perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LAPORAN TUGAS AKHIR
HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA MELTING DI FOUNDRY PLANT I PT. KOMATSU INDONESIA JAKARTA
Susan Nabila Putri Taufiq NIM. R0009094
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
commit toii user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
commit to user iiI
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
ABSTRAK HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA MELTING DI FOUNDRY PLANT 1 PT. KOMATSU INDONESIA JAKARTA Susan Nabila Putri Taufiq 1
2
, Cr. Siti Utari2
Tujuan: Penggunaan teknologi yang semakin canggih dapat menimbulkan penyakit akibat kerja, salah satunya ialah bising. Selain itu kebisingan juga dapat menimbulkan keluhan seperti kelelahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja melting di foundry plant I PT. Komatsu Indonesia Jakarta. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 26 orang tenaga kerja melting. Pengukuran intensitas kebisingan menggunakan Sound Level Meter, sedangkan kelelahan kerja diukur menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I). Analisis data menggunakan SPSS 16.0. Hasil: Dari hasil penelitian yang dilakukan di bagian melting di Foundry Plant 1 PT. Komatsu Indonesia Jakarta memiliki Intensitas Kebisingan 100 dBA > NAB. Dimana dari 26 sampel tenaga kerja di bagian yang memiliki Intensitas Kebisingan > NAB terdapat 16 (61%) orang mengalami tingkat kelelahan kerja ringan, 9 (35%) orang mengalami tingkat kelelahan kerja sedang, dan 1 (4%) orang mengalami tingkat kelelahan kerja berat. Diuji dengan menggunakan Pearson Product Moment didapatkan nilai p value = 0,16 . Oleh karena nilai p < 0,05 dinyatakan signifikan. Simpulan: Dari penelitian didapatkan ada hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada tenaga kerja melting di Foundry Plant 1 PT. Komatsu Indonesia. Rekomendasi yang perlu dilaksanakan adalah sebaiknya perusahaan memperketat pengontrolan ketertiban K3 serta memberikan sanksi tegas kepada tenaga kerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri berupa ear plug dan ear muff. Kata Kunci: Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja *)
Prodi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commitivto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
ABSTRACT RELATION INTENSITY NOISE WITH FATIGUE WORKING ON MELTING LABOR IN FOUNDRY PLANT 1 PT. KOMATSU INDONESIA JAKARTA Susan Nabila Putri Taufiq 1
2
, Cr. Siti Utari2
Objectives: The use of increasingly sophisticated technology can lead to occupational diseases, one of which is noisy. Addition of noise can also lead to complaints such as fatigue. This study aims to determine whether there is noise intensity relationship with fatigue work on labor melting in the foundry plant I PT. Komatsu Indonesia Jakarta. Methods: The research use an analytic observational method using cross sectional design. The sample this research of 26 person melting labor. The measurement noise intensity using a Sound Level Meter, while the fatigue work were measured using the Questionnaire Measuring Feelings of Fatigue Work I (KAUPK2 I). Data analysis using SPSS 16.0.
Results: The results of research conducted at the melting at the Foundry Plant 1 PT. Komatsu Indonesia Jakarta has the Intensity Noise > NAB. Where from 26 samples workers in the labor who have the Intensity Noise 100 dBA > NAB there are 16 (61%) people experience a mild level of fatigue work, 9 (35%) people experience fatigue levels of medium, and 1 (4%) people experience severe levels of fatigue work. Tested using the Pearson Product Moment obtained value p value = 0.16. Because the value of p <0.05 revealed significant
Conclusion: From the study found association Intensity Noise with the Fatigue of Work melting at Foundry Plant 1 PT. Komatsu Indonesia. The recommendations should be implemented is the company's order to tighten control of K3 and give strict punishment to those labors who do not use the Personal Protective Equipment in the form of ear plugs and ear Muff.
Keywords: Intensity Noise, Work Fatigue *)
EducaPon program of Diploma III H alth and Saf ty , Faculty of M dicin, Univ rsity ofS b las Mar t Surakarta .
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puiji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, karunia, kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam pelaksanaan Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Melting di Foundry Plant . Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Serta demi mendapatkan gelar Ahli Madya Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini penulis menyadari jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis telah dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Sumardiyono, SKM., M.Kes selaku Ketua Program Studi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus sebagai penguji. 3. . selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini. 4. Ibu Dra. Cr,. Siti Utari, M.Kes. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini. 5. Bapak Ali selaku Pengelola Yayasan Komatsu Indonesia Peduli dan Ibu Radhitya Dini Rosa selaku Mnager HR. Development PT. Komatsu Indonesia yang telah menerima dan memberikan kemudahan penulis untuk mendapatkan tempat magang. 6. Bapak Rofiur Rutab selaku Manager Environment Health and Safety yang telah memfasilitasi penulis untuk kepentingan magang. 7. Bapak Dede, Bapak Syamsudin, Bapak Dedi dan Ibu Anita selaku Staff Environment Health and Safety atas segala ilmu dan bimbingannya selama magang. 8. Bapak Sutoyo selaku Safety Officer di Foundry Plant 1 yang telah memberikan arahan, bimbingan dan informasi. 9. Seluruh karyawan bagian proses melting di Foundry Plant 1 PT. Komatsu Indonesia atas kerja samanya dalam memberikan informasi untuk penelitian yang dilakukan penulis. 10. Seluruh Staff HRD, General Affair, Management Development dan Personalia yang telah memberikan bantuan, informasi, motivasi dan pertemanan yang terjalin baik (Bapak Usam, Bapak Ridwan, Bapak Fhajar, Mbak Ochi, Mbak Kiki, Mbak Feby, Mbak vera, Mbak Meri, Mbak Tri, Mbak Ari, Mbak Intan, Mbak Evita, Bapak Agus, Bapak Nardi, Bapak Heri, Mr. Mizukami, Bapak Hendro, Bapak Priyan, Bapak Kosasi, Bapak Muid, Mas Galih, Mas Winarno, Mas Ikhsan, Mas Aris, Zaenal dan Ivo).
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
11. Dr. Lucy, Ibu Tutik dan Ibu Ria selaku Pengelola Klinik Kesehatan PT. Komatsu Indonesia yang selalu memberikan nasihat, motivasi dan pengobatan kepada penulis. 12. Kedua Orang Tuaku yang telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dukungan moril dan materiil. 13. Anci dan Uncle Rudy, Bang Rico dan Tante Tasy beserta keluarga, Oma (Rudy S. Liey family), Ami Syarif dan Ameh Sukriah yang banyak memberikan bantuan baik moril maupun materiil dalam memenuhi kebutuhan penulis selama magang. 14. Sischa selaku teman seperjuangan yang selalu menemani dalam suka duka selama kegiatan magang. 15. Untuk orang-orang terdekat saya Huda, Mila, Amalia, Ratu, Emil, Nadia, Sella, Kak Fahmi, Syakier, Umar dan Rifky yang selalu memberikan motivasi dan support selama kegiatan magang. 16. Patricia, Arif, dan seluruh teman-teman Hiperkes dan Keselamatan Kerja angkatan 2009 atas kerja samanya. 17. Seluruh staff Prodi. D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih perlu penyempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kalimat yang kurang berkenan dalam laporan ini.
Surakarta, 7 Juni 2012 Penulis,
Susan Nabila Putri Taufiq
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN .............................................. ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRAC ....................................................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... A. Latar Belakang Masalah ........................................................... B. Rumusan Masalah .................................................................... C. Tujuan Penelitian ...................................................................... D. Manfaat Penelitian ..................................................................
i ii iii iv v vi viii x xi xii xiii 1 1 3 4 4
BAB II.
LANDASAN TEORI .................................................................... A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... B. Kerangka Pemikiran ................................................................. C. Hipotesis ...................................................................................
6 6 52 53
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................. A. Jenis Penelitian ......................................................................... B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... C. Populasi Penelitian ................................................................... D. Teknik Sampling ...................................................................... E. Sampel Penelitian ..................................................................... F. Variabel Penelitian ................................................................... G. Definisi Operasional ................................................................. H. Sumber Data ............................................................................. I. Instrumen Penelitian ................................................................. J. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... K. Analisi Data ............................................................................
54 54 54 54 55 55 56 56 57 58 59 62
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... A. Hasil Penelitian......................................................................... B. Pembahasan ............................................................................
64 64 72
BAB V.
80 80 81 83
SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... A. Simpulan ................................................................................... B. Saran ......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Menunjukkan skala intensitas kebisingan. Kebisingan dalam perusahaan dengan intensitas 60 dB berarti 106 X intensitas kebisingan standard. ...............................................................
9
Tabel 2.
Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja ...................
20
Tabel 3.
Tingkat Hubungan Korelasi (r) ................................................
63
Tabel 4.
Tabel Intensitas Kebisingan .....................................................
68
Tabel 5.
Penilaian Kuesioner Kelelahan Kerja ......................................
70
Tabel 6.
Uji Statistik Pearson Product Moment ....................................
71
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Model teorikal untuk mengilustrasikan mekanisme neurofisiologis atau neraca keseimbangan aktivasi dan inhibisi kelelahan. ....................................................................
Gambar 2.
41
Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kelelahan (Setyawati, 2010). ....................................................
47
Gambar 3.
Kerangka Pemikiran .................................................................
52
Gambar 4.
Sound Level Meter NL-20 ........................................................
61
Gambar 5.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia ....................................
66
Gambar 6.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja .........................
67
Gambar 7.
Diagram Persentase Kelelahan Kerja .......................................
70
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
DAFTAR SINGKATAN
SDM dB NAB SLM
: Sumber Daya Manusia : Desibel : Nilai Ambang Batas : Sound Level Meter
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Surat Keterangan Magang
Lampiran 2.
Jadwal Kegiatan Magang
Lampiran 3.
Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I).
Lampiran 4.
Hasil Out Put SPSS
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan teknologi yang telah maju dan modern. Salah satu konsekuensi dari perkembangan industri yang sangat pesat dan persaingan yang ketat antar perusahaan di Indonesia sekarang ini adalah tertantangnya proses produksi kerja dalam perusahaan supaya terus-menerus berproduksi selama 24 jam. Dengan demikian diharapkan adanya peningkatan kualitas serta kuantitas produksi untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Namun demikian, penerapan teknologi tinggi dan penggunaan bahan dan peralatan yang beranekaragam dan kompleks tersebut sering tidak diikuti oleh kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM). Keterbatasan manusia sering menjadi faktor penentu terjadinya musibah seperti: kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan timbulnya penyakit akibat kerja. Kondisi-kondisi tersebut ternyata telah banyak mengakibatkan kerugian jiwa dan material, baik bagi pengusaha, tenaga kerja, pemerintah dan bahkan masyarakat luas. Untuk mencegah dan mengendalikan kerugian-kerugian yang lebih besar, maka diperlukan langkah-langkah tindakan yang mendasar dan prinsip yang dimulai dari tahap perencanaan. Sedangkan tujuannya adalah agar tenaga kerja mampu mencegah dan mengendalikan berbagai dampak negatif yang timbul akibat
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
proses produksi, sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, nyaman, aman dan produktif (Tarwaka dkk, 2004). Lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar yang ada misalnya bising yang melebihi NAB merupakan faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Kebisingan selain dapat menimbulkan ketulian sementara dan ketulian permanen, juga akan berdampak negatif lain seperti gangguan komunikasi dan efek kelelahan pada pekerja (Hadian, 2000). Kelelahan (Fatigue) merupakan salah satu risiko terjadinya penurunan derajat kesehatan tenaga kerja. Budiono (2003) menyatakan kelelahan kerja ditandai dengan melemahnya tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan, sehingga akan meningkatkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan dan akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja. Berdasarkan laporan survei di Negara maju diketahui bahwa 10-15% penduduk mengalami kelelahan akibat kerja. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan. Di Indonesia khususnya wilayah Jakarta merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak industri. PT. Komatsu Indonesia merupakan salah satu perusahaan manufacturing yang memproduksi alat-alat berat. Perusahaan ini menghasilkan beberapa alat berat seperti escavator dan dumptruck yang sangat diperhatikan kualitasnya. Dalam menjalankan fungsinya PT. Komatsu Indonesia memiliki mesin-mesin yang beroperasi terus-menerus yang memiliki 2 shift kerja. Berdasarkan pada hasil pengukuran yang dilakukan terdapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
kebisingan yang melebihi NAB yaitu 100 dBA di Foundry Plant pada proses melting. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah tenaga kerja pada bagian proses melting dalam menjalankan pekerjaannya setiap hari terpapar kebisingan yang disebabkan dari mesin. Menurut data pengukuran yang telah dilakukan, intensitas kebisingan yang didapatkan melebihi nilai ambang batas. Bagian melting merupakan bagian utilitas yang sangat berperan penting dalam proses produksi dan sebagai pengolahan peleburan bahan baku sebelum dicetak menjadi komponen-komponen dalam alat berat. Kondisi dari ketidakstabilan lingkungan fisik berupa kebisingan pada saat bekerja membuat para tenaga kerja merasa menjadi lebih cepat mengalami kelelahan. Hal ini yang menjadikan dasar penulis untuk meneliti di PT. Komatsu Indonesia dengan bungan Intensitas Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Melting, Foundry Plant B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut : h hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian melting, Foundry Plant
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta. 2. Untuk mengetahui kelelahan kerja suyektif pada tenaga kerja
bagian
melting, Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta. 3. Untuk mengetahui hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta. D. Manfaat Penelitian Penelitian yang ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi mahasiswa a. Mampu melakukan suatu pengukuran untuk mengetahui intensitas kebisingan dengan menggunakan sound level meter dan pengukuran kelelahan kerja. b. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja. c. Menambah pengalaman dan dapat menjadi sebuah pembelajaran yang nyata bagi penulis. d. Meningkatkan pengetahuan dan sarana pengembangan teori yang telah didapat dalam perkuliahan sehingga diperoleh pengalaman langsung khususnya mengenai kesehatan dan keselamatan kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
2. Bagi perusahaan a. Mengetahui hasil pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan dan kelelahan kerja tenaga kerja di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia pada proses melting. b. Mengetahui hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia. c. Memperoleh informasi yang bermanfaat dalam mengambil tindakan koreksi untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. d. Digunakan sebagai pengembangan serta penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk meningkatkan derajat kesehatan kerja khususnya tenaga kerja bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta. 3. Bagi Program Studi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja a. Mengetahui informasi yang digunakan sebagai bahan pustaka guna pengembangan ilmu kesehatan dan keselamatan kerja. b. Pembentukan sumber daya manusia yang lebih baik dan meningkatan kualitas mahasiswa dalam menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. c. Menjalin hubungan kerjasama antara Program Studi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja UNS dengan PT. Komatsu Indonesia, Jakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Kebisingan a. Pengertian kebisingan. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Permenakertrans RI No. PER.13/MEN/X/2011). Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul diluar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai mur, 2009). Sedangkan intensitas bunyi/suara adalah besarnya tekanan atau energi yang dipancarkan oleh suatu sumber bunyi (Soeripto, 2008). Bunyi dapat
dibedakan dalam 3 rentang frekuensi sebagai
berikut:
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
1) Infra sonic, bila suara dengan gelombang antara 0-16 Hz. Suara ini tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan, frekuensi <16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, lesu dan kadangkadang perubahan penglihatan. 2) Sonic, bila gelombang suara antara 16-20.000 Hz, merupakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh telinga manusia. 3) Ultra sonic, bila gelombang suara >20.000 Hz. Frekuensi diatas 20.000 Hz sering digunakan dalam bidang kedokteran, seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan katarak karena dengan frekuensi yang tinggi bunyi mempunyai daya tembus jaringan yang cukup besar, sedangkan suara dengan frekuensi yang sebesar ini tidak dapat didengar oleh telinga manusia. Seorang cenderung mengabaikan kebisingan yang dihasilkannya sendiri bila kebisingan itu secara wajar menyertai pekerjaan, seperti kebisingan mesin kerja. Sebagai patokan, kebisingan mekanik atau elektrik, yang disebabkan kipas angin, transformator, motor, pompa, pembersih vakum atau mesin cuci, selalu lebih mengganggu dari pada kebisingan yang hakekatnya alami (angin, hujan, dan air terjun) (Prasetio, 2006). Definisi lain tentang kebisingan menurut Wahyu (2003) : 1. Denis dan Spooner, bising adalah suara yang timbul dari getarangetaran yang tidak teratur dan periodik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
2. Hirrs dan Ward, bising adalah suara yang komplek yang mempunyai sedikit atau bahkan tidak periodik, bentuk gelombang tidak dapat diikuti atau diproduksi dalam waktu tertentu. 3. Spooner, bising adalah suara yang tidak mengandung kualitas music. 4. Sataloff, bising adalah bunyi yang terdiri dari frekuensi yang acak dan tidak berhubungan satu dengan yang lainnya. 5. Burn, Littler, dan Wall bising adalah suara yang tidak dikehendaki
kehadirannya
oleh
yang
mendengar
dan
mengganggu. Pengaruh kebisingan itu sendiri tergantung pada intensitas dan frekuensi nada (Soeripto, 2008). Terdapat 2 hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik atau disebut Hertz (Hz), yaitu jumlah dari golongangolongan yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Nada dari kebisingan ditentukan oleh frekuensi-frekuensi yang ada. Intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel (dB) dengan membandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
1.000 Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal. Dalam rumus: dB
= 2010 log
p
= tegangan suara yang bersangkutan.
Po
= tegangan suara standar (0,0002 dyne/cm2).
Tabel 1. Menunjukkan skala intensitas dari kebisingan. Kebisingan dalam perusahaan dengan intensitas 60 dB berarti 106 X intensitas kebisingan standar. Desibel Batas dengar tertinggi Menulikan 120 Halilintar 110 Meriam 100 Mesin uap Sangat hiruk 100 Jalan hiruk 90 pikuk 80 Perusahaan sangat gaduh Pluit polisi Kuat 80 Kantor gaduh 70 Jalan pada 60 umumnya Radio Perusahaan Sedang 60 Rumah gaduh 50 Kantor 40 umumnya Percakapan kuat Radio perlahan Tenang 40 Rumah tenang 30 Kantor 20 perorangan Auditorium Percakapan Sangat tenang 20 Suara daun10 daun 0 Berbisik Batas dengar terendah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Sumber :
Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
Perlu diketahui secara jelas, bahwa desibel merupakan skala logaritmis. Maka dari itu, 3 dB diatas 60 dB sangat berbeda. Telinga manusia mampu mendengar.
a. Sumber kebisingan. Menurut Tambunan, (2005) di tempat kerja,
sumber
kebisingan berasal dari peralatan dan mesin-mesin. Peralatan dan mesin-mesin dapat menimbulkan kebisingan karena : 1) Mengoperasikan mesin-mesin produksi yang sudah cukup tua. 2) Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi yang cukup panjang. 3) Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya. Misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah. 4) Melakukan modifikasi/perubahan/pergantian secara parsial pada
komponen-komponen
mesin
produksi
tanpa
mengidahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
5) Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat, (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad conection). 6) Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya. Menurut Dirjen PPM dan PL, DEPKES dan KESSOS RI, 2000 dalam Subaris dan Haryono (2008) sumber kebisingan dibedakan menjadi tiga yaitu : 1) Bising Industri Industri besar termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan sejenisnya. Bising industri dapat dirasakan oleh tenaga kerja maupun masyarakat di sekitar industri dan juga setiap orang yang secara tidak sengaja berada di sekitar industri tersebut. Sumber kebisingan bising industri dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu : a) Mesin Kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin. b) Vibrasi Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang
ditimbulkan
akibat
gesekan,
benturan
atau
ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, dan lainlain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
c) Pergerakan udara, gas dan cairan Kebisingan ini ditimbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, dan lain-lain. 2) Bising Rumah Tangga Bising disebabkan oleh rumah tangga dan tidak terlalu tinggi tingkat kebisingannya, misalnya pada saat proses masak di dapur. 3) Bising Spesifik Bising yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus, misalnya pemasangan tiang pancang tol atau bangunan. Menurut Wisnu dalam Subaris dan Haryono (2008) sumber bunyi dilihat dari sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Sumber kebisingan statis seperti pabrik, mesin, tape dan lainlain. 2) Sumber kebisingan dinamis seperti mobil, pesawat terbang, kapal laut dan lainnya b. Jenis-jenis kebisingan. erdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dibagi atas : 1) Kebisingan
menetap
berkelanjutan
tanpa
putus-putus
(kontinyu) dengan spektrum frekuensi yang luas (steady
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
state, wide band noise), misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain. 2) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain. 3) Kebisingan
terputus-putus
(intermittent
noise)
ialah
kebisingan yang berlangsung tidak terus-menerus. Misal : bising lalu-lintas suara kapal terbang di bandara. 4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) ialah kebisingan dengan intensitas rendah sangat cepat. Misal : bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam dan ledakan. 5) Kebisingan impulsif berulang ialah kebisingan dengan intensitas yang agak cepat berubah tetapi terjadi berulangulang. Misal : bising mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan. Menurut Tambunan (2005) klasifikasi kebisingan di tempat kerja dibagi dalam dua jenis golongan besar, yaitu : 1) Kebisingan tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua yaitu : a) Kebisingan
dengan
frekuensi
terputus
(discrete
frequency noise), kebisingan ini merupakan nada-nada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
murni pada frekuensi yang beragam. Contohnya : suara mesin, suara kipas angin dan sebagainya. b) Kebisingan tetap (Broad band noise), kebisingan dengan frekuensi terputus dan Broad band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (Steady noise). Perbedaannya adalah Broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni). 2) Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu : a) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu. b) Intermittent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contoh kebisingan lalu lintas. c) Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya. c. Tingkat kebisingan. Terdapat dua karakterisitik utama yang menentukan kualitas suatu bunyi atau suara, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Herz (Hz), yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
telinga setiap detiknya. Sesuatu benda jika bergetar menghasilkan bunyi atau suara dengan frekuensi tertentu yang merupakan ciri khas dari benda tersebut. Biasanya suatu kebisingan terdiri atas campuran sejumlah gelombang sederhana dari aneka frekuensi. Nada suatu kebisingan ditentukan oleh frekuensi getaran sumber , 2009). Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu satuan logaritmis yang disebut desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan standar 0,0002 dine (dyne) /cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga normal (
,
2009). Karena
ada
kisaran
sensitivitas,
telinga
dapat
mentoleransi bunyi-bunyi yang lebih keras pada frekuensi yang lebih rendah dibanding pada frekuensi tinggi. Kisaran kurvakurva pita oktaf dikenal sebagai kurva tingkat kebisingan (NR = noise rating) pernah dibuat untuk menyatakan analisis pita oktaf yang dianjurkan pada berbagai situasi. Kurva bising yang diukur yang terletak dekat di atas pita analisis menyatakan NR kebisingan tersebut (Harrington dan Gill, 2005). Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk
Pelaksanaan
Pengawasan
commit to user
Kebisingan
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992, 1994/1995), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut : 1) Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level=Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (steady noise) dalam ukuran dB (A), berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran. 2) Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang, dan malam hari. 3) Tingkat ambien kebisingan (Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95. d. Pengukuran kebisingan.
kebisingan adalah : 1) Memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di perusahaan atau dimana saja. 2) Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
pendengaran tenaga kerja, atau perlindungan masyarakat atau tujuan lainnya. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter. Alat ini mengukur kebisingan pada intensitas 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz. Suatu sistem kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri, kecuali untuk kalibrasi mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi tersendiri. Sebagai alat kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan suaranya dapat diatur oleh amplifier atau suatu piston phone dibuat untuk maksud kalibrasi tersebut, yang tergantung dari tekanan udara, sehingga perlu koreksi berdasarkan atas perbedaan tekanan barometer. Kalibrator dengan intensitas tinggi (125 dB) lebih disukai, oleh karena alat pengukur intensitas kebisingan demikian mungkin dipakai untuk mengukur kebisingan yang
Sebagaimana
telah
dinyatakan
untuk
mengukur
intensitas dan menentukan frekuensi kebisingan diperlukan peralatan khusus yang berbeda bagi jenis kebisingan dimaksud. Jika
tujuan
dari
pengukuran
kebisingan
hanya
untuk
mengendalikan kebisingan, seperti misalnya untuk melakukan isolasi mesin atau pemasangan perlengkapan dinding yang mengabsorbsi suara atau pemilihan alat pelindung telinga, pengukuran tidak perlu selengkap sebagaimana dimaksudkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
dalam rangka lokalisasi secara tepat sumber kebisingan pada suatu mesin dengan tujuan memodifikasi mesin tersebut, melalui pembuatan desain yang dipakai dasar konstruksi bentuk mesin dengan tingkat kebisingan yang kurang intensitasnya dan
Faktor lainnya yang menentukan pemilihan alat pengukur kebisingan adalah tersedianya tenaga pelaksana untuk melakukan pengukuran terhadap kebisingan dan juga waktu yang dialokasikan untuk hal tersebut. Sebagaimana sering dialami kenyataan bahwa lebih disenangi pengumpulan data tentang kebisingan secara merekamnya (recording) yang kemudian data rekaman dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis 2009). Survei pendahuluan masalah kebisingan menetap berkelanjutan, biasanya diukur intensitas menyeluruh yang dinyatakan dengan dB (A), pengukuran intensitas menyeluruh demikian menggunakan jaringan A dari Sound Level Meter. Menggunakan jaringan tersebut berarti bahwa kepekaan alat pengukur kebisingan sesuai dengan garis kepekaan sama yaitu 40 dB, sehingga tidak memberi reaksi kepada intensitas kebisingan rendah,
melainkan
memungkinkan
kebisingan 2009).
commit to user
diukurnya
intensitas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
e. Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas kebisingan. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 (delapan) jam sehari atau 40 jam seminggu (Permenakertrans RI. No. PER.13/MEN/X/2011). Nilai Ambang Batas kebisingan adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER.13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas kebisingan ditempat kerja adalah 85 dB (A), dan merupakan standar dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 167063-2004 Nilai Ambang Batas iklim kerja (panas), kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja. SNI dimaksud juga memberikan informasi tentang pengendalian kebisingan yang dilakukan sehubungan dengan tingkat paparan sebagaimana substansinya dimuat pada Tabel 1 yang mengatur lamanya waktu paparan terhadap tingkat intensitas kebisingan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Standar kebisingan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER.13/MEN/X/2011 adalah sebagai berikut : Tabel 2. Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja Intensitas Waktu Pemaparan Kebisingan (dB) 8 Jam 85 4 Jam 88 2 Jam 91 1 Jam 94 30 Menit 97 15 Menit 100 7,5 Menit 103 3,75 Menit 106 1,88 Menit 109 0,94 Menit 112 28,12 Detik 115 14,06 Detik 118 7,03 Detik 121 3,52 Detik 124 1,76 Detik 127 0,88 Detik 130 0,44 Detik 133 0,23 Detik 136 0,11 Detik 139 Sumber : Permenakertrans RI No. Per.13/MEN/X/2011. Keterangan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat. f. Dampak kebisingan. Setiap tenaga kerja memiliki kepekaan sendiri-sendiri terhadap
kebisingan,
terutama
nada
yang
tinggi,
karena
dimungkinkan adanya reaksi psikologis seperti stress, kelelahan, hilangnya efisiensi kerja dan ketidaktenangan (Sutaryono, 2002). Disamping itu menurut Budiono (2003), pengaruh sumber kebisingan yang tinggi terhadap tenaga kerja adalah:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja 2) Mengganggu komunikasi dan percakapan antar pekerja 3) Mengurangi konsentrasi 4) Menurunkan daya dengar, baik yang bersifat sementara atau permanen. 5) Tuli akibat kebisingan. Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan indera-indera pendengar yang menyebabkan dkk., (2000) pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis, waktu berlangsung, dan waktu kejadiannya. Pengaruh tersebut berbentuk
gangguan
yang
dapat
menurunkan
kesehatan,
kenyamanan, dan rasa aman manusia. Beberapa bentuk gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan adalah sebagai berikut : 1) Gangguan pendengaran Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan dengan komunikasi audio/suara. Alat pendengaran yang berbentuk telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang mampu merespons suara pada kisaran antara 0-140 dBA tanpa menimbulkan rasa sakit. Kerusakan pendengaran (dalam bentuk ketulian) merupakan penurunan sensitivitas yang berlangsung secara terus-menerus. Tindak pencegahan terhadap ketulian akibat kebisingan memerlukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
kriteria yang berhubungan dengan tingkat kebisingan maksimum dan lamanya kebisingan yang diterima. 2) Gangguan komunikasi Kebisingan bisa menganggu percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang berlangsung (tatap muka/via telepon) dan dari alat komunikasi lainnya. 3) Gangguan psikologis Gangguan menimbulkan
fisiologis
gangguan
lama
psikologis
kelamaan (Wahyu,
bisa 2003).
Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis sebagainya. kebisingan kenyamanan
seperti, rasa khawatir, jengkel, Menurut
Budiono,
terhadap
tenaga
dalam
bekerja,
dkk
kerja
takut dan
(2003)
pengaruh
adalah
mengurangi
mengganggu
komunikasi,
mengganggu konsentrasi, dan menurut Benny dan Adhi dalam Sarwono (2002), kebisingan dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas. Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja
yang
melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
kesalahan akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan
Stabilitas mental adalah kemampuan seseorang untuk berfungsi atau bertindak normal. Suara yang tidak dikehendaki memang tidak menimbulkan mental illness akan tetapi dapat memperberat problem mental dan perilaku yang sudah ada (Jain, 1981). Reaksi
terhadap
gangguan
ini
sering
menimbulkan keluhan terhadap kebisingan yang berasal dari pabrik, lapangan udara, dan lalu lintas. Umumnya kebisingan pada lingkungan melebihi 50-55 dB pada siang hari dan 4555 dB akan mengganggu kebanyakan orang. Apabila kenyaringan kebisingan meningkat maka dampak terhadap kebisingan psikologis juga akan meningkat. Kebisingan dikatakan menganggu apabila pemaparannya menyebabkan orang tersebut berusaha untuk mengurangi, menolak suara tersebut atau meninggalkan tempat yang bisa menimbulkan suara yang tidak dikehendakinya (Rosidah, 2003). 4) Gangguan fisiologis Adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan. Disamping itu kebisingan juga dapat Cardiac Out Put
,
2003). Contoh gangguan fisiologis : naiknya tekanan darah, nadi
menjadi
cepat,
emosi
meningkat,
vasokontriksi
pembuluh darah (semutan), otot menjadi tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Menurut Benny dan Adhi dalam Sarwono (2002), semua hal ini sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap keadaan bahaya secara spontan. Pada
berbagai
penelitian
ditemukan
bahwa
pemaparan bunyi terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi pada permulaan pemaparan terhadap bunyi kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
5) Gangguan Produktivitas Kerja Kebisingan menimbulkan gangguan terhadap pekerjaan
yang sedang dilakukan
seseorang memulai
gangguan psikologis dan gangguan konsentrasi sehingga menurunkan produktivitas kerja. 6) Gangguan patologis organis Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat
menimbulkan
ketulian
yang bersifat
sementara
sehingga permanen (Wahyu, 2003). Menurut Budiono, dkk (2003), kebisingan dapat menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan. Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera pendengar yang menyebabkan ketulian progresif. Pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja di tempat bising untuk 2009). Di tempat kerja, tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan (tingkat kebisingan 80 s/d 90 dB (A) atau lebih dapat membahayakan pendengaran). Seseorang yang terpapar kebisingan secara terus-menerus dapat menyebabkan dirinya menderita ketulian. Menurut Benny dan Adhi dalam Sarwono
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
(2002), ketulian akibat kebisingan yang ditimbulkan akibat pemaparan terus menerus dibagi menjadi dua yaitu : a) Temporari deafness, yaitu kehilangan pendengaran sementara. b) Permanent deafness, yaitu kehilangan pendengaran secara permanen atau disebut ketulian saraf. Pada pekerja permanent deafness harus dapat dikompensasi oleh jamsostek atau rekomendasi dari dokter pemeriksa kesehatan. Menurut Tambunan (2005), secara umum tingkat bahaya yang ditimbulkan oleh kebisingan bagi pekerja dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti : a) Intensitas dan frekuensi kebisingan. b) Jenis kebisingan (steady atau non steady noise). c) Waktu kontak harian dan tahunan (exposure duration). d) Umur pekerja. e) Penyakit-penyakit atau ketidaksempurnaan pendengaran pada pekerja (yang bukan disebabkan oleh kebisingan). f) Kondisi lingkungan seperti angin, suhu, kelembaban udara di mana bahaya kebisingan tersebut berada. g) Jarak antara pekerja dan sumber kebisingan. h) Posisi telinga terhadap gelombang suara (kebisingan). 7) Gangguan kesehatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Kebisingan
berpotensi
untuk
menganggu
kesehatan manusia apabila terpapar suara dalam satu periode yang lama dan terus-menerus. Selain gangguan terhadap sistem pendengaran, kebisingan juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental dan emosional serta meningkatkan frekuensi detak jantung dan meningkatkan tekanan darah. 8) Gangguan pola tidur Pola tidur merupakan pola alamiah, kondisi istirahat yang berulang secara teratur, dan penting untuk tubuh normal dan pemeliharaan mental serta kesembuhan. Kebisingan dapat menganggu tidur dalam hal kelelapan, kontinuitas dan lamanya tidur (Fahmi, 1997). Seorang yang sedang tidak bisa tidur atau sudah tidur tetapi belum terlelap. Tiba-tiba ada gangguan suara yang akan menganggu tidurnya, maka orang tersebut mudah marah/tersinggung, berperilaku irasional dan ingin tidur. Terjadinya pergeseran kelelapan tidur dapat menimbulkan kelelahan (Fahmi, 1997). Menurut Tarwaka, dkk (2004), pengaruh pemaparan kebisingan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yang didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan. Pertama, pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) dan kedua, adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
pengaruh pemaparan kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB). a) Pengaruh kebisingan intensitas tinggi (1) Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB)
adalah
terjadinya
kerusakan
pada
indera
pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen atau ketulian. Sebelum terjadi kerusakan pendengaran yang permanen, biasanya didahului dengan pendengaran
yang
bersifat sementara
yang
dapat
mengganggu kehidupan yang bersangkutan baik di tempat kerja maupun di lingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya. (2) Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya terputus-putus dan sumbernya tidak diketahui. (3) Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat
menyebabkan
gangguan
kesehatan
seperti,
meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, risiko serangan jantung meningkat, gangguan pencernaan. (4) Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat suatu proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
sekitarnya protes menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan dan lain-lain. b) Pengaruh kebisingan intensitas rendah Tingkat intensitas kebisingan rendah atau di bawah NAB banyak ditemukan di lingkungan kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan dan lain-lain. Intensitas kebisingan yang masih di bawah NAB tersebut secara fisiologis tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebabkan penurunan performansi kerja, sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang disebabkan karena pemaparan kebisingan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan, dan depresi. g. Pengendalian kebisingan. Kebisingan dapat dikendalikan dengan: Menurut
Pramudianto
(1994),
pada
prinsipnya
pengendalian kebisingan di tempat kerja terdiri dari: 1) Pengendalian secara teknis Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media yang dilalui bising dan jarak sumber bising terhadap tenaga kerja. Pengendalian bising pada sumbernya merupakan pengendalian yang sangat efektif dan hendaknya dilakukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
pada sumber bising yang paling tinggi. Cara-cara yang dilakukan adalah: a) Desain ulang peralatan untuk mengurangi kecepatan atau bagian yang bergerak, menambah muffler pada masukan maupun keluaran suatu buangan, mengganti alat yang telah usang dengan yang lebih baru dan desain peralatan yang lebih baik. b) Melakukan perbaikan dan perawatan dengan mengganti bagian yang bersuara dan melumasi bagian semua yang bergerak. c) Mengisolasi peralatan dengan cara menjauhkan sumber dari pekerja/penerima, menutup mesin atau pun membuat barrier/penghalang. d) Meredam sumber bising dengan jalan memberi bantalan karet untuk mengurangi getaran peralatan dari logam, mengurangi jatuhnya sesuatu benda dari atas ke dalam bak maupun pada sabuk roda. e) Menambah sekat denga bahan yang dapat menyerap bising pada ruang kerja. Pemasangan peredam ini dapat dilakukan pada dinding suatu ruangan yang bising. 2) Pengendalian secara administrasi Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada tenaga kerja yang terpapar oleh kebisingan dengan intensitas tinggi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
ke tempat atau bagian lain yang lebih rendah, pelatihan bagi pekerja terhadap bahaya kebisingan, cara mengurangi paparan bising dan melindungi pendengaran. 3) Pemakaian Alat Pelindung Diri Pengendalian ini untuk mengurangi kebisingan meliputi ear plug dan ear muff. Pengendalian ini tergantung terhadap pemilihan peralatan yang tepat untuk tingkat kebisingan tertentu, kelayakan dan cara merawat peralatan. 4) Pemeriksaan Audiometri Dilakukan pada saat awal masuk kerja secara periodik, secara khusus dan pada akhir masa kerja (Budiono dkk, 2003), pemeriksaan berkala audiometri pada pekerja yang terpapar (Sarwono, 2002). 5) Pelatihan dan penyuluhan Pada pekerja semua orang di perusahaan tentang manfaat, cara pemakaian dan perawatan alat pelindung telinga, bahaya kebisingan di tempat kerja dan aspek lain yang berkaitan (Budiono dkk, 2003). Menurut Tarwaka, dkk (2004), sebelum dilakukan langkah pengendalian, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana pengendalian yang didasarkan pada hasil penilaian kebisingan dan dampak yang ditimbulkan. Rencana pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan melalui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
perspektif manajemen risiko kebisingan. Manajemen risiko yang dimaksud adalah suatu pendekatan yang logik dan sistemik untuk mengendalikan risiko yang mungkin timbul. Langkah manajemen risiko kebisingan tersebut adalah : 1) Mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan yang ada di tempat kerja yang berpotensi menimbulkan penyakit atau cidera akibat kerja. 2) Menilai risiko kebisingan yang berakibat serius terhadap penyakit dan cidera akibat kerja. 3) Mengambil
langkah-langkah
yang
sesuai
untuk
mengendalikan atau meminimalisasi risiko kebisingan. Setelah rencana dibuat dengan seksama, langkah selanjutnya
adalah
melaksanakan
langkah
pengendalian
kebisingan dengan dua arah pendekatan yaitu pendekatan jangka pendek (Short-term gain) dan pendekatan jangka panjang (Longterm gain) dari hirarki pengendalian. Pada pengendalian kebisingan
dengan
orientasi
jangka
panjang,
teknik
pengendaliannya secara berurutan adalah eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara teknik, pengendalian secara administrative dan terakhir penggunaan alat pelindung diri (Tarwaka dkk, 2004). Sedangkan untuk orientasi jangka pendek menurut Tarwaka dkk (2004) berurutan:
commit to user
adalah sebaliknya, secara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
1) Eliminasi sumber kebisingan a)
Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengan penggunaan tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat diminimalkan.
b) Pada tahap tender mesin-mesin yang akan dipakai, harus mensyaratkan maksimum intensitas kebisingan yang dikeluarkan dari mesin baru. c) Pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan mesin, konstruksi bangunan harus dapat meredam kebisingan serendah mungkin dan lain lain. 2) Pengendalian kebisingan secara teknik a) Pengendalian kebisingan pada sumber suara. Penurunan kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan menutup mesin atau mengisolasi mesin sehingga terpisah dengan pekerja. Teknik ini dapat dilakukan dengan mendesain mesin memakai remote control. Selain itu dapat dilakukan redesain landasan mesin dengan bahan anti getaran. Namun demikian teknik ini memerlukan biaya yang sangat besar sehingga dalam prakteknya sulit diimplementasikan. b) Pengendalian
kebisingan
pada
bagian
transmisi
kebisingan. Apabila teknik pengendalian pada sumber suara sulit dilakukan, maka teknik berikutnya adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
dengan memberi pembatas atau sekat antara mesin dan pekerja. Cara lain adalah dengan menambah atau melapisi dinding, plafon dan lantai dengan bahan penyerap suara. Menurut Sanders dan McCormik dalam Tarwaka, dkk (2004) cara tersebut dapat mengurangi kebisingan antara 3-7 dB. 3) Pengendalian kebisingan secara administratif Apabila teknik pengendalian secara teknik belum memungkinkan untuk dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah
merencanakan
teknik
pengendalian
secara
administratif. Teknik pengendalian ini lebih difokuskan pada manajemen pemaparan. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising dengan tempat yang lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan yang diterima pada tabel 1. 4) Pengendalian kebisingan pada penerima atau pekerja Teknik ini merupakan langkah terakhir apabila seluruh teknik pengendalian di atas (eliminasi, pengendalian teknik dan administratif) belum memungkinkan untuk dilaksanakan. Jenis pengendalian ini dapat dilakukan dengan pemakaian alat pelindung telinga (tutup atau sumbat telinga). Menurut Pulat dalam Tarwaka, dkk (2004) pemakaian sumbat telinga dapat mengurangi kebisingan sebesar ± 30 dB,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
sedangkan tutup telinga dapat mengurangi kebisingan sedikit lebih besar yaitu antara 40-50 dB. Pengendalian kebisingan pada penerima ini telah banyak ditemukan di perusahaanperusahaan, karena secara sekilas biayanya relatif lebih murah. Namun demikian banyak ditemukan kendala dalam pemakaian tutup atau sumbat telinga seperti, tingkat kedisiplinan
pekerja,
mengurangi
kenyamanan
kerja,
mengganggu pembicaraan dan lain lain. Berikut adalah alat pelindung telinga menurut Tarwaka (2008) : a) Sumbat telinga (Ear plug) Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-tiap individu dan bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama adalah berbeda. Untuk itu ear plug harus dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk saluran telinga pemakainya. Pada umumnya diameter saluran telinga antara 5-11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk lonjong dan tidak lurus. Ear plug dapat terbuat dari kapas, plastik, karet alami dan bahan sintetis. Untuk ear plug yang terbuat dari kapas, spon dan malam (wax) hanya dapat digunakan untuk sekali pakai (Disposable). Sedangkan yang terbuat dari bahan
karet
dan
plastik
yang
dicetak
(Molded
rubber/plastic) dapat digunakan berulang kali (Non
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Disposable). Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB (A). b) Tutup telinga (Ear muff) Alat pelindung telinga jenis ini terdiri dari 2 (dua) buah tutup telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian untuk waktu yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat menurunkan karena bantalannya menjadi mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan minyak dan keringat pada permukaan kulit. Alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 dB (A) dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras atau percikan bahan kimia. Menurut Tarwaka (2008), perlu diperhatikan beberapa kriteria dalam pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri sebagai berikut : 1) Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja. 2) Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi pemakainya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
3) Bentuknya cukup menarik, sehingga pekerja tidak malu memakainya. 4) Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena
jenis
bahayanya
maupun
kenyamanan
dalam
pemakaian. 5) Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali. 6) Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernafasan serta gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama. 7) Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tandatanda peringatan. 8) Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia dipasaran. 9) Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan. 10) Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan. Disamping pemenuhan terhadap kriteria-kriteria tersebut, pekerja juga harus terus-menerus diberikan penyadaran, diberikan instruksi baik secara tertulis maupun lisan tentang kapan dan dalam keadaan bagaimana alat pelindung diri wajib dipakai. Penyadaran melalui tulisan atau gambar dan poster tentang kewajiban memakai alat pelindung diri yang dipasang di tempat-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
tempat kerja juga sangat baik untuk mengingatkan pekerja (Tarwaka, 2008). h. Kelelahan 1) Pengertian kelelahan Pengertian kelelahan secara sempit memang hanya sebatas pada lelah fisik yang dirasakan saja. Hal ini dikarenakan setiap orang yang merasakan kelelahan hanya terbatas pada keluhan-keluhan fisik yang mereka rasakan saja. Gejala yang ditimbulkan, perubahan fisik dan perasaan yang dirasakan memang berbeda pada masing-masing individu. Dari sudut pandang keselamatan kerja, medis dan psikologi pun memilki definisi atau pengertian yang berbedabeda
mengenai
kelelahan
yang
tepat,
maka penulis
mempelajari referensi yang berkaitan dengan kelelahan pada tenaga kerja. Kelelahan
adalah
perpaduan
dari
wujud
penurunan fungsi mental dan fisik yang menghasilkan berkurangnya
semangat kerja sehingga mengakibatkan
efektivitas dan efisiensi kerja menurun (Yoshitake, 1999). Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Kelelahan merupakan hasil dari akumulasi produk yang dihasilkan akibat metabolisme tubuh dan ditambah dengan mekanisme kontraksi otot. Job dan Dalziel (2001) mendefinisikan
kelelahan
berdasarkan
pada
tingkatan
keadaan otot tubuh, viscera atau sistem syaraf pusat, dimana didahului oleh aktivitas fisik dan proses mental, serta waktu istirahat yang mencukupi, sebagai hasil dari kapasitas sel yang tidak mencukupi atau cakupan energi untuk memelihara tingkatan aktivitas yang alami dan atau proses dengan menggunakan sumber-sumber yang normal (Australia Safety and Compensation Council, 2006). Berdasarkan teori tersebut maka penulis merumuskan kelelahan adalah sebagai suatu sinyal alamiah
yang
diberikan
tubuh
karena adanya
penurunan dari fungsi tubuh akibat proses kerja yang membutuhkan keterpaduan pada seluruh sistem didalam tubuh. Saat sistem tersebut mulai mengalami perubahan dari kondisi baik ke kondisi buruk maka, pada tahapan ini muncul sinyal kelelahan yang memberikan tanda tubuh sedang memerlukan pemulihan untuk mengatasinya. Sinyal yang diberikan ini berbentuk gejala-gejala yang dirasakan tubuh baik fisik maupun mental dan pada setiap individu berbedabeda karena dipengaruhi oleh berbagai faktor.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
Kelelahan diatur secara terpusat diotak. Terdapat struktur susunan syaraf pusat yang berperan penting dalam mengontrol fungsi secara luas dan konsisten yaitu reticular formation atau sistem penggerak pada medulla yang berfungsi meningkatkan dan mengurangi sensitivitas dari cortex cerebri. Cortex cerebri berfungsi sebagai pusat kesadaran meliputi persepsi, perasaan subjektif, reflex, kemauan (Rodahl, 1992). Keadaan dan perasaan lelah merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) yang saling bergantian. Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang bekerja menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan mengakibatkan kecenderungan untuk tidur, sedangkan sistem penggerak
terdapat
formation
reticularis
yang
dapat
merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan dalam tubuh untuk bekerja, berkelahi, melarikan diri, dan lain-lain. Keadaan seseorang sangat tergantung kepada hasil kerja diantara dua sistem antagonis tersebut. Apabila sistem penghambat lebih kuat, seseorang akan berada pada kelelahan. Sebaliknya apabila sistem aktivasi lebih kuat maka seseorang akan dalam kedaan segar untuk melakukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
aktivitas. Kedua sistem harus berada dalam kondisi yang memberikan stabilitas ke dalam tubuh, agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan (Grandjean, 1995;Rodahl, 1986). Seperti terlihat dalam gambar berikut:
Gambar 1 . Model teorikal untuk mengilustrasikan mekanisme neurofisiologis atau neraca keseimbangan aktivitas dan inhibisi kelelahan. Kelelahan kerja tidak dapat didefiniskan secara jelas namun dapat dirasakan oleh pekerja (Grandjean, 1995). Terdapat beberapa definisi kelelahan kerja, antara lain: 1) Kelelahan kerja adalah perasaan lelah dan adanya penurunan kesiagaan (Grandjean, 1995). 2) Dari sudut neurofisiologis diungkapkan bahwa kelelahan dipandang sebagai suatu keadaan sistemik saraf sentral, akibat
aktivitas
yang
commit to user
berkepanjangan
dan
secara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
fundamental dikontrol oleh aktivitas berlawanan antara sistem aktivasi dan sistem inhibisi pada batang otak (Grandjean, 1995). 3) Perasaan lelah pada pekerja adalah semua perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh pekerja serta merupakan
fenomena
psikososial.
Latar
belakang
psikososial sangat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja bahwa terdapat hubungan erat antara derajat gejala kelelahan dan derajat perasaan lelah. 4) Kelelahan kerja adalah respon total individu terhadap stres psikososial yang dialami dalam satu periode tertentu
dan
menurunkan
kelelahan prestasi
kerja maupun
tersebut motivasi
cenderung pekerja
bersangkutan. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang lengkap tidak hanya menyangkut kelelahan yang bersifat fisik dan psikis saja tetapi lebih banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja. 5) Chavalitsakulchai dan Shahvanas (1991), mengutarakan bahwa kelelahan kerja adalah suatu fenomena yang kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja serta dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
Klasifikasi
kelelahan
berdasarkan
kapasitas
kerja
menurut Kroemer (1997) adalah sebagai berikut: 1) Kelelahan lokal Kelelahan yang disebabkan oleh jenis pekerjaan. Kelelahan lokal ini sering disebut dengan kelelahan otot. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau nyeri diotot. Berdasarkan jenis pekerjaan, penyebab kelelahan otot yaitu: a) Kerja statis Pada kerja otot statis suatu otot menetap berkontraksi pada suatu periode waktu secara terus-menerus. Pada pekerjaan statis, panjang otot tetap, dan seolah tidak terlihat dari kerja luar, sehingga energi tidak dapat diperhitungkan dari besarnya kekuatan. Otot yang berkontraksi statis tidak mendapat glukosa dan oksigen dari darah dan harus
menggunakan
cadangan-cadangan
yang
tersedia. Sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan, hal ini menyebabkan terjadi penimbunan pada sisa metabolisme tubuh. b) Kerja dinamis Kerja otot yang dinamis, memiliki kadar kerja yang dapat diukur sebagai hasil dari memendekkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
otot dengan tenaga yang dipakai. Pada kerja otot dinamis, kerutan dan pengenduran suatu otot terjadi
silih
berganti.
Kerja
otot
dinamis
memperoleh banyak glukosa dan oksigen, sehingga kaya akan tenaga dan sisa metabolisme yang dibuang oleh tubuh. 2)
Kelelahan umum Yaitu kelelahan yang biasanya ditandai dengan berkurangnya
kemampuan
untuk
bekerja
yang
disebabkan oleh monotoni, intensitas, lamanya kerja fisik, kondisi mental, status kesehatan, kedaan gizi, dan keadaan lingkungan. Kelelahan umum dapat diklasifikasikan
berdasarkan
tingkatannya,
diantaranya: a) Kelelahan fisik, terjadi ketika seseorang mulai mengurangi kemampuan fisik yang digunakan dari biasanya karena jenis pekerjaan yang sangat banyak pada setiap jam kerjanya. b) Circadian fatigue, ditandai dengan denyut nadi lemah, pelan atau cepat. c) Kelelahan akut, terjadi pada suatu aktivitas tubuh/otot,
terutama
dikarenakan
banyak
menggunakan otot, gangguan kebisingan, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
sebagainya. Hal ini terjadi karena tubuh bekerja secara terus-menerus dan melebihi kapasitas tubuh. d) Cummulative fatigue, kelelahan yang disebabkan kelelahan fisik atau mental yang terjadi pada periode waktu tertentu. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya istirahat. e) Chronic fatigue, kelelahan akut yang terus terakumulasi dalam tubuh akibat dari tugas yang terus-menerus tanpa pengaturan jarak tugas yang baik atau teratur. Salah satu pekerja yang sudah mengalami kelelahan kronis adalah sudah merasa lelah sebelum melaksanakan tugasnya, ketika bangun tidur perasaan lelah sudah ada. Keadaan seperti ini istirahat saja tidak cukup untuk memulihkan, dan jika dibiarkan maka akan membahayakan tugas yang sedang dilakukannya atau jangka panjang dapat menimbulkan bahaya kecelakaan kerja. Kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang menyebabkan penurunan kinerja yang dapat mengakibatkan kesalahan kerja, ketidakhadiran, keluar kerja, kecelakaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
kerja dan berpengaruh terhadap perilaku kerja (Schultz, 1982 dalam Eralisa, 2008). i. Faktor yang mempengaruhi kelelahan Kelelahan di industri disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan dan ketidakteraturan dari hubungan siklus siang dan malam dalam hidup (Saito, 1999). Dianalogikan bahwa tingkat kelelahan di industri seperti air dalam tong. Dan faktor-faktor penyebab seperti intensitas dan durasi kerja fisik dan mmental, lingkuungan, ritme circadian, masalah fisik, penyakit, dan nutrisi sebagai tambahan air yang mengisi tong. Sementara itu pemulihan adalah sebagai aliran air yang keluar dari tong yang dapat mengurangi tingkat kelelahan (Kroemer, 1997). Menurut Siswanto (2006) faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan: 1) Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengna pekerjaannya. 2) Faktor psikologis, misalnya rasa tanggung jawab dan khawatir yang berlebihan, serta konflik yang kronis/menahun. 3) Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
4) Status kesehatan (penyakit) dan status gizi. 5) Monoton
(pekerjaan
atau
lingkungan
kerja
yang
membosankan).
Gambar 2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kelelahan (Grandjean (1995), dalam Setyawati (2010) ). Faktor-faktor yang memperngaruhi kelelahan kerja menurut Setyawati (2010), umumnya berkaitan dengan: 1) Sifat pekerjaan yang monoton. 2) Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang tinggi. 3) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan serta lingkungan kerja lain yang tidak memadai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
4) Faktor psikologis, rasa tanggung jawab, khawatir, keteganganketegangan serta konflik. j.
(2009) gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubungannya dengan kelelahan : 1) Perasaan berat di kepala; 2) Menjadi lelah seluruh badan; 3) Kaki merasa berat; 4) Menguap; 5) Merasa kacau pikiran; 6) Mengantuk; 7) Merasa berat pada mata; 8) Kaku dan canggung dalam gerakan; 9) Tidak seimbang dalam berdiri; 10) Mau berbaring; 11) Merasa susah berfikir; 12) Lelah berbicara; 13) Gugup; 14) Tidak dapat berkonsentrasi; 15) Tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu; 16) Cenderung untuk lupa; 17) Kurang percaya diri; 18) Cemas terhadap sesuatu; 19) Tidak dapat mengontrol sikap;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
20) Tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan; 21) Sakit kepala; 22) Kekakuan di bahu; 23) Merasa nyeri di punggung; 24) Merasa pernafasan tertekan; 25) Merasa haus; 26) Suara serak; 27) Merasa pening; 28) Spasme kelopak mata; 29) Tremor pada anggota badan; 30) Merasa kurang sehat. Gejala 1-10 menunjukkan melemahnya kegiatan, 11-20 menunjukkan
melemahnya motivasi dan
20-30 gambaran
kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan. Kelelahan dapat dihilangkan dengan berbagai cara yaitu melakukan rotasi sehingga tenaga kerja tidak melakukan pekerjaan yang sama selama berjam-jam, memberi kesempatan kepada
tenaga
kerja
untuk
berbicara
dengan
rekannya,
meningkatkan kondisi lingkungan kerja seperti mereduksi kebisingan, memperbaiki lingkungan kerja (Budiono dkk, 2003), memberikan waktu istirahat yang cukup.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
k.
Pengukuran kelelahan Menurut (Tarwaka, 2004), pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu: 1) Kualitas dan kuantitas hasil kerja Dapat dilihat dari hasil prestasi hasil kerja yang dinyatakan dalam banyaknya produksi persatuan waktu. Sedangkan kualitas kerja didapat dengan menilai kualitas pekerjaan seperti jumlah yang ditolak, kesalahan, kerusakan material dan lainlain. 2) Pencatatan perasaan subjektif kelelahan kerja yaitu, dengan cara
Kuesioner
Alat
Ukur
Perasaan
Kelelahan
Kerja
(KAUPK2). 3) Pengukuran
gelombang
listrik
pada
otak
dengan
Electroenchepalography (EEG). 4) Uji
psiko-motor,
dengan
melibatkan
fungsi
persepsi,
interpretasi dan reaksi motor dengan menggunakan alat digital reaction timer. 5) Uji mental, pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersman Test merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian, dan konsentrasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
Alat ukur yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2).
B. Kerangka Pemikiran Mesin Produksi
Intensitas Kebisingan Sumber Bising Jenis Bising
Kebisingan Gangguan Kebisingan dan Waktu Pemaparan Rangsangan cortex cerebri terhadap raeksi fungsional Sistem Penghambat Kelelahan Kerja Faktor eksternal : a. Lingkungan Kerja b. Beban Kerja c. Iklim Kerja d. Penerangan e. Tekanan panas f. Getaran mekanis
Faktor internal : a. Jenis kelamin b. Umur c. Riwayat Kesehatan d. Status Gizi e. Psikis
g. Masa Kerja Gambar 3. Kerangka Pemikiran.
C. Hipotesis Ada Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja bagian Melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 1. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik yaitu penelitian yang menjelaskan adanya pengaruh antara varabel-variabel melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Sugiyono, 2008). 2. Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas atau risiko, dan variabel terikat atau variabel akibat dikumpulkan dalam waktu yang bersama (Notoatmodjo, 2002). B. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi p n liPan dalam p n liPan ini adalah PT.Komatsu Indon sia pada bagian pros
smel︃ng di Foundry Plant I. n liPan dilaksanakan tanggal 1 F bruarisampai d ngan5 April 2012
pada s Pap hari k
7.00 - 16.00 WIB.
rja yaitu S -nin
C. Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmodjo, 2002). Menurut Sugiyono dalam Sumardiyono (2010) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tenaga kerja laki-laki yang bekerja di Foundry Plant I di PT.Komatsu Indonesia yang berjumlah 271 orang.
commit to user 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
D. Teknik Sampling T kniksampling yang digunakan pada saat p n liPan adalah Purposive sampling. Purposive sampling b rarP p mili han subj k b rdasarkan atas i-ciri cir atau sifat t rt
ntu yang b rkaitan d ngan karakt risPk populasi . Karakt risPk
populasi harus sudah dik tahui l
bih dahulu dari p n -p liPann liPan s b lumnya
(Ari ,f2007).
E. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama, baik sifat kodrat maupun sifat pengkhususan (Sumardiyono, 2010). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah tenaga kerja bagian proses melting sebanyak 26 orang. Dalam penelitian ini sampel penelitian adalah tenaga kerja di bagian proses melting yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Usia 17-46 Tahun. 2. Masa Kerja : 1-21 Tahun. 3. Seluruh tenaga kerja yang menjadi sampel tidak mempunyai riwayat penyakit pendengaran sebelumnya. 4. Seluruh tenaga kerja yang menjadi sampel tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan menahun dan tidak sakit. 5. Status Gizi
= normal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
F. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel dalam penelitian ini adalah intensitas kebisingan. 2. Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kelelahan kerja. 3. Variabel Pengganggu Variabel pengganggu adalah variabel yang mengganggu hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu: a) Variabel pengganggu terkendali: jenis kelamin, usia, kondisi kesehatan, riwayat kesehatan, status gizi, dan masa kerja. b) Variabel pengganggu tidak terkendali: lingkungan, beban kerja, iklim kerja, penerangan, tekanan panas, getaran mekanis, waktu pemaparan, dan psikis. G. Definisi Operasional 1. Kebisingan Kebisingan adalah suara yang dihasilkan oleh suatu mesin atau alat kerja dalam proses produksi. Dalam penelitian ini yang diukur adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
kebisingan dari mesin dan alat kerja terhadap tenaga kerja di area melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta. a. Alat ukur
: Sound Level Meter RION NL-20.
b. Satuan
: dB (desibel) Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja menyebutkan bahwa intensitas kebisingan 85 dBA selama 8 jam kerja dalam sehari.
c. Skala pengukuran : Interval 2. Kelelahan Kerja Adalah ukuran kelelahan Kerja pada tenaga kerja di bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta. a.
Alat Ukur
: Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I).
b. Hasil pengukuran
: Jumlah skor
c. Skala pengukuran
: Interval.
H. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini diambil dari hasil pengukuran kebisingan di tempat kerja, wawancara dengan para tenaga kerja baik yang di office maupun yang di plant, dokumen perusahaan, dan hasil dari pengisian kuesioner. Sumber data ada dua yaitu data primer dan data sekunder:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
1. Data primer adalah pengukuran yang dilakukan secara langsung di tempat mengambil data, yaitu data tentang identitas responden: umur, jenis kelamin, riwayat kesehatan, dan lama bekerja. Dan data tentang lingkungan kerja tempat proses produksi berlangsung. 2. Data sekunder adalah pengukuran yang dilakukan dengan cara meminta data perusahaan yang sudah ada atau dari data orang lain, contohnya: Profil perusahaan, Lingkungan kerja, Data tenaga kerja, Lay out dan lainlain. I. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah : 1. Sound Level Meter NL-20, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan. 2. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I) menurut Setyawati (2010) . 3. Lembar isian data, yaitu daftar pertanyaan yang akan digunakan untuk menentukan subjek penelitian. 4. Alat tulis, untuk mencatat hasil dari pengukuran. 5. Wawancara digunakan untuk memperoleh data dari sampel yang diteliti. Dilakukan teknik komunikasi langsung dengan wawancara. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan tenaga kerja di plant dan office adalah data mengenai keluhan seputar pekerjaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
6. Data umum diperoleh dari dokumen perusahaan yang terdiri dari data laporan penelitian, dokumentasi, satuan kerja, dan standar peraturan yang ada kegiatannya dengan magang. Selain itu, penulis juga mengambil beberapa literatur dari buku maupun internet. 7. Validasi a) Sound Lever Meter yang digunakan adalah alat yang sesuai dengan standar yang dipergunakan sebagaimana mestinya. Merupakan peralatan resmi yang digunakan oleh Departemen Tenaga Kerja dalam melakukan survey kebisingan di tempat kerja atau perusahaan. b) Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I) yang berisi 17 daftar pertanyaan yang berisi daftar gejala kelelahan kerja merupakan indikator utama adanya gejala kelelahan yang digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan tenaga kerja. J. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengukuran kebisingan Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter RION NL-20 di bagian proses melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta. Pengukuran dilakukan pada jam kerja yaitu antara jam 07.00 sampai dengan
jam 16.00.
Pengukuran kebisingan dilakukan di titik dimana setiap tenaga kerja berada di titik tersebut. Terdapat 4 titik pengukuran dimana titik 1 berada 1 meter dari sumber bising, titik 2 berada 2 meter di sumber bising, titik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
3 berada 3 meter dari sumber bising dan titik 4 berada 4 meter dari sumber bising. Sound Level Meter RION NL-20, yaitu alat untuk mengukur kebisingan, yang dilengkapi dengan mikrofon yang mendekati suara, mengkonversikannya ke dalam signal listrik dan memperbesar signal sampai pada tingkat tekanan suara. Cara kerja : a.
Baterai dipasang.
b.
Tombol power ditekan untuk menyalakan alat.
c.
Dilakukan kalibrasi alat terlebih dahulu, dengan menekan tombol
d.
Kemudian melakukan pengukuran : 1) Dipilih mode pengukuran yang akan dilakukan dengan menekan tombol mode 2) Dipilih mode tampilan yang dibutuhkan 3) Ditentukan waktu pengukuran 4) Dip
Fast/Slow
Fast
bising yang impulsive 5) 6) Dan dit
continue
Slow
Fast
Start ditekan Stop untuk menghentikan pengukuran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
e. Catat hasil pengukuran Catatan : setiap lokasi pengukuran dilakukan pengamatan selama 1-2 menit. Dengan ± 4 kali pengamatan. Hasil pengukuran adalah angka yang tertera pada monitor.
Gambar 4 . Sound Level Meter NL-20 2. Kelelahan kerja Dilakukan dengan cara pengisian kuesioner yang dilakukan oleh tenaga kerja di bagian melting process. Kuesioner diambil dari Setyawati (2010), yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya pada tahun 1994 di Yogyakarta. Cara pengukurannya: a. Masing-masing pertanyaan diberi 6 alternatif jawaban, yaitu: 1) Skor 6 :Ya, sangat sering 2) Skor 5 : Ya, sering 3) Skor 4 : Ya, agak sering 4) Skor 3 : Jarang 5) Skor 2 : Jarang sekali
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
6) Skor 1 : Tidak pernah b. Data yang diperoleh dari kuesioner ini berupa nilai/skor. Dengan ketentuan: 1) Mengalami Kelelahan Kerja Berat
= 75-102
2) Mengalami Kelelahan Kerja Sedang = 46-74 3) Mengalami Kelelahan Kerja Ringan = 17-45. Ketentuan ini didapatkan dari perhitungan dengan skala likert. Berdasarkan
desain
penilaian
kelelahan
subyektif
dengan
menggunakan 6 skala likert ini, akan diperoleh skor individu terendah sebesar 17 dan skor individu tertinggi sebesar 102. Maka total skor individu tersebut dapat langsung digunakan dalam entry data statistik. K. Analisis Data T nkik p ngolahan dan analisis data dalam p n liPan ini dilakukan d ngan uji staPsPk Pearson Product Moment d ngan m nggunakan program komput rS SS v
17.0, d ngan int rpr rsi
tasi hasil s bagai b : rikut signifikan.
1. Jika p value
2. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan Pdak signifikan (Sumardiyono, 2010). untuk m n ntukan arP nilai kor lasi (r) antara dua variab l S anjutnya l yang dit liP m
nurut Sumardiyono (2010), uji kor lasi m nunjukkan arah kor lasi
dapat dirumuskan s bagai b rikut : 1. Jika nilai r b rtanda+ (posiPf), b rarP kor lasi s arah , maka s makin b sar pula lain. nilai variab yang l
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
2. Jika nilai r b rtanda (n gaPf), b
rarP kor lasi b rlawanan arah , maka s makin
atau b sar nilai satu variab , sl makin k cil pula nilai variab l yang ,lain . s baliknya Dalam Sumardiyono (2010), k kualitaPf dapat dibagi dalam
kuatanhubungan dua variab l s cara
: mpat ar , yaitu a
Tab 3. l Tingkat Hubungan Nilai Kor lasi(r) Tingkat Hubungan
Nilai Korelasi (r) o.
Sumb
0,00 - 0,199
Sangat L mah
0,20 - 0,399
L mah
0,40 - 0,599
S dang
0,60 0,799
Kuat
0,80 1,000
Sangat Kuat
r: Sumardiyono, 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Komatsu Indonesia bersamaan dengan pelaksanaan Magang pada tanggal 1 Februari sampai dengan 5 April 2012. Sebelum pengukuran, diadakan pengamatan langsung terhadap lingkungan kerja, jalannya proses produksi dan keadaan dari tenaga kerja. Berikut adalah hasil dari penelitian : 1. Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia Foundry adalah tempat atau pabrik yang menghasilkan logam pengecoran yang berbahan baku logam perpaduan ferrous/paduan non ferrous. Logam perpaduan ini dicairkan pada temperatur tertentu kemudian logam cair tersebut dituangkan ke dalam rongga cetakan (casting). Setelah memadat, logam coran dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan proses finishing. Bentuk logam coran ditentukan oleh bentuk rongga cetakannya (molding). Pada prinsipnya proses produksi yang terjadi di Foundry Plant I dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu : Molding (proses pembuatan cetakan), Melting (peleburan bahan-bahan untuk pouring) dan Finishing (penyelesaian). Dalam Tugas Akhir ini data yang diambil dari pengukuran pada proses melting. Melting adalah proses peleburan (logam berubah dari
commit to user 62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
padat menjadi cairan) logam pada temperatur tertentu yang dilakukan pada furnace (tungku perapian). Logam yang dilebur berasal dari bongkahan logam paduan, scrap logam dan logam utama. Cakupan proses melting adalah sebagai berikut: a. Peleburan logam Peleburan terjadi karena energi panas yang diserap oleh logam tersebut. Energi ini bersumber dari proses pembakaran oleh gas (bahan bakar), listrik (arc atau induction). b. Pemurnian leburan Dilakukan untuk mengurangi kandungan gas dan unsur logam yang dapat merusak sifat logam yang diharapkan. c. Penyesuaian komposisi kimia leburan Penambahan logam (baik paduan / logam utama) selama proses melting bertujuan untuk menghasilkan komposisi kimia akhir berdasarkan rentang batas yang ditentukan oleh standar mutu. d. Penuangan ke ladle Berfungsi sebagai alat bantu untuk menuangkan leburan kedalam rongga mold. Di proses ini masih masih terjadi penyesuaian komposisi kimia akhir.
2. Karakteristik responden
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
Jumlah responden yang diambil pada penelitian ini adalah sampel populasi di Foundry Plant I yang berjumlah 271 orang. Dan yang dilakukan penelitian diambil dari proses melting yang berjumlah 26 responden. Berikut data yang diperoleh peneliti tentang keadaan umum responden penelitian : a. Usia Dari hasil wawancara dengan 26 responden di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia tentang usia dari masing-masing responden diperoleh hasil sebagai berikut : 8% 27% 15% 17-21 22-26 27-31
4%
32-36 37-41
8%
42-46
38%
Gambar 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 21 dan 27 Februari 2012. Usia tenaga kerja responden dalam penelitian ini antara 17-46 tahun. Usia responden yang paling muda adalah 17 tahun, usia paling tua adalah 46 tahun.
b. Masa kerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Dari hasil wawancara dengan 26 responden tentang masa kerja dari masing-masing responden diperoleh hasil sebagai berikut :
15%
1-10 11-21
85%
Gambar 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 21 dan 27 Februaru 2012 Masa kerja responden dalam penelitian ini adalah antara 1-21 tahun. Masa kerja minimal responden adalah 1 tahun dan masa kerja maksimal 21 tahun. c. Jenis kelamin Hasil wawancara dengan bagian proses melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia diperoleh bahwa jenis kelamin tenaga kerja yang bekerja adalah laki-laki, sehingga 26 sampel semuanya berjenis kelamin laki-laki.
d. Intensitas kebisingan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
Hasil pengukuran intensitas kebisingan pada bagian proses melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4. Tabel Intensitas Kebisingan No Titik Pengukuran Intensitas Kebisingan (dBA) 1 1 95,5 2 2 104,8 3 3 104,5 4 4 95,2 Rata-rata 100 Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 27 dan 29 Februari 2012. Keterangan : Rata-rata intensitas kebisingan dihitung menggunakan rumus Leq. Dari
hasil
pengukuran
diperoleh
rata-rata
intensitas
kebisingan sebesar 100 dB (A), dengan intensitas tertinggi sebesar 104,8 dB (A) dan terendah sebesar 95,2 dB (A). Menurut Permenakertrans RI No. PER.13/MEN/X/2011 dalam NAB Kebisingan di tempat kerja, untuk intensitas kebisingan sebesar 100
dB waktu pemaparan terhadap tenaga kerja hanya
diperbolehkan
selama
15
menit.
Maka
untuk
mengimplementasikan peraturan ini maka di area melting terdapat control room yang digunakan tenaga kerja untuk tempat transisi, beristirahat, dan mengontrol proses produksi dari dalam ruangan, sehingga meminimalisir terpaparnya oleh intensitas kebisingan yang tinggi tersebut. Intensitas Kebisingan di control room telah sesuai dengan NAB yaitu sebesar 70 - 84 dB, sehingga aman untuk para tenaga kerja. Akan tetapi, dalam kegiatannya ada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
tenaga kerja yang berada di area kerja lebih dari 15 menit, hal ini tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Namun perusahaan telah memberikan APD berupa ear plug kepada tenaga kerja tersebut, sehingga tenaga kerja aman dalam bekerja dan telah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. e. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan dari seorang pasien adalah informasi yang diperoleh dokter dengan cara menanyakan pertanyaan tertentu, dan pasien dapat memberikan jawaban yang sesuai. Tenaga kerja pada bagian proses melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia tidak mempunyai riwayat penyakit pendengaran sebelumnya. f. Status gizi Tenaga kerja pada bagian proses melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia memiliki keadaan gizi yang baik, hal ini terdapat dari hasil IMT pada medical check up yang dimiliki oleh tiap tenaga kerja. g. Kelelahan kerja Dari penelitian yang telah dilakukan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I), maka diperoleh hasil penilaian kelelahan kerja yang ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 5. Penilaian Kuesioner Kelelahan Kerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
Klasifikasi Kelelahan Kerja Rendah
Jumlah Responden
Persentase (%)
16
61
Sedang
9
35
Berat
1
4
Total 26 100 Sumber : Data primer kelelahan kerja tahun 2012 (lengkapnya di lampiran). Berdasarkan data di atas, hasil penilaian Kuesioner Kelelahan Kerja pada tenaga kerja proses melting di Foundry Plant yang tertinggi adalah 109 dan hasil terendah adalah 19 . 4%
35%
61%
ringan sedang berat
. Gambar 7. Diagram Presentase (%) Kelelahan Kerja. Sumber : hasil perhitungan pendataan, 2012 Dari data di atas didapatkan hasil kelelahan kerja ringan sebesar 61%, kelelahan kerja sedang sebesar 35% dan kelelahan kerja berat sebesar 4%. h. Hubungan kebisingan dengan kelelahan Hasil uji statistik hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja pada proses melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
dengan menggunakan uji Pearson Product Moment SPSS versi 17.0 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6. Uji Statistik Pearson Product Moment Intensitas Kelelahan Kebisingan kerja Kebisingan Pearson Correlation 1 -.467* Sig. (2-tailed) .016 N 26 26 Sistolik Pearson Correlation -.467* 1 Sig. (2-tailed) .016 N 26 26 ** Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Sumber : Hasil output SPSS. Dari hasil pengujian statistik untuk Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan Kerja pada prose melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia pada uji Pearson Product Moment, diperoleh nilai r = -0.467; dan p = 0.016. Oleh karena nilai p = 0.016 kurang dari 0.05(p < 0.05), hasil uji dinyatakan signifikan,
Dari hasil uji tersebut diketahui pula bahwa nilai r untuk kebisingan dengan kelelahan kerja diperoleh nilai r = -.0467. Untuk membandingkan nilai r dengan patokan kekuatan uji, maka tanda
(negatif) pada hasil uji diabaikan, karena tanda tersebut
hanya menunjukkan arah hubungan. Jadi kesimpulannya nilai r hasil uji terletak pada kategori 0.40-0.599 oleh karena itu hubungan antara intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja termasuk sedang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Hasil penelitiann sebelumnya yang dilakukan oleh Arif Yoni Setiawan (2000) di bagian machine moulding dan floor moulding Unit Produksi Departemen Foundry PT. Texmaco Perkasa Engineering Kaliwungu bahwa dengan range kebisingan 98-105 dBA pada bagian machine moulding 22,2% mengalami kelelahan ringan, 51,9% mengalami kelelahan sedang, 25,9% kelelahan berat dan pada bagian floor moulding dengan intensitas kebisingan 74-80 dBA terjadi kelelahan ringan sebesar 70%, kelelahan sedang 25% dan kelelahan berat 5%. Hubungan antara intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja termasuk lemah. B. Pembahasan 1. Karakteristik responden a. Usia Responden dalam penelitian ini berusia antara 17-46 tahun dengan usia responden yang paling muda adalah 17 tahun, usia paling tua adalah 46 tahun. Faktor usia merupakan hal yang tidak diabaikan dalam penelitian ini karena mengingat usia berpengaruh terhadap kekuatan fisik dan psikis seseorang serta pada usia tertentu seorang pekerja akan mengalami perubahan prestasi kerja (Setyawati, 2010). Menurut Grandjean dalam Setyawati (2010) bahwa kekuatan otot pada laki-laki dan wanita sekitar usia 25-35 tahun. Menurut David dan Lambert (1996) kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an
commit to user
dan kemudian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
menurun dengan bertambahnya usia. WHO menyatakan batas usia lansia adalah 60 tahun keatas. Sedangkan di Indonesia usia 55 tahun sudah dianggap sebagai batas lanjut usia (Margatan, 2009). Berdasarkan referensi di atas dapat diketahui bahwa umur subjek penelitian masih dalam keadaan normal untuk melaksanakan pekerjaan dalam intensitas kebisingan tertentu. b. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah suatu identitas seseorang, laki-laki atau wanita. Kelelahan akan cepat terjadi dialami wanita dibandingkan dengan lakilaki. Namun disini semua tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki. c. Masa kerja Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana tenaga kerja telah memegang pekerjaan tersebut. Masa kerja responden dalam penelitian ini berkisar antara 1-21 tahun, sehingga semakin lama seseorang bekerja maka semakin besar pula kemungkinan tenaga kerja tersebut mengalami gangguan kesehatan seperti kelelahan kerja. Kelelahan yang berkaitan dengan tekanan yang terjadi pada saat bekerja yang berasal dari tugas kerja, kondisi fisik, kondisi kimia, dan sosial di tempat kerja. Tekanan yang konstan terjadi dengan bertambahnya masa kerja seiring dengan proses adaptasi. Proses adaptasi memberikan efek positif yaitu dapat menurunkan ketegangan dan peningkatan aktivitas kerja atau performasi kerja, sedangkan efek negatifnya batas ketahanan tubuh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
yang berlebihan pada proses kerja. Kelelahan berasal dari kelebihan usaha selama beberapa tahun dapat dipulihkan dengan liburan. d. Riwayat kesehatan Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan peningkatan produktivitas kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas yang baik pula. Kesehatan bukan satu-satunya faktor yang menentukan produktivitas tenaga kerja, namun begitu tanpa kesehatan tidak mungkin produktivitas tenaga kerja yang baik dapat diwujudkan
Berdasarkan referensi tersebut kondisi fisik responden tidak mempengaruhi kelelahan kerja, karena keadaan fisik seluruh responden dalam keadaan sehat. e. Status Gizi Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu ciri kesehatan yang baik, sehingga tenaga kerja yang produktif terwujud. Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang tenaga kerja dalam keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya (Budiono dkk, 2003). Pada keadaan gizi buruk, dengan beban kerja yang berat akan menganggu kerja dan menurunkan efisiensi dan ketahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit sehingga mempercepat timbulnya kelelahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai IMT (Indeks Massa Tubuh). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi seseorang khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT dihitung dengan rumus berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (Supariasa, 2002). Maka menurut referensi diatas tenaga kerja yang bekerja pada bagian melting di Foundry Plant I sudah sesuai. Dan IMT tiap pekerja telah diukur dalam pemeriksaan medical check up yang dilaksanakan oleh PT. Komatsu Indonesia. 2. Intensitas kebisingan Kebisingan merupakan bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga (Sritomo, 2003). Rangsangan bunyi bising yang diterima oleh telinga akan menyebabkan sensasi suara gemuruh dan berdenging. Timbulnya sensasi suara ini akan menggerakkan atau menguatkan sistem inhibisi atau penghambat yang berada pada thalamus (Ganong, 1999). Pengukuran intensitas kebisingan menggunakan alat sound level meter NL-20 pada proses melting di Foundry Plant I didapatkan hasil rata-rata intensitas kebisingan sebesar 100 dB (A). Sehingga intensitas kebisingan yang ada di bagian proses melting melebihi NAB yaitu sebesar 85 dB (A). Berdasarkan Permenakertrans RI. No. PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Faktor Fisika di Tempat Kerja, untuk waktu pemajanan 8 jam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
perhari intensitas kebisingan yang dapat diterima tanpa menggunakan APD adalah maksimal 85 dB (A). Sedangkan untuk waktu pemajanan intensitas kebisingan sebesar 100 dB (A) lebih dominan ke intensitas sebesar 100 dB (A) yang artinya tenaga kerja maksimal berada di area tersebut selama 15 menit secara terus menerus tanpa menggunakan APD. Selama penelitian diketahui kebisingan disebabkan karena suara proses peleburan scrap oleh tungku pembakaran dalam proses melting. Besarnya intensitas kebisingan dipengaruhi oleh mesin dan alat yang beroperasi serta proses produksi lainnya yang ada di area Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia. Tenaga kerja bagian melting tidak terlalu lama berada di area melting tersebut. Kebanyakan tenaga kerja berada di area sekitar 10-15 menit karena untuk memantau dan mengecek produk yang dihasilkan, dan pemantauan lainnya dilakukan dalam control room. Sedangkan intensitas kebisingan di control room masih dalam NAB yaitu sebesar 80 dB. Penggunaan APD juga diperhatikan oleh tenaga kerja, semua tenaga kerja yang beraktivitas pada bagian proses melting menggunakan ear plug jadi hal ini dapat mengurangi intensitas kebisingan terhadap tenaga kerja melting. 3. Kelelahan Kerja Kelelahan Kerja responden diukur dengan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja I (KAUPK2 I). Tingkat kelelahan tiap tenaga kerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
berbeda-beda. Hasil rata-rata kelelahan kerja di bagian melting Foundry Plant I adalah 41,46 dan ini termasuk kategori kelelahan kerja sedang. Menurut Grandjean dalam Tarwaka (2004), bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi contohnya lingkungan (kebisingan), dan untuk memelihara atau mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan. 4. Uji statistik dengan Pearson Product Moment Dalam penelitian ini hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja diuji dengan uji statistik Pearson Product Moment. Alasan penggunaan pearson product moment karena kedua variabel yang diuji adalah variabel numerik dan kedua variabel terdistribusi normal. 5. Hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja Berdasarkan hasil uji statistik Pearson Product Moment diperoleh hasil p value = 0,016 sehingga p < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan, karena Ha diterima dan Ho ditolak, juga nilai korelasi r menunjukkan hubungan dan dari hasil uji tersebut diketahui pula bahwa nilai r kebisingan dengan kelelahan kerja sebesar 0,467 (tingkat hubungan korelasi (r) berada diantara 0,40
0,599), sehingga menunjukan tingkat hubungan yang
sedang, sehingga hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta termasuk dalam kategori sedang. Untuk menilai arah korelasi r bertanda negatif (-) maka, semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil pula variabel yang lain atau sebaliknya. Oleh karena itu,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
semakin tinggi intensitas kebisingan maka parah tingkat kelelahan kerja pada tenaga kerja. Hal tersebut didukung dengan hasil pengukuran kebisingan yang menunjukan hasil rata-rata intensitas kebisingan adalah 100 dB (A) di bagian melting di Foundry Plant 1 yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisik tempat kerja menurut Permenakertrans RI No. PER.13/MEN/X/2011 sebesar 85 dB (A),
sedangkan untuk hasil
pengukuran kelelahan kerja didapatkan 16 responden mengalami kelelahan kerja ringan, 9 responden mengalami kelelahan kerja sedang dan 1 responden mengalami kelelahan kerja berat. Hal ini mempunyai arti bahwa semakin tinggi intensitas kebisingan, semakin tinggi pula kelelahan kerja. Hal tersebut telah membuktikan bahwa intensitas kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) berpengaruh pada kelelahan kerja. 6. Keterbatasan penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan. Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu: a. Pada penelitian ini hanya meneliti hubungan kebisingan dengan kelelahan kerja. b. Karena keterbatasan waktu dan biaya maka faktor yang lain seperti lingkungan kerja, beban kerja, iklim kerja, penerangan, tekanan panas, dan getaran mekanis tidak diteliti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
c. Penulis sangat terbatas untuk meneliti di lapangan karena adanya prosedur yang harus dipatuhi oleh peserta magang yang telah ditetapkan oleh PT. Komatsu Indonesia, untuk kepentingan keselamatan peserta magang di perusahaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1. Intensitas kebisingan rata-rata di bagian proses melting Plant Foundry I PT. Komatsu Indonesia adalah sebesar 100 dB (A). Intensitas kebisingan tertinggi sebesar 104,5 dB (A) dan intensitas kebisingan terendah sebesar 95,2 dB (A). 2. Berdasarkan pada Pengukuran kelelahan kerja diperoleh hasil responden yang mengalami kelelahan kerja ringan sebanyak 16 orang (61%), yang mengalami kelelahan kerja sedang 9 orang (35%) dan mengalami kelelahan kerja berat sebanyak 1 orang (4%). 3. Berdasarkan hasil uji statistik Pearson Product Moment diperoleh hasil p value = 0,016 sehingga p < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan, karena Ha diterima dan Ho ditolak, juga nilai korelasi r menunjukan hubungan linier positif lemah dan dari hasil uji tersebut diketahui pula bahwa nilai r sebesar 0,467 sehingga nilai r berada diantara 0,40
0,599
maka hasil uji menunjukan tingkat hubungan sedang, sehingga ada hubungan intensitas kebisingan dengan kelelahan kerja bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia hal ini mempunyai arti bahwa semakin tinggi intensitas kebisingan, maka kelelahan kerja akan meningkat.
commit to user 78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
B. Saran 1. Sebaiknya perusahaan mengadakan pengecekan berkala terhadap mesinmesin, sehingga mesin dapat bekerja dengan baik, sehingga tidak menimbulkan intensitas kebisingan yang tinggi. 2. Sebaiknya perusahaan redesain lingkungan kerja pada bagian melting di Foundry Plant I agar intensitas kebisingan dapat dikurangi. 3. Sebaiknya memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada karyawan bagian melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia, Jakarta tentang pentingnya penggunaan APD ear plug dan gangguan terhadap kesehatan manusia akibat terpapar bising yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB). 4. Hendaknya kedisiplinan tentang penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) berupa ear plug ditingkatkan lagi dengan mengadakan pengawasan terhadap APD tersebut dan apabila ada yang melanggar diberi sanksi yang tegas. 5. Sebaiknya perusahaan melakukan pengukuran intensitas kebisingan di control room, sehingga control room menjadi ruangan yang kedap suara dan dapat dijadikan tempat yang aman bagi tenaga kerja untuk mengurangi waktu pemajanan intensitas kebisingan selama bekerja, yang dihasilkan dari proses melting di Foundry Plant I PT. Komatsu Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
6. Perlu dilakukan rotasi kerja pada tenaga kerja bagian melting yang terpapar intensitas kebisingan yang tinggi ke tempat atau bagian lain yang lebih rendah intensitas kebisingannya. 7. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan pengukuran kelelahan kerja tidak hanya menggunakan kuesioner perasaan kelelahan kerja, namun dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat reaction timer.
commit to user