Susilowati: Hubungan antara derajat konveksitas profil
Hubungan antara derajat konveksitas profil jaringan keras dan jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan Makassar Susilowati Bagian Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia
ABSTRACT One of the orthodontic treatment goals is to correct malocclusion in order to get a healthy occlusion functionally and esthetically. Facial esthetics is greatly influenced by soft tissue facial profile. The aim of the study was to know the relationship between the convexity degree of skeletal and soft tissue facial profiles. A sample of 50 cephalometric radiographs of untreated individuals (32 female, 18 males) was obtained. Criteria for sample selection comprised were aged over 17 years, never undergone orthodontic treatment, Makassarese and/or Buginese of ancestry, and the presence of complete teeth from the left through the right first molars. The following angular measurements were performed on lateral cephalograms: the skeletal convexity degree (N-A-Pog) and the soft tissue convexity degree (n-no-pog), based on the Subtelny’s analysis. The data was analyzed statistically by using independent t-test and correlation test. The results were as the mean values of skeletal convexity degree were 167.44º (male) and 166.53º (female), and the mean values of soft tissue convexity degree were 159.05o (male) and 162.77o (female) Conclusion of the study is there was a significant correlation between degree of skeletal and soft tissue convexity. Key words: convexity degree of facial profile, cephalometric, Buginese-Makassarese
ABSTRAK Salah satu tujuan perawatan ortodontik ialah untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang sehat baik secara fungsional maupun estetis. Salah satu faktor yang mendukung kecantikan wajah adalah profil jaringan lunak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara besarnya sudut konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah secara sefalometrik. Sampel adalah 50 subyek (32 perempuan dan 18 laki-laki) yang memenuhi kriteria usia minimal 17 tahun, belum pernah dirawat ortodontik, maloklusi Angle Kelas I, suku Bugis dan atau Makassar, dan gigi permanen lengkap dari molar pertama kiri sampai kanan. Kepada sampel dilakukan pengambilan foto sefalometrik dalam keadaan oklusi sentrik. Pada sefalogram dilakukan penapakan untuk mendapatkan besarnya sudut konveksitas skeletal (N-A-Pog) dan sudut konveksitas jaringan lunak (n-no-pog), sesuai metode Subtelny. Data diuji secara statistik dengan uji-t independen dan uji korelasi. Hasil penelitian adalah rerata derajat konveksitas skeletal laki-laki sebesar 167,44º sedang perempuan 166,53º; rerata derajat konveksitas jaringan lunak pada laki-laki adalah 159,05º dan perempuan 162,77º. Dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara besarnya derajat konveksitas profil skeletal dengan profil jaringan lunak wajah. Kata kunci: derajat konveksitas profil wajah, sefalometrik, Bugis-Makassar Koresponden: Susilowati, Bagian Ortodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin. Jl.Kandea No.5. Makassar, Indonesia. E-mail:
[email protected].
125
Dentofasial, Vol.8, No.2, Oktober 2009:125-130
126 LATAR BELAKANG
gigi yang diperlukan untuk mendapatkan hasil
Pada masa kini, estetik menjadi hal yang
yang memuaskan. Profil wajah dipengaruhi oleh
sangat diperhatikan. Tampilan wajah merupakan
bentuk dan ukuran rahang, panjang ramus,
fenomena yang sangat penting. Walaupun tidak
prognasi dentoalveolar, dimensi mesiodistal gigi,
ada ukuran obyektif mengenai daya tarik fisik,
besarnya sudut gonion, dan distribusi serta jumlah
individu dalam kehidupan sosial atau budaya
jaringan subkutan halus pada wajah.5,6
memiliki standar yang hampir sama.1 Standar
Ada
beberapa
analisis
profil
jaringan
kecantikan selalu berubah sejalan dengan usia dan
lunak wajah secara sefalometrik yang digunakan
kesadaran manusia. Evaluasi wajah oleh orang
di bidang ortodontik, salah satunya adalah dari
awam bersifat subyektif, yaitu mengenai bagian
Holdaway. Analisis ini mencoba menggambarkan
wajah yang seimbang, harmonis, simetris, dan
secara
proporsional.
2
kuantitatif
hubungan
jaringan lunak
wajah dengan gambaran wajah, baik yang
Penampilan
wajah
merupakan
kriteria
menyenangkan
dan
diagnostik penting yang harus dipertimbangkan
tidak.
dalam
ortodontik
dibandingkan dengan analisis jaringan lunak yang
komprehensif. Perawatan ortodontik tidak hanya
lain karena pengukurannya dilakukan pada sebelas
memperbaiki susunan gigi geligi, tetapi dalam
variabel.7
rencana
perawatan
Selain
itu,
harmonis maupun yang analisis
ini
lebih
rinci
kasus-kasus tertentu mempunyai pengaruh yang
Menurut Holdaway yang dikutip Hamilah,
besar pada tampilan wajah seseorang. Tampilan
pengukuran terhadap posisi jaringan lunak dagu
wajah yang tidak menarik bisa berdampak secara
lebih baik dari pada pengukuran sudut fasial
psikologis pada penderita maloklusi.
3
jaringan keras karena adanya variasi ketebalan
Ada beberapa jenis maloklusi yang bisa
jaringan
lunak
dagu.5
Menurut
Yacobson,
berdampak pada profil wajah, misalnya gigi atas
pengukuran jaringan keras memperlihatkan nilai
yang protrusi, retrusi, dan lain-lainnya. Protrusi
yang kurang lebih sama tetapi memperlihatkan
biasanya menyebabkan wajah menjadi cembung,
estetika wajah yang berbeda.1
sedang retrusi menyebabkan wajah menjadi
Widayanti dan Hamilah8 yang mengutip
cekung.4 Pola struktur wajah seseorang ditentukan
Muzj,
oleh banyak faktor, antara lain genetik, ras, usia,
menggunakan 3 titik, yaitu titik frontal, titik pada
serta pola pertumbuhan dan perkembangan wajah.
dasar
Pertumbuhan wajah meliputi pertumbuhan dari
pertimbangan bahwa ketiga titik tersebut tidak
basis
terpengaruh oleh posisi gigi geligi, dan meliputi
kranium,
kompleks
nasomaksila,
dan
5
mandibula.
menganalisis hidung,
dan
profil titik
wajah gnathion,
dengan dengan
seluruh profil karena mengikutsertakan dagu.
Analisis profil wajah memegang peranan
Ketiga titik tersebut membentuk sudut yang
penting dalam menentukan rencana perawatan dan
disebut sebagai sudut frontofasial. Berdasarkan
menegakkan diagnosis dalam bidang ortodontik,
besarnya sudut frontofasial, maka wajah dapat
karena dengan analisis tersebut dapat diperoleh
dibagi dalam 3 jenis, yaitu: (1) mesognathous,
keterangan tentang kondisi jaringan keras dan
yaitu
jaringan lunak wajah yang ada hubungannya
prognathous, yaitu sudut frontofasialnya lebih
dengan maloklusi. Selain itu, juga dimungkinkan
kecil,
dilakukan evaluasi secara terinci dari pergerakan
frontofasialnya hampir lurus.
sudut dan
fronto (3)
fasialnya
orthognathous,
normal; yaitu
(2). sudut
Susilowati: Hubungan antara derajat konveksitas profil
Pertumbuhan tulang mandibula ke anterior yang diikuti oleh pertumbuhan jaringan lunak yang
menutupinya,
pada
tahun-tahun
Pertumbuhan
berlangsung sangat cepat pertama
maksila
kehidupan.
Pertama-tama, sampel
sesuai
dilakukan
dengan
kriteria
penyeleksian yang
telah
ditentukan. Selanjutnya dilakukan pengambilan foto ronsen secara sefalometrik dalam keadaan
mandibula, sehingga kecembungan wajah makin
oklusi sentrik terhadap masing-masing subyek
lama
berkurang, atau profil semakin
penelitian. Setelah itu, dilakukan penilaian derajat
Kenyataannya pertumbuham jaringan
konveksitas menurut Subtelny (yang dikutip dari
makin
lurus.
lambat
Jalannya penelitian
dari
2
lebih
127
dari
Rakosi)10 dengan cara melakukan penapakan
jaringan keras, sehingga perlu
(tracing) pada setiap sefalogram. Untuk profil
diteliti apakah ada hubungan antara besarnya
jaringan lunak, hubungkan titik n dengan no serta
derajat
dengan
no dengan pog, membentuk dua garis berpotongan
konveksitas jaringan lunak wajah. Standar ukuran
yang membentuk sudut. Besarnya sudut ini diukur
yang sekarang dipakai kebanyakan dari ras
dengan busur derajat, disebut sebagai derajat
Kaukasoid, maka dari itu perlu diteliti pada ras
konveksitas jaringan lunak. Untuk besar derajat
Deutero-Melayu,
konveksitas profil jaringan keras dilakukan hal
lunak
tidak
pertumbuhan
sepenuhnya
koveksitas
tergantung
jaringan
khususnya
keras
suku
Bugis-
Makassar.
yang sama tetapi titik-titik yang dipakai adalah
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
besar
sudut
konveksitas
profil
titik N, A, dan Pog. Data
yang
diperoleh
dianalisis
dengan
jaringan keras (skeletal) dan jaringan lunak wajah,
menggunakan program SPSS versi 12.0 kemudian
yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin, dan
diuji secara statistik dengan menggunakan uji-t
mengetahui hubungan antara derajat konveksitas
independen dan uji korelasi Pearson.
jaringan lunak dengan jaringan keras wajah
HASIL PENELITIAN
berdasarkan jenis kelamin.
Dari penelitian mengenai hubungan antara
BAHAN DAN METODE Jenis
penelitian
jaringan lunak wajah pada suku Bugis dan
observasional dengan pendekatan cross sectional
Makassar tampak beberapa hal yang dapat
yang dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
dipaparkan.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
koveksitas jaringan keras laki-laki rata-ratanya
Makassar.
167,37o sedangkan untuk perempuan 166,55o.
Sampel
penelitian
ini
derajat konveksitas profil jaringan keras dan
penelitian
adalah
adalah
Tabel
1
menunjukkan
derajat
mahasiswa
Pengujian dengan uji-t independen didapatkan
Universitas Hasanuddin yang memenuhi kriteria,
hasil bahwa antara laki-laki dan perempuan tidak
yaitu berusia minimal 18 tahun, gigi permanen
terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05).
lengkap sampai dengan gigi molar pertama,
Rerata derajat konveksitas jaringan lunak wajah
maloklusi Kelas I Angle, belum pernah dirawat
untuk laki-laki adalah 159,05o, sedangkan untuk
ortodontik, bersuku Bugis, atau Makassar, atau
perempuan 162,7o. Dari hasil pengujian dengan
campuran Bugis dan Makassar. Pengambilan
uji-t independen diperoleh hasil bahwa antara laki-
sampel dilakukan secara purposive sampling.
laki dan perempuan terdapat perbedaan yang
Jumlah sampel sebanyak 50 orang.
bermakna (p<0,05).
Dentofasial, Vol.8, No.2, Oktober 2009:125-130
128
Tabel 1. Perbedaan rata-rata derajat konveksitas jaringan keras dan jaringan lunak wajah antara lakilaki dan perempuan. Jenis kelamin
N
Rerata
SD
Laki-laki
18
167,37
4,95
Perempuan
32
166,55
5,96
Laki-laki
18
159,05
4,21
Peempuan
32
162,77
4,42
Konveksitas Jaringan keras Konveksitas jaringan lunak
p
0,618
0,005
Keterangan: uji t-independen Tabel 2. Korelasi antara derajat konveksitas jaringan keras dengan derajat konveksitas jaringan lunak wajah berdasarkan jenis kelamin Konveksitas jaringan keras
Konveksitas jaringan Lunak
Jenis kelamin
N
P
Korelasi
Laki-laki
19
0,002
+ 0,658
Perempuan
31
0,001
+ 0,586
Keterangan: uji korelasi dari Pearson.
Tabel 2 memperlihatkan adanya korelasi
jaringan keras laki-laki lebih lurus dibanding
antara derajat konveksitas jaringan keras dengan
perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
jaringan lunak wajah baik pada laki-laki maupun
penelitian dari Salzmann yang menyatakan bahwa
perempuan. Kekuatan korelasi untuk laki-laki
pertumbuhan muka ke arah anteroposterior pada
sebesar
0,002
perempuan selesai pada waktu pubertas (17
(p<0,05), menunjukkan terdapat korelasi yang
tahun), dan laki-laki pada usia dewasa (25 tahun).
signifikan. Korelasinya positif berarti perubahan
Di samping itu, pertumbuhan mandibula lebih
kedua variabel menunjukkan arah yang sama.
cepat
Untuk perempuan, kekuatan korelasi sebesar
memiliki kesempatan tumbuh lebih banyak pada
+0,586
0,001
bagian mandibulanya,yang berakibat profil laki-
(p<0,05), menunjukkan terdapat korelasi yang
laki dewasa lebih lurus dibanding perempuan.9
signifikan
tersebut.
Sebaliknya Subtelny mendapatkan nilai rerata
Korelasinya juga positif, berarti perubahan kedua
konveksitas jaringan keras sebesar 177,5º pada
variabel menunjukkan arah yang sama juga.
usia 12 tahun dan semakin berkurang sejalan
+0,658
dengan antara
dengan
probabilitas
probabilitas kedua
sebesar
variabel
dibanding
maksila
sehingga
laki-laki
dengan bertambahnya umur.10
PEMBAHASAN
Setelah diuji secara statistik, perbedaan sudut
Rerata sudut konveksitas pada laki-laki lebih
konveksitas jaringan keras antara laki-laki dan
besar dari perempuan. Hal ini berarti profil
perempuan, hasilnya tidak bermakna (p>0,05).
Susilowati: Hubungan antara derajat konveksitas profil
129
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari
kecembungan muka
0º, dengan batasan 7-15º
Kusnoto yang meneliti tentang profil wajah
Jika sudut H besar, kecembungan bertambah;
dengan menggunakan sudut acuan yang berbeda,
begitu juga sebaliknya.8
menyatakan bahwa sudut SNA (Sela – Nasion –
Pada tabel 2 terlihat adanya korelasi yang
titik A) dan SNB (Sela – Nasion – titik B) pada
bermakna antara konveksitas jaringan keras
laki-laki dan perempuan tidak berbeda bermakna.
dengan konveksitas jaringan lunak baik pada laki-
SNA adalah sudut yang menyatakan hubungan
laki maupun perempuan (p<0,05). Hal ini sejalan
antara kedudukan maksila dengan basis kranium.
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamilah.5
Sedangkan SNB adalah sudut yang menyatakan
Adanya korelasi ini bisa dibuktikan pada dagu
hubungan antara kedudukan mandibula terhadap
jaringan lunak bayi yang maju ke depan seiring
basis kranium. Besarnya perbedaan antara sudut
dengan pertumbuhan ke anterior dari tulang dagu.
SNA dan SNB dinyatakan dengan sudut ANB.
Jadi, pertumbuhan jaringan lunak mengikuti
Bila sudut ANB besar, maka konveksitas wajah
pertumbuhan tulang di bawahnya.
juga besar (profil semakin lurus).
11
Yuniar
dan
Permana
yang
juga
telah
Rerata derajat konveksitas jaringan lunak
melakukan penelitian sefalometrik pada penderita
pada perempuan lebih besar dari laki-laki yang
maloklusi berdasarkan Ricketts, mendapatkan
juga bermakna secara statistik (p<0,05). Hasil ini
hasil yang menunjukkan ada korelasi yang
menunjang penelitian yang dilakukan oleh Downs
bermakna antara konveksitas jaringan keras
dan Rickets, yang dikutip oleh Fernandez, yang
dengan posisi insisivus atas dan bawah, serta
2
menggunakan titik-titik G-Sn-Pg sebagai acuan .
posisi bibir atas dan bawah.12
Sedangkan Subtelny, yang dikutip oleh Rakosi menetapkan nilai rerata sudut konveksitas jaringan lunak pada laki-laki maupun perempuan adalah o 10
sama yaitu 161 . mendukung 6
Salzmann
Hasil penelitian ini juga
penelitian yang
yang
menyatakan
dilakukan bahwa
SIMPULAN Berdasarkan
hasil
penelitian
tentang
konveksitas profil jaringan keras dan jaringan
oleh
lunak wajah terhadap 50 orang Bugis- Makassar,
pada
dapat
disimpulkan
bahwa
rerata
derajat
umumnya pola pertumbuhan antara laki-laki dan
konveksitas jaringan keras pada laki-laki sebesar
perempuan berbeda. Muka perempuan lebih
167,44º
sempit, sedangkan muka laki-laki lebih lebar,
secara statistik tidak berbeda bermakna. Rerata
terutama sesudah usia 7 tahun.
derajat konveksitas jaringan lunak pada laki-laki
Holdaway yang dikutip oleh Widhayanti
sedang pada perempuan 166,53º dan
adalah 159,05º sedangkan pada perempuan adalah
yang menganalisis profil jaringan lunak secara
162,77º,
sefalometrik
menggunakan
bermakna, dan ada hubungan yang bermakna
pengukuran jarak dan sudut-sudut. Sudut fasial
secara statistik antara besarnya derajat konveksitas
jaringan lunak yang dibentuk oleh garis fasial
profil jaringan keras dengan derajat konveksitas
(N’Po’) dengan FHP pada rumpun Kaukasoid
profil jaringan lunak wajah.
besarnya 90±7º
radiografik,
yang secara statistik perbedaan ini
untuk muka yang harmonis.
Untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan
Sudut ini menunjukkan maju mundurnya dagu
penelitian serupa dengan kelompok etnis yang
terhadap kepala. Sudut H yang dibentuk oleh garis
berbeda dan metoda analisis sefalometrik yang
H dan N’Po’ yang ideal besarnya adalah 10º pada
berbeda pula.
130 DAFTAR PUSTAKA 1. Jacobson A. Introduction to radiographic cephalometry. Philadelphia: Lea & Febiger; 1985. p. 14-59. 2. Fernandez P. Angular photogrammetic analysis of the soft tissue profile. Eur J Orthod 2003; 25: 393-9. 3. Purwanegara MK. Pengaruh penampilan kelainan dentofasial terhadap harga diri remaja awal [tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 1985. p. 2. 4. Graber TM, Bedrich N. Removable orthodontic appliances. 2nd ed. Philadelphia: WB. Saunders Co.; 1984. p. 102. 5. Hamilah DK. Pola pertumbuhan jaringan lunak kraniofasial dan kaitannya dengan pola pertumbuhan jaringan keras kraniofasial dan pertumbuhan umum [tesis]. Jakarta: Universitas Trisakti; 1991. p. 2-7. 6. Salzmann JA. Orthodontic in daily practice. Toronto: JP Lippincott Co.; 1974. p. 249-50. 7. Yusra Y, Widhayanti D, Widijanto S. Evaluasi jaringan lunak fasial Abang-None Jakarta Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Fakultas
Dentofasial, Vol.8, No.2, Oktober 2009:125-130 Kedokteran Gigi Universitas Trisakti 2005; 59 (20):5-12. 8. Widhayanti D, Hamilah DK. Hubungan tipologi kraniofasial dengan maloklusi. Dalam Jurnal Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Edisi Khusus Kongres Nasional PDGI XVIII Februari 1989. Ujung Pandang 1989. p. 148-9. 9. Mokhtar M. Dasar-dasar orthodonti: pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial. Medan: Bina Insani Pustaka; 2002. p. 4-33. 10.Rakosi T. An atlas and manual of cephalometric radiography. London: Wolfe Med. Publ. Ltd.; 1982. p. 67-83. 11.Kusnoto H. Penggunaan radiografi sefalometrik pada rencana perawatan kasuskasus ortodontik. Simposia dan Temu Ilmiah Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Semarang; 1989. 12.Yuniar ZM, Permana IM. Hubungan antara kenveksitas skeletal, posisi insisif dan posisi bibir pada penderita maloklusi. Komunikasi Ilmu dan Teknologi Kedokteran Gigi (Abstrak). Bandung: Universitas Padjajaran; 2004. p. 46.