HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI PUBLIK PERUSAHAAN DALAM PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN KEPUASAN PUBLIK DAN PERILAKU KONFLIK (Kasus Konflik Perusahaan BP LNG Tangguh Dengan Masyarakat Adat Teluk Bintuni di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat)
Oleh: AFIA EKSEMINA P. TAHOBA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan Kepuasan Publik dan Perilaku Konflik. (Kasus Konflik Perusahan BP LNG Tangguh dengan Masyarakat Adat Teluk Bintuni di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat) adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2011
AFIA EKSEMINA P.TAHOBA NRP. I353060061
ABSTRACT AFIA EKSEMINA P. TAHOBA Relation Of Corporate Public Communication Activities In The Program Of Corporate Social Responsibility With Public Satisfaction And Conflict Behavior. (The case of the Company BP LNG Tangguh Conflict With Indigenous People of Bintuni Bay Regency of West Papua Province) Under Direction of SJAFRI MANGKUPRAWIRA and SUTISNA RIYANTO The sustainability of a company is not only determined by the financial aspects but it also depends on the dimensions of social and environmental responsibility. BP LNG Tangguh has implemented a corporate social responsibility ((CSR), known as integrated social strategy (ISS) and it has been communicated and realized in the form of activities in various fields by using a convergent communications approach using Participatory Rural Appraisal. This approach if actively carried out can give satisfaction to the community and avoid conflicts with the company. In general, the objective of this research was to analyze: (1) the relations of public communication activities of BP LNG Tangguh in the CSR program with public satisfaction, (2) the relations of public communication activities of BP LNG Tangguh in the CSR program with public satisfaction with conflict behavior of adat people (3) the relations of the corporate public satisfaction with conflict behavior of adat people. This research was analyzed using a statistical test of Spearman Rank Correlation (rs) to find out the relationship between variables. The study results showed that the activities of public communications through the CSR program had a significant positive correlation with public satisfaction. Public communication activities through the CSR program had a very significant negative correlation with conflict behavior and corporate public satisfaction did not have a negative correlation with the conflict behavior of adat people with BP LNG Tangguh. Key Words :
Public Communication Activity, Public Satisfaction, Conflict Behavior, Indigenous Peoples, Corporate Social Responsibility, BP LNG Tangguh.
RINGKASAN AFIA EKSEMINA P. TAHOBA. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan Kepuasan Publik dan Perilaku Konflik. (Kasus Konflik Perusahan BP LNG Tangguh dengan Masyarakat Adat Teluk Bintuni di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat) Dibimbing oleh SJAFRI MANGKUPRAWIRA DAN SUTISNA RIYANTO Perusahaan British Petrolium (BP) yang mengelola proyek Liqufied Natural Gas (LNG) Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat merupakan salah satu perusahaan yang telah mengimplementasikan Undang-undang No. 40 tahun 2007, tentang perseroan terbatas, yang mewajibkan setiap perusahaan khususnya perusahaan yang memanfaatkan sumber daya alam, wajib melakukan tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab sosial ini dilakukan karena perusahaan mulai menyadari bahwa menggantungkan semata-mata kesehatan finansial tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi terkait lainnya termasuk dimensi sosial dan lingkungan. Fakta telah menunjukkan bagaimana resistensi masyarakat sekitar muncul di permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan faktor tanggung jawab sosial (Wibisono, 2007) Perusahaan BP LNG Tangguh menerapkan program CSR yang dikenal sebagai strategi sosial terpadu (Integrated Social Strategy/ ISS) yang telah direalisasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang telah dikomunikasikan kepada masyarakat dengan menggunakan pendekatan komunikasi konvergen yaitu menggunakan Participatory Rural Appraisal (Tabura Newsletter, edisi keempat, Oktober 2003). Hal ini berarti, semua program yang telah dan akan dilaksanakan telah dikomunikasikan atau dikonsultasikan serta mewakili kebutuhan masyarakat, sehingga apabila diterapkan secara efektif dapat memberikan kepuasan terhadap masyarakat sekitar dan menghindari terjadinya konflik-konflik yang mengancam eksistensi dari perusahaan tersebut. Namun masih saja ditemukan potensi-potensi konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan di beberapa desa di bagian utara Teluk Bintuni yang merasa kurang puas akibat lemahnya pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan pada masyarakat adat. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis : (1) hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh dalam program tanggung jawab sosial perusahaan dengan kepuasan publik, (2) hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh dalam program tanggung jawab sosial perusahaan dengan perilaku konflik masyarakat adat dan (3) hubungan kepuasan publik dalam program tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan perusahaan BP LNG Tangguh dengan perilaku konflik masyarakat adat. Sedangkan tujuan khusus adalah untuk menganalisis: (1) hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang kompensasi tanah adat dengan kepuasan publik, (2) hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang kesehatan masyarakat dengan kepuasan publik, (3) Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang pendidikan dan pelatihan dengan kepuasan publik, (4) hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang suplay tenaga kerja dengan kepuasan publik, (5) hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di
bidang pembangunan sarana prasarana dengan kepuasan publik, (6) hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang kompensasi tanah adat dengan perilaku konflik, (7) hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang kesehatan masyarakat dengan perilaku konflik, (8) hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang pendidikan dan pelatihan dengan perilaku konflik, (9) hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang suplay tenaga kerja dengan perilaku konflik, (10) hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang pembangunan sarana prasarana dengan perilaku konflik. Tujuan penelitian ini dianalisis menggunakan uji statistik Korelasi Rank Spearman (rs) untuk melihat hubungan antar peubah bebas dan peubah tidak bebas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif yang signifikan dengan kepuasan publik. Aktivitas komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi negatif yang sangat signifikan dengan perilaku konflik, kepuasan publik perusahaan tidak memiliki korelasi negatif dengan perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Bidang aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR yang memiliki hubungan korelasi positif yang sangat signifikan dan signifikan dengan kepuasan publik perusahaan BP LNG Tangguh adalah bidang kompensasi tanah adat, suplay tenaga kerja, kesehatan masyarakat dan bidang pembangunan sarana prasarana. Bidang aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR yang memiliki hubungan korelasi negatif yang sangat signifikan dan signifikan dengan perilaku konflik masyarakat adat terhadap perusahaan BP LNG Tangguh adalah bidang kompensasi tanah adat, suplay tenaga kerja, kesehatan masyarakat, pendidikan dan pelatihan dan bidang pembangunan sarana prasarana Kata Kunci :
Aktivitas Komunikasi Publik, Kepuasan Publik, Perilaku Konflik, Masyarakat Adat, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, BP LNG Tangguh.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI PUBLIK PERUSAHAAN DALAM PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN KEPUASAN PUBLIK DAN PERILAKU KONFLIK (Kasus Konflik Perusahaan BP LNG Tangguh Dengan Masyarakat Adat Teluk Bintuni di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat)
AFIA EKSEMINA P. TAHOBA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Tesis
:
Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan Kepuasan Publik dan Perilaku Konflik. (Kasus Konflik Perusahaan BP LNG Tangguh dengan Masyarakat Adat Teluk Bintuni di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat)
Nama
:
Afia Eksemina P. Tahoba
NRP
:
I353060061
Program Studi
:
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira (Ketua)
Ir. Sutisna Riyanto, MS (Anggota)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah
Tanggal Ujian : 16 Februari 2011
Tanggal Lulus : 06 Mei 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jayapura pada tanggal 05 April 1980 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Drs. Christian Tahoba, M.Si (Alm) dan ibu Agustina Harra. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar sampai menengah di tempuh di kota Jayapura. Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Katolik Taruna Dharma dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Negeri Papua Manokwari Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian pada minat Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan, tamat tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis diangkat menjadi Staf Pengajar pada jurusan Sosek Universitas Negeri Papua Manokwari. Pada tahun 2006, penulis diberikan kesempatan melanjutkan pendidikan Magister di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas Berkat dan RakhmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Hubungan Komunikasi Publik Perusahaan dalam Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan Kepuasan Publik dan Perilaku Konflik (Studi Kasus Pada Perusahaan BP LNG Tangguh dan Masyarakat Adat Teluk Bintuni di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat). Terimakasih
penulis
ucapkan
kepada
Bapak
Prof.
Dr.
Ir.
Sjafri
Mangkuprawira selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Sutisna Riyanto, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan mengarahkan penulis dengan memberikan saran dan sumbangan pemikiran yang sangat membantu selama penulisan tesis ini. Penghargaan dan terimakasih juga diucapkan kepada Rektor Universitas Negeri Papua (UNIPA) dan Dekan Fakultas Pertanian atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program magister sains di Sekolah Pascasarjana IPB. Bapak Dr. Ir Djuara P. Lubis selaku Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan., Ibu Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis dan Bapak Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS sebagai pengajar mata kuliah Metodologi Penelitian Komunikasi yang telah memberikan banyak saran dan dorongan selama perkuliahan. Serta seluruh dosen dan staff yang telah memberikan didikan selama penulis kuliah di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulisis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari, Managemen BP – Migas serta, Ketua Komdev Distrik
Weriagar, Kepala Distrik Weriagar, Kepala Kampung Wariagar dan Mogotira yang telah memfasilitasi penulis selama penelitian ini dilakukan.
Serta teman – teman
KMP angkatan 2006 (Nurmelati Septiana, Nutriana Riskawati, Nia Rachmawati, Agustini, Sukarelawati, David Risal Nugroho, Yusuf Safari, Marwan Mahmudi, Wawan Tolinggi, Irianus Rohi, Sadakita, dan Haryo Radiyanto) atas kebersamaan dalam suka dan duka selama perkuliahaan, serta semua pihak yang turut memberikan sumbangan saran dan bantuan serta doa selama penulis kuliah di IPB yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Penghargaan dan terima kasih yang tulus penulis persembahkan kepada Ayahanda tercinta Drs. Christian Tahoba, M.Si (Alm) dan Ibunda tercinta Agustina Harra, adik-adikku Federika Agnes Tahoba, Davis Robertho Tahoba, Giorge Bernad Tahoba dan Flora Bayas Tahoba, serta suami ku David Nauw, SH dan anak-anakku terkasih Christian, Vania dan Sjafri. Akhir kata, tesis ini penulis persembahkan kepada pembaca sebagai pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2011 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...........................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xi
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ..............................................................................
9
1.4. Kegunaan Penelitian .........................................................................
11
II. TINJUAN PUSTAKA .............................................................................
13
I.
2.1
Komunikasi ......................................................................................
13
2.2. Efektifitas Komunikasi .....................................................................
17
2.3. Komunikasi Publik ...........................................................................
21
2.3.1. Definisi, Tujuan dan Fungsi Komunikasi Publik ..................
21
2.3.2. Model Komunikasi Publik Organisasi ..................................
23
2.4. Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR/ Corporate Social Responsibility ........................................................................
29
2.4.1. Pengertian Konsep .................................................................
29
2.4.2. Ukuran Keberhasilan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ...
35
2.4.3. Manfaat Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ......
36
2.5. Kepuasan Publik ...............................................................................
38
2.5.1. Pengetian ...............................................................................
38
2.5.2. Pelayanan Prima (Service of Excellence) .............................
40
Konflik .............................................................................................
43
2.6.1. Pengertian ..............................................................................
43
2.6.2. Konteks dan Sumber Konflik ................................................
44
2.6
Halaman
2.6.3. Tipe-Tipe Konflik..................................................................
48
2.6.4. Teori-teori yang Berkaitan dengan Konflik .........................
50
2.7. Teory Social Capital .........................................................................
51
2.8. Masyarakat Adat...............................................................................
56
2.8.1. Definisi Masyarakat Adat .......................................................
56
2.8.2. Hak-hak Masyarakat Adat .....................................................
58
2.9. Keterkaitan antara Penelitian yang Dilakukan dengan Penelitian Sebelumnya ......................................................................................
61
2.10. Kerangka Pemikiran .........................................................................
64
2.11. Hipotesis Penelitian ..........................................................................
68
III. METODE PENELITIAN .......................................................................
71
3.1. Desain Penelitian ..............................................................................
71
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................
71
3.3. Populasi dan Sampel ........................................................................
71
3.4. Data dan Instrumen ..........................................................................
72
3.5. Validitas dan Reliabilitas..................................................................
73
3.6. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ............................................
74
3.7. Operasionalisasi Variabel - Variabel Penelitian ...............................
75
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN RESPONDEN .
85
4.1. Letak Geografis dan Keadaan Alam Kabupaten Teluk Bintuni .......
85
4.2. Kependudukan ..................................................................................
87
4.2.1. Jumlah Kepala Keluarga dan Jiwa di daerah penelitian .......
88
4.2.2. Komposisi Penduduk Menurut Agama .................................
88
4.2.3. Komposisi Penduduk Menurut Umur....................................
89
4.2.4. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ......................
90
4.2.5. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan .............
90
4.2.6. Komposisi Penduduk Menurut Matapencaharian .................
91
4.2.7. Komposisi Penduduk Menurut Suku/ Keaslian Penduduk....
92
4.3. Keadaan Sosial Ekonomi..................................................................
93
Halaman
4.3.1. Keadaan Pendidikan ..............................................................
93
4.3.2. Keadaan Kesehatan ...............................................................
94
4.3.3. Keadaan Keagamaan. ............................................................
95
4.3.4. Keadaan Perumahan ..............................................................
95
4.3.5. Keadaan Perekonomian .........................................................
96
4.4. Keadaan Kelembagaan Kampung ....................................................
97
4.5. Profil Proyek Tangguh BP LNG dan Program CSR ........................
98
4.6. Karekteristik Responden ..................................................................
102
4.6.1. Komposisi Responden Berdasarkan Umur............................
103
4.6.2. Komposisi Responden Berdasarkan Agama. ........................
103
4.6.3. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal ...................................................................................
104
4.6.4. Komposisi Responden Berdasarkan Matapencaharian. ........
105
4.6.5. Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan. .................
106
4.6.6. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Keluarga ..........
107
V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................
109
5.1. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR/ Corporate Social Responsibility) ....................................................................
109
5.1.1. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kompensasi Tanah adat .........
116
5.1.2. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kesehatan Masyarakat ...........
122
5.1.3. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pendidkan dan Pelatihan .........
126
5.1.4. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Demand Tenaga Kerja ............
130
5.1.5. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pembangunan Sarana Prasana
135
5.2. Tingkat Kepuasan Publik Perusahaan ..............................................
138
5.3. Tingkat Perilaku Konflik Masyarakat Adat dengan Perusahaan......
141
Halaman 5.4. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dengan Kepuasan Publik Perusahaan ........................
145
5.4.1. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kompensasi Tanah adat dengan Kepuasan Publik Perusahaan ...........................
151
5.4.2. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kesehatan Masyarakat dengan Kepuasan Publik Perusahaan ...................................
155
5.4.3. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pendidkan dan Pelatihan dengan Kepuasan Publik Perusahaan ...................
160
5.4.4. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Suplay Tenaga Kerja dengan Kepuasan Publik Perusahaan ...................................
163
5.4.5. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pembangunan Sarana Prasana dengan Kepuasan Publik Perusahaan......................
169
5.5. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat ..............
173
5.5.1. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kompensasi Tanah adat dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat....................
178
5.5.2. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kesehatan Masyarakat dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat ...........................
184
5.5.3. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pendidkan dan Pelatihan dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat ...........
188
5.5.4. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Demand Tenaga Kerja dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat ...........................
193
5.5.5. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pembangunan Sarana Prasana dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat ......................................................
198
5.6. Hubungan Kepuasan Publik Perusahaan dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat dengan Perusahaan BP LNG Tangguh ................
204
5.7. Analisis Komprehensif Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan Kepuasan Publik dan Perilaku Konflik Masyarakat Adat ...
208
Halaman
VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................
213
.............................................................................................. 6.1. Kesimpulan ...............................................................................
213
.............................................................................................. 6.3. Implikasi Kebijakan ..................................................................
215
.............................................................................................. 6.2. Saran .........................................................................................
215
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
217
LAMPIRAN.....................................................................................................
223
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Operasional Variabel Kepuasan Publik..........................................
81
2.
Penduduk Berdasarkan Agama di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005......................................................................
88
Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kampung Wariagar dan Mogotira tahun 2005...............................................
89
Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kampung Wariagar dan Mogotira tahun 2005.....................................................................
90
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kampung Wariagar dan Mogotira tahun 2005...............................................
90
Jumlah Penduduk Berdasarkan Matapencaharian di Kampung Wariagar dan Mogotira tahun 2005................................................
91
Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku atau Keaslian Penduduk di Kampung Wariagar dan Mogotira tahun 2005...............................
93
8.
Komposisi Responden Berdasarkan Umur.....................................
103
9.
Komposisi Responden Berdasarkan Agama..................................
103
10.
Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal..
104
11.
Komposisi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian.................
105
12.
Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan............................
106
13.
Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Keluarga...................
107
14.
Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR Pada Masyarakat Adat di Daerah Penelitian..................................
110
Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat pada Daerah Penelitian .........................
118
Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kesehatan pada Daerah Penelitian.................................................
123
3. 4. 5. 6. 7.
15. 16.
Nomor
17.
18. 19. 20. 21. 22.
23.
24.
25.
26
Halaman
Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pendidikandan Pelatihan Masyarakat Adat pada Daerah Penelitian........................................................................................
127
Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Di Bidang Suplay Tenaga Keja pada Masyarakat Adat di Daerah Penelitian............
131
Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Di Bidang Sarana Prasarana di Daerah Penelitian.......................................................
136
Kepuasan Publik Terhadap Perusahaan BP LNG Tangguh di Daerah Penelitian............................................................................
138
Tingkat Perilaku Konflik Masyarakat Adat dengan Perusahaan BP LNG Tangguh di Daerah Penelitian.........................................
142
Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman antara Aktivitas komunikasi Publik Perusahaan dalam Program CSR dengan kepuasan publik.............................................................................
149
Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman antara Lima Bidang Aktivitas komunikasi Publik Perusahaan dalam Program CSR dengan Kepuasan Publik................................................................
154
Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman antara Aktivitas komunikasi Publik Perusahaan dalam Program CSR dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat................................................
176
Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman antara Lima Bidang Aktivitas komunikasi Publik Perusahaan dalam Program CSR dengan Perilaku Konflik................................................................
182
Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman antara Kepuasan Publik Publik dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat.............
206
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Model Komunikasi Publisitas.......................................................
24
2.
Model Komunikasi Informasi Publik...........................................
25
3.
Model Komunikasi Asimetris Dua Arah......................................
26
4.
Model Komunikasi Simetris Dua Arah........................................
27
5.
Triple Bottom Lines dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.................................................................................
34
6.
Dimensi Ruang Dari Sumber Konflik..........................................
48
7.
Kerangka Pikir Hubungan Komunikasi Publik Perusahaan dengan Kepuasan Publik dan Perilaku Konflik Masyarakat Adat..............................................................................................
67
Model Komunikasi di Bidang Demand Tenaga Kerja Menurut Model Komunikasi Shannon Weaver...........................................
134
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dengan Kepuasan Publik Perusahaan......
147
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat dengan Kepuasan Publik Perusahaan.........................................................................
152
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kesehatan Masyarakat dengan Kepuasan Publik Perusahaan....................................................................................
157
8. 9. 10.
11.
12.
13.
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pendidkan dan Pelatihan dengan Kepuasan Publik Perusahaan.................................................................................... Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Demand Tenaga Kerja dengan Kepuasan Publik Perusahaan....................................................................................
160
164
Nomor
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Halaman
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pembangunan Sarana Prasarana dengan Kepuasan Publik Perusahaan........................................................
170
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan melalui Program CSR dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat..............................................................................................
174
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat.............................................................
180
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kesehatan Masyarakat dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat...........................................................................
185
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat.............................................................
189
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Suplay Tenaga Kerja dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat...........................................................................
194
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pembangunan Sarana Prasarana dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat.............................................................
201
Diagram Kontingensi Kepuasan Publik Perusahaan dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat dengan Perusahaan BP LNG Tangguh ..............................................................................
205
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Peta Lokasi Penelitian..................................................................
223
2.
Identitas Responden......................................................................
224
3.
Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman.................................
225
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Gagasan mengenai pembangunan mempunyai latar belakang pemikiran jauh sejak zaman Renaiscance (Brinton, 1981), yaitu munculnya pemikiranpemikiran maju yang melahirkan rasionalisme, perkembangan ilmu pengetahuan dan kebebasan manusia (humanisme). Pemikiran yang modern tersebut memacu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan revolusi industri dibarengi dengan perkembangan kapitalisme. Hasil dari revolusi industri itu adalah semakin berkembangnya teknologi dan mempercepat perkembangan kapitalisme di negara-negara Eropa di bandingkan dengan negara-negara non barat. Untuk mengejar ketinggalan tersebut, maka pembangunan yang dilaksanakan di dunia ke tiga mempunyai ciri sebagai upaya untuk mengejar ketertinggalan terutama di bidang ekonomi. Untuk itu maka dirancang suatu model pembangunan pertumbuhan. Salah satu ciri dari penerapan model tersebut adalah dibangunnya proyek-proyak fisik untuk mendorong pertumbuhan suatu kawasan dan atau eksploitasi sumber daya alam (SDA) untuk memperoleh devisa (Ngadisah, 2000) Model proyek sekaligus eksploitasi SDA terdapat dalam proyak pertambangan. Pembangunan proyek pertambangan di satu dapat memberikan dampak positif, seperti meningkatnya demand tenaga kerja sehingga mengurangi angka pengangguran juga bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan
nasional,
tetapi disisi lain tidak jarang kehadirannya menimbulkan konflik-
konflik yang cukup serius yang merugikan perusahaan itu sendiri, masyarakat sekitar bahkan pemerintah. Sebagai contoh, konflik PT Freeport Indonesia, kasus TPST Bojong di Bogor, kasus PT Newmont di Buyat atau bahkan yang lebih fenomenal yaitu kasus lumpur panas di ladang migas PT Lapindo Brantas Sidoarjo. Kasus-kasus tersebut bukan saja memberikan dampak negatif bagi keberlanjutan perusahaan sebagai akibat dari ketidak-terimaan masyarakat dan komunitas setempat, tetapi juga menurunkan kredibilitas perusahaan itu sendiri. Belajar dari kasus-kasus tersebut, ternyata dunia usaha semakin menyadari bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line
yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi
keuangannya namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya. Dengan kata lain, perusahaan bukan sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan usahanya, melainkan juga bertanggung jawab terhadap sosial dan lingkungannya. Dasar pemikirannya, menggantungkan semata-mata kesehatan finansial tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi terkait lainnya termasuk dimensi sosial dan lingkungan. Fakta telah menunjukan bagaimana resistensi masyarakat sekitar muncul di permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan faktor sosial (Wibisono, 2007) Menghadapi hal tersebut, banyak perusahaan mulai melihat serius pengaruh dimensi sosial dan lingkungannya. Mereka juga meyakini bahwa menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility)
merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan perusahaan. Artinya bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sentra laba (profit center) dimasa mendatang. Wibisono (2007) menegaskan, setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan mengembangkan tanggung jawab sosial
sejalan dengan operasi usahanya; (1) Perusahaan adalah bagian dari
masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan musti menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya timbal balik atas penguasaan sumberdaya alam dan sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploitatif
disamping
sebagai
kompensasi
sosial
karena
timbulnya
ketidaknyaman (discomfort). (2) Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosa mutualisme. Untuk mendapat dukungan dari masyarakat, setidaknya licence to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan cinta dan performa perusahaan. (3) Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dampak operasional perusahaan ataupun akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan. Melihat betapa pentingnya penerapan tanggung jawab sosial perusahaan di kalangan dunia usaha dan dampak negatif yang cukup serius akibat perusahaan atau dunia usaha tidak memperhatikan faktor sosial dan lingkungannya, maka
pemerintah telah mewajibkan setiap perusahaan khususnya perusahaanperusahaan yang memanfaatkan sumberdaya alam, wajib melakukan tanggung jawab sosial perusahaan.
Hal ini didukung dengan di tetapkannya Undang-
undang No. 40 tahun 2007, tantang perseroan terbatas dalam pasal 74 yang berisikan ayat 1 dinyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Selanjutnya dalam ayat 2 dinyatakan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat 3 menyatakan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya ayat 4 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Keberadaan undang-undang ini tentunya berimplikasi pada perusahaan tidak hanya mengeksploitasi sumberdaya alam tetapi juga wajib bertanggungjawab pada masyarakat sekitar, sehingga dapat mengurangi rasa ketidak-puasan yang dapat menyebabkan konflik-konflik yang sering terjadi antara perusahaan dengan masyarakat. Penerapan program tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu perusahaan merupakan suatu bentuk penerapan komunikasi publik untuk membangun hubungan baik dengan masyarakat sekitar
dan membentuk
kredibilitas dan citra positif perusahaan demi keberlanjutan perusahaan tersebut. Melakukan tanggung jawab sosial perusahaan tidaklah muda, karena tidak
menggunakan suatu aturan yang baku. Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan sangat disesuaikan dengan kebudayaan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Karena itu diperlukan suatu pendekatan komunikasi yang efektif. Dengan pendekatan komunikasi yang efektif, tentunya merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan rasa kepuasan masyarakat, mengurangi gejolak konflik sosial bahkan meningkatkan kredibilitas perusahaan dimata masyarakat. Dalam hal ini, peranan komunikasi publik dalam program tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin penting pada
setiap perusahaan. Dengan demikian, efektifitas
komunikasi publik yang dilakukan perusahaan merupakan salah satu faktor yang akan menentukan keberhasilan program tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu perusahaan. Tetapi apabila komunikasi publik tidak efektif maka yang terjadi adalah ketidak puasan masyarakat terhadap program tanggung jawab sosial perusahaan, meningkatnya perilaku konflik, bahkan menurunkan kredibilitas perusahaan tersebut. 1.2. Perumusan Masalah Tingginya resistensi-resistensi masyarakat di sekitar perusahaan dapat dicontohkan pada beberapa kasus yang terjadi antara masyarakat Papua dengan PT Freeport Indonesia. Belajar dari pengalaman-pengalaman masa lalu PT Freeport Indonesia yang sering memicu konflik karena kurang menghargai hakhak masyarakat adat, maka sebagai kepedulian pemerintah daerah Papua, di bentuklah suatu Undang-undang Otonomi Khusus No. 21 Tahun 2001, yang berisikan perlindungan hak-hak masyarakat adat yaitu pemerintah Provinsi Papua wajib
mengakui,
menghormati,
melindungi,
memberdayakan
dan
mengembangkan hak-hak masyarakat adat. Hak masyarakat adat tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Sebagai implemantasinya, perusahaan yang hendak berinvestasi di wilayah Papua harus juga menghargai hak-hak adat dan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat adat setempat. Disatu sisi, salah satu potensi konflik yang pada umumnya terjadi dalam masyarakat Papua adalah masalah hak ulayat atas tanah. Konflik-konflik tersebut sering terjadi apabila tidak dilakukan pendekatan komunikasi secara baik antara masyarakat adat dengan perusahaan yang memanfaatkan tanah adat mereka. Perusahaan BP LNG Tangguh sebagai perusahaan yang baru beroperasi tahun 2001 telah mengantisipasi hal tersebut.
Salah satu strateginya untuk
menghindari konflik dengan masyarakat adat adalah dengan membangun hubungan baik dengan masyarakat adat. Pihak pengelola Tangguh bercita-cita agar proyek tersebut bisa menjadi sebuah kegiatan eksplorasi sumberdaya alam yang bertanggungjawab baik secara sosial maupun lingkungan. Proyek Tangguh juga berusaha menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan menerapkan apa yang dikenal sebagai strategi sosial terpadu (Integrated Social Strategy/ ISS). ISS merupakan bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility). Komponen-konponennya meliputi; strategi pemerataan dan penyebaran pertumbuhan, perencanaan pengelolaan dampak
keuangan,
pelatihan
dan
pengelolaan
tenaga
kerja,
program
pengembangan masyarakat, program keamanan berbasis masyarakat, forum dana abadi, sistem ekonomi berbasis masyarakat, dan pemukiman kembali kampung tanah merah. (Tabura Newsletter, edisi keempat, Oktober 2003)
ISS perusahaan BP LNG Tangguh ini sebagian telah direalisasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang telah dikomunikasikan kepada masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain program community development, berupa memberikan pelatihan SDM, memberikan dana pengembangan masyarakat, kegiatan pengendalian malaria, memberikan dana pengembangan hutan, membangun
perumahan
masyarakat
yang
desanya
terkena
perencanaan
pembangunan kilang, pembangunan jalan kampung, pengadaan peralatan perikanan, pengadaan sarana air bersih, pembangunan toilet kampung dan melakukan berbagai macam pelatihan, seperti pelatihan pemeliharaan mesin kapal nelayan, penyadaran dan pencegahan HIV, pemberdayaan perempuan dan pelatihan yang terkait dengan masalah pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat. Menurut Agustinus Poluakan, senior officer Tangguh ISS yang bertangungjawab mengelola pengembangan program ISS sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan dilapangan mengatakan bahwa semua kegiatankegiatan tersebut dilakukan dengan pendekatan komunikasi yaitu menggunakan Participatory Rural Appraisal (Tabura Newsletter, edisi keenam, Juli 2004). Hal ini berarti, semua program yang telah dan akan dilaksanakan telah dikomunikasikan atau dikonsultasikan dengan masyarakat. Dengan demikian, program-program tersebut merupakan keinginan dan kebutuhan masyarakat yang tentunya apabila diterapkan dengan baik dapat memberikan rasa kepuasan karena tercapainya kebutuhan yang diinginkan masyarakat tersebut. Pendekatan partisipatori ini dalam istilah populer dikenal sebagai model komunikasi konvergen. Pendekatan partisipatori yang bertumpu pada model
konvergen berarti berusaha menuju pengertian yang bersifat timbal balik diantara partisipan komunikasi dalam perhatian, pengertian dan kebutuhan (Dilla, 2007). Apabila pendekatan komunikasi yang dilakukan perusahaan BP LNG Tangguh dapat menghasilkan pengertian yang konvergen antara perusahaan dengan masyarakat sekitar maka akan mempercepat tercapainya tujuan yang diinginkan yaitu menciptakan hubungan baik dengan masyarakat adat sehingga dapat menumbuhkan citra positif perusahaan, meningkatkan kredibilitas perusahaan dimata masyarat adat sekitar tanpa ada rasa ketidakpuasan atau konflik antara perusahaan dengan masyarakat adat. Namun berdasarkan laporan Panel Penasehat Independen Proyek Tangguh tahun 2005, masih saja ditemukan potensi-potensi konflik bahkan juga terjadi konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan di beberapa desa khususnya desa-desa di bagian utara Teluk Bintuni yang merasa kurang puas akibat lemahnya pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan pada masyarakat adat. Bahkan terdapat pula beberapa desa yang melarang beroperasinya perusahaan PB LNG Tangguh di daerahnya. Rasa ketidakpuasan ini selanjutnya disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Papua Barat dalam bentuk demonstrasi yang dilakukan pada akhir maret 2007. Hamijoyo (2001) menyatakan bahwa adanya konflik dalam aktivitas komunikasi adalah bukti bahwa adanya kemacetan komunikasi. Hal ini lebih diperjelas lagi oleh Usman (2001), suatu proses komunikasi untuk memberikan informasi yang benar akan menimbulkan suatu ketenangan dalam kehidupan masyarakat, tetapi apabila isu atau informasi yang dikembangkan orang dalam berinteraksi tidak seirama dengan apa yang terjadi maka timbullah konflik dalam
setiap pertukaran pesan, baik yang bersifat individu, kelompok maupun masyarakat. Akibatnya benturan sosial tidak dapat dihindari, baik dalam bentuk fisik maupun penekanan setiap ide yang berkembang dalam setiap komponen kehidupan masyarakat. Berdasarkan permasalah yang telah dikemukakan, dirumuskan beberapa pertanyaan permasalahan pada penelitian ini, sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan LNG Tangguh dalam program tanggung jawab sosial perusahaan dengan kepuasan publik? 2. Bagaimana hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan LNG Tangguh dalam program tanggung jawab sosial perusahaan dengan perilaku konflik masyarakat adat? 3. Bagaimana hubungan kepuasan publik terhadap program tanggung jawab sosial perusahaan dengan perilaku konflik. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis: 1.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh dalam program tanggung jawab sosial perusahaan dengan kepuasan publik.
2.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh dalam program tanggung jawab sosial perusahaan dengan perilaku konflik masyarakat adat.
3.
Hubungan kepuasan publik dalam program tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan perusahaan BP LNG Tangguh dengan perilaku konflik masyarakat adat. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis :
1.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang kompensasi tanah adat dengan kepuasan publik.
2.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang kesehatan masyarakat dengan kepuasan publik.
3.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang pendidikan dan pelatihan dengan kepuasan publik.
4.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang demand tenaga kerja dengan kepuasan publik.
5.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang pembangunan sarana prasarana dengan kepuasan publik.
6.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang kompensasi tanah adat dengan perilaku konflik.
7.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang kesehatan masyarakat dengan perilaku konflik.
8.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang pendidikan dan pelatihan dengan perilaku konflik.
9.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang demand tenaga kerja dengan perilaku konflik.
10.
Hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh di bidang pembangunan sarana prasarana dengan perilaku konflik.
1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menimbulkan beberapa kegunaan bagi beberapa pihak yang terkait, seperti: Bagi pengembangan ilmu Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan khazanah keilmuan di bidang komunikasi publik khususnya yang terkait dengan aktivitas komunikasi publik perusahaan dan hubungannya terhadap kepuasan publik dan perilaku konflik Bagi perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perusahaan dalam merancang kebiijakan komunikasi publik bagi masyarakat adat
di sekitar
kawasan pertambangan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Bagi masyarakat adat Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat adat dalam hal
mengangkat
kebutuhan,
keinginan-keinginan
masyarakat
adat
bagi
perusahaaan guna mengambil suatu kebijakan komunikasi publik yang sesuai dengan harapan masyarakat serta tidak merugikan kedua belah pihak. Bagi Pembangunan daerah Kehadiran perusahaan PB LNG Tangguh secara langsung dapat memberikan kontribusi bagi APBD kabupaten Teluk Bintuni maupun provinsi Papua Barat. Namun salah satu penghalangnya ialah apabila terjadi konflik masyarakat adat dengan perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah sebagai pihak ketiga atau penengah
untuk mengambil
kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penyelesaikan
konflik antara masyarakat adat dengan perusahaaan PB LNG Tangguh sehingga menguntungkan kedua belah pihak.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi Secara entimologis komunikasi, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio atau communis yang berarti kesamaan makna tentang suatu hal. Sehingga komunikasi diartikan sebagai proses sosial dari orang-orang yang terlibat dalam hubungan sosial dan memiliki kesamaan makna mengenai sesuatu hal.
Sedangkan jika ditinjau dari sudut terminologis, komunikasi diartikan
sebagai suatu proses berbagi pesan melalui kegiatan penyampaian pesan dan penerimaan pesan (simbol-simbol yang bermakna) baik secara verbal (lisan dan tulisan) maupun non verbal (gerakan tubuh, wajah, dan mata), sehingga orangorang yang berperan sebagai pengirim dan penerima pesan memperoleh makna yang timbal balik atau sama terhadap pesan yang dipertukarkan (Effendy, 2002) Thomas M.Scheidel dalam Mulyana (2005), mengemukakan bahwa berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau berperilaku seperti yang kita inginkan. Hovland dalam Effendi (1998) memberikan pengertian bahwa komunikasi adalah proses seseorang insan (komunikator) menyampaikan pesan, biasanya berupa lambang-lambang kata-kata atau kalimat, untuk mengubah sikap atau tingkah laku insan lainnya. Proses ini akan terjadi apabila hubungan antara komunikator dan komunikan terdapat hubungan yang dekat, langsung dan kontinyu atau
berkesinambungan, tetapi tidak akan terjadi kalau komunikator dan komunikannya terdapat kesenjangan dan tidak terdapat kesinambungan Williams (1984) dalam Yuhana, dkk (2008) menguraikan adanya lima karakteristik dasar komunikasi, dimana dengan mengetahuinya akan memudahkan kita menganalisis peristiwa komunikasi, yaitu (1) Komunikasi adalah pertukaran simbol-simbol yang bermakna; Komunikasi merupakan tindakan yang dilakukan dengan mengunakan lambang-lambang yaitu bahasa verbal dan lambang non verbal, (2) Komunikasi adalah suatu proses; Yang berarti komunikasi bukan sesuatu yang statis dan sepenggal-sepenggal tetapi berjalan secara continue dan lengkap. Komunikasi merupakan suatu rangkaian proses teori dari tahapan-tahapan yang tersusun secara kronologis sehingga tahapan yang satu akan menentukan tahapan lain yang terjadi berikutnya.
Dalam
komunikasi terdapat unsur-unsur atau komponen yang membentuknya, yang merupakan suatu kesatuan, (3) Komunikasi memerlukan media, (4) Komunikasi bersifat transaksional, yaitu komunikasi menuntut tindakan memberi atau menerima, yang dilakukan secara seimbang oleh masing-masing perilaku yang terlibat dalam komunikasi. Komunikasi akan berhasil apabila kedua belah pihak yang terlibat mempunyai kesepakatan tentang hal-hal yang dikomunikasikan dan (5) komunikasi dilakukan untuk memuaskan kebutuhan insan. Setiap komunikasi yang dilakukan pasti memiliki tujuan. Oleh karena itu tujuan komunikasi menurut Effendy (2006) ada empat, yaitu : (1) mengubah sikap, (2) mengubah opini pendapat atau pandangan, (3) mengubah perilaku dan (4) mengubah masyarakat.
Selain itu,
Berlo (1960) merumuskan tujuan
komunikasi terdiri dari tiga macam, yaitu: (a) bersifat informatif, yaitu dengan menyampaikan ide, gagasan, sesuatu hal dan lain-lain dengan pendekatan pikiran; (b) persuasif, yaitu bertujuan untuk menggugah perasaan orang, dengan pendekatan emosional, dan (c) hiburan, yaitu komunikasi yang bertujuan menghibur atau menyenangkan seseorang melalui peragaan-peragaan tertentu. Gordon L Zimmerman et al dalam Mulyana (2005), mengatakan kita dapat membagi tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar.
Pertama kita
berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas - tugas yang penting bagi kebutuhan kita, untuk memberi makan dan pakaian kepada diri sendiri, memuaskan kepenasaran kita akan lingkungan dan menikmati hidup. Kedua, kita berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain. Dengan demikian komunikasi mempunyai dua fungsi isi, yang melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tugas, dan fungsi hubungan yang melibatkan pertukaran informasi mengenai bagaimana hubungan kita dengan orang lain. Liliweri
(2004)
menyatakan
bahwa
komunikasi
secara
otomatis
mempunyai fungsi sosial karena proses komunikasi beroperasi dalam konteks sosial yang orang orangnya berinteraksi satu sama lain. Dengan demikian fungsi komunikasi sosial mengandung aspek aspek : a.
Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan kebutuhan biologis (makan dan minum) dan psikologis (rasa aman dan kepastian). Kedua kebutuhan tersebut harus seimbang, dan melalui komunikasi antar pribadi (interaksi sosial) maka manusia berusaha mencari dan melengkapi kebutuhannya.
b.
Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial. Setiap orang terikat dalam suatu sistem sosial dan norma yang berlaku dalam
masyarakatnya. Misalnya nilai dan norma yang telah mengatur kewajiban kewajiban tertentu secara sosial dalam berkomunikasi sebagai suatu keharusan yang tidak dapat dielakkan. c.
Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik. Kali pertama ketika berkenalan dengan orang lain bentuk tindakan sosial yang terjadi biasanya adalah interaksi biasa yang terjadi akibat basa-basi pergaulan. Baru kemudian meningkat dalam suatu relasi sosial, ekonomi, bisnis di antara mereka sehingga menghasilkan transaksi yang saling menguntungkan diantara keduanya. Terjadi pertukaran kepentingan tertentu dalam hubungan timbal balik itu.
d.
Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu sendiri. Dengan komunikasi kita mampu menilai, melihat mutu komunikasi orang lain dan kemudian mengubah diri sendiri, meningkatkannya sehingga dapat berdampak pada usaha untuk merawat kesehatan jiwa.
e.
Manusia berkomunikasi untuk mengatasi konflik, pertentangan antar manusia kadang tidak dapat dielakkan, melalui komunikasi konflik dapat dihindari karena telah terjadi pertukaran pesan dan mungkin saja kesamaan makna mengenai sesuatu makna tertentu. Berdasarkan
pengertian,
tujuan
dan
fungsi komunikasi,
ternyata
komunikasi memiliki peranan penting dalam membentuk sikap dan perilaku seseorang. Dengan kata lain, komunikasi menentukan baik dan buruknya sikap dan perilaku seseorang. Demikian pula dalam melakukan tanggung jawab sosial perusahaan, komunikasi yang dilakukan melalui program ini juga akan membentuk sikap dan perilaku masyarakat di sekitar perusahaan.
Jika
komunikasi yang dilakukan perusahaan efektif maka tentu akan mempengaruhi rasa kepuasan terhadap program tersebut, dan jika masyarakat puas, maka dapat meningkatkan kredibilitas perusahaan sehingga memberikan perilaku yang baik tanpa ada konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitar.
2.2. Efektifitas komunikasi Efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti tercapai keberhasilan yang telah ditetapkan.
Menurut Suganda (1988) bahwa prinsip efektif itu adalah
kemampuan untuk mencapai sasaran-sasaran dan tujuan akhir melalui kerjasama orang-orang dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada seefisien mungkin. Dalam kaitannya dengan efektifitas komunikasi, selama lebih dari 2.500 tahun para dosen dan ahli teori komunikasi manusia telah membahas masalahmasalah yang berhubungan dengan keefektifan komunikasi. Setelah usaha yang berabad-abad untuk memecahkan masalah ini, hasilnya tetap belum terpecahkan. Fisher (1986), mengemukakan bahwa sepanjang sejarah, konsep komunikasi yang efektif telah berkembang, baik dalam arti untuk menggambarkan keefektifan komunikasi maupun dalam menetapkan kriteria untuk menentukan komunikasi yang efektif. Ada empat tahap perkembangan konsep komunikasi yang efektif. (1) pengukuran keefektifan komunikasi dalam arti efek yang ditimbulkan. Kriteria ini mengajukan pertanyaan, ”Berhasilkah?” Jika ia berhasil maka ia efektif. (2) pendekatan keefektifan komunikasi yang memberi penekanan pada teknik komunikasi. (3) pendekatan konsep keefektifan yang memberikan penekanan pada menyesuaikan diri dengan orang lain yang berkomunikasi sehingga dapat mengidentifikasi serta menyesuaikan pesan menjadi searah
(kongruen) dengan internalisasi orang lain.
(4) Pendekatan pada keefektifan
komunikasi yang terakhir adalah mengevaluasi keefektifan sistem komunikasi secara keseluruhannya dari pada hanya dari seorang individu saja. Mulyana (2005) menyatakan bahwa komunikasi efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para komunikan. Tubbs dan Moss (2001) mengatakan bahwa ada lima hal yang dijadikan ukuran dalam komunikasi efektif yaitu: (1) pemahaman, artinya penerima cermat mencermati isi pesan yang disampaikan oleh komunikator, sehingga tidak terjadi salah penafsiran pesan oleh komunikan, (2) kesenangan, artinya suasana yang menjadikan hubungan menjadi hangat, akrab dan menyenangkan, (3) pengaruh pada sikap, artinya kemampuan persuasif komunikator dalam menyampaikan pesan yang menimbulkan efek pada diri komunikan, (4) hubungan yang membaik, artinya tumbuh perasaan ingin bergabung dengan orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan, serta ingin mencintai dan dicintai, serta (5) tindakan, artinya tindakan yang nyata yang dilakukan komunikan setelah terjadi pengertian, pembentukan dan perubahan sikap serta tumbuhnya hubungan baik. Selanjutnya Effendy (2002) menyatakan bahwa komunikasi untuk dapat dikatakan efektif, jika dapat menimbulkan dampak : 1) kognitif, yakni meningkatnya pengetahuan komunikan. 2) Afektif, yaitu perubahan pandangan komunikan, karena hatinya tergerak akibat komunikasi dan 3) Behavioral yaitu; perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan. Komunikasi yang efektif dapat terjadi secara sederhana jika orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudnya. Secara umum komunikasi dinilai efektif jika rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksud oleh komunikator berkait
erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh komunikan. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud oleh komunikator dapat direspon oleh komunikan, maka semakin efektif pula komunikasi yang dilaksanakan. Jika S adalah pengirim pesan (sumber) dan R adalah penerima pesan, maka komunikasi disebut mulus dan lengkap bila respons yang diinginkan S dan respons yang diberikan R identik (Goyer dalam Tubbs dan Moss, 2001).
R S
makna yang di tan gkap penerima makna yang dim aksud pengirim
1
Nilai 1, yang menunjukkan kesempurnaan. Penyampaian dan penerimaan pesan jarang diperoleh nilai 1, paling-paling hanya mendekati saja. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud dengan respons yang diterima, semakin efektif pula komunikasi yang terjadi. Bila R/S bernilai 0, berarti tidak ada kaiatan sama sekali antara respons yang diinginkan dengan respons yang diperoleh. Menurut Effendy (2002), komponen-komponen komunikasi yang perlu diperhatikan supaya komunikasi efektif adalah mulai dari komunikator, pesan, saluran dan komunikan sebagai sasaran komunikasi. Unsur-unsur komunikasi tersebut harus dapat memenuhi kriteria sebagai beruikut : (1)
Komunikator Faktor penting pada diri komunikator bila ia melakukan komunikasi adalah daya tarik dan kredibilitas. Seorang komunikator akan mampu mengubah sikap, opini, dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik. Apabila komunikan merasa ada kesamaan dengan komunikator
maka komunikan bersedia taat pada isi pesan yang disampaikan oleh komunikator. Sedangkan kredibilitas berhubungan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki seorang komunikator. Dengan kata lain seorang komunikator akan mendapat kepercayaan bila ia membahas suatu persoalan dengan profesi atau keahliannya. (2)
Pesan Pesan komunikasi terdiri dari isi pesan dan lambang. Isi pesan komunikasi bisa satu, tetapi lambang yang dipergunakan bisa bermacam macam, lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi ialah bahasa. Dalam komunikasi, bahasa memegang peranan yang sangat penting. Tanpa penggunaan bahasa, hasil pemikiran yang bagaimanapun baiknya tidak akan dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara tepat. Wibur schram melihat pesan sebagai tanda esensial yang harus dikenal oleh komunikan. Dalam hal ini komunikator pertama- tama harus mengerti tujuan pesan komunikasi, sehingga seorang komunikator harus mampu menyandi dan mengemas pesan dengan baik agar tidak terjadi kegagalan komunikasi.
(3)
Saluran Saluran komunikasi adalah alat melalui nara sumber komunikasi menyampaikan pesan-pesan kepada penerima. Saluran komunikasi terdiri dari berbagai macam, tetapi untuk mecapai sasaran komunikasi yang diinginkan maka dapat dipilih salah satu atau gabungan dari beberapa saluran. Pemilihan saluran tergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang akan disampaikan, dan teknik yang akan dipergunakan.
Masing
masing
saluran
komunikasi
mempunyai
kelebihan
dan
kekurangan. (4)
Komunikan Komunikan adalah anggota suatu sistem sosial yang disebut sebagai kumpulan unit yang berada secara fungsional dan terkait dalam kerjasama untuk memecahkan serta dalam rangka mencapai tujuan bersama. Menurut Bernard dalam Effendi (2001) menyebutkan bahwa komunikan akan menerima sebuah pesan hanya jika terdapat kondisi sebagai berikut : (a) komunikan dapat benar-benar mengerti pesan komunikasi, (b) pada saat mengambil keputusan komunikan sadar, bahwa keputusannya akan sesuai dengan tujuannya dan bersangkutan dengan kepentingan pribadinya, (c) komunikan mampu menepatinya, baik secara mental maupun secara fisik.
2.3. Komunikasi Publik 2.3.1. Definisi,Tujuan dan Fungsi Komunikasi Publik
Pengertian publik adalah suatu kelompok yang memiliki minat atau kepentingan yang sama dan ikut serta dalam pembicaraan suatu isu supaya melakukan sesuatu tentang isu tersebut (Blumer dan Dewey, dalam Wilson : 1986). Blumer menyebutkan bahwa publik adalah kelompok orang yang: 1) dihadapkan pada suatu isu-isu, 2) dipisahkan oleh ide-ide mereka seperti bagaimana untuk melihat isu, 3) ikut serta membicarakan isu. John Dewey mendefinisikan pubiik adalah suatu kelompok orang yang menghadapi masalah yang sama, 2) mengakui masalah itu ada, 3) melakukan sesuatu untuk masalah tersebut. Sedangkan publik organisasi dapat diberikan pengertian adalah orangorang yang berada di dalam dan di luar organisasi yang mempunyai minat dan
kepentingan yang sama dengan minat dan kepentingan organisasi. Menurut Muhammad (2004) yang dimaksud dengan komunikasi publik adalah pertukaran pesan dengan sejumlah orang yang berada dalam organisasi atau yang di luar organisasi, secara tatap muka atau melalui media. Tetapi dalam bagian ini yang akan dibicarakan hanyalah kontak tatap muka di antara organisasi dengan lingkungan eksternal organisasi. Tujuan umum dari komunikasi publik terutama sekali adalah untuk memberikan informasi kepada sejumlah besar orang mengenai organisasi misalnya mengenai aktivitas-aktivitas atau program-program organisasi baik di dalam lingkungan organisasi mapun di luar lingkungan organisasi. Selain dari itu komunikasi publik juga bertujuan untuk menjalin hubungan baik antara organisasi dengan masyarakat luar organisasi, menciptakan kredibilitas perusahaan di mata masyarakat luar organisasi, komunikasi publik juga dapat digunakan untuk memberikan hiburan kepada sejumlah orang.
Komunikasi publik berfungsi menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas), mempengaruhi orang lain, memberi informasi, mendidik dan menghibur dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pengertian-pengertian tersebut paling tidak mempunyai makna sebagai berikut: 1. Setiap aktivitas satu orang atau lebih, baik sebagai pengirim maupun penerima pesan yang mempunyai tujuan, harapan, dan efek tertentu terhadap pesan yang disampaikan. 2. Komunikasi dapat berlangsung secara antar personal karena adanya kerjasama dan mempunyai tujuan dan harapan tertentu dalam konteks kelompok kecil
maupun kelompok besar yang terorganisir dalam bentuk formal maupun karena kepentingan sesaat. 3. Suatu kelompok orang yang karena memiliki kepentingan yang sama, serta ikut serta terlibat didalamnya. 4. Membangun image organisasi. 5. Upaya mendapatkan persepsi yang sama untuk tercapainya tujuan-tujuan organisasi. 6. Efek dari gangguan komunikasi dalam organisasi ini bisa memberikan dampak terhadap pandangan lingkungan di luar organisasi. 7. Pandangan obyektif (Pace & Faules, 2006) bahwa lingkungan merupakan kekuatan pendorong di belakang perilaku organisasi, sehingga organisasi harus mengurus lingkungan eksternal dan menggunakan strategi adaptifnya yang terbaik untuk tumbuh dan terus hidup.
2.3.2. Model Komunikasi Publik Organisasi
Grunig (1992) dalam Ruslan (2006), mengemukakan bahwa ada empat model komunikasi publik yang digunakan dalam organisasi atau perusahaan, yaitu: 1) Model publisitas, 2) Model informasi publik, 3) Model asimetri dua arah, 4) Model Simetris dua arah. 1. Model Publiksitas / Model Press Agentry
Model ini, komunikator melakukan propaganda atau kampanye melalui proses komunikasi satu arah (one way process). Kegiatan melalui proses komunikasi searah untuk tujuan publisitas yang menguntungkan dan khususnya dalam menghadapi media massa. Dalam model ini, komunikator terkadang
mengabaikan kebenaran informasi sebagai upaya memanipulasi (menutup-nutupi) unsur-unsur negatif dari organisasinya.
Persuasive (Sources)
Receiver (Public)
Organization
Propagandistic (One way communication)
Gambar 1. Model Komunikasi Publiksitas Sumber : Ruslan 2006
Dalam komunikasi publik organisasi, inisiatif selalu berada di pihak pengirim (source of sender). Model ini kerap kali digunakan oleh organisasiorganisasi dalam proses komunikasi periklanan atau bentuk aktivitas komunikasi promosi bersifat persuasiv lainnya. Seperti menyampaikan pesan pada khalayak (publik) baik dalam bentuk berita-berita yang menghiasi koran maupun majalah, melalui radio, dan televisi. Aplikasi dari model ini biasanya oleh CEO pada organisasi bisnis menggunakan juru bicaranya atau bagian humas untuk menyampaikan
pesan kepada publik. Hal ini oleh Hahn dan Mangun (1999)
dimaksudkan untuk mencegah orang lain menunjuk seseorang seolah-olah memiliki semua fakta, padahal kenyataannya sejumlah fakta masih diragukan, sebab kebenaran tidaklah esensial. Hal-hal yang mendasarinya adalah ketika berhadapan dengan publik, impuls pertama adalah merasa sangat penting sehingga yang dibicarakan melebihi yang diketahui. Impuls kedua adalah merasa takut salah mengucapkan sesuatu atau takut tidak sanggup mengatakan apa-apa sama sekali.
2. Model Informasi Publik
Model informasi publik berdasarkan pada pentingnya kebenaran suatu informasi. Model ini memandang publik sebagai sesuatu yang rasional yang jika diberi informasi yang cukup maka akan mendatangkan keputusan yang benar pada suatu isu tertentu. Oleh karena itu komunikasi publik bertugas menyediakan informasi yang lengkap dan akurat, serta berdasarkan fakta yang ada. Model ini juga menggambarkan bahwa kehumasan bertindak seolah-olah sebagai “Journalist in residence”, artinya bertindak sebagai wartawan dalam menyebarkan informasi kepada publik dan
mengendalikan berita atau
informasinya kepada media massa. Bentuk ini lebih baik dan mengandung lebih banyak kebenaran karena penyebarannya dilakukan melalui news letter, brosur dan surat langsung. Unsur kebenaran dan objektivitas pesan atau informasi selalu diperhatikan oleh sumber informan. Namun penyampaian pesannya tidak berdasarkan riset atau perencanaan. Seperti model publisitas, model ini juga menggunakan model satu arah dan dapat digambarkan sebagai berikut:
Moor or Less Objective Receiver (Public)
(Source (Organizaton)
Truthfull (One way communication)
Gambar 2. Model Komunikasi Informasi Publik Sumber : Ruslan, 2006
3. Model Asimetris Dua Arah (Two way Asymmetrical Model)
Tahapan
model
ini,
komunikator
menyampaikan
pesan
dengan
komunikasinya dua arah dan penyampaian pesannya berdasarkan hasil riset serta strategi persuasif secara ilmiah (scientific persuasive). Dalam model ini, unsur kebenaran informasi diperhatikan untuk membujuk publik agar mau bekerja sama, bersikap terbuka serta berpikir sesuai dengan harapan organisasi. Dalam hal ini, feedback dan feedforward dari publiknya selalu diperhatikan, serta berkaitan dengan informasi mengenai khalayak sangat diperlukan sebelum melaksanakan komunikasi.
Maka
kekuatan
membangun
hubungan
(relationship)
dan
pengambilan inisiatif selalu didominasi oleh komunikator (source) Komunikasi publik mencakup gagasan bahwa manajemen perlu mengetahui posisi publik pada suatu isu. Hal ini merupakan salah satu tugas spesialis komunikasi publik untuk memelihara manajemen dalam menyampaikan pandangan
organisasi
pada
publik,
dengan
memakai
prinsip
persuasi
(meyakinkan) sehingga diperoleh dukungan publik. Model ini diciptakan oleh Grunig dan Hunt, dan dapat digambarkan sebagai berikut :
Source (Organizati)
Communication with Persuasive aim
Feedback from or Feedforward about receiver (public)
Gambar 3. Model Komunikasi Asimetris Dua Arah Sumber : Ruslan, 2006
Receiver (Public)
4. Model Simetris Dua Arah (Two way Symmetrical Model)
Model simetris dua arah menggambarkan suatu komunikasi propaganda atau kampanye dua arah timbal balik yang berimbang. Model ini menggunakan teknik komunikasi untuk dapat memecahkan atau menghindari terjadinya suatu konflik dan memperbaiki pemahaman publik secara strategis. Model ini dapat diterima dan dianggap lebih etis dalam penyampaian pesan atau informasi melalui teknik komunikasi yang dapat membujuk (persuasive communication) untuk membangun saling pengertian (konvergen), pemahaman, dan mempercayai antara kedua belah pihak sehingga saling menguntungkan bagi kedua belah pihak juga.
Balanced Source Organization
Communication
Receiver Public
Flow
Gambar 4. Model Komunikasi Simetris Dua Arah Sumber : Ruslan, 2006
Model publiksitas dan model informasi publik merupakan tujuan utama organisasi atau perusahaan yang selalu berorientasi pada model komunikasi satu arah dengan publik sebagai khalayak sasarannya. Konsep pokok yang mendasari penggunaan model ini adalah dimana pihak organisasi tidak memerlukan perubahan sikap dan nilai-nilai atau tindakan-tindakan tertentu tetapi tugas dan kewajiban pihak source adalah untuk menciptakan pemenuhan kepatuhan dan persuasif dari pihak publik sebagai khalayak sasaran.
Sebaliknya, dua model lain yaitu model asimetris dua arah dan simetris dua arah sebagaimana digambarkan oleh Grunig yang meliputi model komunikasi dua arah dan khalayaknya yang saling beradaptasi satu sama lainnya. Para ahli komunikasi berpendapat bahwa koorientasi model komunikasi dua arah adalah bertujuan untuk membangun saling beradaptasi. Model asimetris dua arah bertujuan membujuk secara ilmiah (scientific persuasive) dan model simetris dua arah bertujuan untuk membangun saling pengertian (mutual understanding) antara pihak organisasi dengan khalayak. Model-model komunikasi diatas, dalam komunikasi publik dapat digunakan dengan model yang berbeda untuk tujuan yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda pula secara tepat serta efektif baik tujuan penelitian maupun kegiatan secara praktikal.
2.4. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) 2.4.1. Pengertian Konsep
Sebenarnya konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah ada sejak puluhan tahun lalu. Di dasawarsa 90-an, konsep ini makin menguat dan menyita perhatian banyak kalangan. Tetapi apakah sebenarnya tanggung jawab sosial perusahaan itu? Berikut ini beberapa defenisi tentang tanggung jawab sosial perusahaan yang dikutip dalam Majalah Bisnis dan CSR, edisi Oktober, 2007. 1.
Komitmen dan kemampuan dunia usaha untuk memberi kepedulian, melaksanakan kewajiban sosial, membangun kebersamaan, melakukan program/kegiatan kesejahteraan sosial/pembangunan sosial/kesejahteraan masyarakat sebagai wujud kesetiakawanan sosial dan menjaga keseimbangan
ekosistem di sekelilingnya. (Departemen Sosial RI, 2007) 2.
Komitmen bisnis yang memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan dan perwakilan mereka, keluarga mereka, baik masyarakat setempat maupun umum, untuk meningkatkan kualitas hidup dengan cara-cara yang bermanfaat baik bagi bisnis itu sendiri maupun pembangunan. (BankDunia)
3.
Komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas padaumumya. (World Business Council for Sustainable Development)
4.
Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan, yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berkembang. (Pemerintah Kanada)
5.
Komitmen dunia usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan memberikan kontribusi untuk peningkatan ekonomi wiring dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarga, komunitas, dan masyarakat secara lebih luas. (Trinidad and Tobacco Bureau Standard)
6.
Tanggung jawab perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan harapan stakeholders sehubungan dengan isu-isu etika, sosial dan lingkungan, di samping ekonomi. (Pertamina, 2004)
7.
Secara sukarela mengintegrasikan kepedulian sosial dan
lingkungan ke
dalam operasi bisnis keseharian dari suatu perusahaan. (Hasanuddin Rachman, Ketua Komite Tetap Hubungan Industrial KADIN) 8.
Komitmen dunia bisnis untuk menyumbang sesuatu bagi kelangsungan pembangunan ekonomi, bekerja sama dengan para karyawan dan keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bagi dunia bisnis dan lingkungan. (Noke Kiroyan, ketua IBL, dalam CSR Conference, Jakarta 7-8 September 2006)
9.
Suatu kegiatan yang dilakukan perusahaan sebagai bagian tanggung jawab sosial bagi kepentingan lingkungan di sekitarnya. (Aviliani, Komisaris BRI, dosen, dan peneliti Indef)
10. Kalau perusahaan menyumbang korban bencana alam semata, fidak ikut lebih lanjut dalam penanganan bencana dan sesudahnya, itu filantrofis. Kalau tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan ikut lebih lanjut. Misalnya, selain memberikan beasiswa, perusahaan juga memberdayakan penerima dengan membolehkannya magang di perusahaan dan pada akhirmya membuat dia menjadi mandiri. (Franky Welirang, Wakil Dirut PTIndofood Sukses Makmur Tbk., dalam The Executive Network, 30 Januari 2007). Definisi tanggung jawab sosial perusahaan boleh saja beragam. Tetapi, dari beragam definisi tersebut, ada satu kesamaan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan tak bisa lepas dari kepentingan stakeholder dan stakeholder perusahaan. Mereka adalah pemilik perusahaan, karyawan, masyarakat, negara, dan lingkungan. Konsep inilah yang kemudian diterjemahkan oleh John Elkington sebagai triple bottom line, yaitu Profit, People, dan Planet. Maksudnya, tujuan tanggung jawab
sosial
perusahaan
harus mampu meningkatkan laba perusahaan
(profit),
mensejahterakan karyawan dan masyarakat (people), sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan (planet). Tanggung
jawab
sosial
perusahaan
didorong
oleh
terjadinya
kecenderungan pada masyarakat industri yang dapat disingkat dengan fenomena “DEAF” ( yang dalam bahasa inggris berarti tuli) sebuah akronim dari Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumisasi dan Feminisasi (Suharto, 2005) 1.
Dehumanisasi industri. Efisiensi dan mekanisasi yang semakin kuat di dunia
industri telah menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan tersebut maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. “Merger Mania” dan peramping perusahaan telah menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja dan pengangguran, ekspansi dan eksploitasi dunia industri telah melahirkan polusi, kerusakan lingkungan yang hebat. 2.
Equalisasi hak-hak publik. Masyarakat kini semakin sadar akan haknya
untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas berbagai masalah sosial yang seringkali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan-perusahaan. Kesadaran ini semakin menuntut akuntabilitas (accountability) perusahaan bukan saja dalam proses produksi melainkan pula dalam kaitanya dengan kepedulian
perusahaan
terhadap
berbagai
dampak
sosial
yang
ditimbulkannya. 3.
Aquariumisasi dunia industri. Dunia kerja kini semakin transparan dan
terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan yang hanya memburu rantai ekonomi dan cenderung mengabaikan hukum, prinsip etis, filantropis tidak
akan mendapat dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat menuntut agar perusahaan seperti ini di tutup. 4.
Feminisasi dunia kerja. Semakin banyak wanita yang bekerja menuntut
penyesuaian perusahaan bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja. Melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial, seperti pelantaran anak, kenakalan remaja, akibat kurangnya kehadiran ibu-ibu dan tentunya di lingkungan masyarakat. Pelayanan sosial seperti perawatan anak (child care), pendirian fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi anak bisa merupakan kompensasi sosial terhadap isu ini. Ide mengenai tanggung jawab sosial perusahaan semakin diterima secara luas. Namun demikian, sebagai sebuah konsep yang relatif baru, tanggung jawab sosial perusahaan masih tetap kontroversial baik bagi kalangan pebisnis maupun akademik (Saidi dan Abidin, 2004). Kelompok yang menolak mengajukan argumen bahwa perusahaan adalah organisasi pencari laba dan bukan person atau kumpulan orang seperti halnya dalam organisasi sosial. Perusahaan telah membayar
pajak
kepada
negara
dan
karenanya
tanggungjawab
untuk
meningkatkan kesejahteraan publik telah diambil alih oleh pemerintah. Kelompok yang mendukung pendapat bahwa perusahaan tidak dapat dipisahkan oleh para individu yang terlibat di dalamnya. Karenanya perusahaan tidak boleh hanya memikirkan keuntungan finansial bagi perusahaan saja. Melainkan pula harus memiliki kepekaan
dan kepedulian terhadap publik
khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan, Alasannya: (Suharto, 2005)
i.
Masyarakat adalah sumber dari segala sumberdaya yang dimiliki dan diproduksi oleh perusahaan. Bukankah tanpa masyarakat perusahaan bukan saja tidak akan berarti, melainkan pula tidak akan berfungsi! Tanpa dukungan masyarakat, perusahaan mustahil memiliki pelanggan, pegawai dan sumbersumber produksi lainnya yang bermanfaat bagi perusahaan.
ii.
Meskipun perusahaan telah membayar pajak kepada negara, tidak berarti telah menghilangkan tanggungjawabnya terhadap kesejahteraan publik. Di negara yang kurang memperhatikan kebijakan sosial (social policy) atau kebijakan kesejahteraan (welfare policy) yang menjamin warganya dengan berbagai pelayanan dan skema jaminan sosial yang merata, manfaat pajak seringkali tidak sampai kepada masyarakat terutama kelompok miskin dan rentan yang tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Archie B Carrol dalam Wibisono (2007), memberi jastifikasi teoritis dan
logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan tanggung jawab sosial bagi masyarakat di sekitarnya. Perusahaan tidak berfungsi secara terpisah dari masyarakat sekitarnya. Faktanya, kemampuan perusahaan untuk bersaing dan tetap eksis sangat tergantung pada keadaan lokasi dimana perusahaan itu beroperasi. Oleh karena itu Ia telah mengembangkan suatu piramida tanggung jawab sosial perusahaan yang harus dipahami sebagai suatu kesatuan. Sebab tanggung jawab sosial perusahaan merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu profit, people dan plannet (3P) i.
Profit. Perusahaan tetap harus berorintasi
untuk mencari keuntungan
ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang
ii.
People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan
manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program tanggung jawab sosial seperti pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal. iii. Plannet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan
keragaman hayati. Beberapa program tanggung jawab sosial perusahaan yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan pemukiman, pengambangan pariwisata. Profit (Keuntungan Perusahaan) Plannet (Keberlanjutan Lingkungan Hidup
People (kesejahteraan Mastarakat)
Gambar 5. Triple Bottom Lines dalam CSR Sumber : Wibisono, 2007
2.4.2. Ukuran Keberhasilan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Untuk melihat sejauh mana efektifitas program tanggung jawab sosial perusahaan, diperlukan para meter atau indikator untuk mengukurnya. Setidaknya ada dua indikator keberhasilan yang dapat digunakan yaitu indikator internal dan indikator eksternal. (Wibisono, 2007) 1. Indikator internal a.
Ukuran primer/ kualitatif (M – A – O)
i.
Minimize Meminimalkan perusahaan
perselisihan/
dengan
konflik/
masyarakat
potensi
dengan
konflik
harapan
antara
terwujudnya
hubungan yang harmonis dan kondusif ii.
Asset Aset perusahaan yang terdiri dari pemilik/pemimpin perusahaan, karyawan, pabrik, dan fasilitas pendukung terjaga dan terpelihara dengan aman
iii. Operational Seluruh kegiatan perusahaan berjalan aman dan lancar. b.
Ukuran sekunder i.
Tingkat penyaluran dan kolektibilitas
ii.
Tingkat compliance pada aturan yang berlaku
2. Indikator eksternal a. Indikator Ekonomi i.
Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum
ii.
Tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonomis
iii. Tingkat
peningkatan
kualitas
hidup
bagi
masyarakat
secara
berkelanjutan b. Indikator sosial i.
Frekuensi terjadinya gejolak atau konflik sosial
ii. Tingkat
kualitas
hubungan
masyarakat iii. Tingkat kepuasan masyarakat.
sosial
antara
perusahaan
dengan
2.4.3. Manfaat Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Menurut Tonno Supranoto S, Asisten Deputi Urusan Penguatan Masyarakat dan Kawasan, Kedeputian Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dalam Majalah Bisnis dan CSR, edisi Oktober 2007, Program CSR memiliki pengaruh sangat luas. Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan sangat membantu pemerintah meringankan kesejahteraan
upaya
penanggulangan
masyarakat.
Perlu
diakui
kemiskinan bahwa
dana
dan
peningkatan
pemerintah
buat
penanggulangan kemiskinan sangat terbatas. Mempertimbangkan kondisi ini pemerintah perlu mendapatkan dukungan dan keterlibatan aktif dari dunia usaha. Kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan tentunya akan sangat membantu pemerintah menanggulangi kemiskinan. Program ini bisa membidik kelompok masyarakat yang tidak tersentuh program penanggulangan kemiskinan pemerintah. Sinergi ini akan membuat masyarakat lebih berdaya. Hak-hak masyarakat untuk menikmati pendidikan, kesehatan, dan pelayanan dasar, bisa terpenuhi melalui tanggung jawab sosial perusahaan. Pada akhirnya program tanggung jawab sosial perusahaan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mencapai sumber daya manusia yang berkualitas. Sinergi ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh pekerjaan dan mencapai kesejahteraan. Sementara, bagi perusahaan program tanggung jawab sosial perusahaan memberikan sejumlah keuntungan. Pertama, memberikan citra positif. Perusahaan tak lagi dituding sebagai biang penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan atau sebuah menara gading yang tak menganggap keberadaan masyarakat sekitar.
Melalui konsep tanggung jawab sosial perusahaan stigma miring ini dapat terbantahkan. Langkah ini sekaligus menumbuhkan rasa memiliki terhadap perusahaan. Adanya citra positif memberikan ruang bagi perusahaan untuk menjalankan
usahanya
dengan
aman
dan
tenang,
sehingga
dapat
meningkatkan produktivitasnya. Kedua, tanggung jawab sosial perusahaan sebagai investasi sosial perusahaan. Melalui tanggung jawab sosial perusahaan bisa mengintegrasikan kepeduliannya terhadap masalah sosial dan lingkungan ke dalam kegiatan usaha mereka. Celakanya, tanggung jawab sosial perusahaan masih sering diartikan, sebagai kegiatan amal. Padahal, tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebuah investasi sosial yang sangat berguna di masa mendatang. Ketiga, tanggung jawab sosial perusahaan menjamin operasional dan keberlangsungan perusahaan. Kelangsungan suatu usaha tak hanya ditentukan tingkat keuntungan, tapi juga tanggung jawab sosialnya. Lihat saja, betapa banyak perusahaan didemo, dihujat, bahkan dirusak oleh masyarakat. Boleh jadi penyebabnya sangat sepele, hanya karena perusahaan kurang memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Sungguh irons bila perusahaan hanya mengeduk dan mengeksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan faktor lingkungan. Nah, program tanggung jawab sosial perusahaan merupakan sebuah jembatan kepeduhan terhadap masyarakat sekitar. Melalui program ini keberlangsungan perusahaan dapat tetap terjaga.
2.5. Kepuasan Publik 2.5.1 Pengertian.
Suatu publik adalah sekelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama terhadap perusahaan (organisasi), saling memahami signifikansi masingmasing dan membuat rancangan untuk mencapai kepentingan tersebut. Publik bersifat heterogen meskipun karakteristik dan kepentingan mereka sama. Pada umumnya publik menyadari situasi dengan hubungan mereka terhadap perusahaan. Publik menganggap isu yang mereka hadapi merupakan hal-hal yang relevan, sehingga paling tidak mereka mengorganisasi atau mengeluarkan energi untuk menghadapi isu tersebut (Suryadi, 2007) Satisfaction (kepuasan) adalah kata dari bahasa latin, yaitu satis yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi, produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk dan jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat cukup. Dalam konteks teori consumer behavior, kepuasan lebih banyak didefinisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa. Salah satu definisinya yang dikemukakan oleh Richard Oliver : “kepuasan adalah respon pemenuhan dari konsumen. Kepuasan adalah hasil dari penilaian dari konsumen bahwa produk atau layanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang (Irawan, 2007), karena itu, publik tidak akan puas apabila publik mempunyai penilaian bahwa harapannya belum terpenuhi. Publik akan merasa puas jika penilaiannya sama atau lebih dari yang diharapkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kepuasan publik adalah fungsi dari perbedaan antara hasil/ kinerja yang dirasakan dengan harapan. Salah satu dimensi kepuasan adalah persepsi. Berlo (1960) mengatakan bahwa persepsi merupakan efek dari komunikasi.
Rogers dan Shoemaker
berpendapat bahwa antara persepsi dan perilaku yang tampak seringkali berbeda tergantung situasi dirinya dan manfaat yang akan diterima. Tahapan persepsi seseorang dinilai mereka sebagai tahapan penting yang menjembatani jalan ke arah tahapan keputusan menerima atau menolak inovasi/ pesan yang disampaikan komunikator. Kepuasan publik sangat tergantung pada harapan publik. Oleh karena itu, strategi kepuasan publik haruslah didahului dengan pengetahuan yang detail dan akurat terhadap harapan publik. Sebagaimana mengacu pada pendapat Tjiptono (2002) yang mengatakan bahwa harapan merupakan pemikiran atau keyakinan seseorang tentang apa yang akan diterima. Salah satu faktor yang menentukan harapan seseorang antara lain kebutuhan. Kebutuhan yang dirasakan mendasar oleh seseorang bagi kesejahteraannya sangatlah menentukan harapan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan yang dirasakan mendasar dapat menentukan tingkat kepuasan seseorang. Harapan publik sering dapat dikontrol oleh perusahaan. Tetapi yang lebih sering perusahaan perusahaan tidak mampu mengontrol harapan mereka. Ini bisa terjadi karena adanya gap dalam komunikasi.
Harapan-harapan ini dipengaruhi oleh kontak dengan dunia luar.
Dengan kontak, kita dapat memperoleh banyak informasi, dapat melihat dan merasakan berbagai kesempatan sehingga menumbuhkan hasrat atau harapan untuk meraih kesempatan tersebut.
2.5.2. Pelayanan Prima (service of excellence)
Menurut Parasuraman dan Berry (1991) dalam Supranto (2006), terdapat sepuluh faktor yang menentukan kualitas layanan jasa, yaitu sebagai berikut. 1. Reliability, yaitu keandalan, mencakup kinerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability), serta dapat memenuhi janji yang ditawarkan dalam memberikan pelayanan. 2. Responsiveness, kesigapan dalam merespon dan memberikan pelayanan jasa yang dibutuhkan oleh para pelanggan/publik. 3. Competence, memiliki keterampilan dan pengetahuan yang baik tentang produk/jasa atau program yang ditawarkan kepada public/pelanggan. 4. Access, kemudahan untuk menghubungi dan dijumpai, seperti lokasi, fasilitas,
dan
informasi
produk
layanan
jasa
mudah
diakses
public/pelanggan. 5. Courtesy, memiliki sikap sopan santun, respek, perhatian, keramahan dari pihak pemberi jasa layanan (perusahaan) dalam kontak personal, melalui operator telepon, resepsionis, customer service dan customer relations. 6. Communication, media komunikasi yang dipergunakan selain dapat memudahkan penyampaian pesan-pesan, informasi, dan mudah dipahami, serta penuh perhatian untuk mendengar atau keluhan yang disampaikan oleh public/ pelanggannya. 7. Credibility, kepercayaan yang dibangun itu berawal dari sifat jujur dan dapat diterima, biasanya mencakup citra, nama dan reputasi yang baik dari pihak
perusahaan atau source dalam berinteraksi dengan public/ para pelanggannya. 8.
Security, menciptakan rasa aman dan nyaman dari suatu risiko, atau keraguraguan, yaitu berkaitan dengan keamanan secara fisik (physical safety), keuangan (financial security), dan kerahasiaan terjamin (confidential).
9. Understanding or Knowing the Customer, berupaya memahami kebutuhan atau keinginan public/ para pelanggannya. 10. Tangibles, wujud fisik yang ditampilkan, sosok gedung, ruangan, fasilitas dan sarana parkir serta peralatan penunjang lainnya untuk memberikan pelayanan jasa yang memadai, aman dan nyaman. Perkembangan selanjutnya, dari sepuluh dimensi layanan tersebut dikelompokkan menjadi lima dimensi utama sebagai penentu suatu kualitas pelayanan jasa, seperti yang dikutip Kotler (2003) dalam Supranto (2006). 1. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan janji yang ditawarkan. 2. Responsiveness, respon atau kesigapan dalam membantu public atau
pelanggan dengan memberikan layanan cepat, tepat dan tanggap serta mampu menangani keluhan secara baik. 3. Assurance, kemampuan karyawan tentang pengetahuan dan informasi suatu program/produk (good product knowledge) yang ditawarkan dengan
baik,
memberikan
keramah-tamahan, jaminan
pelayanan
perhatian,
dan
kesopanan
dalam
yang
terbaik.
Dimensi
jaminan
(assurance) ini terdapat unsur-unsur, sebagai berikut.
Competence (kompetensi), keterampilan dan pengetahuan yang
i.
dimiliki source dalam memberikan layanan kepada pelanggan/ publik. ii.
Courtesy (kesopanan), keramah-tamahan, perhatian dan sikap yang sopan.
iii. Credibility (kredibilitas), berkaitan dengan nilai-nilai kepercayaan,
reputasi, prestasi yang positif dari pihak yang memberikan layanan (perusahaan). 4. Empathy, merupakan perhatian secara individual yang diberikan kepada publik/pelanggan dan berusaha untuk memahami keinginan dan kebutuhan, serta mampu menangani keluhan publik/pelanggan secara baik dan tepat. Dimensi empathy ini terdapat unsur-unsur lainnya yang terkait, yaitu sebagai berikut. i.
Acces (akses), kemudahan memanfaatkan dan memperoleh layanan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.
ii.
Communication (komunikasi), kemampuan dalam berkomunikasi untuk penyampaian pesan, dan informasi kepada publik/pelanggannya melalui berbagai media komunikasi, yaitu personal kontak, media publikasi/promosi, telepon, korespondensi, faximili, dan internet.
iii.
Understanding the customer (Pemahaman terhadap publik/pelanggan), kemampuan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggannya.
serta
mampu
menangani
keluhan
publik/para
5. Tangibles, kenyataan yang berhubungan dengan penampilan fisik gedung, ruang office lobby atau front office yang refresentatif, tersedia tempat parkir yang layak, kebersihan, kerapihan, aman dan kenyamanan di lingkungan perusahaan dipelihara secara baik.
2.6. Konflik
2.6.1. Pengertian
Konflik adalah suatu bentuk pertentangan karena ada perbedaan dalam kebutuhan, nilai, motivasi perilaku yang terlibat di dalamnya. Selain itu konflik juga merupakan hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran, perasaan atau perbuatan yang tidak sejalan (Liliweri, 2005). Konflik seringkali mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kondisi yang menimbulkan keresahan perasaan tidak aman serta ketidakpastian dan lain-lain. Bahkan untuk kondisi konflik terbuka, dapat menimbulkan korban jiwa, degradasi human dan material (man-made capital) serta mengganggu kelancaran aktivitas ekonomi. Namun demikian, tidak semua konflik mendatangkan hal yang negatif. Dalam hal ini, konflik merupakan salah satu cara bagaimana suatu perusahaan, komunitas, masyarakat, keluarga dan lain-lain mengalami perubahan. Konflik seperti ini akan merubah pemahaman seorang/kelompok, mendorong untuk membuat klarifikasi pilihan-pilihan dan membangun kekuatan untuk mencari solusi penyelesaiannya, yang semuanya akan menghasilkan cahaya pencerahan (Anwar, 2000). Konflik bersifat amiah sehingga merupakan hal yang biasa terjadi
dalam organisasi atau perusahaan. Dalam hubungan organisasi dengan lingkungan eksternal, konflik juga dapat terjadi. Oleh sebab itu, perusahaan harus dapat membina hubungan yang baik dengan lingkungan eksternal sehingga tidak terjadi suatu konflik deskruktif yang membawa kerugian bagi perusahaan.
2.6.2. Kontek dan Sumber Konflik
Potensi konflik terjadi manakala terjadi kontak antar manusia. Sebagai individu yang terorganisasi dalam kelompok, individu ingin mencari jalan untuk mencapai tujuannya. Peluang untuk memenuhi tujuan itu hanya memalui pilihan bersaing secara sehat untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan atau terpaksa terlibat dalam konflik dengan pihak lain. Berarti, dalam setiap masyarakat selalu ada peluang sangat besar bagi terjadinya kompetisi dan konflik. Ketika mempelari konflik, kita harus membuat deskripsi yang jelas mengenai sumber dan sebab terjadinya konflik. Ada dua hal umum yang patut di perhatikan dalam membahas sumber dan sebab konflik, yaitu (1) konteks terjadinya konflik dan (2) sumbersumber konflik. Konteks terjadinya konflik mulai dari konteks antar peribadi, konteks komunitas, komunal, regional dan antar negara. Dari konteks inilah sumber konflik karena ketidak setaraan atau perbedaan disposisi, persepsi, orientasi nilai, sikap dan tindakan dalam merespon. (Liliweri, 2005) Dalam penelitian ini, konteks konflik yang dimaksud bisa terjadi antara perusahaan dengan individu, perusahaan dengan kelompok masyarakat, individu dalam perusahan dengan individu dalam masyarakat atau individu perusahaan dengan kelompok masyarakat.
Sumber konflik dapat berupa sosial budaya, historis, kesadaran sosial, idiologi, politik dan kejadian mutakhir.
Menurut Dahrendorf dalam Anwar
(2000), kondisi yang memungkinkan terjadinya konflik yakni: 1. Adanya sejumlah aktivitas atau kelompok yang merasa bahwa mereka dipisahkan, dibedakan, dianaktirikan dari suasana kebersamaan 2. Tidak ada interaksi antar anggota kelompok. Interaksi mengandalkan kontak dan komunikasi. Kalau suatu kelompok tidak mempunyai mekanisme mengatur kontak dan komunikasi antar organisasi dengan lingkungan eksternalnya maka akan terjadi konflik. 3. Adanya perbedaan posisi dan peran para anggota kelompok. Perbedaan itu makin tajam karena ada hierarki relasi atau harus ada suasana dimana semua individu mempunyai posisi tertentu atas suatu pekerjaan. Posisi itu berbedabeda secara hierarkis. Semakin kaku hierarki, semakin terbuka kemungkinan terjadinya konflik 4. Adanya kelangkaan kebutuhan dan keinginan terhadap sumberdaya, yang membuat banyak orang merasa tidak puas atas ketidakadilan distribusi sumberdaya tersebut. Ketika terjadi ketidakpuasaan, maka akan terjadi konflik. Setiap konflik pasti mempunyai akar. Akar konflik terdiri dari dua tipe. (1) berdasarkan kriteria kepentingan dan tujuan; dan (2) sumber dari atau akibat dari kepercayaan atau keyakinan, teori atau asumsi tertentu. rumuskan
sumber
atau
sebab
konflik
adalah
Secara umum, kita sebagai
berikut:
Konflik nilai. Kebanyakan konflik terjadi karena perbedaan nilai. Nilai merupakan suatu yang menjadi dasar, pedoman, tempat setiap manusia menggantungkan pikiran, perasaan dan tindakan seseorang. Nilai juga merupakan sesuatu yang mempunyai prinsip dan prinsip itu tidak boleh dilanggar. Konflik terjadi karena dua belah pihak memberikan nilai yang berbeda atas yang menjadi objek konflik. Yang termasuk dalam kategori ini adalah konflik yang bersumber dari perbedaan rasa percaya, keyakinan bahkan idiologi atas apa yang diperebutkan 1. Kurangnya komunikasi Konflik bisa terjadi hanya karena dua belah pihak berkomunikasi. Kegagalan komunikasi karena dua pihak tidak dapat menyampaikan pikiran, perasaan dan tindakan, sehingga membuka jurang berbedaan informasi diantara mereka (fungsi komunikasi, antaralain mengurangi tingkat ketidakpastian) dapat mengakibatkan konflik. Yang masuk dalam kategori ini adalah konflik makna informasi. 2. Kepemimpinan kurang efektif atau pengambilan keputusan yang tidak adil 3. Ketidak cocokan peran 4. Produktivitas rendah 5. Perubahan keseimbangan 6. Konflik yang belum terpecahkan Tidak adanya proses saling memaafkan dan saling mengampuni. Keadaan ini seperti api dalam sekam, yang setiap saat bisa timbul dan menghasilkan konflik yang lebih besar.
Selanjutnya Anwar (2000) mengemukakan tentang dimensi ruang yang menjadi sumber konflik seperti disajikan pada gambar 2.6. Selanjutnya, sumber konflik dapat dibagi atas lima kelompok yaitu : 1.
Konflik data, yaitu apabila terjadi ketika orang kekurangan informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang bijaksana, mendapat informasi yang salah, tidak sepakat mengenai apasaja data yang relevan, memaknai informasi dengan cara berbeda atau memakai tatacara pengkajian yang berbeda.
2.
Konflik kepentingan, adalah konflik yang disebabkan oleh persaingan kepentingan antara pihak, baik mengenai permasalahan tatacara, substansif, ataupun psikologis.
3.
Konflik hubungan antara manusia, adalah konflik yang disebabkan oleh adanya emosi negatif, salah persepsi atau stereotip, salah komunikasi atau tingkah laku negatif yang berulang-ulang.
4.
Konflik nilai, adalah konflik yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan sistem nilai antara pihak, baik nilai sehari-hari, nilai tetap maupun pendefisian diri.
5.
Konflik struktur, adalah konflik yang disebabkan oleh adanya ketimpangan untuk melakukan akses ke sumber daya, serta struktur sosial yang berpotensi menghasilkan konflik Bentuk-bentuk sumber konflik diatas, sangat mungkin terjadi dalam kegiatan pertambangan. Konflik itu dapat terjadi antara perusahaan
pertambangan
dengan
pemerintah,
perusahaan
dengan
masyarakat, masyarakat dengan masyarakat di sekitar pertambangan. Proses
pembangunan atau pertambangan akan dapat berjalan dengan lancar apabilia tidak terdapat konflik-konflik yang berakibat negatif.
Gambar 6. Dimensi Ruang dan Sumber Konflik 2.6.3. Tipe-Tipe Konflik
Tipe konflik tidak ada yang ideal, masing-masing memiliki potensi dan tantangan sendiri (Fisher et al, 2001). Selajutnya tipe-tipe konflik itu dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Tanpa konflik. Dalam keadaan umum, kondisi ini adalah lebih baik. Namun setiap kelompok atau masyarakat yang hidup damai, jika mereka ingin keadaan ini terus berlangsung mereka harus hidup bersemangat dan dinamis 2. Konflik laten. Jenis konflik ini sifatnya tersembunyi dan untuk penangannya perlu diangkat ke permukaan agar penangannya lebih efektif. Dicirikan
dengan adanya tekanan yang tidak tampak sepenuhnya berkembang dan belum terteskalisasi kedalam polarisasi konflik yang tinggi 3. Konflik di permukaan. Jenis konflik ini memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan munculnya hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi 4. Konflik terbuka. Konflik dimana pihak-pihak yang berselisih secara aktif terlibat dalam perselisihan yang terjadi, mungkin sudah mulai bernegosiasi dan mungkin juga mencapai jalan buntut menuju konsiliasi. Jenis konflik ini berakar dalam dan sangat nyata dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya. Konflik berubah menjadi kekerasan atau konflik manifes jika: 1. Saluran dialog atau wadah untuk menyalurkan perbedaan pendapat tidak memadai 2. Suara-suara ketidaksepakatan dan keluhan-keluhan yang terpendam tidak didengar dan diatasi. 3. Banyak ketidakstabilan, ketidakadilan dan ketakutan dalam masyarakat yang lebih luas. 4. Tekanan terhadap konflik juga merupakan lahan subur yang dapat dieksploitasi oleh para politikus, tentara dan pemeras yang mungkin akan merekrut mereka yang menderita dan tertindas untuk membantu mendapatkan kekuasaan dan pengaruh mereka sendiri di tingkat nasional dengan menggunakan kekerasan. Budaya kekerasan muncul dan berkembang, karena konflik selalu ditangani dengan kekerasan.
2.6.4. Teori-Teori yang berkaitan dengan konflik
Fisher et al (2001) mengatakan teori-teori mengenai penyebab konflik sangat membantu dalam memahami cara-cara cara-cara mengelola konflik, karena masing-masing teori tersebut mempunyai metode dan sasaran yang berbeda. Secara ringkas, teori-teori yang berkaitan dengan konflik : 1. Teori hubungan masyarakat, yang menanggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidak percayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat 2. Teori negosiasi prinsip, yang menganggap bahwa konflik disebabkan oleh
posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan oleh pihak-pihak yang berkonflik 3.
Teori kebutuhan manusia, berasumsi bahwa konflik berakar pada kebutuhan
dasar manusia (fisik, mental, dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi 4.
Teori identitas, berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang
terancam, yang sering berakar pada hilangnya suatu penderitaan dimasa lalu yang tidak terselesaikan 5.
Teori kesalah pahaman antar budaya, berasumsi bahwa konflik disebabkan
oleh ketidak cocokan dalam cara-cara berkomunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda. 6.
Teori transformasi, berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-
masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi
2.7. Teori Social Capital
Social capital merupakan konsep yang dewasa ini berkembang dalam diskusi dan studi pembangunan. Konsep ini dipopulerkan oleh Puttman dan Fukyama yang menaruh perhatian besar terhadap pembangunan masyarakat. Di Indonesia konsep yang aslinya “social capital” diterjemahkan oleh sebagian menjadi “modal sosial’, dan sebagian yang lain menterjemahkan menjadi “kapital sosial”. Meskipun ada perbedaan dalam penterjemahannya, namun kedua pihak memiliki pemahaman yang sama, bahwa capital social merupakan institusi nilai dan jaringan-jaringan yang menjadi sumber bagi masyarakat lokal untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Kapital sosial ini diyakini juga sebagai satu komponen utama untuk menggerakkan kebersamaan, pertukaran pendapat, kepercayaan dan saling membantu untuk mencapai kemajuan bersama (Ancok 2005) Sementara itu James Coleman dalam Ancok (2005) berpendapat modal sosial memfasilitasi kegiatan individu dan kelompok yang dikembangkan oleh jaringan hubungan, timbal balik, kepercayaan dan norma sosial. Menurut Putnam (1993), modal sosial dapat diukur dari besarnya kepercayaan dan timbal balik dalam suatu masyarakat atau di antara individu-individu. Fukuyuma (1999) mengatakan modal sosial adalah sebagai prakondisi untuk keberhasilan pembangunan. Fukuyama mengupas pentingnya modal social berbasis pada kepercayaan. Bentuk modal inilah yang memungkinkan terjadinya kesepahaman dan kerja sama serta memiliki hubungan erat dengan tercapainya tingkat kesejahteraan masyarakat atau bangsa.
Untuk mempermudah memahami modal sosial pada tataran praktis, Bank Dunia membagi modal sosial kedalam lima dimensi (Amri dan Sarosa, 2008): 1) Kelompok dan jejaring, merupakan kumpulan individu yang mengangap penting hubungan antar pribadi yang terjadi diantara masing-masing individu tersebut.
Mereka
meyakini
bahwa
hubungan
dapat
meningkatkan
kesejahteraan mereka. Dukungan kelompok dan berbagai aktivitas dengan sesama anggota jejaring sangat penting untuk membangun modal sosial. Keterlibatan anggota kelompok untuk mengorganisasi diri dan menggalang sumber daya untuk menyelesaikan masalah-masalah bersama merupakan sebagian manfaat dari kelompok dan jejaring yang memperkuat modal sosial. 2) Kepercayaan ( trust) dan solidaritas mencerminkan perilaku antar individu yang mendukung terciptanya kekertan sosial dan tindakan bersama yang lebih kuat. Kepercayaan dan solidaritas membentuk pemikiran dan sifat masingmasing anggota kelompok mengenai bagaimana berinteraksi dengan anggota lain. Ketika individu-individu saling mempercayai dan menghargai, mereka dapat mencapai kesepakatan dan mengadakan transaksi secara lebih muda. 3) Kemampuan kerjasama dan bertindak bersama merupakan kemampuan kelompok dalam menyelesaikan masalah-masalah dan tujuan-tujuan bersama. Tujuan
tindakan
bersama
mungkin
saja
berbeda-beda
tergantung
komonitasnya. Sebagai contoh, tindakan bersama dapat terdiri dari berbagai aktifitas yang di organisasi oleh komonitas untuk membangun dan memelihara infrastruktur desa. Tindakan bersama juga penting untuk mewujudkan tata-pemerintahan dan akuntabilitas public yang baik.
4) Informasi dan komunikasi merupakan sinpul dari berbagai interaksi sosial, dan berperang penting untuk membangun modal sosial yang positif. Aliran informasih dua arah(fertikal) antara masyarakat local dan penentu kibijakan merupakan hal penting dari proses pembangunan. Aliran informasi dua arah(horisantal) memperkuat kapasitas masyarakay dengan cara menyediakan media untuk berbagi dan bertukar pengetahuan ide. Dialok yang terbuka akan membangun perasaan sebagai satu komoditas, sedangkan kerahasiaan hanya akan menghasilkan kecurigaan dan ketidakpercayaan. 5) Kerekatan dan keikutsertaan sosial mengurangi resiko konflik antar indifidu maupun antar kelompok, dan mempromosikan akses yang adil terhadap hasil-hasil pembangunan dengan cara meningkatkan partisipasi orang-oarang
yang
terpinggirkan
atau
minoritas.
Kerekatan
sosial
mewujudkan diri dalam individu-individu yang bersedia dan mampu bekerja sama untuk menyelesaikan masalah bersama, memenuhi kebutuhan bersama, dengan cara yang beradap, tidak konfrontatif, dan dengan menghargai berbagai kepentingan yang ada. Keikutsertaan sosial mempromosikan akses yang adil terhadap berbagai kesempatan dan menghilangkan hambatanhambantan formal dan informal untuk berpartisipasi. Putnam (1993) menjabarkan sedikitnya tiga alasan mengapa modal sosial merupakan modal penting bagi kemajuan masyarakat: 1) Model sosial memungkinkan masyarakat untuk menyelesaikan masalahmasalah bersamanya secara lebih mudah. Seringkali masyarakat akan lebih baik kalau mereka bekerjasama. Hanya saja terdapat peluang seseorang mengambil manfaat dengan cara menghindar dari kewajibannya dan
mengharapkan orang lain melakukan kewajiban tersebut. Masalah ini perlu diselesaiakan dengan mekanisme kelembagaan yang memiliki kekuatan untuk memastikan setiap orang berperilaku sesuai dengan harapan kolektif. Norma dan jejaring dapat menyelesiakan mekan isme ini. 2) Modal sosial merupakan ‘’oli pelican roda’’ yang memungkinkan masyarakat bergerak maju dan lancer. Ketika masing-masing indifidu dalam masyarakat dapat dipercaya dan bersikap saling mempercayai, maka biaya transaksi sosial dan transaksi ekonomi akan lebih murah. 3) Modal sosial meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Orang-orang yang memiliki hubungan aktif dan saling mempercayai mengembangkan karakter pribadi yang baik untuk anggota masyarakat lainnya. Masyarakat menjadi lebih toleran, tidak sinis, dan berempati terhadap kesulitan yang dihadapi orang lain. Cohen dan Prusak (2001) menjabarkan manfaat-manfaat sosial ekonomi bagi perusahaan: 1) Modal sosial mempermudah berbagi informasi dan pengetahuan yang terkait dengan usaha. Hal ini terjadi karena adanya hubungan-hubungan yang dilandasi kepercayaan dan tujuan bersama. 2) Modal sosial mengurangi biaya transaksi Karena adanya tingkat kepercayaan dan kerja sama yang tinggi. hal ini terjadi baik didalam perusahaan maupun antara perusahaan dengan pelanggan dan mitra-mitranya. Bayangakan jika perusahaan sulit mempercayai atau harus selalu curiga terhadap mitranya. Tentunya perusahaan harus menanggung biaya tinggi untuk melakukan berbagai verifikasi.
3) Bagi internal perusahaan, modal sosial yang tinggi membangun rasa kebanggaan dan kepemilikan pegawai yang tinggi terhadap perusahaan, sehingga mengurangi tingkat pergantian pegawai (turnover). Bila pegawai tidak sering-serig berganti, maka perusahan dapat mengurangi biaya merekrut dan melatih pegawai, juga menghindari diskontinuitas usaha dan menjaga pengetahuan lembaga yang terakumulasi dalam pegawai-pegawainya. 4) Modal
sosial
Membangun
kekompakkan
dan
kestabilan
pada
perusahaan. Dengan adanya modal sosial, pegawai akan lebih kompak,
saling membantu, dan pada akhirnya akan lebih mudah mendukung misi perusahaan. Dalam hubungannya dengan konflik, hubungan yang renggang atau bahkan bermasalah antara perusahaan dan masyarakat sering juga dialami di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari maraknya konflik sosial yang terjadi antara perusahaan, khususnya perusahaan-perusahaan ekstraktif, dengan masyarakat disekitarnya. Tapi lebih daripada itu, hubungan sosial yang bermasalah antara berbagai komponen masyarakat yang ada di sekitar perusahaan (walaupun tidak terkait secara langsung dengan perusahaan itu sendiri) juga mengakibatkan perusahaan mengalami berbagai masalah dan kerugian. (Amri dan Sarosa, 2008) Kenyataannya, modal sosial tidaklah statis. Melemahnya modal sosial positif bisa jadi karena diintervensi oleh modal sosial negatif. Kalau masyarakat tidak mampu mengatasinya maka bakal terjadi penggerusan modal social positif yang ada; misalnya gangguan terhadap interaksi sosial, saling percaya yang menurun, pelanggaran norma sosial, krisis kepemimpinan dan akhirnya kerenggangan hubungan sosial. Meningkatnya semangat nilai-nilai budaya
konsumerisme dan individualistik, misalnya, akan mudah menimbulkan konflik dan perilaku menyimpang. Perilaku yang tidak jarang ditemukan, misalnya primodialisme dan sentiment kedaerahan dan kesukuan bisa jadi dapat menimbulkan kerusuhan sosial. Hal itu semakin parah karena lemahnya fungsi kontrol sosial dan intensitas komunikasi yang rendah.
2.8. Masyarakat Adat (Indigenous Peoples) 2.8.1.
Definisi Masyarakat Adat
Dewasa ini istilah indigenous mengacu lebih luas pada pewaris yang menghuni wilayah yaitu wilayah yang dihuni jauh sebelum dijajah atau dikuasi oleh bangsa asing maupun suku-suku lain. Dalam diskursus dan gerakan hak asasi manusia mereka ini biasa disebut sebagai indigenous peoples. Dalam literatur peraturan perundang-undangan terdapat dua penyebutan istilah masyarakat adat yaitu ada yang menyebut “masyarakat adat” dan ada juga yang menyebut “masyarakat hukum adat”. Namun demikian perbedaan tersebut tidak menafikan atau menegasikan hak-hak adat yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. (Sumardjani , 2007) Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tantang Kehutanan pasal 67 menyebutkan masyarakat hukum adat berhak untuk melakukan pemungutan hasil hutan, kegiatan pengelolaan hutan dan mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Undang-undang kehutanan ini mengakui
keberadaan masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya, masyarakat hukum adat tersebut masih ada.
Untuk disebut sebagai masyarakat hukum adat, undang-undang kehutanan memberikan kriteria yang harus dipenuhi (Sumardjani , 2007), antara lain : 1. Masyarakat masih dalam bentuk payugupan (rechtsgemeenschap) 2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya 3. Ada wilayah hukum adat yang jelas 4. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati 5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut Konvensi ILO 169, 1989, masyarakat adat adalah “masyarakat yang berdiam dinegara-negara merdeka dimana kondisi sosial, kultural dan ekonominya membedakan mereka dari bagian-bagian masyarakat lain di negara tersebut. dan statusnya diatur, baik seluruh maupun sebagian oleh masyarakat adat dan tradisi masyarakat adat tersebut atau dengan hukum dan peraturan khusus” Masyarakat adat Indonesia yang tergabung dalam aliansi masyarakat adat nusantara memberikan definisi masyarakat adat sebagai “komunitas yang memiliki asal usul leluhur secara turun temurun yang hidup di wilyah geografis tertentu serta memiliki sistem nilai, idiologi ekonomi, politik, budaya, sosial yang khas. Menurut ahli hukum adat Te Haar dalam Sumardjani (2007), masyarakat hukum adat merupakan masyarakat yang memiliki kesamaan wilayah (teritorial), keturunan (geneologis) sehingga terdapat keragaman bentuk masyarakat adat dari suatu tempat ke tempat lain.
2.8.2. Hak – Hak Masyarakat Adat
Tanah dan sumber daya alam sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat adat, bahkan sangat penting bagi kelangsungan eksistensi mereka. Sehubungan dengan itu, pengakuan dan perlindungan hak-hak mereka terhadap tanah dan sumber daya alam sangat esensial bagi pemeliharaan dan pembangunan budaya, ekonomi, dan bahkan sangat esensial bagi kelangsungan hidup bagi eksistensi mereka. Meski demikian, sejarah telah menjadi saksi “takdir buruk” dari kelompok-kelompok masyarakat ini berkenaan dengan hak-hak mereka terhadap tanah dan sumber daya alam dan perjuangan mereka untuk tetap bertahan hidup. (Bosko, 2006) Selama sejarah penjajahan, tanah dan wilayah mereka, yang merupakan tempat mereka menggantungkan hidup, dirampas atau dihancurkan oleh kekuatan kolonial dan agen-agennya. Hal ini berujung pada proses pemindahan secara paksa, pencerabutan hak dan marginalisasi masyarakat adat, bersama hilangnya integritas budaya mereka. Pada abad ini, proses perampasan dan marginalisasi tersebut masih terus berlanjut, bahkan berlanjut dalam kondisi yang lebih tidak terlindungi oleh keadilan dan penyelesaian hukum. Proses perampasan, penindasan,dan pengabaian yang berkelanjutan ini telah membawa masyarakat adat di seluruh dunia kepada perjuangan yang sama untuk memperoleh pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak mereka, termasuk hak atas tanah dan sumber daya alamnya. (Bamba, 2002) Dalam banyak kasus, perjuangan-perjuangan ini muncul dalam bentuk konflik dan ketegangan antara masyarakat adat dan “pelaku” dalam pembangunan sumber daya alam seperti pemerintah dan atau perusahaan-perusahaan.
Hukum dan masyarakat internasional, telah menunjukkan komitmen yang lebih besar pada usaha-usaha untuk memecahkan masalah berkenaan dengan pengakuan dan perlindugan hak masyarakat adat. Konvensi ILO nomor. 169 menegaskan dengan cukup kuat hak-hak msyarakat adat atas tanah mereka dan sumber daya alamnya. Gagasan utama yang dipakai dalam konvensi 169 ILO adalah pemeliharaan atau pelestarian dan partisipasi, yaitu, partisipasi dari masyarakat adat dalam kebijakan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Konvensi ini mengakui masyarakat adat sebagai kelompok yang merupakan pemilik atau subjek (benefic iaries) hak-hak yang dilindungi oleh konvensi ini. Demikianlah, konvensi ini mengakui hak-hak kolektif dari masyarakat adat dalam pasal 7 (melindungi control atau pengaturan masyarakat adat terhadap pembangunan mereka), pasal 5 ( b) dan pasal 8 (b) (menghormati institusi-institusi masyarakat adat), pasal 6 (1) (a) (mengarahkan pemerintah untuk berkonsultasi dengan masyarakat adat melalui institusi perwakilan mereka) dan pasal 13-19 (berkaitan dengan perlindungan hak atas tanah). Konvensi 169 ILO mulai berlaku pada tanggal 5 September 1991 dan pada bulan Mei 1998 telah diratifikasi oleh 13 negara. (Bosko, 2006) Dari keterangan diatas, jelaslah bahwa sekarang ini instrument yang mengikat secara hukum dan secara khusus berkenaan dengan hak masyarakat adat adalah, Konvensi 169 ILO. Konvensi ini menyediakan rezim hukum pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat cukup memadai. Meskipun demikian, mekanisme penerapannya lemah. Kendati isi Konvensi berhubungan dengan hak masyarakat adat, namun tidak ada prosedur pengaduan khusus yang tersedia bagi masyarakat adat untuk membawa kasus mereka ke depan ILO.
Konvensi ILO 169 mengatur hak-hak masyarakat adat terkena dampak pembangunan sumber daya alam: 1) Hak untuk tidak di diskriminasikan, 2) Hakhak atas tanah dan sumber daya alam, 3) Hak atas kebudayaan, 4) Hak untuk berpartisipasi, 5) Hak atas lingkungan yang sehat dan 6) Hak untuk memberikan persetujuan (Right to consent). Hak atas masyarakat adat ini juga di akui oleh pemerintah daerah propinsi Papua dengan adanya Undang-undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua yang tertera dalam BAB XI yang mengatur tentang perlindungan hak-hak masyarakat adat, pada ayat (1) sampai (5) meliputi: 1) Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan, dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku 2) Hak-hak masyarakat adat tersebut pada ayat (1) meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan 3) Pelaksanaan hak ulayat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, dilakukan oleh penguasa adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat, dengan menghormati penguasaan tanah bekas hak ulayat yang di peroleh pihak lain secara sah menurut tata cara dan berdasarkan peraturan perundang-undangan 4)
Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupuan imbalannya
5) Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota memberikan mediasi aktif dalam usaha penyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan secara adil dan bijaksana, sehingga dapat di capai kesepakatan yang memuaskan para pihak yang bersangkutan. Dengan keberadaan Undang-undang diatas, tentunnya diharapkan bagi pemerintah maupun investor-investor yang memanfaatkan hak-hak masyarakat adat seperti tanah dan kandungannya dapat mengimplementasikannya dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat di sekitarnya. 2.9 Keterkaitan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitianpenelitian sebelumnya.
Selama ini penelitian mengenai proses komunikasi publik dalam penerapan tanggung jawab sosial perusahaan relatif belum cukup banyak dilakakukan di Indonesia, baik dilingkungan akademis, instansi pemerintah, swasta dan lembaga lainnya. Hal ini disebabkan karena konsep tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu konsep yang cukup baru, dimana tanggung jawab sosial perusahaan muncul setelah dunia usaha mulai menyadari bahwa munculnya resistensi-resistensi disekitar mereka, akibat dunia usaha kurang menghargai dan bertanggungjawab kepada masyarakat di sekitarnya. Sehingga salah satu tujuannya adalah membangun kemitraan/hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat sekitar demi meningkatkan eksistensi perusahaan tersebut. Hasil-hasil penelitian yang menggambarkan bagaimana perusahaan kurang menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan secara efektif sehingga menimbulkan resistensi-resistensi yang menjurus kepada
ketidak-berlanjutan
perusahaan telah diungkapkan oleh oleh berbagai sumber, seperti kasus lumpur
lapindo, kasus TPST Bojong, kasus PT Freeport Indonesia dan lain-lain. Wibisono (2007) menegaskan peristiwa ini menunjukan bahwa dampak negatif dari kegiatan industri yang selalu mengancam di depan mata karena sejak awal kegiatan itu dilakukan tanpa ada kepedulian untuk melestarikan lingkungan dan memperhatikan kenyamanan masyarakat yang ada disekitarnya. Berbeda dengan perusahaan yang menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan, berdasarkan hasil temuan Hadidjaja dalam Majalah Bisnis dan CSR, edisi Oktober 2007, di beberapa perusahaan di Canada seperti Husky Injections Molding Sistem Ltd dan perusahaan Tembec, menunjukan sejumlah usahawan yang menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan tercatat memetik hasil yang signifikan bahkan
perusahaan tersebut tetap eksis tanpa adanya resistensi-
resistensi dari publik eksternal dan internal. Dalam kaitannya dengan komunikasi, penerapan setiap program dalam suatu perusahaan/ lembaga memerlukan komunikasi.
Komunikasi merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan suatu program yang diterapkan, termasuk program tanggung jawab sosial perusahaan.
Tujuannya
adalah untuk membangun hubungan baik dengan publik, karena itu dibutuhkan komunikasi. Liliweri (2004) menjelaskan, setiap proses komunikasi mempunyai hasil akhir yang disebut dengan efek. Efek menerpa seseorang yang menerimanya, baik secara sengaja dan terasa atau tidak dapat dimengerti, akibat dari proses komunikasi. Hanafy (1994) mengatakan efek utama komunikasi terjadi pada suatu tempat diantara saat seseorang mengarahkan indranya pada isyarat komunikasi
dan pada saat dia melakukan suatu tindakan. Jadi efek itu tersembunyi di dalam otak. Efek komunikasi terpenting adalah terjadi pada imajinasi di kepala kita, peta kognitif kita tentang lingkungan, imajinasi mengenai diri kita, kepercayaan dan nilai-nilai yang telah kita terima, evaluasi-evaluasi yang kita buat mengenai hubungan kita dengan orang-orang atau kelompok-kelompok dengan kata lain efek komunikasi merupakan perubahan pengalaman yang telah kita simpan dalam sistem pusat syaraf kemudian dipersepsikan. Apabila pesan itu perbedaanya terlalu besar, kecenderungan menimbulkan konflik dalam setiap benturan kehidupan
masyarakat.
Timbulnya
perbedaan-perbedaan
tersebut
akan
menimbulkan suatu konflik. Demikian juga dengan komunikasi yang bertujuan untuk membina hubungan baik antara dengan masyarakat. Komunikasi itu akan berhasil apabila terbentuk suatu persepsi yang positif terhadap perusahaan, dan timbulnya suatu kepercayaan
kepada
perusahaan.
Tetapi
apabila
dalam
pelaksanaanya
menimbukan efek komunikasi adalah konflik, maka dapat dikatakan proses komunikasi itu tidak efektif. Menurut Hajimoto, 2001, adanya konflik adalah bukti bahwa
ada kemacetan komunikasi
antara berbagai golongan dalam
masyarakat kita yang majemuk. Pertumbuhan konflik dalam proses komunikasi terjadi akibat pelemparan pesan yang tidak memuaskan antara komunikan dengan komunikator.
2.10. Kerangka Pemikiran
Perusahaan BP LNG Tangguh merupakan perusahaan gas alam cair yang beroperasi di daerah sekitar Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. Perusahaan ini telah berkomitmen untuk memberhatikan aspek lingkungan dan sosial masyarakat sekitar. Hal ini ditunjukan dengan pihak pengelolan Proyek Tangguh bercita-cita agar proyek tersebut bisa menjadi sebuah kegiatan eksplorasi sumberdaya alam yang bertanggungjawab baik secara sosial maupun lingkungan. Proyak Tangguh juga berusaha menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan menerapkan apa yang dikenal sebagai strategi sosial terpadu (Integrated Social Strategy/ ISS). ISS merupakan bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility). Komponen-konponennya meliputi; strategi pemerataan dan penyebaran pertumbuhan, perencanaan pengelolaan dampak
keuangan,
pelatihan
dan
pengelolaan
tenaga
kerja,
program
pengembangan masyarakat, program keamanan berbasis masyarakat, forum dana abadi, sistem ekonomi berbasis masyarakat, dan pemukiman kembali kampung tanah merah. (Tabura Newsletter, edisi keempat, Oktober 2003) Untuk merealisasikan program-program tersebut, tentunya memerlukan komunikasi. BP LNG telah menggunakan pendekatan komunikasi yaitu Participatory Rural Appraisal untuk merencanakan program/kegiatan-kegiatan tanggung jawab sosial yang akan dilakukan. Dalam hal ini, proses komunikasi yang dilakukan dalam penerapan tanggung jawab sosial perusahaan melalui ISS merupakan fokus dari penelitian ini.
Liliweri (2004) menjelaskan, setiap proses komunikasi mempunyai hasil akhir yang disebut dengan efek. Efek komunikasi dapat bersifat positif yaitu tercapainya tujuan komunikasi yang diinginkan yaitu terciptanya hubungan yang kondusif/baik antara perusahaan dengan publik, tetapi juga bersifat negatif seperti timbulnya rasa ketidakpuasan yang menjurus kepada konflik-konflik destruktif yang membawa kerugian bagi publik maupun perusahaan itu sendiri. Dengan demikian, penerapan program tanggung jawab sosial perusahaan akan berhasil dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi pada setiap bidang tanggung jawab sosial perusahaan. Aktivitas komunikasi publik dapat meliputi intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi publik yang digunakan. Aktivitas komunikasi yang baik tentunya merupakan salah satu faktor yang menentukan tercapainya tujuan komunikasi publik perusahan dan lebih khusus tercapainya keberhasilan program tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan indikator keberhasilan program tanggung jawab sosial perusahaan. Indikator eksternal bagi keberhasilan penerapan tanggung jawab sosial perusahaan dapat ditentukan berdasarkan indikator ekonomi yaitu, 1)Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum, 2) tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara ekonomis, 3) tingkat kualitas hidup bagi masyarakat secara berkelanjutan, dan indikator sosial yaitu, 1) frekuensi terjadinya gejolak atau konflik sosial, 2) tingkat kualitas hidup sosial antara perusahaan dan masyarakat, 3) tingkat kepuasan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas komunikasi memiliki hubungan positif terhadap tingkat kepuasan masyarakat atau semakin tinggi aktivitas komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan
akan berpengaruh pada semakin tinggi tingkat kepuasan publik. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi publik, akan berpengaruh pada semakin rendah tingkat kepuasan publik terhadap program tersebut. Aktivitas komunikasi publik berpengaruh negatif terhadap frekuansi terjadinya gejolak atau konflik sosial atau semakin tinggi aktivas komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan akan berpengaruh pada semakin rendah konflik sosial. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi publik, akan berpengaruh pada semakin tinggi konflik sosial.
Dengan demikian,
kerangka pemikiran dan gambar hubungan antar variabel digambarkan sebagai berikut ;
67 Profit (Keuntungan Perusahaan)
Eksistensi & Sustainable Perusahaan
Aktivitas komunikasi bidang kompensasi Tanah Adat. (X1) Kesejahteraan Masyarakat Aktivitas komunikasi bidang Kesehatan Masyarakat. (X2) Aktivitas Komunikasi Publik dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (X) Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model komunikasi
Pelaksanaan CSR Perusahaan
Kepuasan Publik (Y1)
Aktivitas komunikasi Pendidikan & Pelatihan (X3)
Modal Sosial (Hubungan Sosial)
Aktivitas komunikasi bidang Tenaga Kerja (X4) Lingkungan Hidup Aktivitas komunikasi bidang Sarana Prasarana (X5)
Perilaku Konflik (Y2)
Keterangan : : Berhubungan/ mempengaruhi : Terdiri dari : Tidak diteliti Gambar 7.
Kerangka Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik dalam Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan Kepuasan Publik dan Perilaku Konflik
2.11. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini di rumuskan sebagai berikut: 1.
Aktivitas komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan berhubungan positif dengan kepuasan publik.
2.
Aktivitas komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan berhubungan negatif dengan perilaku konflik.
3.
Kepuasan publik perusahaan berhubungan negatif dengan perilaku konflik.
4.
Aktivitas komunikasi publik perusahaan
BP LNG Tangguh di bidang
kompensasi tanah adat berhubungan positif dengan kepuasan publik. 5.
Aktivitas komunikasi publik perusahaan
BP LNG Tangguh di bidang
kesehatan masyarakat berhubungan positif dengan kepuasan publik. 6.
Aktivitas komunikasi publik perusahaan
BP LNG Tangguh di bidang
pendidikan dan pelatihan berhubungan positif dengan kepuasan publik. 7.
Aktivitas komunikasi publik perusahaan
BP LNG Tangguh di bidang
demand tenaga kerja berhubungan positif dengan kepuasan publik. 8.
Aktivitas komunikasi publik perusahaan
BP LNG Tangguh di bidang
pembangunan sarana prasarana berhubungan positif dengan
kepuasan
publik. 9.
Aktivitas komunikasi publik perusahaan
BP LNG Tangguh di bidang
kompensasi tanah adat berhubungan negatif dengan perilaku konflik. 10. Aktivitas komunikasi publik perusahaan
BP LNG Tangguh di bidang
kesehatan masyarakat berhubungan negatif dengan perilaku konflik.
11. Aktivitas komunikasi publik perusahaan
BP LNG Tangguh di bidang
pendidikan dan pelatihan berhubungan negatif dengan perilaku konflik. 12. Aktivitas komunikasi publik perusahaan
BP LNG Tangguh di bidang
demand tenaga kerja berhubungan negatif dengan perilaku konflik. 13. Aktivitas komunikasi publik perusahaan
BP LNG Tangguh di bidang
pembangunan sarana prasarana berhubungan negatif dengan konflik.
perilaku
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian mengenai hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui penerapan program CSR terhadap kepuasan publik dan perilaku konflik didesain sebagai suatu penelitian survei yang bersifat deskriptif dan korelasional. Nazir (2003) menyatakan bahwa penelitian survei termasuk model penelitian deskriptif yaitu metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi kejadian. Selain itu, menurut Singgarimbun dan Effendi (2006) desain penelitian survei adalah penelitian yang mengambil contoh dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di beberapa desa di daerah sekitar Teluk Bintuni
yang terkena dampak langsung dari kehadiran Perusahaan BP LNG
Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat. Waktu yang digunakan untuk pengambilan dan pengumpulan data adalah selama satu bulan, terhitung mulai pada bulan Mei sampai Juni 2010 3.3.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis (Singgarimbun dan Effendi, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat adat yang daerahnya terkena dampak langsung perusahaan BP LNG Tangguh di daerah sekirar Teluk Bintuni Kabupaten Teluk Bintuni.
Pengambilan sampel dilakukan secara gugus bertahap. Gugus pertama diambil secara purposive dengan mengambil desa-desa yang terkena dampak langsung dari perusahaan PB LNG Tangguh yang berada pada bagian utara. Hal ini disebabkan karena daerah bagian utara lebih cenderung terjadi konflik dan memiliki potensi yang tinggi dibandingkan daerah selatan Teluk Bintuni. Gugus kedua yaitu mengambil sampel desa yang terkena dampak langsung perusahaan BP LNG tangguh di bagian utara secara acak sederhana sebanyak dua desa dari tujuh desa, yaitu desa Weriagar dan Mogotira. Selanjutnya pada gugus ketiga yaitu dengan mengambil sampel responden secara acak. Pengambilan sampel sebanyak 30 responden pada setiap desa. Dengan demikian total seluruh sampel yang ρ diwawancarai sebanyak 60 responden. 3.4. Data dan Instrument
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden masyarakat adat melalui penyebaran kuisioner, yaitu suatu pedoman pertanyaan baik dilakukan secara wawancara atau pengisian secara terinci berupa pertanyaan yang sudah terstruktur yang bisa meliputi semua peubah (Arikunto, 1993). Penyusunan pertanyaan dalam kuisioner dilakukan secara terbuka dan tertutup. Data primer juga didapat dari wawancara mendalam (depht interview) dengan tokoh masyarakat adat, aparat desa serta bagian internal perusahaan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen dan telaah pustaka dari berbagai sumber yang terkait dengan tujuan penelitian.
3.5. Validitas dan Reliabilitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesalihan suatu instrumen. Kerlinger (2006) menyatakan bahwa suatu instrumen yang valid dan salih mempunyai validitas tinggi. Demikian sebaliknya instrumen yang kurang salih memiliki validitas rendah. Suatu instrumen dapat dikatakan valid apabila : (a) mampu mengukur apa yang diinginkan, (b) dapat mengungkap data dari peubah yang diteliti secara tepat dan (c) dapat menggambarkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang peubah yang dimaksud (Kerlinger 2006). Oleh karena itu, peneliti harus bertindak hati-hati sejak awal penyusunannya. Untuk validitas instrumen dilakukan terhadap validitas isi. Hal tersebut dilakukan mengingat isi yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan harus memiliki kesetaraan. Uji ini dilakukan dengan pendekatan rasional, yakni mempertimbangkan kondisi lapang dan objek penelitian, serta ditunjang dengan pengalaman empiris sebelumnya. Reliabilitas instrumen diusahakan dengan cara: (a) mengungkapkan pertanyaan secara lugas (tidak membingungkan), (b) memberikan petunjuk jelas dan baku dan (c) melakukan uji coba kuesioner pada responden yang memiliki ciri-ciri yang relatif sama dengan objek penelitian. Uji coba kuesioner dilakukan pada 20 orang. Uji coba dilakukan untuk melihat sejauh mana pertanyaan dalam kuisioner dapat dipahami, sehingga tidak menimbulkan bias jawaban (Kerlinger, 2006) Reliabilitas reliabillitas,
instrumen
dihitung
dengan
menggunakan
Cronbach-
dimana pengukuran dilakukan hanya satu kali. Metode tersebut
digunakan untuk kuisioner yang memiliki lebih banyak pilihan jawaban serta
bukan merupakan skor 1 dan 0, melainkan dalam bentuk kategori dan uraian (Arikonto, 1993), sehingga menghasilkan konsistensi antar butir pertanyaan. Rumus tersebut adalah sebagai berikut : 2 k b 1 r11 t2 k 1
Keterangan : r 11
= Reliabilitas Instrumen
k
= Banyaknya Butir Pertanyaan atau Banyaknya Soal
Σσb2
= Jumlah Ragam Butir
Σt2
= Ragam Total Nilai r11 yang diperoleh dibandingkan dengan nilai koefisien r dari tabel
korelasi. Bila r11 > dari r
tabel
instrumen dinyatakan andal dan bila lebih kecil
diperlukan perbaikan dan uji ulang terhadap pertanyaan tersebut. Hasil uji coba kuisioner didapatkan nilai reliabilitas untuk variabel perilaku konflik
sebesar 0.507 dan untuk kepuasan publik kepuasan publik
diperoleh nilai reliabilitas 0.760. nilai tersebut dibandingkan dengan nilai r untuk (n) = 20 yaitu reliabilitas
tabel
lima persen adalah 0.337. Dari hasil
perbandingan ternyata nilai reliabilitas variabel lebih besar dari r
tabel.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa instrumen yang digunakan termasuk andal. 3.6. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Data penelitian dikumpulkan kemudian dianalisis dan disajikan secara deskriptif frekwensi.
dalam bentuk
rataan, persentase, frekwensi dan tabel distribusi
Analisis hubungan antar peubah bebas dan peubah tidak bebas
dilakukan dengan uji Korelasi Rank Spearman (rs), yaitu:
n 6 ∑
i =1
ρ =1-
di 2
(N3 - N)
Keterangan : ρ = Koefisien Korelasi Spearman N = Banyaknya jenjang di = Selisih jenjang untuk faktor yang sama Analisis tersebut menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistic Program For Social Science) Versi 100. 3.7.
Operasionalisasi Variabel-Variabel Penelitian
Operasional variabel-variabel penelitian yang diukur adalah aktivitas komunikasi publik secara keseluruhan melalui program CSR dan pada lima bidang kegiatan aktivitas komunikasi pada lima bidang kegiatan CSR, variabel kepuasan publik dan variabel perilaku konflik. Berikut ini akan dijelaskan operasionalisasi variabel-variabel dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1.
Aktivitas Komunikasi Publik
Aktivitas komunikasi publik perusahaan adalah kegiatan-kegiatan komunikasi publik perusahaan untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat adat. Aktivitas komunikasi dilihat berdasarkan intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan. Aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari lima bidang aktivitas, sebagai berikut :
a.
Aktivitas komunikasi di bidang kompensasi tanah adat
b.
Aktivitas komunikasi di bidang kesehatan masyarakat
c.
Aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan
d.
Aktivitas komunikasi di bidang diman tenaga kerja
e.
Aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana dan prasarana Setiap item aktivitas komunikasi publik (intensitas, teknik dan model
komunikasi) diberikan skor 1 - 5. Dengan demikian untuk mengukur aktivitas komunikasi pada tiap-tiap bidang tanggung jawab sosial perusahaan, skor bergerak dari 3 – 15, sehingga hasil penilaian dalam bentuk skor, sebagai berikut: a.
Aktivitas komunikasi sangat tinggi, apabila skor yang dicapai = 12,7 – 15
b.
Aktiviitas komunikasi tinggi, apabila skor yang dicapai = 10,3 – 12,6
c.
Aktivitas komunikasi cukup tinggi, apabila skor yang dicapai = 7,9 – 10,2
d.
Aktiviitas komunikasi kurang , apabila skor yang dicapai =
e.
Aktivitas komunikasi rendah, apabila skor yang dicapai = 3 – 5,4
5,5 – 7,8
Berdasarkan nilai skor diatas, selanjutnya diukur aktivitas komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan secara keseluruhan di lima bidang aktivitas, sehingga di peroleh skor terendah 15 dan tertinggi 75. Dengan demikian hasil penilaian dalam bentuk skor diperoleh sebagai berikut: a.
Aktivitas komunikasi sangat tinggi, apabila skor 63,1 – 75
b.
Aktivitas komunikasi tinggi, apabila skor 51,1 – 63
c.
Aktivitas komunikasi publik cukup tinggi, apabila skor 39,1 – 51
d.
Aktivitas komunikasi publik kurang, apabila skor 27,1 – 39
e.
Aktivitas komunikasi publik rendah, apabila skor 15 – 27
1.1
Intensitas Komunikasi
Intensitas komunikasi adalah tingkat kekerapan komunikasi publik perusahaan dalam menerapkan program tanggung jawab sosial perusahaan kepada setiap masyarakat adat.
Intensitas komunikasi publik diukur dengan melihat
tingkat kekerapan komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan menggunakan media maupun tanpa media (tatap muka). Intensitas komunikasi pada masing-masing bidang aktivitas komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan diberikan skor 1 – 5, sehingga hasil penilaian dalam bentuk skor, sebagai berikut: a.
Intensitas komunikasi sangat tinggi, skor 5
b.
Intensitas komunikasi tinggi, skor 4
c.
Intensitas komunikasi cukup tinggi, skor 3
d.
Intensitas komunikasi kurang, skor 2
e.
Intensitas komunikasi rendah, skor 1 Dengan demikian, untuk mengukur intensitas komunikasi publik melalui
program tanggung jawab sosial perusahaan secara keseluruhan pada lima bidang aktivitas komunikasi, diperoleh skor terendah 5 dan tertinggi 25. sehingga hasil penilaian dalam bentuk skor, sebagai berikut: a.
Intensitas komunikasi publik sangat tinggi, apabila skor 21,1 - 25
b.
Intensitas komunikasi publik tinggi, apabila skor 17,1 – 21
c.
Intensitas komunikasi publik cukup tinggi, apabila skor 13,1 – 17
d.
Intensitas komunikasi publik kurang, apabila skor 9,1 – 13
e.
Intensitas komunikasi publik rendah, apabila skor 5 – 9
1.2. Teknik Komunikasi
Teknik komunikasi dalam penelitian ini adalah cara atau media yang dipilih dalam berkomunikasi. Teknik komunikasi publik diukur dengan penilaian responden terhadap efektifitas media atau cara yang digunakan khususnya dalam memberikan pemahaman dan pengertian terhadap pesan yang disampaikan dalam setiap bidang kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penilaian dalam bentuk skor, sebagai berikut : a.
Teknik komunikasi sangat sesuai, skor 5
b.
Teknik komunikasi sesuai, skor 4
c.
Teknik komunikasi cukup sesuai, skor 3
d.
Teknik komunikasi kurang sesuai, skor 2
e.
Teknik komunikasi tidak sesuai , skor 1 Dengan demikian untuk mengukur teknik komunikasi publik melalui
program tanggung jawab sosial perusahaan secara keseluruhan diperoleh skor terendah 5 dan tertinggi 25, sehingga hasil penilaian dalam bentuk skor, sebagai berikut: a.
Teknik komunikasi publik sangat sesuai, apabila skor 21,1 – 25
b.
Teknik komunikasi publik sesuai, apabila skor 17,1 – 21
c.
Teknik komunikasi publik cukup sesuai, apabila skor 13,1 – 17
d.
Teknik komunikasi publik kurang sesuai, apabila skor 9,1 – 13
e.
Teknik komunikasi publik tidak sesuai, apabila skor 5 – 9
1.3. Model Komunikasi
Model komunikasi publik yang diterapkan perusahaan, diukur dengan melihat apakah proses penyampaian pesan oleh perusahaan (source) dilakukan dengan memperhatikan kebenaran pesan, perhatian terhadap umpan balik pesan dan posisi publik dalam kegiatan komunikasi. Setiap item model komunikasi publik (kebenaran pesan, perhatian terhadap umpan balik pesan dan posisi publik) diberikan skor 1 - 5. Sehingga skor bergerak dari 3 – 15, kemudian dilakukan pengklasifikasian. Hasil penilaian dalam bentuk skor, sebagai berikut: a.
Model komunikasi sangat sesuai (5), apabila skor yang dicapai = 12,7 – 15
b.
Model komunikasi sesuai (4), apabila skor yang dicapai = 10,3 – 12,6
c.
Model komunikasi cukup sesuai (3), apabila skor yang dicapai = 7,9 – 10,2
d.
Model komunikasi kurang sesuai (2), apabila skor yang dicapai =
e.
Model komunikasi tidak sesuai (1), apabila skor yang dicapai = 3 – 5,4
5,5 – 7,8
Dengan demikian, untuk menentukan model komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan secara keseluruhan pada lima bidang aktivitas komunikasi, diperoleh skor terendah 5 dan tertinggi 25, sehingga hasil penilaian dalam bentuk skor, sebagai berikut: a.
Model komunikasi sangat sangat sesuai , apabila skor 21,1 – 25
b.
Model komunikasi sesuai, apabila skor 17,1 – 21
c.
Model komunikasi cukup sesuai, apabila skor 13,1 – 17
d.
Model komunikasi kurang sesuai, apabila skor 9,1 - 13
e.
Model komunikasi tidak sesuai, apabila skor 5 – 9
2.
Kepuasan Publik
Kepuasan publik adalah tingkat perasaan senang atau kecewa seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan yang diharapankan. Aspek kepuasan terhadap program tanggung jawab sosial perusahaan dinilai berdasarkan kualitas pelayanan perusahaan dalam menerapkan program tanggung jawab sosial perusahaan, yang terdiri dari: keandalan (reliability), keresposifan (responsivenees), keyakinan (assurance), empati (emphaty) dan berwujud (tanggible).
Penilaian kualitas pelayanan baik
didasarkan pada empat belas atribut dan masing-masing atribut diberikan bobot 1 sampai 5, sebagai berikut : a.
Jawaban sangat baik diberi bobot 5.
b.
Jawaban baik diberi bobot 4
c.
Jawaban cukup baik diberi bobot 3
d.
Jawaban kurang baik diberi bobot 2
e.
Jawaban tidak baik diberi bobot 1
Tabel 1. Operasional Variabel Kepuasan Publik Variabel Kualitas pelayanan dalam program tanggung jawab sosial perusahaan
Dimensi Reliability (kemampuan perusahaan melaksanakan program sesuai dengan janji yang diberikan) Responsivenees (kecepatan dan ketanggapan perusahaan dalam memberikan pelayanan/program) Assurance (Keramahan dan kesopanan source/perusahaan serta sifat dapat dipercaya)
1. 2.
3. 4. 5.
6. 7. 8.
Emphaty (kepedulian perusahaan dalam memberikan pelayanan)
9. 10. 11.
Tanggible 12. (penampilan fisik dari pelayanan perusahaan. 13. 14.
Indikator Ketepatan perusahaan memenuhi janji sesuai dengan waktu yang disepakati Kesesuaian program atau kegiatan dengan janji yang diberikan
Kesigapan perusahaan untuk cepat tanggap dalam menghadapi masalah yang timbul Kesigapan perusahaan untuk cepat tanggap terhadap keluhan yang disampaikan Kemampuan source/perusahaan tentang pengetahuan dan informasi terhadap suatu program yang ditawarkan/ dilaksanakan. Keterampilan teknik dalam melasanakan suatu program Keramahan dan kesopanan perusahaan kepada masyarakat Kejujuran perusahaan dalam memberikan informasi (transparansi) Memberikan perhatian secara individu/kelompok kepada publik Sikap petugas teknis dalam melaksanakan tugasnya Sikap petugas/perusahaan menerima keluhan maupun pengaduan kepada perusahaan. Kenyamanan hubungan perusahaan dengan publik terpelihara secara baik Ketersediaan bangunan fisik (sarana prasarana) berdasarkan kesepakatan. Kemampuan perusahaan melasanakan program dapat menambah pengetahuan dan keterampilan publik.
Dengan demikian, penentuan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja perusahaan melalui penerapan program tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebagai berikut :
a.
Sangat puas, apabila total skor = 58,8 – 70
b.
Puas, apabila total skor bergerak dari = 47,6 – 58,8.
c.
Cukup puas, apabila total skor bergerak dari = 36,4 – 47,6
d.
Kurang puas, apabila total skor bergerak dari = 25,2 – 36,4.
e.
Tidak puas, apabila total skor bergerak dari = 14 – 25,2
3.
Perilaku Konflik
Konflik adalah merupakan bentuk pertentangan karena ada perbedaan dalam kebutuhan, nilai, motivasi perilaku yang terlibat di dalamnya (Liliweri, Alo. 2005). Konflik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah konflik yang terjadi antara masyarakat adat Teluk Bintuni dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Tingkat konflik diukur berdasarkan intensitas terjadinya konflik dan tipe konflik. a.
Intensitas konflik adalah banyaknya konflik yang terjadi antara masyarakat adat dengan perusahaan.
b.
Tipe konflik merupakan bentuk konflik yang terjadi. Yang terbagi ke dalam tanpa konflik, konflik laten, dan konflik terbuka. a. Konflik laten adalah jenis konflik yang sifatnya tersembunyi dan untuk penangannya perlu diangkat ke permukaan agar penangannya lebih efektif. Dicirikan dengan adanya tekanan yang tidak tampak sepenuhnya berkembang dan belum terteskalisasi kedalam polarisasi konflik yang tinggi. b. Konflik terbuka adalah konflik dimana pihak-pihak yang berselisih secara aktif terlibat dalam perselisihan yang terjadi, mungkin sudah mulai bernegosiasi dan mungkin juga mencapai jalan buntut menuju konsiliasi.
Pengukuran tingkat perilaku konflik dapat diukur dengan melihat tingkat kekerapan perilaku konflik laten dan perilaku konflik terbuka. Pada setiap perilaku diberi skor 1 – 5. Dengan demikian untuk mengukur perilaku konflik secara keseluruhan, skor bergerak dari 2 – 10, dengan penilaian sebagai berikut; a.
Perilaku konflik sangat tinggi, apabila skor 8,4 - 10
b.
Perilaku konflik tinggi, apabila skor 6,8 – 8,4
c.
Perilaku konflik cukup tinggi, apabila skor 5,2 – 6,8
d.
Perilaku konflik kurang, apabila skor 3,6 – 5,2
e.
Perilaku konflik rendah/ tanpa konflik, apabila skor 2 – 3,6
BAB IV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN RESPONDEN
4.1. Letak Georgrafis dan Keadaan Alam Kabupaten Teluk Bintuni
Kabupaten Teluk Bintuni merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah Propinsi Papua Barat yang secara resmi berdiri pada tahun 2002. sebelumnya kabupaten ini merupakan salah satu distrik dari wilayah pemerintah Kabupaten Manokwari. Kabupaten Teluk Bintuni dibagi menjadi 24 Distrik, 115 Kampung dan 2 Kelurahan dengan luas wilayah 18.637 Km2. Kabupaten Teluk Bintuni terletak antara 1057’50” - 3011’26” Lintang Selatan dan antara 132044’59”-134014’49” Bujur Timur. (BPPS, Teluk Bintuni dalam Angka, 2008). Secara rinci, letak geografis kabupaten Teluk Bintuni adalah sebagai berikut: 1) Di Bagian Utara
: 1057’50” Lintang Selatan
2) Di Bagian Selatan
: 3011’26” Lintang Selatan
3) Di Bagian Barat
: 132044’59” Bujur Timur
4) Di Bagian Timur
: 134014’49” Bujur Timur
Kabupaten ini hampir seluruhnya tertutup wilayah payau dan hutan bakau dengan batasan wilayah berbatasan langsung dengan 5 Kabupaten dan 1 Propinsi. Wilayah-wilayah tersebut antara lain Kabupaten Sorong Selatan, Manokwari, Fak fak, Kaimana, Teluk Wondama, dan Kabupaten Nabire propinsi Papua. Hal ini merupakan suatu keuntungan bagi Kabupaten Teluk Bintuni yang memiliki letak strategis. Batasan - batasan wilayah tersebut adalah sebagai berikut :
1) Sebelah Utara
:
Distrik Aifat Timur Kabupaten Maybrat, Distrik Kebar, Testega, Menyambouw dan Sururey Kabupaten Manokwari
2) Sebelah Selatan
:
Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Arguni Kabupaten
Kaimana
dan
Distrik
Kokas
Kabupaten Fak-fak. 3) Sebelah Barat
:
Distrik Kokoda Kabupaten Sorong Selatan dan Distrik Aifat Timur Kabupaten Maybrat.
4) Sebelah Timur
:
Distrik Ransiki Kabupaten Manokwari, Distrik Wamesa, Distrik windesi, serta Distrik Wasior Kabupaten Teluk
Wondama dan Distrik Yaur
Kabupaten Nabire Secara keseluruhan kawasan Teluk Bintuni berada pada ketinggian 0 – 2000 meter dpl. Sepertiga wilayahnya adalah daerah rawa-rawa yang ditumbuhi hutan sagu dan bakau. Sepertiga wilayahnya juga ditutupi oleh hutan rimba dan sisanya merupakan lereng terjal. Kemiringan lahan di kawasan ini bervariasi mulai kemiringan 0 – 2 persen hingga 14 – 40 persen. Iklim di wilayah Teluk Bintuni merupakan iklim tropis monsoon yang dicirikan oleh kondisi suhu dan kelembaban udara yang tinggi sepanjang tahun atau tropik basah dan memiliki suhu udara berkisar dari 20° - 38°C. Kampung Weriagar dan Kampung Mogotira merupakan unit administrasi dari distrik Arandai, manun sekarang telah dimekarkan menjadi distrik Weriagar. Kampung Weriagar dan Kampung Mogotora terletak di pantai bagian utara dari
Teluk Bintuni dalam lahan yang menjadi hak ulayat tujuh klen; Kutanggas, Patiran, Srowat, Hindom, Frabun, Yare dan Bauw. Tujuh klien ini memiliki hak adat atas tanah pada kedua kampung tersebut. Kampung Weriagar dan Kampung Mogotira hampir seratus persen dititupi oleh daerah rawa. Keadaan ini membuat masyarakat pada kedua kampung ini hanya memiliki rumah panggung dan berjalan diatas panggung jembatan kayu atau papan yang dibangun oleh masyarakat untuk menghubungkan rumah-rumah warga. Kedua kampung ini, diapit oleh satu sungai yaitu sungai Weriagar. Pada umumnya sungai-sungai yang bermuara di Teluk Bintuni, pada waktu surut hanya perahu-perahu kecil yang dapat melewati jalur masuk muara sungai yang kedalamannya kurang dari satu meter dan memiliki warna air sungai keruh atau kuning kecoklatan. Hal ini mengakibatkan tranportasi di wilayah ini sangat tergantung pada pasang surutnya air.
4.2. Kependudukan
Data jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga hanya bisa didapat dari Sensus Penduduk (SP) dan Survei Penduduk antar Sensus (SUPAS), dimana Sensus Penduduk dilaksanakan pada tahun-tahun yang berakhiran nol, sedangkan SUPAS dilaksanakan pada tahun yang berakhiran lima. Dengan demikian, untuk tahun-tahun yang berakhiran selain nol dan lima, jumlah penduduk diperoleh dari hasil proyeksi dan pendekatan hasil-hasil survei terkait. Berdasarkan proyeksi tersebut, jumlah penduduk Kabupaten Teluk Bintuni pada Tahun 2008 diperkirakan mencapai 55.049 jiwa yang terdiri dari 31.281 laki-laki dan 23.768 perempuan. Jumlah ini meningkat sebesar 2,58 persen dari tahun sebelumnya
(53.665 Jiwa), peningkatan atau pertumbuhan penduduk ini merupakan pertumbuhan penduduk tertinggi dibandingkan dengan kabupaten
atau kota
lainnya di Papua Barat. Peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan dan terus bertambah setiap tahun belum diimbangi dengan penyebaran penduduk. Sebagian besar penduduk Kabupaten Teluk Bintuni masih terpusat di Distrik Bintuni sekitar 30,82 persen. Hal ini dikarenakan Distrik Bintuni merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Banyaknya rumah tangga pada tahun 2008 tercatat sebesar 13.551 rumah tangga dengan rata-rata besarnya anggota rumah tangga 4,06. Jumlah ini mengalami peningkatan 5,41 persen dari tahun sebelumnya (12.855 rumah tangga). (BPPS, Teluk Bintuni dalam Angka, 2008) 4.2.1. Jumlah Kepala Keluarga (KK) dan Jiwa di Daerah Penelitian
Jumlah penduduk pada daerah penelitian di kampung Weriagar adalah 715 jiwa dengan jumlah kepala keluarga atau rumah tangga adalah 129 KK sedangkan kampung Mogotira berjumlah 530 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 84 KK. 4.2.2.
Komposisi Penduduk Menurut Agama
Komposisi penduduk menurut Agama di kampung Weriagar dan Mogotira dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.
No. 1. 2. 3.
Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005.
Agama Islam Katolik Protestan Total
Weriagar Jumlah Persentase Jiwa (%) 355 49,65 343 47,97 17 2,28 715 100,00
Sumber : Laporan Penelitian Unipa, 2005
Mogotira Jumlah Persentase Jiwa (%) 6 1,13 511 96,42 13 2,45 530 100,00
Komposisi penduduk berdasarkan agama di kedua tempat penelitian relatif berbeda. Di kampung Weriagar terlihat bahwa penduduk terbanyak adalah yang beragama Islam, namun jumlahnya hampir seimbang dengan penduduk yang beragama Katolik, sedangkan di kampung Mogotira mayoritas penduduknya beragama Katolik. Letak kedua kampung ini saling berdekatan bahkan hanya dibatasi oleh jalan yang memiliki lebar kurang lebih 1,5 M namun masyarakat pada kedua kampung ini memiliki toleransi beragama sangat tinggi. Hal ini dikarenakan mereka masih seketurunan atau memiliki hubungan darah bahkan semarga. 4.2.3. Komposisi Penduduk Menurut Umur
Komposisi penduduk menurut umur di kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3.
No. 1. 2. 3.
Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005.
Kelompok Umur (tahun) < 15 15 – 54 > 54 Total
Weriagar Jumlah Persentase Jiwa (%) 251 35,10 443 61,96 21 2,94 715 100,00
Mogotira Jumlah Persentase Jiwa (%) 248 46,79 267 50,38 15 2,83 530 100,00
Sumber : Laporan Penelitian Unipa, 2005 Tabel 3 menunjukan bahwa sebagian besar penduduk di kedua kampung penelitian tergolong dalam usia produktif.
Mereka ini merupakan tenaga
potensial untuk dapat dilibatkan dalam berbagai kegiatan pembangunan termasuk direkrut menjadi karyawan perusahaan BP LNG Tangguh yang sedang beroperasi mengambil hasil sumber daya alam gas bumi di wilayah adat mereka.
4.2.4. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin pada kedua daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.
No.
Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005. Jenis Kelamin
1. 2.
Laki-laki Perempuan Total
Weriagar Jumlah Persentase Jiwa (%) 454 63,50 261 36,50 715 100,00
Mogotira Jumlah Persentase Jiwa (%) 278 52,45 252 48,65 530 100,00
Sumber : Laporan Penelitian Unipa, 2005 Tabel 4 menunjukan bahwa sebagian besar penduduk di kedua kampung adalah laki-laki. Rasio laki-laki terhadap perempuan
di kampung Weriagar
adalah 1 : 1,74. artinya untuk setiap 174 laki-laki terdapat 100 perempuan. Dengan demikian kampung Weriagar didominasi oleh kaum laki-laki. Berbeda dengan rasio laki-laki terhadap perempuan di kampung Mogotira yang cenderung seimbang walaupun jumlah laki-laki masih melebihi jumlah kaum perempuan yaitu 1 : 1,10. atinya untuk setiap 110 laki-laki terdapat 100 perempuan. 4.2.5. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Komposis penduduk menurut tingkat pendidikan di kedua kampung penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5.
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005. Tingkat Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA/SMK Perguruan Tinggi Total
Weriagar Jumlah Persentase (%) Jiwa 247 348 87 28 5 715
Sumber : Laporan Penelitian Unipa, 2005
34,5 48,7 12,1 4,0 0,7 100,00
Mogotira Jumlah Persentase (%) Jiwa 162 260 67 37 4 530
30,5 49,0 12,7 7.0 0,8 100,00
Tabel 5. menunjukan bahwa sebagian besar penduduk di kampung Weriagar dan Mogotira berpendidikan rendah. Sebagian besar penduduknya hanya memiliki pendidikan tertinggi adalah SD. Hal ini disebabkan fasilitas sekolah yang tersedia hanya SD dan letak kedua kampung yang jaraknya sangat jauh dari ibu kota kabupaten yang memiliki fasilitas sekolah lengkap serta harus menempuh perjalanan laut kurang lebih 60 mil. Kondisi ini membuat banyak anak-anak usia sekolah tamat SD sudah tidak melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. 4.2.6. Komposisi Penduduk Menurut Matapencaharian
Komposisi penduduk menurut matapencaharian pada ke dua kampung penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6.
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Matapencaharian di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005. Matapencaharian Petani Nelayan Pegawai Wiraswata Meramu Total
Weriagar Jumlah Persentase (%) Jiwa 13 1,68 323 45,17 21 2,94 93 13,01 265 37,20 715 100,00
Mogotira Jumlah Persentase (%) Jiwa 12 2,26 297 56,04 31 5,85 4 0,75 186 35,10 530 100,00
Sumber : Laporan Penelitian Unipa, 2005 Tabel 6 menunjukan sebagian besar masyarakat di kampung Weriagar dan Mogotira bermatapencaharian sebagai nelayan meyusul sebagai peramu. Yang termasuk nelayan adalah mereka yang berusaha memperoleh hasil laut seperti ikan dan udang. Biasanya hasil tangkapan mereka terutama udang di jual Rp. 25.000 – Rp. 35.000,- per kilo kepada pedagang-pedagang pengumpul yang datang dengan kapal mereka langsung ke kampung atau tempat pencaharian
mereka.
Sedangkan mereka yang sebagai peramu adalah yang mengambil
langsung dari alam untuk kebutuhan sehari-hari saja, seperti menokok sagu dan juga menangkap ikan dengan peralatan sederhana untuk keperluan konsumsi saja. Hal ini disebabkan tidak ada fasilitas pasar dan kedudukan kampung yang sangat jauh dari kota atau tempat perekonomian. Sebagian lagi adalah mereka yang bermatapencaharian sebagai pegawai, wiraswasta dan petani.
Yang termasuk
pegawai adalah pegawai negeri sipil (PNS), pensiunan PNS, aparat desa, tenaga kesehatan seperti medis dan petugas KB. Mereka yang wiraswasta adalah adalah mereka yang berusaha mandiri dalam bidang penjualan barang, konstruksi bangunan, dll. Sedangkan yang sebagai petani adalah mereka yang berusaha dibidang tanaman pangan. Namun karena kondisi daerah yang berawa maka pada umumnya mereka tidak berusaha tani dalam skala besar. 4.2.7. Komposisi Penduduk Menurut Suku atau Keaslian Penduduk
Komposisi penduduk menurut suku atau keaslian penduduk di kedua kampung penelitian terbagi atas penduduk asli, penduduk Papua dan penduduk non Papua.
Penduduk asli adalah masyarakat adat yang berasal dari daerah
penelitian dan memiliki hak adat di daerah tersebut. Penduduk Papua adalah penduduk orang Papua yang berasal dari luar darah penelitian atau tidak berasal dari darah penelitian serta tidak memiliki hak adat di daerah tersebut. Sedangkan penduduk non Papua adalah penduduk yang bukan orang asli Papua atau penduduk pendatang dari luar daerah Papua. Komposisi penduduk menurut suku atau keaslian penduduk di kedua kampung penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7.
No. 1. 2. 3.
Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku atau Keaslian Penduduk di Kampung Weriagar dan Mogotira tahun 2005. Matapencaharian Penduduk Asli Papua Non Papua Total
Weriagar Jumlah Persentase Jiwa (%) 633 88,53 13 1,82 69 9,65 715 100,00
Mogotira Jumlah Persentase Jiwa (%) 463 87,36 29 5,47 38 7,17 530 100,00
Sumber : Laporan Penelitian Unipa, 2005 Tabel 7 menujukan bahwa sebagian besar penduduk di kedua kampung penelitian adalah penduduk setempat atau penduduk asli, menyusul penduduk pendatang non Papua dan penduduk pendatang asal Papua. Penduduk pendatang non papua pada umumnya berasal dari suku Bugis, Makasar, Seram, Buton, Sunda dan Tanimbar. Mereka ini tinggal dan menempati kedua kampung ini karena bermatapencaharian sebagai pedagang dengan pekerjaan sampingan sebagai nelayan. Sedangkan suku asal Papua adalah suku Maybrat, Kokoda, Raja Ampat. Mereka umumnya datang sebagai tukang buruh bangunan bahkan tinggal dan menetap karena ada perkawinan campur dengan penduduk asli setempat. 4.3. Keadaan Sosial Ekonomi.
Keadaan sosial ekonomi meliputi keadaan pendidikan, kesehatan, keagamaan, perumahan, perekonomian. 4.3.1. Keadaan Pendidikan
Kemampuan masyarakat untuk mengelola sumberdaya manusia dan sumberdaya alam sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Pengetahuan dan pengalaman tersebut diperoleh melalui pendidikan formal dan non formal serta informal yang diperoleh semasa hidupnya.
Keadaan pendidikan di kedua kampung cukup memperihatinkan. Fasilitas pendidikan pada kedua kampung ini sangat minim karena hanya tersedia gedung sekolah SD.
Fasilitas SD hanya berada di kampung Mogotira sedangkan
kampung Weriagar tidak memiliki fasilitas gedung sekolah SD. Karena jarak kedua kampung yang berdekatan maka sebagian besar murid kampung Weriagar bersekolah pada fasilitas SD yang berada di kampung Mogotira. SD di kampung Mogotira memiliki enam ruangan kelas dan tiga guru tetap yang menangani 195 siswa dan siswi, yang artinya perbandingan guru terhadap murid adalah 1 : 65 dan masing-masing guru harus mengajar pada dua kelas. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa beban mengajar guru cukup besar yang dapat menyebabkan proses belajar mengajar kurang efektif dan efisien. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi mutu pendidikan yang cenderung rendah dan memperihatinkan di ke dua daerah tersebut. Keadaan ini lebih didukung lagi oleh rendahnya kesadaran anak untuk bersekolah. Demikian juga kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya juga rendah. 4.3.2. Keadaan Kesehatan
Produktivitas kerja seseorang turut ditentukan oleh tingkat kesehatannya. Karena pentingnya faktor kesehatan ini, perlu diperhitungkan secara baik dalam setiap program pembangunan. Fasilitas kesehatan pada kedua daerah penelitian ini sangat terbatas. Kampung Mogotira dan Kampung Weriagar masing-masing memiliki satu puskesmas pembantu (Pustu) dan satu posyandu di kampung Weriagar. Fasilitas tenaga medis di kedua kampung ini sangat minim, dimana tidak memiliki dokter tetapi hanya memiliki satu mantri yang bertugas pada puskesmas pembantu di
kedua kampung tersebut. Mantri ini dibantu oleh lima dukun beranak yang berada di kampung Weriagar. Penyakit yang umumnya diderita oleh masyarakat di kedua kampung ini adalah Malaria dan Diare. Hal ini didukung oleh kondisi sanitasi yang kurang baik sehingga mempermudah hidupnya larva nyamuk malaria dan bakteri diare. 4.3.3. Keadaan Keagamaan.
Ketersediaan fasilitas keagamaan yang tersedia untuk agama masingmasing kampung cukup memenuhi kebutuhan minimal umat beragama. Fasilitas agama yang tersedia di kampung Weriagar adalah satu buah mesjid yaitu mesjid Al Gasar bagi umat Muslim. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah perkumpulan remaja mesjid dan juga pengajian. Sedangkan bagi umat katolik di kampung Weriagar, biasanya melakukan ibadah pada sebuah gereja di kampung Mogotira. Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan mudika dan sekolah minggu. Walaupun masyarakat di kedua kampung ini berbeda agama, tetapi rasa toleransi antara umat beragama sangat tinggi. Hal ini ditunjukan dengan adanya kerjasama antara umat Muslim dan Katolik atau Kristen pada saat merayakan hari raya Idul Fitri maupun Natal. 4.3.4. Keadaan Perumahan
Keadaan perumahan yang meliputi bentuk rumah, luas rumah, fasilitas air, kamar mandi/WC dan penerangan merupakan indikator tingkat kesehatan masyarakat sekaligus menggambarkan taraf hidup masyarakat yang bersangkutan. Keadaan perumahan di kedua kampung penelitian hampir sama atau tidak ada perbedaan yang menyolok. Semua rumah di kedua kampung berbentuk non permanen, yaitu rumah panggung yang berlantai kayu, berdinding kayu atau
papan dan beratap seng atau beratap daun sagu. Luas rumah relatif sama dengan rata-rata ukuran 6 x 7 m, semua rumah dibuat panggung karena kondisi tanah yang berawa bahkan bisa digenangi air setinggi 0,5 m – 1 m jika berair pasang. Air yang digunakan masyarakat di daerah penelitian atau kawasan utara teluk Bintuni
umumnya berwarna coklat kekuning-kuningan. Sumber air
diperoleh dari sungai Weriagar atau biasanya mereka mengambil dari pinggiran rumah mereka jika terjadi air pasang. Air ini digunakan untuk berbagai keperluan MCK (mandi, cuci, kakus), sedangkan air minum masyarakat menggunakan air tadah hujan yang ditampung pada tong-tong penampungan air minum. Kondisi ini membuat masyarakat di kedua kampung sangat memerlukan air bersih untuk kesehatan. Sedangkan fasilitas penerangan untuk menerangi rumah mereka umumnya menggunakan lampu listrik yang bersumber dari mesin genset, lampu petromaks dan pelita. 4.3.5. Keadaan Perkonomian
Aktivitas sehari-hari turut ditentukan oleh tersedianya kebutuhan fisiologis penduduk, terutama sandang, pangan dan papan. Kebutuhan sandang penduduk di kedua kampung dipenuhi dari luar kampung mereka. Kebutuhan papan apa adanya, juga disediakan mereka sendiri dengan bahan atau alat dari luar dan bahan lokal.
Ketersediaan kebutuhan ekonomi ini sangat menentukan
keberhasilan pelaksanaan program pembangunan kampung, karena itu, pelaksana pembangunan kampung senantiasa memperhatikan ketersediaan kebutuhan pokok ini, dengan harga yang wajar dan dapat dijangkau oleh masyarakat setempat.
Rata-rata pendapatan masyarakat per bulan di kedua kampung terutama yang bermata pencaharian sebagai karyawan perusahaan BP atau nelayan udang cukup besar lebih dari Rp. 2.000.000,- per bulan, tatapi jumlah ini tidak dapat mencukupi kebutuhan pokok mereka setiap bulannya. Hal ini disebabkan oleh harga barang kebutuhan pokok yang meningkat dua kali lipat dari harga biasanya di kota kabupaten Teluk Bintuni atau Manokwari. Pedagang beralasan bahwa harga barang meningkat disebabkan biaya transportasi yang cukup besar karena barang-barang dagangan tersebut di beli dari kota kabupaten yang jaraknya kurang lebih 60 mil dengan menggunakan kapal kayu atau motor jonson dengan resiko kerugian yang cukup berat jika pengiriman barangnya pada saat musim ombak atau angin selatan. Fasilitas ekonomi di kedua kampungpun masih minim. Belum adanya fasilitas pasar untuk masyarakat setempat melakukan transaksi jual beli. Yang tersedia hanya kios-kios berukuran kecil atau sedang. Di kampung Weriagar hanya tersedia satu kios, sedangkan di kampung Mogotira terdapat tiga kios. Kios-kios ini umumnya dimiliki oleh masyakat pendatang non Papua. 4.4. Keadaan Kelembagaan Kampung.
Kelembagaan di kedua kampung penelitian terdapat kelembagaan pemerintah dan kelembagaan adat. Pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat di kampung merupakan tanggung jawab kepala kampung dan aparatnya. Hasil-hasil pembangunan yang dicapai kepala kampung dan aparatnya merupakan kekuatan dan landasan kokoh bagi pembangunan tahap berikutnya. Selain dari pada itu, kepala kampung memegang kendali penting dalam berbagai upaya pelaksanaan pembangunan di kampung tersebut. Struktur
pemerintahan kampung atau desa cukup berfungsi pada kedua kampung tersebut. Terdapat kepala kampung, sekertaris kampung, kepala urusan dan lembagalembaga sosial kampung, Baperkam dan Keamanan kampung. Kampung Weriagar dan Mogotira memiliki fasilitas kantor desa dan balai pertemuan. Namun fasilitas seperti alat tulis kantor, mesin ketik dan lain-lain masih sangat terbatas. Administrasi desa seperti registrasi desa, papan data desa dan lain-lain tidak dibuat. Dalam keadaan ini, sangat sulit diharapkan mereka memberikan pelayanan yang optimal kepada berbagai pihak yang membutuhkan. Kelembagaan adat menjadi penting di Papua setelah diberlakukannya UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua. Setiap kampung memiliki tokoh-tokoh yang terdiri dari kepala suku, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, tokoh agama, tokoh pendidikan dsb. Kelembagaan adat hadir dengan sebutan LMA (Lembaga Masyarakat Adat). Lembaga ini banyak terlibat bersama-sama kepala suku dan kepala kampung dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan peristiwa pidana dan perdata adat. Pada kedua daerah penelitian, belum terdapat kantor LMA yang permanen. Pembentukan kelembagaan adat juga belum dilakukan secara lengkap, sementara ini baru ada ketua dan sekertaris LMA. 4.5. Profil Proyek Tangguh BP LNG Tangguh dan Program CSR
Proyek Tangguh adalah proyek eksplorasi gas alam di Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, yang dioeprasikan oleh BP, sebuah perusahaan minggas internasional asal Inggris. Sebenarnya eksplorasi sumber daya alam di Teluk Bintuni telah dimulai sejak lebih dari 60 tahun yang lalu, tapi baru pada pertengahan tahun1990an ditemukan beberapa sumur gas alam di sana, termasuk
dua sumur raksasa yaitu Weriagar (ditemukan tahun 1994) dan Vorwata (ditemukan tahun 1997). Setelah mengakuisisi ARCO (perusahaan yang melakukan eksplorasi sebelumnya) pada tahun 2000, dan mendapat persetujuan sebagai kontraktor bagi hasil dari Pemerintah Indonesia pada tahun 2005, BP telah mulai membangun proyek eksplorasi gas alam Tangguh di Teluk Bintuni, termasuk pembangunan unit pemprosesan gas alam menjadi LNG di pantai selatan teluk tesebut. Proyek Tangguh menelan biaya tidak kurang dari US$ 5 milyar, dan rencananya akan mulai memasuki fase produksi di tahun 2008. Tangguh diperkirakan mampu memproduksi 7,6 juta metric ton LNG per tahun, yang akan dikirim untuk memenuhi pesanan dari empat pelanggan: Proyek Fujian LNG di China, K-Power di Korea, POSCO di Korea, dan Sempra Energy di Meksiko. Dalam kontrak bagihasil Proyek Tangguh, Pemerintah Indonesia mendapat bagian 62 persen sedangkan BP mendapat 38 persen. Proyek Tangguh menghadirkan kesempatan sekaligus tantangan yang besar bagi BP. Ketersediaan gas alam di Teluk Bintuni sangat besar, diperkirakan mencapai 14,4 trilyun cubic feet secara keseluruhan, namun untuk mengambil dan mengolahnya diperlukan banyak perhatian terhadap isu-isu sosial dan lingkungan.
Salah
satunya,
daerah
Teluk
Bintuni
sangat
kaya
akan
keanekaragaman hayati (sehingga harus di jaga), namun juga meruapakan salah satu daerah yang paling terbelakang di Indonesia (sehingga menimbulkan potensi konflik/kecemburuan sosial yang besar). Bila tantangan-tantangan ini dapat diatasi dengan baik, maka BP berharap proyek Tangguh dapat memperoleh kepercayaan untuk mengembangkan usaha LNG-nya di seluruh dunia.
Mengatasi tantangan ini bukan hal yang mudah. WALHI ( Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dan Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) dalam siaran pers bersama bulan Desember 2005 mengkritik Tangguh sebagai ”proyek yang dalam pelaksanaannya banyak menimbulkan dan menyimpan permasalahan besar. Sejumlah permasalahan mulai dari Pelaksanaan dan Perlindugan HAM, kerusakan sosial ekologis hingga tidak terselesaikannya urusan jual beli tanah masih terus membayangi proyek tersebut.” Unit pengolahan LNG Tangguh memang membutuhkan lahan dalam jumlah besar (mencapai 3.200 hektar) yang mengharuskan terjadinya pembebasan lahan dari masyarakat/kelompok adat dengan kompensasi ganti-rugi. Jumlah kompensasi inilah yang dianggap tidak adil oleh WALHI, misalnya tanah yang dibeli dari tiga marga di Tanah Merah pada tahun 1999 hanya dihargai Rp. 15,per meter persegi. Selain itu, urusan dengan kelompok-kelompok masyarakat adat yang ingin mendapat pengakuan dan penghargaan yang memadai dari proyek Tangguh juga tidak sederhana. Salah satunya, sebagaimana dikutip Satu Dunia, sebagaian masyarakat sekitar menuntut pemerintah untuk mengakui bahwa sumur-sumur gas yang dikelola Tangguh adalah milik suku besar sebyar (suku yang berdomisili di daerah utara teluk Bintuni). Akibatnya, selain menuntut bahwa BP Tangguh harus membayar ”uang adat Rp 60 milyar untuk 6 sumur, masyarakat juga menuntut mendapat 30% dari bagi hasil yang diterima pemerintah digunakan untuk pembangunan dan pengembangan masyarakat suku besar Sebyar.
Berbagai tantangan ini, sebagaimana di sampaikan oleh Manager Papua Affair (Manajer Urusan Papua) BP Indonesia, Erwin Maryoto, menunjukkan bahwa ”BP masuk dan beroperasi di Papua dengan risiko besar, mempertaruhkan nama besar dan reputasinya sebagai perusahaan minyak gas dunia. Dengan demikian kehadirannya harus diikuti keberhasilan dalam program-program sosial yang menyentuh langsung masyarakat. Memang diakui masih ada pihak yang merasa belum diperhatikan, namun pihak perusahaan akan terus berupaya melakukan sesuatu bermanfaat” Untuk menunjukkan komitmennya membangun kawasan yang terkena dampak langsung dari Proyek Tangguh, BP Indonesia mengembangkan Program Sosial Terpadu (Integrated Social Program atau ISP) sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. ISP terdiri dari sembilan komponen program, yaitu Relokasi Permukiman, Pengembangan Livelihoods (sarana penghidupan), Pengembangan Usaha, Penguatan Usaha, Manajemen Tenaga Kerja, Pendidikan, Pelatihan Kejuruan, Urusan Migrasi/Pendatang, dan Unit Kesehatan Komunikasi. Program ISP yang terlihat nampak dilakukan pada dua daerah penelitian yaitu kampung Weriagar dan Mogotira adalah Pengembangan Livelihoods (sarana penghidupan) yaitu berusaha meningkatkan sarana penghidupan masyarakat di sekitar Proyek Tangguh dengan cara pengembangan Rencana Kerja Komunitas (Community Action Plan atau CAP). Program ini dilaksanakan di sembilan desa yang terkena dampak langsung dari proyek Tangguh, yaitu Weriagar, Mogotira, Tomu, Ekam, Taroi, Tomage-Otoweri, Saengga, Tanah Merah dan Tofoi. CAP dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat desa untuk merencanakan dan mengelola pembangunan di desanya sendiri.
Program CAP menyediakan dana sebanyak US$ 30.000 per tahun selama sepuluh tahun bagi desa-desa yang terkena dampak langsung. Dana ini dapat digunakan sebagaimana ditentukan sendiri oleh komunitas melalui proses perencanaan yang partisipatif (melibatkan semua warga) untuk mengidentifikasi kebutuhan, memprioritaskannya, merencanakan, dan melaksanakan programprogram pembangunan komunitas. Proyek Tangguh menyediakan fasilitator CAP untuk menstimulasi dan membantu proses perencanaan dan penulisan proposal yang dilakukan setiap tahun. Sejauh ini, dana dari program CAP telah digunakan secara beraneka ragam, tergantung kebutuhan komunitas. Kebanyakan telah digunakan untuk memperbaiki infrastruktur desa, misalnya jalan desa, jembatan, pelabuhan kecil, dan beberapa fasilitas seperti klinik, gereja, dan masjid. Di tingkat rumah tangga, dana telah digunakan untuk membangun WC dan teknologi pengairan yang menampung air hujan. Dana CAP juga digunakan untuk memperbaiki berbagai sarana/cara
penghidupan,
misalnya
untuk
membeli
peralatan
pertanian,
perlengkapan perikanan, dan peralatan yang menunjang usaha kecil seperti mesin jahit dan peralatan memasak. 4.6. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari karekteristik responden berdasarkan umur, agama, tingkat pendidikan terakhir, pekerjaan dan jumlah anggota keluarga.
4.6.1. Komposisi Responden Berdasarkan Umur
Umur adalah lama waktu hidup dari sejak dilahirkan. Umur dalam penelitian ini terbagi atas umur produktif dan umur non produktif. Komposisi responden berdasarkan umur disajikan pada Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Komposisi Responden Berdasarkan Umur Umur (Thn) 15 – 55 > 55 Jumlah
Jumlah (KK) 53 7 60
Nisbah (%) 88,33 11,67 100,00
Dari tabel 8 diatas, diketahui sebagian besar responden berusia produktif. Sedangkan hanya sebagian kecil berusia non produktif. Sekalipun mereka digolongkan dalam usia non produktif, tetapi pada umumnya mereka masih bekerja secara produktif untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sebagai nelayan tangkap tradisional. 4.6.2. Komposisi Responden Berdasarkan Agama.
Komposisi responden berdasarkan agama disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Komposisi Responden Berdasarkan Agama Agama Islam Katolik Kristen Protestan Budha Hindu Jumlah
Jumlah (KK) 16 44 60
Nisbah (%) 26,67 73,33 100,00
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden beragama Katolik. Hal ini disebabkan ajaran agama Katolik lebih dulu masuk di kampung Weriagar dan Mogotira pada tahun 1938. Sedangkan hanya sebagian kecil responden yang beragama Islam. Di kedua kampung ini, toleransi beragama di antara penduduk
sangat tinggi terutama karena mereka seketurunan bahkan semarga. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa konflik yang terjadi di daerah penelitian bukan berupakan konflik Agama. 4.6.3. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal.
Tingkat pendidikan formal adalah pendidikan yang ditempuh melalui jalur formal seperti SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan formal disajikan pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal Tingkat Pendidikan Formal SD SMP SMA/SMU D3/S1 Jumlah
Jumlah (KK) 37 15 5 3 60
Nisbah (%) 61,67 25,00 8,33 5,00 100,00
Tabel 10 menunjukkan semua responden pernah mengenyam pendidikan, tetapi sebagian besar responden hanya berpendidikan SD. Hal ini disebabkan oleh fasilitas pendidikan yang tersedia pada saat itu hanya SD dan tingkat perekonomian orang tua yang tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, disertai transportasi laut yang sangat susah pada saat itu untuk melajutkan pendidikan ke SMP di ibu kota distrik Bintuni yang berjarak tempuh sekitar ± 60 mil. Selain itu, kurang adanya kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi sehingga mereka lebih memilih anaknya tinggal dan menetap di kampung untuk membantu mereka dalam mencari nafkah dari pada merelakan anaknya merantau bersekolah di negeri orang.
Tabel 10 juga menunjukkan hanya sebagian kecil responden mengenyam pendidikan pada tingkat SLTP, SLTA dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi D3 atau S1. Hal ini disebabkan oleh kesadaran orang tua tentang arti pentingnya pendidikan dan disertai kemauan yang timbul dalam diri pribadi atau responden untuk berani mengambil resiko untuk merantau dan menempuh pendidikan di luar kampung halaman. Selain itu, bagi responden yang berpendidikan sampai pada tingkat perguruan tinggi, ini disebabkan oleh prestasi belajar yang sangat baik pada saat menempuh pendidikan di SD, sehingga mereka dibiayai oleh yayasan Misi Katolik sampai pada tingkat perguruan tinggi. 4.6.4. Komposisi Responden Berdasarkan Matapencaharian.
Matapencaharian merupakan sumber utama pencaharian nafkah seseorang untuk memenuhi kebutuhan seseorang.
Mata pencaharian dalam penelitian ini
terbagi atas nelayan, swasta/karyawan BP LNG Tangguh, dan PNS. Berikut ini Komposisi responden berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 11 di bawah ini. Tabel 11. Komposisi Responden Berdasarkan Matapencaharian Mata Pencaharian Nelayan Swasta. PNS Jumlah
Jumlah (KK) 45 12 3 60
Nisbah (%) 75,00 20,00 5,00 100,00
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden bermatapencaharian sebagai nelayan. Hal ini disebabkan oleh kampung Mogotira dan kampung Weriagar letaknya dipinggiran garis pantai dan sudah secara turuntemurun memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Sedangkan hanya sebagian kecil responden yang bermatapencaharian di sektor swasta dan sebagai PNS.
Mereka umumnya bekerja sebagai karyawan BP LNG Tangguh serta bekerja di kantor DIstrik Weriagar. 4.6.5.
Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan.
Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penerimaan tunai yang diperoleh setiap bulan dari hasil pekerjaannya. Berikut ini Komposisi responden berdasarkan pendapatan disajikan pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12. Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan Pendapatan (Rp/bulan) < Rp. 2.000.000. 2.000.000. - 5.000.000. > 5.000.000. Jumlah
Tabel 12. menunjukkan bahwa
Jumlah (KK) 26 22 12 60
Nisbah (%) 43,33 36,67 20,00 100,00
sebagian responden memiliki kisaran
pendapatan kurang dari Rp. 2.000.000,- hal ini disebabkan oleh faktor usia sehingga membuat banyak nelayan yang sudah mulai jarang mencari ikan, selain itu disebabkan terbatasnya alat tangkap, seperti hanya menggunakan jaring ikan dan perahu tradisional. Kisaran Rata-rata pendapatan dari hasil tanggkapan jika dijual berkisar antara Rp. 30.000,- sampai Rp. 50.000,-/hari. Tabel 13 juga menunjukkan terdapat responden memiliki kisaran pendapatan antara Rp.2.000.000.- sampai Rp.5.000.000,-. Meraka ini pada umumnya bekerja sebagai karyawan Perusahaan BP LNG Tangguh. dan sebagian lagi sebagai nelayan yang sudah memiliki alat tangkap yang memadai. Disisi lain, terdapat juga sebagian kecil responden yang memiliki pendapatan di atas Rp.5.000.000,-.
Hal ini disebabkan mereka bekerja sebagai nelayan yang
berorientasi komersil. Pada umumnya mereka memilki alat tangkap yang lebih
lengkap sebagai nelayan udang. Seperti jaring udang dan perahu mesin katinting. Kisaran Rata-rata pendapatan dari hasil tanggkapan udang berkisar antara Rp. 200.000-
sampai 400.000,-/ hari.
Nelayan ini pada umumnya mampu
mendapatkan udang per hari bisa mencapai 5 – 10 kilo, serta dijual langsung kepada pedagang-pedagang pengumpul yang datang langsung ke areal penangkapan mereka dengan harga Rp.35.000,-/Kg. Oleh pedagang pengumpul, udang-udang tersebut di jual lagi pada sebuah perusahaan udang di kabupaten Sorong untuk di ekspor ke Korea, Cina dan Jepang dengan harga per kilo adalah USD 10. Jika dilihat pada tabel diatas, secara jumlah pendapatan, masyarakat di daerah penelitian tergolong memiliki pendapatan diatas pendapatan rata-rata perkapita di Indonesia tahun 2010 (USD3000) namun hasil tersebut belum bisa mencukupi kebutuhan fisiologisnya, hal ini disebabkan oleh harga kebutuhan pokok dan harga alat-alat produksi yang tinggi seperti jaring udang atau ikan, dan BBM. 4.6.6. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Keluarga
Jumlah keluarga yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah jumlah
keluarga inti yang terdiri dari bapak, ibu dan anak kandung. Berikut ini Komposisi responden berdasarkan jumlah keluarga inti disajikan pada tabel 13 di bawah ini. Tabel 13. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Keluarga Jumlah Anggota Keluarga <5 6 – 10 > 10 Jumlah
Jumlah (Jiwa) 12 36 12 60
Nisbah (%) 20 60 20 100
Tabel 13 menunjukkankan bahwa sebagian besar responden memiliki jumlah keluarga inti berkisar antara enam sampai sepuluh jiwa. Terlihat pula bahwa sebagian kecil responden memiliki keluarga inti yang sangat besar yaitu lebih dari sepuluh jiwa. Hal ini disebabkan oleh kurang
adanya
kesadaran tentang program keluarga berencana (KB), disisi lain adanya beberapa pandangan
dari
masyarakat
yang
menyatakan
bahwa
“Tanah
mereka masih luas sehingga tidak perlu membatasi jumlah anak dan banyak anak banyak rejeki”. Sedangkan sebagian kecil responden lagi yang memiliki jumlah keluarga inti kurang dari lima jiwa, hal ini disebabkan mereka sudah mulai mengerti tentang program Keluarga Berencana (KB) tetapi ada juga disebabkan karena mereka baru menikah.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR/ Corporate Social Responsibility)
Aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan adalah kegiatan-kegiatan menyampaikan pesan-pesan tanggung jawab sosial perusahaan pada berbagai bidang kegiatan CSR kepada masyarakat adat yang bertujuan untuk menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan demi menciptakan kredibilitas perusahaan, menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas) maupun menghindari konflik dengan masyarakat sekitar demi menjaga eksistensi perusahaan di masa akan datang. Aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR di daerah penelitian terdiri dari aktivitas komunikasi yang dilakukan pada lima bidang kegiatan CSR, yaitu bidang kompensasi tanah adat, bidang kesehatan masyarakat, bidang pendidikan dan pelatihan, bidang demand tenaga kerja dan bidang pembangunan sarana prasarana. Untuk menentukan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR, didasarkan pada intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan pada setiap bidang kegiatan CSR. Apabila intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam proses aktivitas komunikasi di setiap bidang semakin efektif, maka secara keseluruhan aktivitas komunikasi yang terjadi di daerah penelitian juga akan semakin efektif, demikian pula sebaliknya.
Secara keseluruhan tingkat aktivitas komunikasi publik melalui program CSR pada masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan BP LNG Tangguh dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini Tabel 14.
Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR Pada Masyarakat Adat di Daerah Penelitian
AKTIVITAS KOMUNIKASI PUBLIK PERUSAHAAN Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi Kategori Kategori Kategori (%) (%) (%) (Selang Skor) (Selang Skor) (Selang Skor) Sangat Tinggi Sangat Sesuai Sangat Sesuai 3,33 (21,1 – 25) (21,1 – 25) (21,1 – 25) Tinggi Sesuai Sesuai 3,33 5,00 (17,1 – 21) (17,1 – 21) (17,1 – 21) Cukup Tinggi Cukup Sesuai Cukup Sesuai 6,67 6,67 (13,1 – 17) (13,1 – 17) (13,1 – 17) Kurang Kurang Sesuai Kurang Sesuai 21,67 33,33 25,00 (9,1 – 13) (9,1 – 13) (9,1 – 13) Rendah Tidak Sesuai Tidak Sesuai 68,33 66,67 60,00 (5 – 9) (5 – 9) (5 – 9) Total 100,00 100,00 100,00
Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor) Sangat Tinggi (63,1 – 75) Tinggi (51,1 – 63) Cukup Tinggi (39,1 – 51) Kurang (27,1 – 39) Rendah (15 – 27)
(%) 13,33 25,00 61,67 100,00
Tabel 14 menunjukkan bahwa secara keseluruhan aktivitas komunikasi publik melalui program tanggung jawab sosial perusahaan di daerah penelitian dikategorikan rendah. Hal ini disebabkan oleh intensitas komunikasi perusahaan dengan masyarakat yang relatif kurang bahkan tidak pernah, teknik komunikasi yang kurang sesuai dalam menggunakan beragam media serta penggunaan model komunikasi yang kurang sesuai. Hal ini dapat menimbulkan efek negatif berupa konflik masyarakat dengan perusahaan sebagai akibat dari timbulnya rasa curiga atau prasangka buruk terhadap perusahaan, kurang adanya komunikasi, keterbukaan informasi yang dibutuhkan serta interpretasi isi pesan yang salah sebagai akibat kurang adanya pemahaman terhadap isi pesan.
Jika aktivitas
komunikasi publik perusahaan melalui program CSR rendah maka tujuan komunikasi untuk membangun hubungan baik perusahaan dengan masyarakat sekitar juga akan tidak tercapai. Untuk itu aktivitas komunikasi publik perusahaan
melalui program CSR perlu ditingkatkan dengan melihat aktivitas komunikasi yang terjadi pada setiap bidang kegiatan CSR. Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di daerah penelitian memiliki intensitas komunikasi dengan perusahaan melalui program CSR secara keseluruhan dikategorikan rendah dan kurang. Ini terjadi pada semua bidang kegiatan CSR. Hal ini disebabkan intensitas perusahan mengadakan pertemuan dengan masyarakat adat untuk membahas program CSR masih sangat sedikit. Pada umumnya jumlah pertemuan dengan masyarakat adat pada setiap bidang kegiatan CSR dilaksanakan hanya satu sampai tiga kali dalam setahun, bahkan tidak pernah dilakukan dalam bidang kompensasi tanah adat. Selain itu, sebagian besar dari responden menyatakan mereka tidak dilibatkan dalam proses komunikasi yang terjadi tetapi hanya diwakili oleh kepala kampung dan aparatnya, serta Panitia Pengembangan Kampung yang dibentuk untuk mengelola dana pengembangan kampung yang diberikan perusahaan sebesar Rp. 300.000.000,- per tahun selama kurun waktu sepuluh tahun. Hal ini membuat banyak warga masyarakat yang lebih cenderung menunjukkan sikap ”malas tahu” sehingga mereka lebih memilih melakukan aktivitas mereka sehari-hari sebagai nelayan dari pada membahas program kerja bersama perusahaan. Menurut Hamad (2005), dalam proses komunikasi, para partisipan dalam komunikasi harus dapat dilibatkan sehingga merasa menjadi bagian dari komunitas dan merasa saling memiliki dari komunitas tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua community Development distrik Weriagar, Hengky Soroat mengatakan ”aktivitas komunikasi oleh perusahaan yang dilakukan di kedua kampung penelitian ini tidak membatasi warga masyarakat atau diwakili oleh kepala kampung dan aparatnya saja tetapi dalam bentuk komunikasi terbuka dengan melibatkan seluruh warga masyarakat kampung”. Hanya saja proses penyampainnya tidak disampaikan secara langsung kepada seluruh warga masyarakat tetapi melewati kepala-kepala kampung. Hal ini menyebabkan terjadi “miss communication” antara perusahaan dengan warga masyarakat adat.
Perusahaan menganggap seluruh warga masyarakat telah
diundang sedangkan masyarakat menganggap mereka tidak diundang oleh perusahaan dan hanya diikuti oleh kepala-kepala kampung saja. Dengan demikian perusahaan harus merubah dan memilih saluran atau media komunikasi yang lebih efektif untuk meningkatkan partisipasi seluruh warga masyarakat dalam program CSR. Hamad (2005) menyatakan bahwa komunikasi jangan dianggap sebagai proses penyampaian pesan yang relatif lancar tanpa hambatan tetapi dalam pendistribusian pesan yang merata di tengah masyarakat (komuniktas), komunikator perlu memilih media yang sesuai dengan efek yang diingikan oleh komunikator, apakah itu efek kognitif, afektif atau efek konatif yaitu partisipasi masyarakat. Hanya sebagian kecil responden yang memiliki intensitas komunikasi tinggi dan cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh jenis pekerjaan atau kedudukan mereka di dalam pemerintahan kampung yang memiliki tugas dan urusan langsung berhubungan dengan perusahaan sehingga mempunyai peluang besar untuk berkomunikasi dengan perusahaan. Pada umumnya mereka adalah kepala
kampung dan aparatnya, masyarakat adat yang bekerja sebagai karyawan perusahaan BP dan termasuk di dalam Panitia Pengembangan Kampung. Terlihat pula dalam Tabel 14, sebagian besar responden dikategorikan menilai teknik komunikasi yang digunakan perusahaan pada keseluruhan kegiatan CSR tidak sesuai dan kurang sesuai.
Hal ini disebabkan perusahaan kurang
menggunakan saluran atau media komunikasi yang beragam dalam memberikan informasi atau pemahaman kepada masyarakat. Selain itu disebabkan juga oleh kondisi daerah yang jauh dari kota, sehingga komunikator susah untuk memperbanyak bahan ajar atau leaflet, brosur, dll sehingga materi yang dibagi hanya terbatas pada orang-orang tertentu saja, seperti ketua kelompok, sekertaris kelompok, aparat kampung, dll. Sutikno (2005) menyatakan penggunaan media yang tidak beragam dalam proses komunikasi tidak akan memperjelas makna materi sehingga tidak dapat dipahami oleh peserta, peserta akan lebih tidak menarik perhatian sehingga tidak menimbulkan motivasi serta peserta akan menjadi bosan. Oleh sebab itu, menurut Effendi (2002) bahwa salah satu komponen komunikasi yang perlu diperhatikan oleh komunikator supaya komunikasi efektif adalah saluran atau media komunikasi yang digunakan. Pemilihan media yang efektif oleh perusahaan dapat mempercepat tercapainya tujuan komunikasi publik dalam bidang-bidang CSR. Tetapi apabila pemilihan media komunikasi tidak efektif, maka masyarakat tidak akan memahami isi pesan dan cenderung berbeda penafsiran atau interpretasi tentang isi pesan tersebut.
Sebagian besar responden dikategorikan menilai model komunikasi yang digunakan perusahaan dalam menyampaikan pesan CSR secara keseluruhan tidak sesuai dan kurang sesuai. Hal ini disebabkan pada umumnya mereka ini tidak terlibat dalam proses komunikasi secara langsung (komunikasi tatap muka) dengan perusahaan. Tetapi ada juga responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan dan menilai model komunikasi kurang sesuai, hal ini disebabkan perusahaan tidak menerapkan model komunikasi partisipatoris pada semua bidang tetapi hanya di bidang-bidang tertentu saja. Model komunikasi dua arah atau partisipatoris umumnya digunakan pada saat penyusunan program kegiatan di bidang kesehatan masyarakat, pendidikan dan pelatihan serta bidang pembangunan sarana prasarana. Dikatakan model komunikasi partisipatoris sebab semua masyarakat diundang untuk lebih berpartisipasi dalam proses komunikasi sampai dengan pengambilan keputusan, dilakukan secara lebih demokratis. Dalam proses komunikasi, tidak hanya ada sumber atau penerima saja. Sumber juga penerima, penerima juga sumber dalam kedudukan yang sama dan dalam level yang sederajat. Karena itu dalam komunikasi partisipatoris aktivitas komunikasi bukan kegiatan memberi dan menerima melainkan "berbagi" atau "berdialog". Isi komunikasi bukan lagi "Pesan" yang dirancang oleh sumber dari atas, melainkan fakta, kejadian, masalah, kebutuhan yang dimodifikasikan menjadi "Tema". Dan tema inilah yang disoroti, dibicarakan dan dianalisa. Semua suara didengar dan diperhatikan untuk dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Maka yang terlibat dalam model komunikasi ini bukan lagi "sumber dan penerima" melainkan partisipan" yang satu dengan yang lain.
Komunikasi partisipatori ini dalam istilah populer sebagai model komunikasi konvergen yang berarti berusaha menuju pengertian yang bersifat timbal balik diantara partisipan komunikasi dalam perhatian, pengertian dan kebutuhan (Dilla, 2007). Pendekatan ini sangat efektif dalam perencanaan pembangunan yang berbasis masyarakat, selain itu pendekatan ini akan meretes jalan
tumbuhnya
kreatifitas
dan
kompetensi
masyarakat
dalam
mengkomunikasikan gagasannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Amri dan Sarosa (2008) bahwa Aliran informasi dua arah antara masyarakat lokal dengan perusahaan merupakan hal penting dari proses pembangunan. Aliran informasi dua arah memperkuat kapasitas masyarakat dengan cara menyediakan media untuk berbagi dan bertukar pengetahuan dan ide. Model komunikasi partisipatori ini sudah sangat efektif digunakan oleh perusahaan BP LNG Tangguh, namun hanya sebagian masyarakat saja yang terlibat dalam proses komunikasi ini, sehingga perusahaan perlu memotivasi semua masyarakat untuk terlibat dalam proses komunikasi khususnya dalam penyusunan program CSR. Nursahid (2008) berpendapat bahwa program CSR atau pemberdayaan SDM yang dilakukan perusahaan
akan dikatakan berhasil jika dalam penyusunan dan pelaksanaan
program diikuti dengan keterlibatan masyarakat yang tinggi. Model komunikasi satu arah terjadi pada bidang kompensasi tanah adat dan demand tenaga kerja. Hal ini disebabkan belum ada feedback (umpan balik) dari perusahaan. Menurut Amri dan Sarosa (2008) aliran informasi satu arah akan menutup dialog yang terbuka untuk membangun hubungan perasaan sebagai suatu komunitas, sedangkan kerahasiaan hanya akan menghasilkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.
Secara rinci, tingkat aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan yang terdiri dari lima bidang aktivitas komunikasi, diuraikan sebagai berikut :
5.1.1. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat
Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kompensasi tanah adat adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan di bidang kompensasi tanah adat atau ganti rugi tanah adat oleh perusahaan kepada masyarakat adat guna menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan demi menciptakan kredibilitas perusahaan, menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas) sehingga menghindari konflik antara masyarakat masyarakat adat dengan perusahaan demi menjaga eksistensi perusahaan di masa akan datang. Unsur ”Pesan” merupakan salah satu komponen komunikasi yang harus diperhatikan supaya aktivitas komunikasi dapat efektif. Pesan yang disampaikan perusahaan hendaknya harus dapat memperhatikan keinginan dan kebutuhan masyarakat, sehingga dapat diterima oleh masyarakat adat tersebut. Masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan BP LNG Tangguh umumnya menginginkan setiap perusahaan yang masuk dan beroperasi di wilayah kawasan adat mereka harus tunduk kepada hukum adat yang berlaku di dalam masyarakat, dengan landasan hukum yang dipegang adalah Undang-undang Otonomi Khusus No. 21 Tahun 2001, yang berisikan perlindungan hak-hak masyarakat adat yaitu pemerintah Provinsi Papua wajib
mengakui,
menghormati,
melindungi,
memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat. Hak masyarakat
adat tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Sebagai implemantasinya, perusahaan yang hendak berinvestasi di wilayah Papua harus juga menghargai hak-hak adat dan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat adat setempat. Keinginan masyarakat adat di daerah penelitian adalah setiap perusahaan yang beroperasi di wilayah adat mereka harus memberikan uang permisi kepada mereka. Hal ini disebabkan bagi mereka, kekayaan alam yang berada diatas tanah adat mereka merupakan pemberian Tuhan atas mereka untuk digunakan bagi kesejahteraan mereka, karena itu setiap tamu atau perusahaan yang mau mengambil dan mengelola sumber daya alam di wilayah adat mereka harus memohon ijin kepada masyarakat adat dengan memberikan uang permisi atau kompensasi tanah adat. Uang permisi yang diminta masyarakat adat di daerah penelitian adalah perusahaan harus membayar setiap sumur gas yang terdapat di daerah adat mereka sebesar 10 milyar per sumur. Pesan ini telah disampaikan oleh masyarakat adat kepada perusahaan BP LNG Tangguh pada saat mulai beroperasi atau melakukan sosialisai dengan masyarakat setempat pada tahun 1997 – 2002 berupa proses penyusunan AMDAL.
Namun sampai dengan penelitian ini dilaksanakan, mereka belum
mendapat jawaban dari perusahaan tentang hal ini. Perusahaan hanya memberikan dana pengembangan kampung kepada setiap kampung yang terkena dampak langsung di bagian utara teluk Bintuni sebesar Rp. 300.000.000,- / tahun selama kurun waktu sepuluh tahun untuk digunakan bagi pembangunan dan pengembangan masyarakat kampung, selain itu pemberian dana ini sebagai akibat
dari munculnya konflik masyarakat di bagian utara teluk Bintuni dengan perusahaan karena meresa dianak tirikan atau tidak diperhatikan dalam hal pembangunan kampung sehingga terjadi perbedaan pembangunan kampung yang ada di daerah utara dengan selatan teluk Bintuni. Sedangkan bagi mereka, dana pengembangan kampung yang diberikan itu, bukan merupakan dana kompensasi tanah adat tetapi merupakan kewajiban bagi perusahaan untuk memperhatikan masyarakat di sekitar daerah yang terkena dampak langsung dari perusahaan. Aktivitas komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat sebagai proses penyampaian pesan perusahaan kepada masyarakat adat dapat dilihat dari intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan, secara rinci tingkat
aktivitas komunikasi publik dalam bidang
kompensasi tanah adat di daerah penelitian di sajikan pada Tabel 15 di bawah ini Tabel 15.
Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat pada Daerah Penelitian.
Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Kompensasi Tanah Adat Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi Kategori Kategori Kategori (%) (%) (%) (Skor) (Skor) Skor) Sangat Tinggi Sangat Sesuai Sangat Sesuai (5) (5) (5) Tinggi Sesuai Sesuai (4) (4) (4) Cukup Tinggi Cukup Sesuai Cukup Sesuai 5,00 (3) (3) (3) Kurang Kurang Sesuai Kurang Sesuai 18,33 8,33 (2) (2) (2) Rendah Tidak Sesuai Tidak Sesuai 76,67 100,00 91,67 (1) (1) (1) Total 100,00 100,00 100,00
Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor) Sangat Tinggi (12,7 – 15) Tinggi (10,3 – 12,6) Cukup Tinggi (7,9 – 10,2) Kurang (5,5 – 7,8) Rendah (3 – 5,4)
(%) 100 100,00
Tabel 15 menunjukkan bahwa semua responden dikategorikan menilai kegiatan aktivitas komunikasi dalam bidang kompensasi tanah adat rendah. Hal ini disebabkan intensitas komunikasi tentang kompensasi tanah adat masih kurang bahkan sebagian besar masyarakat tidak pernah membicarakan masalah kompensasi tanah adat dengan perusahaan. Hanya sebagian kecil masyarakat adat yang menilai intensitas komunikasi cukup tinggi, hal ini disebabkan mereka ini memiliki pekerjaan yang langsung berhubungan dengan perusahaan sehingga lebih mempunyai waktu yang banyak untuk melakukan komunikasi tentang masalah kompensasi tanah adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Pada umumnya mereka bekerja sebagai staf karyawan BP LNG Tangguh, kepala kampung dan aparat kampung serta kepala-kepala suku pada masing-masing kampung, namun sebagian besar dari mereka yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan mengatakan bahwa intensitas komunikasi dalam bidang kompensasi tanah adat masih kurang atau tidak relevan dengan apa yang mereka harapkan. Semua responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan mengenai kompensasi tanah adat dikategorikan menilai teknik komunikasi yang digunakan perusahaan tidak sesuai. Dalam bidang lain perusahaan menggunakan media komunikasi, tetapi di bidang kompensasi tanah adat perusahaan belum pernah menggunakan media seperti infokus, liefled, brosur atau surat sebagai saluran penyampaian pesan. Teknik komunikasi yang digunakan hanya berupa komunikasi tatap muka tanpa menggunakan media komunikasi. Komunikasi tatap muka memang memiliki keunggulan dibanding komunikasi dengan menggunakan media. Tetapi apabila tidak disertai dengan feedback terhadap pesan, maka komunikasi tersebut menjadi tidak efektif. Diisamping itu,
komunikasi tatap
muka juga akan lebih baik jika dalam penyempaian pesan komunikator menggunakan perpaduan media komunikasi yang sesuai dengan kondisi sosial budaya komunikan sehingga pesan akan lebih mudah di terima dan dimengerti. Menurut pendapat Effendy (2002), bahwa salah satu komponen komunikasi yang perlu diperhatikan supaya komunikasi efektif adalah saluran atau media komunikasi yang digunakan. Penggunaan media komunikasi tentunya akan mempermudah masyarakat untuk mengerti isi pesan yang disampaikan oleh perusahaan. Penggunaan media yang sesuai juga dapat mempercepat tercapainya tujuan komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat. Tetapi apabila media komunikasi dalam penyampaian pesan di bidang kompensasi tanah adat tidak sesuai dengan karakteristik komunikan, maka masyarakat tidak akan memahami isi pesan yang disampaikan perusahaan dan cenderung berbeda penafsiran atau interpretasi tentang isi pesan tersebut, hal ini dapat menyebabkan masyarakat adat semakin kurang puas dengan isi pesan. Tabel 15 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa model komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan isi pesan di bidang kompensasi tanah adat dikategorikan tidak sesuai dan kurang sesuai. Hal ini disebabkan masyarakat adat kurang mempercayai unsur kebenaran pesan dan tidak ada umpan balik terhadap pesan. Model komunikasi yang digunakan oleh perusahaan adalah perusahaan melakukan pendekatan dengan masyarakat berkaitan dengan sosialisasi masuknya perusahaan BP LNG Tangguh dan mendengar aspirasi masyarakat, terdapat feedback masyarakat menyampaikan keinginan atau aspirasinya tentang kompensasi hak atas tanah adat, perusahaan belum memberikan umpan balik terhadap pesan yang disampaikan masyarakat
adat kepada perusahaan. Dengan demikian model komunikasi publik perusahaan dalam bidang kompensasi tanah adat masih bersifat satu arah. Artinya masyarakat adat hanya menyampaikan aspirasi atau keinginan mereka kepada perusahaan namun sampai dengan waktu diadakan penelitian ini, belum ada respon balik dari perusahaan tentang pemberian hak kompensasi tanah adat. Menurut Wursanto (2005), penggunaan model komunikasi satu arah ini berlangsung ”top - down”, cepat dan efisien tetapi tidak memberikan kepuasan bagi komunikan. Pendapat ini didukung oleh Sutikno (2005) bahwa komunikasi yang baik merupakan komunikasi yang transaksional atau ada timbal balik antara komunikan dan komunikator. Menurut kepala suku di kampung Mogotira yang pernah bertanya hal ini kepada perusahaan mengatakan bahwa alasan yang dikemukakan oleh perusahaan adalah masa sekarang adalah masa konstruksi sehingga hak atas tanah adat belum dibayar sampai dengan masa produksi. Namun berdasarkan informasi yang diterima dari salah satu staf perusahaan BP LNG Tangguh bahwa perusahaan BP LNG Tangguh telah memasuki masa produksi dan penjualan hasil pertama pada bulan september tahun 2008. Jika tidak ada keterbukaan perusahaan kepada masyarakat, maka yang terjadi adalah ketidak-percayaan dan ketidak-puasan pada janji perusahaan sehingga dapat memacu terjadinya konflik terbuka maupun konflik
laten
yang
menjurus
pada
terancamnya
eksistensi
perusahaan
bersangkutan. Apalagi masalah kompensasi tanah adat merupakan salah satu masalah yang cukup memiliki potensi konflik yang tinggi di daerah penelitian, bahkan di Papua secara keseluruhan. Dilla (2007) mengemukakan dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka sehingga dapat
menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan, karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga.
5.1.2. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kesehatan Masyarakat
Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kesehatan adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan di bidang kesehatan oleh perusahaan kepada masyarakat sehingga terjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan. Aktivitas komunikasi publik dalam bidang kesehatan sebagai proses penyampaian pesan perusahaan kepada masyarakat adat, dapat dilihat dari intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam bidang kesehatan. Aktivitas komunikasi dalam bidang kesehatan yang biasanya dilakukan oleh perusahaan dalam penyusunan program kesehatan yang akan di laksanakan selama satu tahun berjalan di daerah penelitan, seperti penyuluhan kesehatan ibu dan anak, sanitasi dan MCK (mandi, cuci, kakus), pemeriksaan darah penyakit malaria yang paling banyak diderita responden, dll. Secara rinci tingkat aktivitas komunikasi publik dalam bidang kesehatan masyarakat di sajikan pada Tabel 16 di bawah ini
Tabel 16.
Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kesehatan Masyarakat Adat di Daerah Penelitian.
Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Kesehatan Masyarakat Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi Kategori Kategori Kategori (%) (%) (%) (Skor) (Skor) Skor) Sangat Tinggi Sangat Sesuai Sangat Sesuai 3,33
Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor) Sangat Tinggi
(%) -
(5) Tinggi (4) Cukup Tinggi (3) Kurang (2) Rendah (1) Total
3,33 11,67 38,33 46,67 100,00
(5) Sesuai (4) Cukup Sesuai (3) Kurang Sesuai (2) Tidak Sesuai (1)
33,33 20,00 46,67 100,00
(5) Sesuai (4) Cukup Sesuai (3) Kurang Sesuai (2) Tidak Sesuai (1)
11,67 28,33 10,00 46,67
(12,7 – 15) Tinggi (10,3 – 12,6) Cukup Tinggi (7,9 – 10,2) Kurang (5,5 – 7,8) Rendah (3 – 5,4)
100,00
3,33 25,00 25,00 46,67 100,00
Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dikategorikan memiliki aktivitas komunikasi di bidang kesehatan secara keseluhan rendah. Kategori inipun sama untuk intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi. Hal ini disebabkan responden tidak pernah berkomunikasi dengan perusahaan khususnya dalam bidang kesehatan. Menurut mereka perusahaan melakukan komunikasi dalam penyusunan program kesehatan dengan masyarakat adat hanyalah dengan orang-orang tertentu saja. Biasanya mereka tidak dilibatkan dalam penyusunan program tetapi ada juga sebagian dari mereka terlibat dalam pelaksanaan kegiatan karena diberitahukan oleh kepala kampung mereka. Kondisi diatas dapat menyebabkan program kesehatan yang diprogramkan tidak mewakili aspirasi dari sebagian besar masyarakat adat tetapi aspirasi sebagian kecil masyarakat. Sehingga masyarakat akan merasa tidak puas dan tidak terbeban melaksanakan pelaksanaan program kesehatan ataupun tidak sesuai dengan sebagian besar kebutuhan kesehatan masyarakat adat di daerah penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Abe (2005), menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses komunikasi pembangunan sangat diperlukan serta akan membawa beberapa dampak penting, seperti (1) terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Keterlibatan akan memperjelas apa yang sebenarnya dikehendaki masyarakat, (2) memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan
program. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik, (3) meningkatkan kesadaran dan keterampilan mengelurkan pendapat. Tabel 16 juga menunjukkan bahwa seperempat lebih responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan dalam bidang kesehatan menyatakan intensitas komunikasi publik perusahaan dengan masyarakat adat masih tergolong kurang dan tidak relevan. Pertemuan dengan pihak perusahaan, biasanya hanya dilakukan dua sampai tiga kali dalam setahun, yaitu pada saat penyusunan program, pelaksanaan dan pembuatan laporan kegiatan. Padahal hubungan perusahaan dengan masyarakat adat akan semakin membaik jika intensitas komunikasi semakin ditingkatkan. Dilihat dari teknik komunikasi, seperempat lebih responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan dalam bidang kesehatan menyatakan teknik komunikasi yang digunakan sudah cukup sesuai. Hal ini disebabkan oleh pesan komunikasi di bidang kesehatan yang dilaksanakan banyak bertujuan memberikan perubahan individu pada aspek kognitif melalui penyuluhan-penyuluhan kesehatan, sehingga lebih banyak menggunakan media komunikasi seperti bahan ajar, leafled, brosur, poster, yang lebih menarik perhatian dan mempermudahkan responden untuk mengerti isi pesan tersebut. Sedangkan ada juga sebagian kecil responden yang dikategorikan menilai teknik komunikasi kurang sesuai. Hal ini disebabkan terbatasnya media komunikasi yang di bagikan sehingga mereka hanya
sebatas
mendengarkan
penyuluhan
dan
memberikan
pertanyaan.
Terbatasnya media komunikasi ini merupakan salah satu hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif.
Hasil penelitian tentang model komunikasi yang digunakan dalam bidang kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan menyatakan model komunikasi yang digunakan dikategorikan cukup sesuai. Hal ini disebabkan masyarakat mempercayai kebenaran pesan atau pesan yang disampaikan dapat dipercaya dan bermanfaat bagi responden, serta model yang digunakan adalah model komunikasi dua arah dimana masyarakat diberikan kesempatan untuk menyusun programnya sendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat adat dan melakukan pelaksanaan program yang telah disusun sesuai dengan sumber dana pengembangan kampung.
Model komunikasi ini disebut juga sebagai model
komunikasi partisipatoris. Dimana perusahaan hanya memfasilitasi
kegiatan
komunikasi, sedangkan yang menyusun program, melaksanakan program dan menikmati program adalah masyarakat adat sendiri. Proses Aktivitas komunikasi yang terjadi dalam kegiatan penyuluhan kesehatan, umumnya responden memahami isi pesan dengan baik dan terjadi komunikasi dua arah dimana ada respon balik dalam proses komunikasi tersebut. Menurut Wursanto (2005), model komunikasi dua arah merupakan model yang sangat efektif dalam berkomunikasi. Model ini dapat memberi kepuasan bagi komunikan, mencegah timbulnya berbagi ketegangan atau pertentangan karena adanya kesalah-pahaman atau ketidak-jelasan sehingga dapat menimbulkan situasi yang akrap penuh kekeluargaan dan demokratis.
5.1.3. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan
Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang pendidikan dan pelatihan adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan oleh perusahaan yang berkaitkan dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan atau pengembangan SDM masyarakat adat guna menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan. Aktivitas komunikasi publik dalam bidang pendidikan dan pelatihan sebagai proses penyampaian pesan perusahaan kepada masyarakat adat, dapat dilihat dari intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Kegiatankegiatan yang dilakukan seperti pelatihan pembuatan ikan asin, pembuatan media tumbuh dan pembedengan sayur, praktek pembuatan kue dan memasak, pertukangan kayu dan beton, pengenalan dan pengeoperasian mesin katinting (sejenis mesin parut kelapa yang digunakan pada perahu kecil untuk pencarian ikan atau udang atau sebagai sarana transportasi antar kampung). Komunikasi sangat berperan penting dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Pendidikan memerlukan komunikasi, tanpa komunikasi tujuan pendidikan dan pelatihan tidak dapat tercapai.
Secara rinci tingkat aktivitas
komunikasi dalam bidang pendidikan dan pelatihan di sajikan pada Tabel 17 di bawah ini Tabel 17.
Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan Masyarakat Adat di Daerah Penelitan
Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Pendidikan & Pelatihan Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi Kategori Kategori Kategori (%) (%) (%) (Skor) (Skor) Skor) Sangat Tinggi Sangat Sesuai Sangat Sesuai 5,00 (5) (5) (5)
Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor) Sangat Tinggi (12,7 – 15)
(%) -
Tinggi (4) Cukup Tinggi (3) Kurang (2) Rendah (1) Total
3,33 15,00 36,67 45,00 100,00
Sesuai (4) Cukup Sesuai (3) Kurang Sesuai (2) Tidak Sesuai (1)
40,00 11,67 48,33
Sesuai (4) Cukup Sesuai (3) Kurang Sesuai (2) Tidak Sesuai (1)
100,00
10,00 31,67 833 45,00 100,00
Tinggi (10,3 – 12,6) Cukup Tinggi (7,9 – 10,2) Kurang (5,5 – 7,8) Rendah (3 – 5,4)
1.67 38,33 11,67 48,33 100,00
Secara keseluruhan aktivitas komunikasi publik dalam bidang pendidikan dan pelatihan di daerah penelitian dikategorikan rendah. Hal ini disebabkan karena intensitas komunikasi yang dilakukan hampir tidak pernah terjadi, sehingga mempengaruhi pada besarnya nilai persentase dari intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang rendah dalam proses aktivitas komunikasi. Terlihat pula bahwa terdapat seperempat lebih responden yang menilai aktivitas komunikasi yang dilakukan dalam bidang pendidikan dan pelatihan dikategorikan cukup tinggi, diikuti dengan kurang dan tinggi. Mereka ini pada umumnya pernah melakukan aktivitas komunikasi dengan perusahaan dalam bidang pendidikan dan pelatihan, sehingga dapat menilai keefektifan dari teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan perusahaan dalam penyampaian pesan di bidang pendidikan dan pelatihan.
Tabel 17 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki intensitas komunikasi di bidang pendidikan dan penelitian rendah. Hal ini disebabkan mereka tidak pernah terlibat dalam proses komunikasi dengan perusahaan. Alasan yang dikemukakan adalah biasanya pertemuan untuk menyusun program di bidang pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan pencairan dana .pengembangan kampung hanya diwakili oleh kepala kampung dan aparatnya serta panitia yang mengelola dana tersebut.
Menurut Abe,
keterlibatan seluruh masyarakat akan sangat penting dalam perencanaan program (khususnya bidang pendidikan dan pelatihan), dan merupakan penjamin bagi suatu proses perencanaan yang baik dan benar. Tetapi apabila masyarakat tidak dilibatkan, maka yang terjadi adalah ketidak-jelasan program apa yang dihendaki masyarakat sehingga
memberikan peluang terjadinya manipulasi dalam
perencanaan program yang berbasis masyarakat. Selain itu, terdapat seperempat lebih responden atau sebagian besar responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan di bidang pendidikan dan pelatihan dikategorikan memiliki intensitas komunikasi kurang. Hal ini disebabkan oleh komunikasi yang dilakukan dengan perusahaan dalam setahun hanya satu atau dua kali. Responden yang dikategorikan memiliki intensitas komunikasi cukup tinggi dan tinggi adalah mereka yang banyak terlibat dalam kegiatan komunikasi bidang pendidikan dan pelatihan berupa pembahasan program kerja, pelatihan cara pengelolaan mesin katinting, pelatihan sebagai tukang kayu atau beton, pelatihan pembuatan ikan asin, penyuluhan kekerasan dalam rumah tangga, bantuan beasiswa sekolah bagi anak dan lain-lain.
Tabel 17 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan menilai teknik komunikasi publik perusahaan dalam bidang pendidikan dan pelatihan dikategorikan cukup sesuai. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan komunikasi dengan menggunakan beragam media komunikasi sehingga mempermudah pemahaman dan pengertian terhadap isi pesan yang ada. Hal ini sejalan dengan pendapat Sutikno (2005), bahwa penggunaan media yang beragam dalam proses penyuluhan akan memperjelas makna materi penyuluhan sehingga lebih dapat dipahami oleh peserta, peserta akan lebih menarik perhatian sehingga menimbulkan motivasi serta peserta tidak bosan dalam kegiatan penyuluhan.
Media yang digunakan antara lain,
penggunaan infokus, pembagian modul atau bahan ajar, leafled, brosur dan lainlain. Sedangkan hanya sebagian kecil responden yang menilai teknik komunikasi dikategorikan kurang sesuai. hal ini disebabkan kegiatan komunikasi yang dilakukan hanyalah sebatas pada penyusunan program, sehingga media komunikasi yang digunakan hanya satu alat yaitu infokus. Sebagian besar responden menyatakan model komunikasi dikategorikan tidak sesuai. Hal ini disebabkan responden tidak diundang atau diberitahukan dan hanya diwakili oleh orang-orang tertentu saja. Selain itu, dilihat dari responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan, sebagian besar menilai model komunikasi yang digunakan di bidang pendidikan dan pelatihan dikategorikan cukup sesuai, sesuai dan ”sangat sesuai”. Hal ini disebabkan perusahaan sangat memperhatikan unsur kebenaran pesan,
terjadi feedback dalam proses
komunikasi, penggunaan saluran atau media yang dapat memberikan pengertian dan pemahaman serta perusahaan tidak membedakan posisi publik dimana semua
audiens diberikan kesempatan untuk berbicara, memberikan ide, dan membuat program kerja di bidang pendidikan dan pelatihan. Sutikno (2005) menyatakan bahwa komunikasi yang baik dalam proses penyuluhan merupakan komunikasi yang menggunakan model transaksional atau ada timbal balik dan model ini merupakan salah satu alternatif dalam proses pembelajaran yang efektif.
5.1.4. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Demand Tenaga Kerja
Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang demand tenaga kerja adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan oleh perusahaan yang berkaitkan dengan proses requitmen masyarakat adat sebagai tenaga kerja atau karyawan pada perusahaan BP LNG Tangguh guna menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan, demi menciptakan kredibilitas perusahaan, menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas) sehingga menghindari konflik antara masyarakat masyarakat adat dengan perusahaan demi menjaga eksistensi perusahaan di masa akan datang. Efektif atau tidak efektifnya aktivitas komunikasi publik dalam bidang demand tenaga kerja dapat dilihat dari intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam merekrut tenaga kerja masyarakat adat di daerah penelitian. Bidang demand tenaga kerja merupakan salah satu bidang yang jika tidak ditangani dengan baik, khususunya dalam memberikan informasi seringkali dapat menyebabkan konflik. Karena itu, bidang ini memerlukan aktivitas komunikasi yang baik dalam merekuit tenaga kerja.
Secara rinci tingkat aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja di sajikan pada tabel Tabel 18 di bawah ini Tabel 18. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan di Bidang Demand Tenaga Keja pada Masyarakat Adat di Daerah Penelitian Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Demand Tenaga Kerja Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi Kategori Kategori Kategori (%) (%) (%) (Skor) (Skor) Skor) Sangat Tinggi Sangat Sesuai Sangat Sesuai 3,33 (5) (5) (5) Tinggi 3,33 Sesuai Sesuai 10,00 (4) (4) (4) Cukup Tinggi 11,67 Cukup Sesuai 15,00 Cukup Sesuai 23,33 (3) (3) (3) Kurang 23,33 Kurang Sesuai 23,33 Kurang Sesuai 1,67 (2) (2) (2) Rendah 61,67 Tidak Sesuai 61,67 Tidak Sesuai 61,67 (1) (1) (1) Total 100,00 100,00 100,00
Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor) Sangat Tinggi (12,7 – 15) Tinggi (10,3 – 12,6) Cukup Tinggi (7,9 – 10,2) Kurang (5,5 – 7,8) Rendah (3 – 5,4)
(%) 20,00 16,67 63,33 100,00
Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai secara keseluruhan
proses aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang
demand tenaga kerja dikategorikan rendah atau tidak efektif. Hal ini disebabkan tingkat intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan perusahaan dikategorikan rendah atau tidak sesuai. Besarnya angka persentase ketidak-efektifan ini disebabkan karena mereka tidak pernah terlibat dalam aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja. Sebagian besar dari responden ini mengatakan bahwa sumber informasi mengenai permintaan tenaga kerja hanya disampaikan perusahaan melewati kepala kampung, sehingga ada peluang kepala kampung hanya memilih kerabat dekatnya saja yang dimasukkan sebagai tenaga kerja pada perusahaan BP LNG Tangguh (sikap nepotisme).
Dalam ilmu komunikasi, menurut Vardiansyah
(2004), proses komunikasi seperti diatas artinya melibatkan manusia sebagai medium. Hal ini berarti kepala kampung dan aparatnya ditempatkan sebagai unsur komunikasi medium penyampaian pesan, namun medium yang digunakan
tidak efektif, maka pesan demand tenaga kerja yang disampaikan tidak sampai kepada semua masyarakat dan telah terjadi proses komunikasi bermedia atau tanpa tatap muka (non face to face). Keadaan seperti ini akan menimbulkan kecemburuan yang dapat memicu konflik-konflik antara perusahaan maupun dengan aparat kampung. Bila kondisi ini terus terjadi maka tujuan aktivitas komunikasi publik perusahaan pada suatu daerah tidak akan tercapai, apalagi jika semua masyarakat tidak terlibat dalam proses komunikasi. Dengan demikian perusahaan harus dapat merubah dan memilih saluran atau media komunikasi yang lebih efektif untuk meningkatkan partisipasi seluruh warga masyarakat dalam program CSR. Hamad (2005) menyatakan bahwa komunikasi jangan dianggap sebagai proses penyampaian pesan yang relatif lancar tanpa hambatan tetapi dalam pendistribusian pesan yang merata di tengah masyarakat (komuniktas), komunikator perlu memilih media yang sesuai dengan efek yang diingikan oleh komunikator, apakah itu efek kognitif, afektif atau efek konatif yaitu partisipasi masyarakat. Tabel 18 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang pernah berkomunikasi dengan perusahaan dalam bidang demand tenaga kerja menilai intensitas komunikasi dan teknik komunikasi dikategorikan kurang sesuai. Hal ini disebabkan perusahaan hanya berkomunikasi dengan responden jika ada permintaan tenaga kerja saja, selain itu responden yang tidak termasuk aparat kampung, biasanya akan hadir dalam pertemuan apabila diberitahukan kepala kampung.
oleh
Teknik komunikasi yang kurang efektif disebabkan oleh
penggunaan media saat pertemuan hanya dalam bentuk surat yang disampaikan kepada kepala kampung. Sutikno (2005), menyatakan bahwa penggunaan media
yang tidak tepat akan membawa akibat pada pencapaian tujuan komunikasi yang kurang efektif dan efisien. Oleh sebab itu, komunikator harus terampil dalam memilih dan menggunakan media untuk mempermudah tercapainya tujuan komunikasi khususnya di bidang demand tenaga kerja. Terlihat pula bahwa terdapat responden yang menilai model komunikasi dan teknik komunikasi cukup sesuai. Hal ini disebabkan mereka ini umumnya adalah aparat kampung dan karyawan perusahaan BP LNG Tangguh sehingga lebih memiliki peluang untuk melakukan hubungan komunikasi interpersonal dengan perusahaanpun cukup tinggi.
Mereka ini lebih cenderung untuk
mendapatkan informasi demand tenaga kerja terlebih dahulu dibandingkan masyarakat lain di daerah penelitian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perusahaan tidak transparan dalam memberikan informasi tentang permintaan tenaga kerja kepada seluruh masyarakat kampung, tetapi hanya melewati para kepala kampung dan aparatnya. Anwar (1984) menyatakan bahwa transparansi merupakan alat motivasi untuk tumbuhya peren serta masyarakat, dengan transparansi masyarakat tidak akan prajudise curang terhadap pelaksanaan kegiatan. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari komunikan. Secara umum model komunikasi yang digunakan dalam bidang demand tenaga kerja adalah bersifat satu arah serta tanpa tatap muka, artinya hanya menggunakan kepala kampung sebagai medium penyampaian pesan kepada masyarakat sehingga tidak terdapat feedback dari sebagian besar masyarakat adat. Model komunikasi dalam bidang demand tenaga kerja di daerah penelitian jika
digambarkan menurut model Model Komunikasi Shannon Weaver dapat digambarkan sebagai berikut;
Perusahaan
P
(Medium) Kepala Kampung
S
SYD
Aparat Kampung & Keluarga Dekat
Partisipasi Rendah
Keterangan : S : Sinyal SYD : Sinyal Yang diterima P : Pesan
Sumber Noise (sikap nepotisme)
Gambar 8. Model Komunikasi di Bidang Demand Tenaga Kerja Menurut Model Komunikasi Shannon Weaver
Menurut Wursanto (2005), penggunaan model komunikasi satu arah tidak memberi kepuasan bagi komunikan, menimbulkan berbagi ketegangan atau pertentangan karena adanya kesalah-pahaman atau ketidak-jelasan sehingga tidak terdapat situasi yang akrap penuh kekeluargaan dan demokratis.Widjaja (2000) menyatakan bahwa dengan adanya umpan balik sebuah pesan dapat diketahui tingkat akurasinya, tetapi tanpa adanya umpan balik kerancuan dapat timbul sebagai akibat penafsiran yang salah atau keliru. Selain itu, Winarso (2005) menegaskan bahwa komunikasi yang efektif berkaitan dengan kemampuan komunikator untuk menanggapi umpan balik secara tepat. Kondisi aktivitas komunikasi yang demikian akan meningkatkan rasa ketidak-puasan
kepada
perusahaan
BP
LNG
Tangguh,
sehingga
tidak
mengherankan jika bidang demand tenaga kerja merupakan salah satu bidang yang paling banyak memicu konflik-konflik laten pada masyarakat adat.
5.1.5. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pembangunan Sarana Prasarana
Aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang pembangunan sarana prasarana adalah suatu kegiatan penyampaian pesan-pesan oleh perusahaan yang berkaitkan
dengan kegiatan di bidang pembangunan sarana prasarana guna
menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan atau masyarakat adat terkena dampak langsung perusahaan. Pembangunan di bidang sarana prasarana merupakan ukuran fisik yang dapat diukur dengan menilai hasil nyata dari pelayanan perusahaan BP LNG Tangguh. Kegiatan komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana di daerah penelitian dilakukan dalam bentuk kegiatan penyusunan program kegiatan bidang pembangunan sarana prasarana. Kegiatan yang telah dilakukan seperti pembuatan jalan kayu sebagai penghubung rumah-rumah warga masyarakat, pembangunan sarana air bersih dengan mengadakan penyediaan media penampung air hujan, pembangunan rumah-rumah masyarakat, dll. Aktivitas komunikasi publik dalam bidang pembangunan sarana prasarana sebagai proses penyampaian pesan perusahaan kepada masyarakat adat, dapat dilihat berdasarkan intensitas komunikasi yang ada, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan. Tingkat aktivitas komunikasi publik dalam bidang pembangunan sarana prasarana secara rinci di sajikan pada Tabel 19 di bawah ini. Tabel 19. Tingkat Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan di Bidang Pembangunan Sarana Prasarana di Daerah Penelitian Aktivitas Komunikasi Publik di Bidang Pembangunan Sarana Prasarana Intensitas Komunikasi Teknik Komunikasi Model Komunikasi Kategori Kategori Kategori (%) (%) (%) (Skor) (Skor) Skor) Sangat Tinggi Sangat Sesuai Sangat Sesuai 3,33 (5) (5) (5) Tinggi 3,33 Sesuai Sesuai 11,67 (4) (4) (4) Cukup Tinggi 8,34 Cukup Sesuai 6,67 Cukup Sesuai 21,67 (3) (3) (3)
Kategori Aktivitas Komunikasi (Selang Skor) Sangat Tinggi (12,7 – 15) Tinggi (10,3 – 12,6) Cukup Tinggi (7,9 – 10,2)
(%) 23,33
Kurang (2) Rendah (1) Total
28,33 60,00
Kurang Sesuai (2) Tidak Sesuai (1)
100,00
28,33 65,0 100,00
Kurang Sesuai (2) Tidak Sesuai (1)
3.33 60,00 100,00
Kurang (5,5 – 7,8) Rendah (3 – 5,4)
15,00 61,67 100,00
Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai tingkat aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana dikategorikan rendah, demikian pula dengan intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi, hal ini disebabkan oleh ketidak-terlibatan responden dalam proses aktivitas komunikasi dengan perusahaan khususnya dalam membahas program kerja di bidang pembangunan sarana prasarana selama satu tahun berjalan. Pada umumnya alasan yang dikemukakan responden adalah karena tidak ada pemberitahuan dari pihak perusahaan langsung kepada mereka atau dari pihak aparat kampung dan panitia pengelola dana. Mereka ini umumnya tidak terlibat dalam proses penyusunan program, tetapi biasanya terlibat dalam proses pelaksanaan program kerja. Akan tetapi menurut beberapa responden, dalam proses pelaksanaan program kerja, pihak perusahaan tidak terlibat di dalamnya sehingga tidak ada aktivitas komunikasi dalam proses pelaksanaan program dengan pihak perusahaan. Tabel 19 juga menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden yang pernah terlibat dalam
kegiatan komunikasi di bidang pembangunan sarana
prasarana menilai intensitas komunikasi dan teknik komunikasi dikategorikan kurang sesuai. Walaupun mereka terlibat dalam proses komunikasi dengan perusahaan, namun intensitas komunikasi dirasakan relatif kurang dan harus dapat ditingkatkan. Selain itu, teknik komunikasi dalam hal penggunaan media penyampaian pesan juga perlu bervariasi. Khususnya dalam bidang pembangunan
sarana prasarana,
perusahaan kurang menggunakan media komunikasi yang
beragam seperti, leaflet, brosur, majalah atau pemutaran film. Hal ini disebabkan komunikasi di bidang pembangunan sarana prasana lebih bertujuan untuk membentuk perilaku masyarakat untuk mau terlibat dalam pelaksanaan program kerja saja, kecuali dalam bidang pendidikan dan pelatihan atau kesehatan masyarakat yang biasanya banyak menggunakan media komunikasi karena tujuannya adalah untuk menambah pengetahuan responden. Terlihat pula dalam tabel 19, sebagian besar responden yang pernah terlibat dalam aktivitas komunikasi di bidang sarana prasarana menilai model komunikasi yang digunakan perusahaan dikategorikan cukup sesuai. Hal ini disebabkan perusahaan hanya sebagai fasilisator dalam proses komunikasi, sedangkan masyarakatlah yang menyusun program kerja sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dalam bidang sarana prasarana.
Selain itu, pesan yang
disampaikan lebih kredibel dan dapat dipercaya karena berasal dari masyarakat sendiri dan posisi publik lebih diperhatikan dalam proses komunikasi. Dengan demikian model yang digunakan dalam proses komunikasi di bidang sarana parasana lebih bersifat partisipatoris atau model komunikasi konvergen. Model ini sudah cukup efektif untuk menyusun program-program kerja berbasis masyarakat, tetapi alangkah lebih efektif lagi apabila semua masyarakat kampung terlibat di dalamnya sehingga tidak menyebabkan program yang diturunkan tidak mewakili sebagian kecil masyarakat kampung yang hadir, tetapi memang benar-benar berasal dari seluruah masyarakat kampung. Menurut Hamad (2005), dalam proses komunikasi, para partisipan dalam komunikasi harus
dapat dilibatkan sehingga merasa menjadi bagian dari komunitas dan merasa saling memiliki dari komunitas tersebut.
5.2. Tingkat Kepuasan Publik Perusahaan.
Kepuasan publik adalah tingkat perasaan senang atau kecewa seseorang setelah membandingkan pelayanan yang diberikan atau hasil yang dirasakan dengan yang diharapankan. Tingkat kepuasan publik perusahaan terhadap pelayanan perusahaan disajikan dalam Tabel 20 di bawah ini. Tabel 20.
Tingkat Kepuasan Publik Terhadap Perusahaan BP LNG Tangguh di Daerah Penelitian
Kategori Kepuasan
Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas Total
Kepuasan Publik Jumlah Nisbah (KK) (%) 4 6,67 6 10,00 32 53,33 18 30,00 60 100,00
Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kepuasan terhadap pelayanan perusahaan dikategorikan cukup puas. Artinya masyarakat merasa puas terhadap pelayanan perusahaan karena mereka merasa output (hasil pekerjaan) dan pelayanan yang diperoleh sudah sesuai dengan harapan. Faktor pertama yang menyebabkan kepuasan masyarakat adat terhadap pelayanan perusahaan adalah kemampuan perusahaan melaksanakan program yang dapat menambah pengetahuan dan keterampilan publik khususnya dalam bidang pendidikan dan pelatihan serta bidang kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan pesan yang disampaikan pada kedua bidang tersebut dapat dipercaya dan sangat bermanfaat bagi responden untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka. Hal ini bisa terlihat pada karakteristik responden dimana sebagian besar responden hanya berpendidikan SD, sehingga mereka sangat membutuhkan informasi atau pesan yang dapat menambah pengetahuan dan keterampilan mereka. Faktor kedua adalah kemampuan source atau
perusahaan
tentang
pengetahuan dan informasi terhadap suatu program yang ditawarkan atau dilaksanakan. Faktor ketiga adalah keterampilan teknik dalam melaksankan suatu program. Hal ini disebabkan responden percaya bahwa source atau komunikator merupakan seseorang yang ahli dalam bidangnya sehingga masyarakat lebih mempercayai isi kebenaran pesan. Serta faktor keempat adalah masyarakat puas akan keramahan dan kesopanan petugas perusahaan kepada masyarakat.
Terlihat pula bahwa seperempat lebih responden menilai kepuasan terhadap pelayanan perusahaan dikategorikan kurang puas, hal ini disebabkan hasil yang diperoleh dalam pelayanan perusahaan kurang sesuai dengan harapan yang diinginkan.
Sebagian besar masyarakat merasa kurang puas karena
perusahaan kurang menepati janji sesuai dengan waktu yang disepakati, hal ini umumnya terjadi pada bidang kompensasi tanah adat dimana hampir sebagian besar masyarakat adat masih menunggu janji perusahaan bahwa akan membayar biaya kompensasi tanah adat. Faktor ketidak-puasan kedua disebabkan masyarakat menilai perusahaan kurang jujur dalam memberikan informasi (transparansi). Ketidak-transparansi perusahaan ini umumnya dinilai dari kurang adanya keterbukaan tentang informasi demand tenaga kerja. Faktor ketidak-puasan ketiga yaitu kurangnya ketersediaan bangunan fisik (sarana prasarana) berdasarkan kesepakatan. Menurut masyarakat, dana pengembangan kampung untuk setiap kampung Rp. 300.000.000,-/thn sangatlah kurang cukup untuk digunakan pada beberapa bidang kegiatan, sehingga dana yang tersedia untuk pembangunan sarana prasarana belum tercukupi, hal ini menyebabkan pembangunan sarana prasarana yang sudah direncanakan kadang kala mencapai hasil yang kurang memuaskan karena sebagian pekerjaan terselesaikan tetapi sebagian lagi belum terselesaikan. Pembangunan sarana prasana yang belum terselesaikan seperti pembangunan rumah masyarakat, pembangunan wood way (jalan kayu) dan sarana air bersih.
Faktor ketidak-puasan keempat adalah ketidakkesigapan perusahaan untuk cepat tanggap terhadap keluhan yang disampaikan masih kurang. Faktor-faktor ketidak-puasan ini sangat bermanfaat bagi perusahaan BP LNG Tangguh untuk melakukan evaluasi dan menyusun strategi pelayanan yang sesuai dengan harapan masyarakat adat guna mencapai kepuasan, sehingga dapat mencegah resistensiresistensi yang terjadi antara masyarakat adat dengan perusahaan demi keberlanjutan dan kehidupan perusahaan di atas tanah adat mereka. Ketidak-puasan dapat menyebabkan hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat menjadi renggang. Atau dengan kata lain tujuan komunikasi publik untuk membangun hubungan sosial yang baik antara masyarakat dengan perusahaan tidak tercapai. Menurut Amri dan Sarosa (2008), hubungan sosial yang bermasalah antara berbagai-bagai komponen masyarakat yang ada di sekitar perusahaan juga mengalami berbagai masalah dan kerugian. Oleh sebab itu, perusahaan perlu mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan ketidak-puasan masyarakat adat sehingga dapat menjadi suatu bahan informasi untuk mengevaluasi pelayanan mereka dalam kegiatan CSR sehingga program yang dilaksanakan dapat meningkatkan kepuasan masyarakat adat.
5.3. Tingkat Perilaku Konflik Masyarakat Adat dengan Perusahaan BP LNG Tangguh
Konflik adalah suatu bentuk pertentangan karena ada perbedaan dalam kebutuhan, nilai, motivasi perilaku yang terlibat di dalamnya. Selain itu konflik juga merupakan hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran, perasaan atau perbuatan yang tidak sejalan (Liliweri, 2005). Pada umumnya
orang beranggapan bahwa konflik itu selalu menimbulkan dampak negatif, menunjukkan isyarat bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam mengelola perusahaan. Namun sesuai dengan adanya perkembangan ilmu perilaku, pandangan itu mulai bergeser. Ternyata ada konflik-konflik tertentu dalam suatu perusahaan yang jika dikelola dengan baik, dapat membawa perubahan dan pengembangan bagi perusahaan bersangkutan dan perusahaan tanpa konflik juga akan menghambat perubahan kearah yang lebih baik (Winardi, 1994) Konflik dalam penelitian ini terbagi atas konflik laten dan konflik terbuka. Konflik laten adalah jenis konflik yang sifatnya tersembunyi dan untuk penanganannya perlu diangkat ke permukaan, agar lebih efektif. Konflik laten jika tidak ditangani dengan baik dapat memicu konflik-konflik terbuka yang lebih besar lagi. Sedangkan konflik terbuka adalah konflik dimana pihak-pihak yang berselisih secara aktif terlibat dalam perselisihan yang terjadi. Konflik terbuka merupakan konflik yang dapat terlihat secara langsung bagaimana pihak-pihak yang bertikai saling menunjukkan perilaku agresifnya. Secara rinci, tingkat perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan disajikan pada Tabel 21. Tabel 21.
Tingkat Perilaku Konflik Masyarakat Adat dengan Perusahaan BP LNG Tangguh di Daerah Penelitian Perilaku Konflik
Kategori Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Kurang Tanpa Konflik Total
N 5 21 18 16 60
%
8,33 35,00 30,00 26,67 100,00
Konflik Konflik Laten Terbuka N % N % 25 41,67 3 5,00 1 1,67 14 23,33 9 15,00 15 25,00 50 83,33 3 5,00 60 100,0 60 100,00 0
Tabel 21 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak pernah melakukan konflik terbuka. Sedangkan pada konflik laten, sebagian besar responden mempunyai konflik laten yang sangat tinggi, tinggi dan cukup tinggi Beracuan pada tabel diatas, seharusnya tingginya konflik laten akan menyebabkan tingginya konflik terbuka. Namun hal ini sangat berbeda, konflik laten yang terjadi dengan perusahaan sangat tinggi, namun perilaku yang ditunjukkan dalam bentuk konflik terbuka tidak ditunjukan. Hal ini lebih disebabkan perilaku manusia yang berbeda-beda dalam menanggapi sesuatu, tergantung pada karakter biologis orang tersebut.
Ada manusia yang langsung menunjukkan ekspresi
ketidak-sukaan dia terhadap sesuatu dan ada juga yang masih bisa menahan diri untuk tidak melakukan perilaku-perilaku agresif atau konflik terbuka. Menurut Rakhmat, (2004) perilaku demikian cenderung disebabkan oleh faktor disposisi atau bawaan atau keperibadian (nature). Hanya sebagian kecil responden yang pernah melakukan konflik terbuka dengan intensitas cukup tinggi. Hal ini disebabkan rasa ketidak-terimaan dan ketidak-adilan atas pelayanan yang diberikan perusahaan sehingga memunculkan perilaku konflik dengan adanya perselisihan atau aksi fisik atau perkelahian dengan karyawan perusahaan bahkan melakukan aksi demo pada DPR Provinsi Papua Barat. Sumber konflik yang sering menyebabkan adanya aksi konflik antara lain aturan pelayanan speed boad atau transportasi laut yang menurut responden dibeda-bedakan,
masalah kompensasi tanah adat yang belum
terselesaikan dan masalah tenaga kerja serta masalah pembangunan sarana prasarana. Tabel 21 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
konflik laten atau konflik-konflik dipermukaan dengan perusahaan BP LNG Tangguh dikategorikan tinggi. Konflik ini tidak diekspresikan langsung kepada perusahaan, tetapi cenderung untuk disimpan dalam hati sehingga menimbulkan rasa tidak suka kepada perusahaan BP LNG Tangguh. Sumber konflik laten pada masyarakat adat berbeda-beda, namun sebagian besar disebabkan kompensasi tanah adat yang belum terselesaikan,
permintaan tenaga kerja yang tidak
transparan dan hanya disampaikan kepada kepala-kepala kampung sehingga mempunyai peluang untuk memilih kerabat atau sanak saudaranya saja, masyarakat adat yang sudah bekerja sebagai karyawan perusahaan pada umumnya hanya ditempatkan sebagai security (keamanan), pekerja kasar, padahal mereka menginginkan di berikan pelatihan untuk dipromosikan ke tempat-tempat kerja yang lebih baik atau di dalam kantor (bagian administrasi), aturan penggunaan transportasi laut yang ketat, seperti tidak boleh membawa anak kecil atau ibu hamil, padahal pada saat-saat tertentu atau darurat karena sakit dan diberikan rujukkan ke rumah sakit di ibu kota kabupaten, mereka sangat memerlukan bantuan transportasi laut milik perusahaan tetapi tidak diizinkan dengan alasan sudah merupakan aturan yang telah ditetapkan perusahaan bagi pengguna jasa transportasi laut milik perusahaan. Kasus tersebut diatas juga ditemukan oleh peneliti pada saat peneliti berada di lapangan atau daerah penelitian, dimana ada seorang warga masyarakat yang menunjukkan perilaku konflik dengan menahan speed boad milik perusahaan karena aturan bagi pengguna speed boad yang melarang membawa anak kecil walaupun dalam kondisi sakit, walaupun warga tersebut sudah memberikan surat permohonan kepada perusahaan namun belum ditanggapi juga.
Padahal
letak daerah penelitian ini sangat jauh dari kota dan susahnya
mendapatkan transportasi umum yang datang ke daerah ini sehingga pada saatsaat darurat, mereka hanya berharap transportasi laut milik perusahaan bisa membantu mereka. Sumber-sumber konflik laten ini jika tidak ditangani dengan baik oleh perusahaan, dapat menyebabkan gejolak konflik terbuka yang lebih besar lagi. Namun sumber konflik laten ini perlu diangkat ke permukaan sehingga proses penyelesaiannya bisa diatasi dengan baik dan
berguna bagi pengembangan
perusahaan BP LNG Tangguh khususnya dalam melaksanakan program CSR agar lebih efektif lagi.
5.4. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dengan Kepuasan Publik.
Secara teoritis, aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR memiliki hubungan dengan kepuasan publik perusahaan (Wursanto, 2005). Perusahaan BP LNG menyadari bahwa faktanya, kemampuan perusahaan untuk bersaing dan tetap eksis sangat tergantung pada keadaan lokasi dimana perusahaan itu beroperasi termasuk masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu perusahaan telah mengembangkan suatu piramida tanggung jawab sosial perusahaan yang harus dipahami sebagai suatu kesatuan. Sebab tanggung jawab sosial perusahaan merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yaitu perusahaan tetap harus berorientasi
untuk mencari keuntungan
ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang, perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia dan
perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Perusahaan BP LNG Tangguh mengakui bahwa banyak fakta yang mendukung bahwa perusahaan yang tidak melakukan tanggung jawab sosial dan hanya semata-mata mencari keuntungan selalu terjadi masalah sosial dengan masyarakat sekitar perusahaan seperti terjadinya konflik akibat rasa ketidakpuasan atas pelayanan perusahaan. Karena itu Perusahaan BP LNG Tangguh telah melakukan tanggung jawab sosial perusahaan dengan baik, namun indikator sosial dari keberhasilannya adalah tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat yang membaik dan tingkat kepuasan masyarakat. Apabila indikator tersebut kurang dicapai maka dapat dikatakan bahwa program CSR oleh perusahaan BP LNG Tangguh belum berhasil. Untuk mencapai indikator tersebut, salah satunya diperlukan komunikasi yang efektif dalam menurunkan program CSR ke masyarakat. Hal ini disebabkan komunikasi yang beroperasi pada konteks sosial mempunyai fungsi sosial yaitu berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan baik dengan orang lain. Hubungan yang membaik, menunjukkan komunikasi yang dilakukan efektif tetapi jika hubungan dengan perusahaan kurang baik yang diukur dengan tingkat kepuasan terhadap program CSR yang rendah maka CSR bisa dikatakan tidak berhasil dan komunikasi tidak berfungsi dengan baik dalam menyalurkan pesan CSR. Hasil penelitian tentang hubungan aktivitas komunikasi publik melalui program CSR secara keseluruhan dengan kepuasan publik di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini.
Gambar 9. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan melalui Program CSR Dengan Kepuasan Publik Perusahaan
Gambar diagram diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi dikategorikan rendah dan kurang memiliki tingkat kepuasan terhadap perusahaan cukup puas dan puas, demikian pula sebaliknya bahwa terdapat sebagian kecil responden yang memiliki aktivitas komunikasi cukup tinggi tetapi memiliki tingkat kepuasan yang rendah. Dengan demikian secara deskriptif hal ini menunjukkan tidak terdapat kecenderungan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi publik perusahaan akan menentukan tinggi rendahnya kepuasan publik.
Hal menunjukkan bahwa ketidak-puasan dan
kepuasan publik umumnya bukan disebabkan oleh proses aktivitas komunikasi yang terjadi dalam program CSR, tetapi karena hasil yang diinginkan dari program kegiatan CSR pada lima bidang kegiatan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan teori kepuasan yaitu teori ketidak-sesuaian yang dikemukakan Locke (1969) dalam kutipan Kennett N. Wexley dan Gary A. Yukl (1993), kepuasan atau ketidak-puasan dengan aspek pekerjaan tergantung pada
selisih (discrepancy) antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan, jika ada selisih jauh antara kekurangan atau keinginan hasil yang didapatkan dari program kegiatan CSR pada setiap bidang kegiatan dengan kenyataan hasil yang diperoleh dari kegiatan CSR, maka orang menjadi tidak puas. Tetapi jika hasil yang diinginkan dan kekurangan yang ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan kenyataan yang didapat dalam program CSR maka ia akan puas. Disisi lain, gambar diagram diatas menunjukkan hasil yang berbeda, sebagian kecil responden
dengan aktivitas
komunikasi dikategorikan tinggi
ternyata memiliki tingkat kepuasan yang dikategorikan ”sangat puas” terhadap perusahaan. Selain itu juga terdapat seperempat lebih responden dengan aktivitas komunikasi dikategorikan rendah dan kurang tetapi memiliki tingkat kepuasan terhadap perusahaan tergolong kurang puas. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa secara deskriptif terdapat kecenderungan hubungan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi menentukan tinggi rendahnya tingkat kepuasan publik atau masyarakat adat terhadap pelayanan perusahaan BP LNG Tangguh. Hasil ini didukung dengan hasil uji statistik korelasi rank spearman antara aktivitas komunikasi publik melalui program CSR dengan kepuasan publik yang ditampilkan pada Tabel 22 di bawah ini Tabel 22. Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman antara Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Program CSR dengan Kepuasan Publik Aktivitas Komunikasi
1. Intensitas Komunikasi 2. Teknik Komunikasi 3. Model Komunikasi
Kepuasan Publik Correlation Sig. (2-tailed) Coefficient 0,256* 0,048 0,267* 0,038 0,263* 0,042
Keseluruhan Aktivitas Komunikasi
0,262*
0,043
Tabel 22 menunjukkan bahwa korelasi rank spearman (rs) antara variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan dengan kepuasan publik adalah sebesar 0,262 dengan arah positif. Tingkat keeratan berdasarkan kategori JP Guilford (dikutip Harun Al Rasyid, 2004), dikategorikan rendah tetapi signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut signifikan karena nilai P sebesar sebesar 0,043 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,05. Hal ini berarti perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR akan diikuti secara positif oleh kepuasan publik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi akan menyebabkan semakin tinggi kepuasan publik Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi akan menyebabkan semakin rendah kepuasan publik. Hasil ini sesuai dengan pendapat Wursanto (2005), bahwa aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR memiliki hubungan dengan kepuasan publik perusahaan. Selain itu, Muhammad (2004) menyebutkan ada dua hal yang mungkin menyebabkan orang tidak puas dengan pelayanan yang diberikan. Hal pertama, apabila orang tersebut tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Yang kedua, apabila hubungan sesama kurang baik. Atau dengan kata lain ketidak-puasan dan kepuasan ini berhubungan dengan masalah komunikasi. Tjiptono (2002)
juga mengemukakan bahwa kepuasan
publik sangat tergantung pada harapan publik. Oleh karena itu, strategi kepuasan publik haruslah didahului dengan pengetahuan yang detail dan akurat terhadap harapan publik. Dengan kata lain untuk mengetahui harapan publik diperlukan adanya komunikasi yang efektif.
Jika dilihat dari setiap item aktivitas komunikasi, maka tabel 22 menunjukkan bahwa
intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan media
komunikasi memiliki hubungan signifikan dengan kepuasan publik, namun hubungan tersebut memiliki tingkat keeratan yang lemah atau dengan kata lain, kedua faktor tersebut hampir tidak terlalu berhubungan dengan kepuasan publik sehingga tidak dapat dijadikan sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan oleh perusahaan khususnya dalam meningkatkan kepuasan masyarakat adat terhadap pelayanan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang lebih memiliki hubungan yang kuat dengan kepuasan publik. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ternyata bahwa masyarakat cenderung mengukur kepuasan mereka dengan hasil nyata atau bukti fisik yang mereka dapatkan dari perusahaan dan bukan disebabkan karena proses komunikasi yang terjadi antara perusahaan dengan mereka. Untuk mengefektifkan aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui kegiatan CSR secara keseluruhan sehingga dapat meningkatkan kepuasan publik terhadap perusahaan, perusahaan perlu melihat dan mengefektifkan aktivitas komunikasi publik perusahaan pada setiap bidang CSR dengan melihat bidangbidang mana yang paling berhubungan dengan kepuasan publik perusahaan. Secara rinci akan dijelaskan hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan pada setiap bidang kegiatan CSR dengan kepuasan publik sebagai berikut:
5.4.1. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat dengan Kepuasan Publik Perusahaan
Masalah kompensasi tanah adat di daerah penelitian bahkan keseluruhan daerah Papua merupakan salah satu masalah yang sangat krusial yang harus
ditangani karena merupakan salah satu potensi yang menyebabkan ketidak-puasan masyarakat Adat. Banyak rasa ketidak-puasan yang timbul pada masyarakat adat di daerah Papua terhadap perusahaan-perusahaan besar yang mengeksploitasi sumber daya alam masyarakat adat tanpa memperhatikan hak budaya atau hak adat masyarakat setempat. Sebagai contoh kasus adalah sering timbulnya resistensi-resistensi yang terjadi antara masyarakat adat dengan perusahaan PT Freeport Indonesia.
Karena itu, peran komunikasi publik perusahaan untuk
meningkatkan kepuasan masyarakat adat dalam bidang kompensasi tanah adat di Papua bahkan lebih khusus daerah penelitian sangat cukup memegang peranan penting. Komunikasi yang efektif dalam bidang kompensasi tanah adat tentu akan berhubungan dengan kepuasan masyarakat adat terhadap perusahaan yang ingin mengeksploitasi sumber daya alam di atas tanah adat mereka. Tetapi apabila komunikasi publik perusahaan tidak efektif, maka perusahaan tidak akan pernah mengetahui apa sesungguhnya yang menjadi harapan masyarakat adat. Sehingga program yang dilaksanakan tidak dapat menyentuh kebutuhan dan harapan masyarakat, maka yang terjadi adalah ketidak-puasan terhadap program dan perusahaan yang melaksanakan program tersebut. Hubungan komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat dengan kepuasan masyarakat adat terhadap perusahan BP LNG Tangguh akan disajikan pada Gambar diagram 10 di bawah ini.
Gambar 10. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat dengan Kepuasan Publik Perusahaan
Gambar 10 menunjukkan bahwa seluruh responden menilai aktivitas komunikasi di bidang kompensasi tanah adat dikategorikan rendah atau tidak efektif. Hal ini disebabkan intensitas komunikasi dengan perusahaan tentang kompensasi tanah adat jarang dilakukan bahkan perusahaan belum memberi jawaban atas keinginan atau aspirasi masyarakat adat tentang kompensasi tanah adat yang harus diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat adat yang dalam istilah bahasa lokal disebut sebagai ”uang permisi” atau ”uang ketok pintu”. Hal ini tentu memberikan peluang besar bagi terciptanya rasa ketidak-puasan masyarakat adat dalam bidang kompensasi tanah adat. Gambar 10 Juga menunjukkan hasil penelitian yang berbeda, ternyata sebagian besar responden yang aktivitas komunikasinya dikategorikan rendah atau tidak efektif memiliki tingkat kepuasan cukup tinggi atau cukup puas terhadap perusahaan. Hal ini berarti, rendahnya aktivitas komunikasi bukan
merupakan faktor yang menyebabkan ketidakkepuasan masyarakat adat terhadap perusahaan. Faktor kepuasan masyarakat lebih ditekankan pada penilain terhadap pelayanan perusahaan seperti kesopanan dan keramahan petugas perusahaan, kemampuan perusahaan untuk memberikan hal-hal yang menambah pengetahuan masyarakat, dll. Sedangkan dilihat dari aspek ketepatan dan kesesuai perusahaan memenuhi janji sesuai dengan waktu yang ditentukan, maka sebagian besar dari responden yang memiliki kepuasan cukup puas menilai kurang puas dari aspek ketepatan perusahaan memenuhi janji. Di sisi lain, pada Gambar 10 ternyata menunjukkan hasil yang berbeda juga, dimana terdapat seperempat lebih responden memiliki aktivitas komunikasi rendah, memiliki tingkat kepuasan dikategorikan kurang puas terhadap pelayanaan perusahaan. Hal ini berarti rendahnya aktivitas komunikasi ikut juga menentukan ketidak-puasan responden terhadap perusahaan. Gambar 10 juga terlihat bahwa secara deskritif untuk melihat hubungan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi apakah ikut menentukan tinggi rendahnya kepuasan publik sangat sulit untuk ditentukan karena penyebaran data responden yang homogen hanya pada aktivitas komunikasi
rendah atau tidak efektif.
Sehingga untuk melihat terdapatnya hubungan aktivitas komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat dengan kepuasan publik dilakukan uji statistik rank spearman yang ditunjukkan pada Tabel 23 di bawah ini. Tabel 23. Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman antara Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan pada Lima Bidang Aktivitas Komunikasi dalam Program CSR dengan Kepuasan Publik No.
1.
Bidang Aktivitas Komunikasi dalam Program CSR
Bidang Kompensasi Tanah Adat
Kepuasan Publik Correlation Sig. (2Coefficient tailed) 0,346** 0,007
2. 3. 4. 5.
Bidang Kesehatan Bidang Pendidikan dan Pelatihan Bidang Demand Tenaga Kerja Bidang Sarana Prasarana
0,319* 0,210 0,331** 0,328*
0,013 0,107 0,010 0,011
Tabel 23 menunjukkan bahwa terdapat korelasi rank spearman (rs) antara variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kompensasi tanah adat dengan kepuasan publik adalah sebesar 0,346 dengan arah positif.
Tingkat
keeratan berdasarkan kategori JP Guilford yang dikutip Harun Al Rasyid, (2004), dikategorikan rendah tetapi sangat signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut sangat signifikan karena nilai P sebesar sebesar 0,007 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,01. Artinya perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kompensasi tanah adat akan diikuti secara positif oleh kepuasan publik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi di bidang kompensasi tanah adat akan berhubungan dengan semakin tinggi kepuasan publik. Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi di bidang kompensasi tanah adat akan berhubungan dengan semakin rendah kepuasan publik. Hal ini disebabkan faktor komunikasi dalam hal keterbukaan komunikasi, intensitas komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam bidang kompensasi tanah adat merupakan penyebab ketidak-puasan dan kepuasan masyarakat terhadap perusahaan. Wursanto (2005), menyatakan penggunaan model komunikasi satu arah tidak memberikan kepuasan bagi komunikan demikian pula sebalikknya penggunaan model komunikasi dua arah akan memberikan kepuasan bagi komunikan. Hal ini disebabkan terdapatnya feedback dari komunikan, sehingga komunikator akan lebih mengetahui harapan-harapan dari komunikan dan dapat
memberikan program-program yang sesuai dengan harapan komunikan sehingga membawa dampak kepuasan bagi komunikan. Dengan demikian untuk meningkatkan kepuasan publik perusahaan BP LNG Tangguh maka perusahaan perlu mengefektifkan dan meningkatkan aktivitas komunikasi publik memalui program CSR dalam bidang kompensasi tanah adat dengan memperhatikan intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan.
5.4.2. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kesehatan Masyarakat dengan Kepuasan Publik Perusahaan
Rusahid (2008) menyatakan pendekatan CSR pada PT Freeport Indonesia bahkan lebih luas di daerah Papua perlu pendekatan khusus untuk dapat meningkatkan derajat pelayanan kesehatan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan mereka sendiri. Untuk itu, dibutuhkan kesabaran dan perhatian ekstra keras dari para pekerja medis untuk dapat sukses bertugas di Papua. Hal ini tidak terlepas dari peran motivasi yang kuat dari dalam diri para pelayan kesehatan untuk membantu masyarakat. Dalam memberikan pelayanan kesehatan harus selalu meyesuaikan tingkat kebutuhan kesehatan umum untuk masyarakat. Faktor komunikasi antara masyarakat dengan perusahaan dalam hal ini petugas medis memegang peranan penting untuk mengetahui kebutuhan kesehatan umum masyarkat, dan untuk memberikan kesadaran masyarakat akan kesehatan mereka sendiri. Tanpa komunikasi, kebutuhan kesehatan tidak
bisa diketahui secara
akurat bahkan perusahaan atau petugas medis tidak dapat memberikan kesadaran masyarakat akan kesehatan.
Tujuan progam CSR pada suatu perusahaan tidak akan berhasil jika program yang dilakukan tidak-sesuai dengan kebutuhan masyarakat, justru yang terjadi adalah timbulnya ketidak-puasan masyarakat karena program yang telah dilaksanakan tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat tersebut. Karena itu diperlukan komunikasi yang efektif untuk menggali atau mengkaji kebutuhan masyarakat khususnya di bidang kesehatan masyarakat sehingga program CSR yang dilakukan dalam bidang kesehatan masyarakat dapat efektif mencapai tujuan. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa aktivitas komunikasi dalam bidang kesehatan memiliki hubungan dengan kepuasan publik terhadap perusahaan. Aktivitas komunikasi bidang kesehatan meliputi aktivitas dalam penyusunan program kegiatan dalam satu tahun berjalan serta aktivitas komunikasi dalam penyuluhan kesehatan.
Hasil penelitian tentang hubungan
aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang kesehatan masyarakat dengan kepuasan publik disajikan pada Gambar 11 di bawah ini
Gambar 11. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kesehatan Masyarakat dengan Kepuasan Publik Perusahaan
Gambar 11 menujukkan bahwa semua responden dengan aktivitas komunikasi di bidang kesehatan masyarakat dikategorikan tinggi dan sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi cukup tinggi memiliki tingkat kepuasan yang cukup tinggi atau cukup puas terhadap pelayanan perusahaan. Demikian pula dengan aktivitas komunikasi rendah, dimana seperempat lebih responden yang menilai kurang puas dengan pelayanan perusahaan. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi di bidang kesehatan masyarakat akan menyebabkan tinggi rendahnya kepuasan publik terhadap perusahaan.
Gambar 11 juga menunjukkan hasil yang berbeda, dimana tidak terdapat kecenderungan hubungan antara aktivitas komunikasi di bidang kesehatan masyarakat dengan kepuasan publik perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi di bidang kesehatan masyarakat dikategorikan rendah dan kurang namun memiliki tingkat kepuasan yang cukup tinggi atau cukup puas terhadap perusahaan.
Hal ini
dikarenakan sekalipun masyarakat kurang terlibat dalam aktivitas komunikasi di bidang kesehatan masyarakat tetapi mereka merasa puas dengan informasi yang diperoleh karena menambah pengetahuan mereka di bidang kesehatan. Demikian pula sebaliknya terdapat seperempat lebih responden dengan aktivitas komunikasi di bidang kesehatan masyarakat dikategorikan cukup tinggi namun merasa kurang puas dengan pelayanan perusahaan. Hal ini disebabkan hasil kegiatan di bidang
kesehatan masyarakat yang kurang sesuai dengan yang diharapkan dan bukan disebabkan karena proses komunikasi yang terjadi dalam bidang kesehatan masyarakat. Untuk lebih mengetahui dan memperkuat terdapat atau tidak terdapatnya hubungan antara aktivitas komunikasi publik dalam bidang kesehatan masyarakat dengan kepuasan publik perusahaan dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji korelasi rank sperman, yang hasil dapat dilihat pada tabel 23, menunjukkan bahwa terdapat korelasi rank spearman (rs) antara variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kesehatan masyarakat dengan kepuasan publik adalah sebesar 0,319 dengan arah positif. Tingkat keeratan berdasarkan kategori JP Guilford (dikutip Harun Al Rasyid, 2004), dikategorikan rendah tetapi signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut signifikan karena nilai P sebesar sebesar 0,013 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,05. Artinya perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kesehatan masyarakat akan diikuti secara positif oleh kepuasan publik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi di bidang kesehatan masyarakat berhubungan dengan semakin tinggi kepuasan publik. Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi di bidang kesehatan masyarakat akan berhubungan dengan semakin rendah kepuasan publik. Terdapatnya hubungan antar variabel tersebut disebabkan faktor komunikasi merupakan salah satu faktor penting yang memberikan kepuasan kepada masyarakat berkaitan dengan unsur “pesan” di bidang kesehatan yang dirasakan bermanfaat bagi responden dan dapat menambah pengetahuan. Sebagaimana terlihat pada karakteristik responden dimana sebagian besar hanya
berpendidikan SD yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan yang terbatas, sehingga aktivitas komunikasi di bidang kesehatan seperti penyuluhan kesehatan dirasa sangat penting dan bermanfaat bagi masyarakat sehingga berhubungan dengan kepuasan masyarakat terhadap perusahaan. Suprapto (2011) menyatakan audience akan lebih menerima pesan yang disampaikan komunikator jika pesan yang disampaikan menguntungkan atau bermanfaat bagi target audience. Dengan demikian untuk lebih meningkatkan kepuasan publik perusahaan maka perusahaan BP LNG Tangguh perlu mengefektifkan dan meningkatkan aktivitas komunikasi publik CSR di bidang kesehatan masyarakat dengan memperhatikan intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan.
5.4.3. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan dengan Kepuasan Publik Perusahaan
Aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan pada daerah penelitian meliputi aktivitas dalam penyusunan program kegiatan dalam satu tahun berjalan serta aktivitas komunikasi dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan masyarakat. Faktor komunikasi sangat berperan penting dalam proses penyusunan program berbasis masyarakat dan dalam proses pendidikan melalui penyuluhan dan pelatihan. Tanpa komunikasi yang efektif,
kegiatan bidang
pendidikan dan pelatihan tidak dapat mencapai tujuan secara efektif juga. Hasil penelitian tentang hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang pendidikan dan pelatihan dengan kepuasan publik disajikan pada Gambar 12 di bawah ini
Gambar 12.
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan dengan Kepuasan Publik Perusahaan
Gambar 12 menujukkan bahwa semua responden dengan aktivitas komunikasi bidang pendidikan dan pelatihan dikategorikan tinggi dan sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi dikategorikan cukup tinggi memiliki tingkat kepuasan yang cukup tinggi atau cukup puas terhadap pelayanan perusahaan. Demikian pula dengan aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan rendah, dimana seperempat lebih responden yang dikategorikan menilai kurang puas dengan pelayanan perusahaan. Hal ini menunjukkan secara deskriptif terdapat kecenderungan hubungan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan akan menyebabkan tinggi rendahnya kepuasan publik terhadap perusahaan. Gambar 12 juga menunjukkan hasil yang berbeda, dimana tidak terdapat kecenderungan hubungan antara aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan dengan kepuasan publik perusahaan.
Hal ini ditunjukkan dengan
terdapatnya sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan dikategorikan rendah
dan kurang namun memiliki
tingkat kepuasan yang dikategorikan cukup tinggi atau cukup puas.
Hal ini
menunjukkan sekalipun masyarakat kurang terlibat dalam aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan, tetapi mereka merasa puas dengan informasi yang diperoleh karena menambah pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi mereka. Demikian pula sebaliknya terdapat seperempat lebih responden dengan aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan cukup tinggi namun merasa kurang puas dengan pelayanan perusahaan. Hal ini disebabkan hasil kegiatan di bidang pendidikan dan pelatihan yang kurang sesuai dengan yang
diharapkan, seperti yang ditemukan di lapangan bahwa terdapatnya responden yang diberikan pendidikan dan pelatihan peningkatan keterampilan namun tidak dapat mengembangkan keterampilan tersebut karena terbatasnya alat dan modal, karena itu menurut Nursahid (2008), pilihan-pilihan program CSR lebih khusus program pendidikan dan pelatihan yang dilakukan hendaknya didasarkan pada kemampuan masyarakat dan
harus memperhatikan potensi daerah setempat
sehingga program tersebut juga dapat memiliki manfaat jangka panjang dan berkesinambungan.
Dengan
demikian
secara
deskriptif
faktor
aktivitas
komunikasi bukan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kepuasan masyarakat terhadap program CSR di bidang pendidikan dan pelatihan. Secara umum harapan masyarakat adat yang pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan-pelatihan berharap hendaknya ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan, dapat dikembangkan.
Karena itu diharapkan perusahaan dapat
menyediakan modal usaha atau peralatan yang bisa digunakan untuk pengembangan keterampilan mereka serta menyediakan lapangan pekerjaan sesuai dengan pelatihan-pelatihan yang sudah dilaksanakan. Selain itu, sebagian besar dari mereka berharap ada kejelasan informasi yang mereka peroleh saat mengikuti pelatihan bahwa mereka dijanjikan oleh perusahaan akan disediakan pekerjaan setelah mereka mendapatkan pelatihan. Untuk lebih mengetahui dan memperkuat terdapat atau tidak terdapatnya hubungan antara aktivitas komunikasi publik dalam bidang pendidikan dan pelatihan dengan kepuasan publik perusahaan, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji korelasi rank sperman, yang hasilnya ditampilkan pada tabel 23, menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara
aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan dengan kepuasan publik pada taraf kepercayaan satu persen dan lima persen, artinya tinggi rendahnya aktivitas komunikasi dalam bidang pendidikan dan pelatihan tidak berhubungan dengan tinggi rendahnya tingkat kepuasan publik. Hal ini disebabkan kepuasan publik lebih cenderung disebabkan oleh faktor out put (hasil) dari kegiatan di bidang pendidikan dan pelatihan dan bukan disebabkan oleh proses komunikasi publik yang terjadi dalam bidang tersebut. Sehingga sekalipun proses komunikasi yang dilakukan sudah sangat efektif atau terjadi kesaman makna antara komunikan dengan komunikator, namun hasil nyata yang didapat dari kegiatan di bidang pendidikan dan pelatihan tidak sesuai dengan harapan publik maka yang terjadi adalah ketidak-puasan karena hasil program yang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Dengan demikian untuk meningkatkan kepuasan publik perusahaan BP LNG Tangguh maka perusahaan perlu memberikan hasil nyata di bidang pendidikan dan pelatihan sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat adat.
5.4.4.
Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Demand Tenaga Kerja dengan Kepuasan Publik Perusahaan
Aktivitas komunikasi bidang demand tenaga kerja di daerah penelitian meliputi aktivitas dalam proses penyampaian pesan tentang permintaan tenaga kerja oleh perusahaan BP LNG Tangguh kepada masyarakat adat. Sedangkan kepuasan terhadap pelayanan perusahaan adalah selisih antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan), jika ada selisih jauh antara keinginan dan kekurangan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan maka orang
menjadi tidak puas. Tetapi jika kondisi yang diinginkan dan kekurangan yang ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan kenyataan yang didapat maka ia akan puas. Bidang demand tenaga kerja merupakan salah satu bidang yang sering memicu ketidak-puasan masyarakat sekitar dengan perusahaan karena berbagai hal. Salah satunya adalah faktor komunikasi. Dengan komunikasi, perusahaan dapat
memperkecil
ketidak-puasan
dan
meningkatkan
kepuasan.
Tanpa
komunikasi, perusahaan tidak dapat menyusun program yang memberikan kepuasan kepada masyarakat secara efektif. Berikut ini adalah hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang demand tenaga kerja dengan kepuasan publik disajikan pada Gambar diagram 13
Gambar 13.
Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Demand Tenaga Kerja dengan Kepuasan Publik Perusahaan Gambar 13 menujukkan bahwa semua responden dengan aktivitas
komunikasi dikategorikan tinggi di bidang demand tenaga kerja dan sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi cukup tinggi memiliki tingkat kepuasan yang cukup tinggi atau cukup puas dengan pelayanan perusahaan.
Demikian pula dengan aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja yang dikategorikan rendah, dimana seperempat lebih responden dikategorikan menilai kurang puas dengan pelayanan perusahaan. Hal ini menunjukkan ada kecenderungan hubungan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja akan menentukan tinggi rendahnya kepuasan publik terhadap perusahaan. Gambar 13 juga menunjukkan hasil yang berbeda, dimana tidak terdapat kecenderungan hubungan antara aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja dengan kepuasan publik perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja yang rendah dan kurang namun memiliki tingkat kepuasan yang cukup tinggi atau cukup puas. Ini dikarenakan sekalipun masyarakat kurang terlibat dalam aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja, tetapi mereka merasa puas karena sebagian dari mereka sudah direkrut sebagai karyawan BP LNG Tangguh, oleh karena mereka memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan kepala kampung dan aparatnya sehingga mereka ini lebih mendapat informasi langsung dari kepala kampung tentang adanya permintaan tenaga kerja.
Demikian pula sebaliknya terdapat seperempat responden dengan aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja dikategorikan cukup tinggi namun merasa kurang puas dengan pelayanan perusahaan. Hal ini disebabkan hasil kegiatan di bidang demand tenaga kerja yang kurang sesuai dengan yang diharapkan masyarakat adat, seperti yang ditemukan di lapangan bahwa terdapatnya responden yang telah mendapat pekerjaan sebagai karyawan PB LNG tetapi mereka merasa kurang puas karena hanya ditempatkan sebagai tenaga buruh kasar pada kegiatan konstruksi proyek Tangguh. Hasil temuan ini
didukung
dengan hasil penelitian Mayawati (2009) yang menemukan bahwa tenaga kerja lokal yang bekerja pada masa konstruksi perusahaan proyek Tangguh hanya ditempatkan pada pekerjaan dengan tingkat keterampilan rendah dan menegah seperti security, tenaga konstruksi, perbengkelan, sopir, tukang masak, cleaning service. Pada masa produksi perusahan proyek LNG Tangguh banyak tenaga kerja yang dikurangi. Dari 7000 tenaga kerja yang bekerja pada masa produksi, akan dikurangi menjadi 500 tenaga kerja ahli. Sehingga banyak dari mereka yang kurang memiliki keterampilan harus menerima kenyataan untuk tidak bekerja. Penempatan tenaga kerja lokal ini sesuai dengan karakteristik pendidikan formal responden
yang
menunjukan
bahwa
sebagian
besar
responden
hanya
berpendidikan SD sehingga lebih cenderung memiliki pengetahuan dan keterampilan yang rendah, sehingga tidak mengherankan jika perusahaan hanya menempatkan pekerja lokal pada pekerjaan dengan tingkat keterampilan rendah.
Harapan masyarakat adalah semoga ada keterbukaan komunikasi oleh perusahaan BP LNG Tangguh mengenai informasi tenaga kerja terutama menyangkut nasib mereka karena terjadi pengurangan tenaga kerja pada saat perusahaan meninggalkan masa konstruksi dan memasuki masa produksi. Bagi mereka yang memiliki keterampilan rendah, diharapkan perusahaan dapat memberikan pelatihan-pelatihan atau program pra magang beruba program peningkatan keterampilan atau peningkatan kapasitas pada mereka yang telah bekerja sebagai karyawan sehingga mereka juga bisa bekerja pada posisi-posisi kerja yang lebih baik dari apa yang mereka dapatkan sekarang. Untuk lebih mengetahui dan memperkuat terdapat atau tidak terdapatnya hubungan antara aktivitas komunikasi publik dalam bidang demand tenaga kerja dengan kepuasan publik, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji korelasi rank sperman, yang hasilnya pengujian ditampilkan pada tabel 23, menunjukkan bahwa terdapat korelasi rank spearman (rs) antara variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang demand tenaga kerja dengan kepuasan publik adalah sebesar 0,331 dengan arah positif. Tingkat keeratan berdasarkan kategori JP Guilford (dikutip Harun Al Rasyid, 2004), dikategorikan rendah tetapi sangat signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut sangat signifikan karena nilai P sebesar 0,010 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,01. Artinya perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang demand tenaga kerja akan diikuti secara positif oleh kepuasan publik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja berhubungan
dengan
semakin tinggi kepuasan publik Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja akan berhubungan dengan semakin
rendah kepuasan publik. Hal ini disebabkan faktor komunikasi merupakan salah satu faktor penting yang memberikan kepuasan kepada masyarakat berkaitan dengan keterbukaan infomasi mengenai demand tenaga kerja, media yang digunakan dan model yang digunakan dalam proses aktivitas komunikasi. Dilla
(2007)
mengemukakan
dalam
berkomunikasi
kita
perlu
mengembangkan sikap terbuka sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan, bahwa komunikator dapat membawa pesan yang memberikan kepuasan kepada penerima pesan. Dengan komunikasi yang efektif maka perusahaan akan mendapat pengetahuan yang detail tentang harapan masyarakat, sehingga mempermudah meningkatkan kepuasan masyarakat dalam bidang demand tenaga kerja, demikian pula sebaliknya komunikasi yang tidak efektif akan menutup pengetahuan perusahaan tentang harapan masyarakat di bidang demand tenaga kerja sehinga mengakibatkan ketidak-puasan masyarakat terhadap perusahaan khususnya dalam mengkomunikasikan program di bidang demand tenaga kerja. Dengan demikian berdasarkan hasil uji statistik diatas, maka untuk meningkatkan tingkat kepuasan masyarakat adat terhadap pelayanan perusahaan BP LNG Tangguh, maka perusahaan BP LNG Tangguh harus dapat mengefektifkan dan meningkatkan aktivitas komunikasi publik memalui program CSR dalam bidang demand tenaga kerja khususnya lebih transparan atau terbuka dalam mengkomunikasikan informasi di bidang tenaga kerja sehingga tidak terjadi miss komunikasi antara masyarakat dengan perusahan dan tidak terjadi rasa kurang percaya atau kecurigaan yang negatif perhadap perusahaan.
5.4.5. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pembangunan Sarana Prasarana dengan Kepuasan Publik Perusahaan
Bidang pembangunan sarana prasarana merupakan salah satu bidang yang berpotensi menimbulkan rasa ketidak-puasan pada masyarakat adat di daerah penelitian. Kenyataan yang terjadi adalah timbulnya rasa ketidak-puasan masyarakat di daerah penelitian atau daerah sebelah utara teluk Bintuni pada perusahaan BP LNG Tangguh karena merasa didiskriminasi dengan pembangunan sarana prasarana yang lebih lengkap di daerah sebelah selatan teluk Bintuni, khususnya kampung Tanah Merah Baru. Kampung tanah merah baru ini merupakan kampung yang dipindahkan oleh perusahaan sebagai akibat adanya pembangunan kilang gas perusahan BP LNG Tangguh di kampung tanah merah lama. Namun pembangunan sarana prasarana yang begitu lengkap ini, disadari telah membuat kecemburuan sosial antara masyarakat adat pada daerah yang kampungnya terkena dampak langsung, khususnya wilayah sebelah utara teluk Bintuni. Karena itu, perusahaan telah melakukan pendekatan komunikasi dengan masyarakat di daerah utara teluk Bintuni untuk melaksanakan program CSR khususnya bidang pembangunan sarana prasarana. Dengan harapan pembangunan tersebut dapat menciptakan kepuasan masyarakat dan mengurangi kecemburuan sosial yang terjadi dengan masyarakat di sebelah selatan teluk Bintuni.
Kepuasan publik sangat tergantung pada harapan publik. Oleh karena itu, strategi kepuasan publik haruslah didahului dengan pengetahuan yang detail dan akurat terhadap harapan publik. Dengan kata lain untuk mengetahui harapan publik diperlukan adanya komunikasi.
Dengan komunikasi perusahaan dapat
membangun fasilitas sarana prasarana masyarakat yang sesuai dengan harapan publik. Apabila pembangunan sarana prasarana telah sesuai dengan harapan, maka akan muncul kepuasan dalam masyarakat adat. Dengan demikian secara teoritis, komunikasi memiliki hubungan dengan kepuasan. Namun hal ini bisa berbeda pada setiap daerah penelitian. Untuk lebih jelasnya akan ditampilkan hasil penelitian tentang hubungan komunikasi publik dalam bidang pembangunan sarana prasarana dengan kepuasan publik terhadap perusahan BP LNG Tangguh pada Gambar 14.
Gambar 14. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pembangunan Sarana Prasarana dengan Kepuasan Publik Perusahaan
Gambar 14 menujukkan bahwa sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi kurang dan rendah memiliki tingkat kepuasan yang cukup tinggi atau cukup puas. Hal ini menujukkan sekalipun masyarakat kurang bahkan tidak pernah melakukan aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana tetapi mereka cukup merasa puas dengan pelayanan yang diberikan dengan hasil pembangunan sarana prasarana yang disediakan.
Demikian juga terdapat
seperempat lebih responden dengan aktivitas komunikasi cukup tinggi tetapi memiliki tingkat kepuasan kurang puas. Hal ini disebabkan sekalipun mereka memiliki aktivitas komunikasi cukup tinggi tetapi mereka merasa kurang puas dengan hasil pembangunan sarana prasarana yang terealisasi tidak sesuai dengan program kerja yang direncanakan di bidang pembangunan sarana prasarana. Ini ditunjukkan dengan adanya fasilitas yang belum terselesaikan karena alokasi dana untuk bidang pembangunan sarana prasarana yang masih kurang. Hasil tersebut diatas menunjukkan bahwa tinggi rendahnya aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana tidak menuntukan tinggi rendahnya tingkat kepuasan publik perusahaan. Meskipun demikian, Gambar 14 juga menunjukkan hasil yang berbeda, dimana ada kecenderungan terdapatnya hubungan positif antara aktivitas komunikasi dengan kepuasan publik perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana sangat tinggi dan memiliki tingkat kepuasan yang sangat tinggi atau sangat puas juga. Demikian pula sebaliknya terdapat seperempat lebih responden dengan aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana rendah dan memiliki tingkat kepuasan kurang puas. Dengan hasil
ini dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya aktivitas komunikasi bidang pembangunan sarana prasarana ikut menentukan tinggi rendahnya tingkat kepuasan publik pada perusahaan BP LNG Tangguh. Untuk lebih mengetahui dan memperkuat terdapat atau tidak terdapatnya hubungan antara aktivitas komunikasi publik dalam bidang pembangunan sarana prasana dengan kepuasan publik perusahaan, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji korelasi rank sperman, yang hasil ditampilkan pada tabel 23, menunjukkan bahwa terdapat korelasi rank spearman (rs) antara variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang pembangunan sarana prasarana dengan kepuasan publik adalah sebesar 0,328 dengan arah positif.
Tingkat keeratan
berdasarkan kategori JP Guilford (dikutip Harun Al Rasyid, 2004), dikategorikan rendah tetapi signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut signifikan karena nilai P sebesar sebesar 0,011 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,05. Artinya perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang pembangunan sarana prasarana akan diikuti secara positif oleh kepuasan publik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana berhubungan dengan semakin tinggi kepuasan publik. Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana akan berhubungan dengan semakin rendah kepuasan publik. Hal ini disebabkan faktor komunikasi memegang peranan penting di dalam proses komunikasi untuk membahas program-program yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat adat. Aktivitas komunikasi yang efektif akan menghasilkan program-program di bidang pembangunan sarana prasarana yang sesuai dengan harapan publik
sehingga memberikan kepuasan kepada masyarakat adat, demikian pula sebaliknya aktivitas komunikasi yang tidak efektif akan menghasilkan programprogram di bidang pembangunan sarana prasarana yang tidak sesuai dengan harapan publik sehingga memberikan ketidak-puasan masyarakat adat terhadap perusahaan. Dengan demikian untuk meningkatkan kepuasan publik perusahaan BP LNG Tangguh maka perusahaan perlu mengefektifkan dan meningkatkan aktivitas komunikasi publik CSR dalam bidang pembangunan sarana prasarana dengan memperhatikan intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan.
5.5. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat
Nursahid (2008) menyatakan pelaksanaan CSR yang berhasil akan membawa dampak pada kelangsungan operasi bisnis perusahaan, masyarakat yang merasa mendapatkan manfaat atau keuntungan dari keberadaan perusahaan dengan sendirinya akan turut menjaga keberadaan perusahaan sehingga tidak terjadinya konflik. Sebaliknya jika reputasi perusahaan buruk karena pelaksanaan CSR tidak terkelolah dengan baik, boleh jadi akan menghadapi masyarakat sekitarnya sebagai musuh utama. Dengan begitu operasi bisnisnya pun tidak pernah merasa aman karena setiap saat dapat saja menghadapi berbagai keluhan masyarakat yang pada gilirannya akan merugikan bisnis itu sendiri. Salah satu tolak ukur perusahaan dalam menjalankan program CSR agar efektif apabila tidak terjadi konflik-konflik publik dengan perusahaan, salah satu cara untuk
menghindari dan mencegah konflik dengan masyarakat adalah dengan melakukan komunikasi yang efektif. Komunikasi publik yang baik dapat membangun hubungan baik perusahaan dengan masyarakat.
Program CSR bila diterapkan dengan
menggunakan komunikasi yang efektif maka tujuan CSR dapat dicapai, yaitu membangunan hubungan baik perusahaan dengan masyarakat sehingga dapat menghindari konflik yang mengancam eksistensi dari suatu perusahaan. Karena itu, dapat diperkirakan komunikasi memiliki hubungan dengan perilaku konflik. Hasil penelitian tentang hubungan komunikasi publik perusahaan melalui program CSR dengan perilaku konflik masyarat adat dengan perusahaan BP LNG Tanguh disajikan pada Gambar 15 di bawah ini
Gambar 15. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan melalui Program CSR dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat
Gambar diagram diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi dikategorikan rendah dan memiliki tingkat perilaku konflik terhadap perusahaan dikategorikan cukup tinggi.
Demikian pula
sebaliknya bahwa terdapat sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi publik dikategorikan cukup tinggi dan memiliki perilaku konflik yang dikategorikan rendah atau tanpa konflik. Hal ini berarti bahwa terdapat kecenderungan hubungan yang bersifat negatif antara aktivitas komunikasi dengan perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Dengan kata lain, semakin rendah aktivitas komunikasi publik akan menyebabkan semakin tinggi perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Demikian pula sebaliknya semakin tinggi aktivitas komunikasi publik perusahaan akan menentukan semakin rendah tingkat perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Gambar 15 di atas juga memberikan hasil yang berbeda. Dimana tidak ada kecenderungan aktivitas komunikasi publik perusahaan berhubungan dengan perilaku konflik masyarakat adat.
Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya
sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi dikategorikan kurang tetapi memiliki tingkat perilaku konflik yang kurang juga, dan terdapatnya responden dengan aktivitas komunikasi cukup tinggi tetapi memiliki perilaku konflik terhadap perusahaan yang dikategorikan tinggi pula. Hal ini dikarenakan konflik-konflik yang terjadi dengan perusahaan bukan disebabkan oleh proses aktivitas komunikasi publik yang terjadi meliputi intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan, tetapi
lebih cenderung
disebabkan karena hasil (out put) yang didapat dari tahap pelaksanaan setiap
kegiatan CSR yang bertentangan dengan yang diinginkan atau yang di harapan masyarakat. Untuk lebih mengetahui dan memperkuat terdapat atau tidak terdapatnya hubungan antara aktivitas komunikasi publik melalui seluruh bidang kegiatan CSR dengan perilaku konflik secara statistik dengan menggunakan uji rank spearman disajikan pada Tabel 24 di bawah ini. Tabel 24.
Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman antara Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Program CSR dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat Aktivitas Komunikasi
1. Intensitas Komunikasi 2. Teknik Komunikasi 3. Model Komunikasi Keseluruhan Aktivitas Komunikasi
Perilaku Konflik Correlation Sig. (2-tailed) Coefficient - 0,346** 0,007 - 0,404** 0,002 - 0,412** 0,002 ** - 0,364 0,004
Tabel 24 menunjukkan bahwa korelasi rank spearman (rs) antara variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam program CSR dengan perilaku konflik masyarakat adat adalah sebesar -0,364 dengan arah negatif.
Tingkat
keeratan berdasarkan kategori JP Guilford (dikutip Harun Al Rasyid, 2004), dikategorikan rendah tetapi sangat signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut sangat signifikan karena nilai P sebesar sebesar 0,004 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,01. Artinya perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam program CSR akan diikuti secara negatif oleh perilaku konflik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam program CSR akan menyebabkan semakin rendah perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam program CSR akan menyebabkan semakin
tinggi perilaku konflik. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Muchsinah, 2006 yang dilakukan pada PT Semen Gresik bahwa efektivitas komunikasi manajer perusahaan memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan dengan konflik. Hasil ini juga sesuai dengan pendapat Hajimoto (2001), adanya konflik adalah bukti bahwa ada kemacetan komunikasi antara berbagai golongan dalam masyarakat kita yang majemuk. Pertumbuhan konflik dalam proses komunikasi terjadi akibat pelemparan pesan yang tidak memuaskan antara komunikan dengan komunikator. Manusia berkomunikasi untuk mengatasi dan mencegah konflik, pertentangan antar manusia. Melalui komunikasi yang efektif, konflik dapat dihindari. Usman (2001), menyatakan bahwa suatu proses komunikasi untuk memberikan informasi yang benar akan menimbulkan suatu ketenangan dalam kehidupan masyarakat, tetapi apabila isu atau informasi yang dikembangkan orang dalam berinteraksi tidak seirama dengan apa yang terjadi maka timbulah konflik dalam setiap pertukaran pesan, baik yang bersifat individu, kelompok maupun masyarakat. Akibatnya benturan sosial tidak dapat dihindari, baik dalam bentuk fisik maupun penekanan setiap ide yang berkembang dalam setiap komponen kehidupan masyarakat. Tabel 24 juga terlihat bahwa berdasarkan item penyusun aktivitas komunikasi, maka intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi juga memiliki hubungan korelasi yang sangat signifikan dengan perilaku konflik masyarakat adat, namun hanya teknik komunikasi dan model komunikasi yang memiliki tingkat hubungan keeratan yang cukup erat dengan perilaku konflik. Dengan demikian, teknik komunikasi dan model komunikasi
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku konflik dengan perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan perlu mengefektifkan teknik komunikasi dan model komunikasi melalui program CSR secara keseluruhan untuk mencegah dan menghindari terjadinya konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Namun untuk mengefektifkan aktivitas komunikasi publik perusahaan secara keseluruhan, khususnya teknik komunikasi dan model komunikasi, perusahaan BP LNG Tangguh perlu melihat dan mengefektifkan aktivitas komunikasi publik perusahaan pada setiap bidang CSR dengan memperhatikan bidang-bidang mana yang paling berhubungan dan tidak berhubungan dengan perilaku konflik masyarakat adat. Secara rinci akan dijelaskan hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan pada setiap bidang kegiatan CSR dengan perilaku konflik masyarakat sebagai berikut:
5.5.1. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat
Masalah kompensasi tanah adat merupakan salah satu potensi konflik yang sering terjadi antara perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam di tanah Papua dengan masyarakat adat setempat. Tingginya resistensiresistensi tersebut akibat perusahaan kurang memperhatikan lingkungan sekitar perusahaan, baik lingkungan hidup maupun hak masyarakat adat setempat. Sehingga tidak menutup kemungkinan, kadangkala masyarakat sekitar melakukan perilaku agresif dengan menutup paksa, melakukan pencekalan, melakukan demonstrasi untuk menuntut ditutupinya perusahaan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Amri dan Sarosa (2008), selama ini konflik antara perusahaan
dengan masyarakat di Indonesia banyak dipicu oleh perilaku perusahaan yang cenderung bersifat eksploitatif terhadap masyarakat dan lingkungan dimana ia beroperasi, lebih lanjut dikemukakan bahwa biasanya konflik yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat terkait dengan isu tuntutan ganti rugi terhadap tanah atau aset masyarakat lain yang diambil atau digunakan perusahaan. Sebagai contoh kasus adalah sering timbulnya resistensi-resistensi yang terjadi antara masyarakat adat sekitar dengan perusahaan PT Freeport Indonesia, bahkan pada tanggal 24 Maret 2007 di kota Manokwari ibukota Propinsi Papua Barat, masyarakat adat yang berasal dari suku-suku di daerah penelitian (suku Sebyar Kembarano Dambando) pernah melakukan demontrasi di DPR Propinsi Papua Barat karena menuntut perusahaan BP LNG Tangguh berkewajiban memperhatikan hak-hak adat masyarakat setempat sesuai dengan Undang-undang Otonomi Khusus No. 21 Tahun 2001, yang berisikan perlindungan hak-hak masyarakat adat, yaitu pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat. Menurut Undang-undang tersebut, masyarakat adat merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum adat yang secara turun temurun telah terikat dalam satu kesatuan sosial budaya dan adat istiadat dan diakui keberadaanya dengan segala hak kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Keberadaan Undang-undang ini juga merupakan salah satu pemicu konflik masyarakat adat dengan perusahaan yang hendak
beroperasi di daerah adat
mereka apabila tidak melakukan CSR dengan baik. Masalah kompensasi adat ini kalau tidak ditangani dengan baik oleh perusahaan maka akan mengancam eksistensi dan sustainability perusahaan bersangkutan. Untuk mengatasi hal
tersebut, salah satunya diperlukan adanya komunikasi yang efektif di bidang kompensasi tanah adat. Karena itu peran komunikasi publik perusahaan untuk mengelola, mengatasi dan mencegah terjadinya konflik masyarakat adat dalam bidang kompensasi tanah adat di Papua bahkan lebih khusus daerah penelitian sangat memegang peranan penting. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi memiliki berhubungan dengan tinggi-rendahnya perilaku konflik. Berikut ini untuk melihat hubungan komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat dengan perilaku konflik masyarakat adat terhadap perusahan BP LNG Tangguh akan disajikan pada Gambar 16 di bawah ini.
Gambar 16. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kompensasi Tanah Adat dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat Gambar 16 menunjukkan bahwa seluruh responden menilai aktivitas
komunikasi di bidang kompensasi tanah adat rendah atau tidak efektif. Hal ini tentu memberikan peluang besar bagi terciptanya perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh dalam bidang kompensasi tanah adat. Hasil ini didukung dengan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 16 bahwa sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi
dalam bidang
kompensasi tanah adat dikategorikan rendah atau tidak efektif memiliki tingkat perilaku konflik terhadap perusahaan BP LNG Tangguh cukup sering dan sering. Hal ini berarti, rendahnya aktivitas komunikasi ikut juga menentukan tingginya perilaku konflik masyarakat adat terhadap perusahaan. Namun disisi lain
terdapat hasil yang berbeda, dimana terdapat
seperempat lebih responden dengan aktivitas komunikasi rendah tetapi dikategorikan memiliki perilaku konflik dengan perusahaan BP LNG Tangguh kurang dan tidak pernah. Hal ini menunjukkan rendahnya faktor komunikasi publik bukan merupakan masalah yang serius untuk dijadikan sumber konflik dengan perusahaan. Dengan kata lain rendahnya aktivitas komunikasi di bidang kompensasi tanah adat belum tentu ikut menyebabkan tingginya perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Gambar 16 juga terlihat bahwa secara deskriptif untuk melihat hubungan tinggi rendahnya aktivitas komunikasi dalam bidang kompensasi tanah adat apakah berhubungan dengan tinggi rendahnya perilaku konflik masyarakat adat sangat sulit untuk ditentukan karena penyebaran data responden yang homogen hanya pada aktivitas komunikasi
rendah atau tidak efektif, sehingga
untuk
melihat terdapatnya hubungan aktivitas komunikasi publik dalam bidang kompensasi tanah adat dengan perilaku konflik masyarakat adat dilakukan uji statistik korelasi rank spearman yang ditunjukkan pada Tabel 25 di bawah ini. Tabel 25. Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman antara Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan pada Lima Bidang dalam Program CSR dengan Perilaku Konflik No.
1.
Bidang Aktivitas Komunikasi dalam Program CSR
Bidang Kompensasi Tanah Adat
Perilaku Konflik Correlation Sig. (2-tailed) Coefficient 0,306* 0,0017
2. 3. 4. 5.
Bidang Kesehatan Bidang Pendidikan dan Pelatihan Bidang Demand Tenaga Kerja Bidang Sarana Prasarana
0,379** 0,406** 0,462** 0,475**
0,003 0,001 0,000 0,000
Tabel 25 menunjukkan bahwa terdapat korelasi rank spearman (rs) antara variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kompensasi tanah adat dengan perilaku konflik masyarakat adat adalah sebesar -0,306 dengan arah negatif. Tingkat keeratan berdasarkan kategori JP Guilford (dikutip Harun Al Rasyid, 2004), dikategorikan rendah tetapi signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut signifikan karena nilai P sebesar sebesar 0,017 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,05. Artinya perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kompensasi tanah adat akan diikuti secara negatif oleh perilaku konflik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kompensasi tanah adat akan berhubungan dengan semakin rendah perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang kompensasi tanah adat akan berhubungan dengan semakin tinggi perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Hal ini disebabkan sumber utama perilaku konflik masyarakat adat di bidang kompensasi tanah adat adalah tidak adanya feedback dalam komunikasi sehingga terkesan kurang adanya keterbukaan dalam berkomunikasi tentang kompensasi tanah adat, sehingga masyarakat adat cenderung untuk menuntut dan melakukan konflik dengan perusahaan. Usman (2001), menyatakan bahwa suatu proses komunikasi untuk memberikan informasi yang benar akan menimbulkan suatu ketenangan dalam kehidupan masyarakat, tetapi apabila isu atau informasi yang dikembangkan
orang dalam berinteraksi tidak seirama dengan apa yang terjadi maka timbulah konflik dalam setiap pertukaran pesan, baik yang bersifat individu, kelompok maupun masyarakat. Akibatnya benturan sosial tidak dapat dihindari, baik dalam bentuk fisik maupun penekanan setiap ide yang berkembang dalam setiap komponen kehidupan masyarakat. Menurut Amri dan Sarosa (2008), konflik disebabkan oleh hubungan sosial yang telah bermasalah antara berbagai-bagai komponen masyarakat yang ada di sekitar perusahaan juga akan mengalami berbagai masalah dan kerugian. Dengan demikian untuk meningkatkan mencegah dan mengatasi perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh maka perusahaan perlu mengefektifkan dan meningkatkan aktivitas komunikasi publik memalui program CSR dalam bidang kompensasi tanah adat dengan memperhatikan intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan.
5.5.2. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Kesehatan Masyarakat dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat
Aktivitas komunikasi di bidang kesehatan masyarakat meliputi aktivitas komunikasi dalam penyusunan program kerja bidang kesehatan yang akan dilaksanakan di daerah penelitian selama satu tahun, serta aktivitas komunikasi dalam kegiatan penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Komunikasi yang efektif sangat diperlukan dalam penyusunan program yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat adat. Komunikasi dalam penyusunan program sangat diperlukan untuk mengangkat keinginan, harapan dan kebutuhan kesehatan masyarakat sehingga program kegiatan dapat sesuai dengan harapan masyarakat. Jika program kesehatan sesuai dengan harapan masyarakat maka dapat dipastikan tidak terjadi konflik dalam bidang kesehatan masyarakat. Demikian dengan kegiatan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan bertujuan memberikan pemahaman, pengetahuan tentang kesehatan sehingga diharapkan dapat merubah sikap dan perilaku yang salah kearah yang diinginkan dalam berkomunikasi. Agar responden dapat mengerti isi pesan yang disampaikan oleh komunikator maka diperlukan komunikasi yang efektif. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa aktivitas komunikasi dalam bidang kesehatan masyarakat memiliki hubungan dengan perilaku konflik masyarakat. Berikut ini akan disajikan hasil penelitian tentang hubungan komunikasi publik dalam bidang kesehatan masyarakat dengan perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahan BP LNG Tangguh pada Gambar 17 di bawah ini.
Gambar 17. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Kesehatan Masyarakat dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat
Gambar 17 menunjukkan bahwa seluruh responden dengan aktivitas komunikasi dalam bidang kesehatan masyarakat dikategorikan tinggi memiliki tingkat perilaku konflik yang rendah atau tidak pernah melakukan konflik dengan perusahaan. Demikian juga dengan responden yang memiliki aktivitas komunikasi cukup tinggi, sebagian besar dari responden tersebut memiliki perilaku konflik rendah dan kurang terhadap perusahaan BP LNG Tangguh. Jika dibandingkan dengan responden yang memiliki aktivitas komunikasi di bidang kesehatan yang rendah, ternyata menunjukkan adanya hubungan negatif dimana sebagian besar responden memiliki perilaku konflik terhadap perusahaan yang cukup tinggi atau cukup sering. Hal ini berarti tinggi rendahnya aktivitas komunikasi publik di bidang kesehatan masyarakat ikut menentukan tinggi rendahnya perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan.
Dengan kata
lain semakin tinggi aktivitas komunikasi di bidang kesehatan akan berhubungan negatif dengan semakin rendahnya perilaku konflik masyarakat adat terhadap
perusahaan. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi di bidang kesehatan akan berhubungan negatif dengan semakin tingginya perilaku konflik masyarakat adat terhadap perusahaan Meskipun demikian, Gambar 17 juga menunjukkan hasil yang berbeda, dimana terdapat sebagian kecil dari responden dengan aktivitas komunikasi di bidang kesehatan masyarakat yang rendah dan kurang tetapi tidak pernah melakukan konflik dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Hal ini menunjukkan rendahnya faktor komunikasi publik di bidang kesehatan masyarakat bukan merupakan masalah yang serius yang dapat dijadikan sumber konflik dengan perusahaan. Selain itu, bisa disebabkan karena faktor biologis atau psikologis dari responden tersebut. Sekalipun aktivitas komunikasi yang dilakukan rendah, tetapi mereka masih bisa menahan emosinya untuk tidak menunjukkan perilaku konflik dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Untuk lebih mengetahui dan memperkuat terdapat atau tidak terdapatnya hubungan antara aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang kegiatan kesehatan masyarakat dengan perilaku konflik maka dilakukan uji secara statistik dengan menggunakan uji korelasi rank spearman yang hasil ujinya ditampilkan pada Tabel 25, menunjukkan bahwa terdapat korelasi rank spearman (rs) antara variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang kesehatan masyarakat dengan perilaku konflik masyarakat adat adalah sebesar -0,379 dengan arah negatif.
Tingkat keeratan berdasarkan kategori JP Guilford (dikutip Harun Al Rasyid, 2004), dikategorikan rendah tetapi sangat signifikan. Hubungan antara
kedua variabel tersebut sangat signifikan karena nilai P sebesar sebesar 0,003 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,01. Artinya perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang kesehatan masyarakat akan diikuti secara negatif oleh perilaku konflik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang kesehatan masyarakat berhubungan dengan semakin rendah perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang kesehatan masyarakat akan berhubungan dengan semakin tinggi perilaku konflik. Hal ini disebabkan faktor komunikasi berperan penting dalam penyusunan program kesehatan yang sesuai dengan keinginan, harapan dan kebutuhan kesehatan masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik di bidang kesehatan. Demikian juga faktor komunikasi sangat penting untuk memberikan pemahaman terhadap isi pesan dengan baik sehingga dapat merubah sikap dan perilaku yang salah kearah yang diinginkan dalam berkomunikasi. Selain itu, faktor komunikasi pada unsur “Pesan” di bidang kesehatan dirasakan bermanfaat bagi responden dan dapat menambah pengetahuan. Sebagaimana terlihat pada karakteristik responden dimana sebagian besar hanya berpendidikan SD yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan yang terbatas, sehingga aktivitas komunikasi di bidang kesehatan seperti penyuluhan kesehatan dirasa sangat penting dan bermanfaat bagi masyarakat adat. Suprapto (2011) menyatakan audience akan lebih menerima pesan yang disampaikan komunikator jika pesan yang disampaikan menguntungkan atau bermanfaat bagi target audience.
Berdasarkan hasil uji statistik diatas, maka untuk mengatasi dan mencegah terjadinya perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh, maka perusahaan BP LNG Tangguh harus dapat mengefektifkan dan meningkatkan aktivitas komunikasi publik memalui program CSR dalam bidang kesehatan masyarakat dengan memperhatikan dan meningkatkan intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam melaksanakan program CSR di bidang kesehatan masyarakat.
5.5.3. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat
Aktivitas komunikasi dalam bidang pendidikan dan pelatihan meliputi aktivitas komunikasi dalam penyusunan program kerja dalam bidang pendidikan dan pelatihan selama setahun, serta aktivitas komunikasi yang dilakukan dalam kegiatan
penyuluhan-penyuluhan
atau
pelatihan-pelatihan
keterampilan
masyarakat. Komunikasi memegang peranan penting untuk menciptakan program CSR di bidang pendidikan dan pelatihan yang efektif sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat. Demikian juga dalam hal melakukan kegiatan-kegiatan penyuluhan dan pelatihan.
Kegiatan penyuluhan dan pelatihan tidak dapat
berjalan secara efektif untuk mencapai tujuan jika proses komunikasi yang terjadi tidak efektif dalam mencapai kesamaan makna antara komunikator dan komunikan.
Pendidikan
dan
pelatihan
sangat
memerlukan
komunikasi,
sebagaimana tujuan komunikasi adalah untuk menambah pengetahuan, perubahan sikap dan tingkah laku.
Konflik terjadi karena adanya gep dalam komunikasi, artinya komunikasi untuk menyampaikan suatu pesan pendidikan maupun pelatihan bila dilakukan secara baik tentu tidak akan menimbulkan gep dalam komunikasi sehingga menyebabkan konflik yang merupakan efek dari komunikasi. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa komunikasi memiliki hubungan dengan perilaku konflik seseorang. Untuk lebih jelasnya, disajikan hasil penelitian hubungan komunikasi publik perusahaan dalam bidang pendidikan dan pelatihan dengan perilaku akonflik masyarakat adat dengan perusahan pada Gambar 18 di bawah ini.
Gambar 18. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat
Gambar 18 menunjukkan bahwa seluruh responden yang dengan aktivitas komunikasi tinggi dalam bidang pendidikan dan pelatihan memiliki tingkat perilaku konflik terhadap perusahaan yang rendah atau tidak pernah melakukan konflik dengan perusahaan. Demikian juga dengan responden yang memiliki
aktivitas komunikasi cukup tinggi, sebagian besar dari responden tersebut memiliki perilaku konflik rendah dan kurang terhadap perusahaan BP LNG Tangguh. Demikian pula sebaliknya dengan responden yang memiliki aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan yang rendah, sebagian besar responden memiliki perilaku konflik terhadap perusahaan yang cukup tinggi atau cukup sering dan tinggi atau sering Hal ini berarti terdapatnya hubungan antara aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan dengan perilaku konflik masyarakat adat terhadap perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya aktivitas komunikasi publik di bidang pendidikan dan pelatihan ikut menentukan tinggi rendahnya perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Meskipun demikian, Gambar 18 juga menunjukkan hasil yang berbeda, dimana terdapat juga sebagian kecil dari responden dengan aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan rendah tetapi tidak pernah melakukan konflik dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Hal ini bisa disebabkan faktor karakter atau psikologis dari responden tersebut. Sekalipun aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan
yang dilakukan rendah, tetapi mereka masih bisa
menahan emosinya untuk tidak menunjukkan perilaku konflik dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Demikian pula sebaliknya terdapat sebagian kecil responden dengan aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan cukup tinggi tetapi memiliki perilaku konflik terhadap perusahaan yang cukup tinggi atau sering. Hal ini disebabkan karena perilaku konflik yang ditunjukkan bukan disebabkan proses aktivitas komunikasi yang menyangkut intensitas, teknik dan model komunikasi
yang digunakan dalam bidang pendidikan dan pelatihan tetapi perilaku tersebut lebih ditunjukan karena hasil pelaksanaan program kerja (out put) yang tidak sesuai dengan harapan atau keinginan responden.
Dimana ditemukan kasus
bahwa terdapat responden yang memiliki sertifikat keterampilan sebagai tukang bangunan, pelatihan meningkatkan kemampuan nelayanan tangkap, namun tidak dibekali dengan modal usaha dan peralatan sehingga pengetahuannya tidak bisa dikembangkan. Untuk lebih mengetahui dan memperkuat terdapat atau tidak terdapatnya hubungan antara aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan perilaku konflik maka dilakukan uji secara statistik dengan menggunakan uji korelasi rank spearman yang
hasil ujinya
ditampilkan pada Tabel 25, menunjukkan bahwa terdapat korelasi rank spearman (rs) antara variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang pendidikan dan pelatihan dengan perilaku konflik masyarakat adat adalah sebesar -0,406 dengan arah negatif. Tingkat keeratan berdasarkan kategori JP Guilford (dikutip Harun Al Rasyid, 2004), dikategorikan cukup erat dan sangat signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut sangat signifikan karena nilai P sebesar sebesar 0,001 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,01. Artinya perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang pendidikan dan pelatihan akan diikuti secara negatif oleh perilaku konflik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang pendidikan dan pelatihan akan berhubungan dengan semakin rendah perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi publik
perusahaan dalam bidang pendidikan dan pelatihan berhubungan dengan semakin tinggi perilaku konflik. Hal ini disebabkan komunikasi yang efektif sangat penting untuk mencapai tujuan di bidang pendidikan dan pelatihan pada masyarakat adat. Selain itu faktor komunikasi memiliki peran penting dalam penyusunan perencanaan program pendidikan dan pelatihan yang berbasis masyarakat sehingga dapat mencegah dan menghindari terjadinya konflik. Berdasarkan hasil uji statistik diatas, terlihat juga bahwa faktor aktivitas komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan memiliki hubungan yang cukup erat dengan perilaku konflik sehingga faktor komunikasi dapat menjadi suatu dasar dalam pengambilan kebijakan perusahaan untuk menyelesaikan dan mencegah konflik-konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Karena itu, perusahaan BP LNG Tangguh harus dapat mengefektifkan dan meningkatkan aktivitas komunikasi publik memalui program CSR dalam bidang pendidikan dan pelatihan dengan memperhatikan dan meningkatkan intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam bidang pendidikan dan pelatihan.
5.5.4. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Demand Tenaga Kerja dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat
Aktivitas komunikasi di bidang demend tenaga kerja merupakan proses penyampaian isi pesan tentang permintaan tenaga kerja yang akan diterima bekerja sebagai
karyawan perusahaan BP LNG Tangguh.
Masalah demand
tenaga kerja pada kampung-kampung di daerah sekitar teluk Bintuni khususnya yang terkena dampak langsung perusahaan BP LNG Tangguh merupakan salah satu potensi konflik yang cukup tinggi apabila tidak ditangani dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya menyampaian aspirasi masyarakat sebelah utara teluk Bintuni lewat demonstrasi yang disampaikan kepada Gubernur Propinsi Papua Barat, yang merasa adanya diskriminasi penerimaan tenaga kerja masyarakat adat sebelah selatan teluk Bintuni yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah sebelah utara teluk Bintuni. Bagi mereka (masyarakat adat di sebelah utara teluk Bintuni), perusahaan harus lebih memperhatikan mereka dan mempekerjakan mereka sebagai karyawan BP LNG Tangguh, karena keberadaan sumber gas bumi atau sumur gas lebih banyak terdapat didaerah mereka yaitu daerah utara teluk Bintuni, sedangkan daerah selatan hanyalah pembangunan kilang saja, tetapi tidak menghasilkan gas bumi atau sumur gas (anon, 2007). Dengan demikian perusahaan harus menyadari bahwa masalah suplai tenaga kerja apabila tidak ditangani dengan komunikasi yang efektif tentu dapat menyebakan konflik yang lebih besar lagi. Konflik terjadi karena adanya gep dalam komunikasi, artinya komunikasi untuk menyampaikan suatu pesan demand tenaga kerja harus dikomunikasikan secara baik dan terbuka kepada masyarakat, sehingga dapat membangun hubungan baik, kepercayaan masyarakat terhadap
perusahaan BP LNG Tangguh sehingga tidak akan menimbulkan gep dalam komunikasi yang menyebabkan timbulnya resistensi-resistensi dalam masyarakat. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa komunikasi memiliki hubungan dengan perilaku konflik seseorang. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan disajikan hasil penelitian hubungan komunikasi publik dalam bidang demand tenaga kerja dengan perilaku konflik masyarakat adat terhadap perusahan BP LNG Tangguh pada gambar 19.
Gambar 19. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Demand Tenaga Kerja dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat
Gambar 19 menunjukkan bahwa seluruh responden dengan aktivitas komunikasi tinggi dalam bidang demand tenaga kerja memiliki tingkat perilaku konflik terhadap perusahaan yang rendah atau tidak pernah melakukan konflik dengan perusahaan. Demikian juga dengan responden yang memiliki aktivitas komunikasi cukup tinggi, sebagian besar dari responden tersebut tidak pernah melakukan konflik dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Demikian pula sebaliknya dengan responden yang memiliki aktivitas komunikasi di bidang
demand tenaga kerja yang rendah sebagian besar memiliki perilaku konflik terhadap perusahaan yang cukup tinggi atau cukup sering bahkan tinggi atau sering. Hal ini disebabkan karena kurang adanya keterbukaan komunikasi oleh perusahaan mengenai informasi tentang adanya penerimaan tenaga kerja kepada seluruh masyarakat, tetapi hanya sebatas pada kepala-kepala kampung saja, sehingga memberikan peluang bagi kepala kampung hanya memilih dan memberitahukan infomasi ini hanya pada sanak keluarganya saja. Hal ini berarti terdapatnya hubungan antara aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja dengan perilaku konflik masyarakat adat terhadap perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya aktivitas komunikasi publik di bidang demand tenaga kerja ikut menyebabkan tinggi rendahnya perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Meskipun demikian, Gambar 19 juga menunjukkan hasil yang berbeda, dimana terdapat juga sebagian kecil dari responden dengan aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja rendah tetapi kurang bahkan tidak pernah melakukan konflik dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor karakter biologis atau psikologis dari responden tersebut. Sekalipun aktivitas komunikasi di bidang demand tenaga kerja yang dilakukan rendah, dimana mereka kurang mendapat informasi yang terbuka mengenai demand tenaga kerja dan hanya diwakili oleh kepala-kepala kampung tetapi mereka masih bisa menahan emosinya untuk tidak menunjukkan perilaku konflik dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Demikian pula sebaliknya terdapat sebagian kecil responden dengan aktivitas komunikasi cukup tinggi tetapi memiliki perilaku konflik terhadap perusahaan yang cukup tinggi atau sering. Mereka ini umumnya
pernah bekerja sebagai karyawan BP LNG Tangguh. Perilaku konflik yang ditunjukkan bukan disebabkan oleh proses aktivitas komunikasi yang menyangkut intensitas, teknik dan model komunikasi yang digunakan dalam bidang demand tenaga kerja tetapi perilaku tersebut lebih ditunjukan karena hasil kerja (out put) yang tidak sesuai dengan harapan responden. Ditemukan kasus bahwa terdapat beberapa responden yang menyimpan konflik laten dalam dirinya dimana mereka beranggapan perusahaan hanya menerima mereka sebagai tenaga kerja untuk menghindari konflik saja, tetapi sebagian besar dari mereka hanya ditempatkan sebagai pekerja-pekerja kasar dan security. Sedangkan bagi mereka, perusahan mempekerjakan anak-anak adat di daerah selatan teluk Bintuni lebih ditempatkan pada posisi yang lebih baik atau bukan pekerja kasar dibandingkan dengan mereka. Kondisi ini jika tidak ditangani dengan baik oleh perusahaan dan tidak ada keterbukaan komunikasi tentang informasi tenaga kerja, maka hal ini ibarat bom waktu yang pada waktu-waktu tertentu akan memunculkan konflik terbuka yang lebih besar terjadi antara perusahaan dengan masyarakat adat sebelah utara teluk Bintuni bahkan timbul kecemburuan sosial yang bisa menyebabkan konflik antara masyarakat adat sebelah utara teluk Bintuni dengan sebelah selatan teluk Bintuni.
Untuk lebih mengetahui dan memperkuat terdapat atau tidak terdapatnya hubungan antara aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang demand tenaga kerja dengan perilaku konflik maka dilakukan uji secara statistik dengan menggunakan uji korelasi rank spearman yang hasil ujinya ditampilkan pada Tabel 25, menunjukkan bahwa terdapat korelasi rank spearman (rs) antara
variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang demand tenaga kerja dengan perilaku konflik masyarakat adat adalah sebesar -0,462 dengan arah negatif. Tingkat keeratan berdasarkan kategori JP Guilford (dikutip Harun Al Rasyid, 2004), dikategorikan cukup erat dan sangat signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut sangat signifikan karena nilai P sebesar sebesar 0,000 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,01. Artinya perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang demand tenaga kerja akan diikuti secara negatif oleh perilaku konflik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang demand tenaga kerja berhubungan dengan semakin rendah perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang demand tenaga kerja akan berhubungan dengan semakin tinggi perilaku konflik. Hal ini disebabkan perilaku konflik di bidang demand tenaga kerja umumnya disebabkan oleh kurangnya keterbukaan perusahaan dalam mengkomunikasikan informasi penerimaan tenaga kerja.
Sehingga faktor
komunikasi memiliki peranan penting dalam menentukan tinggi rendahnya konflik di bidang demand tenaga kerja.
Dengan demikian untuk mengatasi dan mencegah terjadinya perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh, maka perusahaan BP LNG Tangguh harus dapat mengefektifkan dan meningkatkan aktivitas komunikasi publik memalui program CSR dalam bidang demand tenaga kerja khususnya lebih transparan dalam mengkomunikasikan informasi di bidang tenaga kerja. Menurut Nursahid (2008), pelaksanaan CSR yang berhasil akan membawa dampak pada kelangsungan operasi bisnis perusahaan, masyarakat yang merasa mendapatkan manfaat atau keuntungan dari keberadaan berusahaan dengan sendirinya akan turut menjaga keberadaan perusahaan sehingga tidak terjadinya konflik. Sebaliknya jika reputasi perusahaan buruk karena pelaksanaan CSR tidak terkelola dengan baik boleh jadi akan menghadapi masyarakat sekitarnya sebagai musuh utama. Karena itu, untuk menjaga eksistensi dan keberlanjutan kehidupan perusahaan hendaknya perlu melihat aspirasi masyarakat adat yang menjadi sumber konflik dengan masyarakat adat
sehingga dapat
menyusun strategi penyelesaian konflik khususnya di bidang demand tenaga kerja.
5.5.5. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan Melalui Program CSR dalam Bidang Pembangunan Sarana Prasarana dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat
Masalah pembangunan sarana prasarana yang kurang merata di daerah penelitian bahkan lebih luas lagi daerah sebelah utara teluk Bintuni pernah menjadi sumber konflik dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Hal ini ditunjukkan dengan adanya menyampaian aspirasi masyarakat sebelah utara teluk Bintuni lewat demonstrasi yang disampaikan kepada Gubernur Propinsi Papua Barat, yang merasa adanya ketimpangan pembangunan sarana prasarana oleh
perusahaan di daerah utara teluk Bintuni dengan daerah selatan teluk Bintuni, khususnya kampung Tanah Merah. (anon, 2007). Fasilitas sarana prasarana yang dibangun di kampung Tanah Merah Baru memang cukup lengkap, mulai dari perumahan masyarakat, pasar, sekolah, asrama bagi siswa-siswi,
sarana ibadah umat muslim, kristen dan kalotik,
pembangunan jalan aspal, dll. Hal ini disebabkan adanya pembangunan kilang perusahaan BP LNG Tangguh pada kampung lama mereka (Tanah Merah Lama) sehingga masyarakat tersebut harus dipindahkan pada kampung yang telah dibangunan oleh perusahaan dengan fasilitas yang cukup memadai yaitu kampung Tanah Merah Baru. Namun hal ini menimbulkan kecemburuan sosial pada masyarakat adat di daerah sebelah utara teluk Bintuni, sehingga hal ini juga merupakan potensi konflik yang besar dengan perusahaan. Perusahaan BP LNG Tangguh telah melihat hal itu sehingga dengan etikat baik, dan untuk mengurangi kecemburuan sosial pada masyarakat di daerah utara Teluk Bintuni, maka kampung-kampung di daerah tersebut diberi dana pengembangan kampung sebesar Rp. 300.000.000,- rupiah pertahun selama sepuluh tahun. Dana pengembangan kampung ini sudah dilaksanakan dari tahun 2000.
Namun apabila perencanaan pembangunan kampung dalam bidang
pembangunan sarana prasarana kurang efektif maka dapat terjadi terulangnya konflik masyarakat bagian utara teluk Bintuni dengan perusahaan. Untuk itu, dalam menyusun rencara kegiatan pembangunan sarana prasarana kampung yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat diperlukan komunikasi yang efektif untuk menggali dan merangsang masyarakat adat untuk membuka suara menyampaikan informasi yang berkaitan dengan masalah yang menjadi
kebutuhan dan keinginan atau harapan dari masyarakat adat setempat sehingga kegiatan pembangunan dalam bidang sarana prasarana dapat lebih efektif. Aktivitas komunikasi bidang pembangunan sarana prasana yang dilakukan di daerah penelitian meliputi proses komunikasi untuk membahas program kegiatan dalam bidang pembangunan sarana prasarana yang akan dilaksanakan selama setahun dengan menggunakan dana pengembangan kampung yang diberikan perusahaan kepada masyarakat adat. Aktivitas komunikasi yang dilakukan sudah cukup baik dengan menggunakan model komunikasi partisipatori atau yang dikenal dengan model konvergen. Dimana masyarakatlah yang berpartisipasi menyusun program kegiatan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat, ikut berpartisipasi melaksanakan kegiatan tersebut dan ikut menikmati hasil tersebut. Model komunikasi ini jika dilaksanakan secara baik dalam berkomunikasi tentu tidak akan menciptakan konflik di bidang pembangunan sarana prasarana. Namun kenyataan masih saja terjadi konflik, terjadinya konflik merupakan efek dari komunikasi yang tidak efektif. Sehingga dapat dikatakan komunikasi memiliki hubungan dengan konflik. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan disajikan hasil penelitian hubungan komunikasi publik dalam bidang pembangunan sarana prasarana dengan perilaku konflik masyarakat adat terhadap perusahan BP LNG Tangguh pada gambar 20 di bawah ini.
Gambar 20. Diagram Kontingensi Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Bidang Pembangunan Sarana Prasarana dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat
Gambar 20 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan aktivitas komunikasi tinggi dalam bidang pembangunan sarana prasarana memiliki tingkat perilaku konflik terhadap perusahaan yang rendah atau tidak pernah melakukan konflik dengan perusahaan. Demikian pula sebaliknya dengan responden yang memiliki aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana yang rendah sebagian besar responden memiliki perilaku konflik terhadap perusahaan yang cukup tinggi atau cukup sering bahkan tinggi atau sering Hal ini disebabkan sebagian dari mereka merasa tidak senang mereka tidak dilibatkan dalam aktivitas komunikasi penyusunan program kerja bidang pembangunan sarana prasarana tetapi dituntut untuk terlibat sebagai pekerja dalam proses pelaksanaan kegiatan saja. Sehingga dapat dikatakan terdapatnya hubungan antara aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana dengan perilaku konflik masyarakat adat terhadap perusahaan. Dengan demikian tinggi
rendahnya aktivitas komunikasi publik di bidang pembangunan sarana prasarana ikut menentukan tinggi rendahnya perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Gambar 20 juga menunjukkan hasil yang berbeda, dimana terdapat juga sebagian kecil dari responden dengan aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana rendah tetapi kurang melakukan konflik bahkan tidak pernah melakukan konflik dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Hal ini bisa disebabkan karena faktor karakter biologis atau psikologis dari responden tersebut. Sekalipun aktivitas komunikasi di bidang pembangunan sarana prasarana yang dilakukan rendah, dimana mereka tidak dilibatkan dalam penyusunan program kegiatan pembangunan sarana prasarana dan hanya diwakili oleh kepalakepala kampung tetapi mereka masih bisa menahan emosinya untuk tidak menunjukkan perilaku konflik dengan perusahaan BP LNG Tangguh. Demikian pula sebaliknya, terdapat sebagian kecil responden dengan aktivitas komunikasi cukup tinggi tetapi memiliki perilaku konflik terhadap perusahaan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan bagi mereka proses komunikasi dalam penyusunan program kegiatan dalam bidang pembangunan sarana prasarana sudah cukup baik namun dana yang tersedia untuk bidang pembangunan sarana prasarana sangat terbatas karena dibagi dengan bidang-bidang lain, sehingga banyak pembangunan sarana prasarana yang tidak terselesaikan dan terlaksanakan. Jika hal ini masih terus terjadi, maka dapat dipastikan proses kecemburuan sosial masih saja terjadi dalam bidang pembangunan sarana prasarana, karena pembangunan sarana prasarana di daerah penelitian atau sebelah utara teluk Bintuni belum dapat menyamakan pembangunan sarana prasarana
yang dibangun perusahaan di kampung Tanah Merah Baru. Hal ini jika tidak diselesaikan dengan baik tentu dapat menyebabkan konflik-konflik yang lebih besar lagi. Untuk lebih mengetahui dan memperkuat terdapat atau tidak terdapatnya hubungan aktivitas komunikasi publik perusahaan di bidang demand tenaga kerja dengan perilaku konflik maka dilakukan uji secara statistik dengan menggunakan uji korelasi rank spearman yang
hasil ujinya ditampilkan pada Tabel 25,
menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara variabel aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang pembangunan sarana prasarana dengan perilaku konflik masyarakat adat adalah sebesar -0,475 dengan arah negatif. Tingkat keeratan berdasarkan kategori JP Guilford (dikutip Harun Al Rasyid, 2004), dikategorikan sedang atau cukup erat dan sangat signifikan. Hubungan antara kedua variabel tersebut sangat signifikan karena nilai P sebesar sebesar 0,000 lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,01. Artinya perubahan yang terjadi pada aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang pembangunan sarana prasarana akan diikuti secara negatif oleh perilaku konflik. Atau semakin tinggi aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang pembangunan sarana prasarana akan berhubungan dengan semakin rendah perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Demikian sebaliknya, semakin rendah aktivitas komunikasi publik perusahaan dalam bidang pembangunan sarana prasarana akan berhubungan dengan semakin tinggi perilaku konflik. Hal ini disebabkan perilaku konflik di bidang pembangunan sarana prasarana umumnya disebabkan oleh kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses komunikasi sehingga program yang direncanakan tidak atau kurang sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga
faktor aktivitas komunikasi memiliki peranan penting dalam menentukan tinggi rendahnya konflik di bidang pembangunan sarana prasarana. Dengan demikian berdasarkan hasil uji statistik diatas, maka untuk mengatasi dan mencegah terjadinya perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh dalam bidang pembangunan sarana prasarana, maka perusahaan BP LNG Tangguh harus dapat mengefektifkan dan meningkatkan aktivitas komunikasi publik bidang pembangunan sarana prasarana dengan memperhatikan dan meningkatkan intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi yang digunakan dalam bidang sarana prasarana serta melihat sumber-sumber terjadinya konflik di bidang pembangunan sarana prasarana.
5.6. Hubungan Kepuasan Publik Perusahaan dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat dengan Perusahaan BP LNG Tangguh.
Menurut Locke (1969) dalam kutipan Kennett N. Wexley dan Gary A. Yukl (1993), kepuasan atau ketidak puasan dengan aspek pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Atau dengan kata lain, selisih antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan), jika ada selisih jauh antara keinginan dan kekurangan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan maka orang menjadi tidak puas. Tetapi jika kondisi yang diinginkan dan kekurangan yang ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan kenyataan yang didapat maka ia akan puas. Ketidakpuasan dapat menyebabkan seseorang untuk bertindak dan mengekspresikan ketidak-puasan mereka dalam bentuk perilaku yang ditunjukan. Karena itu, ketidak-puasan memiliki hubungan dengan perilaku konflik seseorang.
Hasil penelitian tentang hubungan kepuasan publik perusahaan dengan perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh disajikan pada Gambar 21 di bawah ini
Gambar 21. Diagram Kontingensi Kepuasan Publik Perusahaan dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat dengan Perusahaan BP LNG Tangguh
Gambar 21 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan kepuasan publik dikategorikan sangat puas dan puas memiliki tingkat perilaku konflik terhadap perusahaan yang rendah atau tanpa konflik. Demikian pula dengan responden yang memiliki kepuasan publik dikategorikan kurang puas, sebagian besar memiliki perilaku konflik dengan perusahaan dikategorikan cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan terdapat hubungan negatif antara tingkat kepuasan publik dengan perilaku konflik. Terlihat pula pada gambar 21 menunjukkan hasil yang berbeda, dimana terdapat sebagian besar responden yang memiliki tingkat kepuasan cukup puas tetapi memiliki perilaku konflik yang cukup tinggi demikian pula sebaliknya bahwa terdapat juga sebagian besar responden dengan tingkat kepuasan kurang
puas tetapi memiliki tingkat perilaku konflik yang kurang. Hal ini menunjukkan bahwa secara deskriptif tidak terdapat hubungan yang bersifat negatif antara kepuasan publik dengan perilaku konflik. dengan kata lain, tinggi atau rendahnya kepuasan publik terhadap pelayanan perusahaan tidak menentukan tinggi rendahnya perilaku konflik masyarakat adat terhadap perusahaan. Dengan demikian hasil diatas didukung dan diperkuat dengan hasil uji statistik korelasi rank spearman antara variabel kepuasan publik dengan perilaku konflik masyarakat adat yang ditampilkan pada Tabel 26 di bawah ini Tabel 26. Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman antara Kepuasan Publik Publik dengan Perilaku Konflik Masyarakat Adat Perilaku Konflik 1. Konflik Laten 2. Konflik Terbuka Keseluruhan Aspek
Kepuasan Publik Correlation Sig. (2-tailed) Coefficient - 0,137 0,296 - 0,043 0,745 - 0,122 0,351
Tabel 26 menunjukkan bahwa hasil uji statistik korelasi rank sperman (rs) menemukan tidak terdapatnya korelasi negatif yang signifikan antara kepuasan publik perusahaan dengan perilaku konflik, konflik laten maupun konflik terbuka pada taraf kesalahan satu persen maupun lima persen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya kepuasan publik, tidak berhubungan dengan tinggi rendahnya perilaku konflik atau dengan kata lain puas atau tidak puasnya masyarakat terhadap perusahaan, tidak menyebabkan terjadinya konflik. Hal ini berarti aktivitas komunikasi bukanlah merupakan satu faktor yang sekaligus menyebabkan ketidak-puasan masyarakat sehingga menyebabkan konflik. Hasil penelitian ini ternyata tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukukan oleh Khoir (2008) pada Karyawan PT. Bali Rekamandiri Surabaya bahwa Terdapat
pengaruh negatif secara langsung yang signifikan antara variabel kepuasan terhadap konflik kerja karyawan Selain itu disebabkan oleh sikap acuh tak acuh (nonchalent) dari beberapa responden terhadap perusahaan BP LNG Tangguh. Sekalipun masyarakat adat merasa puas atau tidak puas dengan pelayanan program CSR perusahaan, namun mereka cenderung untuk tidak menjadikan masalah tersebut sebagai sumber konflik bahkan menunjukkan sikap cuek dengan perusahaan. Hal ini disebabkan responden tidak dilibatkan dalam proses komunikasi dengan perusahaan. Menurut teori Human Relation, seseorang akan terlibat aktif dalam suatu kegiatan apabila ia merasa dibutuhkan, merasa dianggap penting, merasa diperhitungkan, dan merasa diikut sertakan dalam kelompok. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu meningkatkan kerjasama, mampu menyakinkan masyarakat bahwa mereka sangat dibutuhkan dalam proses komunikasi. Menurut Hamad (2005), jika para partisipan dalam komunikasi tidak dapat dilibatkan maka mereka akan merasa bukan merupakan bagian dari komunitas dan merasa tidak saling memiliki dari komunitas tersebut. Hal ini bisa dilihat dari anggapan sebagian besar responden yang mengganggap proses komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan hanya untuk kepala kampung dan aparat serta panitia pengembangan kampung saja.
5.7.
Anasisis Komprehensif Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Perusahaan dalam Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dengan Kepuasan Publik dan Perilaku Konflik Masyarakat Adat.
Perusahaan British Petrolium (BP)
yang mengelola proyek Liqufied
Natural Gas (LNG) Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat merupakan salah satu perusahaan yang telah mengimplementasikan Undang-
undang No. 40 tahun 2007, tentang perseroan terbatas, yang mewajibkan setiap perusahaan khususnya perusahaan yang memanfaatkan sumber daya alam, wajib melakukan tanggung jawab sosial perusahaan. Penerapkan program CSR oleh perusahaan BP LNG Tangguh dikenal sebagai strategi sosial terpadu (Integrated Social Strategy/ ISS) yang telah direalisasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang telah dikomunikasikan kepada masyarakat dengan menggunakan pendekatan komunikasi konvergen yaitu menggunakan Participatory Rural Appraisal (Tabura Newsletter, edisi keempat, Oktober 2003).
Penerapan CSR bertujuan untuk
membangun hubungan baik perusahaan dengan masyarakat sekitar sehingga dapat menghindari konflik dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat mengancam eksistensi perusahaan tersebut. Namun kenyataan yang terjadi masih saja ditemukan ketidak-puasan masyarakat dengan perusahaan bahkan munculnya potensi-potensi konflik bahkan juga terjadi konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan pada daerah penelitian dikategorikan cukup tinggi dan memiliki tingkat kepuasan terhadap perusahaan dikategorikan cukup puas, namun banyak juga terdapat masyarakat yang kurang puas dengan pelayanan perusahaan (30%). Tingginya perilaku konflik disertai terdapat juga masyarakat yang tidak puas dengan pelayanan perusahaan BP LNG Tangguh dalam program CSR disebabkan oleh berbagai multi dimensi dengan tingkat keeratan hubungan yang berbeda-beda. Penelitian ini lebih di fokuskan pada faktor aktivitas komunikasi dalam penerapan program CSR sebagai penyebab terjadinya konflik dan ketidak puasan masyarakat adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh Bintuni.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata faktor komunikasi dalam penerapan program CSR memiliki kaitan atau hubungan yang signifikan dengan tingkat konflik dan tingkat kepuasan masyarakat. Secara keseluruhan, aktivitas komunikasi memiliki hubungan korelasi yang signifikan dengan kepuasan publik sebesar 0,262. nilai tersebut menunjukan bahwa sekalipun aktivitas komunikasi memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kepuasan, namun hubungan tersebut memiliki tingkat keeratan yang lemah atau dengan kata lain, faktor aktivitas komunikasi dalam program CSR hampir tidak terlalu berhubungan dengan tingkat kepuasan publik, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan oleh perusahaan khususnya dalam meningkatkan kepuasan masyarakat adat terhadap pelayanan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang lebih memiliki hubungan yang kuat dengan kepuasan publik. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ternyata bahwa masyarakat cenderung mengukur kepuasan mereka dengan hasil nyata atau bukti fisik yang mereka dapatkan dari perusahaan melalui program CSR dan bukan disebabkan karena proses komunikasi yang terjadi antara perusahaan dengan mereka. Hasil penelitian diatas, tidak berbeda dengan hubungan aktivitas komunikasi yang terjadi pada setiap bidang CSR dengan tingkat kepuasan. Bidang kompensasi tanah adat, bidang kesehatan masyarakat, bidang demand tenaga kerja dan bidang pembangunan sarana-prasarana memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kepuasan publik, namun semuanya memiliki tingkat keeratan hubungan yang lemah. Bidang pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu bidang yang tidak memiliki hubungan dengan tingkat kepuasan publik, sebab
kepuasan publik lebih cenderung disebabkan oleh “faktor lain” dan bukan disebabkan oleh proses komunikasi publik yang terjadi dalam bidang tersebut. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ternyata masyarakat cenderung kurang puas dalam bidang pendidikan dan pelatihan karena perusahaan tidak memberikan modal untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dalam mengikuti pendidikan dan pelatihan. Selain itu, disebabkan oleh janji perusahaan bahwa akan menyediakan lapangan pekerjaan setelah mereka mendapatkan pendidikan dan pelatihan. Dilihat dari hasil penelitian tentang hubungan aktivitas komunikasi publik melalui program CSR secara keseluruhan dengan tingkat konflik, menunjukkan bahwa faktor komunikasi memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan tingkat perilaku konflik dengan nilai korelasi sebesar 0,364. Nilai tersebut menunjukan bahwa sekalipun faktor komunikasi memiliki hubungan dengan tingkat konflik, namun hubungan tersebut memiliki tingkat keeratan yang lemah. Dengan kata lain, terdapat “faktor lain” yang memiliki hubungan keeratan yang lebih kuat lagi, sehingga menyebabkan tinggi rendahnya perilaku konflik. Namun dilihat dari item penyusun aktivitas komunikasi secara keseluruhan, maka intensitas komunikasi, teknik komunikasi dan model komunikasi juga memiliki hubungan korelasi yang sangat signifikan dengan perilaku konflik masyarakat adat, namun hanya teknik komunikasi dan model komunikasi yang memiliki tingkat hubungan keeratan yang cukup erat dengan perilaku konflik. Dengan demikian, teknik komunikasi dan model komunikasi merupakan salah satu faktor yang cukup erat sehingga menyebabkan terjadinya perilaku konflik dengan perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan perlu mengefektifkan teknik komunikasi
dan model komunikasi melalui program CSR secara keseluruhan untuk mencegah dan menghindari terjadinya konflik masyarakat adat dengan perusahaan. Disisi lain, hubungan aktivitas komunikasi pada beberapa bidang CSR dengan perilaku konflik menunjukkan bahwa semua bidang memiliki hubungan korelasi negatif yang signifikan dengan tingkat perilaku konflik. Namun hanya bidang pendidikan dan pelatihan, bidang demand tenaga kerja dan bidang pembangunan sarana prasarana yang memiliki tingkat keeratan hubungan yang cukup erat, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan oleh perusahaan dalam mencegah dan menyelesaikan konflik masyarakat adat dengan pelayanan perusahaan perlu mengefektifkan aktivitas komunikasi yang tejadi pada ketiga bidang tersebut.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan adalah sebagai berikut: 1.
Aktivitas komunikasi publik perusahaan BP LNG Tangguh melalui program CSR berkorelasi positif yang signifikan dengan kepuasan publik dan berkorelasi negatif yang sangat signifikan dengan perilaku konflik masyarakat adat. Sedangkan kepuasan publik tidak memiliki korelasi negatif dengan perilaku konflik masyarakat adat dengan perusahaan BP LNG Tangguh.
2.
Bidang aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR yang berkorelasi positif sangat signifikan dan signifikan dengan kepuasan publik perusahaan
BP LNG Tangguh adalah bidang kompensasi tanah adat,
demand tenaga kerja, kesehatan masyarakat dan bidang pembangunan sarana prasarana 3.
Bidang aktivitas komunikasi publik perusahaan melalui program CSR yang berkorelasi negatif yang sangat signifikan dan signifikan dengan perilaku konflik masyarakat adat terhadap perusahaan BP LNG Tangguh adalah bidang kompensasi tanah adat, demand tenaga kerja, kesehatan masyarakat, pendidikan dan pelatihan dan bidang pembangunan sarana prasarana
6.2. Implikasi Kebijakan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka sebagai implikasi kebijakan perusahaan dalam rangka mencegah dan menyelesaikan konflik antara masyarakat dengan perusahaan, hendaknya perusahaan perlu mengambil suatu kebijakan untuk mengefektifkan teknik dan model komunikasi dalam program CSR secara keseluruhan, serta dapat mengefektifkan aktivitas komunikasi dalam bidang pendidikan dan pelatihan, demand tenaga kerja dan bidang pembangunan sarana prasarana, karena aspek inilah yang memiliki hubungan korelasi yang sangat signifikan dan memiliki tingkat keeratan hubungan yang cukup erat dengan konflik masyarakat adat.
6.3. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka sebagai saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Perusahaan harus dapat memberikan kesadaran kepada seluruh masyarakat untuk meningkatkan peran serta semua masyarakat dalam proses komunikasi partisipatoris yang telah dilakukan
2.
Perlu adanya keterbukaan informasi khususnya dalam bidang kompensasi tanah adat dan bidang demand tenaga kerja.
3.
Perusahaan harus mengevaluasi dan mengelola sumber-sumber penyebab terjadinya konflik dan ketidak-puasan masyarakat adat demi menjaga keberlanjutan dan eksistensi perusahaan BP LNG Tangguh, karena itu perlu adanya
penelitian lanjutan dari berbagai multi disiplin ilmu untuk
menemukan faktor-faktor yang paling berhubungan arat dengan konflik dan
ketidak-puasan masyarakat adat di daerah Teluk Bintuni sebagai dasar pengambilan kebijakan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Mulya dan Saroso, W. 2008. CSR dan Penguatan Kohesi Sosial. Indonesia Business Links. Jakarta Amstrong, M., 1993, How to be an Even Better Manager, third edition, London: Kogan Page Limited. ________, 1993, Handling Conflict and Negotiation, London: Kogan Page Limited. Ancok Djamaludin. 2005. Sebuah Upaya Membangkitkan Kemesraan. Dalam buku Investasi Sosial. Suspensos. Jakarta Annon. 2005. Laporan ke III Mengenai Proyek Tangguh. Panel Penasehat Independen Proyek Tangguh. Annon,
2007. Penyampaian Aspirasi Tuntutan Masyarakat Adat Atas Pemanfaatan Sumber Daya Alam Gas Bumi Di Wilayah Hukum Adat Masyarakat Suku Besar Sebyar Kembarano Dambando. (Naskah Penyampaian Aspirasi Masyarakat Adat yang di sampaikan kepada Gubernur Provinsi Papua Barat di Manokwari)
Anwar,A (2000). Pengantar Analisis Konflik: Titik Tolak dan Landasan Terjadinya Konflik Serta Alternatif Cara Pemecahannya. Tidak dipublikasikan Ardianto, Elvinaro,2004, Public Relations: Suatu Pendekatan Analisis : Kiat menjadi Komunikator dalam Berhubungan dengan Publik dan Masyarakat. Pustaka Bani Quraisy. Arikunto, 1993. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Kesembi lan, Rineka Cipta, Jakarta. Bamba, John. 2002. (7 April) “Masyarakat Adat di Dunia, Perjuangan Global dan Tantangan Lokal. Makalah pada Pelatihan Nasional Masyarakat Adat untuk HAM dan Policy Process”, Pontianak. Berlo (1960). The Prosess of Communication. New York, Chicago. Bosko, Edy, Rafael. 1999. Hak-Hak Masyarakat Adat dalam Konteks Pengelolaan Sumber Daya Alam. ELSAM. Jakarta Brinton, C.1981. Pembentukan Pemikiran Modern. Diterjemahkan Constructing of Modern Thinking oleh Samekto. Mutiara. Jakarta
dari
Cohen dan Prusak. 2001.. In Good Company, Boston: Harvard Business School Press. Dilla Sumadi. 2007. Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Refika Offsed. Bandung. Effendy, O. U., 1998. Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikologis. Remaja Rosda Karya, Bandung. ________, 2002, Dinamika Komunikasi. Remaja Rosda Karya, Bandung. ________, 2006, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Remaja Rosda Karya, Bandung. Febrianty, Anola, 2006. Pengaruh Komunikasi Publik perusahaan Terhadap Pencitraan Perusahaan Melalui Prigram Kemitraan dan Bina Lingkungan Pada Masyarakat Sekitar Kebun Malabar, Pangalengan, Kabupaten Bandung. Tesis Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor Fisher. 1986. Teori Komunikasi. Penerjemah, Soejono Trimo, editor Jalaludin Rahkmat. Remaja Rosda Karya. Bandung. Fisher, Simon., Abdi, Dekha Ibrahim., Ludin, Jawed., Smith, Richard., Williams, Steve., Willian Sue., (Penyunting: S.N. Kartikasari), 2001, Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak, Jakarta: The British Counsil Indonesia. Fukuyama, Francis, 1999. Sosial Capital and Civil Society, Georgia : The Institute of Public Policy, George Mason University. Hadari,
H. Nawawi, 2003, Kepemimpinan Mengefektifkan Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Organisasi,
Hadi, A.P., 2001. Hubungan Antar Karakteristik Komunikasi dan Sikap Komunitas Terhadap Perusahaan (Kasus Pertambangan Timah di Kabupaten Bangka Barat). Tesis Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor Hamad Ibnu. 2005. Strategi Komunikasi untuk Menyukseskan Program Investasi Sosial. Dalam buku Investasi Sosial. Suspensos. Jakarta Hamijoyo,S. Konflik Sosial dengan Tindak Kekerasan dan Peranan Komunikasi. Jurnal Mediator Volume 2 Nomor 1. Bandung Hahn, Fred dan Mangun, Kenneth. 1999. Do – It – Your Self Advertising and Promotion (Beriklan dan Berpromosi Sendiri). Edisi kedua. PT Grasindo. Jakarta.
Hanafi, Abdullah, 1994. Memahami Komunikasi Antar Manusia. Usaha Nasional. Surabaya Harun Al Rasyid, 2004. Statistika Sosial. Padjajaran Bandung.
Program Pascasarjana Universitas
Hatch, Mary Jo, 1997, Organization Theory, Modern, Symbolic, and Postmodern Perspectives, New York: Oxford University Press Inc. Heath, R.L. and J. Bryant, 2000. Human Communication Theory and Research: Concept, Context, and Chalenges. Laurence Erlbaum association Inc. Publisher, New Jersey. Irawan, Handi 2007. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. PT Gramedia. Jakarta Kerlinger, Fred. N. 2006. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta Khoir, 2008. Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik (Komunikasi Lintas Budaya dan Masyarakat Multikultural). LkiS. Yogyakarta. ________, 2004. Wacana Komunikasi Organisasi. CV. Bandar Maju. Bandung. Majalah Bisnis dan CSR (Referensi For Decision Maker). Edisi Oktober 2007. Latofi Enterprise. Jakarta Mayawati, Deasi (2009). Dampak Penyerapan Tenaga Kerja Lokal Pada Proyek LNG Tangguh Terhadap Ekonomi Rumah Tangga Penduduk Desa di Kawasan Teluk Bintuni Propinsi Papua Barat. Tesis Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchsinah, 2006. Hubungan Antara Efektivitas Komunikasi Manajer dengan Konflik Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT Semen Gresik Persero. Tesis Program Pasca Sarjana, Universitas Muhamadiah Malang.. Muhammad, Arni. 2004. Komunikasi Organisasi: Cetakan Keenam. Bumi Aksara, Jakarta. Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Nazir. Moh. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Ngadisah. 2002. Perkembangan Konflik Pembangunan Berkaitan dengan Munculnya Gerakan Politik Di Kabupaten Mimika. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan. 22(1);1-12 Nursahid, Fajar. 2008. CSR Bidang Kesehatan dan Pendidikan Mengembangkan Sumber Daya Manusia. Indonesia Business Links. Jakarta
Pace, R. Waine dan Don F. Faules. 2005. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Penerjemah Deddy Mulyana dkk. Cetakan keempat. Remaja Rosdakarya, Bandung. Poloma, Margaret. Sosiologi Kontemporer. PT Raja Gafindo. Jakarta Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Psikologi Komunikasi Edisi 21. Remaja Rosdakarya. Badung Putnam, Robert (1993). The Prosperous Community: Social capital and public life. The American Prospect. Vol.4, no. 13. Rogers, EM., dan D.L. Kincaid. 1981. Communication Networts Toward a New Paradigm for Research. New York : The Free Press. Rogers, E.M. and R.A. Rogers. 1976. Communication in Organization. The Free Press, Macmillan Publishing Co., Inc, New York. Ruslan, Rosadi. 2006. Metode Penelitian Publik Relation dan Komunikasi. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta Saidi, Zaim dan Abidin, Hamid. 2004. Menjadi Bangsa Pemurah; Wacana dan Praktek Kedermawaan sosial di Indonesia. Piramedia. Jakarta. Sariyun.1996. Konflik Sosial di Sekitar LNG. Warwasan 4:13-18 Singarimbun, Masri. Dan Effendi,Sofian. 2006. Jakarta. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.
Metode Penelitian Survei.
Soemirat, Soleh dan Elvinaro Ardianto, 2005. Dasar-dasar Public Relations. Remaja Rosda Karya, Bandung. EDSA Mahkota. Jakarta Suganda. 1988. Manajemen Logistik. CV Armico. Bandung Suharto, Edi. 2005. Pembangunan Sosial sebagai Investasi Sosial. Dalam buku Investasi Sosial. Suspensos. Jakarta Sumardjani, L. 2007. Konflik Sosial Kehutanan: mencari pemahaman untuk penyelesaian terbaik. Flora Mundial Comunications. Supranto,J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan; untuk menaikan pangsa pasar. PT Rineka Cipta. Jakarta Suryadi. 2007. Strategi Mengelola Public Relation Organisasi. ED Tabura News Letter. Edisi Keempat Oktober 2003. (diterbitkan oleh perusahaan BP LNG Tangguh) __________ Edisi Keenam Juli 2004. (diterbitkan oleh perusahaan BP LNG Tangguh)
Tjiptono. 2002. Penilaian Kinerja : 10 menit menguasai keahlian yang anda perlukan. Andi. Jakarta Tubbs dan Moss. 2001. Human Communication. Prinsip-prinsip Dasar. Terjemahan Deddy Mulyana dan Gembirasari. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Usman,R. 2001. Konflik dan Perspektif Komunikasi. Jurnal Mediator Volume 2 Nomor 1. Bandung Vardiansyah. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi: Pendekatakan Taksonomi Konseptual. Ghalia Indonesia. Bogor Wexley, Kenneth N dan Gary A. Yukl, 1993. Organizatioan Behaviour and Personnel Psychology, penterjemah : Muh. Shohabuddin. Rineka Cipta. Jakarta Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. CV. Ashkaf Grafika. Surabaya Widjaja, A. 2008. Corporate Social Responsibility. Harvarindo. Jakarta Wilson, GL, HL. Goodal JR, and Waagen 1986). Organization Communication. Harper & Row Publisher. New York. Winardi. 1994. Manajemen Konflik. (Konflik Perubahan dan Pengembangan. Mandar Maju. Bandung Yuhana, Ida. dkk. 2008. Dasar-dasar Komunikasi. (Bahan Kuliah IPB)
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
Lampiran 2. Identitas Responden No.
Umur
Resp.
Thn
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
39 66 34 58 46 58 49 24 32 25 27 24 29 27 56 45 57 35 33 31 38 48 36 27 46 39 45 36 38 50 48 33 46 40 29 39 54 40 61 52 34 45 34 36 29 32 32 41
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Σ. Kel.
(Rp)
(Jiwa)
Katolik Katolik Katolik Katolik Katolik Katolik Katolik Islam Katolik Katolik Katolik Islam Islam Katolik Katolik Islam Katolik Katolik Katolik Katolik Katolik Katolik Islam Katolik Katolik Katolik Katolik Katolik Katolik Islam Katolik Islam Katolik Katolik Islam Katolik Katolik Islam Katolik Katolik Islam Katolik Islam Katolik Islam Islam Katolik Islam
SPG SMP SMP SMEA SD SD SMP SD SMP SMP SMP D3 SD SD SD SD SD SMP SD SD SMA SMP SD S1 S1 SD SMP SMP SD SD SD SMP SD SD SMA SD SD SD SD SD SMP SD SD SD SMP SD SMP SD
Swasta Nelayan Swasta Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan PNS Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Swasta Swasta Nelayan PNS PNS Nelayan Swasta Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Swasta Nelayan Nelayan Swasta Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Swasta Nelayan Nelayan Swasta Nelayan Nelayan
2.000.000 1.500.000 2.000.000 1.950.000. 2.300.000 1.200.000 1.800.000 7.200.000 2.500.000 6.000.000 6.100.000 1.900.000. 5.250.000. 3.000.000 1.550.000 5.300.000 1.300.000 3.350.000 3.600.000 2.800.000. 8.000.000 2.500.000 7.500.000 3.000.000 2.000.000 3.150.000 3.000.000,4.500.000 5.600.000 1.600.000 1.200.000 2.000.000 1.700.000 1.500.000 2.000.000 1.750.000 1.500.000 5.300.000 800.000. 1.850.000 8.000.000 1.700.000 2.000.000 2.700.000 1.500.000 2.000.000 1.500.000. 1.300.000
11 19 7 9 11 19 15 3 5 6 5 3 3 3 7 11 8 7 7 7 9 11 7 4 6 6 7 6 7 14 9 4 13 8 6 7 16 10 9 8 3 6 6 7 6 6 6 7
Lanjutan Lampiran 2. Identitas Responden No. Umur Agama Pendidikan Resp. Thn 49 38 Katolik SD 50 37 Katolik SD 51 21 Katolik SD 52 30 Katolik SMP 53 36 Katolik SD 54 65 Katolik SD 55 51 Katolik SD 56 40 Islam SD 57 27 Islam SMA 58 42 Katolik SD 59 29 Katolik SD 60 27 Katolik SD
Pekerjaan Nelayan Swasta Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan Swasta Nelayan Nelayan Swasta Nelayan
Pendapatan (Rp) 1.800.000. 2.000.000 1.900.000 7.000.000 1.650.000 450.000. 900.000. 2.000.000 700.000. 1.500.000 2.000.000 6.300.000
Σ. Kel. (Jiwa) 7 6 4 6 7 12 11 8 5 8 6 3
Lampiran 3. Hasil Uji Statistik Korelasi Rank Spearman
3.1. Hubungan Korelasi antara Aktivitas komunikasi dengan kepuasan publik Correlations
Spearman's rho
AKTIVITAS KOMUNIKASI
AKTIVITAS
KEPUASAN
KOMUNIKASI
PUBLIK
1.000
.262*
.
.043
60
60
Correlation Coefficient
.262*
1.000
Sig. (2-tailed)
.043
.
60
60
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
KEPUASAN PUBLIK
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
3.2. Hubungan Korelasi antara Aktivitas komunikasi dengan Perilaku Konflik Correlations
Spearman's rho
AKTIVITAS KOMUNIKASI
Correlation Coefficient
AKTIVITAS
PERILAKU
KOMUNIKASI
KONFLIK
1.000
-.364
Sig. (2-tailed)
.
.004
60
60
-.364**
1.000
.004
.
60
60
N PERILAKU KONFLIK
Correlation Coefficient
**
Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
3.3. Hubungan Korelasi antara Kepuasan Publik dengan Perilaku Konflik Correlations KEPUASAN PERILAKU PUBLIK Spearman's rho
KEPUASAN PUBLIK
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PERILAKU KONFLIK
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
KONFLIK
1.000
-.122
.
.351
60
60
-.122
1.000
.351
.
Correlations KEPUASAN PERILAKU PUBLIK Spearman's rho
KEPUASAN PUBLIK
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
PERILAKU KONFLIK
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
KONFLIK
1.000
-.122
.
.351
60
60
-.122
1.000
.351
.
60
60
3.4. Hubungan Aktivitas Komunikasi Publik Pada 5 Bidang Kegiatan dengan Kepuasan Publik Correlations KEPUASAN PUBLIK Spearman's rho
Aktivitas Komunikasi di Bidang Kompensasi Tanah Adat
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Aktivitas Komunikasi di Bidang Kesehatan
60
Sig. (2-tailed)
.013 60
Correlation Coefficient
.210
Sig. (2-tailed)
.107
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Aktivitas komunikasi di Bidang Sarana Prasarana
.007
.319*
N Aktivitas komunikasi di Bidang Suplay Tenaga Kerja
**
Correlation Coefficient
N Aktivitas komunikasi di Bidang Pendidikan dan Pelatihan
.346
60 .331
**
.010 60 *
Correlation Coefficient
.328
Sig. (2-tailed)
.011
N
60
3.5.
Hubungan Korelasi Antara Aktivitas Komunikasi Publik Pada MasingMasing Bidang Dengan Perilaku Konflik Correlations PERILAKU KONFLIK
Spearman's rho
Aktivitas Komunikasi di Bidang Kompensasi Tanah Adat
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Aktivitas Komunikasi di Bidang Kesehatan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Aktivitas komunikasi di Bidang Pendidikan dan Pelatihan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Aktivitas komunikasi di Bidang Suplay Tenaga Kerja
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Aktivitas komunikasi di Bidang Sarana Prasarana
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*
-.306
.017 60 **
-.379
.003 60 **
-.406
.001 60 -.462** .000 60 -.475** .000 60