Hubungan antara Illness Perception dengan Intensi Berolahraga Rutin Pada Mahasiswa Penderita Asma Di Kota Bandung
Dini Fauziah Pratiwi Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran (korespondensi: Dini Fauziah Pratiwi, Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor 45363, email:
[email protected])
ABSTRACT
Asthma patients have cognitive and emotional representation about their asthma. The cognitive and emotional representation form illness perception. Leventhal stated that, illness perception is the patients’ beliefs and expectations about an illness or somatic symptom (Sutton et.al., 2004). Routine exercise is one form of prevention against asthma. Tendency to perform routine exercise is described in the theory of planned behavior from Icek Ajzen (2005). Illness perception is need to predict the tendency of college students to perform routine exercise. This study is correlational study using questionnaires adapted from the Leventhal’s theory of illness perception and Icek Ajzen’s theory of planned behavior. Data was collected from 35 college students in Bandung using convenience sampling. The result show the illness perception factor of college student with asthma in Bandung that most determines the tendency to routine exercise is personal control. Further research should be considered.
1
2
Keywords : illness perception, intention of routines exercise, asthma, college
student (Kementrian
Republik
Indonesia, 2008).
Pendahuluan Asma merupakan penyakit peradangan
saluran
napas
kronispenyakit peradangan kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi (napas berbunyi akibat sesak napas) episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran
Kesehatan
napas,
kelompok
termasuk
penyakit
pernapasan
kronik
Kesehatan
Republik
dalam saluran
(Kementrian Indonesia,
2008).
WHO memperkirakan bahwa penderita asma di dunia mencapai 235
juta
jiwa
Organization, Penelitian
(World 2013).
dan
Health Badan
Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun
2013,
menyatakan
bahwa prevalensi asma di Indonesia berdasarkan prevalensi rata-rata dari penduduk di 33 provinsi adalah sebesar 4,5%. Prevalensi kelompok usia tertinggi di Indonesia tahun
Berbagai
dapat
2013 yaitu kelompok usia 25-34
menyebabkan timbulnya penyakit
tahun sebesar 5,7%, dan prevalensi
asma.
penyebab
kelompok usia tertinggi kedua pada
timbulnya penyakit asma adalah
kelompok usia 15-24 tahun sebesar
faktor genetik dan faktor lingkungan.
5,6% (BPPK Kemenkes RI, 2013).
Faktor genetik antara lain yaitu
Selain itu, di Indonesia prevalensi
hiperaktivitas, alergi pada bronkus,
asma tahun 2013 cenderung lebih
jenis kelamin, dan ras/etnik. Faktor
tinggi pada perempuan (4,6%) dari
lingkungan antara lain yaitu alergi
pada
debu dan jamur, alergi makanan
Kemenkes RI, 2013).
Faktor
faktor
utama
tertentu, alergi obat-obatan, ekspresi emosi berlebih, kualitas udara yang buruk,
dan
perubahan
cuaca
laki-laki
(4,4%)
(BPPK
Provinsi Jawa Barat adalah provinsi
yang
memiliki
jumlah
penduduk terbanyak di Indonesia
3
yaitu 45.472.830 jiwa (Indonesia,
Berdasarkan
kondisi
2013). Jawa Barat sendiri memiliki
peneliti
prevalensi
Bandung memiliki lingkungan yang
asma
sebesar
5,0%,
berasumsi
berisiko
Barat melebihi prevalensi asma rata-
mengingat bahwa perubahan cuaca
rata di Indonesia (BPPK Kemenkes
dan kualitas udara
RI, 2013)..
merupakan penyebab timbul asma. Bandung
penderita
Kota
artinya prevalensi asma di Jawa
Kota
bagi
bahwa
ini,
asma,
yang buruk
merupakan
Di Kota Bandung sendiri
Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Secara
memiliki jumlah penduduk yang
alamiah Kota Bandung termasuk
tergolong
daerah yang cukup sejuk. Menurut
pendidikan tinggi (mahasiswa) yaitu
Badan Pusat Statistik Kota Bandung
usia 20-29 tahun (Bandung P. K.,
dalam situs onlinenya, pada tahun
2014).
menonjol
pada
usia
2012 Kota Bandung memiliki suhu
Pada umumnya mahasiswa
rata-rata sebesar 23,4 derajat celsius
mengalami periode transisi yang
dan rata-rata curah hujan sebesar
ditandai dengan serangkaian tuntutan
209,23 mm dengan suhu terendah
yang
mencapai 19,0 derajat Celsius dan
lingkungan itu sendiri (Wilks, 2008).
suhu tertinggi mencapai 30,9 derajat
Menurut
Celsius. Pada tahun 2013 suhu rata-
Wilks, 2008) kehidupan pelajar di
rata mengalami peningkatan dari
perguruan tinggi atau mahasiswa
tahun sebelumnya dan rata-rata curah
mengalami
hujan
hidup yang penuh tekanan dan juga
yang
juga
mengalami
peningkatan (Bandung B. P., 2013). Selain Bandung
perubahan mengalami
suhu,
berhubungan
Zaleski
erat
(1998;
peningkatan
dengan
dalam
kejadian
menyebabkan gejala fisik.
Kota
penurunan
kualitas udara karena kadar gas CO
Ketika
terjadi
ketidakseimbangan
di Kota Bandung sudah melebihi
antara tuntutan lingkungan dengan
batas (Retno, 2013).
sumber daya pada individu baik secara biologi, psikologi, dan sosial, maka
individu
akan
mengalami
4
stress (Sutton et.al.,2004). Vig dan
dalam satu hari, sebanyak 2 hari
Vliagoftisa (2006, dalam Resti 2014)
dalam seminggu.
melakukan
penelitian
yang
bahwa
stress
menunjukkan
Peneliti
melakukan
wawancara pada 6 November 2014
psikologis berkaitan erat dengan
terhadap 6 mahasiswa di
keparahan
sebagai
Bandung yang telah didiagnosa oleh
dapat
dokter menderita penyakit asma.
asma.
mahasiswa
Maka,
yang
tidak
mengatasi tuntutan hidupnya akan
Enam
mengalami stress, dan stress dapat
mengungkapkan
memicu serangan asma.
menganjurkan
Individu
responden
Kota
tersebut
bahwa
dokter
mereka
untuk
dapat
melakukan
melakukan olahraga rutin, namun
tindakan
pencegahan
terhadap
hanya 3 responden yang mengaku
timbulnya
serangan
asma,
salah
melakukan olahraga rutin minimal 1
satunya dengan berolahraga rutin.
kali dalam seminggu. Sedangkan tiga
Penderita
asma
responden lainnya tidak melakukan
memiliki
toleransi
kemungkinan yang
rendah
olahraga rutin.
terhadap olahraga, bahkan kegiatan
Dalam
hal
ini
responden
olahraga dapat memicu serangan
memiliki suatu pengetahuan dan
asma
pengalaman
(Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia,
Meskipun
demikian,
penelitian
membuktikan
olahraga
baik
untuk
2008).
penyakitnya,
tertentu sehingga
mengenai mereka
beberapa
memiliki anggapan tertentu terhadap
bahwa
penyakitnya. Seperti halnya terdapat
kesehatan
3 dari 6 responden merasa bahwa
penderita asma.
asma yang diderita termasuk berat
Berdasarkan hasil penelitian
dan 3 lainnya merasa bahwa asma
oleh Kristin V. Carson dan rekan-
yang diderita termasuk ringan. Hal
rekannya (Smith, 2013), olahraga
ini
ternyata
risiko
pengetahuan dan pengalaman yang
gejala atau serangan asma dengan
dimiliki, sehingga mereka memiliki
bisa
mengurangi
berolahraga rutin minimal 20 menit
disebabkan
karena
adanya
5
anggapan tentang berat/ringannya
akan muncul kecenderungan untuk
penyakit asma yang diderita.
berolahraga atau tidak berolahraga
Individu
yang
menderita
sebagai upaya pencegahan asma.
suatu penyakit akan membentuk
Kecenderungan
suatu
akan
berperilaku dikenal dengan istilah
mempengaruhi cara mereka beraksi
intensi. Intensi sendiri dalam Theory
terhadap
of Planned Behavior (Ajzen, 2005)
keyakinan
yang
penyakit
(Henderson,
individu
Hagger, & Orbell, 2007; Leventhal,
adalah
Weinman, Leventhal, & Philips,
untuk memunculkan suatu perilaku,
2008;
melalui 3 determinan.
dalam
Taylor,
2009).
kecenderungan
untuk
seseorang
Keyakinan-keyakinan dan harapan-
Berdasarkan fenomena ini,
harapan mengenai penyakit atau
peneliti tertarik untuk meneliti lebih
gejala somatis yang dialami dikenal
lanjut mengenai hubungan antara
dengan istilah illness perception
illness perception dengan intensi
(Leventhal, 1970; Leventhal, meyer,
berolahraga rutin pada mahasiswa
& Nerenz, 1980; dalam Sutton et.al.,
penderita asma di Kota Bandung.
2004). Illness perception merupakan inti dari Leventhal’s Self- Regulation Model yang bertujuan mengukur representasi terhadap
kognitif
penyakit
dan
yang
emosi
Tinjauan Pustaka Common-Sense Model
diderita
Common-sense model (CSM)
(Leventhal, 1970; Leventhal, Meyer,
menggambarkan
& Nerenz, 1980; dalam Sutton et.al.,
yang menderita suatu penyakit akan
2004).
menggunakan akal sehatnya dalam Dalam
hal
ini
responden
yang
tentang
dan
berdasarkan
mengembangkan
pengalaman
kemudian
akan
asmanya
individu
mengkonstruksikan suatu keadaan
memiliki anggapan yang berbeda penyakit
bahwa
mewakili
penyakitnya
pengetahuan yang
dimiliki
dan (The
illness perception yang berbeda.
British Society for Rheumatology,
Maka pada diri individu tersebut
2007).
6
Common-Sense tersebut
kemudian
Model memunculkan
kognitif dan emosi terhadap penyakit yang
diderita,
dimana
terdapat
upaya responden untuk mengatasi
sembilan
penyakitnya berdasarkan representasi
mempengaruhinya (Leventhal et.al,
kognisi dan emosi individu terhadap
1970; dalam Sutton et.al., 2004).
penyakitnya. Konsep ini merupakan
Berikut ini dipaparkan sembilan
bentuk
dimensi tersebut.
self-regulation
individu
terhadap penyakitnya. Respresentasi kognisi dan emosi dapat dilihat dari
dimensi
yang
1. Identity
illness perception individu tekait
Dimensi identity dapat diartikan
penyakitnya.
sebagai ide pasien tentang nama, kondisi
Illness Perception Individu
yang
menderita
penyakit akan membentuk suatu keyakinan yang akan mempengaruhi cara
mereka
beraksi
terhadap
penyakit (Henderson, Hagger, & Orbell, 2007; Leventhal, Weinman, Leventhal, & Philips, 2008; dalam
mereka
pada
dasarnya
(gejala-gejala yang berhubungan), dan
hubungan-hubungan
diantara
keduanya (Leventhal, Nerenz and Steele,
1984;
Leventhal
and
Diefenbach, 1991; dalam Weinman, et.al., 1996). 2. Consequence
Taylor, 2009). Illness perception dapat mempengaruhi tingkah laku pencegahan
kesehatan
individu
(preventive health behaviors), yaitu reaksi ketika individu mengalami gejala atau didiagnosa menderita penyakit, rekomendasi
kepatuhan
terhadap
pengobatan,
dan
harapan terhadap kesehatan di masa depan (Rabin, Leventhal, & Goodin, 2004; dalam Taylor, 2009). Illness perception mengukur representasi
Dimensi
consequences
diartikan
sebagai
dapat
keyakinan-
keyakinan individu tentang beratnya penyakit
dan
kemungkinan
dampaknya pada kondisi fisik, sosial dan psikologis (Leventhal, Nerenz and Steele, 1984; Leventhal and Diefenbach, 1991; dalam Weinman, et.al., 1996). 3. Timeline acute/chronic
7
Dimensi timeline dapat didefinisikan
harapan terhadap hasil) (Home,
lamanya waktu dari penyakit yang
1997; Horne & Weinman, 1999;
diderita sampai datang kesembuhan
dalam R.Moss-Morris et.al., 2002).
(Leventhal
et.al.,
2008;
dalam
Taylor, 2009).
7. Illness coherence Dimensi ini dapat didefinisikan sebagai sebuah tipe meta-kognisi
4. Timeline cyclical
yang menggambarkan arah dimana
Dimensi timeline cyclical merupakan
pasien mengevaluasi kelogisan atau
gambaran penyakit yang diyakini
manfaat dari illness representation
dengan periode waktu yang berganti-
mereka (Moss-Morris et.al., 2002).
ganti
dimana
kadangkala
tidak
8. Emotion
ditandai dengan gejala-gejala atau malah dengan banyak sekali gejala
Dimensi
disebut
dengan
(Leventhal
siklus
tentang reaksi-reaksi emosi negatif,
2008;
dalam
seperti takut, marah dan sedih
et.al.,
terhadap penyakit yang diderita (Broadbent et.al., 2006).
5. Personal control ini
keyakinan bagaimana
menggambarkan
diri
sendiri
Dimensi
mampu
tentang faktor-faktor yang diyakini
gejala-gejala yang
diderita
menggambarkan
meningkatkan
(R.
seseorang, seperti faktor lingkungan
penyakit
oleh
dan tingkah laku (Leventhal et.al., 2008; dalam Taylor, 2009). Causal
6. Treatment control ini
ini
dari
MossMorris et al., 2002).
Dimensi
9. Causal representation
tentang
(belief)
mengontrol penyakit
menggambarkan
penyakit
Taylor, 2009)
Dimensi
ini
representation dibagi menjadi empat
menggambarkan
keyakinan
individu
pengobatan
atau
terhadap
nasihat
yang
direkomendasikan (seperti harapan-
kelompok sub dimensi, yaitu : -
Psychological attribution yaitu proses mempersepsi sifat-sifat disposisional
(menetap)
yang
8
terjadi
ketika
dihadapkan sumber
individu
pada
sejumlah
informasi,
seperti
penyakit asma -
risiko mengacu pada keyakinan (belief) mengenai faktor-faktor dari
diderita
penyakit
(misalnya
yang
penyakit
asma), seperti faktor mayor dan faktor kontribusi -
Theory of planned behavior menyatakan
bahwa
perilaku
manusia ditentukan oleh tiga hal,
Risk factor yaitu faktor- faktor
resiko
Theory of Planned Behavior
yaitu keyakinan tentang konsekuensi dari perilaku (behavioral beliefs), keyakinan mengenai norma harapan dari orang lain (normative beliefs), dan keyakinan mengenai faktorfaktor
yang
mendukung
menghambat
Immune system factor
yaitu
atau
munculnya
suatu
perilaku (control beliefs).
faktor- faktor risiko mengacu (belief)
Secara berurutan, behavioral
mengenai faktor-faktor resiko
beliefs menghasilkan sikap positif
dari
atau negatif terhadap suatu perilaku
pada
keyakinan
penyakit
yang
diderita
penyakit
asma),
(attitudes
seperti faktor mayor dan faktor
normative
kontribusi.
persepsi mengenai tekanan sosial
(misalnya
-
Chance factor
yaitu Faktor-
faktor
kesempatan
mengacu
pada
keyakinan
(belief)
toward beliefs
behavior), menghasilkan
atau norma subjektif (subjective norm),
dan
control
beliefs
memunculkan rasa mampu untuk
mengenai kecelakaan atau nasib
menampilkan
buruk yang menjadi penyebab
(perceived behavioral control).
dari
penyakit
(misalnya
yang
diderita
penyakit
asma),
seperti kesempatan atau nasib buruk terluka
dan
kecelakaan
(Taylor,
Repetti
atau &
Seeman, 1977; dalam Sutton et.al., 2004).
suatu
perilaku
Intensi merupakan prediktor yang
baik
perilaku,
untuk dan
memprediksi
perilaku
dapat
diprediksikan melalui intensi dan perceived Menurut
behavioral Ajzen
(2005),
control. intensi
9
adalah
kecenderungan
seseorang
faktor genetik atau faktor bawaan
untuk memunculkan suatu perilaku,
dan
dan merupakan prediktor yang baik
berkembangnya
untuk
interaksi antara faktor genetik dan
memprediksi
munculnya
faktor
lingkungan. asma
Risiko
merupakan
tingkah laku.
faktor lingkungan.
Penyakit Asma
Perilaku Berolahraga Rutin Pada Penderita Asma
Asma Menteri
menurut
Kesehatan
Keputusan Republik
Indonesia (KMKRI) no.1023 tahun 2008 adalah suatu kelainan berupa inflamasi
(peradangan)
kronik
saluran napas yang menyebabkan hiperaktivitas
bronkus
terhadap
berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi (bengek atau napas berbunyi), batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam atau dini hari yang umumnya bersifat
reversible
(kapan
saja
gejalanya bisa datang) baik dengan atau tanpa pengobatan.
Meskipun
Pedoman
asma
memiliki toleransi rendah terhadap kegiatan
berolahraga,
olahraga
ternyata
namun diperlukan
penderita asma untuk melatih otot dada agar pernapasan menjadi lebih lancar. Berdasarkan hasil penelitian oleh Kristin V. Carson dan rekanrekannya (Smith, 2013), olahraga dapat mengurangi resiko gejala atau serangan asma dengan melakukan olahraga rutin minimal 2 menit dalam satu hari, sebanyak 2 hari dalam seminggu. Menurut Carson, tanpa
olahraga
mengalami
Berdasarkan
penderita
penderita
kekurusan
kehilangan
masa
akan otot,
otot,
dan
Pengendalian Penyakit Asma dalam
kehilangan kebugaran kardiovaskular
Keputusan Republik
Menteri
Kesehatan
sehingga
Indonesia
(KMKRI)
kondisi
berakibat penderita
buruk dan
pada
membuat
no.1023 tahun 2008 ada beberapa
tubuh mudah lelah serta sesak napas
faktor
(Smith, 2013).
yang
menjadi
penyebab
penyakit asma. Faktor risiko asma dibedakan
menjadi
2
kelompok
Olahraga merupakan salah satu perilaku sehat yang penting.
10
Manfaat
yang
dapat
dirasakan
mahasiswa yang telah didiagnosa
individu dari melakukan olahraga
menderita asma oleh dokter, dan
teratur dan sering dengan intensitas
berdomisili di Kota Bandung.
yang memadai antara lain (Taylor, 2009) : -
Meningkatkan konsumsi oksigen maksismum
-
Mengurangi
tekanan
darah,
negatif,
emosi
obesitas,
dan
kanker,
-
Variabel penelitian
dalam
adalah
illness
ini
perception dan intensi berolahraga rutin pada mahasiswa penderita asma di Kota Bandung. Secara
resiko
Mengurangi
penelitian
spesifik
pengambilan
sampel
prosedur dilakukan
penyakit kardiovaskular
dengan menyebarluaskan formulir
Meningkatkan
online di jejaring sosial seperti Line,
dan
kekuatan
efisiensi
jantung,
Facebook,
dan
Twitter
untuk
mendapatkan subjek yang sesuai
serta imunitas tubuh
dengan kriteria penelitian. Sebanyak 35 subjek yang memberi konfirmasi kesediaan, dan 35 subjek tersebut bersedia menjadi responden
penelitian.
Peneliti
mengajukan kuesioner sebagai alat ukur penelitian kepada 35 responden melalui e-mail.
Metode Penelitian Metode
penelitian
digunakan adalah studi korelasional dengan
teknik
probability convenient kriteria
yang
sampling sampling
sampling. digunakan
Penelitian
yang
nonyaitu Dimana untuk
memilih sampel penelitian adalah
dilakukan
pada
bulan Februari hingga maret 2015 di Kota Bandung. Peneliti mengajukan kuesioner
sebagai
penelitian melalui
kepada e-mail.
digunakan
alat 35
ukur
responden
Kuesioner
adalah
The
yang
Revised
11
Perception
Questionaire
(IPQ-R)
dari R. Moss-Morris et al. (2002)
kemampuan mengontrol asma yang diderita.
untuk mengukur illness perception yang
telah
dengan
peneliti
terjemahkan
menggunakan
metode
forward and back translation. Serta kuesioner Intensi Berolahraga Rutin yang
mengukur
intensi
yang
diadaptasi berdasarkan teori Planned Behavior Theory oleh Icek Ajzen (2005).
Mayoritas
responden
memiliki pemahaman yang positif tentang
keyakinannya
mampu
mengontrol
bahwa asma
ia
yang
diderita. Pemahaman positif tersebut misalnya, responden yakin bahwa banyak upaya yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan
asma,
termasuk upaya pencegahan asma dengan berolahraga rutin. Mayoritas
Hasil Penelitian Terdapat
hubungan
yang
positif antara illness perception dan perilaku
berolahraga
rutin
pada
mahasiswa penderita asma di Kota Bandung,
walaupun
responden
juga
meyakini bahwa faktor suhu dingin, psychological immunity
attribution,
adalah
faktor
dan utama
penyebab asma.
hubungan
Dalam
hal
ini
mayoritas
tersebut berada pada kategori rendah.
responden memiliki kecenderungan
Hal ini berarti intensi berolahraga
yang tinggi untuk berolahraga rutin.
rutin yang tinggi belum tentu disertai
Hal
illness perceptionyang tinggi pula.
keyakinan
Dimensi illness perception yang
paling
kecenderungan
menentukan responden
untuk
berolahraga rutin adalah personal control. keyakinan
personal
control
responden
yaitu tentang
ini
juga
ditunjang
responden
dengan bahwa
berolahraga rutin adalah suatu hal yang baik, adanya tekanan sosial, dan kemampuan untuk mengontrol faktor pendukung serta penghambat untuk berolahraga rutin. Terdapat taraf hubungan yang berbeda-beda
antara
illness
12
perception
dan
determinan-
Bandung, P. K. (2014). RPJMD
determinan intensi berolahraga rutin.
Rencana Pembangunan
Determinan-determinan
intensi
Jangka Menengah Daerah
sikap
Kota Bandung 2014-2018.
berolahraga
rutin
yaitu,
terhadap perilaku (attitude toward behavior),
norma
subjektif
(subjective norm), persepsi kontrol perilaku control).
(perceived Taraf
behavior
hubungan
antara
illness perception dan sikap terhadap perilaku
adalah
rendah.
Taraf
hubungan antara illness perception
Bandung. Broadbent, E., Petrie, K.J., Main, J., & Weinman, J. 2006. The Brief Illness Perception Questionnaire (BIPQ). Journal of Psychosomatic Research, 60, 631-637
dan norma subjektif adalah sedang.
Byrne, R. A. (2003). Psikologi Sosial
Dan taraf hubungan antara illness
Edisi Kesepuluh. Jakarta:
perception
Erlangga.
dan
sikap
terhadap
perilaku adalah sedang. Daftar Pustaka Ajzen, I. (2005). Attitudes, Personality, and Behavior
Christensen, L. B. (2007). Experimental Methodology Tenth Edition. USA: Pearson. Dariyo, A. (2003). Psikologi
Secon Edition. USA: Open
Perkembangan:Dewasa dan
University Press.
Muda. Jakarta: Grasindo.
Bandung, B. P. (2013). Publikasi
HY, R. (2013, Agustus Sabtu).
BPS. Retrieved Desember
Udara Bandung Kian tidak
2014, from Bdan Pusat
Bersahabat. Retrieved Juli
Statistik Kota Bandung:
2014, from Pikiran Rakyat
http://bandungkota.bps.go.id/p
Online: pikiran-rakyat.com
ublikasi/kota-bandung-dalamangka-tahun-2014
Indonesia, K. K. (2013). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Bakti Husada.
13
IV, D. K. (2014). Data Perguruan
Rahmadian, Sarah. 2011. Faktor-
Tinggi. Retrieved Desember
Faktor Psikologis yang
2014, from DIREKTORI-
Mempengaruhi Perilaku Sehat
Kopertis IV :
Mahasiswa Beberapa
http://direktori.kopertis4.or.id/
Perguruan Tinggi di
~idik/dirpts/pt#
Tangerang Selatan. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Resti, I. B. (2014, Januari 1). Teknik
Indonesia No.
Relaksasi Otot Progresif untuk
1023/MenKes/SK/XI/2008
Mengurangi stress pada
Tentang Pedoman
penderita asma. Retrieved
Pengendalian Penyakit Asma.
Januari 29, 2014, from
Indonesia: Kementerian
http://www.google.co.id/url?sa
Kesehatan Republik
=t&rct=j&q=&esrc=s&source
Indonesia.
=web&cd=1&cad=rja&uact=8
Kerlinger, F. (2004). Asas-Asa Penelitian Behavioral Edisi Ketiga. Yogyakarta: GadjahMada University Press.
&ved=0CB0QFjAA&url=http %3A%2F%2Fejournal.umm.a c.id%2Findex.php%2Fjipt%2 Farticle%2FviewFile%2F1766 %2F1854_um
Kontur, R. (2004). Asas-Asas Penelitian Behavioral Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nasution. 2003. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
RI, B. P. (2013). Riset Kesehatan Dasar RISKEDAS 2013. Jakarta: Bakti Husada. Rona Moss-Morris, et.al. (2002). The Revised Illness Perception Questionnaire (IPQ-R). Psychology and Health.
14
British Journal of Health
Taylor, S. E. (1999). Health
Psychology
Psychology Fourth Edition. United
Sarafino, Edward P. 1990. Health
State: McGraw-Hill.
Psychology : Biopsychosocial
Taylor, S. E. (2009). Health
Interaction. Canada : JOHN
Psychology Seventh Edition. USA:
WILEY &SONS, Inc
McGraw-Hill.
Siegel, Sidney. 1997. Metode
Santrock, J. W. (2010). Adolescence
Statistika Non Parametris,
Thirteenth Edition. USA:
Jakarta: Gramedia Pustaka
McGraw-Hill.
Utama
Weinman, John, et.al. (1996). The
Smith, K. V. (2013). Physical
Illness
Perception
training for asthma. THE
Questionnaire: A New Method
COCHRANE LIBRARY .
For Assessing The Cognitive
Subana & Sudrajat. 2005. Metode Statistika. Bandung: Pustaka Setia. Sugiyono. 2001. Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta. (
diunduh
dari
http://file.upi.edu/Direktori/DU
of
Netherlands:
Illness. Harwood
Academic Publisher. Wilks, Scott E. 2008. Resilience amid Academic Stress : The Moderating Impact of Social Support among Social Work Students. New York : Indiana
ALMODES/PENELITIAN_PEN DIDIKAN/BBM_6.pdf
Representation
pada
tanggal 09 Agustus 2014) Sutton, S., Baum, A., & Johnston, M.
University of Social Work. (diunduh
dari
https://www.google.com/url?sa =t&rct=j&q=&esrc=s&source= web&cd=1&cad=rja&ved=0C
(2004). The SAGE Handbook
CwQFjAA&url=https%3A%2
of Health Psychology.
F%2Fadvancesinsocialwork.iu
London: SagePublication.
pui.edu%2Findex.php%2Fadva
15
ncesinsocialwork%2Farticle%2
Desember 2014, from World
Fdownload%2F51%2F195&ei
Helath Organization:
=tgZ3UsTqEsfXkAXPkIGYD
http://www.who.int/mediacent
w&usg=AFQjCNGS5CbRbYQ
re/factsheets/fs307/en/
oL1E6h935Js1YO4EMRw&bv m=bv.55819444,d.dGI
pada
tanggal 09 Agustus 2014) World Health Organization. (2013, November). Retrieved