094. pada purwoceng. Bul Littro. 2012;23(1):344 7 . D i a k s e s d a r i 10. Lenny S. Senyawa Flavonoida , Fenilpropanoida http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/i Dan Alkaloida.; 2006. FMIPA Univ. Sumatera mages/publikasi/bul.vol.23.no.1/pembentu U t a r a . D i a k s e s d a r i kan bahan aktif pada purwoceng.pdf. http://library.usu.ac.id/download/fmipa/06 003489.pdf. 13. Arbiastutie Y, Muflihati. Isolasi dan uji aktivitas kandungan kimia bioaktif dari biji 11. Aristyanti D. Pengaruh kadar kimia tanah duku (Lansium domesticum Corr). J Penelit terhadap kandungan Flavonoid daun tabat Univ Tanjungpura. 2008;X(2):70-86. barito (Ficus deltoidea Jack.). 2014. Diakses
18