9
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi Akuntansi 2.1.1
Pengertian Sistem Informasi Sistem informasi adalah sebuah rangkaian prosedur dan kombinasi dari
pengguna, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber-sumber data yang mengumpulkan, memproses dan mendistribusikan informasi. Penjelasan di atas mengacu kepada pendapat Laudon dan Laudon (2009, p.8), sistem informasi secara teknikal dapat didefinisikan sebagai serangkaian komponen yang saling berhubungan untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan dan menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan mengendalikan organisasi. Dan juga berdasarkan pendapat O’Brien (2005, p.5), sistem informasi dapat merupakan kombinasi dari orang-orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.
2.1.2
Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Sistem informasi akuntansi adalah salah satu subsistem dari sistem informasi
manajemen yang berfungsi untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan mengolah data-data dalam proses transaksi akuntansi yang rutin untuk menghasilkan informasi akuntansi dan keuangan yang berguna bagi manajemen dalam pengambilan keputusan.
10
Penjelasan di atas mengacu kepada pendapat Jones dan Rama (2006,p.5), Sistem informasi akuntansi adalah sebuah subsistem dari sistem informasi manajemen yang menyediakan informasi akuntansi dan keuangan, bersama informasi lainnya yang diperoleh dalam proses transaksi akuntansi yang rutin. Dan juga berdasarkan pendapat Romney dan Steinbart (2008, p.6), Sistem informasi akuntansi adalah sistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data menjadi informasi untuk pengambilan keputusan. Menurut Hall (2009, p65), terdapat tiga siklus dalam siklus transaksi antara lain : 1. Siklus Pengeluaran (p65) Aktivitas bisnis di mulai dengan pemerolehan bahan baku, properti, dan tenaga kerja melalui pertukaran dengan kas – siklus pengeluaran. Subsistem-subsistem utama dari siklus pengeluaran antara lain: a. Sistem pembelian/utang b. Sistem pengeluaran kas c. Sistem penggajian d. Sistem aktiva tetap 2. Siklus Pendapatan (p67) Perusahaan menjual barang jadi ke pelanggan melalui siklus pendapatan,yang melibatkan pemrosesan penjualan tunai, penjualan kredit, dan penerimaan kas setelah penjualan kredit. 3. Siklus Konversi (p66) Siklus konversi terdiri atas dua subsistem utama : sistem produksi dan sistem akuntansi biaya.
Sistem produksi melibatkan perencanaan, penjadwalan dan
11
pengendalian produk fisik melalui proses produksi. Hal ini termasuk menetapkan kebutuhan bahan baku, otorisasi kerja yang harus dilakukan dan pelepasan bahan baku ke produksi , serta mengarahkan pergerakan barang dalam proses melalui berbagai tahap proses-proses. Sistem akuntansi biaya memantau arus informasi biaya yang berkaitan dengan dengan produksi.
Informasi yang dihasilkan oleh
sistem ini digunakan untuk penilaian persediaan, penganggaran, pengendalian biaya, pelaporan kinerja, dan keputusan manajemen seperti keputusan “membuat atau membeli” 2.1.3
Manfaat Sistem Informasi Akuntansi Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi menurut Jones dan Rama (2006,p.6),
antara lain : a. Menghasilkan External Report Bisnis menggunakan sistem informasi akuntansi untuk menghasilkan laporan-laporan khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi investor, kreditor, petugas pajak, agen pengatur dan lain-lain. b. Mendukung Aktivitas Rutin Manajer membutuhkan sistem informasi akuntansi untuk menangani aktivitas operasional yang rutin dalam siklus operasi perusahaan. Contohnya antara lain : melayani pemesanan pelanggan, pengiriman barang dan jasa, penagihan kepada pelanggan, dan penerimaan kas.
12
c. Pengambilan Keputusan Informasi juga dibutuhkan untuk pengambilan keputusan tidak rutin pada semua level dari organisasi. Contohnya antara lain : mengetahui barang yang penjualannya baik dan pelanggan yang paling banyak melakukan pembelian. d. Perencanaan dan Pengendalian Sebuah sistem informasi dibutuhkan untuk aktivitas perencanaan dan pengendalian e. Implementasi Pengendalian Internal Pengendalian internal meliputi kebijakan, prosedur dan sistem informasi yang digunakan untuk melindungi harta (asset) perusahaan dari kerugian atau pencurian dan untuk memelihara keakuratan data keuangan
2.2
Sistem Informasi Akuntansi Persediaan
2.2.1 Pengertian Persediaan Persediaan merupakan seluruh barang yang dimiliki oleh perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode operasi normal, termasuk juga bahan baku (barang yang digunakan untuk proses produksi), barang dalam proses (barang yang masih dalam proses produksi), serta produk jadi (barang yang siap untuk dijual) sehingga dapat memenuhi permintaan para pelanggan. Berdasarkan pendapat Warren et al. (2005, p344), persediaan digunakan untuk mengindikasikan (1) barang dagangan yang disimpan untuk dijual selama dalam operasi bisnis yang normal (2) bahan-bahan dalam proses produksi atau yang disimpan untuk produksi.
13
Russel dan Taylor (2006, p529) mendefinisikan persediaan merupakan sebuah stok dari item-item yang disimpan oleh suatu organisasi untuk memenuhi permintaan para pelanggan internal atau eksternal.
2.2.2
Sistem Persediaan Menurut Weigandt et al. (2005, p220) terdapat dua sistem persediaan, yaitu :
1. Sistem Persediaan Periodik Dalam sistem periodik, perusahaan tidak selalu mencatat yang terjadi pada persediaan yang dimilikinya. Akibatnya, pada akhir periode, perusahaan harus melakukan perhitungan fisik untuk mengetahui jumlah persediaan yang dimilki pada saat itu. Jumlah persediaan tersebut akan dikalikan dengan unit biaya untuk mendapatkan harga pokok persediaan pada akhir periode. Angka ini akan masuk ke dalam neraca. Angka ini juga digunakan untuk menghitung harga pokok penjualan. Sistem periodic disebut juga sistem fisik, karena sistem ini tergantung pada hasil persediaan secara fisik pada akhir periode. Sistem ini biasanya digunakan untuk mencatat persediaan yang nilainya tidak tinggi, karena dari segi biaya, tidak begitu menguntungkan untuk mempunyai catatan untuk setiap dari barang yang rendah nilainya. 2. Sistem Persediaan Perpetual Dalam sistem perpetual, perusahaan akan mencatat setiap yang terjadi pada persediaan barangnya. Jadi akun persediaan akan selalu menunjukkan nilai persediaan setiap saat. Pencatatan secara perpetual berguna untuk menyediakan laporan bulanan, kuartalan, ataupun laporan interim, dimana perusahaan dapat
14
lansung menentukan jumlah dan harga pokok persediaan yang dimilikinya tanpa harus menghitung persediaan fisik terlebih dahulu. Sistem persediaan perpetual juga memberikan tingkat pengendalian terhadap persediaan yang lebih akurat dibandingkan sistem periodik karena informasi mengenai persediaan dalam sistem perpetual selalu mencerminkan keadaan persediaan saat ini.
2.2.3 Metode Penilaian Persediaan Menurut pendapat Weigandt et al. (2005, p237), terdapat tiga metode penilaian terhadap persediaan, yaitu : 1. Specific Identification Method Metode ini menelusuri arus fisik aktual dari barang. Masing-masing jenis persediaan ditandai, diberi label, ataupun diberi kode sesuai dengan spesifik biaya per unitnya. Pada akhir periode, biaya spesifik dari persediaan yang masih menjadi persediaan merupakan biaya total dari persediaan akhir. 2. First-in, First-Out method (FIFO) First-in, First-Out method (FIFO) adalah metode penilaian persediaan yang menganggap barang yang pertama kali masuk diasumsikan keluar pertama kali pula. Pada umumnya perusahaan menggunakan metode ini, sebab metode ini perhitungannya sangat sederhana baik sistem fisik maupun sistem perpetual akan menghasilkan penilaian persediaan yang sama. Dengan metode FIFO, harga pokok barang yang lebih dulu dibeli merupakan biaya yang pertama kali diakui sebagai harga pokok penjualan.
15
3. Last-in, First-out method (LIFO) Last-in, First-out method (LIFO) adalah metode penilaian persediaan yang terakhir masuk diasumsikan akan keluar atau ditetapkan dalam menghitung harga pokok penjualan. Metode ini memiliki konsep yang cukup sederhana namun sulit dilaksanakan. Pengaruh penggunaan metode LIFO terhadap penentuan laba bersih usaha, jika harga cenderung naik maka laba perusahaan terlalu kecil atau sebaliknya. 4. Average method (Metode rata-rata) Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang tersedia untuk dijual memiliki biaya per unit yang sama (rata-rata). Besar kecilnya nilai persediaan yang masih ada dan harga pokok barang yang dijual, dipengaruhi oleh metode yang dipakai dalam metode rata-rata adalah (1) sistem fisik yang dibagi menjadi metode ratarata sederhana dan metode rata-rata tertimbang; (2) sistem perpetual (metode rata-rata bergerak).
2.2.4
Metode Pengendalian Persediaan Metode pengendalian persediaan terdiri dari kuantitas pemesanan ekonomis, titik
pemesanan kembali, serta persediaan/stok pengaman sebagaimana diuraikan berikut: 1. Kuantitas Pemesanan Ekonomis (Economic Order Quantity atau EOQ) Pengendalian persediaan bertujuan untuk meminimalkan total biaya persediaan sehingga suatu keputusan penting yang perlu dibuat merupakan ukuran setiap kuantitas pemesanan pembelian, yaitu economic order quantity (EOQ). Kuantitas pemesanan pembelian harus menyeimbangkan dua sistem
16
biaya, yaitu total biaya penyimpanan (carrying cost) dan total biaya pemesanan (ordering cost). Setelah EOQ dikalkulasi, waktu pemesanan harus diputuskan, yaitu ROP harus ditentukan. 2. Titik Pemesanan Kembali (Re-order point atau ROP) Suatu ROP merupakan tingkat persediaan ketika diperlukan sekali untuk memesan atau menghasilkan items tambahan untuk menghindari kondisi kehabisan stok persediaan. Pengembangan ROP memerlukan suatu analisis permintaan produk, biaya pemasangan (setup) produksi atau pemesanan, lead time produksi atau pemasok, biaya penyimpanan (holding) persediaan, dan biaya yang berhubungan dengan kondisi kehabisan stok persediaan, seperti kehilangan penjualan (lost sales) atau penggunaan yang tidak efisien dari fasilitas-fasilitas produksi. Jika lead time pemesanan tingkat penggunaan persediaan diketahui, penentuan ROP dapat langsung diperoleh. Lead time merupakan waktu di antara penempatan pesanan dan penerimaan barang. Tingkat penggunaan persediaan (inventory usage rate) merupakan kuantitas barang yang digunakan selama periode waktu. ROP seharusnya terjadi ketika tingkat persediaan mencapai jumlah unit yang akan dikonsumsi selama lead time, dengan rumus sebagai berikut : Reorder point (ROP) = lead time x average inventory usage rate ROP terjadi ketika persediaan mencapai sebelum nol, kemudian perusahaan melakukan pemesanan kembali, dan dengan seketika barang yang dipesan diterima. Perhitungan ROP menggunakan rumus sebagai berikut (persamaan
17
di bawah ini mengasumsikan bahwa permintaan selama lead time dan lead time sendiri adalah konstan): ROP = d x L Keterangan: ROP = titik pemesanan ulang d = Permintaan per hari L = lead time untuk pemesanan baru atau waktu pengiriman (dalam hari) Permintaan per hari, d, dapat dicari dengan membagi permintaan tahunan, D, dengan jumlah hari kerja per tahun sebagai berikut : d =
D jumlah hari kerja per tahun
2.3
Sistem Pengendalian Internal
2.3.1
Definisi Sistem Pengendalian Internal Pengendalian Internal adalah suatu sistem pengendalian yang berupa aturan,
kebijakan, prosedur dan sistem informasi yang dihasilkan juga akurat dan dapat diandalkan, tingkat efektivitas dan efisiensi operasional, serta memastikan bahwa segala kebijakan dan peraturan yang ada dapat dipatuhi sebagaimana mestinya. Menurut Gelinas dan Dull (2008, p.216), yang terdapat dalam Committee of Sponsoring Organization (COSO), pengendalian internal didefinisikan sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh suatu dewan direksi, manajemen, dan pihak personal lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan jaminan atau keyakinan
18
yang layak atau memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan denagn kategori sebagai berikut: efektivitas dan efisiensi operasi, kehandalan laporan keuangan, dan kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku. 2.3.2 Komponen-Komponen Pengendalian Internal Menurut Jones dan Rama (2006, p.105), komponen-komponen yang berhubungan dengan pengendalian internal terdiri dari lima komponen, yaitu: 1. Lingkungan Pengendalian Berhubungan dengan beberapa faktor yang disusun oleh organisasi untuk mengendalikan kesadaran para karyawannya. Faktor tersebut berhubungan dengan integritas, nilai etika, filosofi manajemen dan gaya operasional. Termasuk di dalamnya cara manajemen menetapkan otoritas dan tanggung jawab, mengatur, dan mengembangkan sumber daya manusia serta perhatian dan petunjuk Dewan Direktur. 2. Penilaian Resiko Merupakan proses identifikasi dan analisis terhadap resiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan pengendalian internal. 3. Aktivitas Pengendalian Merupakan kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi untuk menangani resiko-resiko yang mungkin dan telah ada. Aktivitas pengendalian mencakup: •
Performance Review, kegiatan yang berhubungan dengan analisis terhadap kinerja, misalnya dengan membandingkan hasil yang didapat dengan anggaran, standar perhitungan, dan data pada periode sebelumnya.
19
•
Segregation of Duties, terdiri dari penetapan tanggung jawab untuk mengotorisasi transaksi, melakukan transaksi, mencatat transaksi, dan menjaga aset yang dilakukan oleh karyawan yang berbeda.
•
Application Control, yang berhubungan dengan aplikasi sistem informasi akuntansi.
•
General control, berhubungan dengan pengawasan yang lebih luas yang berhubungan dengan berbagai aplikasi.
4. Informasi dan Komunikasi Sistem informasi perusahaan adalah kumpulan dari prosedur (baik otomatis maupun manual) dan pencatatan dalam memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan kejadian atas proses-proses yang terjadi dalam organisasi. Dan komunikasi berhubungan dengan menyediakan pemahaman atas peraturan dan tanggung jawab tertentu. 5. Pengawasan Manajemen harus mengawasi pengendalian internal untuk memastikan bahwa pengendalian internal organisasi berjalan sesuai tujuan yang diharapkan.
2.4
Perencanaan Produksi Menurut Assauri (2008, h.181) perencanaan produksi adalah perencanaan dan
pengorganisasian sebelumnya mengenai orang-orang, bahan-bahan, mesin-mesin dan peralatan lain serta modal yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang pada suatu periode tertentu di masa depan sesuai dengan yang diperkirakan atau diramalkan.
20
Barang yang direncanakan akan diproduksi pada suatu periode di masa depan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu : a. barang tersebut harus dapat diproduksi atau dibuat pada waktu itu b. barang tersebut harus dapat dikerjakan dengan atau oleh pabrik ini, c. barang tersebut harus sesuai dengan atau dapat memenuhi atau dicocokan dengan keinginan pembeli sesuai dengan ramalan baik mengenai harga, kuantitas,kualitas dan waktu yang dibutuhkan
Tujuan perencanaan produksi adalah : a. untuk mencapai tingkat /level keuntungan (profit) yang tertentu. Misalnya berapa hasil (output) yang diproduksi supaya dapat dicapai tingkat/level profit yang diinginkan dan dan tingkat persentase tertentu dari keuntungan (profit) setahun terhadap penjualan (sales) yang diinginkan b. untuk menguasai pasar tertentu, sehingga hasil atau output perusahaan ini tetap mempunyai pangsa pasar (market share) tertentu c. untuk mengusahakan supaya perusahaaan pabrik ini dapat bekerja pada tingkat efisiensi tertentu. d. untuk mengusahakan dan mempertahankan supaya pekerjaan dan kesempatan kerja yang sudah ada tetap pada tingkatnya dan berkembang. e. untuk menggunakan sebaik-baiknya (efisien) fasilitas yang sudah ada pada perusahaan yang bersangkutan.
21
2.5
Biaya Pada Perusahaan Manufaktur
2.5.1
Pengertian Biaya Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan tindakan ekonomis adalah suatu
pengorbanan nilai dari faktor-faktor produksi. Biaya merupakan pengorbanan sumber daya ekonomi dalam bentuk kas atau aktiva lain (nonkas) yang dikeluarkan untuk menghasilkan dan memperoleh barang dan jasa yang diharapkan memberikan manfaat bagi perusahaan di masa yang akan datang. Biaya menurut Hansen dan Mowen (2009, h.47) adalah asset kas atau nonkas yang dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan keuntungan bagi perusahaan pada masa sekarang atau yang akan datang. Menurut Witjaksono (2006,h.6) terdapat beberapa definisi biaya antara lain adalah : 1. Cost adalah pengorbanan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2. Sebagian akuntan mendefinisikan biaya sebagai satuan moneter atas pengorbanan barang dan jasa untuk memperoleh manfaat di masa kini atau masa yang akan datang
2.5.2
Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya adalah akuntansi yang menyediakan informasi biaya untuk
membantu manajemen agar dapat mengelola biaya secara efektif dan efisien Menurut Witjaksono (2006, h.1) akuntansi biaya dapat didefinisikan sebagai “ilmu dan seni mencatat, mengakumulasikan, mengukur serta menyajikan informasi berkenaan dengan biaya dan beban”
22
Horngren dan Datar (2005, h.3) menyatakan, Akuntansi Biaya menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan. Akuntansi biaya mengukur dan melaporkan setiap informasi keuangan dan nonkeuangan yang terkait dengan daya perolehan atau pemanfaatan sumber daya dalam suatu organisasi..
2.5.3
Klasifikasi Biaya Pada Perusahaan Manufaktur Biaya dapat dikelompokkan dengan berbagai macam cara.
Pada umumnya
klasifikasi biaya ditentukan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dari penggolongan tersebut Menurut Hansen dan Mowen (2009,h.56), biaya dikelompokkan dalam dua kategori fungsional utama : 1. Biaya produksi Biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa. Biaya produksi dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai : a. Bahan Langsung Bahan langsung adalah bahan yang dapat ditelusuri secara langsung pada barang atau jasa yang sedang diproduksi. Biaya bahan ini dapat langsung dibebankan pada produk karena pengamatan secara fisik dapat digunakan untuk mengukur kuantitas yang dikonsumsi setiap produk. b. Tenaga Kerja Langsung Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat ditelusuri secara langsung pada barang atau jasa yang sedang diproduksi. Karyawan yang
23
mengubah bahan baku menjadi produk atau menyediakan jasa kepada pelanggan diklasifikasikan sebagai tenaga kerja langsung. c. Overhead Semua biaya produksi – selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung – dikelompokkan dalam satu kategori yang disebut overhead.
Pada
perusahaan manufaktur, overhead juga dikenal sebagai beban pabrik (Factory
Overhead)
atau
overhead
manufaktur
(Manufacturing
Overhead). d. Biaya Utama dan Konversi Kombinasi dari berbagai biaya produksi mengarah pada konsep biaya konversi dan biaya utama. Biaya utama (Prime Cost) adalah jumlah dari biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya konversi (Conversion Cost) adalah jumlah dari biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead.
Untuk perusahaan manufaktur, biaya koversi bisa
diinterpretasikan sebagai biaya untuk mengonversi bahan baku menjadi produk akhir. 2. Biaya nonproduksi Biaya nonproduksi adalah biaya yang berkaitan dengan fungsi desain, pengembangan pemasaran, distribusi, layanan pelanggan, dan administrasi umum. Biaya nonproduksi sering dibagi menjadi dua kategori umum yaitu : a. Biaya Penjualan Biaya-biaya yang diperlukan untuk memasarkan, mendistribusikan, dan melayani produk atau jasa merupakan biaya pemasaran (penjualan).
24
Biaya ini sering disebut sebagai biaya mendapatkan pesanan (order getting cost) dan biaya memenuhi pesanan (order filling cost). Contoh biaya mendapatkan pesanan adalah gaji dan komisi tenaga penjual dan iklan. Contoh biaya memenuhi pesanan adalah pergudangan, pengiriman, dan layanan pelanggan. b. Biaya administrasi Seluruh biaya yang berkaitan dengan penelitian, pengembangan dan administrasi umum pada organisasi yang tidak dapat dibebankan pada pemasaran ataupun produksi, dikelompokkan sebagai biaya administrasi. Administrasi umum bertanggung jawab dalam memastikan bahwa berbagai aktivitas organisasi terintegrasi secara tepat sehingga misi perusahaan secara keseluruhan dapat terealisasi.
Contoh biaya
administrasi umum adalah gaji eksekutif puncak, biaya jasa konsultasi hukum, pencetakan laporan tahunan, dan akuntansi umum.
Biaya
penelitian dan pengembangan adalah biaya yang berkaitan dengan desain dan pengembangan produk baru.
Menurut Rudianto (2005, h.14) perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang membeli bahan mentah, mengolahnya hingga menjadi produk jadi yang siap pakai dan menjualnya kepada konsumen yang membutuhkannya. Misalnya produsen mie instan mengolah tepung terigu hingga menjadi mie instan dan menjualnya kepada masyarakat. Jadi, fungsi utama perusahaan manufaktur adalah sebagai jembatan antara perusahaan penghasil bahan mentah dengan konsumen yang membutuhkan barang yang memiliki
25
nilai tambah lebih tinggi dari bahan mentah tersebut. Perusahaan manufaktur harus mengolah terlebih dahulu bahan baku atau bahan mentah yang dibelinya sebelum menjualnya ke masyarakat. Dalam proses pengolahan tersebut perusahaan manufaktur membutuhkan biaya tambahan dalam berbagai bentuknya agar proses pemberian nilai tambah dapat terjadi. Karena, perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang membeli dan mengolah bahan baku menjadi barang yang siap pakai maka secara keseluruhan transaksi di perusahaan manufaktur dapat di ringkas ke dalam bagan sebagai berikut : Produsen bahan baku
Menjual bahan
Perusahaan manufaktur
Membeli bahan
Menjual produk jadi
Konsumen
Membeli produk Gambar 2.1 Transaksi Perusahaan Manufaktur Sumber : Rudianto (2005,h.15) Biaya di dalam perusahaan manufaktur dikelompokkan menjadi beberapa kelompok menurut spesifikasi manfaatnya, yakni biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead, biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum. 1. Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku yang telah digunakan untuk menghasilkan suatu produk jadi dalam volume tertentu. Misalnya, harga beli kain per potong pakaian, harga beli dari kayu per unit meja dan sebagainya.
26
2. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar pekerja yang terlibat secara langsung dalam proses produksi. Misalnya , tukang jahit di dalam perusahaan garmen, tukang kayu di dalam perusahaan mebel dan lain-lain. Hanya pekerja yang terlibat secara langsung di dalam proses menghasilkan produk perusahaan yang dapat dikelompokkan sebagai tenaga kerja langsung. 3. Biaya overhead adalah berbagai macam biaya selain biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung tetapi juga dibutuhkan dalam proses produksi.
Termasuk dalam kelompok ini adalah biaya bahan
penolong, biaya tenaga kerja penolong dan biaya pabrikase lain. 1) Biaya bahan penolong (bahan tidak langsung) yaitu dalam bahan tambahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Misalnya, kain dan kancing dibutuhkan untuk menghasilkan pakaian, paku dan cat untuk menghasilkan meja tulis dan sebagainya. Bahan penolong merupakan elemen bahan baku yang tetap dibutuhkan oleh suatu produk jadi tetapi bukan elemen utama. Tanpa bahan penolong, suatu produk tidak akan pernah menjadi produk yang siap dipakai dan siap dijual 2) Biaya tenaga kerja penolong (tenaga kerja tidak langsung) adalah pekerja yang dibutuhkan dalam proses menghasilkan suatu barang tetapi tidak terlibat secara langsung di dalam proses produksi. Misalnya, mandor dari para penjahit dan tukang kayu, satpam pabrik dan lainnya. Tenaga kerja penolong merupakan tenaga kerja yang tetap dibutuhkan tetapi bukan
27
merupakan elemen tenaga kerja utama didalam suatu produk. Tetapi tanpa tenaga kerja penolong, proses produksi dapat terganggu. 3) Biaya pabrikase lain adalah biaya-biaya tambahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk selain biaya bahan penolong dan biaya tenaga kerja penolong. Seperti biaya listrik dan air pabrik, biaya telepon pabrik, depresiasi bangunan pabrik, biaya depresiasi mesin dan sebagainya. 4. Biaya pemasaran digunakan untuk menampung keseluruhan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mendistribusikan barang dagangannya hingga sampai ke tangan langganan. Biaya ini mencakup, gaji salesman, komisi salesman, biaya iklan, biaya listrik kantor pemasaran, biaya telepon kantor pemasaran, biaya angkut penjualan, biaya depresiasi kantor dan kendaraan pemasaran dan sebagainya. 5. Biaya administrasi dan umum digunakan untuk menanpung keseluruhan biaya operasi kantor.
Biaya ini mencakup, gaji direktur, gaji sekretaris, biaya
listrik, biaya telepon, biaya depresiasi bangunan dan lainnya. Kemudian biaya-biaya tersebut diatas dikelompokkan lagi menjadi : 1). Biaya produksi 1. Biaya bahan baku langsung 2. Biaya tenaga kerja langsung 3. Biaya overhead Akumulasi dari ketiga kelompok biaya tersebut di dalam satu periode akuntansi menghasilkan biaya produksi untuk periode tersebut
28
2). Biaya operasi/komersial 1. Biaya pemasaran, dan 2. Biaya administrasi dan umum Biaya operasi adalah biaya yang berkaitan dengan operasi perusahan diluar biaya produksi.
Biaya operasi
atau biaya komersial mencakup dua
kelompok biaya yaitu biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum.
2.5.4
Jenis Persediaan Pada Perusahaan Manufaktur Jenis persediaan (stok) dalam perusahaan manufaktur dapat dibedakan menjadi : 1. Persediaan bahan baku, yaitu bahan dasar yang menjadi komponen utama dari suatu produk. Bahan baku merupakan elemen utama dari suatu produk, walaupun di dalam suatu produk dalam terdapat elemen yang lain. Misalnya, kain adalah bahan baku dari pakaian, kayu adalah bahan baku dari meja. 2. Persediaan barang dalam proses, yaitu bahan baku yang telah diproses untuk diubah menjadi barang jadi, tetapi sampai pada akhir periode tertentu, belum selesai proses produksinya. Misalnya, pakaian yang belum ada lengannya di dalam industri garmen, meja tulis yang belum dihaluskan dan belum dicat dalam industri mebel 3. Persediaan barang jadi, adalah bahan baku yang telah diproses menjadi produk jadi yang siap pakai dan siap dipasarkan. Seperti pakaian jadi, meja tulis, sepeda motor lengkap, televisi dan lain-lain. Perbedaan antara barang jadi dan barang dalam proses adalah pada kandungan biaya di dalam setiap jenis persediaan tersebut. Di dalam barang jadi terkandung 100 % komponen
29
biaya yang dibutuhkan, sedangkan barang dalam proses kandungan biayanya kurang dari 100% dari keseluruhan biaya yang dibutuhkan.
2.5.5 Arus Biaya Perusahaan manufaktur harus mengubah dan memproses bahan baku menjadi barang dalam proses dan kemudian menjadi barang jadi, sedangkan biaya yang dibutuhkan di dalam proses produksi tersebut terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead maka hubungan antara setiap komponen biaya tersebut dengan setiap jenis persediaannya, adalah sebagai berikut : Bahan baku
Tenaga kerja
Barang Dalam Proses
Barang Jadi
Overhead
Gambar 2.2 Arus Biaya Sumber : Rudianto (2005,h.20) Gabungan dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead membentuk biaya produksi. Jika ketiga komponen biaya tersebut masingmasing belum mencakup 100% dari kebutuhan biaya produksi per unit output maka gabungan ketiganya membentuk persediaan barang dalam proses. Jika gabungan ketiga komponen biaya tersebut masing-masing telah mencapai 100% maka akan membentuk barang jadi. Itu berarti perbedaan antara barang jadi dan barang dalam proses adalah pada kandungan biaya di dalam setiap jenis persediaan tersebut. Di dalam barang jadi
30
telah terkandung 100% komponen biaya yang dibutuhkan sedangkan barang dalam proses kandungan biayanya kurang dari 100% dari keseluruhan biaya yang dibutuhkan Ilustrasi berikut mungkin dapat memperjelas keterangan di atas: PT Sandang Indah adalah sebuah perusahaan produsen pakaian jadi yang berkedudukan di Bandung. Bahan baku yang digunakan di dalam perusahaan ini adalah kain, sedangkan bahan penolongnya adalah kancing, benang, dan aksesoris. Tukang jahitnya adalah tenaga kerja yang langsung terlibat dalam proses produksi. Di dalam perusahaan ini, lokasi kantor administrasi, kantor pemasaran dan pabrik terpisah satu dengan yang lain.
Pada akhir bulan September 2002, staf akuntansi yang baru
menyusun suatu neraca saldo seperti berikut : Tabel 2.1 Biaya PT Sandang Indah September 2002 Nama Biaya Biaya pemakaian kain Biaya pemakaian kancing Biaya pemakaian benang Biaya pemakaian asesoris Upah tukang jahit Gaji mandor produksi Gaji satpam pabrik Gaji salesman Komisi salesman Gaji karyawan kantor pemasaran Gaji karyawan administrasi Biaya listrik, air, dan telepon pabrik Biaya listrik, air dan telepon kantor pemasaran Biaya listrik, air dan telepon kantor administrasi Biaya bunga Biaya depresiasi bangunan pabrik Biaya depresiasi bangunan kantor pemasaran Biaya depresiasi gedung kantor administrasi Biaya depresiasi mesin pabrik Biaya depresiasi kendaraan pemasaran Biaya depresiasi kendaraan direksi
Jumlah (dalam jutaan) 97.000 4.700 9.900 6.600 27.000 4.700 1.200 2.000 6.000 8.200 7.400 7.400 3.400 4.700 14.500 2.600 1.200 1.300 2.600 900 700
31
Biaya angkut penjualan Biaya iklan Sumber : Rudianto (2005,22)
2.900 9.400
Berdasarkan data diatas, jika kemudian biaya-biaya tersebut dikelompokkan ke dalam kelompok biaya sesuai dengan penjelasan di atas akan dapat terlihat hasilnya sebagai berikut : Tabel 2.2 Klasifikasi Biaya PT Sandang Indah September 2002 Nama Biaya 1. Biaya pemakaian kain 2. Upah tukang jahit 3. Biaya overhead : a. Biaya bahan penolong : - Biaya pemakaian kancing - Biaya pemakaian benang - Biaya pemakaian asesoris b. Biaya tenaga kerja penolong : - Gaji mandor peoduksi - Gaji satpam pabrik c. Biaya pabrikase lain : - Biaya air, listrik, telepon - Biaya depresiasi bangunan - Biaya depresiasi mesin Biaya Produksi 4. Biaya komersial : a. Biaya pemasaran : - Gaji Salesman - Komisi salesman - gaji karyawan kantor pemasaran - Biaya listrik, air dan telepon - Biaya depresiasi kantor pemasaran - Biaya depresiasi kendaraan - Biaya angkut penjualan - Biaya iklan b. Biaya administrasi dan umum : - Gaji karyawan administrasi - Biaya listrik, air, dan telepon - Biaya depresiasi kantor administrasi - Biaya depresiasi kendaraan
Jumlah Biaya (dalam jutaan)
Total Biaya (dalam jutaan) 97.000 27.000
4.700 9.900 6.600
21.200
4.700 1.200
5.900
7.400 2.600 2.600
2.000 6.000 8.200 3.400 1.200 900 2.900 9.400 7.400 4.700 1.300 700
12.600 163.700
34.000
32
-
Biaya bunga
14.500
Total Sumber : Rudianto (2005,23)
28.600 62.600
2.5.6 Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Hansen dan Mowen (2009, h.162) mendefinisikan bahwa ada lima pendorong kegiatan yang umumnya dipakai sebagai pembebanan biaya overhead : 1. Unit yang diproduksi 2. Jam tenaga kerja langsung 3. Dolar tenaga kerja langsung 4. Jam mesin 5. Bahan langsung Biaya overhead seharusnya dibebankan mengikuti, sedekat mungkin, hubungan sebab akibat. Untuk mengidentifikasikan faktor-faktor tersebut memerlukan usaha yang menyebabkan konsumsi overhead.
Faktor-faktor penyebab ini diidentifikasi, atau
pendorong kegiatan, harus digunakan untuk membebankan biaya overhead pada produk Menurut Carter (2009, h.452), memberikan contoh pembebanan biaya overhead yaitu : Tarif overhead pabrik telah di tentukan sebelumnya yaitu sebesar $15 per jam mesin dan estimasi pemakaian mesin selama 18.900 jam mesin. Untuk menentukan ilustrasi ini, asumsikan jam mesin aktualnya adalah sebesar 18.000 jam mesin dan biaya overhead pabrik aktual sebesar $292.000. Overhead pabrik yang dibebankan selama periode ini adalah 18.900 x $15 = $283.500. Ayat jurnal umum yang mengikhtisarkan pembebanan overhead adalah :
33
Barang dalam proses
283.500
Overhead pabrik dibebankan
283.500
Akun overhead pabrik dibebankan kemudian akan ditutup ke akun pengendali overhead di akhir tahun dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Overhead pabrik dibebankan Pengendali overhead pabrik
283.500 283.500
Merupakan praktik umum untuk menggunakan overhead pabrik dibebankan karena akun tersebut menyimpan biaya yang dibebankan dan biaya aktual secara terpisah. Pemisahan ini menfasilitasi perbandingan bulanan dengan biaya overhead pabrik yang dianggarkan. Debit di akun pengendali overhead mencerminkan biaya overhead pabrik aktual yang terjadi selama periode tersebut, sementara kreditnya mencerminkan jumlah yang dibebankan. Mungkin juga penyesuaian kredit (misalnya, untuk retur perlengkapan ke gudang) yang mengurangi biaya total overhead pabrik aktual.
Karena debit dan
kreditnya jarang sama, maka biasanya ada saldo debit dan kredit di akun tersebut. Saldo debit mengindikasikan bahwa overhead pabrik terlalu rendah, sedangkan saldo kredit berarti bahwa overhead pabrik telah dibebankan terlalu tinggi.
Saldo ini dapat
digunakan berbagai sumber informasi bagi manajemen untuk mengendalikan dan menilai efisiensi operasi dan penggunaan kapasitas yang tersedia, serta untuk
34
menghitung tarif overhead yang telah ditentukan sebelumnya untuk periode-periode berikutnya. Alokasi pembebanan yang terlalu tinggi dan terlalu rendah cukup sederhana. Di akhir periode akuntansi, jumlah tersebut dapat diperlakukan sebagai biaya periodik atau dialokasikan ke persediaaan dan harga pokok penjualan. Jika jumlah perbedaannya tidak signifikan maka sebaiknya ditutup langsung ke ikhtisar rugi laba atau harga pokok penjualan sebagai biaya periodik, contoh ayat jurnalnya adalah : Ikhtisar laba rugi
8,500
Pengendali overhead pabrik
8.500
Atau Harga pokok penjualan
8,500
Pengendali overhead pabrik 8,500 Tidak signifikan dalam hal ini mengacu pada jumlah yang sangat kecil sehingga dampaknya
ke
laba
apabila
dibebankan
seluruhnya,
dibandingkan
dengan
mengalokasikan sebagai persediaan, adalah tidak material yaitu sangat kecil sehingga selisihnya diperkirakan tidak akan mempengaruhi keputusan atau pembaca laporan keuangan.
2.6
Harga Pokok Produksi (HPP)
2.6.1
Pengertian Harga Pokok Produksi Menurut Garrison, Norren dan Brewer (2008, p.47), harga pokok produksi terdiri
dari biaya manufaktur yang berkaitan dengan barang-barang yang diselesaikan dalam periode tertentu
35
Menurut Horngren dan Datar (2009, p.65) mendefinisikan harga pokok produksi mewakili jumlah biaya barang yang diselesaikan pada periode tersebut. Hansen dan Mowen (2009, h.60) mendefinisikan harga pokok produksi mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan. Biaya yang hanya dibebankan ke barang yang diselesaikan adalah biaya manufaktur bahan langsung, tenaga kerja langsung dan overhead. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi merupakan biaya yang dikeluarkan atau dikorbankan pada proses produksi untuk memperoleh barang dan jasa yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
2.6.2
Unsur-Unsur Harga Pokok Produksi Menurut Carter (2009,p.40) unsur-unsur harga pokok produksi ada 3 yaitu : 1. Biaya Bahan Baku Langsung (Direct Material Cost) adalah semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk 2. Biaya Tenaga kerja langsung (Direct Labor Cost) adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu 3. Biaya Overhead Pabrik (Factory Overhead) disebut juga overhead manufaktur, beban manufaktur atau beban pabrik, terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak ditelusuri secara langsung ke output.
36
2.6.3
Metode Penentuan Harga Pokok Produksi Menurut Garrison dan Norren (2006, h.388) ada dua metode penentuan harga
pokok produksi, yaitu : 1. Perhitungan Biaya Penyerapan Perhitungan biaya penyerapan (absorption costing) memperlakukan semua biaya produksi sebagai biaya produk, tanpa membedakan apakah biaya itu variabel atau tetap. Dengan demikian biaya produk per unit terdiri atas bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead variabel dan tetap. Karena perhitungan biaya penyerapan melibatkan semua produksi, metode ini sering disebut sebagai metode biaya penuh (full cost). 2. Perhitungan Biaya Variabel Perhitungan biaya variabel (variable costing), hanya biaya produksi yang berubah ubah sesuai dengan output yang diperlakukan sebagai biaya produk. Termasuk di dalamnya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik variabel. Biaya overhead pabrik tetap tidak diperlakukan sebagai biaya produk dalam metode ini. Sebaliknya, biaya overhead pabrik diperlakukan sebagai biaya periodik, seperti beban administrasi dan penjualan, beban tersebut dibebankan secara utuh ke dalam pendapatan setiap periodenya. Perhitungan biaya variabel sering disebut perhitungan biaya langsung (direct costing) atau perhitungan biaya marginal (marginal costing).
37
Menurut Witjaksono (2006,h.25) secara garis besar terdapat dua macam alternatif sistem perhitungan harga pokok produksi antara lain : 1. Sistem Perhitungan Harga Pokok Penuh (Full Costing/Absorption Costing) Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK), perusahaan manufaktur diwajibkan untuk menerapkan metode perhitungan harga pokok penuh (full absorption costing) untuk keperluan pelaporan pada pihak eksternal. Dalam sistem harga pokok penuh seluruh biaya produksi variabel dan biaya produksi tetap dibebankan kepada produk. 2. Sistem Perhitungan Harga Pokok Variabel (Variable Costing) Dalam sistem harga pokok variabel (variable costing) hanya biaya produksi variabel yang dibebankan kepada produk. Metode variable costing banyak diterapkan bagi keperluan pelaporan internal, karena metode ini dianggap konsisten dengan asumsi perilaku biaya yang kerap digunakan dalam pengambilan keputusan manajemen.
2.6.4
Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi Garrison, Noreen dan Brewer (2008, p.92) menyatakan bahwa terdapat dua
metode perhitungan biaya, yaitu : 1. Perhitungan biaya berdasarkan proses Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses digunakan dalam perusahaan yang memproduksi satu jenis produk dalam jumlah besar dalam jangka panjang. Prinsip dasar dari perhitungan biaya berdasarkan proses adalah mengakumulasikan biaya dari operasi atau departemen tertentu selama satu
38
periode penuh (bulanan, kuartalan, dan tahunan) dan kemudian membaginya dengan jumlah ini yang diproduksi selama periode tersebut. Rumus dasar untuk perhitungan biaya berdasarkan proses adalah sebagai berikut : Biaya per unit
=
Total biaya produksi Total unit yang diproduksi
Secara umum teknik perhitungan biaya tersebut berarti bahwa setiap biaya rata-rata per unit yang ditetapkan untuk unit yang homogen mengalir secara terus menerus sepanjang proses produksi. 2. Perhitungan biaya berdasarkan pesanan Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan digunakan untuk perusahaan yang memproduksi berbagai produk selama periode tertentu. Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan, biaya ditelusuri dan dialokasikan ke pekerjaan dan biaya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dibagi dengan jumlah unit yang dihasilkan untuk menghasilkan harga rata-rata per unit.
Carter (2009, h.124) mendefinisikan bahwa ada dua metode penentuan harga pokok penjualan, yaitu : 1. Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (Job Order Costing) Dalam perhitungan biaya berdasarkan pesanan, biaya diakumulasikan untuk setiap batch, lot, atau pesanan pelanggan.
Dalam perhitungan biaya,
berdasarkan pesanan akan lebih praktis mengidentifikasikan secara fisik setiap pesanan yang diproduksi dan membebankan setiap pesanan dengan paling tidak beberapa elemen biayanya.
39
Dasar dari perhitungan biaya berdasarkan pesanan melibatkan hanya delapan tipe ayat jurnal akuntansi, satu untuk setiap item berikut : a. Pembelian bahan baku b. Pengakuan biaya tenaga kerja pabrik c. Pengakuan biaya overhead pabrik d. Penggunaan bahan baku e. Distribusi beban gaji tenaga kerja f. Pembebanan estimasi biaya overhead g. Penyelesaian pesanan h. Penjualan produk 2. Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses (Process Costing) Perhitungan biaya berdasarkan proses mengakumulasikan semua biaya operasi suatu proses untuk periode waktu dan kemudian membagi biaya tersebut dengan jumlah unit produk yang telah melewati proses selama periode tersebut hasilnya adalah biaya per unit. Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya.
Biaya yang
dibebankan ke setiap unit ditentukan dengan membagi total biaya yang dibebankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi. Pusat biaya biasanya adalah departemen, tetapi bisa juga pusat pemrosesan dalam satu departemen. Persyaratan utamanya adalah semua produk yang diproduksi dalam suatu pusat biaya selama suatu periode harus sama dalam hal sumber
40
daya yang dikonsumsi; bila tidak, perhitungan biaya berdasarkan proses dapat mendistorsi biaya produk
2.7
Harga Jual
2.7.1
Pengertian Harga Jual Garisson, Noreen dan Brewer (2006, h.531) menyatakan, “Keputusan penentuan
harga jual sangat penting bagi perusahan. Jika harga jual ditentukan terlalu tinggi, konsumen akan enggan untuk membeli produk perusahaan.
Jika harga jual yang
ditentukan terlalu rendah, biaya perusahaan tidak mungkin tertutupi.” Pendekatan umum penentuan harga jual adalah mark up.
Mark up adalah
perbedaan antara harga jual dan biaya produksinya Harga jual = Biaya + (Persentase mark up x biaya) Menurut Rudianto (2005,h.230), harga jual produk perusahaan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Harga jual terlalu tinggi akan membuat masyarakat tidak membeli atau mengurangi jumlah pembelian produk perusahaan sehingga perusahaan tidak akan memperoleh pendapatan dan laba yang cukup.
Sebaliknya, harga jual yang terlalu rendah akan membuat
perusahaan tidak mampu mencapai laba usaha yang direncanakan.
Karena itu,
menetapkan harga jual produk perusahaan pada harga yang sangat tepat sangat penting bagi perusahaan agar tujuan perusahaan secara umum dapat tercapai.
41
2.7.2
Metode Penentuan Harga Jual Garrison, Noreen dan Brewer (2006, h.537) mengatakan terdapat 2 pendekatan
dalam menentukan harga jual yaitu : 1. Pendekatan absorption costing untuk cost plus pricing Berdasarkan pendekatan absorption terhadap cost plus pricing, basis biayanya adalah biaya produksi per unit berdasarkan absorption costing. Untuk menggambarkan hal tersebut asumsikan bahwa pihak manajemen Ritter Company ingin menentukan harga jual produk yang baru saja dimodifikasi.
Departemen Akuntansi memberikan estimasi biaya untuk
desain ulang produk seperti yang tersaji dibawah ini :
Per unit Bahan Langsung
$6
Tenaga Kerja Langsung
4
Overhead pabrik tetap
3
Overhead pabrik variabel Biaya admin, umum dan penjualan variable Biaya admin, umum dan penjualan tetap
Total
$ 70,000 2 60.000
Langkah pertama dalam pendekatan absorption costing untuk cost plus pricing untuk menghitung biaya produksi per unit. Untuk Ritter Company, nilainya adalah $20 per unit dengan volume 10.000 unit seperti tampak dalam perhitungan di bawah ini :
42
Bahan Langsung
$6
Tenaga Kerja Langsung
4
Overhead pabrik variable
3
Overhead pabrik tetap
7
Biaya Produksi per unit
$20
Ritter Company memiliki kebijakan umum mark up biaya produksi per unit sebesar 50 %. Mark up untuk menutup biaya administrasi, umum dan penjualan dan laba yang diharapkan adalah 50 % dari biaya produksi per unit Target harga jual per unit
10 $30
Masalah masalah dalam pendekatan absorption costing yang harus dilakukan adalah menghitung biaya produksi per unit, memutuskan berapakah laba yang diinginkan, dan menentukan harga jual. Pendekatan absorption costing mengandalkan perkiraan unit penjualan.
Pendekatan absorption costing
mengasumsikan bahwa konsumen membutuhkan barang sebanyak yang diperkirakan dan bersedia membayar berapa harga jual yang telah ditetapkan. Dalam kenyataannya, konsumen memiliki pilihan. Jika harga jual ditentukan terlalu tinggi, mereka dapat membeli dari pesaing atau bahkan tidak membeli sama sekali.
Pendekatan absorption costing hanya aman sepanjang
konsumen bersedia membeli sejumlah barang seperti yang telah diperkirakan 2. Target Costing Perhitungan biaya target adalah proses penentuan biaya maksimum yang dimungkinkan untuk suatu produk baru dan kemudian mengembangkan
43
sebuah contoh yang dapat dibuat dengan menguntungkan berdasarkan angka biaya target maksimum tersebut. Biaya target untuk suatu produk dihitung dengan mulai pada harga jual yang diantisipasi dan kemudian menguranginya dengan laba yang diinginkan, sebagai berikut : Biaya target = Harga jual yang diantisipasi – Laba yang diinginkan
Untuk memperjelas lagi terdapat contoh sederhana : Handy Appliance Company survey fitur dan harga sebesar $30 di pasar, departemen marketing percaya bahwa harga $ 30 cocok untuk mixer baru tersebut.
Pada harga tersebut, marketing memperkirakan dapat menjual
40.000 unit mixer per tahun.
Untuk mendesain, mengembangkan dan
memproduksi mixer baru ini, dibutuhkan investasi sebesar $ 2.000.000. Perusahan mengharapkan Return on Investment (ROI) 15%. Dengan data tersebut, target biaya produksi, penjualan, distribusi dan jasa untuk per unit mixer adalah $22,5 seperti dalam perhitngan berikut : Proyeksi penjualan (50.000 mixer X $30)
$ 1.200.000
Dikurangi laba yang diharapkan (15% x $ 2.000.000) Target biaya untuk 40.000 mixer
300.000 $
900.000
$
22.5
Target biaya untuk setiap unit mixer ($ 900.000 : 40.000)
44
Target biaya sebesar $ 22.5 ini akan dipilah menjadi target biaya beberapa fungsi : produksi, marketing, distribusi, jasa setelah penjualan dan sebagainya.
Setiap area fungsional akan bertanggung jawab untuk
mengeluarkan biaya sesuai dengan target. Menurut Rudianto (2005, h.232) secara umum terdapat beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menentukan harga jual suatu produk dengan berbasis pada besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan, yaitu : 1. Maksimalisasi laba Untuk memperjelas keterangan tentang metode maksimalisasi di dalam menetapkan harga jual produk di atas : PT Koinmas memproduksi suatu barang dengan kapasitas sebesar 140.000 unit per tahun.
Jumlah biaya tetap total yang akan dikeluarkan untuk
menghasilkan seluruh produk tersebut adalah sebesar Rp 300.000.000,00 sementara biaya variable yang diperlukan untuk menghasilkan produk tersebut diperkirakan sebesar Rp 7.000,00 per unit. Manajemen perusahaan sedang mempertimbangkan harga jual yang tepat untuk produk tersebut, agar laba usaha total yang akan diperoleh perusahaan optimal. Bagian pemasaran perusahaan
akan
memperkirakan
perubahan
harga
produk
akan
mempengaruhi secara langsung jumlah produk yang akan terjual. Taksiran bagian pemasaran tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 2.3 Perkiraan Perubahan Harga Produk Terhadap Volume Penjualan Harga jual (Rp) 20.000,00 18.000,00
Volume (unit) 20.000 40.000
45
16.000,00 60.000 14.000,00 80.000 12.000,00 100.000 10.000,00 120.000 8.000,00 140.000 Sumber : Rudianto (2005,h.233) Berdasarkan data tersebut di atas, manajemen PT Koinmas membuat tabel alternatif harga dan volume penjualan sebagai berikut : Tabel 2.4 Alternatif harga dan Volume Penjualan Harga Volume Nilai Jual Penjualan Penjualan 20.000 20.000 400.000.000 18.000 40.000 720.000.000 16.000 60.000 960.000.000 14.000 80.000 1.120.000.000 12.000 100.000 1.200.000.000 10.000 120.000 1.200.000.000 8.000 140.000 1.120.000.000 Sumber : Rudianto (2005,h.234)
Biaya Variabel 140.000.000 280.000.000 420.000.000 560.000.000 700.000.000 840.000.000 980.000.000
Biaya Tetap
Laba (Rugi)
300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000 300.000.000
- 40.000.000 140.000.000 240.000.000 260.000.000 200.000.000 60.000.000 160.000.000
Itu berarti, harga jual yang optimal yang dapat mengakibatkan perolehan laba usaha maksimal adalah sebesar Rp 14.000 per unit produk. 2. Tingkat pengembalian atas modal yang digunakan Terkadang perusahaan menetapkan terlebih dahulu besarnya tingkat pengembalian atas modal yang ditanamkannya di dalam suatu bidang usaha, sebagai dasar untuk menentukan harga jual produk yang dihasilkan perusahaan tersebut. Ilustrasi berikut mungkin dapat memperjelas keterangan dalam metode tingkat pengembalian atas modal di dalam menetapkan harga jual produk di atas. PT. Prima Niaga adalah sebuah perusahaan produsen pemanas air listrik. Total modal yang digunakan oleh perusahaan ini adalah sebesar Rp
46
500.000.000,00 dengan tingkat pengembalian invenstasi atas modal yang digunakan adalah sebesar 20 %. Volume produksi dan volume penjualan yang direncanakan adalah sebesar 50.000 unit produk. Sementara biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi seluruh produk adalah sebesar Rp 320.000.000,00. Berdasarkan tingkat pengembalian investasi atas modal yang digunakan tersebut maka harga jual per unit pemanas air listrik adalah sebagai berikut : Harga = total biaya + (tingkat pengembalian modal x modal) Volume penjualan = 320.000.000 + (20% x 500.000.000) 50.000 = Rp 8.400,00 per unit Bukti : Penjualan = 50.000 unit x Rp 8.400
= Rp 420.000.000
Total biaya
= Rp 320.000.000
Laba
= 20 % x Rp 500.000.000
= Rp 100.000.000
Berdasarkan perhitungan diatas, terlihat bahwa dengan tingkat pengembalian atas modal yang ditanamkan sebesar 20 % maka harga jual yang ditetapkan untuk pemanas air listrik adalah sebesar Rp 8.400,00 per unit.
Dari
perhitungan pembuktian di atas, terlihat bahwa dengan harga Rp 8.400,00 per unit tersebut dan dengan volume penjualan sebesar 50.000 unit akan menghasilkan laba usaha sebesar Rp 100.000.000,00.
Laba sebesar Rp
100.000.000,00 tersebut merupakan 20 % dari total modal yang ditanamkan.
47
3. Biaya konversi Jika suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu produk dengan komposisi biaya yang berbeda satu dengan yang lainnya maka perusahaan tersebut dapat mempertimbangkan
untuk
membuat
pilihan
produksi
yang
paling
menguntungkan bagi perusahaan. Maksudnya, jika perusahaan memiliki 2 produk untuk dihasilkan dengan jumlah laba per per unit yang sama antara 1 produk dengan lainnya maka perusahaan harus melihat komposisi biaya diantara kedua produk. Dengan melihat dan menganalisis komposisi biaya masing-masing
produk
tersebut,
perusahaan
dapat
memilih
untuk
memproduksi salah satu produk saja yang memberikan keuntungan total yang lebih besar dari perusahaan. 4. Marjin kontribusi Marjin kontribusi adalah selisih antara harga jual dengan biaya produksi variable yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut.
Jumlah
tersebut akan digunakan untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba periode tersebut. Marjin kontribusi bukanlah laba kotor usaha.
Marjin
kontribusi dihitung dengan mengabaikan biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan. Jika perusahaan telah mencapai titik impas (break even point) maka biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan pada periode tersebut telah dibebankan dan ditutup oleh volume impas tersebut perusahan dapat mengabaikan biaya tetap tersebut dalam menentukan harga jual produknya.
48
5. Biaya standar Jika perusahaan telah memiliki biaya standar yang dijadikan tolak ukur dalam menentukan besarnya biaya produksi maka penentuan harga jual dapat pula ditentukan berdasarkan biaya standar yang dimiliki perusahaan. Persoalannya, seringkali realisasi biaya produksi menyimpang dari biaya standar yang dimiliki perusahaan. Jika terjadi penyimpangan realisasi biaya produksi dari biaya standarnya maka harus segera diambil tindakan cepat untuk merevisi keputusan harga jual yang telah ditetapkan. Secara umum, terdapat 4 jenis perusahaan dulihat dari reaksi yang mereka lakukan terhadap penyimpangan biaya standar, yaitu sebagai berikut : a. Perusahaan yang tidak merevisi standar yang telah ditetapkannya, walaupun terjadi penyimpangan didalam realisasi biaya produksi. b. Perusahaan yang merevisi standar yang telah di tetapkannya dalam batas tertentu, pada saat terjadi penyimpangan di dalam realisasi biaya produksi c. Perusahaan yang merevisi standar yang telah ditetapkannya agar lebih sesuai dengan kondisi aktual, pada saat terjadi penyimpangan di dalam realisasi biaya produksi. d. Perusahaan
menggunakan
harga
pasar,
penyimpangan terhadap realisasi biaya produksi.
pada
saat
terjadi
49
2.7.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Horngren dan Datar (2006, p.398) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang
mempengaruhi harga jual, yaitu : 1. Pelanggan Pelanggan mempengaruhi harga melalui pengaruh mereka terhadap permintaan atas suatu produk atau jasa. Perusahaan harus selalu menguji keputusan penentuan harga melalui para pelanggan mereka. Harga yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pelanggan menolak suatu produk perusahaan dan memilih produk pengganti atau yang bersaing. 2. Pesaing Perusahaan harus selalu menyadari tindakan dari para pesaingnya. Pada satu sisi, produk alternatif atau produk pengganti dari pesaing dapat mempengaruhi permintaan dan memaksa sebuah perusahaan yang tidak memiliki pesaing dapat menetapkan harga yang lebih tinggi. 3. Biaya Biaya mempengaruhi harga karena biaya mempengaruhi karyawan. Makin rendah biaya produksi sebuah produk relatif terhadap harga yang dibayarkan pelanggan, semakin besar kuantitas produk yang bersedia ditawarkan oleh perusahaan. Karena terdapat banyak pesaing dan banyak pelanggan, suatu perusahaan atau seorang pelanggan tidak mempengaruhi harga.
Jika
50
persaingan berkurang, dan terdapat lebih sedikit pesaing, yang masingmasing menjual produk yang agak berbeda dari harga perusahaan lain. Apabila perusahaan menjual barang atau jasa dengan harga jual dibawah biaya produksi, maka perusahaan akan mengalami kerugian sedangkan apabila perusahan menjual barang atau jasa di atas biaya produksi maka perusahaan akan mudah menghitung laba yang akan diterima oleh perusahaan. Biasanya perusahaan memberikan harga yang baik agar dapat menjaga hubungan dengan pelanggannya dalam jangka panjang dan jangka pendek. Dalam menentukan harga jual perusahaan mengadakan analisis dalam menentukan harga dasar. Analisis dilakukan perusahaan antara lain terhadap: a. Harga pokok produksi yang dijadikan batas bawah dari harga jual b. Informasi harga pasar yang dijadikan pedoman dalam menentukan harga jual c. Kemampuan produksi maksimum perusahaan dalm memenuhi kebutuhan konsumen. Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan yang mempengaruhi perusahaan dalam menentukan harga jual adalah pelanggan, pesaing dan biaya.
51
2.7.4 Titik Impas Menurut Rudianto (2005, h.49) titik impas adalah volume penjualan yang harus dicapai perusahaan agar perusahaan tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba sama sekali. Titik impas tersebut dapat diketahui dengan membagi antara total biaya tetap dengan rasio margin kontribusi, itu berarti dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut : Titik impas
=
1 -
Total biaya tetap/Biaya variabel Penjualan
Ilustrasi berikut mungkin dapat semakin memperjelas keterangan tentang analisis titik impas tersebut diatas : PT ABC adalah sebuah perusahaan produsen biji plastik. Kapasitas produksi perusahaan ini dalam satu tahun sebesar 1200 ton biji plastik. Untuk menghasilkan produk dengan volume tersebut, biaya tetap dikeluarkan adalah sebesar Rp 360.000.000,00
sedangkan
biaya
variable
yang
dibutuhkan
sebesar
Rp
1.080.000.000,00. Harga jual biji plastik tersebut sebesar Rp 1.500.000,00 per ton. Berdasarkan data tersebut diatas, jika dihitung titik impasnya maka harus dihitung terlebih dahulu biaya variabel per ton dari biji plastik tersebut. Biaya variabel total untuk memproduksi 1200 ton biji plastik adalah sebesar Rp 1.080.000.000,00. Maka, biaya variable yang dibutuhkan untuk memproduksi satu ton biji plastik adalah sebesar 900.000,00 yaitu dari hasil membagi Rp 1.080.000.000,00 tersebut dengan 1.200 ton bijih plastik.
52
Kemudian dari data yang telah tersedia dapat dihitung volume titik impasnya yaitu : Titik impas = 1 – 900.000,00/1.500.000 = Rp 900.000.000,00 Angka sebesar Rp 900.000.000,00 tersebut diatas merupakan nilai penjualan minimal agar perusahaan tidak mengalami kerugian, tetapi sekaligus juga merupakan nilai penjualan yang mengakibatkan perusahaan belum memperoleh keuntungan. Untuk mengetahui volume penjualan agar perusahaan tidak mengalami kerugian, harus dihitung dengan membagi nilai penjualan tersebut dengan harga jual setiap unit produk tersebut : Titik impas (dalam unit) =
Titik impas dalam uang Harga jual per unit produk
Titik impas (dalam unit) =
Rp 900.000.000,00 Rp 1.500.000,00
=
600 ton
Pembuktian : Laba = penjualan – biaya total = penjualan – (biaya tetap + biaya variable) = {(600 ton x Rp 1.500.000,00) }-{360.000.000,00 +(600 ton x 900.000,00)}
53
= 900.000.000,00 – (360.000.000,00 + 540.000.000,00) =0 Jadi, pada saat perusahan menjual produknya sebanyak 600 ton, perusahaan memperoleh laba nol. Oleh karena itu, agar tidak mengalami kerugian, perusahaan harus menjual minimal sebanyak 600 ton. Pada volume penjualan 600 ton ini, seluruh biaya tetap sebesar Rp 360.000.000,00 telah ditutup. Pendapatan dan Biaya
BEP
Total Biaya
900
360
Biaya Tetap
Q 600 Volume Penjualan Gambar 2.3 Contoh Grafik Break Even Point
54
2.8 SWOT 2.8.1 Matriks IFE (The Internal Factor Evaluation) Menurut David (2009, p229-232), Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation – IFE Matrix) merupakan alat perumusan strategi yang digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area-area fungsional bisnis dan menjadi landasan untuk mengidentifikasi serta mengevaluasi hubungan di antara area tersebut. Matriks Evaluasi Faktor Internal dapat dikembangkan dalam lima langkah: 1.
Buat daftar faktor-faktor internal utama sebagaimana yang disebutkan dalam proses audit internal. Masukkan 10 sampai 20 faktor internal, termasuk kekuatan
maupun
kelemahan
organisasi.
Daftar
terlebih
dahulu
kekuatannya, kemudian kelemahannya. Buat sespesifik mungkin dengan menggunakan persentase, rasio, dan angka-angka perbandingan. 2.
Berilah pada setiap faktor tersebut bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (semua penting). Bobot yang diberikan pada suatu faktor tertentu menandakan signifikansi relatif faktor tersebut bagi keberhasilan industri perusahaan. Terlepas dari apakah faktor utama itu adalah kekuatan atau kelemahan internal, faktor-faktor yang dianggap memiliki pengaruh paling besar terhadap kinerja organisasional harus diberi bobot tertinggi. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0.
3.
Berilah peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut sangat lemah (peringkat = 1), lemah (peringkat = 2), kuat (peringkat = 3), atau sangat kuat (peringkat = 4). Perhatikan bahwa
55
kekuatan harus mendapat peringkat 3 dan 4 dan kelemahan harus mendapat peringkat 1 atau 2. Oleh karenanya, peringkat berbasis perusahaan, sementara bobot di langkah 2 berbasis industri. 4.
Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot bagi masing-masing variabel.
5.
jumlahkan skor bobot masing-masing variabel untuk memperoleh skor bobot total organisasi.
2.8.2 Matriks EFE (The External Factor Evaluation) Menurut David (2009, p.158), Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation – EFE Matrix) memungkinkan para penyusun strategi untuk meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan kompetitif. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal dapat dikembangkan dalam lima langkah: 1. Buat daftar faktor-faktor eksternal utama sebagaimana yang disebutkan dalam proses audit eksternal. Masukkan 10 sampai 20 faktor internal, termasuk peluang dan ancaman, yang memengaruhi perusahaan dan industrinya. Daftar terlebih dahulu peluangnya, kemudian ancamannya. Buat sespesifik mungkin dengan menggunakan persentase, rasio, dan angkaangka perbandingan jika dimungkinkan. 2. Berilah pada setiap faktor tersebut bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot itu mengindikasikan signifikansi relatif dari suatu faktor terhadap keberhasilan perusahaan.
56
Peluang sering kali mendapat bobot yang lebih tinggi daripada ancaman, tetapi ancaman bisa diberi bobot tinggi terutama jika mereka sangat parah atau mengancam. Bobot yang sesuai dapat ditentukan dengan cara membandingkan pesaing yang berhasil dengan yang tidak berhasil atau melalui diskusi untuk mencapai konsensus kelompok. Jumlah seluruh bobot yang diberikan pada faktor itu harus sama dengan 1,0. 3. Berilah peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespons faktor tersebut, di mana 4 = responsnya sangat bagus, 3 = responsnya di atas ratarata, 2 = responsnya rata-rata, dan 1 = responsnya di bawah rata-rata. Peringkat didasarkan pada keefektifan strategi perusahaan. Oleh karenanya, peringkat tersebut berbeda antarperusahaan, sementara bobot di langkah nomor 2 berbasis industri. Penting untuk diperhatikan bahwa baik ancaman maupun peluang dapat menerima peringkat 1,2,3 atau 4. 4. Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot bagi masing-masing variabel. 5. jumlahkan skor bobot masing-masing variabel untuk memperoleh skor bobot total organisasi. 2.8.3 Diagram SWOT Setelah didapat hasil tabel bobot skor dari masing – masing IFAS dan EFAS, langkah selanjutnya adalah memasukkan angka total bobot skor tersebut kedalam diagram analisis SWOT berikut ini :
57
Oppurtunity (Beragam Peluang Lingkungan)
1.
Mendukung Strategi YangBerorientasi Pada Perubahan
2. Mendukung Strategi Yang Agresif
Weakness (Kelemahan Yang Penting)
Strength (Kekuatan Yang Besar) 4.
Mendukung Strategi YangDefensif
3.
Mendukung Strategi Diversifikasi
Threat (Ancaman‐Ancaman Utama Lingkungan)
Gambar 2.4 Diagram Analisis SWOT (Sumber : Pearce & Robinson, (2008, p.203)) Keterangan (Pearce & Robinson, 2008, p.204-205) : Kuadran I
: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan, perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada, strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy).
Kuadran II
: Ini merupakan kuadran dimana perusahaan telah mengidenfitikasi beberapa kekuatan inti menghadapi situasi lingkungan yang tidak menjanjikan. Meskipun menghadapi berbagai ancaman, dalam situasi ini perusahaan masih memiliki kekuatan segi internal, strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
jangka
panjang
dengan
cara
strategi
diversifikasi
58
(produk/pasar) misalnya strategi untuk menggunakan sumber daya dan kompetensi yang kuat tersebut unutk membangun peluang jangka panjang pada pasar produk yang lebih menjanjikan. Kuadran III
: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi
perusahaan
adalah
menghilangkan
kelemahan
internal
sehingga dapat lebih efektif dalam merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadran IV
: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman besar dari lingkungan karena posisi sumber daya yang lemah (kelemahan internal). Situasi ini membutuhkan strategi yang dapat mengurangi atau mengarahkan kembali keterlibatan dalam produk atau pasar yang telah ditelaah melalui analisis SWOT.
2.8.4 Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT)
Matriks
Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman
(Strengths-Weaknesses-
Opportunities-Threats – SWOT) menurut David (2009, p.327), adalah sebuah alat pencocokan yang penting yang membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi : Strategi SO (kekuatan-peluang), Strategi WO (kelemahan-peluang), Strategi ST (kekuatan-ancaman), dan Strategi WT (kelemahan-ancaman). Mencocokkan faktorfaktor eksternal dan internal utama merupakan bagian tersulit dalam megnembangkan Matriks SWOT dan membutuhkan penilaian yang baik dan tidak ada satu pun paduan
59
yang paling benar. Perhatikan Tabel 2.2 bahwa strategi pertama adalah strategi SO, strategi kedua adalah strategi WO, strategi ketiga adalah strategi ST, dan strategi keempat adalah strategi WT. Strategi SO (SO Strategies) memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal. Strategi WO (WO Strategies) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal. Strategi ST (ST Strategies) menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Strategi WT (WT Strategies) merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal. Matriks SWOT terdiri atas sembilan sel di mana terdapat empat sel faktor utama, empat sel strategi dan satu sel yang dibiarkan kosong (sel kiri atas). Keempat sel strategi, yang diberi nama SO, WO, ST, dan WT, dikembangkan setelah melengkapi keempat sel faktor utama, yang diberi nama S, W, O, dan T.
60
Tabel 2.5 Matriks SWOT KEKUATAN (STRENGTHS) 1 2 3 4 5 6 7 8 PELUANG (OPPORTUNITY) 1 2 3 4 5 6 7 8
(Tulis Peluang)
(Tulis Kekuatan)
KELEMAHAN (WEAKNESS) 1 2 3 4 5 6 7 8
STRATEGI SO 1 2 3 4 5 6 7 8
ANCAMAN (THREATS) 1 1 2 2 3 3 4 4 5 (Tulis Ancaman) 5 6 6 7 7 8 8 (Sumber: David, (2009, p.328))
1-8 (Gunakan Kekuatan Untuk Memanfaatkan Peluang )
STRATEGI WO 1 2 3 4 5 6 7 8
STRATEGI ST
1-8 (Gunakan Kekuatan Untuk Menghindari Ancaman )
(Tulis Kelemahan)
1-8 (Gunakan Kelemahan Dengan Memanfaatkan Peluang )
STRATEGI WT 1 2 3 4 5 6 7 8
1-8 (Minimalkan kelemahan dan Atasi Ancaman )
Menurut David (2009, p.330), terdapat delapan langkah dalam membentuk sebuah Matriks SWOT : 1. Buat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan 2. Buat daftar ancaman-ancaman eksternal utama perusahaan 3. Buat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan
61
4. Buat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan 5. Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya pada sel strategi SO 6. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya pada sel Strategi WO 7. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya pada sel Strategi ST
8. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya pada sel Strategi WT
2.9
Object Oriented Analysis and Design Menurut Mathiassen et al. (2000, p.14), Object Oriented Analysis and Design
(OOAD) terbagi kedalam empat aktivitas, antara lain: analisis problem-domain, analisis application domain, architecture design, dan component design. Keuntungan dari OOAD adalah: a. Menyediakan info yang jelas mengenai konteks sistem. b. Ada kaitan yang erat antara object-oriented analysis, object-oriented design, object-oriented user interface dan object-oriented programming. Notasi standar yang digunakan dalam OOAD adalah UML (Unified Modeling Languange). UML digunakan hanya sebagai notasi dan bukan sebagai metode dalam melakukan modeling. Gambar 2.5 dibawah ini merupakan ringkasan dari kegiatan yang dilakukan dalam OOAD, yang menjelaskan bahwa dalam analisis problem domain akan menghasilkan sebuah model, dalam analisis application domain akan menghasilkan
62
sebuah Requirement for use, dalam perancangan arsitektural akan dihasilkan spesifikasi perancangan. Model, Requirement for use, dan spesifikasi perancangan ini yang akan menjadi dasar dalam perancangan komponen dimana kegiatan ini akan menghasilkan spesifikasi komponen.
Gambar 2.5 Kegiatan utama dan hasil dari Object Oriented Analysis and Design Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.15)
Mengacu kepada Mathiassen et al. (2000, p.18), ada empat prinsip umum dalam menganalisis dan merancang sebuah sistem yaitu: 1. Pemodelan konteks (Model the Context) Konteks dari sebuah sistem dapat dilihat dari dua perspektif yang saling melengkapi yaitu problem domain dan application domain. Problem domain merupakan bagian dari konteks yang diatur, diawasi atau dikendalikan oleh sebuah sistem. Application domain merupakan sebuah organisasi yang
63
mengelola, mengawasi atau mengendalikan suatu problem domain. Kesuksesan dan kegagalan sebuah sistem tergantung dari seberapa baik application domain dan problem domain terhubung bersama – sama ke dalam fungsi keseluruhan. Oleh karena itu, pemodelan dari problem domain dan application domain merupakan hal yang mendasar selama kegiatan analisis dan perancangan sistem. 2. Penekanan pada Arsitektur (Emphasize the Architecture) Analisis dan perancangan berorientasi objek menekankan arsitektur sistem sebagai sebuah tantangan utama, menfokuskan kepada kemudahan untuk dipahami, fleksibilitas dan kegunaannya sebagai kualitas perancangan yang penting. Sebuah arsitektur sistem harus mudah untuk dipahami karena menyediakan sebuah dasar bagi keputusan dan sebagai alat komunikasi serta alat kerja pada tugas pengembangan selanjutnya. Arsitektur sistem harus fleksibel karena pengembangan sistem terjadi pada lingkungan yang bergejolak. Terakhir, arsitektur sistem harus dapat bermanfaat karena kesuksesan sebuah sistem tergantung dari bagaimana sistem dapat berperan dalam organisasi pengguna. Dalam analisis dan perancangan berorientsi objek, ada tiga komponen arsitektur dasar yaitu : model component, function component dan interface component. Model component berisi sebuah model dinamis dari problem domain sistem. Function component berisi fasilitas – fasilitas bagi user untuk melakukan update dan mengunakan model component. Interface
64
component merangkaikan sistem ke dalam konteksnya dengan dua cara. Cara pertama, interface mencakup monitor dengan teks dan grafik – grafik, printouts, dan fasilitas lain yang membuat user dapat mengaktifkan fungsi – fungsi sistem. Cara kedua, interface terhubung secara langsung dengan teknikal sistem lain seperti radar dan sensor. 3. Penggunaan kembali Pola – Pola (Reuse Patterns) Cara mendasar untuk memastikan kualitas dan efisiensi dalam analisis dan perancangan adalah dengan menggunakan kembali ide-ide yang telah diuji dan digunakan dalam situasi – situasi lain. Analisis dan perancangan berorientasi objek menginspirasikan penggunaan kembali ini dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan objek dan komponen dan dengan menggunakan pola analisis dan perancangan. 4. Penyesuaian Metode (Tailor the Method) OOAD adalah kumpulan dari pedoman umum untuk melakukan analisis dan perancangan sistem. Oleh sebab itu, harus dilakukan penyesuaian terhadap organisasi dan proyek. Untuk membuat metode lebih berguna, perancangan harus dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga adaptasi, perbaikan, dan penggantian bagian lebih mudah untuk diimplementasikan. OOAD merefleksikan empat perspektif sentral pada suatu sistem dan konteksnya, yaitu isi informasi dari sistem, bagaimana sistem akan digunakan, sistem sebagai keseluruhan dan komponen – komponen dari sistem. Perpektif – perspektif tersebut terhubung dengan aktivitas – aktivitas utama dari analisis dan perancangan berorientasi objek, yaitu problem
65
domain analysis, application domain analysis, architectural design dan component design, secara berturut – turut.
2.9.1
Object Menurut Mathiassen et al. (2000, p.4) objek adalah sebuah entity dengan
identitas, state dan behaviour. Setiap objek tidak digambarkan secara sendiri - sendiri, melainkan istilah class digunakan untuk menggambarkan kumpulan objek. Dengan demikian dapat dikatakan, karakteristik dari objek adalah sebuah entitas, melekat pada identitasnya, dan memiliki behaviour masing-masing.
2.9.2 System Choice dan System Definition Pemilihan sistem dilakukan untuk menghasilkan system definition yang memenuhi kriteria FACTOR. Menurut Mathiassen et al. (2000,p.24),
system definition adalah sebuah
deskripsi singkat dari sistem yang terkomputerisasi yang dijelaskan dalam bahasa natural. Tujuan dari system definition adalah untuk memilih sistem aktual yang akan dikembangkan. System definition di sini dapat berupa narasi singkat mengenai sistem yang akan dikembangkan mencakup kegunaan dan kebutuhan dari sistem yang akan dikembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan informasi dalam perusahaan.
66
Rich Picture Menurut Mathiassen et al. (2000, p.26), rich picture adalah sebuah gambaran informal yang digunakan oleh pengembang sistem untuk menyatakan pemahaman mereka terhadap situasi dari sistem yang sedang berlangsung. Rich picture juga dapat digunakan sebagai alat yang berguna untuk memfasilitasi komunikasi yang baik antara pengguna dalam sistem. Tujuan dari pembuatan rich picture bukan untuk membuat deskripsi yang mendetail dari semua keadaan yang mungkin, tetapi lebih untuk memperoleh gambaran umum. Rich picture merupakan tahap pertama yang dilakukan dalam analisis dan perancangan sistem, karena melalui rich picture dapat diketahui proses berjalan dari sistem yang akan dikembangkan sehingga akan memudahkan pengembang sistem untuk mendefinisikan kebutuhan dari sistem tersebut. FACTOR Criteria Menurut Mathiassen et al. (2000,p.39), FACTOR terdiri dari 6 elemen yaitu : Tabel 2.6 Tabel FACTOR Criteria Fungsi sistem yang mendukung application domain. Functionality Bagian dari organisasi, administrasi, monitor, atau Application domain kontrol problem domain. Kondisi setelah sistem akan dikembangkan dan Conditions digunakan. Teknologi yang digunakan dalam pengembangan Technology sistem dan teknologi yang akan menjalankan sistem. Object utama dalam problem domain. Objects Tanggung jawab keseluruhan sistem dalam Responsibility hubungannya dengan context.” Sumber : Mathiassen et al. (2000,p.39)
67
2.9.3
Problem Domain Analysis Menurut Mathiassen et al. (2000, p.6) problem domain merupakan bagian dari
context yang diatur, dimonitor, atau dikendalikan oleh sebuah sistem. Analisis problem domain menghasilkan sebuah model yang merupakan gambaran dari class, objek objek, struktur dan perilaku (behaviour) yang ada dalam problem domain.
Gambar 2.6 Aktivitas pada problem domain modelling Sumber : Mathiassen et al. (2000, p.46) Problem domain analysis dibagi menjadi tiga aktivitas seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.2 di atas. Pada problem domain analysis terdapat tiga aktivitas utama yaitu: 1.
Classes, aktivitas ini meliputi pendefinisian dan pembuatan karakteristik problem domain dengan memilih class dan event yang menghasilkan event table.
68
2.
Structure, aktivitas ini menekankan pada penggambaran hubungan antara class dan object yang ada pada problem domain sehingga menghasilkan class diagram.
3.
Behavior, aktivitas ini menggambarkan properti yang dinamis dan atributatribut dari setiap class yang dipilih. Tujuan dari behavior adalah untuk membuat pemodelan dinamis dari suatu problem domain.
2.9.3.1 Classes Menurut Mathiassen et al. (2000, p.53), class merupakan deskripsi dari kumpulan objek yang memiliki struktur, pola behaviour dan atribut yang sama. Kegiatan kelas akan menghasilkan event table. Dimensi horizontal dari event table berisi kelaskelas yang terpilih, sementara dimensi vertikal berisi event-event terpilih dan tanda cek digunakan untuk mengindikasikan objek-objek dari kelas yang berhubungan dalam event tertentu. Tabel 2.7 Contoh Event Table
+ + +
Nota Penjualan
Surat Jalan
Sales Order + *
Bukti Pembayaran
+ * * * *
Surat Retur
+ * * * * *
Barang
Event mendaftar memesan mengirim menagih meretur membayar
Pelanggan
Class
+ *
+
+ *
69
2.9.3.2 Structure Menurut Mathiassen et al. (2000, p.69) kegiatan ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan struktural antara kelas-kelas dan objek-objek pada problem domain. Ada empat tipe hubungan struktural dimana keempatnya dibagi ke dalam dua bagian yaitu: 1. Class structure, meliputi: a. Generalization adalah suatu kelas yang umum (kelas super) yang menggambarkan properti umum untuk suatu grup yang memiliki kelas khusus (sub kelas). b. Cluster adalah suatu koleksi dari kelas yang berhubungan. 2. Object structure, meliputi: a. Aggregation : adalah suatu objek superior (keseluruhan) yang berisi jumlah dari objek atau bagiannya. b. Association : adalah hubungan yang berarti antar sejumlah objek. Hasil dari kegiatan stuktur ini adalah class diagram. Class Diagram menghasilkan ringkasan model problem-domain yang jelas dengan menggambarkan semua struktur hubungan statik antar kelas dan objek yang ada dalam model dari sistem yang berubah-ubah.
2.9.3.3 Behaviour Menurut Mathiassen et al. (2000, p.89), kegiatan ini bertujuan untuk memberi model dinamis pada problem domain. Tugas utama dalam kegiatan ini adalah menggambarkan pola perilaku (behaviour pattern) dan atribut dari setiap kelas. Hasil
70
dari kegiatan ini adalah statechart diagram yang dapat dilihat pada Gambar 2.7 dibawah ini : stm Sales /memesan
Activ e /mendaftar
[tidak_bekerja_lagi]
Gambar 2.7 Contoh “statechart diagram”
Menurut Mathiassen (2000, p93) ada 3 notasi untuk behavioural pattern yaitu: •
Sequence, dimana event muncul satu per satu secara berurutan.
•
Selection, dimana terjadi pemilihan satu event dari sekumpulan event yang muncul.
•
2.9.4
Iteration, dimana sebuah event muncul sebanyak nol atau beberapa kali.
Application Domain Analysis Menurut Mathiassen et al. (2000,p.115), application domain adalah organisasi
yang mengatur, memonitor, atau mengendalikan problem domain. Hasil dari application domain adalah list lengkap dari kebutuhan pengguna sistem secara keseluruhan. Gambar 2.8 di bawah ini menunjukkan aktivitas dalam application domain analysis.
71
Gambar 2.8 Aktivitas pada application-domain
Sumber : Mathiassen et. al. (2000, p.115)
2.9.4.1 Usage Menurut Mathiassen et al. (2000,p.119), kegiatan usage merupakan kegiatan pertama dalam analisis application domain yang bertujuan untuk menentukan bagaimana aktor-aktor berinteraksi dengan sistem yang dituju. Definisi actor itu sendiri adalah suatu abstraksi dari pengguna atau sistem lain yang berhubungan dengan sasaran dari sistem, sedangkan pengertian use case adalah suatu pola dari interaksi antara sistem dan aktor dari application domain.
Hasil dari analisis kegiatan usage ini adalah
deskripsi lengkap dari semua use case dan aktor yang ada digambarkan dalam tabel aktor dan use case diagram.
72
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usecase diagram adalah sebuah diagram yang menggambarkan pola hubungan interaksi antara actor dan sistem, serta menjelaskan apa saja yang actor lakukan dengan menggunakan sistem.
2.9.4.2 Function Menurut Mathiassen et al. (2000, p.138), function adalah suatu fasilitas untuk membuat suatu model yang berguna untuk actors. Function memfokuskan pada bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu aktor dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Function memiliki empat tipe berbeda yaitu: a. Update, fungsi ini disebabkan oleh event problem domain dan menghasilkan perubahan dalam state atau keadaan dari model tersebut. b. Signal, fungsi ini disebabkan oleh perubahan keadaan atau state dari model yang dapat menghasilkan reaksi pada konteks. c. Read, fungsi ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan aktor dan mengakibatkan sistem menampilkan bagian yang berhubungan dengan informasi dalam model. d. Compute, fungsi ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan aktor dan berisi perhitungan yang melibatkan informasi yang disebabkan oleh aktor atau model, hasil dari fungsi ini adalah tampilan dari hasil komputasi. Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar lengkap dari fungsifungsi dengan spesifikasi dari fungsi yang kompleks.
73
2.9.4.3 Interfaces Menurut Mathiassen et al. (2000, p.151), Interfaces adalah fasilitas yang membuat suatu model dan fungsi dapat dipakai oleh aktor. Ada dua jenis interface atau antar muka yaitu : antar muka pengguna yang menghubungkan pengguna dengan sistem (user interface) dan antar muka sistem yang menghubungkan sistem dengan sistem yang lainnya (system interface). Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah deskripsi elemen-elemen user interface dan elemen-elemen sistem interface yang lengkap, dimana kelengkapan menunjukkan pemenuhan kebutuhan user. Hasil ini dilengkapi dengan sebuah diagram navigasi yang menyediakan sebuah ringkasan dari elemen-elemen user interface dan perubahan antara elemen-elemen tersebut.
2.9.4.4 Sequence Diagram Menurut Mathiassen et al. (2000, p340), sequence diagram menjelaskan tentang interaksi diantara beberapa objek dalam jangka waktu tertentu. Sequence diagram melengkapi class diagram, yang menjelaskan situasi yang umum dan statis. Sebuah sequence diagram dapat mengumpulkan rincian situasi yang kompleks dan dinamis melibatkan beberapa dari kebanyakan object yang digeneralisasikan dari class pada class diagram. Menurut Bennet et al. (2006, p252-253), sequence diagram secara semantic ekuivalen dengan diagram komunikasi untuk interaksi yang sederhana. Sebuah sequence diagram menunjukkan interaksi antara objek yang disusun dalam satu sequence.
74
Dalam sequence diagram yang diadaptasi dari Bennet, et al.(2006, p.252), terdapat satu buah notasi yang disebut fragment. Fragment ini biasa digunakan dalam setiap tipe UML diagram. Fragment yang digunakan pada sequence diagram dimaksudkan untuk memperjelas bagaimana sequence ini saling dikombinasikan. Fragment terdiri dari beberapa jenis interaction operator yang menspesifikasikan tipe dari kombinasi fragment. Tipe-tipe interaction operator yang ada dalam sequence diagram dibahas dalam Tabel 2.8 sebagai berikut: Tabel 2.8 Tipe interaction operator yang digunakan dalam fragment Interaction Operator Penjelasan dan Penggunaan Alt Alternatives ini mewakili alternative behaviour yang ada, setiap behaviour ditampilkan dalam operasi yang terpisah. Opt Option ini merupakan pilihan tunggal atas operasi yang hanya akan dieksekusi bila batasan interaksi bernilai true. break Break mengindikasi bahwa dalam combined fragment ditampilkan sementara oleh sisa dari interaction fragment yang terlampir. Par Parallel mengindikasi bahwa eksekusi operasi dalam combined fragment biasa digabungkan dalam sequence manapun. Seq Weak Sequencing menampilkan dalam urutan dari tiap operasi yang telah dimaintain tetapi keterjadian suatu event adalah berbeda operasinya dalam perbedaan lifeline yang dapat terjadi dalam urutan apapun. Strict Strict Sequencing membuat sebuah strict sequence berada dalam eksekusi sebuah operasi tapi tidak termasuk urutan dalam operasi. Neg Negative menggambarkan sebuah operasi yang bersifat invalid. Critical Critical Region mengadakan sebuah batasan dalam sebuah operasi yang tidak memiliki event yang terjadi dalam lifeline. Ignore Ignore menandakan tipe pesan, spesifikasi sebagai parameter, yang seharusnya diabaikan dalam sebuah interaksi. Consider Consider merupakan keadaan dimana pesan-pesan seharusnya dipertimbangkan dalam sebuah interaksi.
75
Assert
Assertion merupakan keadaan bahwa sebuah sequence dari pesanan dalam operasi hanyalah satu-satunya yang memiliki lanjutan yang bersifat sah. Loop Loop digunakan untuk mengindikasi sebuah operasi yang diulang berkali-kali sampai batasan interaksi untuk pengulangan berakhir. Sumber : Bennet, et al. (2006, p270) 2.9.5 Architecture Design Menurut Mathiassen et al. (2000, p.173), tujuan dari architecture design adalah untuk menstrukturkan sebuah sistem yang terkomputerisasi. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam architecture design dapat dilihat pada Gambar 2.8 dibawah ini.
Gambar 2.9 Aktivitas pada architectural design Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.176)
2.9.5.1 Criteria Menurut Mathiassen et al. (2000, p.177) “tujuan dari sebuah criteria adalah untuk mempersiapkan prioritas dari sebuah perancangan.” Sebuah perancangan yang baik harus memperhatikan criteria-criteria seperti terlihat pada tabel 2.9 berikut ini:
76
Tabel 2.9 Tabel kriteria umum Criterion Ukuran dari Kemampuan sistem untuk menyesuaikan diri dengan Usable konteks, organisasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan teknis. Ukuran keamanan sistem dalam menghadapi akses yang Secure tidak terotorisasi terhadap data dan fasilitas. Efficient Correct Reliable Maintainable Testable
Eksploitasi ekonomis terhadap fasilitas platform teknis. Pemenuhan dari kebutuhan. Pemenuhan ketepatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi. Biaya untuk menemukan dan memperbaiki kerusakan. Biaya untuk memastikan bahwa sistem yang dibentuk dapat melaksanakan fungsi yang dibentuk.
Biaya untuk mengubah sistem yang dibentuk. Flexible Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk mendapatkan pemahaman terhadap sistem. Kemungkinan untuk menggunakan bagian sistem pada Reusable sistem lain yang berhubungan. Biaya untuk memindahkan sistem ke platform teknis yang berbeda. Biaya untuk menggabungkan sistem ke sistem yang lain. Interoperable Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.178 Portable
Tidak ada ukuran dan cara-cara yang pasti untuk menghasilkan suatu desain yang baik. Menurut Mathiassen et al. (2000, p.186), sebuah desain yang baik memiliki tiga ciri-ciri yaitu : 1) Tidak memiliki kelemahan yang bersifat major Syarat ini menyebabkan adanya pendekatan pada evaluasi dari kualitas berdasarkan review atau eksperimen dan membantu dalam menentukan prioritas dari kriteria yang akan mengatur dalam kegiatan desain.
77
2) Menyeimbangkan beberapa kriteria Konflik sering terjadi antar kriteria, oleh sebab itu untuk menentukan kriteria mana yang akan diutamakan dan bagaimana cara untuk menyeimbangkannya dengan kriteria-kriteria yang lain bergantung pada situasi sistem tertentu. 3) Usable, flexible, dan comprehensible Kriteria-kriteria ini bersifat universal dan digunakan pada hampir setiap proyek pengembangan sistem.
2.9.5.2 Component Architecture Menurut Mathiassen et al. (2000, p.189-200),
arsitektur komponen adalah
sebuah struktur sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan. Komponen sendiri merupakan kumpulan dari bagian-bagian program yang membentuk suatu kesatuan dan memiliki fungsi yang jelas. Beberapa pola umum dalam desain komponen arsitektur : •
Arsitektur layered Merupakan bentuk yang paling umum dalam software. Sebuah arsitektur layered terdiri dari beberapa komponen yang dibentuk menjadi lapisanlapisan dimana lapisan yang berada di atas bergantung kepada lapisan yang ada dibawahnya. Perubahan yang terjadi pada suatu lapisan akan mempengaruhi lapisan diatasnya. Gambar 2.10 di bawah ini menunjukkan pola arsitektur layered.
78
Gambar 2.10 Layered Architecture Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.193) •
Arsitektur generic Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang terdiri dari antar muka, function, dan komponen-komponen model. Dimana komponen model terletak pada lapisan yang paling bawah, diikuti dengan function system dan komponen interface diatasnya. Gambar 2.11 di bawah ini menunjukkan pola arsitektur generic.
79
Gambar 2.11 Generic Architecture Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.196) •
Arsitektur client-server Pola ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi masalah distribusi sistem di antara beberapa processor yang tersebar secara geografis. Komponen pada arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa client. Tanggung jawab daripada server adalah untuk menyediakan database dan resources yang dapat disebarkan kepada client melalui jaringan. Sementara client memiliki tanggung jawab untuk menyediakan antarmuka lokal untuk setiap penggunanya. Gambar 2.12 di bawah ini menunjukkan pola arsitektur clientserver.
80
<
> Client1
<> Client2
<> Client n
<> Server
Gambar 2.12 Client-Server Architecture Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.197)
Berikut adalah beberapa jenis distribusi dalam arsitektur client-server dimana U (user interface), F (function), M (model) : Tabel 2.10 Jenis Arsitektur client-server Client Server U U+F+M U F+M U+F F+M U+F M U+F+M M Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.200)
Architecture Distributed presentation Local presentation Distributed functionality Centralized data Distributed data
2.9.5.3 Process Architecture Menurut Mathiassen et al. (2000, p.209-219), arsitektur proses adalah struktur dari eksekusi sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling tergantung. Sistem berorientasi objek yang berjalan terdiri dari banyak sekali objek, diantaranya Active object merupakan objek yang telah diberikan sebuah proses dan komponen program, sebuah modul fisik dari kode program.
81
Beberapa pola distribusi dalam kegiatan desain process architecture : 1)
Centralized pattern Pada pola ini semua data ditempatkan pada server dan client hanya menghandle user interface saja. Keseluruhan model dan semua fungsi bergantung pada server, dan client hanya berperan seperti terminal. Gambar 2.13 mengilustrasikan pola ini.
Gambar 2.13 Deployment Diagram untuk Centralized Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.216)
82
2) Distributed pattern Pola ini merupakan kebalikan dari centralized pattern. Semua didistribusikan kepada client dan server hanya diperlukan untuk melakukan update model diantara clients. Gambar 2.14 mengilustrasikan pola ini.
Gambar 2.14 Deployment Diagram untuk Distributed Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.217)
3) Decentralized pattern Pola ini dapat dikatakan merupakan gabungan dari kedua pola sebelumnya. Pada pola ini, client mengimplementasikan model yang local, sedangkan
83
server-nya
memakai
model
common
(umum).”
Gambar
2.15
mengilustrasikan pola ini.
Gambar 2.15 Deployment Diagram untuk Decentralized Pattern Sumber : Mathiassen, et.al. (2000, p.219)
2.9.6 Component Design Menurut Mathiassen et al. (2000, p.231), desain komponen bertujuan untuk menentukan implementasi kebutuhan dalam kerangka arsitektural. Hasil dari kegiatan ini adalah spesifikasi dari komponen yang saling berhubungan. Component design diilustrasikan pada gambar 2.16 dibawah ini.
84
Gambar 2.16 Aktivitas pada Component Design Sumber : Mathiassen, et. al. (2000, p232)
2.9.6.1 Model Component Menurut Mathiassen et al. (2000, p.235), Model component adalah suatu bagian dari sistem yang mengimplementasikan problem domain. Tujuan dari komponen model adalah untuk mengirimkan data sekarang dan historic ke function, interface dan pengguna dan sistem yang lain. Langkah – langkah yang harus dilakukan adalah mempresentasikan private event, mempresentasikan common event dan restrukturisasi class. Hasil yang didapat dalam model component adalah class diagram dari model component yang sudah direvisi Revisi dari class diagram dapat dilakukan dengan memperhatikan private events dan common events. Private events adalah event yang hanya melibatkan hanya satu object domain.
85
Tabel 2.11 Tabel Private Events Event-event yang hanya terjadi pada sequence dan selection
•
• Event-event yang terjadi berulangulang (iteration)
•
•
Representasikan event-event ini sebagai state attribute pada class yang digambarkan oleh statechart diagram. Setiap kali ada salah satu dari events yang terlibat timbul, maka sistem akan menugaskan nilai yang baru kepada state attribute. Integrasikan attribute dari event yang terlibat ke dalam class. Representasikan event-event ini sebagai suatu class baru dan hubungkan class tersebut dengan class yang dijabarkan pada statechart diagram dengan menggunakan struktur aggregation. Untuk setiap iterasi, sistem akan menghasilkan suatu object baru dari class. Integrasikan attribute event ke dalam class yang baru.
Jika suatu event adalah common atau umum sehingga mempengaruhi beberapa objek, maka event tersebut perlu dihubungkan dengan salah satu objek dan dibuat hubungan structural dengan object lain agar tetap dapat mengaksesnya. Tabel 2.12 Tabel Common Events Common event
•
•
Jika event yang terlibat dalam statechart diagram dalam cara yang berbeda, representasikan event tersebut dalam hubungannya ke class yang menawarkan representasikan paling sederhana Jika event yang terlibat dalam statechart diagram dalam cara yang sama, pertimbangkan alternatif representasi yang mungkin antara satu sama lain.
2.3.6.2 Function Architecture Menurut Mathiassen et al. (2000, p.251), function component adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuan dari komponen function adalah untuk memberikan akses bagi user interface dan komponen sistem
86
lainnya ke model, oleh karena itu function component adalah penghubung antara model dan usage. Hasil dari kegiatan ini adalah class diagram untuk komponen function dan perpanjangan dari class diagram komponen model. Berikut adalah sub kegiatan dalam perancangan komponen function dapat dilihat pada Gambar 2.16 dibawah ini:
Gambar 2.17 Sub aktivitas dalam merancang function-component Sumber : Mathiassen, et. al. (2000, p252)
Sub
aktivitas
ini
menghasilkan
kumpulan
operasi
yang
dapat
mengimplementasikan fungsi sistem seperti yang ditentukan dalam problem domain analysis dan function list. Berikut adalah sub kegiatan dalam component function : 1. Merancang function sebagai operation, yaitu mengidentifikasi tipe utama dari function tersebut. Ada empat tipe function yaitu update, read, compute dan signal 2. Menelusuri pola yang dapat membantu dalam implementasi function sebagai operation.
87
3. Spesifikasikan operasi yang kompleks. Ada tiga cara untuk melakukannya
yaitu operation specification, sequence diagram dan statechart diagram.