HISAB ARAH KIBLAT MENGGUNAKAN RUBU’ MUJAYYAB (Studi Pemikiran Muh. Ma’sum Bin Ali Dalam Kitab Ad-Durus Al-Falakiyyah) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh
ENCEP ABDUL ROJAK NIM : 072111060
KONSENTRASI ILMU FALAK AL-AHWAL AL-SYAHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
ii
iii
iv
v
ABSTRAK Salah satu kitab yang membahas arah kiblat adalah Ad-Durus alFalakiyyah yang ditulis oleh Muhammad Ma’sum bin Ali, Kawarun Jombang. Alat hitung yang digunakan dalam kitab ini adalah Rubu’ Mujayyab, sehingga teori segitiga bola yang digunakan adalah persamaan untuk aplikasi Rubu' Mujayyab. Alat hitung ini merupakan alat hitung yang sangat akurat pada zamannya. Apabila dikomparasikan dengan system yang ada sekarang, bagaimanakah tingkat keakurasian data-data yang dihasilkan oleh perhitungan Rubu’ mujayyab dengan kalkulator. Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah ini masih diajarkan di beberapa Madrasah dan Pondok Pesantren, diantaranya adalah MA Qudsiyyah, PP. Kwagean Kediri, Madrasah Syafi’iyah Rembang, dan PP. Salafiyyah Ploso Mojo Kediri. Dilihat dari kemajuan zaman sekarang yang sudah terdapat sistem perhitungan yang sudah digital, bagaimanakah signifikansi Rubu’ Mujayyab yang merupakan alat hitung asli dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah, dilihat pada zaman sekarang, apakah sudah diganti dengan kalkulator ataukah dikomparasikan antara keduanya. Berawal dari sinilah penelitian ini, karena dari tingkat keakurasian masing-masing alat hitung ini berbeda karena dari pembacaan datanya yang berbeda juga. Penelitian ini bersifat kepustakaan (Library research), dimana data primernya adalah seluruh data yang diperoleh langsung dari kitab Ad-Durus alFalakiyyah ,dan data sekundernya adalah seluruh dokumen berupa buku, tulisan, hasil wawancara, makalah-makalah yang berkaitan dengan obyek penelitian. Data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis) dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa hisab arah kiblat yang ada dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah kurang akurat, perbedaan antara kalkulator dengan Rubu' menghasilkan 6 km dari titik Ka'bah. Hal ini disebabkan karena data-data yang digunakan masih lama dan berbeda ketelitian alat hitung yang digunakan. Perhitungan yang berkembang sekarang menggunakan kalkulator yang sudah teliti dan akurat. Adapun ad-Durus al-Falakiyyah alur perhitungannya menggunakan persamaan untuk aplikasi Rubu’ Mujayyab. Selain itu, karena alat hitung yang digunakan bersifat klasik dan manual. Pada zaman sekarang, ilmu pengetahun dan teknologi sudah berkembang ini ternyata Rubu' Mujayyab masih digunakan di beberapa madrasah dan pondok. Hal ini dikarenakan untuk menjaga keilmuan Rubu' supaya tidak hilang ditelan masa karena semakin langkanya orang yang mau mempelajarinya. Selain itu supaya santri/siswa memahami dasar dari trigonometri, karena Rubu' Mujayyab mengandung metode trigonometri manual dan mendasar. Dengan demikian, alat hitung dalam kitab ad-durus al-falakiyyah yang disebut dengan Rubu' Mujayyab masih signifikan di lingkungan pondok dan madrasah, walaupun perhitungannya untuk zaman sekarang kurang akurat. Sehingga perhitungan dengan Rubu’ yang menimbulkan ketetapan hukum seperti waktu salat dan arah kiblat tidak boleh digunakan dan apabila untuk pelajaran sangat dianjurkan untuk dipelajari. Kata kunci: Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah, Rubu’ Mujayyab, Pondok Pesantren, dan Kalkulator
vi
MOTTO
óO çFZä. $tB ß] øŠym ur 4ÏQ #tys ø9$#ω Éf ó¡ yJ ø9$#tôÜ x© y7 ygô_ ur ÉeA uqsù |M ô_ tyz ß] ø‹ym ô` ÏBur šú
ïÏ%©!$#žw Î)îp¤f ãm öN ä3 ø‹n=tæ Ĩ $¨Y=Ï9 tb qä3 tƒ žx y¥Ï9 ¼çntôÜ x© öN à6 yd qã_ ãr (#q—9uqsù
tb r߉ tGöhs? öN ä3 ¯=yès9ur ö/ä3 ø‹n=tæ ÓÉLyJ ÷èÏR §N Ï?T{ ur ’ÎTöqt± ÷z $#ur öN èd öqt± øƒrB Ÿx sù öN åk÷]ÏB (#qßJ n=sß
(١٥٠ : ) ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ Artinya : “Dan darimana saja kamu keluar (datang) maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu semua berada maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada Ku. Dan agar Ku-sempurnakan nikmatKu atas kamu, dan supaya kamu dapat petunjuk” (QS. Al-Baqarah : 150).
vii
PERSEMBAHAN
Saya persembahkan untuk :
Bapakku Ust. Oman (OO), Ibuku Ikah, Kakakku (Imas Masriyah dan Enung Nurkillah) dan Adekku (Muhammad Izzuddin) yang selalu memberikan Motivasi dalam hidupku, saudara-saudaraku, Guru-guruku yang telah ikhlas memberikan pengarahan dan pelajaran (Drs. KH. Wawan Khairul Anwar, M.Pd, KH. Asep Saefullah, SE, KH. Sirajd Khudlori, KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag), Teman-temanku dikelas KIF semuanya, dan untuk D' Special one yang akan menemani sampai akhir hayat.
viii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Rabbul Alamin atas segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hisab Arah Kiblat Menggunakan Rubu’ Mujayyab (Studi Pemikiran Muh. Ma'sum bin Ali Dalam Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah), dengan baik tanpa banyak mengalami kendala yang berarti. Shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya yang telah membawa Islam dan mengembangkannya hingga sekarang ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih payah penulis sendiri. Akan tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, penulis haturkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada : 1. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dan para pembantu dekan, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas belajar hingga akhir. 2. Drs. H. Musahadi, M. Ag, selaku pembimbing I, atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas 3. Rupi’i, M.Ag, selaku pembimbing II, atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas 4. Drs. H. Eman Sulaeman, M.H., selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan arahan sampai sekarang sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. 5. Para pejabat di kantor Prodi Falak, yang dengan ikhlas melayani dan mengayomi penulis dan menjalankan tugas dengan penuh tanggungjawab. 6. Bapak kajur, sekjur, dosen-dosen, dan karyawan Fakultas syari’ah IAIN Walisongo semarang, atas segala didikan, bantuan, dan kerjasamanya.
ix
7. Kedua orang tua penulis beserta segenap keluarga, atas segala do’a, perhatian, dan curahan kasih sayangnya yang tidak dapat penulis ungkapkan dalam untaian kata-kata. 8. KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag., atas segala dorongan, didikan, dan arahannya. 9. Keluarga besar alm. KH. Muhammad Ma’sum bin Ali Kawaron Jombang Jawa Timur, atas keikhlasannya memberikan informasi yang sangat berguna untuk skripsi ini. 10. Keluarga besar Yayasan Pendidikan Islam Al-Atiqiyyah Sukabumi Jawa Barat, diantaranya Umi Haji, KH. Drs. Wawan Khairul Anwar, M. Pd, KH. Asep Saefullah, SE, Dra. Pipih Sopiah, dan semua ustadz dan ustadzah di lingkungan Al-Atiqiyyah atas segala doanya. 11. Keluarga besar PP Darun Najaah Jrakah Tugu Semarang, Khususnya KH. Siradj Chudlori, KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag, Gus Thoriq, dan semuanya atas segala pengajaran, dorongan dan doanya. 12. Semua temen-temen KIF, khususnya angkatan 2007 yang membuat seneng ketika ada bersama. 13. Semua teman yang berada di lingkungan kampus IAIN Walisongo dan Pondok Pesantren Daarun Najaah. Atas semua kebaikannya, penulis hanya mampu berdo’a semoga Allah SWT menerima segala amal kebaikan dan membalasnya dengan pahala yang lebih baik. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharap daran dan kritik dari para pembaca demi sempurnanyaskripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya. Semarang, Mei 2011 Penulis,
Encep Abdul Rojak
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ...........................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
iii
HALAMAN DEKLARASI ..........................................................................
v
HALAMAN ABSTRAK ..............................................................................
vi
HALAMAN MOTTO ..................................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
viii
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................
ix
HALAMAN DAFTAR ISI ...........................................................................
xi
BAB I
BAB II
BAB III
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .....................................................
1
B. Permasalahan .....................................................................
7
C. Tujuan Penulisan ...............................................................
7
D. Telaah Pustaka ...................................................................
8
E. Kerangka Teoritik ...............................................................
9
F. Metode Penulisan ...............................................................
13
G. Sistematika Penulisan ........................................................
16
: KONSEP UMUM TENTANG ARAH KIBLAT A. Pengertian Kiblat ...............................................................
18
B. Dasar Hukum Menghadap Kiblat .......................................
21
C. Sejarah Ka’bah ..................................................................
26
D. Pemikiran Ulama Fiqh Tentang Arah Kiblat ......................
31
E. Macam-Macam Metode Penentuan Arah Kiblat .................
33
: HISAB
ARAH
KIBLAT
MENGGUNAKAN
RUBU'
MUJAYYAB DALAM KITAB AD-DURUS AL-FALAKIYYAH
xi
A. Biografi Intelektual Muhammad Ma’sum bin Ali ...............
59
B. Karya-karya Muhammad Ma’sum bin Ali dalam ilmu falak
62
C. Pemikiran Hisab Arah Kiblat Muhammad Ma'sum bin Ali .
68
D. Perbandingan Hisab Arah Kiblat Ad-Durus al-Falakiyyah yang menggunakan Rubu’ Mujayyab dengan Segitiga Bola yang Menggunakan Kalkulator ..........................................
82
E. Signifikansi Rubu' Mujayyab dalam Kitab Ad-Durus alFalakiyyah di Era Digitalisasi ............................................. BAB IV
90
: ANALISIS HISAB ARAH KIBLAT MENGGUNAKAN RUBU' MUJAYYAB A. Analisis Akurasi Rubu’ Mujayyab dalam Perhitungan Arah Kiblat di dalam Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah jika dihitung
dengan
Perhitungan
Segitiga
Bola
yang
Menggunakan Kalkulator ...................................................
96
1. Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah .....................................
97
2. Rubu’ Mujayyab ........................................................... 105 3. Perbandingan Perhitungan ............................................ 114 B. Analisis signifikansi Rubu’ Mujayyab dalam kitab AdDurus al-Falakiyyah di era digitalisasi ..................... 117 BAB V
: PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................ 124 B. Saran-saran ........................................................................ 125 C. Penutup .............................................................................. 126
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu falak adalah ilmu yang langka di kalangan masyarakat umum. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya referensi dalam bidang ilmu ini, baik berupa kitab maupun buku yang membahas secara detail tentang ilmu falak. Ilmu ini lebih berkembang di lingkungan pondok pesantren, sehingga referensireferensi ilmu ini tidak heran jika berbahasa arab dan biasanya disebut kitab. Salah satu kitab klasik yang menjelaskan tentang ilmu falak adalah kitab Ad-Durus al-Falakiyyah. Kitab ini memuat perhitungan mencari penanggalan masehi, deklinasi matahari, data-data yang digunakan untuk mencari awal waktu salat, dan arah kiblat yang menggunakan alat hitung Rubu’ Mujayyab dan Logaritma. Penulis kitab ini adalah ulama karismatik, salafi murni, yaitu Muhammad Ma’sum bin Ali, Kawarun, Jombang, Jawa Timur. Pembahasan ilmu falak dalam kitab ini terdiri dari tiga bagian, antara bagian satu dengan bagian yang lainnya saling menyempurnakan karena isi pembahasannya sama, hanya pembahasan pada bagian sebelumnya lebih simpel dan bagian berikutnya sebagai pembahasan yang menyempurnakan pada bagian pertama.1 Dalam perkembangan ilmu falak di Indonesia, Ad-Durus al-Falakiyyah ini memiliki posisi yang sangat penting. Hal ini dibuktikan dari beberapa kitab yang merupakan terjemahan langsung dan ringkasan dari ketiga bagian kitab 1
Muhammad Ma’shum bin Ali, Ad-Durus al-Falakiyyah Li madari as-Salafiyyah, Bagian ke-1 s.d. 3, Surabaya: Maktabah Sa’ad bin Nashir Nabhan Wa Auladih, 1992, hlm. 2-15.
1
2
Ad-Durus al-Falakiyyah. Adanya penerjemahan langsung ini membutikan bahwa kitab Ad-Durus al-Falakiyyah memiliki posisi yang sangat strategis dalam pengembangan ilmu falak di Indonesia. Kitab-kitab itu diantaranya adalah kitab Tibyan al-Miqat.2 Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Ad-Durus al-Falakiyyah. Hal ini bisa dilihat dari materi yang dibahas dan sistem perhitungan waktu salat dan arah kiblat yang menggunakan alat Rubu’ Mujayyab. Adapun modifikasinya yaitu dilengkapi dengan gambar petunjuk tentang tatacara pengambilan data dengan menggunakan Rubu’ Mujayyab, dalam aplikasi mencari datadata yang diperlukan untuk mencari awal waktu salat dan arah kiblat, tetapi tidak dilengkapi dengan perhitungan dengan menggunakan daftar logaritma. Kitab ini diterbitkan oleh pondok pesantren Al-Falah, Ploso, Mojo, Kediri, Jawa Timur. Selain Tibyan al-Miqaat, kitab yang merupakan terjemahan Ad-Durus al-Falakiyyah yaitu kitab Pelajaran Astronomi karya Abdul Kholiq.3 Terjemahan ini menggunakan bahasa Indonesia dan penulisannya pun menggunakan font Indonesia bukan font Arab. Kitab terjemahan ini terdiri atas dua bagian yang dilengkapi dengan contoh dan cara pengambilan data, juga dijelaskan tentang trigonometri Rubu' Mujayyab. Terjemahan Ad-Durus al-Falakiyyah yang lengkap dari bagian pertama sampai dengan ketiga yaitu Kitab Tarjamah Ad-Durus al-
2
Madrasah Assalafiyah Al-falah, Tibyan al-Miqaat fi Ma’rifah al-Auqaat wal Qiblah, Kediri: Madrasah Assalafiyah Al-falah, tt. 3 Syekh Muhammad Ma’sum Bin Ali Addurusul Falakiyyah, Abdul Kholiq, " Terj. Addurus al-Falakiyyah, tt.
3
Falakiyyah (Li al-madrasah al-‘aliyah kudsiyah menara Kudus)4 karya Yahya Arif. Terjemahan ini sesuai dengan kitab aslinya, yaitu pembahasan terjemahan bagian pertama sama dengan apa yang dibahas pada bagian pertama dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah, dan begitu juga dengan terjemahan pada bagian selanjutnya. Bahasa penulisan yang digunakan dalam terjemahannya adalah bahasa Indonesia dengan tulisan menggunakan font Arab, sehingga kata yang berbahasa Indonesia itu ditulis menggunakan huruf Arab. Bentuk penulisan seperti ini sedikit merepotkan pembaca, apalagi pembeli kitab itu di pasaran tanpa adanya pembimbinng, sehingga akan menimbulkan pemahaman yang berbeda, karena tulisan itu tidak berharokat. Selain posisi kitab Ad-Durus al-Falakiyyah itu sendiri, Rubu’ Mujayyab yang menjadi alat bantu hitung dalam kitab ini masih diajarkan di beberapa pondok pesantren, diantaranya PP. Ghozaliyyah Syafi’iyyah Sarang Rembang, PP. Qudsiyyah Kudus, PP. Matholi’ul Falah Kajen Pati, PP. Salafiyyah Ploso Mojo Kediri, PP. Al-Mahrusiyyah Lirboyo Kediri, dan PP. Roudhotul Ulum Jember.5 Dari beberapa penjelasan di atas, posisi kitab Ad-Durus al-Falakiyyah ini sangat penting sekali dalam penyebaran ilmu falak di Indonesia dan memiliki tempat yang strategis dan dianggap kitab yang sangat bagus tentang
4
Yahya Arif, K.H. M. Ma’sum Bin Ali Ad-Durus al-Falakiyyah, Terj, Ad-Durus alFalakiyyah , Kudus: Maktabah Al-madrasah Kudsiyyah, Tt. 5 Hendro Setyanto, Modul Kuliah Rubu’ al-Mujayyab: Concept and Practice In Indonesia, Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, hlm. 139. Makalah ini pernah dipresentasikan di Seoul dalam acara Asronomical Instruments and Archieves From the Asia-Pacific Region di Yonsei University pada tahun 2004.
4
kajian yang ada di dalamnya. Sebagai kitab yang menjadi rujukan untuk pengembangan ilmu falak, maka penulis sangat tertarik untuk meneliti kitab ini. Rubu’ Mujayyab yang merupakan alat hitung yang digunakan untuk mencari data-data dalam penyelesaian awal waktu salat dan arah kiblat dalam kitab ini merupakan alat yang digunakan pada abad pertengahan, yang gunanya untuk memecahkan masalah dalam bidang Spherical Astronomy,6 dan merupakan alat pengamatan yang ditemukan setelah Astrolabe, 7 karena alat ini bisa menyelesaikan masalah dalam pengamatan benda langit dengan lintang yang berbeda. Dengan data geografis yang berbeda, maka data-data benda langit yang ada itu akan berbeda juga.8 Jalan yang ditempuh dalam menghitung arah kiblat dengan Rubu’ Mujayyab dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah ini cukup panjang dan memerlukan kecermatan, sehingga berbeda dengan menghitung menggunakan kalkulator9 dan alat perhitungan yang digital lainnya. Dalam hisab waktu salat
6
Spherical Astronomy adalah ilmu yang sangat terkait dengan arah di mana bintang-bintang itu berada dan untuk menggambarkan arah dalam kaitannya dengan posisi pada permukaan suatu lapisan garis lurus, yang tergabung antara peninjau dengan bintang-bintang, dan tumpang tindih permukaan ini, Lihat W,M Smart, Textbook on Spherical Astronomy, London: Cambridge University Press, 1989, hlm. 1. 7 Astrolabe adalah gambaran dari model matematis langit, Alat ini dapat diatur untuk memeberikan data angkasa dan penunjuk waktu sepanjang tahun, pengukuran terrestial, dan informasi astrologi yang memecahkan beragam masalah astronomi dan penanggalan, termasuk penentuan waktu salat dan penentuan arah kiblat, Lihat Howard R Turner, Sains Islam Yang Mengagumkan (sebuah catatan terhadap abad pertengahan), Terj Science in Medieval Islam An Illustrated Introduction, Bandung: Nuansa, 2004, hlm. 101. 8 David A. King, Islamic Mathematical Astronomy, London: Variorum Reprints, 1986, Part III, hlm. 533. 9 Kalkulator adalah sebuah alat hitung. Kalkulator yang digunakan untuk perhitungan dalam ilmu falak adalah kalkulator scientific, yaitu kalkulator yang sudah menggunakan trigonometri, yaitu Sinus, Cosinus, dan Tangen. Lihat Sriyatin Shadiq, makalah Pelatihan dan Pendalaman Ilmu Falak dan Hisab Rukyat (Kompas Muterpas), yang diselenggarakan oleh mahasiswa pasca sarjana IAIN Walisongo Semarang, 10-11 Januari 2009.
5
dan arah kiblatnya itu harus mencari data-data yang belum familiar di masyarakat umum. Istilah-istilah itulah yang merupakan alur pengerjaan perhitungan arah kiblat dalam kitab ini.10 Istilah-istilah yang harus dicari terlebih dahulu, yang merupakan datadata untuk pengerjaan hisab arah kiblat yaitu Thul (data bujur) tempat yang akan dihitung arah kiblatnya, Bu’d al-Quthr, al-Ashl al-Muthlak, al-Ashl alMu’addal, Irtifa’ as-Sumt, Hisshoh as-Sumt, Ta’dil as-Sumt, dan Jaib asSa’ah. Data-data itu diperoleh dari data-data yang sudah ada dalam Rubu’ Mujayyab. Kombinasi antara Khoith dan Muri yang nantinya akan menghasilkan data-data yang dicari.11 Berbeda halnya dengan perhitungan sistem Segitiga Bola yang menggunakan alat hitung kalkulator. Di dalam perhitungan Segitiga Bola, data yang diperlukan adalah data lintang dan bujur Ka’bah, dan data lintang dan bujur tempat yang akan dihitung arah kiblatnya. Setelah itu dicari data beda bujur antara bujur tempat dengan bujur Ka’bah. Kemudian data-data itu dimasukan kedalam rumus yang sangat simpel. Dengan demikian metode ini sangat mudah sekali untuk dipahami oleh masyarakat umum.12 Sebelum dikenal daftar logaritma, perhitungan dalam ilmu falak menggunakan Rubu’ Mujayyab ini. Sekalipun sekarang sudah dikenal daftar logaritma maupun kalkulator, namun masih banyak pondok pesantren yang masih menggunakan Rubu’ Mujayyab sampai sekarang, disamping mereka
10
Abdul Kholiq, Syeh Muh.Ma’sum Bin Ali Ad-Durus al-Falakiyyah, Terj. Addurusul Falakiyyah, tt, hlm. 29. 11 Muhammad Ma’shum bin Ali, op. cit., Jilid 1, hlm. 9-14. 12 Muhyiddin Khazin, op. cit., hlm. 16.
6
menggunakan kalkulator atau daftar logaritma.13 Ini membuktikan masih ada orang yang memperhatikan dan ikut melestarikan metode ini. Di dalam perhitungan yang menggunakan bantuan kalkulator, hanya memasukan data-datanya saja dan setelah itu tinggal tekan enter, maka hasilnya akan keluar. Adapun perhitungan dengan menggunakan Rubu’ Mujayyab yang terdapat dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah itu harus menempuh beberapa langkah. Dengan kombinasi dari Muri dan Khoit akan mendapatkan data yang dicari. Semua langkah itu harus ditempuh dengan seksama, karena skala data Menit dalam Rubu’ Mujayyab itu tidak ada tandanya, sehingga hasilnya perkiraan.14 Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga metode perhitungan pun ikut berkembang menjadi lebih baik. Apabila dibandingkan dengan metode yang lebih maju sekarang, bagaimana tingkat keakurasian dari metode perhitungan arah kiblat yang ada dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah yang masih menggunakan alat bantu Rubu’ Mujayyab. Di era sekarang ini kemajuan dalam bidang teknologi semakin pesat, hampir semua bidang sudah tersentuh oleh dampak kemajuan teknologi, serba instan dan digital yang semakin memudahkan pengguna jasa. Sehingga penulis sangat tertarik untuk mengulas sejauh manakah signifikansi Rubu' Mujayyab dalam kitab Ad-Durus alFalakiyyah di era digitalisasi ini. 13 14
Ibid,, hlm. 54-57. Ahmad Izzuddin, op. cit., hlm. 27.
7
B. Permasalahan Dengan berdasar pada uraian di atas, maka dapat dikemukakan di sini pokok-pokok permasalahan dalam penelitian berikutnya. Adapun permasalahannya adalah sebagai berikut : 1. Seberapa besarkah akurasi pembacaan data Rubu’ Mujayyab dalam perhitungan arah kiblat dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah jika dihitung dengan sistem perhitungan segitiga bola yang menggunakan alat hitung kalkulator? 2. Bagaimana signifikansi Rubu' Mujayyab dalam kitab Ad-Durus alFalakiyyah di era digitalisasi ini? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui seberapa besarkah keakurasian perhitungan arah kiblat dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyah dengan alat bantu Rubu’ Mujayyab, apabila dihitung dengan metode segitiga bola yang menggunakan alat hitung kalkulator. 2. Untuk mengetahui signifikansi Rubu' Mujayyab dalam kitab AdDurus al-Falakiyyah di era digitalisasi ini. D. Telaah Pustaka Terdapat beberapa tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah ini. Di antara tulisan-tulisan tersebut adalah tulisan Ismail Chudhori, skripsi yang berjudul Analisis Terhadap Penentuan Arah Kiblat Masjid Agung
8
Surakarta.15 Skripsi ini membahas penentuan arah kiblat Masjid Agung Surakarta, yang mana masjid ini merupakan masjid yang tua dan merupakan peninggalan jaman dulu, yang sangat menarik diteliti tentang penentuan arah kiblatnya. Dengan demikian, maka akan diketahui tentang metode yang digunakan dalam penentuan arah kiblatnya. Apakah menggunakan Kompas, Rubu’ Mujayyab, ataupun cukup dengan telunjuk saja. Sehingga akan mempengaruhi hasilnya, apakah lurus atau melenceng. Ismail Chudhori menyimpulkan bahwa arah kiblat Masjid Agung Surakarta (pada saat penelitian) tidak sesuai dengan nilai perhitungan arah kiblat sebenarnya. Arah kiblat Masjid Agung Surakarta menunjukkan angka 14º 32’ 3.93” dari titik barat ke utara. Arah kiblat yang seharusnya bagi Masjid Agung Surakarta adalah 24º 32’ 3.93” dari titik barat ke utara atau 294º 32’ 3.93” UTSB. Dengan demikian, masjid ini mengalami kekurangan dari arah kiblat dengan selisih sebesar 10º dari titik barat ke utara. Hal ini disebabkan karena pada saat itu tidak adanya pakar ilmu falak.16 Skripsi Erfan Widiantoro yang berjudul Studi Analisis Tentang Sistem Penentuan Arah Kiblat Masjid Besar Mataram Kotagede Yogyakarta,17 yang menguraikan bagaimana metode yang digunakan dalam penentuan arah kiblat Masjid Besar Mataram Kotagede Yogyakarta, yang merupakan mesjid peninggalan Mataram. Pada jaman dulu metode perhitungan tidak semaju sekarang, kebanyakan masih menggunakan kompas dalam 15
Ismail Chudhori, Study Analisis Terhadap Penentuan Arah Kiblat Masjid Agung Surakarta, Skripsi Fakultas Syari’ah Semarang, 2005. 16 Ibid. hlm. 94. 17 Erfan widiantoro, Studi Analisis Tentang Sistem Penentuan Arah Kiblat Masjid Besar Mataram Kotagede Yogyakarta, Skripsi fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2008.
9
penentuan arah kiblatnya. Sehingga skripsi ini membahas tentang sistem perhitungan arah kiblatnya Masjid Agung itu. Erfan menyimpulkan bahwa alat penentuan arah kiblat yang digunakan di Masjid Kotagede pada saat perbaikan hanya menggunakan kompas dan busur. Padahal penentuan arah kiblat dengan menggunakan kompas kurang akurat, karena jarum magnet itu menunjuk kearah kutub utara magnet bukan kutub utara sejati. Sehingga arah kiblat melenceng sebesar 6º 41’ 7.97” kearah utara dari titik baratnya arah kiblat yang sudah ada.18 Dalam telaah pustaka tersebut, menurut penulis belum ada tulisan yang membahas secara spesifik tentang hisab arah kiblat pemikiran Muhammad Ma’sum bin Ali dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyah, yang menggunakan alat bantu Rubu’ Mujayyab. E. Kerangka Teoritik Salah satu kajian ilmu falak adalah menentukan arah kiblat. Setiap tempat di permukaan bumi ini memiliki arah kiblat yang berbeda dengan yang lainnya, karena dalam perhitungan arah kiblat itu memperhitungkan data geografis tempat itu, yaitu data lintang dan bujur tempat. Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa menghadap kiblat ketika sedang melaksanakan salat merupakan syarat sahnya salat, kecuali dalam 2 (dua) keadaan yaitu dalam keadaan salat khouf dan salat sunah dalam kendaraan.19 Hal ini berdasarkan hadis nabi ketika melaksanakan salat sunah di atas kendaraan, kemudian Nabi turun dari kendaraan itu ketika hendak 18
Ibid. hlm. 98. Abi Ishak Ibrahim Bin Ali bin Yusuf, Al-Muhazzab fi Fiqh Al-Imam Al-Syafi’i. Beirut: Dār Al-fikr, tt, hlm. 67. 19
10
melaksanakan salat wajib 5 waktu. Bagi orang yang berada di Masjid AlHaram, maka wajib menghadapkan ke bangunan Ka’bah, tidak boleh arahnya saja. Adapun bagi orang yang jauh, yang tidak bisa melihat Ka’bah ketika sedang melaksanakan salat cukup meghadapkan ke arahnya saja.20 Imam Syafi'i menjelaskan dalam kitab al-umm, bahwa ada beberapa media yang bisa digunakan dalam penentuan arah kiblat, diantaranya yaitu Matahari, Bulan, Bintang, Gunung, Angin, dan lain sebagainya.21 Dilihat dari media yang digunakan tersebut, bahwa metode ini menggunakan alam sebagai pembantu dalam penentuan arah kiblat di seluruh permukaan bumi ini. Adapun cara untuk mendapatkan arah kiblat melalui fenomena alam itu harus mengetahui terlebih dahulu data-data yang berkaitan dengan fenomena alam itu. Salah satu fenomena alam yang ada kaitannya dengan penentuan arah kiblat yang sudah mashur di masyarakat adalah hari rasd al-kiblat. Fenomena rasd al-kiblat di sini adalah fenomena matahari melintasi garis yang menghubungkan antara suatu tempat dengan Ka'bah. Rasd al-Kiblat berarti setiap bayangan benda yang berdiri tegak lurus di permukaan bumi pada suatu saat tertentu berhimpit dengan arah kiblat suatu tempat menunjukan arah kiblat.22 Dengan cara menghitung kapan matahari melintasi garis itu, maka sudah bisa menentukan arah kiblat dengan tepat.
20
Abi Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib, Al-Hawi Al-Kabir, Beirut: Dār Kutub AlIlmiyyah, Juz II, 1994, hlm. 67-69. 21 Abi Abdillah Muhammad bin Idris, Al-Umm, Beirut: Dār Al-Fikr, tt, hlm. 114. 22 Muhyiddin Khazin, op. cit. hlm. 67.
11
Rasd al-Kiblat terbagi menjadi dua waktu, yaitu Rasd al-Kiblat harian dan Rasd al-Kiblat tahunan. Rasd al-Kiblat harian terjadi setiap hari ketika matahari melintasi jalur Ka’bah.23 Hal ini terjadi karena pergerakan matahari semu bergerak melintasi lingkaran besar yang menghubungkan suatu tempat dengan Ka'bah. Waktu terjadinya rasd al-Kiblat ini hanya 1 (satu) kali dalam satu hari. Apabila sudah lewat dari jam rasd al-Kiblat harian, maka pada hari itu tidak ada lagi rasd al-kiblat. Untuk mendapatkan jam rasd al-kiblat di tempat yang sama, maka harus menunggu pada hari berikutnya. Adapun Rasd al-Kiblat tahunan yaitu ketika posisi Matahari berada di atas Ka’bah. Ini terjadi pada setiap tanggal 28 Mei ( Pukul 11. 57. 16 LMT atau Pukul 16. 17. 56 WIB) dan 16 Juli ( Pukul 12. 06. 03 LMT atau Pukul 16. 26. 43 WIB ).24 Rasd al-Kiblat tahunan terjadi karena nilai deklinasi Matahari sama/hampir sama dengan nilai lintang utara Ka'bah, yaitu sebesar +21° 25' 21.4" LU. Pada saat itu Matahari berada di atas Ka'bah yang tegak lurus dengan permukaan bumi, sehingga benda yang tegak lurus pada saat itu mengarah ke arah Ka'bah yang berari kiblat. Cara penentuan arah kiblat dengan Rasd al-Kiblat ini sangat mudah sekali, tidak memerlukan waktu yang lama, cukup hanya menunggu jam rasd al-kiblat itu. Adapun penentuan arah kiblat selain rasd al-kiblat adalah metode azimut kiblat. Metode ini termasuk kepada penentuan arah kiblat yang manual.
23
Ibid. hlm. 74. Ahmad Ghozali, Irsyad Al-Murid ila Ma’rifah Al-ilm Al-Falak ‘ala Al-Rash Al-Jadid, tp, tt, hlm. 21. 24
12
Azimut secara bahasa sama dengan Jihah (arah).25 Yang dimaksud azimut kiblat disini adalah arah atau garis yang menunjuk ke kiblat.26 Secara astronomi arah azimut kiblat dihitung dari utara sejati ke arah timur, searah dengan perputaran jarum jam sampai dengan benda itu berada, yaitu Ka'bah. Data-data yang diperlukan dalam menghitung azimut kiblat adalah data lintang dan bujur tempat, dan data lintang dan bujur Makah. Perhitungan azimut kiblat ini bisa menggunakan alat yang digital maupun manual. Alat yang digital seperti Kalkulator dan komputer, adapun yang manual seperti Rubu' Mujayyab. Antara kedua alat ini memiliki metode perhitungan yang berbeda dan kerumitan yang berbeda, karena bahan dan sistem yang berbeda antara kedua alat hitung ini. Perhitungan menggunakan kalkulator sangatlah mudah, hanya mencari perbedaan bujur antara Ka'bah dengan tempat, kemudian data-data itu dimasukan ke dalam rumus segitiga bola, kemudian hasilnya sudah bisa diketahui. Adapun perhitungan dengan rubu' mujayyab tidak semudah itu, harus melalui beberapa tahapan yang menghasilkan data-data yang diperlukan. Perhitungan dengan rubu' Mujayyab ini harus mencari data Bu'd alQuthr, Asl al-Mutlak, asl al-Mu'addal, Irtifa' as-Simt, ta'dil as-Sumt, dan Simt al-Qibla. Apabila data-data ini sudah diketahui, maka azimut kiblat sudah bisa didapatkan hasilnya.27
25
Muhyiddin Khazin, op. cit., hlm. 40. Ahmad Izzuddin, op. cit, hlm. 28. 27 Muhammad Ma’sum bin Ali, Ad-Durus al-Falakiyyah, Surabaya: Sa’ad bin Nashir bin Nabhan, Juz I, 1992, hlm. 14-15. 26
13
Hasil dari perhitungan azimut kiblat bisa diaplikasikan ke dalam beberapa instrumen penentuan arah kiblat yang berbentuk/mengandung sudut, diantaranya adalah Kompas, Teodolit, Rubu' Mujayyab, dan juga jasa internet yaitu melalui qiblalocator atau google earth. 1. Kompas adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui arah mata angin, di dalamnya terdapat jarum yang bermagnet yang senantiasa menunjukan arah utara dan selatan magnetik.28 Setelah arah utara kompas dikoreksi dengan variasi magnet, maka nilai azimut kiblat diaplikasikan ke dalam skala kompas sesuai dengan nilai azimutnya, maka dari pusat kompas ke arah azimut kiblat itu adalah arah kiblat untuk tempat itu. 2. Teodolit adalah sebuah alat yang terdiri dari skala vertikal dan horisontal yang digunakan untuk menentukan tinggi dan azimut suatu benda langit dengan satuan derajat. Data horisontal didapatkan dari bidang yang bisa berputar secara horisontal, dan data vertikal didapatkan dari teropong yang bisa bergerak secara vertikal. Teropong ini bebas bergerak sepanjang bidang meridian.29 3. Qibla Locator adalah salah satu piranti lunak aplikasi internet adalah Qibla Locator yang termuat dalam situs http://www.qiblalocator.com. Piranti ini dirancang oleh Ibn Mas’ud dengan menggunakan aplikasi Google Maps API v2, sejak tahun 2006.30 Untuk mengetahui arah kiblat dengan Qibla Locator, di bagian atas situs itu ada kotak untuk
28
Muhyiddin Khazin, op. cit., hlm. 31. Departemen Agama, op. cit., hlm. 216. 30 http://suka.web.id/islam/mencari-dan-menentukan-arah-kiblat/, tanggal 16 April 2010, Jam 19.20 WIB. 29
14
memasukkan lokasi, alamat atau nama jalan, kode pos, dan negara atau garis lintang dan garis bujur, kemudian tekan enter, maka hasilnya akan tampak.31 F. Metode Penulisan Dalam penelitian ini, metode yang penulis pakai adalah sebagai berikut: 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah library research, yakni penulis melakukan penelitian terhadap kitab Ad-Durus al-Falakiyyah karangan Muh. Ma’sum bin Ali. Library research adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengolah bahan penelitian. 32 Dengan library research ini lebih daripada sekedar memperdalam kajian teoritis, bahkan memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian ini. 33 2. Sumber Data a. Data primer34 yaitu data yang diperoleh langsung dari kitab Ad-Durus al-Falakiyyah
karya
Muhammad
Ma’sum
bin
Ali,
dengan
menggunakan alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.
31
Ibid. Dalam aplikasinya, hampir semua jenis penelitian memerlukan studi pustaka (Library research). Lihat Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004, hlm. 1- 3. 33 Ibid. hlm. 1-2. 34 Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Saifudin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. Ke-III, 2001, hlm. 91. 32
15
b. Data sekunder35 yaitu data yang ada hubungannya dengan pembahasan arah kiblat, bisa berupa dokumen-dokumen seperti makalah Arah Kiblat dalam Perspektif Nahdlatul Ulama,36 bukubuku ilmu falak seperti Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, 37 Petunjuk Penggunaan Rubu’ al-Mujayyab,38 dan Terjemah Ad-Durus al-Falakiyyah, 39 dan juga hasil wawancara yang berkaitan dengan hisab arah kiblat Rubu' Mujayyab, diantaranya wawancara dengan Hamnah Mahfudz cucunya Muh. Ma’sum,40 M. Syaifudin Luthfi,41 dan dengan Taufiqurrohman. 42 3. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka metode yang penulis pergunakan adalah: a. Metode studi pustaka, yakni penulis melakukan analisis terhadap sumber data yaitu kitab Ad-Durus al-Falakiyyah sebagai data primer, dan buku-buku ilmu falak lain yang menunjang.
35
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung dari subjek penelitiannya. Ibid. 36 Slamet Hambali, makalah Arah Kiblat dalam Perspektif Nahdlatul Ulama. Dipresentasikan dalam acara Menggugat Fatwa MUI nomor 03 tahun 2010 tentang arah kiblat pada tanggal 27 Mei 2010, di Semarang. 37 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Buana Pustaka. 2007. 38 Setyanto, Hendro. Petunjuk Penggunaan Rubu’ al-Mujayyab. Bandung: Pudak Scientific. 2002. 39 Kholiq, Abdul. Syeh Muh.Ma’sum Bin Ali Ad-Durus al-Falakiyyah. Terj. Ad-Durus alFalakiyyah. tt. 40 Wawancara pada tanggal 19 Januari 2011 di PP. Salafiyyah Seblak Jombang. 41 Wawancara pada tanggal 28 September 2010 di MA Qudsiyyah Qudus. 42 Wawancara pada tanggal 18 Januari 2011 di PP. sunan Ampel Jombang.
16
b. Metode wawancara43 terhadap ahli bait pengarang kitab AdDurus al-Falakiyyah dan para pengamal kitab ini. Metode ini untuk mengetahui biografi intelektual Ma'sum bin Ali, dan mengetahui signifikansi Rubu' Mujayyab di era digitalisasi. 4. Metode Analisis Data Dalam menganalisis data-data, penulis menggunakan metode analisis Deskriptif Kualitatif.44 Jenis analisis datanya adalah content analisis atau yang lebih dikenal dengan istilah "analisis isi". Untuk mengetahui tingkat keakurasian hisabnya, penulis menggunakan metode analisis perbandingan antara metode hisab menggunakan Rubu' Mujayyab dengan metode hisab yang menggunakan kalkulator. Dengan metode deskriptif kualitatif bisa menjelaskan dan menjawab tentang signifikansi Rubu' Mujayyab pada zaman digitalisasi. G. Sistematika Penulisan. Secara garis besar, penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab, didalam setiap babnya terdapat sub-sub pembahasan. BAB I
: Pendahuluan Bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
43
Saifudin Azwar, op. cit, hlm. 36. Yaitu data-datanya yang terkumpul berbentuk kata-kata bukan angka. Adapun angka hanya sebagai penunjang. Data yang diperoleh melalui interviu, catatan lapangan, dokumen pribadi, dll. Lihat Sudarman Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, Cet. I, 2002, hlm. 51. 44
17
BAB II
: Konsep Umum tentang Arah Kiblat Bab ini meliputi pengertian kiblat menurut bahasa dan istilah, dasar hukum menghadap kiblat menurut al-qur’an dan al-hadis, sejarah kiblat, pemikiran ulama fiqih tentang arah kiblat, dan macam-macam metode penentuan arah kiblat meliputi azimut kiblat, rasd al-kiblat, kompas, tongkat istiwa’, teodolit, dan qibla locator.
BAB III : Hisab Arah Kiblat Menggunakan Rubu' Mujayyab dalam Kitab Ad-Durus alFalakiyyah Bab ini meliputi biografi intelektual Muhammad Ma’sum bin Ali, karya-karya Muhammad Ma’sum bin Ali dalam ilmu falak, pemikiran hisab arah kiblat Muhammad Ma'sum bin Ali, perbandingan hisab arah kiblat Ad-Durus al-Falakiyyah yang menggunakan Rubu’ Mujayyab dengan segitiga bola yang menggunakan kalkulator, dan signifikansi Rubu' Mujayyab dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah di era digitalisasi. BAB IV :
Analisis Hisab Arah Kiblat Menggunakan Rubu' Mujayyab Bab ini berisi tentang analisis tingkat akurasi dalam perhitungan arah kiblat dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah jika dihitung dengan sistem perhitungan segitiga bola yang menggunakan alat hitung kalkulator, dan analisis signifikansi Rubu' Mujayyab dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah di era digitalisasi.
BAB V
: Penutup Bab ini meliputi kesimpulan, saran-saran, dan penutup.
BAB II KONSEP UMUM TENTANG ARAH KIBLAT A. Pengertian Kiblat 1. Pengertian Kiblat Menurut Bahasa Kiblat ( )اﻟﻘﺒﻠﺔberasal dari bahasa Arab, yang diambil dari bentuk masdar (derivasi) kata ﻗﺒﻠﺔ, ﯾﻘﺒﻞ, ﻗﺒﻞyang berarti menghadap, juga berarti bangunan Ka’bah.45 Di dalam al-Qur’an, terdapat beberapa kata kiblat yang memiliki beberapa arti, yaitu: a.
Kata kiblat yang berarti arah (kiblat). Kata arah berarti jurusan, tujuan dan maksud.46 Kata Kiblat yang berarti arah ini, terdapat dalam firman Allah swt. surat al-Baqarah ayat 142 :
@ è% 4$ygø‹n=tæ (#qçR%x. ÓÉL©9$#ãN ÍkÉJn=ö6Ï% ` tã öN ßg9©9ur $tB Ĩ $¨Z9$#z` ÏB âä!$ygxÿ¡ 9$#ãA qà)u‹y™
)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
5O ŠÉ)tGó¡ •B :Þ ºuŽÅÀ 4’n<Î) âä!$t± o„ ` tB “ ω öku‰ 4Ü> ÌøóyJ ø9$#ur ä- ÎŽô³ pRùQ$# °!
(١٤٢: Artinya : “Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah : “Kepunyaan Allah timur dan barat; Dia memberi
45
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya : Pustaka Progressif, 1997, hlm. 1087-1088. Lihat juga Louis Ma’luf, al-Munjid fil Lughah wal ‘Alam, Beirut : Dārul Masyriq, 1986, hlm. 606-607. 46 Sriyatin Shadiq, makalah “Metode Perhitungan Arah Kiblat”. Disampaikan dalam acara Pelatihan dan Pendalaman Ilmu Falak dan Hisab Rukyat (Kompas Muterpas), yang diselenggarakan oleh mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang di kampus I IAIN Walisongo, 10-11 Januari 2009, modul II, hlm. 3.
18
19
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus”. (QS. Al-Baqarah : 142).47 Arti yang sama tentang kiblat yang berarti arah terdapat juga dalam surat al-Baqarah ayat 143, ayat 144 dan ayat 145.48 b. Kata kiblat yang berarti tempat salat. Kata kiblat yang berarti tempat salat ini terdapat dalam firman Allah swt dalam surat Yunus ayat 87 :
(#qè=yèô_ $#ur $Y?qã‹ç/ uŽóÇ ÏJ Î/ $yJ ä3 ÏBöqs)Ï9 #uä§qt7s? b r& Ïm‹Åz r&ur 4Óy› qãB 4’n<Î) !$uZø‹ym ÷rr&ur
(۸۷ : )ﻳﻮﻧﺲšú üÏZÏB÷sßJ ø9$#ÎŽÅe³ o0ur 3no4qn=¢Á 9$#(#qßJ ŠÏ%r&ur \'s#ö6Ï% öN à6 s?qã‹ç/ Artinya: ”Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya : “Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat salat dan dirikanlah olehmu salat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman” (QS. Yunus : 87).49 2. Pengertian Kiblat Menurut Istilah Pengertian kiblat secara istilah / terminologi, yaitu pengertian kiblat secara kontekstual. Di dalam pengertian kiblat secara istilah ini, para ulama atau ahli falak memberikan definisi yang bervariasi tentang pengertian arah kiblat, walaupun pada hakikatnya hal tersebut akan bermuara pada satu obyek kajian yang sama, yaitu Ka’bah.
47
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : Kumudasmoro Grafindo, 1994, hlm. 36. 48 Ibid. hlm. 36-37. 49 Ibid. hlm. 320.
20
Sriyatin Shadiq memberi arti bahwa arah kiblat yaitu jarak terdekat yang diukur melalui lingkaran besar pada permukaan bumi.50 Ahmad Izzuddin memberikan pengertian tentang arah kiblat yaitu arah yang menuju kepada Ka’bah (Baitullah) yang berada di kota Makkah.51 Slamet Hambali memberikan definisi arah kiblat yaitu arah menuju Ka’bah (Makkah) lewat jalur terdekat yang mana setiap muslim dalam mengerjakan salat harus menghadap ke arah tersebut.52 Muhyiddin Khazin memberi istilah arah kiblat adalah arah atau jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati Ka’bah (Makkah) dengan tempat kota yang bersangkutan.53 Departemen Agama Republik Indonesia mendefinisikan kiblat yaitu suatu arah tertentu kaum muslimin mengarahkan wajahnya dalam ibadah salat.54 J. T. P. De Bruijn dan kawan-kawan dalam The Encyclopaedia of Islam, menyatakan kiblat adalah sebuah arah menuju Makkah atau tepatnya ke Ka’bah, salah satu dari bagian Ka’bah itu, dimana
50
Sriyatin Shadiq, makalah “Metode Perhitungan Arah Kiblat”. disampaikan dalam acara Pelatihan dan Pendalaman Ilmu Falak dan Hisab Rukyat (Kompas Muterpas), op. cit., hlm. 4. 51 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Semarang: Komala Grafika, 2006, hlm. 18. 52 Slamet Hambali, makalah seminar nasional Menggugat Fatwa MUI nomor 03 tahun 2010 tentang Arah Kiblat yang berjudul ”Arah Kiblat dalam Perspektif Nahdlatul Ulama”, yang diselenggarakan oleh Prodi Konsentrasi Ilmu Falak Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo bekerjasama dengan CSS MoRA IAIN Walisongo Semarang, tanggal 27 Mei 2010, hlm. 02. 53 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Jogjakarta: Buana Pustaka, 2004, hlm. 50. 54 Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama / IAIN, Ensiklopedi Islam, Jakarta: CV. Anda Utama, 1993, hlm. 629.
21
seseorang yang beriman harus menghadapkan dirinya dalam beribadah.55 Harun Nasution dan kawan-kawan dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, mengartikan kiblat sebagai arah menghadap pada waktu salat.56 Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa arah kiblat adalah arah terdekat dari posisi seseorang menuju ke Ka’bah yang melewati lingkaran besar dan setiap orang wajib menghadap ke arah kiblat ketika mengerjakan salat. B. Dasar Hukum Menghadap Kiblat 1. Dasar Hukum dari al-Qur’an Banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang dasar hukum menghadap kiblat, antara lain yaitu: a. Firman Allah swt. dalam surat al-Baqarah ayat 144:
y7 ygô_ ur ÉeA uqsù 4$yg9|Ê ös? \'s#ö7Ï% y7 ¨YuŠÏj9uqãYn=sù (Ïä!$yJ ¡ 9$# ’Îû y7 Îgô_ ur |= =s)s? 3“ ttR ô‰ s% ¨b Î)ur 3¼çntôÜ x© öN ä3 yd qã_ ãr (#q—9uqsù óO çFZä. $tB ß] øŠym ur 4ÏQ #tys ø9$# ω Éf ó¡ yJ ø9$# tôÜ x© $£J tã @ Ïÿ»tóÎ/ ª! $# $tBur 3öN ÎgÎn/§‘ ` ÏB ‘, ys ø9$# çm¯Rr& tb qßJ n=÷èu‹s9 |= »tGÅ3 ø9$# (#qè?ré& tûïÏ%©!$#
(١٤٤ : ) اﻟﺒﻘﺮةtb qè=yJ ÷ètƒ Artinya : “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja 55
J. T. P. De Bruijn, et al., The Encyclopaedia of Islam, Netherlands: Leiden, 2000, hlm.
56
Harun Nasution, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Djambatan, 1992, hlm. 563.
82.
22
kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang di beri al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (QS. Al-Baqarah : 144).57 b. Firman Allah swt. dalam surat al-Baqarah ayat 150:
$tB ß] øŠym ur 4ÏQ #tys ø9$# ω Éf ó¡ yJ ø9$# tôÜ x© y7 ygô_ ur ÉeA uqsù |M ô_ tyz ß] ø‹ym ô` ÏBur žw Î) îp¤f ãm öN ä3 ø‹n=tæ Ĩ $¨Y=Ï9 tb qä3 tƒ žx y¥Ï9 ¼çntôÜ x© öN à6 yd qã_ ãr (#q—9uqsù óO çFZä. ö/ä3 ø‹n=tæ ÓÉLyJ ÷èÏR §N Ï?T{ ur ’ÎTöqt± ÷z $#ur öN èd öqt± øƒrB Ÿx sù öN åk÷]ÏB (#qßJ n=sß šú
ïÏ%©!$#
(١٥٠ : ) ﺍﻟﺒﻘﺮﺓtb r߉ tGöhs? öN ä3 ¯=yès9ur Artinya : “Dan darimana saja kamu keluar (datang) maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu semua berada maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atas kamu, dan supaya kamu dapat petunjuk” (QS. Al-Baqarah : 150).58 Asbab al-Nuzul ayat ini adalah berhubungan dengan peristiwa pemindahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah.59 Nabi Muhammad saw. bersama sahabat menghadap Baitul Maqdis selama 16/17 bulan setelah Nabi hijrah.
57
Walaupun Rasulullah
saw.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op. cit, hlm. 37. Ibid, hlm. 38. 59 Q. Shaleh, dkk., Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat AlQur’an), Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, Cet. Ke-2, 2007, hlm. 41-43. Lihat juga Abi alHasan Ali bin Ahmad, Asbab an-Nuzul, Beirut: Dār al-Fikr, 2005, hlm. 24. Abi al-Fida’ Ismail bin Kasir, Mukhtasor Tafsir Ibn Kasir, Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, tt, hlm. 138. 58
23
diperintahkan menghadap Baitul Maqdis, tetapi Rasulullah saw. lebih suka menghadap Ka’bah karena kiblatnya Nabi Ibrahim as., sehingga Rasulullah saw. sering menengadahkan wajahnya ke langit, untuk meminta wahyu supaya kiblatnya dipindahkan ke Ka’bah. Oleh karena itu, turunlah ayat yang memerintahkan Rasulullah saw. menghadapkan wajahnya ke arah Ka’bah.60 Muhammad Ali as-Shobuni menjelaskan dalam tafsirnya bahwa ayat ini merupakan perintah untuk menghadapkan wajah ke arah Ka’bah yang ketiga kalinya. Adapun hikmahnya, bahwa menghadap Ka’bah dalam ibadah merupakan hukum syara’ yang pertama kali diganti, yang bertujuan untuk menguatkan Islam, dan menghilangkan hujatan dari orang yahudi.61 Selain itu, hal ini supaya hati Rasulullah saw. tenang dan menguatkan syari’atnya.62 Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa kiblat yang benar bagi orang muslim adalah menghadap ke arah Ka’bah ketika salat, baik orang yang berada di wilayah timur maupun barat. Syari’at menghadap Ka’bah ini diberlakukan setelah Nabi menghadap ke Baitul Maqdis selama 16/17 bulan setelah beliau hijrah.63 2. Dasar Hukum dari al-Hadis
60
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sohih al-Bukhori, Beirut: Dār alKutub al-Ilmiyyah, Cet. Ke-1, 1992, hlm. 130. 61 Muhammad Ali As-Shobuni, Shofwah Al-Tafasir, Beirut: Dār Al-Qur’an Al-Karim, Juz I, 1981, hlm. 104-105. 62 Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi, Beirut: Dār al-Fikr, Juz 1, 1974, hlm. 10. 63 Ali bin Muhammad bin Ibrahim, Tafsir al-Khazin, Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, Cet. Ke-1, 1995, hlm. 160.
24
Nabi Muhammad Saw telah menjelaskan tentang arah kiblat yang tertuang dalam hadis-hadis yang jumlahnya cukup banyak. Hadis-hadis tersebut antara lain adalah : a.
Hadis riwayat Muslim
ﺛﻨﺎ ﲪﺎﺩ ﺑﻦ ﺳﻠﻤﺔ ﻋﻦ ﺛﺎﺑﺖﺛﻨﺎ ﻋﻔﺎﻥ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺍﺑﻦ ﺷﻴﺒﺔ ﺣﺪﺣﺪ ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﹼﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﹼﻢ ﻛﺎﻥ ﻳﺼﻠﹼﻲ ﳓﻮ ﺑﻴﺖ ﻠﹶﺔﹰ ﻗِﺒﻚﻨﻟِﻴﻮﺎﺀِ ﻓﹶﻠﹶﻨﻤ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴﻬِﻚﺟ ﻭﻘﹶﻠﱡﺐﺮﻯ ﺗ ﻧﺍﳌﻘﺪﺱ ﻓﱰﻟﺖ " ﻗﹶﺪ ﺍﻡِ" ﻓﻤﺮ ﺭﺟﻞ ﻣﻦ ﺑﲏ ﺳﻠﻤﺔﺮﺠِﺪِ ﺍﻟﹾﺤﺴ ﺍﻟﹾﻤﻄﹾﺮ ﺷﻚﻬﺟﻝﹼ ﻭﺎ ﻓﹶﻮﺿﻬﺗﺮ ﻭﻫﻢ ﺭﻛﻮﻉ ﰱ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻭﻗﺪ ﺻﻠﻮﺍ ﺭﻛﻌﺔ ﻓﻨﺎﺩﻯ ﺃﻻ ﺍﻥ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻗﺪ 64
(ﺣﻮﻟﺖ ﻓﻤﺎﻟﻮﺍ ﻛﻤﺎﻫﻢ ﳓﻮ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
Artinya : “Bercerita Abu Bakar bin Abi Saibah, bercerita ‘Affan, bercerita Hammad bin Salamah, dari Sabit dari Anas: “Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw (pada suatu hari) sedang salat dengan menghadap Baitul Maqdis, kemudian turunlah ayat “Sesungguhnya Aku melihat mukamu sering menengadah ke langit, maka sungguh Kami palingkan mukamu ke kiblat yang kamu kehendaki. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram”. Kemudian ada seseorang dari bani Salamah bepergian, menjumpai sekelompok sahabat sedang ruku’ pada salat fajar. Lalu ia menyeru “Sesungguhnya kiblat telah berubah”. Lalu mereka berpaling seperti kelompok Nabi, yakni ke arah kiblat” (HR. Muslim). b.
Hadis riwayat Bukhari
ﺮ ﺍﺳﺘﻘﺒﻞ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻭﻛﺒ: ﺻﻠﹼﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﱯ 65
64
()ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ
Muhammad bin Ali bin Muhammad, Nail al-Author. Beirut: Dār Al-Kitab. Jilid ke-2. 1420, hlm. 678. 65 Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sohih al-Bukhori, loc. cit.
25
Artinya : Dari Abi Hurairah r.a berkata : Rasulullah Saw. bersabda :“menghadaplah ke kiblat, kemudian takbirlah” (HR. Bukhari). c.
Hadis riwayat Imam Ahmad
ﻠﱠﻰﻮﻝﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﺻﺳﺲٍ ﺃﹶﻥﱠ ﺭ ﺃﹶﻧﻦ ﺛﹶﺎﺑِﺖٍ ﻋﻦ ﻋﺎﺩﻤﺎ ﺣﺛﹶﻨﺪﻔﱠﺎﻥﹸ ﺣﺎ ﻋﺛﹶﻨﺪﺣ ﻯﺮ ﻧ } ﻗﹶﺪﻟﹶﺖﺰﻘﹾﺪِﺱِ ﻓﹶﻨﺖِ ﺍﻟﹾﻤﻴ ﺑﻮﺤﻠﱢﻲ ﻧﺼ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻳﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴ ﻋﺍﻟﻠﱠﻪ ﻄﹾﺮ ﺷﻚﻬﺟ ﱢﻝ ﻭﺎ ﻓﹶﻮﺎﻫﺿﺮﻠﹶﺔﹰ ﺗ ﻗِﺒﻚﻨﻟﱢﻴﻮﺎﺀِ ﻓﹶﻠﹶﻨﻤ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴﻬِﻚﺟ ﻭﻘﹶﻠﱡﺐﺗ ِﻠﹶﺎﺓ ﻓِﻲ ﺻﻛﹸﻮﻉ ﺭﻢﻫﺔﹶ ﻭﻠﹶﻤﻨِﻲ ﺳ ﺑﻞﹲ ﻣِﻦﺟ ﺭﺮﺍﻡِ { ﻓﹶﻤﺮﺠِﺪِ ﺍﻟﹾﺤﺴﺍﻟﹾﻤ ﻠﹶﺔﹶ ﺃﹶﻟﹶﺎ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﹾﻘِﺒﻟﹶﺖﻮ ﺣﻠﹶﺔﹶ ﻗﹶﺪﻯ ﺃﹶﻟﹶﺎ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﹾﻘِﺒﺎﺩﺔﹰ ﻓﹶﻨﻛﹾﻌﺍ ﺭﻠﱠﻮ ﺻﻗﹶﺪﺮِ ﻭﺍﻟﹾﻔﹶﺠ 66
(ﻠﹶﺔِ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﲪﺪ ﺍﻟﹾﻘِﺒﻮﺤ ﻧﻢﺎ ﻫﺎﻟﹸﻮﺍ ﻛﹶﻤﺔِ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﻓﹶﻤﺒ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﻜﹶﻌﻟﹶﺖﻮ ﺣﻗﹶﺪ
Artinya : Bercerita 'Affan, bercerita Hammad bin Sabit dari Anas: Rasulullah saw. salat menghadap Baitul Maqdis, kemudian turunlah ayat “Sesungguhnya Aku melihat mukamu sering menengadah ke langit, maka sungguh Kami palingkan mukamu ke kiblat yang kamu kehendaki. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram”. Kemudian ada seseorang dari bani Salamah bepergian, menjumpai sekelompok sahabat sedang ruku’ pada salat fajar. Lalu ia menyeru “Sesungguhnya kiblat telah berubah”. Lalu mereka berpaling seperti kelompok Nabi, yakni ke arah kiblat” (HR. Ahmad). Masih banyak hadis Nabi yang semakna dengan hadis-hadis di atas, seperti dalam kitab Sahih Ibn Hiban,67 Sunan Ad-Daruqutni,68 Sunan Abi Daud,69 Sunan Ibn Majah,70 dan kitab-kitab hadis lainnya. Berdasarkan dalil-dalil di atas dapat diketahui bahwa menghadap kiblat merupakan suatu kewajiban bagi seseorang yang sedang melaksanakan 66
CD Maktabah Syamilah, Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal, Musnad Ahmad, Juz 28, hlm. 71. 67 Ibid. Muhammad bin Hiban bin Ahmad, Sahih Ibn Hiban bi At-Tartib Ibn Bilban, Juz 4, hlm. 618. 68 Ibid. Ali bin Umar Abu al-Hasan, Sunan ad-Daruqutni, Juz 1, hlm. 273. 69 Ibid. Abu Daud bin Sulaiman, Sunan Abi Daud, Juz 3, hlm. 147-148. 70 Ibid. Ibn Majah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibn Majah, Juz 3, hlm. 288.
26
salat, sehingga para ulama telah sepakat menyatakan bahwa menghadap kiblat ketika salat merupakan syarat sah salat. C. Sejarah Ka’bah Ka’bah dalam bahasa arab berarti empat persegi, karena dalam istilah bahasa arab, setiap bangunan yang mirip berbentuk empat persegi disebut Ka’bah.71 Ka’bah ini menyerupai sebuah kamar yang besar, dibuat dari batu-batu kuat dan tahan lama, dan atapnya ditopang dengan pilar-pilar yang terbuat dari kayu yang berharga.72 Bangunan ini merupakan rumah ibadah pertama yang di bangun di dunia, berdasarkan ayat al-Qur’an surat Ali Imran ayat 96 :
(۹٦: ) ﺍﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥtûüÏJ n=»yèù=Ïj9 “ Y‰ èd ur %Z.u‘$t7ãB sp©3 t6Î/ “ Ï%©#s9 Ĩ $¨Y=Ï9yì ÅÊ ãr ;M øŠt/ tA ¨rr&¨b Î) Artinya : “Sesungguhnya rumah yang mula-mula di bangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (QS. Ali Imran: 96).73 Kondisi Ka’bah dari zaman ke zaman mengalami kerusakan, yang disebabkan banjir, akibat peperangan dan rapuhnya bangunan Ka’bah karena usia yang tua, sehingga memerlukan perbaikan. Dalam hal ini, perbaikan Ka’bah sepeninggal Nabi Adam as. bisa digambarkan dalam dua periode besar, yaitu: 1)
71
Sebelum Datangnya Agama Islam
H. M. Noor Matdawam, Ibadah Haji dan ‘Umrah, Yogyakarta: Bina Usaha, cet. Ke-1, 1993, hlm. 1. 72 Muhammad Thohir dan Abu Laila, Muhammad al-Ghozaly Fiqh As-Sirah, Terj. Fiqhus Sirah (Menghayati Nilai-nilai Riwayat Hidup Muhammad Rasulullah SAW), Bandung: PT. AlMa’arif, tt, hlm. 137. 73 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op. cit, hlm. 91.
27
Titik tolak periode ini ditandai dengan pembinaan Ka’bah oleh Nabi Adam as. dan Siti Hawa sampai pada zaman Nabi Muhammad saw. mengalami perbaikan dan perubahan. Perbaikan yang dilakukan oleh Nabi Nuh as. Kerusakan ini disebabkan banjir besar sehingga melanda Ka’bah, yang menyebabkan sebagian bangunannya rusak. Kemudian perbaikan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. dengan puteranya Nabi Ismail as. dengan dibantu oleh para Malaikat. Kondisi Ka’bah pada waktu itu menyerupai tumpukan tanah yang berbentuk bukit kecil. 74 Nabi Ibrahim as. memulai dengan membuat pondasi dari batubatu besar yang diambil dari bukit-bukit, sehingga diperkirakan tidak terangkat oleh 30 orang lelaki. Kemudian ditanam di bawah Ka’bah dengan tidak merubah posisi awal. Adapun ukuran Ka’bah yang dibangun Nabi Ibrahim as. ini tinggi 9 hasta, lebarnya 32 hasta, yaitu mulai dari ar-Rukn al-aswad sampai ar-rukn as-syami yang berada di hijr Ismail. Lebar antara ar-rukn as-syami dan ar-rukn al-ghorbi adalah 22 hasta, lebar bagian ar-rukn al-yamani sampai ar-rukn alaswad adalah 22 hasta, dan bagian barat 31 hasta, yaitu antara ar-rukn al-ghorbi sampai ar-rukn al-yamani.75 Dalam pembangunan itu Nabi Ismail as. menerima Hajar Aswad (batu hitam) dari Malaikat Jibril di Jabal Qubais, lalu meletakkannya di sudut tenggara bangunan. Ketika itu Ka’bah belum 74
M. Noor Matdawan, Ibadah Hajji dan ‘Umrah, op. cit., hlm. 3-8. H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad saw, Jakarta: Al-Hamid Al-Husaini Press, tt, hlm. 136. 75
28
berdaun pintu dan belum ditutupi kain. Orang pertama yang membuat daun pintu Ka’bah dan menutupinya dengan kain yang disebut dengan Kiswa adalah Raja Tubba’ dari Dinasti Himyar (pra Islam) di Najran (daerah Yaman).76 Perbaikan berikutnya dilakukan oleh bangsa Arab golongan ‘Amalaqah dari Yaman. Dalam sejarah diceritakan bahwa banyak suku bangsa Arab yang datang ke kota Makkah dan menetap di sana dan masing-masing mempunyai daerah dengan kepala suku masingmasing. Dampak adanya daerah kekuasaan ini menimbulkan perselisihan dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik, yang menyebabkan terjadinya peperangan. Salah satu peperangan itu adalah peperangan antara suku ’Amalaqah dan suku Jurhum. Dalam peperangan yang terjadi ini, ‘Amalaqah mendapatkan kemenangan sehingga dia berkuasa di Makkah dan secara otomatis kepengurusan Ka’bah berada di bawah kekuasaannya.77 Perbaikan yang berikutnya dilakukan oleh Qusyai ibnu Kilab (keturunan Nabi Ismail as.). Pemugaran yang dilakukan oleh Qusyai ini berbeda dengan sebelumnya, karena dia memberikan tambahan bangunan berupa penambahan atap di atas Ka’bah dengan pelepah daun korma dan tiangnya dari pohon kayu yang sangat kuat.78
76
Ibid. hlm. 144-145. Untuk tahun berikutnya kiswa ini kadang-kadang berasal dari Negara Yaman dan Mesir. Lihat E. J. Brill, The Encyclopaedia of Islam, Netherlands: Leiden, 1978, hlm. 318-319. 77 M. Noor Matdawam, Ibadah Hajji dan Umrah, op. cit, hlm. 5. 78 H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad saw, op. cit, hlm. 155.
29
Setelah masa pembinaan Qusyai, pembinaan selanjutnya oleh datuk Rasulullah saw. yaitu Abdul Muthalib. Perbaikan ini berupa perbaikan reruntuhan yang disebabkan ketuaan. Pada jaman ini ada upaya untuk mengalahkan Ka’bah. Abrahah sebagai gubernur di Najran, yang saat itu merupakan daerah bagian kerajaan Habasyah (sekarang Ethiopia) memerintahkan penduduk Najran, yaitu Bani Abdul Madan bin ad-Dayyan al-Harisi yang beragama Nasrani untuk membangun tempat peribadatan seperti bentuk Ka’bah untuk menyainginya. Bangunan itu disebut Qalbis dan di kenal sebagai Ka’bah Najran.79 Hal ini mengandung latar belakang agama, ekonomi, dan politik. Usaha Abrahah ini gagal total, karena Ka'bah selalu dijaga oleh Allah swt., bahkan Abrahah dan semua tentaranya mati dengan mengenaskan.80 2)
Setelah Datang Agama Islam Tolok ukur masa ini adalah masa diutusnya Nabi Muhammad menjadi Nabi dan Rasul. Seiring sering terjadinya banjir, sehingga orang-orang Quraisy perlu mengadakan perbaikan dan pembaharuan kembali bangunan Ka’bah untuk menjaga kedudukannya sebagai tempat suci. Perbaikan yang dilakukan oleh Abdullah bin Zubair cucu Abu Bakar ra. Kerusakan Ka'bah diakibatkan oleh perang saudara antara
79
Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Jakarta : Pustaka Alkautsar, cet. Ke-30, 2009, hlm. 28. Lihat juga Susiknan Azhari, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern), op. cit., hlm. 35-36. 80 Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Jaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, cet. Ke-6, 2008, hlm. 71-71.
30
Yazid ibn Mu’awiyah dengan Abdullah bin Zubair. Perang saudara ini disebabkan Abdullah bin Zubair tidak mau turut serta dalam mengucapkan janji setia kepada Yazid, sehingga Yazid memerangi Abdullah bin Zubair.81 Adapun perubahan dari pembinaan ini antara lain Ka’bah ditinggikan 9 hasta dari pembinaan kaum Quraisy, sehingga menjadi 27 hasta, dinding Ka’bah yang dulunya terbuat dari kayu dan batu diganti dengan bangunan tembok beton setebal 2 hasta, serta dilengkapi pula dengan sebuah pintu di belakang Ka’bah.82 D. Pemikiran Ulama Fiqih tentang Arah Kiblat Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa menghadap kiblat ketika sedang melaksanakan salat merupakan syarat sahnya salat, kecuali dalam 2 (dua) keadaan yaitu dalam keadaan salat khouf dan salat sunah dalam kendaraan.83 Bagi orang yang berada di Masjid Al-Haram, maka wajib menghadapkan ke bangunan Ka’bah, tidak boleh arahnya saja. Adapun bagi orang yang jauh, yang tidak bisa melihat Ka’bah, ketika sedang melaksanakan salat cukup meghadapkan ke arahnya saja.84 Hal ini ditegaskan dalam kitab Al-Umm bahwa setiap orang yang mampu melihat Ka’bah, baik ketika berada di dalam masjid, rumah, atau gunung, maka wajib menghadapkan ke bangunan Ka’bah dalam salatnya. 81
M. Noor Matdawan, Ibadah Hajji dan ‘Umrah, loc. cit., hlm. 6. Lihat juga E. J. Brill, The Encyclopaedia of Islam, loc. cit, hlm. 319. 82 Ibid. 83 Abi Ishak Ibrahim Bin Ali bin Yusuf, Al-Muhazzab fi Fiqh Al-Imam Al-Syafi’i. Beirut: Dār Al-fikr, tt, hlm. 67. 84 Abi Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib, Al-Hawi Al-Kabir, Beirut: Dār Kutub AlIlmiyyah, Juz II, 1994, hlm. 67-69.
31
Adapun bagi orang yang tidak dapat melihat Ka’bah atau tempatnya jauh dari Makkah, baginya diharuskan berijtihad untuk mendapatkan arah yang tepat, yang menghadap ke Ka’bah. Hal ini bisa dilakukan dengan mengamati fenomena alam berupa matahari, bintang, bulan, angin, dan lain sebagainya.85 Ulama Malikiyah mengatakan bahwa menghadap kiblat hukumnya wajib ketika melakukan salat.86 Bagi orang yang berada di Makkah atau tempat sekitarnya wajib menghadapkan ke bangunan Ka’bah, sekiranya menghadapkan semua badan ke bangunan Ka’bah itu, dan tidak dibenarkan kalau hanya menghadapkan ke arahnya saja. Adapun bagi orang yang jauh dari Ka’bah, maka cukup hanya menghadapkan ke arahnya saja.87 Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa orang yang dapat melihat Ka’bah secara langsung, maka ketika salat wajib menghadapkan wajahnya ke bangunan Ka’bah, dan bagi orang yang tidak bisa melihat Ka’bah secara langsung, maka cukup baginya menghadapkan wajahnya ketika salat ke arahnya saja melalui ijtihad.88 Ulama Hambaliyah mengatakan bahwa orang yang melaksanakan salat baik salat wajib atau salat sunah, selain dalam keadaan dalam perjalanan dan keadaan takut, maka wajib menghadapkan ke bangunan
85
Abi Abdillah Muhammad bin Idris, Al-Umm, Beirut: Dār Al-Fikr, tt, hlm. 114. Muhammad Zarqowi, Syarh Al-Zarqawi ‘ala Muwatha’ Al-Imam Malik, Beirut: Dār Al-Fikr, tt, Juz I, hlm. 396. 87 Abdul Rahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, Beirut: Dār AlKutub Al-Ilmiyyah, Juz I, 1990, hlm. 194. 88 Ibid. hlm. 195-196. 86
32
Ka’bah kalau melihat. Apabila lokasinya jauh dari Ka’bah, yang menyebabkan tidak bisa melihat Ka’bah, maka dia hanya diharuskan berijtihad untuk mengarahkan wajahnya ke arah Ka'bah.89 E. Macam-Macam Metode Penentuan Arah Kiblat Sejarah mencatat bahwa ada dua tokoh terkemuka di tanah air yang telah berjasa melakukan perombakan dan kemajuan dalam bidang penentuan arah kiblat, yaitu K.H. Ahmad Dahlan dan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Keduanya ini melakukan penyempurnaan tentang arah kiblat yang ada di Indonesia. Sebagai contoh K.H. Ahmad Dahlan menggarisi lantai Masjid Besar Kesultanan dengan penggaris miring 24,5 derajat ke utara, dan dia berkata bahwa arah kiblat tidak lurus ke arah barat seperti masjid-masjid di Jawa pada umumnya.90 Sebelum melakukan perhitungan arah kiblat, data yang harus disiapkan adalah data lintang dan bujur tempat serta lintang dan bujur Ka’bah. Lintang Tempat / ‘Ardl al-Balad adalah jarak yang dihitung dari khatulistiwa ke suatu daerah yang di ukur sepanjang garis bujur. Lintang 0o terletak di khatulistiwa dan titik kutub bumi utara dan selatan adalah lintang 90o. Di sebelah selatan khatulistiwa disebut Lintang Selatan (LS)
89
Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Al-Zarkasyi, Syarh Al-Zarkasyi ‘Ala Mukhtashor al-Khorqi fi al-Fiqh ala Madzhab al-Imam Ahmad bin Hambal, Beirut: Dār Al-Fikr, Juz I, tt, hlm. 532. 90 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, op. cit, hlm. 44. Lihat juga http://koran.republika.co.id/koran/52/102825/Kisah_Dua_Ulama_ Pembaharu_Arah_Kiblat. diakses pada tanggal 19 Februari 2010, jam 13.45 WIB.
33
dengan tanda negatif (-) dan di sebelah utara khatulistiwa disebut Lintang Utara (LU) di beri tanda positif (+).91 Bujur Tempat / Thul al-Balad adalah jarak yang dihitung dari garis bujur yang melewati kota Greenwich sampai garis bujur yang melewati suatu tempat.92 Sebelah barat kota Greenwich sampai 180o disebut Bujur Barat (BB) dan di sebelah timur kota Greenwich sampai 180o disebut Bujur Timur (BT). Besarnya nilai lintang dan bujur tempat tergantung lokasi tempat itu berada. Adapun besarnya data Lintang Ka’bah adalah 21° 25’ 14,7” LU dan Bujur Ka’bah adalah 39° 49’ 40” BT.93 Diantaranya ada beberapa cara untuk mengetahui lintang dan bujur tempat, yaitu: a.
Melihat dalam buku-buku Pada umumnya, di dalam buku-buku falak yang berkembang saat ini sudah dilampiri data lintang dan bujur tempat, tetapi hanya kotakota besar saja. Cara ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencari koordinat geografis (lintang dan bujur) suatu tempat, hanya dengan cara melihat atau mencari dalam daftar yang tersedia dalam buku-buku itu.94
91
Muhammad Wardan, Kitab Ilmu Falak dan Hisab, Jogjakarta: ‘Abdul ‘Aziz bin Nawawi, 1957, hlm. 43. Lihat juga Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, hlm. 4-5. 92 Ibid. hlm. 84. 93 Data ini menurut penelitian Nabhan Masputra. Lihat Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, loc. cit, hlm. 206. 94 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, op. cit, hlm. 29.
34
Meskipun demikian, cara ini ternyata mempunyai beberapa kelemahan antara lain :95 1.
Tidak semua tempat di bumi ini ada dalam daftar tersebut. Daftar itu biasanya hanya memuat koordinat geografis kota-kota penting saja. Misalnya kota Semarang dengan Lintang 07º 00’ LS dan Bujur 110º 24’ BT. Adapun data koordinat geografis selain kota besar tidak tersedia. Untuk mengetahuinya harus di hitung sendiri.
2.
Tidak ada kejelasan di titik mana angka koordinat geografis tersebut berlaku. Misalnya kota Semarang dengan Lintang 07º 00’ LS dan Bujur 110º 24’ BT. Data ini tidak jelas posisinya ada di mana, di Jrakah, Simpang Lima, atau Tanjung Mas.
b.
Menggunakan tongkat istiwa’ Tongkat istiwa' adalah alat sederhana yang terbuat dari sebuah tongkat yang ditancapkan tegak lurus pada bidang datar dan diletakkan di tempat terbuka agar mendapat sinar matahari.96 Tongkat istiwa’ dapat digunakan untuk mencari data geografis suatu tempat. Langkahlangkah yang harus di tempuh dengan cara ini adalah sebagai berikut : 1.
Tegakkan sebuah tongkat (kayu, bambu atau besi) yang lurus yang panjangnya sekitar 1.5 meter (150 cm) tegak lurus dengan bumi. Tempat tersebut harus datar, terbuka dan tidak terhalang oleh sinar matahari sepanjang hari. Untuk memastikan tegak
95 96
Ibid. Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, loc. cit, hlm. 84-85.
35
lurusnya tongkat itu, gantungkan seutas benang yang diberi pemberat, di letakkan di puncak tongkat tersebut.97 2.
Buatlah satu atau beberapa lingkaran dengan menjadikan tongkat sebagai titik pusat lingkaran itu.
3. Perhatikan ketika bayang-bayang ujung tongkat menyentuh lingkaran, pada pagi hari (sebelum Zuhur) dan sore hari (sesudah Zuhur) dan berilah tanda titik pada bagian lingkaran yang terkena ujung bayangan. Dengan demikian ada dua buah titik pada masingmasing lingkaran tersebut yaitu titik pada waktu pagi dan titik pada waktu sore. Hubungkan kedua titik tersebut dengan sebuah garis lurus dan garis inilah yang menunjukkan arah Timur-Barat. Untuk mendapatkan arah Utara-Selatan, garis Timur-Barat disiku. Garis itu menunjukan arah Utara-Selatan. 98 4. Cocokkan jam yang akan dipakai dalam pengukuran dengan waktu standar di wilayah yang bersangkutan (WIB, WITA atau WIT). 5. Perhatikan bayang-bayang tongkat tersebut saat berhimpit dengan garis arah utara-selatan (waktu kulminasi / menjelang waktu Zuhur).99 a. Catat jamnya ketika bayangan tongkat berimpit dengan garis Utara-Selatan dengan teliti, misalnya jam 11:40:17.
97
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, op. cit, hlm. 30. Muhammad Ma'sum Ad-Durus al-Falakiyyah, Yahya Arif, "Tarjamah Ad-Durus alFalakiyyah", Semarang: Maktabah Madrasah Qudsiyyah Menara kudus, hlm. 16. 99 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, loc. cit. 98
36
b. Ukur panjang bayang-bayang tersebut, misalnya panjang bayang-bayang itu adalah 33.20 cm. c. Perhatikan arah bayang-bayang tersebut, apakah berada di sebelah utara atau sebelah selatan tongkat. Apabila bayangbayang kulminasi tersebut berada di sebelah selatan tongkat, maka hal ini berarti tempat pengukuran berada di sebelah selatan matahari dan demikian pula sebaliknya. 6. Lihat data Equation of Time / Daqaiqut Tafawut (perata waktu), misalnya pengukuran dilakukan tanggal 20 April 2005, Equation of Time saat itu menunjukkan – 0j 3m 37d. 100 Jadi pada tanggal 20 April 2005 meridian-pass terjadi pada jam 12 – (-0j 3m 37d) = 12:03:37. Data ini menunjukkan saat matahari berkulminasi atas pada setiap tempat di bumi menurut waktu setempat (Local Mean Time = LMT). Jadi pada saat meridian matahari akan berkulminasi atas pada jam 12:03:37, termasuk pada meridian 105º BT (Bujur Timur). 105º BT itu LMT = WIB, berarti matahari akan berkulminasi di sana pada jam 12:03:37 WIB. Dengan demikian ada perbedaan 12:03:37 – 11:40:17 = 0j 23m 20d antara saat matahari berkulminasi di tempat pengukuran dan saat matahari berkulminasi di bujur WIB (105º). Di lokasi pengukuran matahari berkulminasi lebih dahulu 23 menit 20 detik daripada di WIB. Hal ini berarti bahwa lokasi pengukuran berada di sebelah timur bujur 100
Di ambil Dāri data matahari dalam Ephemeris (Winhisab) tanggal 02 April 2005 pada jam 11:00 WIB atau jam 04:00 GMT.
37
WIB dengan perbedaan 0j 23m 20d X 15 = 5º 50’ 0”. Dengan demikian bujur tempat yang di ukur adalah 105º + 5º 50’ 0” = 110º 50’ 0” BT.101 7. Pada langkah (7.b) di atas, telah di ukur panjang bayang-bayang tongkat pada saat matahari berkulminasi, yaitu 33.20 cm. Dengan data ini dapat di hitung jarak zenith dengan rumus :102 Cotan Zm = panjang tongkat panjang bayang-bayang Cotan Zm =
150 33.20
= 4.518072289
Jadi Zm = 12º 28’ 48”.96 (Zm adalah jarak antara matahari dan titik ke zenit). 8. Hitung data deklinasi matahari pada tanggal 02 April 2005 tersebut.
Data
deklinasi
matahari
pada
tanggal
tersebut
menunjukkan angka 4º 56’ 37”.103 9. Menghitung lintang tempatnya, dengan rumus:104 Lintang tempat = jarak zenith - deklinasi matahari ZE
= ZM – EM
ZE
= 12º 28’ 48”.96 - 4º 56’ 37” = 07º 00’ 11”.96
101
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, loc. cit. Ibid. 103 Deklinasi ini di ambil Dāri data matahari dalam Ephemeris (Winhisab) tanggal 02 April 2005 pada jam 11:00 WIB atau jam 04:00 GMT. 104 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, op. cit. hlm. 31. 102
38
Karena titik zenith berada di selatan equator berarti tempat itu berlintang selatan. Jadi lintang tempat yang di ukur adalah 07º 00’ LS. c.
Menggunakan Teodolit Cara ini merupakan cara yang lebih teliti untuk menentukan lintang dan bujur. Untuk menentukan lintang dan bujur tempat dengan teodolit, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :105 1. Pasanglah teodolit pada tripot (kaki)nya, dengan benar dan dengan memperhatikan keseimbangan water-passnya, agar tegak lurus dengan titik pusat bumi. Perlu diperhatikan bahwa pemasangan ini harus dilakukan di suatu tempat datar dan bebas dari sinar matahari. Pasang pula benang dengan bandul di bawah teodolit tersebut. 2. Tunggu saat bayang-bayang benang yang bergantung di bawah teodolit itu berhimpit dengan garis utara-selatan. Perhatikan bayang-bayang tersebut apakah berada di sebelah utara atau di sebelah selatan tongkat. Apabila bayang-bayang kulminasi tersebut berada di sebelah selatan tongkat, hal ini berarti tempat pengukuran berada di sebelah selatan matahari, demikian pula sebaliknya. 3. Bidiklah titik pusat matahari pada saat itu, dan catat jam berapa saat itu, misalnya jam 11:40:17 WIB.
105
Ibid. hlm. 32.
39
4. Lihat data Equation of Time / Daqaiq at-Tafawut (perata waktu). Misalkan pengukuran dilakukan tanggal 02 April 2005, Equation of Time saat itu menunjukkan –0j 3m 37d. 106 Jadi pada tanggal 20 April 2005 meridian-pass terjadi pada jam 12 – (–0j 3m 37d) = 12:03:37. Jadi pada saat meridian matahari akan berkulminasi atas menurut waktu setempat (Local Mean Time = LMT) pada jam 12:03:37, termasuk pada meridian 105º BT (Bujur Timur). Pada 105º
BT itu Local Mean Time = WIB, berarti matahari akan
berkulminasi di sana pada jam 12:03:37 WIB. Dengan demikian ada perbedaan 12:03:37 – 11:40:17 = 0j 23m 20d antara saat matahari berkulminasi di tempat pengukuran dan saat matahari berkulminasi di bujur WIB (105º). Di lokasi pengukuran matahari berkulminasi lebih dahulu 23 menit 20 detik daripada bujur di WIB. Hal ini berarti bahwa lokasi pengukuran berada di sebelah timur bujur WIB dengan perbedaan 0j 23m 20d X 15º = 5º 50’ 0”. Dengan demikian bujur tempat yang di ukur adalah 105º + 5º 50’ 0” = 110º 50’ 0” BT.107 5. Catat penunjukan “V” pada teodolit. "V" ini berarti data vertikal. Misalkan V = 77º 31’ 11”.04. Ini menunjukkan bahwa tinggi matahari pada saat itu (saat kulminasi) adalah 77º 31’ 11”.04. Dengan demikian zenit matahari pada saat itu adalah 90º - 77º 31’ 11”.04 = 12º 28’ 48”.96. 106
Di ambil Dāri data matahari dalam Ephemeris tanggal 02 April 2005 pada jam 11:00 WIB atau jam 04:00 GMT. 107 Ibid. hlm. 35.
40
6. Cari data deklinasi matahari pada jam 11:00 WIB atau jam 04:00 GMT tanggal 20 April 2005 tersebut. Data deklinasi matahari menunjukkan angka 4º 56’ 37”.108 7.
Menentukan lintang tempat itu dengan rumus:109 Lintang tempat = jarak zenit - deklinasi matahari ZE
= ZM – EM
ZE
= 12º 28’ 48”.96 - 4º 56’ 37” = 07º 00’ 11”.96
Karena titik zenit berada di selatan equator berarti tempat itu berlintang selatan. Jadi lintang tempat yang di ukur adalah 07º 00’ LS. d.
Menggunakan GPS (Global Positioning System). GPS adalah sebuah peralatan elektronik yang bekerja dan berfungsi memantau sinyal dari satelit untuk menentukan posisi tempat (lintang dan bujur tempat) di bumi. Alat ini pada dasarnya adalah sebuah alat yang bernama Receiver yang berarti penerima sinyal dari satelit yang disebut dengan GPS.110 Salah satu merek GPS yang bisa digunakan adalah GPSmap 76CS.
108
Deklinasi ini di ambil Dāri data matahari dalam Ephemeris tanggal 02 April 2005 pada jam 11:00 WIB atau jam 04:00 GMT. 109 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, op. cit. hlm. 36. 110 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, op. cit, hlm. 27.
41
Adapun cara untuk mendapatkan data lintang dan bujur suatu tempat dengan mengoperasikan GPS tipe ini adalah dengan langkahlangkah sebagai berikut :111 1. Pasanglah GPS di tempat terbuka dengan keadaan On. 2. Dalam posisi menyala, di layar awal akan tampil data lintang dan bujur tempat itu. Sebelum data lintang dan bujur tempat itu tampil, di bagian atas akan muncul kata-kata acquiring satellite yang berarti sedang mencari satelit yang bisa diterima oleh GPS ini. Ketika satelitnya sudah terdeteksi, beberapa saat kemudian akan berubah menjadi data lintang dan bujur tempat itu. Misalnya : S 07º 00’ 00”
: artinya tempat yang bersangkutan terletak pada 07º 00’ 00” LS.
E 110º 24’ 00”
: artinya tempat yang bersangkutan terletak pada 110º 24’ 00” BT.
Adapun metode-metode dalam penentuan arah kiblat yaitu terbagi menjadi 2 bagian, yaitu 1). Bagian perhitungan dan 2). Bagian aplikasi. 1.
Bagian perhitungan A. Azimut Kiblat Pada bagian ini merupakan jalan untuk mendapatkan besarnya sudut yang dibentuk oleh lingkaran besar yang melalui Makkah dan Meridian di tempat itu. Oleh karena itu, untuk mencarinya diperlukan
111
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, loc. cit.
42
rumus segitiga bola.112 Azimut Kiblat adalah arah atau garis yang menunjuk ke kiblat (Ka’bah), yaitu besarnya sudut yang dihitung sepanjang horizon dari titik utara ke arah titik timur searah jarum jam sampai titik perpotongan antara lingkaran vertikal yang melewati tempat itu dengan horizon.113 Rumus untuk mendapatkan nilai azimut kiblat adalah:114 Tan Q = Tan φM x Cos φT / Sin SBMD – Sin φT / Tan Keterangan :
φM : Lintang Makkah φT : Lintang Tempat SBMD : Selisih Bujur Mekkah Daerah
Contoh Perhitungan : Semarang 07º 00’ LS dan 110º 24‘ BT Langkah I : è cari SBMD 110º 24’ – 39º 49’ 40” = 70º 34’ 20” Cara pejet kalkulator Casio fx-7400G Plus atau fx-350MS: 110º 50’ – 39º 49’ 40” = shift º’”. Langkah II masukkan ke rumus : è Tan Q = tan 21º 25’ 14”.7 x cos -07º 00’ : sin 71º 0’ 20” – sin 07º 00’ : tan 71º 0’ 20” Cara pejet kalkulator Casio fx-7400G Plus / fx-350MS: Shift tan (tan 21º 25’ 14”.7 x Cos -07º 00’ : Sin 71º 0’ 20” - Sin -07º 00’ : Tan 71º 0’ 20” )= shift º’” è 24º 32’ 3”.93
112
H. M. Yusuf Harun. Pengantar Ilmu Falak. Banda Aceh : Yayasan Pena. Cet. I. 2008,
113
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, op. cit., hlm. 40. Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, op. cit, hlm. 37.
hlm. 19. 114
43
Jadi Azimut Kiblat untuk Semarang adalah 24º 32’ 3”.93 dari titik barat ke utara. Untuk mendapatkan azimut dari titik utara ke barat yaitu 90º - 24º 32’ 3”.93 = 65º 27‘ 56”.07 , dan untuk mendapatkan azimut yang dihitung dari titik utara adalah dengan cara 270º + 24º 32’ 3”.93 = 294º 32’ 3”.93 (UTSB). B. Rasd al-Kiblat Rasd al-Kiblat adalah ketentuan waktu di mana bayangan benda yang terkena sinar matahari menunjuk ke arah kiblat. Rasd al-Kiblat ini terbagi menjadi dua, yaitu harian dan tahunan. Rasd al-Kiblat tahunan terjadi setiap tanggal 27 atau 28 Mei dan 15 atau 16 Juni, sehingga KH Turaichan Ajhuri menetapkan pada tanggal tersebut setiap tahun sebagai Yaum ar-Rasd al-Kiblat atau hari di mana Rasd al-Kiblat dapat diketahui dengan tepat, karena pada tanggal tersebut jam yang telah ditentukan menunjukkan bahwa matahari berada tepat di atas Ka’bah.115 Adapun Rasd al-Kiblat harian berarti setiap hari bisa ditentukan dan setiap hari jam Rasd al-Kiblat mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh deklinasi matahari.116 Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan proses perhitungan atau menentukan Rasd al-Kiblat yaitu: 1.
Menentukan Bujur Matahari / Thul as-Syams. Bujur Matahari yaitu jarak yang di hitung dari 0buruj 00 sampai
dengan matahari melalui lingkaran ekliptika menurut arah berlawanan 115 116
hlm. 53.
Lihat Kalender penanggalan Menara Kudus pada bulan Mei dan Juli tahun 2011. Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, loc. cit,
44
dengan putaran jarum jam. Buruj adalah tempat beredarnya planet di angkasa.117 Dengan alternatif rumus :118 a. Menentukan buruj (nilai bulan disebut sebagai buruj) : Untuk bulan 4 s.d bulan 12 dengan rumus (min) – 4buruj. Untuk bulan 1 s.d bulan 3 dengan rumus (plus) + 8buruj. b. Menentukan
derajat (dengan nilai / angka tanggal sebagai
perhitungan) : Untuk bulan 2 s.d bulan 7 dengan rumus (plus) + 9º. Untuk bulan 8 s.d bulan 1 dengan rumus (plus) + 8º. Contoh perhitungan : Menentukan BM pada tanggal 20 April 2010 è
4buruj 20º
è - 4buruj +9º è
0buruj 29º.
Jadi BM untuk tanggal 20 April 2010 adalah 0buruj 29º. 2.
Menentukan Selisih Bujur Matahari (SBM) Selisih Bujur Matahari yaitu jarak yang di hitung dari matahari sampai dengan buruj khatulistiwa (buruj 0 atau buruj 6 dengan pertimbangan yang terdekat). Untuk mengetahui SBM ini bisa menggunakan rumus :119
a. Jika BM < 90º maka rumusnya SBM = BM yang diderajatkan 117
Abdul Karim, Mengenal Ilmu Falak, Semarang: Qudsi Media, tt, hlm. 4. Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, loc. cit. hlm. 43. 119 Ibid. hlm. 44. 118
45
b. Jika BM antara 90º s.d. 180º rumusnya 180º – BM c. Jika BM antara 180º s.d. 270º rumusnya BM – 180º d. Jika BM antara 270º s.d. 360º rumusnya 360º – BM Contoh perhitungan : Menentukan SBM pada tanggal 20 April 2010. è BM = 0buruj 29º è 0 x 30º = 0º ditambah 29º = 29º. Karena BM < 90º, maka SBM = BM = 29º. 3.
Menentukan deklinasi matahari ( Mail Awwal lisy Syamsi ). Deklinasi matahari yaitu jarak posisi matahari dengan equator /
khatulistiwa langit di ukur sepanjang lingkaran deklinasi atau lingkaran waktu. Deklinasi sebelah utara equator di beri tanda positif (+) dan sebelah selatan equator di beri tanda negatif (-).120 Ketika matahari melintasi khatulistiwa deklinasinya adalah 0º, hal ini terjadi sekitar tanggal 21 Maret dan 23 September. Setelah melintasi khatulistiwa pada tanggal 21 Maret matahari bergeser ke utara hingga mencapai garis balik utara (deklinasi + 23º 27’) sekitar tanggal 21 Juni kemudian kembali bergeser ke arah selatan sampai pada khatulistiwa lagi sekitar pada tanggal 23 September, setelah itu bergeser terus ke arah selatan hingga mencapai titik balik selatan (deklinasi – 23º 27’) sekitar tanggal 22 Desember, kemudian kembali 120
hlm. 27.
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanaah Islam dan Sains Modern, op. cit,
46
bergeser ke arah utara hingga mencapai khatulistiwa lagi sekitar tanggal 21 Maret. Demikian seterusnya.121 Data deklinasi ini dapat dihitung dengan rumus:122 Sin deklinasi = sin SBM x sin deklinasi terjauh (23º 27’) Keterangan : SBM = Selisih Bujur Matahari Dengan ketentuan deklinasi positif (+) jika deklinasi sebelah utara equator yakni BM pada 0 buruj sampai 5 buruj dan deklinasi negatif ( - ) jika deklinasi sebelah selatan equator yakni BM pada 6 buruj sampai 11 buruj
.
Contoh perhitungan untuk tanggal 20 April 2010. è Sin = sin 29º x sin 23º 27’ Cara pejet kalkulator Casio fx-350MS: Shift sin (Sin 29º x Sin 23º 27’) = shift º’” è 11º 07’ 25”.63 Karena BM 0buruj 29º maka deklinasi positif (+). Jadi deklinasi tanggal 20 April 2010 adalah 11º 07’ 25”.63.123 4.
Menentukan Rasd al-Kiblat dengan rumus:124 Rumus I ; Cotg A = Sin LT x Cotg AQ Rumus II ; Cos B = Tan Dekl x Cotg LT x Cos A Rumus III ; C = B + A Rumus IV ; E = C /15 + 12
Keterangan : 121
M. Sayuthi Ali, Ilmu Falak, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1997, hlm. 11. Ibid. 123 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, loc. cit. 124 Ibid. hlm. 45. 122
47
Jika hasil A adalah positif (+), maka nilai B harus Negatif (-) Jika hasil A adalah Negatif (-), maka nilai B sesuai dengan hasil. LT = Lintang Tempat AQ = Azimuth Kiblat Contoh Perhitungan : Lintang Tempat Semarang 07º 00’ 00” LS Azimut kiblat Semarang 24º 32’ 3”.93 Deklinasi tanggal 20 April 2010 adalah 11º 30’ 26”.125 Rumus I : è cotg A = sin - 07º 00’ x cotg 24º 32’ 3”.93 Cara pejet kalkulator fx-350MS: Shift tan ( sin (-)07º 00’ x (tan 24º 32’ 3”.93)x-1 )x-1 = shift º’” = -73º 03’ 04”.13 Rumus II : è
cos B = tan 4º 58’ 32” x cotg –7º 00’ x cos - 73º 58’ 29”.22
Cara pejet kalkulator fx-350MS: Shift cos ( tan 4º 58’ 32” x (tan (-)07º 00’) x-1 x cos (-)73º 58’ 29”.22) = Shift º’” = 101° 55' 43" Rumus III : è = 101° 55' 43" + (-)73º 58’ 29”.22 = 27º 57' 14",66 Rumus IV : è = 27 º 57' 14",66 / 15° + 12j = shift º’”. 125
Deklinasi ini di ambil Dāri data matahari dalam Ephemeris tanggal 20 April 2010 pada jam 14:00 WIB atau jam 07:00 GMT. Di ambil data pada jam 14:00 WIB karena berdasarkan perhitungan dengan menggunakan deklinasi ‘urfi Rashdul Kiblat terjadi pada jam 13:50 WIB.
48
è Jam 13 : 51 : 48.98 WH Jadi pada jam 13 : 51 : 48.98 WH bayang-bayang benda dari sinar matahari menunjukkan arah kiblat. 5.
Menjadikan Waktu Daerah : Indonesia terbagi ke dalam tiga waktu daerah yakni Waktu
Indonesia Barat (WIB) bujur daerah = 105º, Waktu Indonesia Tengah (WITA) bujur daerah = 120º , Waktu Indonesia Timur (WIT) bujur daerah = 135º. Rumus untuk menjadikan waktu daerah:126 Waktu Daerah = WH – PW + (BD –BT)/15 Contoh perhitungan : è Pukul 13 : 51 : 48.98 – PW + ( BD – BT)/15 è Pukul 13 : 51 : 48.98 - (- 0j 01m 02d)127 + (105º–110º 24’) / 15º = shift º’” è Pukul 13 : 31 : 15 WIB Jadi Rasd al-Kiblat untuk kota Semarang pada tanggal 20 April 2010 terjadi pada jam 13 : 31 : 15 WIB. 2.
Bagian aplikasi Pada bagian ini merupakan aplikasi dari hasil perhitungan pada bagian pertama, baik azimut kiblat maupun rasd al-kiblat. Di antaranya ada beberapa aplikasi yang digunakan untuk menentukan arah kiblat, yaitu:
126
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, op. cit, hlm. 46. Perata waktu diambil Dāri Ephemeris (Winhisab) tanggal 20 April 2010 Jam 14.00 WIB sama dengan jam 07 GMT. 127
49
a. Kompas Kompas bisa digunakan untuk mencari arah kiblat setelah mengetahui azimut kiblatnya. Kompas ini hanya bisa digunakan untuk aplikasi azimut kiblat, adapun untuk Rasd al-Kiblat tidak bisa digunakan. Langkah-langkah untuk menenetukan arah kiblat dengan kompas adalah sebagai berikut: 1) Letakkan kompas di tempat yang datar dan bersih, sehingga arah mata anginnya bisa diperpanjang dengan bantuan tali.128 2) Ambil arah mata angin, bisa dengan bantuan tali atau spidol untuk diperpanjang. 3) Koreksi arah mata angin kompas dengan nilai deklinasi magnet, yaitu untuk mendapatkan arah utara sejati. Deklinasi magnet ini bisa didapatkan di www.magnetic-declination.com. Dengan koreksi ini, maka arah mata angin itu menunjukkan arah mata angin yang sebenarnya, yaitu utara, timur, selatan, dan barat yang sejati.129 4) Setelah arah mata angin sejati sudah diketahui, langkah selanjutnya mengaplikasikan nilai azimut kiblat suatu daerah sesuai dengan besarnya sudut azimut itu. Setelah mengaplikasikan nilai azimut itu, maka arah kiblat tempat tersebut sudah diketahui.
128
Sriyatin Shadiq, makalah Pelatihan dan Pendalaman Ilmu Falak dan Hisab Rukyat (Kompas Muterpas), modul II, op. cit, hlm. 5. 129 Ahmad Izzuddin, Materi pelatihan 99 menit ahli menentukan arah kiblat, yang diselenggarakan di Masjid Agung Jawa Tengah pada tanggal 28 Agustus 2010, hlm. 10.
50
b. Tongkat Istiwa' Tongkat istiwa’ ini bisa diaplikasikan untuk azimut kiblat dan Rasd al-Kiblat. Untuk aplikasi Rasd al-Kiblat, caranya yaitu:130 a) Tegakkan tongkat istiwa’ itu yang tegak lurus dengan permukaan. Untuk mengesek lurusnya tongkat itu bisa menggunakan lot atau water pass. b) Amatilah bayangan tongkat itu. Ketika jam pada saat itu sudah sama dengan jam Rasd al-Kiblat, maka ambillah bayangan tongkat itu dan garislah. c) Bayangan tongkat yang diambil ketika jam Rasd al-Kiblat adalah arah kiblat. Untuk aplikasi azimut kiblat, langkah yang harus ditempuh adalah menentukan utara sejati dengan cara:131 a.
Tegakkan Tongkat Istiwa’ yang tegak lurus dengan permukaan tanah. Tegak lurusnya ini bisa dicek dengan bantuan lot atau water pass.
b.
Buatlah lingkaran dengan tongkat Istiwa’ berada dipusat lingkaran itu. Panjang tongkat Istiwa’ ini menyesuaikan dengan besarnya lingkaran itu. Lebih baiknya lebih panjang dari jari-jari lingkaran.
130
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, op. cit, hlm. 49. M. Ma’sum Bin Ali Ad-Durus al-Falakiyyah, Yahya Arif, "Terjemah Ad-Durus alFalakiyyah", loc. cit, Juz I, tt, hlm. 29. Lihat juga Ahmad Izzuddin, makalah Pelatihan Ketrampilan Khusus Bidang Hisab-Rukyat yang dilaksanakan di Masjid Agung Jawa Tengah oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI, tahun 2007, hlm. 2. Zuber Umar al-Jailani, Al-Khulasoh al-Wafiyyah, Kudus: Menara Kudus, tt, hlm. 114-115. 131
51
c.
Amatilah bayang-bayang tongkat Perhatikan dan berilah tanda titik pada saat bayang-bayang ujung tongkat menyentuh lingkaran, pada pagi hari (sebelum Dhuhur) dan sore hari (sesudah Dhuhur). Jadi ada dua buah titik pada masing-masing lingkaran tersebut yaitu titik pada waktu pagi dan titik pada waktu sore.
d.
Hubungkan kedua titik tersebut dengan sebuah garis lurus. Dan garis tersebut merupakan garis arah barat-timur secara tepat.
e.
Lukislah garis tegak lurus (90 derajat) pada garis barat-timur tersebut, maka akan memperoleh garis utara-selatan yang persis menunjuk titik utara sejati.
Setelah mendapatkan arah utara-selatan yang akurat, baik dengan kompas maupun tongkat Istiwa’, untuk mengukur arah kiblat dilakukan dengan cara:132 a) Bantuan busur derajat atau Rubu’ Mujayyab dengan mengambil posisi 24º 32’ 3”.93 dari titik barat ke utara atau 65º 27‘ 56”.07 dari titik utara ke barat, maka itulah arah kiblat. b) Bantuan garis segitiga siku-siku, yaitu setelah ditemukan arah utara-selatan maka buat garis datar 100 cm (sebut saja titik A sampai B). Kemudian dari titik B, di buat garis persis tegak lurus ke arah barat (sebut saja B
sampai C). Dengan
menggunakan perhitungan trigonometri, yakni tangen 65º 27‘ 132
Sriyatin Shadiq, makalah Pelatihan dan Pendalaman Ilmu Falak dan Hisab Rukyat (Kompas Muterpas), op. cit, modul IV, hlm. 2-3.
52
56”.07 x 100 cm, maka akan diketahui panjang garis ke arah barat (titik B sampai titik C)
yakni 219,08 cm. Kemudian
kedua ujung garis titik A ditemukan dengan garis titik C. Dan hubungan kedua titik (A dan C) tersebut membentuk garis yang menunjukkan garis arah Kiblat.133 c. Teodolit Untuk mencari arah kiblat, cara-cara yang harus ditempuh dalam mengoprasikan teodolit adalah:134 1. Cocokkan jam yang akan digunakan dengan jam radio RRI yang di kontrol oleh Badan Meteorologi dan Geofisika Departemen Perhubungan atau pakai GPS. 2. Pasang Teodolit dengan benar, perhatikan water-passnya. 3. Ketahui lintang dan bujur tempat yang akan di ukur dengan GPS atau alat lainnya, misalkan Semarang 07º 00’ LS dan 110º 24‘ BT. 4. Menghitung sudut kiblat di tempat tersebut dengan rumus :135 Tan Q = tan φM x cos φT / cosec SBMD – sin φT / tan SBMD Q = arah kiblat dari titik Barat ke Utara. Telah dihitung di atas bahwa sudut arah kiblat untuk Semarang adalah 24º 32’ 3”.93 dari titik barat ke utara, sehingga sama dengan 65º 27’ 56”.07 dari titik utara ke barat.
133
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, loc. cit, hlm. 42. Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, op. cit, hlm. 62. 135 Lihat foot note nomor 70. 134
53
5. Bidik titik pusat matahari dengan teodolit dan catat jam berapa saat itu, misalnya jam 09 : 00 : 00 WIB dan tombol preset agar penunjukan layar teodolit menjadi nol ( 0 ).136 6. Cari data deklinasi matahari (δ) pada jam 09:00 WIB atau jam 02:00 GMT tanggal
20 April 2010 tersebut. Data deklinasi
matahari menunjukkan angka 11º 26’ 08”.137 7. Cari equation of time (e), dalam Ephemeris pada jam 09:00 WIB atau jam 02:00 GMT tanggal 20 April 2010 equation of time menunjukkan angka 0j 00m 59d.138 Sehingga merpass 12 – e = 12 – (0j 00m 59d) = 11 : 59: 01 8. Menghitung sudut waktu matahari pada saat pengukuran dengan rumus:139 t = (W-M) x 15 + BT – BD
M BT BD
Keterangan : T = Sudut Waktu Matahari, W = Waktu Bidik (Waktu Pengukuran), = Merpass, = Bujur Tempat = Bujur Daerah Berarti :
t = (9:00:00–11:59:01) x 15 + 110º 24’ – 105º = -39º 21’ 15”
136
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, loc. cit. Deklinasi ini di ambil Dāri data matahari dalam Ephemeris tanggal 02 April 2010 pada jam 09:00 WIB atau jam 02:00 GMT. 138 Ibid. 139 Slamet Hambali, makalah Orientasi Hisab Rukyat se-Jawa Tengah yang berjudul “Menentukan Posisi Hilal, Bintang dan Arah Kiblat Berdasarkan Posisi Matahari dengan Alat Bantu Theodolit”, yang diselenggarakan pada tanggal 28-30 Nopember 2008 di Pondok Pesantren Daarun Najaah kerja sama dengan Kementrian Agama, hlm. 2. 137
54
9. Menghitung azimut matahari pada saat pembidikan dengan rumus :140 Tan A = Tan δm x Cos φT : sin t – Sin φT : tan t Cara pejet kalkulator fx-350MS: Shift tan (Tan 11º 26’ 08” x Cos (-)7° : sin (-)39º 21’ 15” – Sin ()7° : tan (-)39º 21’ 15” = shift º’” = -24º 53‘ 23”,66 (dimutlakkan) (Ini artinya titik barat berada -24º 53‘ 23”,66 dari matahari saat pengukuran). Untuk mendapatkan azimut matahari, ada empat kriteria :141 a.
Pengukuran pagi dan deklinasi utara, azimut matahari = 90° A (hasil hitungan).
b.
Pengukuran sore dan deklinasi utara, azimut matahari = 270º + A (hasil hitungan).
c.
Pengukuran pagi dan deklinasi selatan, azimut matahari = 90º + A (hasil perhitungan)
d.
Pengukuran sore dan deklinasi selatan, azimut matahari = 270º - A (hasil perhitungan). Dari perhitungan di atas, berarti masuk kepada ketentuan yang poin (a), yaitu azimut = 90 - 24º 53‘ 23”,66 = 65° 06’ 36”,34
10.Putar Teodolit ke kanan (searah dengan jarum jam) sebesar azimut (hasil perhitungan di nomor 9) yaitu sebesar 65° 06’ 36”,34. 140
Sriyatin Shadiq, makalah Pelatihan dan Pendalaman Ilmu Falak dan Hisab Rukyat (Kompas Muterpas), op. cit, modul I, hlm. 4. 141 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, op. cit, hlm. 63.
55
Setelah diputar ini, maka arah Teodolit menghadap adalah titik utara sejati.142 11.Putar Teodolit ke kanan (searah dengan jarum jam) lagi sebesar azimut kiblat yang dihitung dari UTSB. Dalam perhitungan ini azimut kiblat adalah 294º 32’ 03”.143 Setelah Teodolit diputar, maka arah Teodolit menghadap inilah arah kiblat yang dicari. 3. Menggunakan website Kemajuan ilmu pengetahuan semakin luas. Sampai dalam bidang yang menunjang kegiatan keagamaanpun semakin maju. Hal ini memberi dampak yang positif terhadap perkembangan keilmuan falak juga, dapat dibuktikan dalam penentuan arah kiblat dengan jasa On Line. Salah satunya adalah piranti lunak Qibla Locator yang termuat dalam situs http://www.qiblalocator.com. Qibla Locator ini dirancang oleh Ibn Mas’ud dengan menggunakan peranti lunak aplikasi Google Maps API v2, sejak tahun 2006. Pengembangan tampilan dan aplikasinya kemudian melibatkan Hamed Zarrabi Zadeh dari Universitas Waterloo di Ontario, Kanada. Dengan Qibla Locator yang berbasis Google Earth ini dapat diketahui arah kiblat mana saja yang dikehendaki.144 Terdapat beberapa situs yang bisa digunakan untuk menentukan ara kiblat selain Qibla Locator,
142
seperti
eqibla,145Qiblahfinder,146Qibla
Pointer,147Qiblah
Ibid. hlm. 64. Ibid. 144 http://suka.web.id/islam/mencari-dan-menentukan-arah-kiblat/, diakses pada tanggal 16 April 2010, Jam 19.20 WIB. 145 http://eqibla.com/, diakses pada tanggal 30 Nopember 2010, jam 10.33 WIB. 146 http://qiblahfinder.com/, diakses pada tanggal 30 Nopember 2010, jam 10.34 WIB. 143
56
Direction,148 dan Qibla,149 yang mana dari masing-masing piranti ini menggunakan jasa Google Earth. Untuk mengetahui arah kiblat dengan Qibla Locator, pada bagian atas situs ini terdapat sebuah kotak untuk memasukkan lokasi, alamat atau nama jalan, kode pos, dan negara atau garis lintang dan garis bujur, kemudian tekan enter, maka hasilnya akan tampak.150 Contoh arah kiblat dengan Qibla Locator untuk Masjid Agung Jawa Tengah yang ditandai dengan garis merah.
Gambar 1.
147
http://al-habib.info/qibla-pointer/, diakses pada tanggal 30 Nopember 2010, jam 10.35
WIB. 148
http://hawariweb.com/islam/qibla-direction.aspx, diakses pada tanggal 30 Nopember 2010, jam 10.36 WIB. 149 http://www.qibla.com.br/, Diakses pada tanggal 30 Nopember 2010, jam 10.37 WIB. 150 Ibid.
BAB III HISAB ARAH KIBLAT MENGGUNAKAN RUBU' MUJAYYAB DALAM KITAB AD-DURUS AL-FALAKIYYAH A. Biografi Intelektual Muhammad Ma’sum bin Ali Nama lengkap Ma’sum Ali adalah Muhammad Ma’sum bin Ali alMaskumambangi al-Jawi. Lahir di desa Maskumambang, Gresik, tepatnya di sebuah pondok yang didirikan oleh sang kakek. Ia lahir sekitar tahun 1887 M atau bertepatan dengan 1305 H. Ia merupakan putera salah seorang pengasuh pondok desa yaitu KH. Ali. Itulah sebabnya ia dikenal dengan sebutan Ma’sum Ali.151 Ma’sum
Ali
pertama
kali
belajar
di
Pondok
Pesantren
Maskumambang Gresik bersama ayahnya sendiri yaitu KH. Ali. Untuk menambah wawasan keilmuan yang dimiliki, ia banyak menimba ilmu selama bertahun-tahun dari KH. Hasyim Asy’ari pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Tidak lama kemudian, adik kandungnya yang bernama Adlan Ali ikut menimba ilmu dengannya. Adlan Ali juga termasuk orang yang populer, meskipun keilmuan yang ia miliki berbeda dengan kakaknya. Kyai Adlan Ali mendirikan pondok putri Wali Songo Cukir atas inisiatif Hadratus Syeikh.152
151
Wawancara dengan Hamnah Mahfudz pada tanggal 20 Januari 2011 di PP. Salafiyyah Seblak Jombang. Ia merupakan putri dari Mahfudz Anwar dan cicit dari Ma’sum Ali, dan sebagai pimpinan pondok pesantren Salafiyyah Seblak dan pengasuh Ma’had Ali Konsentrasi Ilmu Falak, meneruskan sang bapak. 152 Ibid. Wawancara dengan Lukman Habib pada tanggal 20 Januari 2011 di PP. Salafiyyah Seblak Jombang . Ia merupakan pengurus dan pengajar di Ma’had Ali Al-Mahfudz Konsentrasi Ilmu Falak Seblak Jombang.
57
58
Ma’sum Ali termasuk salah satu santri generasi awal Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari. Ia termasuk orang yang sangat tekun dan rajin. Berkat ketekunan dan kegigihannya, ia diangkat sebagai lurah pondok karena dikenal sangat cerdas dalam berpikir dan mengaji. Kecerdasan dan kemahirannya membuat KH. Hasyim Asyari tertarik padanya. Akhirnya ia dipersuntingkan dengan putrinya yang bernama Khairiyah Hasyim.153 Pasangan Ma’sum Ali dengan Nyai Khoiriyah Hasyim dikaruniai enam keturunan. Namun atas kehendak Allah yang hidup sampai dewasa hanya dua orang putri, yakni Nyai Abidah Ma’sum dan Nyai Djamilah Ma’sum. Adapun putra putri yang lainnya wafat pada usia balita. Orang yang meneruskan perjuangan sepeninggal Ma’sum Ali mengasuh pondok Salafiyyah adalah santrinya yang bernama Mahfuz Anwar,
yang
dipersunting untuk putrinya yang bernama Nyai Abidah Ma’sum. Disamping mengasuh pesantren Seblak, Mahfudz Anwar melanjutkan dan mengembangkan ilmu falak di pesantren Salafiyyah Seblak. Pada akhirnya tidak jauh berbeda dengan sang mertua, Mahfudz Anwar dikenal sebagai kyai ilmu falak Seblak, dan ikon ilmu falak tetap melekat di pesantren Seblak.154 Ma’sum Ali menunaikan ibadah haji dengan naik kapal laut dan sampai kembali di Seblak pada tahun 1919 M. Perjalanan berangkat dari Indonesia sampai Arab Saudi ditempuh dalam waktu 7 bulan, sehingga waktu yang ditempuh dalam perjalanan pulang pergi menjadi 14 bulan. 153
Ibid. Ibid. Lihat juga Jamal Ma’mur (edt.), Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Sunan Ampel Jombang, Jombang: Keluarga Besar PP. Sunan Ampel, cet. ke-1, 2001, hlm. 13. 154
59
Semua orang tahu bahwa ia menimba ilmu agama di Makkah, tetapi tidak ada seorang pun yang tahu di mana beliau belajar ilmu perbintangan, baik ilmu falak maupun astrologi. Orang-orang hanya berprasangka bahwa di kapal laut dalam perjalanan pulang pergi haji selama 14 bulan, Ma’sum Ali belajar ilmu perbintangan. Pada masa itu sistem navigasi kapal laut masih sederhana dan masih banyak mengandalkan posisi bintang di langit. Bagi pribadi dengan kemampuan inteligensi yang tinggi, waktu 14 bulan adalah lebih dari cukup untuk belajar ilmu perbintangan, yakni ilmu astronomi termasuk ilmu falak dan astrologi. Jadi dalam bidang ilmu falak dan astrologi, Ma’sum Ali belajar selama berada di Makkah dan mengamalkannya selama dalam perjalanan pulang, yaitu di kapal laut. 155 Ma’sum Ali tidak pandang bulu dalam menuntut ilmu, karena ia beranggapan bahwa orang lain itu lebih pandai dari padanya, sehingga pada waktu itu, ia pernah belajar kepada seorang nelayan di perahu selama dalam perjalanan haji. Ia tidak merasa malu, meski orang lain menilainya aneh. Ini menunjukan bahwa ia merupakan ulama yang penuh tawadhu’, yang menganggap semua orang itu mempunyai kelebihan.156 Ma’sum Ali tidak dikaruniai usia panjang, ia wafat pada usia 33 tahun pada tangal 24 Ramadan 1351 H atau 8 Januari 1933 M, setelah menderita sakit paru-paru yang cukup lama. Waktu itu pengobatan penyakit dilakukan dengan cara tradisional, menggunakan dedaunan atau sejenisnya 155 156
Ibid. Ibid.
60
dari pepohonan, sehingga penyakitnya tidak mudah sembuh. Wafatnya Ma’sum Ali merupakan musibah besar terutama bagi santri Tebuireng, karena dialah satu-satunya ulama yang menjadi referensi dalam segala bidang keilmuan setelah Hadratus Syeikh.157 B. Karya-karya Muhammad Ma’sum bin Ali dalam ilmu falak Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Ma’sum Ali merupakan santri KH. Hasyim Asy’ari yang sangat cerdas dan rajin. Oleh karena itu, ilmu yang diperoleh dari gurunya ia tuangkan ke dalam karyanya. Karya-karya tersebut hingga kini dijadikan referensi di pondok-pondok pesantren salaf. Walaupun jumlah karyanya tidak sebanyak Hadratus Syeikh, akan tetapi hampir semua kitab karangannya sangat monumental. Di antara kitab-kitab karyanya yaitu: 158 1.
Al-Amsilah at-Tasrifiyyah Kitab ini menerangkan ilmu sharaf. Ilmu Sharaf adalah ilmu mengenai perubahan suatu kata kepada kata lain yang berbeda karena ada suatu makna yang dimaksud.159 Materi yang disajikan dalam kitab ini susunannya sistematis, sehingga mudah dipahami dan dihafal. Kitab ini pertama kali dicetak di Timur Tengah, karena kitab ini mendapat perhatian besar khususnya dari Universtas Al Azhar Kairo – Mesir, sehingga digunakan sebagai buku wajib dalam perkuliahan. Sedangkan
157
Ibid. Hal ini senada juga dengan apa yang dikatakan oleh Taufiqurrahman pada waktu wawancara di PP. Sunan Ampel pada tanggal 18 Januari 2011. Ia merupakan pengasuh PP Sunan Ampel meneruskan sang mertua Mahfudz Anwar (menantu Ma’sum Ali). 158 Ibid. 159 Abi al-Hasan Ali bin Hisyam, Syarh al-Kailani Izzi, Surabaya: Dār Ihyā al-Kutub alArobiyyah, tt, hlm. 2.
61
di Indonesia kitab Amtsilah at-Tashrifiyyah tetap dipakai sampai sekarang khususnya di pesantren Salaf.160 2.
Fath al-Qadir Konon, ini adalah kitab pertama di Nusantara yang menerangkan ukuran dan takaran Arab dalam bahasa Indonesia. Diterbitkan pada tahun 1920-an oleh penerbit Sa’id Nāsir bin Nabhān Surabaya dengan halaman yang tipis tapi lengkap.161 Adapun dalam bidang ilmu falak, kitab hasil karyanya hanya
berjumlah 2 (dua) buah, yaitu Ad-Durus al-Falakiyyah li Madaris asSalafiyyah dan Badi’ah al-Mitsal fi Hisab as-Sinin wa al-Hilal.162 1.
Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah li Madaris as-Salafiyyah. Kitab ini terdiri dari 3 bagian. Secara global masing-masing bagian melengkapi pembahasan pada bagian yang lainnya. Adapun ketiga bagian itu adalah: A. Bagian pertama terdiri atas pendahuluan, 15 bab pembahasan, dan penutup. Di dalam pendahuluan menjelaskan tentang alat yang digunakan dalam perhitungan kitab ini serta bagian-bagiannya, yaitu Rubu’ Mujayyab. Pada bagian penutup menjelaskan tentang ukuran, seperti mengetahui ketinggian sebuah menara, kedalaman sebuah sumur, dan lain sebagainya.163
160
Wawancara dengan Hamnah Mahfudz, loc. cit. Ibid. 162 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, cet. Ke-1, 2005, hlm. 109. 163 Muhammad Ma’sum bin Ali, Ad-Durus al-Falakiyyah, Surabaya: Sa’ad bin Nashir bin Nabhan, Juz I, 1992, hlm. 14-15. 161
62
Adapun 15 bab pembahasannya yaitu, cara mengetahui awal bulan tahun Afronji (Masehi), cara mengetahui perkiraan Darojah asSyams, cara mengetahui Jaib al-Qous dan Qous al-Jaib, cara mengetahui Mail Awal (Deklinasi), cara mengetahui ’Ard al-Balad dan Thul al-Balad, cara mengetahui Bu’d al-Quthr, cara mengetahui Ashal al-Mutlak, cara mengetahui Nisf al-Fudlah,cara mengukur Irtifa’, cara mengetahui Ghoyah al-Irtifa’, cara mengetahui Dhil (bayang-bayang) Irtifa’ dan sebaliknya, cara mengetahui Asal al-Mu’addal dan Waktu Istiwa’, cara mengetahui awal waktu salat, cara mengetahui kiblat, dan cara mengetahui arah mata angin. 164 B. Bagian kedua terdiri atas pendahuluan, 17 bab pembahasan, dan penutup. Pada bagian pendahuluan, pembahasannya sama seperti pada pendahuluan bagian pertama, yaitu menjelaskan bagianbagian Rubu’ Mujayyab. Pada bagian penutup menjelaskan tentang penentuan arah kiblat dengan matahari sebagai media penentu.165 Adapun 17 bab pembahasan dalam bagian kedua ini ada yang sama seperti bagian pertama, hanya saja pembahasannya sebagai tambahan pada bagian pertama. Secara global 17 bab Pembahasan itu adalah, cara mengetahui Jaibnya Qous dan Qousnya Jaib, cara mengambil data Irtifa’ (ketinggian suatu benda), cara mengetahui bayangan ketinggian 164 165
Ibid. hlm. 2-15. Ibid. Juz II, hlm. 18-19.
63
dan sebaliknya, cara mengetahui penanggalan masehi, cara mengetahui kedudukan matahari dan jauhnya dari posisi I’tidalain, cara mengetahui nilai deklinasi dan tinggi kulminasi, cara mengetahui lintang tempat, cara mengetahui Bu’d al-Quthr dan Asal Muthlak atau Asal Hakiki, cara mengetahui Nisf al-Fudlah, Nisf al-Qous, dan Qous an-Nahar dan Qous al-lail, cara mengetahui Asal Mu’adal, ad-Dair, dan Kelebihannya, cara mengetahui waktu-waktu syara’ yang bertepatan dengan jam zawal pertengahan, cara mengetahui Thul (jarak) antara dua tempat, cara mengetahui Irtifa’ dari data Fadl ad-Dair, cara mengetahui lebarnya timur dan barat, dan Hissoh as-Simt dan koreksinya, cara mengetahui Irtifa’ al-ladzi La Simt Lah dan mencari Simt Irtifa’, cara mengetahui arah kiblat, dan cara mengetahui arah mata angin.166 C. Bagian ketiga ini membahas pengerjaan dengan jalan tabel logaritma. Pada bagian ketiga ini juga masih membahas tentang penanggalan hijriah, termasuk pembahasan tahun kabisat dan basitoh.167
Cara
mengetahui awal bulan dan tahun dari
penanggalan hijriah tersebut. Cara mengetahui kedudukan matahari yang dilengkapi dengan tabel.168
166
Ibid. Juz II, hlm. 2-19. Ibid. Juz III, hlm. 17. 168 Ibid. hlm. 22-29. 167
64
Adapun pembahasan-pembahasan dalam bagian ketiga yaitu, cara menjelaskan
logaritma
dan
cara
mengetahuinya
dengan
menggunakan tabel, cara mengetahui tahun kabisat dan basitoh, cara mengetahui bulan dan tahun hijriah, cara mengetahui Darojah as-Syams, cara mengetahui bayangan dari ketinggian dan sebaliknya, cara mengetahui Mail Awal dan tinggi kulminasi, cara mengetahui ‘Ardl al-Balad, cara mengetahui Bu’d al-Quthr, Asal al-Muthlak, dan Nisf al-Fudlah, cara mengetahui Daqoiq alIkhtilaf, Daqoiq Nisf quthr as-Syams, dan Daqoiq at-Tamkiniyah, cara mengetahui Nisf Qous an-Nahar wa al-Lail dan mengetahui Qousnya, cara mengetahui ad-Dair dan kelebihannya, cara mengetahui Irtifa’ Ashar, ad-Dair bain Ad-Duhr wa Al-‘ashr, dan antara ‘ashr dan magrib, cara mengetahui perkiraan Hissoh asSyafaq dan Hissoh al-Fajr, cara mengetahui cara memindahkan Sa’ah Zawal Hakiki, cara mengetahui Irtifa’ dari Fadl ad-Dair, cara mengetahui lebarnya timur dan barat, cara mengetahui Irtifa’ La Simt Lah, cara mengetahui Hissoh as-Simt dan koreksinya, cara mengetahui Simt al-Irtifa’, cara mengetahui Simt al-Qiblah, cara mengetahui mata angin, cara mengetahui tempat terbit benda langit, dan cara mengetahui arah dengan bantuan bintang.169 2. Kitab Badi’ah al-Mitsal fi Hisab as-Sinin wa al-Hilal
169
Ibid. hlm. 4-50.
65
Kitab ini membahas tentang penanggalan hijriah secara urfi, perbandingan tarikh, serta memuat perhitungan awal bulan hijriah secara hakiki mencakup perhitungan Ijtima’, Irtifa’ al-Hilal, Manzilah al-Qamar, Azimut Qomar, dan Nur al-Hilal. Data astronomis yang digunakan dalam kitab ini sama dengan kitab Al-Mathla’ as-Sa’id dengan epoch Jombang. Rumus-rumus yang digunakan adalah rumus-rumus segitiga bola, yang diaplikasikan pada Rubu’ Mujayyab.170 Secara
garis
besar,
langkah-langkah
hisab
hakiki
untuk
menentukan awal bulan hijriah dalam kitab Badi'ah al-Misal sebagai berikut:171 1) Menghitung Thul Matahari dan Thul Bulan. 2) Menentukan posisi rata-rata Matahari dan Bulan, yakni untuk Wasat Matahari, Khashah Matahari, Wasat Bulan, Khasah Bulan, dan Uqdah Bulan pada waktu terbenam matahari (Ghurub menurut waktu Istiwa') untuk suatu tempat menjelang awal bulan kamariyah. 3) Menentukan waktu terjadinya Ijtima' (Konjungsi) 4) Menghitung Irtifa' (Ketinggian) Hilal 5) Menghitung arah terbenam Matahari dan Bulan 6) Menghitung Simt al-Irtifa' (arah hilal ketika Matahari terbenam) 7) Menghitung Muks al-Hilal (Lama hilal diatas ufuk) 8) Menghitung Nur al-Hilal (Lebar Cahaya Hilal)
170
Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet. Ke-1, 2005, hlm. 109-110. 171 Muhammad Ma’sum bin Ali, Badi’ah al-Misal fi Hisab as-Sinin wa al-Hilal, Surabaya: Maktabah Sa’ad bin Nasir, tt, hlm. 13-20.
66
C. Pemikiran Hisab Arah Kiblat Muhammad Ma'sum bin Ali Penentuan arah kiblat pemikiran Muhammad Ma'sum bin Ali dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah terbagi menjadi 2 (dua) metode, pertama menggunakan Rubu’ Mujayyab, dan kedua menggunakan logaritma. 1) Hisab Arah Kiblat Rubu' Mujayyab Rubu' Mujayyab adalah suatu alat yang bentuknya seperempat dairoh dari sebuah lingkaran, yang berguna untuk menghitung dan mengukur ketinggian suatu benda. 172 Alat ini berguna untuk memecahkan permasalahan dalam bidang astronomi, yang ada hubungannya dengan segitiga bola.173 Di Indonesia berkembang alat ini terutama di kalangan pesantren, karena alat ini berguna untuk memecahkan masalah dalam bidang ilmu falak. Rubu' Mujayyab yang berkembang di Indonesia adalah Rubu' yang berukuran reltif kecil, yaitu berukuran ±23 cm dan terbuat dari berbagai bahan, ada yang terbuat dari kayu, plastik, dan kuningan. Selain itu, alat ini sudah dikembangkan oleh ilmuan muslim abad ke-11 H, yaitu Ibn Shatir.174 Sebenarnya ukuran ini kurang begitu akurat, karena data-datanya kurang begitu jelas. Ukuran Rubu'
yang ada
sekarang ini dibuat kecil, karena dengan berukuran kecil ini bisa dibawa kemana-mana untuk observasi.175
172
K.R Muhammad Wardan, Kitab Ilmu Falak dan Hisab, Jogjakarta: Abdul ‘Aziz bin Nawawi, 1957, hlm. 84. 173 Hendro Setyanto, Rubu' al-Mujayyab, Bandung: Pudak Scientific, 2002, hlm. 1. 174 Ibid. 175 Bambang Hidayat (ed), Abu Raihan al-Biruni dan Karyanya dalam Astronomi dan Geografi Matematika, Jakarta: Suara Bebas, Cet. Pertama, 2007, hlm. 114.
67
a. Komponen-komponen Rubu' Mujayyab Bagian-bagian Rubu' Mujayyab terdiri atas: 176 1. Markaz Markaz merupakan titik pusat Rubu’. Pada Markaz ini terdapat sebuah lubang yang yang berfungsi untuk memasang benang yang disebut Khait. 2. Qaus al-Irtifa’ Qaus al-Irtifa’ adalah busur yang mengelilingi Rubu’. Bagian ini diberi skala derajat 0° sampai 90° bermula dari kanan ke kiri. 3. Qous al-Ashr Qous al-Ashr adalah garis lengkung yang ditarik dari awal Qous hingga ke al-Sittini pada jaib 42,3. 4. Dairoh al-Mail al-A’dhom Dairoh al-Mail al-A’dhom adalah busur yang membentuk ¼ lingkaran dan menggambarkan deklinasi maksimum matahari sebesar 23,45°. 5. Jaib at-Tamam Jaib at-Tamam adalah garis lurus yang ditarik dari Markaz ke awal Qaus. Jaib at-Tamam dibagi menjadi 60°. Skala/Jaib sama besar dan dari setiap skala ditarik garis lurus ke arah Qaus Irtifa’ yang disebut Juyub al-Ma’kusah.
176
Muhammad Ma’sum bin Ali, Ad-Durus al-Falakiyyah, op. cit., Juz I, hlm. 2.
68
6. As-Sittini Garis lurus yang ditarik Markaz ke akhir Qaus. Jaib at-Tamam dibagi menjadi 60°. Skala / Jaib sama besar dan dari setiap skala ditarik garis lurus ke arah Qaus Irtifa’yang disebut Juyub alMabsuthah. 7. Hadafah Hadafah adalah lubang pengintai yang terdapat dalam Rubu’ dan posisinya sejajar dengan as-Sittini. 8. Khait Khait adalah benang yang dipasang pada Markaz. 9. Syaqul Syaqul adalah Bandul yang digunakan untuk pemberat Khait. 10. Muri Muri adalah benang yang diikatkan pada Khait yang biasanya mempunyai warna berbeda dengan wara Khait agar mudah dilihat. Keterangan: 1 = Markaz 2 = Hadafah 1-3 = Sittini 1-4 = Jaib Tamam 1-5 = Khoit 5 = Syakul 6 = Muri 4-3 = Qous Irtifa’
2
3
1
6
5
Gambar 1.
4
69
b. Konsep perhitungan Rubu' Mujayyab Konsep perhitungan trigonometri Rubu’ didasarkan pada konsep perhitungan hitungan Sexagesimal (60), yaitu dimana sin 90° = cos 0° = 60°, dan sin 0° = cos 90° = 0°. Perbandingan dengan konsep trigonometri yang biasa digunakan adalah sin 90° = cos 0° = 1°, dan sin 0° = cos 90° = 0°. Hal ini disebabkan pembandingan nilai dari trigonometri Rubu’ dan trigonometri biasa adalah 60 (enam puluh) berbanding 1 (satu) (60 : 1). Maka, untuk mendapatkan nilai yang sama dengan perhitungan trigonometri biasa harus dibagi dengan nilai 60.177 Formulasi-formulasi tersebut akan didefinisikan sebagai berikut : 1) Sinus Sinus didefinisikan sebagai perbandingan sisi segitiga yang ada di depan sudut dengan sisi miring (dengan catatan bahwa segitiga itu adalah segitiga siku-siku atau salah satu sudut segitiganya 90°).178 Sin A = a/c
Sin C= b/c
C b a
A
c
B
Gambar 2 :
177
Hendro Setyanto, Rubu' al-Mujayyab, op. cit, hlm. 5 W. M. Smart, Tektbook on Spherical Astronomy, New York: Cambridge University Press, Edisi ke-6, 1980, hlm. 9. 178
70
Untuk mengetahui nilai sinus (jaib) pada Rubu’ Mujayyab dari sebuah sudut dapat dibaca langsung pada sisi al-Sittini.179 Perhatikan gambar dibawah ini : A
x
M
C
y B
Gambar 3. Pada gambar di atas nilai sinus CMB adalah Mx, yaitu nilai yang dihitung dari awal markaz (M) sampai pada nilai yang berada di x. 2) Cosinus Di dalam matematika, cosinus diartikan sebagai perbandingan sisi segitiga yang terletak di samping sudut dengan sisi miring (dengan catatan bahwa segitiga itu adalah segitiga siku-siku atau salah satu sudut segitiganya 90°).180 Cos A = c/a
C
Cos C = a/b b
a
Gambar 4. A
179 180
Hendro Setyanto, Rubu' al-Mujayyab, loc. cit. W. M. Smart, op.cit, hlm. 9.
c
B
71
Adapun nilai cosinus dalam rubu’ adalah Tamam al-Jaib merupakan sudut yang didefinisikan sebagai sinus dari bagian sudut tersebut.181 Perhatikan gambar di bawah: x M B
C
y A
Gambar 5.
Pada gambar di atas, nilai cosinus suatu nilai dihitung dari markaz (titik M) ke arah Tamam al-Jaib (y). Sebagai contoh nilai cosinus CMA = data yang dihitung dari M ke y. 3) Tangen Di dalam matematika, tangen diartikan sebagai perbandingan sisi segitiga yang ada di depan sudut dengan sisis segitiga yang terletak di sudut (dengan catatan bahwa segitiga itu adalah segitiga siku-siku atau salah satu sudut segitiganya 90°).182 Tan B = b/a
C
Tan A = a/b b
A Gambar 6.
181 182
Hendro Setyanto, op. cit, hlm. 7 W. M. Smart, op.cit, hlm. 13.
c
a
B
72
Nilai tangen dan cotangen pada Rubu’ Mujayyab bisa dihitung, yaitu dengan mendefinisikan fungsinya.183 Dengan keterangan sebagai berikut: B
Gambar 7. c.
x
M
C
y A
Langkah-langkah hisab arah kiblat Langkah-langkah yang ditempuh untuk mencari arah kiblat dengan menggunakan Rubu’ Mujayyab adalah sebagai berikut:184 1. Mencari Bu'd al-Quthr Bu’d al-Quthr adalah busur sepanjang lingkaran vertikal yang dihitung dari garis tengah lintasan benda langit itu sampai pada ufuk.185 Ada 3 (tiga) cara untuk mendapatkan data ini, yaitu: a. Letakkan Khait di atas Sittini, tepatkan Muri pada Jaib ’Ard alBalad, kemudian pindahkan Khait ke Mail Awal. Maka nilai yang ada di bawah Muri yang dihitung dari Juyub al-Mabsutoh adalah Bu’d al-Quthr. 186
183
Hendro Setyanto, op. cit, hlm. 8. Ibid. hlm. 13. 185 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, op. cit., hlm. 14. 186 Muhammad Ma’sum bin Ali, Ad-Durus al-Falakiyyah, Juz I, op. cit., hlm. 9. 184
73
b. Letakkan Khait di atas Sittini, tepatkan Muri pada Jaib Mail Awal, kemudian pindahkan Khait ke ’Ard al-Balad yang dimulai dari awal Qous. Maka nilai yang ada di bawah Muri yang dihitung dari Juyub al-Mabsutoh adalah Bu’d al-Quthr.187 c. Cari jaib Mail dan ’Ard al-Balad, kemudian jumlahkanlah kedua Jaib itu. Hasil dari penjumlahan ini adalah Jaib Bu’d alQuthr. Jaib Bu’d al-Quthr diqouskan menjadi nilai Bu’d alQuthr.188 2. Mencari Asal al-Mutlak Asal al-Mutlak adalah garis lurus yang ditarik titik kulminasi atas yang tegak lurus pada poros langit yang menghubungkan kutub langit utara dan selatan.189 Ada 3 (tiga) cara untuk mendapatkan data ini, yaitu: a. Letakkan Khait di atas Sittini, tepatkan Muri pada Jaib Tamam ’Ard al-Balad, kemudian pindahkan Khait ke Tamam Mail Awal. Maka nilai yang ada di bawah Muri yang dihitung dari Juyub al-Mabsutoh adalah Asal al-Mutlak.190 b. Letakkan Khait di atas Sittini, tepatkan Muri pada Jaib Tamam Mail, kemudian pindahkan Khait ke Tamam ’Ard al-Balad.
187
Ibid. Juz II, hlm. 8. Ibid. Juz III, hlm. 38. 189 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, op. cit., hlm. 8. 190 Muhammad Ma’sum bin Ali, Ad-Durus al-Falakiyyah, loc. cit. 188
74
Maka nilai yang ada di bawah Muri yang dihitung dari Juyub al-Mabsutoh adalah Asal al-Mutlak.191 c. Jumlahkan Jaib Tamam Mail dan Tamam ’Ard al-Balad, hasilnya adalah Jaib Asal al-Mutlak. Jaib Asal al-Mutlak di qouskan akan menghasilkan Asal al-Mutlak.192 3. Mencari Asal al-Mu’adal Asal mu’addal adalah garis lurus yang ditarik dari titik pusat suatu benda langit sepanjang lingkaran vertikal yang melalui benda langit itu tegak lurus pada bidang horizon.193 Untuk mendapatkan data ini, langkah yang harus ditempuh adalah: a. Ketahui data Irtifa’, tambahkan nilai Jaib Bu’d al-Quthr dengan Mail Syimali, hasil penambahan itu adalah Asal alMu’adal. Jika Mail itu Janubi, kurangi nilai Jaib Bu’d alQuthr dengan nilai Mail, maka kelebihannya adalah Asal alMu’adal.194 b. Ketahuilah data Irtifa’ dan kemudian ambillah data Jaibnya. Jika Mail itu berbeda arah dengan Bu’d al-Quthr, tambahkan nilai Bu’d al-Quthr pada nilai Mail. Nilai akhir adalah data Asal al-Mu’adal. Jika Mail itu sama arahnya dengan Bu’d alQuthr, kurangilah nilai Bu’d al-Quthr dengan nilai Mail,
191
Ibid. Ibid. 193 Ibid. hlm. 8. 194 Ibid. Juz I, hlm. 11. 192
75
ambillah kelebihan pengurangan ini. Maka nilai kelebihan itu adalah nilai Asal al-Mu’adal.195 4. Mencari Irtifa' as-Simt Data pertama yang dicari adalah Jaib Irtifa’ as-Simt dicari dengan cara Asal al-Mu’addal dikurangi dengan Jaib Bu’d al-Quthr. Jaib Bu’d al-Quthr dipindahkan ke Irtifa’ as-Simt dengan satuan Qous.196 Untuk mencari Tamam Irtifa’ as-Simt, 90° dikurangi dengan Irtifa’ as-Simt, kemudian data ini di Jaibkan, maka akan mendapatkan data Jaib Tamam Irtifa’ as-Simt. Data Jaib Tamam Irtifa’ as-Simt di qouskan akan menghasilkan Irtifa’ as-Simt.197 5. Mencari Jaib as-Si'ah Untuk mendapatkan data Jaib as-Si'ah, letakkanlah Khait di atas data Tamam ’ardl al-Balad, tandailah jaibnya 21° 30’ dengan Muri. Kemudian geserlah Khaith itu ke Sittini, maka data yang dihitung dari Markaz sampai Muri adalah Jaib as-Si’ah.198 6. Mencari Ta'dil as-Simt Ta'dil as-Simt adalah nilai yang digunakan untuk mengoreksi tamam Irtifa’ as-Simt untuk mendapatkan Simt al-Qiblah. Nilai ta’dil ini diperoleh dengan cara menjumlahkan data Hissoh as-Simt dengan Jaib as-Si’ah. Data Hissoh as-Simt didapatkan dengan cara meletakkan Khaith di atas data Tamam ’ardl al-Balad. Masukkan
195
Ibid. Juz II, hlm. 9. Ibid. Juz I, hlm. 13. 197 Ibid. Juz II, hlm. 16. 198 Ibid. 196
76
data Irtifa’ as-Simt pada data Jaib Mabsutoh sampai pada Khaith. Kembalikan dari perpotongan itu mulai dari Jaib Mankus sampai Jaib Tamam. Maka akan mendapatkan nilai Hissoh as-Simt.199 7. Mencari Simt al-Qiblah Letakkan Khaith di Sittini dan tandailah Jaib Tamam Irtifa’ as-simt dengan muri. Kemudian geserlah Khaith itu sampai muri terletak di data ta’dil as-simt yang dihitung dari juyub al-mabsutoh. Data yang ada diantara awal qous dan Khaith adalah Simt al-Qiblah.200 2) Hisab Arah Kiblat Logaritma201 Di dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah dijelaskan tentang teori logaritma dengan menggunakan daftar logaritma, mulai dari bilangan yang satuan sampai pada bilangan di atas nilai ribuan dan pembahsan lainnya tentang logaritma. Nilai logaritma
ini selain dengan
menggunakan daftar logartima, bisa juga dicari dengan kalkulator. Kalkulator yang bisa digunakan adalah kalkulator scientific. Cara pejet kalkulatornya adalah:202 a)
Menjadikan derajat ke satuan log: » Log Sin (Nilai) + 10
b)
Menjadikan Log ke dalam satuan derajat: » Shift Sin Shift Log ( Nilai – 10)
199
Ibid. Ibid. 201 Ibid. Juz III, hlm. 51-60. 202 Siswanto, Pelajaran Matematika 1A, Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003, hlm. 165. 200
77
Contoh perhitungan: Mencari arah kiblat Semarang dengan data-data: » Lintang tempat = 7° LS, Bujur tempat = 110° 24’ BT.203 » Lintang Ka’bah = 21° 30’ LU, Bujur Ka’bah = 39° 57’ BT.204
ﻃﻮل اﻟﺒﻠﺪ ﺳﻤﺎراﻧﺞ ﻃﻮل اﻟﺒﻠﺪ ﻣﻜﺔ
° 110 -
‘ 24
39
57
ﻓﻀﻞ اﻟﻄﻮﻟﯿﻦ ﻋﺮض اﻟﺒﻠﺪ ﺳﻤﺎراﻧﺞ ﻋﺮض اﻟﺒﻠﺪ ﻣﻜﺔ ﺑﻌﺪ اﻟﻘﻄﺮ
70 07 21 02
27 30 33
ﺗﻤﺎم ﻋﺮض اﻟﺒﻠﺪ ﺳﻤﺎراﻧﺞ ﺗﻤﺎم ﻋﺮض اﻟﺒﻠﺪ ﻣﻜﺔ اﻻﺻﻞ اﻟﻤﻄﻠﻖ
83 68 67
ﺑﻌﺪ اﻟﻘﻄﺮ اﻻﺻﻞ اﻟﻤﻄﻠﻖ ﻧﺼﻒ اﻟﻔﻀﻠﺔ ﻗﺎﻋﺪة )ص( ﻧﺼﻒ اﻟﻔﻀﻠﺔ ﻧﺼﻒ ﻗﻮس اﻟﻨﮭﺮ اﻟﺤﻘﯿﻘﻲ
“
Sin Sin Sin
9.085894471 + 9.564075433 8.649969904
30 26
26
Sin Sin Sin
9.99675071 + 9.96867790 9.96542861
02 67 02 90 02
33 26 46
36 26 20
Sin Sin Sin
8.649969904 - 9.96542861 8.68454129
46
20
-
87
13
40
ﻓﻀﻞ اﻟﻄﻮﻟﯿﻦ ﻗﺎﻋﺪة )ص( ﺗﻤﺎم ﻓﻀﻞ اﻟﺪاﺋﺮ اﻻﺻﻞ اﻟﻤﻄﻠﻖ اﻻﺻﻞ اﻟﻤﻌﺪل اﻻﺻﻞ اﻟﻤﻌﺪل ﺑﻌﺪ اﻟﻘﻄﺮ اﻻرﺗﻔﺎع اﻟﻐﺮﺑﻲ
70 90 19 67 18
27 33 26 00
02 15
33 19
اﻟﻤﯿﻞ اﻟﺸﻤﺎﻟﻲ ﺗﻤﺎم ﻋﺮض اﻟﺒﻠﺪ ﺳﻤﺎراﻧﺞ ﺳﻌﺔ اﻟﻤﻐﺮب اﻟﺸﻤﺎﻟﯿﺔ
21 83 21
30 40
36
Sin Sin 26 Sin 02 Sinus Sinus 36 44 Sin Sin 11
9.52456402 + 9.96542861 9.48999263 0.30902430 - 0.04466556 0.26435874 9.56407543 - 9.99675071 9.56732472
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Semarang: Komala Grafika, 2006, hlm. 213. Muhammad Ma’sum bin Ali, Ad-Durus al-Falakiyyah, loc. cit.
203 204
78
9.42219468 + 9.0858945 8.5080892 - 9.99675071 8.51133849
Sin Sin
0.032459251 + 0.36925358 0.401712831 9.60391533 - 9.98426812 9.61964721
Sinus Sinus Sinus Sin Sin Sin
44
19
Sin
15 07
36
51
83 1
36 11 07 07 16 57
51 40 41 41 40 36
1 21 23 23 74 24
اﻻرﺗﻔﺎع اﻟﻐﺮﺑﻲ ﻋﺮض اﻟﺒﻠﺪ ﺳﻤﺎراﻧﺞ ﻣﺠﻤﻮﻋﮭﻤﺎ ﺗﻤﺎم ﻋﺮض اﻟﺒﻠﺪ ﺳﻤﺎراﻧﺞ ﺣﺼﺔ اﻟﺴﻤﺖ ﺣﺼﺔ اﻟﺴﻤﺖ ﺳﻌﺔ اﻟﻤﻐﺮب ﺗﻌﺪﯾﻞ اﻟﺴﻤﺖ ﺗﻌﺪﯾﻞ اﻟﺴﻤﺖ ﺗﻤﺎم اﻻرﺗﻔﺎع اﻟﻐﺮﺑﻲ ﺳﻤﺖ اﻟﻘﺒﻠﺔ
Jadi arah kiblat yang dihasilkan dengan perhitungan logaritma adalah 24º 36’ 57” BU. 3) Ketentuan Menghadap Kiblat Setelah hisab arah kiblat Ad-Durus al-Falakiyyah selesai, Muhammad Ma’sum menyatakan ketentuan menghadap ke arah kiblat sebagai berikut:205 a) Jika bujurnya sama antara bujur tempat dengan bujur Ka’bah, dan lintangnya sebelah utara lebih besar dari lintang Ka’bah maka kiblat dari arah titik selatan. b) Kalau lintang tempat utara kurang dari lintang Ka’bah dan lintang selatan maka kiblatnya dari titik utara. c) Kalau ada perbedaan bujur antara tempat dengan Ka’bah, jika perbedaannya sekitar 180° dan lintang tempat selatan 21° 30’, maka kiblatnya ke semua arah.
205
Ibid. Juz II, hlm. 16.
79
d) Jika lintang tempat utara lebih besar dari 21° 30’ maka kiblat dari arah selatan dan kalau kurang dari 21° 30’ maka kiblat dari arah utara. e) Jika bujur kurang dari 180°, maka carilah Nisf Qous an-Nahar tempat itu dengan lintang Ka’bah, yaitu 21° 30’ LU. Jika bujurnya sama dengan Nisf Qous an-Nahar maka arah kiblat sekedar lebarnya mail (kemiringan) yang ada yaitu 21° 30’ dan arahnya barat laut apabila bujur tempat itu Bujur timur yang lebih besar dari bujur Ka’bah. Arah kiblat dihitung dari arah timur laut apabila bujur tempat kurang dari bujur Ka’bah. f)
Kalau bujur tempat kurang dari Nisf Qous an-Nahar, selanjutnya bujur itu dijadikan Fadl ad-Dair dan carilah data Irtifa’ dari Fadl ad-Dair, maka simt al-Irtifa’ adalah arah kiblat temapt itu, dan arah kiblatnya ke timur jika tempat itu adalah barat, dan arah kiblatnya ke barat jika tempat itu adalah timur. Kalau tempat itu adalah selatan atau data lintangnya adalah nol atau lintang utara 21° 30’ atau kurang dari 21° 30’ atau lebih dari 21° 30’, sedangkan Irtifa’ yang tidak berarah itu lebih banyak dari Irtifa’ yang dicari maka arah kiblatnya ke arah utara. Kalau lintang tempat utara lebih dari 21° 30’ sedangkan Irtifa’ yang tidak ada arahnya itu lebih sedikit dari pada Irtifa’ yang dicari arahnya maka arahnya azimut itu adalah selatan.
80
g) Kalau beda bujur antara bujur tempat dengan bujur Ka’bah lebih banyak dari Nisf qous an-nahar, maka kelebihannya kurangkan pada data Nisf Qous al-Lail dan kelebihannya dijadikan Fadl adDair. Setelah Fadl ad-Dair diketahui, carilah Irtifa’nya dengan cara yaitu kalau tempat itu di utara dikira-kirakan selatan dan kalau di selatan dikira-kirakan utara. Kemudian cari Simt Irtifa’nya dan caranya pun sebaliknya dari yang atas. Maka hasil dari perhitungan ini adalah arah kiblat. h) Dalam penjelasan poin g di atas, arah Simt utara jika tempat itu utara, atau tempat itu tidak mempunyai lintang, atau lintang selatan 21° 30’, atau kurang dari 21° 30’. Kalau tempat itu selatan lebih dari 21° 30’ maka carilah Irtifa’ al-Ladzi La Simt Lah, kalau lebih banyak dari pada Irtifa’ yang dicari Simt-nya maka arah Simt juga utara. Kalau lebih sedikit maka arah Simt selatan. Kemudian kalau tempat itu berada di baratnya Ka’bah, maka arah kiblatnya ke arah timur dan jika tempat itu berada di timurnya Ka’bah, maka arah kiblatnya ke arah barat.
D. Perbandingan Hisab Arah Kiblat Ad-Durus al-Falakiyyah yang menggunakan
Rubu’
Mujayyab
dengan
Segitiga
Bola
yang
Menggunakan Kalkulator Ilmu pengetahuan yang semakin berkembang, peralatan perhitungan semakin canggih dan menyediakan data yang akurat, sehingga perbandingan dari satu metode dengan metode lainnya sangat perlu. Hal ini untuk
81
mengukur tingkat akurasi dan supaya tahu titik kelemahan antara satu metode dengan metode pembandingnya. Dengan diketahuinya titik kelemahan dari metode itu, supaya ada upaya untuk pengembangan dan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam perbandingan ini, input data dalam perhitungan adalah sama. Penulis menggunakan data-data Ad-Durus al-Falakiyyah yang merupakan objek penelitian. Selain membandingkan dengan input data yang sama, penulis juga membandingkan dengan data-data kontemporer yang tingkat akurasinya sudah tinggi. Hal ini supaya diketahui besarnya perbedaan hasil hisab dan mengetahui besar tingkat akurasinya. Dalam contoh ini, tempat yang akan dicari arah kiblatnya yaitu kota Semarang dengan lintang 07° 00’ LS dan bujur 110° 24’ BT,206 Lintang Ka’bah 21° 30’ dan bujurnya 39° 57’ BT.207 1. Hisab Ad-Durus al-Falakiyyah Langkah hisab Ad-Durus al-Falakiyyah dengan menggunakan alat hitung Rubu’ Mujayyab208 adalah: a)
Mencari Bu’d al-Quthr اﻟﺠﯿﺐ ﻗﺔ ﺟﺔ 19
اﻟﻘﻮس ﻗﺔ ﺟﺔ 7
7 30
40
206
2
21
ﻋﺮض اﻟﺒﻠﺪ ﺳﻤﺎرﻧﺞ ﺟﯿﺒﮫ "اﻟﻤﯿﻞ "ﻛﺈل ﺑﻌﺪ اﻟﻘﻄﺮ
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Semarang: Komala Grafika, 2006, hlm. 213. Muhammad Ma’sum bin Ali, Ad-Durus al-Falakiyyah, Juz III, op. cit, hlm. 52. 208 Rubu' Mujayyab yang digunakan dalam perhitungan ini berukuran 23 cm, yang terbuat dari plastik. 207
82
Mencari Asal Mutlak اﻟﺠﯿﺐ ﺟﺔ
اﻟﻘﻮس ﺟﺔ 90 7 83 ﻗﺔ
اﻟﻘﺎﻋﺪة ﻋﺮض اﻟﺒﻠﺪ ﺳﻤﺎرﻧﺞ ﺗﻤﺎم ﻋﺮض اﻟﺒﻠﺪ ﺳﻤﺎرﻧﺞ ﺟﯿﺒﮫ اﻟﻘﺎﻋﺪة اﻟﻤﯿﻞ "ﻛﺈل" ﺗﻤﺎم اﻟﻤﯿﻞ "ﻛﺈل" اﻷﺻﻞ اﻟﻤﻄﻠﻖ
59 90 21 68
30 30
ﻗﺔ
33
49
55
Mencari Asal Mu’adal
ﻃﻮل اﻟﺒﻠﺪ ﺳﻤﺎرﻧﺞ ﻃﻮل اﻟﺒﻠﺪ ﻣﻜﺔ ﻓﻀﻞ اﻟﻄﻮﻟﯿﻦ اﻷﺻﻞ اﻟﻤﻌﺪّل
اﻟﻘﻮس ﺟﺔ ﻗﺔ 24 110 57 39 27 70
18
اﻟﻘﻮس ﺟﺔ ﻗﺔ
15 90 15 74
50
اﻟﺠﯿﺐ ﺟﺔ 18 2 16
)d
ﻗﺔ 50 40 10
10 10 3
58
41 Mencari Jaib as-Si’ah
ﺗﻤﺎم ﻋﺮض اﻟﺒﻠﺪ ﺳﻤﺎرﻧﺞ ﺟﯿﺐ "ﻛﺈل" ﺟﯿﺐ اﻟﺴﻌﺔ
)c
اﻟﺠﯿﺐ ﺟﺔ ﻗﺔ
Mencari Jaib Irtifa’ as-Simt
اﻷﺻﻞ اﻟﻤﻌﺪّل ﺑﻌﺪ اﻟﻘﻄﺮ ﺟﯿﺐ إرﺗﻔﺎع اﻟﺴﻤﺖ إرﺗﻔﺎع اﻟﺴﻤﺖ اﻟﻘﺎﻋﺪة إرﺗﻔﺎع اﻟﺴﻤﺖ ﺗﻤﺎم إرﺗﻔﺎع اﻟﺴﻤﺖ ﺟﯿﺐ إرﺗﻔﺎع اﻟﺴﻤﺖ
)b
اﻟﻘﻮس ﺟﺔ ﻗﺔ 83
اﻟﺠﯿﺐ ﺟﺔ ﻗﺔ 22 22
38
)e
83
f)
Mencari Ta’dil as-Simt
ﻗﺔ
00 38 38 g)
اﻟﺠﯿﺐ ﺟﺔ
اﻟﻘﻮس ﺟﺔ 83 10 15 ﻗﺔ
02 22 24
ﺗﻤﺎم ﻋﺮض ﺳﻤﺎرﻧﺞ إرﺗﻔﺎع اﻟﺴﻤﺖ ﺣﺼّﺔ اﻟﺴﻤﺖ ﺟﯿﺐ اﻟﺴﻌﺔ ﺗﻌﺪﯾﻞ اﻟﺴﻤﺖ
Mencari Simt al-Qiblah اﻟﺠﯿﺐ ﺟﺔ ﻗﺔ 41 57 38 24
اﻟﻘﻮس ﺟﺔ ﻗﺔ
40
ﺟﯿﺐ ﺗﻤﺎم إرﺗﻔﺎع اﻟﺴﻤﺖ ﺗﻌﺪﯾﻞ اﻟﺴﻤﺖ 24 ﺳﻤﺖ اﻟﻘﺒﻠﺔ
Jadi arah kiblat untuk Semarang berdasarkan perhitungan Rubu’ Mujayyab yang berukuran ±23 cm adalah 24° 40’ yang dihitung dari titik barat ke utara. 2. Hisab Segitiga Bola Segitiga bola adalah segitiga yang dibentuk oleh perpotongan tiga lingkaran besar di kulit bola. Lingkaran besar adalah lingkaran yang berpusat pada titik pusat bola. Kalau salah satu sisinya saja bukan merupakan bagian dari lingkaran yang berpusat pada titik pusat bola, maka tidak bisa dinyatakan segitiga bola.209 Dalam hisab ini menggunakan alat hitung kalkulator Casio fx350ES. Kelebihan dari kalkulator ini adalah input angka lebih banyak daripada Casio fx-350MS atau Karce, dan apabila ada angka di belakang
209
Nabhan Maspoetra, Makalah “Diklat Fasilitator Hisab Rukyat Tingkat Dasar dan Menengah” di Jakarta pada tanggal 29 Juli – 10 Agustus 2008.
84
koma tidak langsung dibulatkan. Dengan demikian, kalkulator ini bisa menampilkan angka dibelakang koma dan lebih teliti. Langkah yang ditempuh dalam hisab ini adalah: Pertama, mencari beda bujur antara bujur Ka’bah dengan tempat. Kedua, masukan angka-angka ke dalam perhitungan dengan menggunakan rumus azimut kiblat.210 Rumus yang digunakan dalam perhitungan ini adalah:211 Tan Q = Tan φM x Cos φT / Sin SBMD – Sin φT / Tan SBMD Keterangan :
φM : Lintang Makkah φT : Lintang Tempat SBMD : Selisih Bujur Mekkah Daerah
Aplikasi perhitungan: Semarang 07º 00’ LS dan 110º 24‘ BT Langkah I : Cari SBMD 110º 24’ – 39º 57’ = 70º 27’ Cara pejet kalkulator Casio fx-350ES: 110º 24’ – 39º 57’ = shift º’” Langkah II : Tan Q = tan 21º 23’ x cos -07º 00’ : sin 70º 27’ – sin -07º 00’ : tan 70º 27’ Cara pejet kalkulator Casio fx-350ES: Shift tan(tan(21º 23’) x Cos((-)07º 00’) : Sin(70º 27’) – Sin((-)07º 00’) : Tan(70º 27’)= shift º’” = 24º 29’ 54”,39 210 211
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, op. cit., hlm. 37. Ibid.
85
Nilai
arah kiblat
berdasarkan perhitungan segitiga
bola
dan
menggunakan alat hitung kalkulator adalah 24º 29’ 54”,39 BU. Arah kiblat dengan menggunakan Rubu’ Mujayyab adalah sebesar 24° 40’ dan dengan menggunakan kalkulator adalah 24º 29’ 54”,39. data ini menghasilkan selisih : Selisih = 24° 40’- 24º 29’ 54”.39 = +0° 10’ 05”,61 BU Jadi selisih perhitungan antara kedua metode ini adalah sebesar +0° 10’ 05”,61 BU. Perhitungan Rubu’ Mujayyab lebih 0° 10’ 05”,61 dari barat ke utara. Sedangkan hasil perhitungan logaritma yaitu 24º 36’ 57” BU, apabila dibandingkan dengan hasil perhitungan Rubu’ Mujayyab adalah: Selisih = 24° 40’ - 24º 36’ 57” BU = +0° 03’ 03” BU Ini perbedaan dengan menggunakan input data yang sama. Adapun jika dihitung dengan data lintang dan bujur Ka’bah yang kontemporer, maka akan menghasilkan perbedaan hasil yang signifikan. Perhitungan dengan data-data kontemporer Menghitung arah kiblat Semarang dengan data lintang 07° 00’ LS dan bujur 110° 24’ BT. Data geografis Ka’bah, Lintang 21° 25’ 21,4” LU dan Bujur 39° 49’ 34”,33 BT.212 Rumus yang digunakan dalam perhitungan ini adalah:213 212
Data ini menurut penelitiannya Gerhard Kaufmann dan sama dengan apa yang ada di Google Earth. Lihat Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, cet. ke-2, 2007, hlm. 206.
86
Tan Q = Tan φM x Cos φT / Sin SBMD – Sin φT / Tan SBMD Keterangan :
φM : Lintang Makkah φT : Lintang Tempat SBMD : Selisih Bujur Mekkah Daerah
Aplikasi perhitungan: Semarang 07º 00’ LS dan 110º 24‘ BT Langkah I : Cari SBMD 110º 24’ – 39º 57’ = 70º 34’ 25”,67 Cara pejet kalkulator Casio fx-350ES: 110º 50’ – 39º 57’ = shift º’” Langkah II : Tan Q = tan 21º 25’ 21”,4 x cos -07º 00’ : sin 70º 34’ 25”,67 – sin -07º 00’ : tan 70º 34’ 25”,67 Cara pejet kalkulator Casio fx-350ES: Shift tan(tan(21º 25’ 21”,4) x Cos((-)07º 00’) : Sin(70º 34’ 25”,67) – Sin((-) 07º 00’) : Tan(70º 34’ 25”,67)= shift º’” = 24º 30’ 31”,74 Nilai arah kiblat dengan data kontemporer dan menggunakan kalkulator adalah 24º 30’ 31”,74. Selisih perhitungan dengan Rubu’ Mujayyab adalah: Selisih = 24° 40’ - 24º 30’ 31”,74 = +0° 09’ 28”,26
213
Lihat footnote no. 61.
87
Untuk mengetahui kemelencengan dari titik utamanya, maka bisa menggunakan persamaan rumus:214 L = Sin J x K x 2π x r 360 Keterangan: L = Jarak di permukaan yang di cari J = Jarak dari kota A dan B K = Besarnya sudut kemelencengan r = jari-jari bumi Adapun rumus untuk mengetahui jarak antara dua tempat di permukaan bumi yaitu:215 Cos d = Sin φT x Sin φK + Cos φT x Cos φK x Cos(λT - λK) Keterangan : φT φK λT λK
= Lintang tempat = Lintang Ka’bah = Bujur tempat = Bujur Ka’bah
Untuk mengetahui jarak antara Semarang dengan Ka’bah, maka aplikasinya adalah: Diketahui: Semarang : Lintang = 07° LS dan Bujur = 110° 24’ BT Ka’bah
: Lintang = 21° 23’ LU dan Bujur = 39° 57’ BT
Cara pejet kalkulator Casio fx-350ES Shift Cos( Sin((-)7°) x Sin(21° 23’) + Cos((-)7°) x Cos(21° 23’) x Cos(110° 24’ - 39° 57’) 214
, Wawancara dengan Slamet Hambali pada tanggal 13 Desember 2010, jam 12.45 WIB di kampus 1 IAIN Walisongo Semarang. 215 Rinto Anugraha, makalah “Jarak di Permukaan Bumi”, hlm. 4. Diposting di http://www.eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/jarak-di-permukaan-bumi.htm. didownload pada tanggal 06 April 2010, jam 10.31 WIB.
88
= 74° 38’ 33”,79 Untuk menjadikan kilometer, maka: = 74° 38’ 33”,79 x 6378,137 km216 = 476081,4836 km. Jadi jarak dari Semarang ke Ka’bah adalah 476081,4836 km. Dari perhitungan di atas, untuk mengetahui jarak kemelencengan dari titik Ka’bah adalah: L = Sin J x K x 2π x r 360 K = +0° 10’ 05”,61
r = 6378,137 km.
J = 476081,4836 KM L = (Sin 476081,4836 x +0° 10’ 05”,61 x 2π x 6378,137)/360 L = 5,947158864 km. dibulatkan menjadi 6 km. Jadi, kemelencengan yang dihasilkan dari perhitungan Rubu’ Mujayyab dari titik yang sebenarnya adalah sebesar ±6 km ke arah utaranya bangunan Ka’bah. E. Signifikansi Rubu' Mujayyab dalam Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah di Era Digitalisasi Ad-Durus al-Falakiyyah merupakan kitab falak yang klasik, yang salah satu bahasannya membahas tentang arah kiblat dengan menggunakan alat hitung klasik juga, yaitu Rubu’ Mujayyab. Rubu’ Mujayyab ini sangat akurat dan bagus pada saat itu, dan sungguh luar biasa alat ini, karena alat
216
6378,137 km adalah jari-jari bumi. Lihat Rinto Anugraha, Ibid.
89
ini memiliki kelebihan dibanding alat hitung yang ada yaitu sebagai alat yang multi fungsi. Ada 3 (tiga) fungsi utama Rubu’ Mujayyab, yaitu:217 1. Sebagai alat hitung 2. Sebagai alat ukur 3. Sebagai tabel astronomi Di era yang sudah maju ini, banyak sekali kemudahan untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik yang sifatnya pribadi atau umum. Ini merupakan salah satu dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini berdampak pula pada bidang ilmu falak. Salah satu hasil kemajuan yang digunakan dalam aplikasi ilmu falak adalah kalkulator. Kalkulator ini merupakan alat yang digunakan untuk menghitung, yang memberikan data secara detail. Terdapat beberapa tipe kalkulator, kalkulator yang bisa digunakan dalam aplikasi perhitungan adalah kalkulator scientific, yaitu yang sudah menyediakan sinus, cosinus, dan tangen.218 Pada zaman dulu sudah terdapat kalkulator manual yaitu Rubu’ Mujayyab. Alat ini merupakan alat hitung yang sangat akurat di masanya dan merupakan alat yang multi fungsi, karena selain digunakan untuk alat hitung, juga digunakan untuk mengukur ketinggian suatu bangunan atau benda langit lainnya. Salah satu aplikasi Rubu’ Mujayyab dalam kitab AdDurus al-Falakiyyah adalah untuk menghitung arah kiblat.
217
Hendro setyanto, Rubu’ Mujayyab, op. cit, hlm. 1. Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, cet. Ke-1, 2004, hlm. 11. 218
90
Di dalam menghitung arah kiblat dengan Rubu’ dilakukan dengan manual, semua langkah dijalankan dengan manual, sehingga ketelitian dari hasib sendiri akan mempengaruhi hasil perhitungannya. Pada zaman sekarang sudah terdapat kalkulator yang digital. Data ditampilkan secara otomatis ketika selesai memasukan data untuk mendapatkan data yang lain. Perhitungan arah kiblat Rubu’ Mujayyab membutuhkan waktu yang lama dan kecermatan, sehingga kalkulator sebagai alat hitung yang membutuhkan waktu yang singkat dan hasilnya pun sangat detail, memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu ini. Selain dari faktor ketelitian alat itu, pemahaman dari siswa/santri yang diajari Rubu’ Mujayyab memerlukan pemahaman yang lebih serius dan mengalami kesulitan. Sangat wajar jika pengajar lebih memilih kalkulator dan meninggalkan Rubu’ Mujayyb, dengan tujuan memudahkan pemahaman dan meningkatkan kualitas anak didik. Selain itu, Rubu’ sudah jarang ditemui karena Rubu’ sudah jarang diproduksi, karena konsumennya sudah jarang.219 Di Madrasah Aliyyah (MA) Qudsiyyah yang masih mempelajari kitab
Ad-Durus
al-Falakiyyah,
dalam
pembelajarannya
sudah
menggunakan kalkulator. Siswa hanya diperkenalkan Rubu’ Mujayyab dalam satu pertemuan saja. Ini bertujuan untuk mengenalkan alat hitung asli yang digunakan oleh kitab Ad-Durus al-Falakiyyah. Pada pertemuan 219
Wawancara dengan M. Syaifudin Lutfi pada tanggal 28 September 2010. Ia adalah pengajar ilmu falak di Madrasah Tsanawiya (MTs) Qudsiyyah, Kudus.
91
berikutnya,
mereka
sudah
menggunakan
kalkulator
dalam
pembelajarannya.220 Diantaranya ada beberapa faktor ditinggalkannya Rubu’ Mujayyab:221 a)
Mengalami kesulitan dalam pembelajaran,
b)
Membutuhkan waktu yang lama dalam menjelaskan,
c)
Hasil perhitungan berupa perkiraan saja tidak sampai pasti,
d)
Data yang ditampilkan dalam Rubu’ hanya bisa diperkirakan sampai data menit,
e)
Komponen-komponen Rubu’ yang mudah rusak. Misalkan Khait yang elastis, sehingga muri tidak tepat diletakkan diatas data yang dimaksud, dan
f)
Hasil perhitungan kurang akurat. Adapun di Madrasah Diniyah (MD) Futuhiyyah Kwagean Kediri,
pembelajaran Ad-Durus al-Falakiyyah masih menggunakan Rubu’ Mujayyab dalam perhitungannya, walaupun tingkat pemahaman siswa masih sedikit. Hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa supaya mampu dan faham cara mengaplikasikan Rubu’ Mujayyab sebagai alat hitung dalam kitab itu dan melestarikan ilmu Rubu’ Mujayyab yang sudah jarang orang yang memahaminya. 222 Kalkulator yang menjadi alat hitung yang sudah akurat juga diajarkan di madrasah ini, tetapi ini merupakan pembelajaran yang ekstra 220
Wawancara dengan Fakhrudin di Madrasah Aliyyah (MA) Qudsiyyah pada tanggal 28 September 2010. Ia adalah guru ilmu falak dan sekaligus sebagai kepala MA tahun 2010. 221 Ibid. 222 Wawancara dengan Rofiq Syadzali pada tanggal 25 Februari 2011 melalui telfon. Ia adalah pengajar ilmu falak di MD Futuhiyyah dan di pondok Fathul ‘Ulum Kwagean, Pare Kediri.
92
bukan dalam jam pelajaran wajib, sehingga para siswa bisa fokus kepada Rubu’ Mujayyab ketika jam pelajaran ilmu falak. Hal ini bertujuan untuk menambah pemahaman siswa dalam aplikasi kalkulator pada rubu’ dan menarik mereka supaya tertarik pada pelajaran ilmu falak ini.223 Dalam beberapa pertemuan, perhitungan dengan menggunakan Rubu’ harus diajarkan. Hal ini dengan tujuan supaya khazanah keilmuan ini tidak hilang. Selain itu menghargai keilmuan ulama-ulama dahulu yang telah menghantarkan pada keilmuan sekarang yang lebih maju ini. Perhitungan dengan Rubu’ Mujayyab jangan diaplikasikan apabila menimbulkan ketetapan hukum. Ketetapan hukum ini akan mengikat, sehingga akan lebih baik apabila menggunakan alat yang sudah akurat.224 Apabila dilihat dari tingkat keakurasian kalkulator jauh lebih baik daripada Rubu’ Mujayyab. Walaupun demikian, masih ada pondok yang mengajarkan ilmu ini. Hal ini dengan berbagai alasan, diantaranya yaitu:225 a) Tabarrukan kepada pengarang kitab Ad-Durus al-Falakiyyah, b) Latar belakang santri yang beragam dan mayoritas dari umum bukan dari eksak, dan c) Latar belakang ustadz yang mengajarkan.
223
Ibid. Wawancara dengan Slamet Hambali pada tanggal 05 Oktober 2010. Ia adalah dosen ilmu falak di IAIN Walisongo, ahli falak Pengurus Besar Nahdlotul Ulama (PBNU), dan anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementrian Agama RI. 225 Wawancara dengan Abdul Moeid Zahid pada tanggal 04 September 2010. Ia adalah ahli falak Gresik bagian Penelitian dan Pengembangan di Pengurus Cabang Nahdlotul Ulama (Litbang PCNU) Jawa Timur, dan anggota Musyawarah Kerja Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementrian Agama RI. 224
93
Pondok atau madrasah yang masih mengajarkan kitab Ad-Durus alFalakiyyah dengan alat hitung aslinya, berarti mereka ikut menjaga dan melestarikan keilmuan ini. Selain itu, mereka menghargai cikal bakal keilmuan kalkulator. Trigonometri kalkulator merupakan pengembangan dari trigonometri Rubu’ Mujayyab. Dengan adanya Rubu’ ini bisa menghasilkan teknologi kalkulator yang memberikan data akurat.226 Di pondok pesantren Fathul ‘Ulum yang merupakan satu yayasan dengan MD Futuhiyyah masih mengajarkan kitab Ad-Durus al-Falakiyyah dengan perhitungan menggunakan Rubu’ Mujayyab. Di pondok ini, para santri diajarkan bagaimana mengaplikasikan Rubu’ Mujayyab dalam perhitungan dan aplikasi Rubu’ dalam praktek rukyah hilal, karena pondok ini memiliki lajnah falakiyah sendiri. Selain itu, pondok ini mempunyai percetakan Rubu’ Mujayyab yang terbuat dari kayu dengan data-data menggunakan kertas yang ditempelkan pada kayu itu.227 Dalam aplikasi perhitungan yang menghasilkan ketetapan hukum, seperti menentukan arah kiblat, perhitungan menggunakan Rubu’ sudah ditinggalkan dan memilih menggunakan kalkulator. Hal ini dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Walaupun Rubu’ Mujayyab ini merupakan alat yang terbaik di masanya, tetapi pada zaman sekarang sudah terdapat alat hitung yang sudah lebih baik dan lebih akurat, maka yang terbaik itulah yang digunakan. Walaupun demikian, Rubu’ Mujayyab
226 227
Wawancara dengan Rofiq Syadzali, loc.cit. Ibid.
94
harus selalu di uri-uri dan dijadikan referensi supaya keilmuan ini tidak hilang ditelan zaman.228
228
Wawancara dengan Slamet Hambali, loc. cit.
BAB IV ANALISIS HISAB ARAH KIBLAT MENGGUNAKAN RUBU' MUJAYYAB A. Analisis Akurasi Rubu’ Mujayyab dalam Perhitungan Arah Kiblat di dalam Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah jika dihitung dengan Perhitungan Segitiga Bola yang Menggunakan Kalkulator Di Indonesia terjadi perkembangan ilmu falak dengan pesat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi, serta meningkatnya peradaban dan sumber daya manusia, termasuk dalam hal arah kiblat. Bermula sebatas hisab dengan metode yang digunakan dalam kitab-kitab klasik, sekarang sudah muncul metode segitiga bola yang menggunakan alat hitung kalkulator, yang akurat, simpel dan sederhana. Salah satu kitab klasik yang membahas tentang hisab arah kiblat adalah Ad-Durus al-Falakiyyah yang ditulis oleh Muhammad Ma’sum bin Ali, Jombang. Kitab ini masih dipelajari di pondok-pondok dan madrasah, diantaranya adalah PP. Al-Mahrusiyyah Lirboyo, PP. As-Salafiyyah Kediri, PP. Fathul Ulum Kediri, MA Qudsiyyah Kudus, dan Madrasah Syafi’iyyah Rembang. Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah merupakan kitab yang membahas arah kiblat dengan alat hitung Rubu‘ Mujayyab. Alat ini merupakan alat bantu dalam perhitungan yang berkembang kurang lebih pada abad ke-7 H sampai
95
96
abad ke-11 H. Alat hitung ini membantu ilmuwan muslim dalam mengembangkan ilmu astronomi, yang salah satunya tentang ilmu falak.229 Jalan perhitungan yang ada dalam kitab itu, yang diaplikasikan dalam Rubu’ sudah menggambarkan sistem trigonometri bola. Hal ini bisa dilihat dalam aplikasi dalam mencari data-data yang diperlukan dalam perhitungan itu. Dengan cara mengkombinasikan data Sittini, Juyub al-Mabsutoh, Juyub al-Mankusah, Khait, dan Muri menggambarkan sistem trigonometri yang digunakan pada zaman sekarang. Trigonometri yang ada sekarang, baik yang manual maupun yang sudah diaplikasikan ke dalam kalkulator merupakan pengembangan dari teori trigonometri awal. Walaupun landasannya sama, antara perhitungan segitiga bola yang merupakan pengembangan trigonometri dulu dengan sistem hisab Ad-Durus al-Falakiyyah, tetapi dalam perhitungan arah kiblat menghasilkan perhitungan yang berbeda. Dari sinilah penulis mencoba menguak lebih lanjut faktor-faktor penyebab perbedaan antara kedua sistem itu, sebesar apakah perbedaan yang dihasilkan
antara
perhitungan
menggunakan
Rubu‘
Mujayyab
dan
menggunakan kalkulator, dan signifikansi Rubu‘ Mujayyab di era digitalisasi ini. Pembahasan secara rinci adalah sebagai berikut: 1) Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah adalah kitab yang ditulis oleh seorang ulama kelahiran desa Maskumambang yaitu Muhammad Ma’sum
229
Hendro Setyanto, Rubu’, Bandung: Pudak Scintific, 2001, hlm. 3.
97
bin Ali. Kitab ini ditulis setelah ia kembali dari Makkah menunaikan ibadah haji pada tahun 1919 M. Sepulang dari ibadah hajinya ini, ia menjadi pintar dalam bidang ilmu falak, padahal sebelumnya ia tidak menonjol dalam bidang ilmu falak, sehingga orang-orang menganggap bahwa ia belajar ilmu falak di Makkah dan diaplikasikan di kapal laut ketika ia perjalanan pulang ke Indonesia.230 Ma’sum Ali adalah seorang ulama yang rajin, tekun, ulet, dan tidak banyak bicara dalam masalah yang kurang penting. Hal ini bisa dilihat dari kebiasaannya yaitu sering berada di kamar menyendiri, Ia keluar hanya untuk keperluan saja. Adapun tentang keilmuan, ia adalah orang yang tidak pandang orang dalam belajar, sehingga diceritakan bahwa ia pernah belajar tentang navigasi dengan acuan sebuah bintang kepada seorang nelayan. Ini menunjukkan bahwa ia adalah orang yang tidak sombong dan menganggap semua orang itu lebih pintar darinya.231 Data-data yang ada di dalam kitab ini ditulis sekitar tahun 1919 M setelah Ma’sum Ali pulang dari Makkah. Pada tahun ini kemajuan dalam bidang keilmuan dan teknologi belum seperti sekarang, sehingga datadatanya tidak seakurat sekarang. Hal ini seperti data geografis yang digunakan dalam kitab ini, baik data geografis Ka’bah maupun tempat data geografis yang tempat yang dicari arah kiblatnya. Walaupun demikian, data geografis itu tidak begitu berbeda dengan data yang ada sekarang. 230
Wawancara dengan Hamnah Mahfudz pada tanggal di PP. Salafiyyah Seblak Jombang pada tanggal 20 Januari 2011. Ia merupakan putri dari Mahfudz Anwar dan cicit dari Ma’sum Ali, dan sebagai pimpinan pondok pesantren Salafiyyah Seblak dan pengasuh Ma’had Ali Konsentrasi Ilmu Falak, meneruskan sang bapak. 231 Ibid.
98
Sebagai contoh data geografis Ka’bah, di dalam kitab Ad-Durus alFalakiyyah menggunakan data lintang Ka’bah = 21° 30’ LU, bujur Ka’bah = 39° 57’ BT.232 Sedangkan data geografis Ka’bah yang sekarang sering digunakan adalah 21° 25’ 21,4” LU dan 39° 49’ 34”,33 BT.233 Ini menunjukkan bahwa data yang digunakan oleh kitab itu berbeda dengan data yang sekarang yang lebih akurat. Dengan berbeda data yang digunakan, maka hasilnya pun akan berbeda. Walaupun demikian, data geografis yang digunakan itu tidak menimbulkan kemelencengan yang besar dalam perhitungan. Buku Almanak Hisab Rukyat yang dikeluarkan oleh Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama menggunakan data geografis Ka’bah sebesar 21° 25’ LU dan 39° 50’ BT.234 Buku Almanak Hisab Rukyat ini dicetak pada tahun 1981 M. Pada tahun ini keilmuan sudah sudah berkembang dan kemajuan pun sudah terasa dampaknya oleh masyarakat. Di dalam kepengurusan BHR Kemenag sendiri sudah terdiri dari beberapa ahli, diantaranya dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pusat, Planetarium dan Observatorium Jakarta, Jawatan Hidro-oseanografi Markas Besar TNI AL, para ahli dari ITB, para Ulama yang ahli dalam Hisab dan Rukyat, para ahli dari IAIN dan para Hakim Agama.235
232
Muhammad Ma’sum bin Ali, Ad-Durus al-Falakiyyah, loc. cit. Data ini menurut penelitiannya Gerhard Kaufmann dan sama dengan apa yang ada di Google Earth. Lihat Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, op. cit., hlm. 206. 234 Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm. 17. 235 Ibid. hlm. 25. 233
99
Dengan susunan seperti ini menunjukan bahwa kepengurusan dalam BHR Kemenag RI sudah maju dan terdiri dari beberapa ahli dibidang agama, astronomi, dan geografi. Dengan demikian penggunaan data geografis Ka’bah sebesar 21° 25’ LU dan 39° 50’ BT melalui pertimbangan dari para ahli dan mereka menganggap data ini masih tepat. Oleh karena itu, data geografis Ka’bah yang ada di dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah tidak begitu berbeda dan melenceng jauh dari titik Ka’bah. Beberapa perbedaan mendasar tentang perhitungan arah kiblat dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah dengan segitiga bola biasa, yaitu: 1.
Cara mencari data Untuk mendapatkan sudut arah kiblat dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah harus menempuh jalan yang panjang setelah lintang dan bujur tempat sudah diketahui, baik lintang tempat yang dihitung arah kiblatnya maupun lintang dan bujur tempat Ka’bah. Dimulai dengan mencari data Bu’d al-Qutr, Asal al-Mutlak, Asal al-Mu’addal, Irtifa‘ as-Simt, Jaib as-Si’ah, Ta’dil as-Simt, dan Simt al-Qiblah.236 Semua langkah ini harus ditempuh satu persatu, karena satu sama lain saling berkaitan. Pada dasarnya rumus arah kiblat yang ada dalam kitab ini sudah termasuk kepada segitiga bola, hanya saja trigonometrinya masih dalam aplikasi alat hitung Rubu’ Mujayyab yang manual,
236
Muhammad Ma’sum bin Ali, Ad-Durus al-Falakiyyah, Surabaya: Sa’ad bin Nashir bin Nabhan, Juz I, 1992, hlm. 11.
100
sehingga hasil dari perhitungannya masih mengira-ngira, yang mengakibatkan kurang akurat pada hasil itu sendiri. Seorang hasib yang melakukan perhitungan manual akan menghasilkan perhitungan yang berbeda dengan hasib lainnya yang manual juga. Hal ini disebabkan tingkat ketelitian diantara hasib itu sendiri berbeda. Selain dari sisi seorang hasib, dari alat yang digunakan
pun
akan
mengakibatkan
perbedaan
dalam
hasil
perhitungan. Hal ini disebabkan instrumen Rubu’ yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya, sebagai contoh instrumen Khait dan Muri yang digunakan dalam Rubu’ itu. Apabila Khait itu terbuat dari benang biasa, yang digunakan untuk menjahit,
maka sangat
dimungkinkan perbedaan hasil
perhitungan akan terjadi. Hal ini disebabkan benang biasa itu sifatnya elastis dan mudah memanjang dari aslinya apabila ditarik secara kencang. Hal ini berbeda apabila Khait itu terbuat dari bulu ekor kuda yang panjang. Bulu ekor kuda ini sifatnya konstan tidak elastis, sehingga digunakan oleh siapa pun akan menghasilkan data yang sama jika hasibnya itu sama-sama teliti.237 Rubu’ yang berkembang di Indonesia terbuat dari berbagai bahan yang berbeda, ada yang terbuat dari kayu, plastik, dan kuningan. Data-data yang ada di Rubu’ yang terbuat dari kayu
237
Wawancara dengan Abdul Moeid Zahid pada tanggal 04 September 2010. Ia adalah ahli falak Gresik bagian Penelitian dan Pengembangan di Pengurus Cabang Nahdlotul Ulama (Litbang PCNU) Jawa Timur, dan anggota Musyawarah Kerja Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementrian Agama RI.
101
menggunakan kertas sebagai medianya. Apabila sering terkena tangan dan air, maka kertas itu akan berubah menjadi kusam dan datadatanya menjadi kurang jelas. Hal ini akan menghasilkan perbedaan dalam perhitungan. Berbeda halnya dengan Rubu’ yang terbuat dari bahan plastik dan kuningan, sehingga tidak mudah hilang dan lebih jelas. Dengan demikian, bahan dasar Rubu’ juga mempengaruhi hasil perhitungan. Berbeda dengan perhitungan dengan segitiga bola biasa yang sudah bisa diaplikasikan dengan kalkulator. Dalam perhitungan ini membutuhkan 3 (tiga) titik, yaitu:238 a)
Titik A yang dalam hal ini yaitu lokasi yang akan dihitung arah kiblatnya.
b) Titik B yang dalam hal ini adalah Ka’bah. c)
Titik C yaitu terletak di titik kutub utara. C a
b
B c A Gambar 1. Data yang diperlukan hanya menentukan lintang dan bujur Ka’bah dan tempat yang akan dihitung arah kiblatnya. Setelah itu
238
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, cet. ke-1, 2004, hlm. 54.
102
dicari perbedaan bujur tempat dengan Ka’bah, kemudian data-data itu dimasukkan ke dalam rumus yang sederhana, yaitu:239 Tan Q = Tan φM x Cos φT / Sin SBMD – Sin φT / Tan SBMD Keterangan : Q = Sudut arah kiblat φM = Lintang Ka’bah φT = Lintang tempat yang dicari arah kiblatnya SBMD = Selisih bujur Ka’bah dengan tempat Dengan rumus ini, sudut arah kiblat sudah bisa diketahui besarnya dari titik barat ke utara dan berlaku di Indonesia. Rumus arah kiblat yang global yaitu: Cotan Q = Tan φM x Cos φT / Sin C – Sin φT / Tan C Keterangan : Q = Sudut arah kiblat φM = Lintang Ka’bah φT = Lintang tempat yang dicari arah kiblatnya C = Selisih bujur Ka’bah dengan tempat Cara mencari nilai C adalah sebagai berikut:240 a) Jika λ = 00° 00’ s.d 39° 50’ BT maka C = 39° 50’ - λX b) Jika λ = 39° 50’ s.d 180° 00’ BT maka C = λX - 39° 50’ c) Jika λ = 00° 00’ s.d 140° 10’ BB maka C = λX + 39° 50’ d) Jika λ = 140° 10’ s.d 180° 00’ BB maka C = 320° 10’ - λX Nilai 39° 50’ BT adalah nilai bujur Ka’bah yang digunakan dalam bukunya Muhyidin Khazin, sehingga acuan dalam rumus ini adalah sebesar 39° 50’ BT. Begitu juga dengan 140° 10’ BB adalah
239
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Semarang: Komala Grafika, 2006, hlm. 37. λ (baca lambda) adalah bujur tempat. Lihat Muhyidin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, op. cit, hlm. 56. 240
103
nilai kebalikan dari bujur Ka’bah, yang diambil dengan cara 180° 00’ - 39° 50’ = 140° 10’ BB. Dengan demikian, apabila data bujur Ka’bah yang digunakan itu berbeda dengan 39° 50’ BT, misalkan yang sering digunakan sekarang adalah 39° 49’ 34”,33 BT,241 maka nilai 39° 50’ BT diganti dengan nilai 39° 49’ 34”,33 BT dan kebalikan dari bujurnya pun berubah menjadi: 180° 00’ - 39° 49’ 34”,33 = 140° 10’ 25”,67 BT. Begitu juga dengan data 320° 10’ adalah hasil pengurangan dari 360° - 39° 50’ = 320° 10’ BB. Apabila data bujur menggunakan 39° 49’ 34”,33, maka menjadi 360° - 39° 49’ 34”,33 = 320° 10’ 25”,67 BB. 2.
Data yang digunakan Perhitungan arah kiblat dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah menggunakan data yang lama dan segitiga bola menggunakan data kontemporer. Hal ini sangat wajar, karena kitab ini ditulis pada zaman yang sangat berbeda dalam keadaan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Walaupun demikian, kitab ini sudah sangat bagus, karena sudah bisa menentukan arah kiblat dengan tingkat perbedaan yang tidak begitu besar dengan metode perhitungan yang berkembang sekarang.
3.
Alat perhitungan yang digunakan Alat hitung yang digunakan dalam kitab Ad-Durus alFalakiyyah adalah Rubu’ Mujayyab. Peralatan hitung ini masih
241
Lihat footnote no. 5.
104
manual dan klasik, sehingga harus membutuhkan waktu yang lama dan ketelitian hasib dalam perhitungannya. Adapun segitiga bola yang biasa menggunakan alat hitung kalkulator yang digital, sudah terprogram dengan baik dengan tampilan data yang sangat detail. 2) Rubu‘ Mujayyab Rubu’ Mujayyab adalah sebuah alat yang berguna untuk menghitung, mengukur dan berisi tabel astronomis, bentuknya seperempat dairoh.242 Alat ini sangat berguna untuk membantu memcahkan dalam sebuah perhitungan yang berkaitan dengan segitiga bola dan trigonometri. Alat ini berkembang di lingkungan pondok pesantren yang mempelajari ilmu falak, karena sebelum ditemukannya kalkulator perhitungan dalam ilmu falak menggunakan alat ini. Hal ini bisa dilihat dalam sebuah kitab yang mempelajari tentang awal waktu salat dan arah kiblat, yaitu kitab AdDurus al-Falakiyyah yang dikarang oleh Ma’sum Ali. Konsep trigonometri Rubu’ Mujayyab berdasarkan kepada hitungan Sexagesimal ( hitungan yang berdasar kepada bilangan 60), dimana sin 90° = cos 0° = 60 dan sin 0° = cos 90° = 0.243 Berbeda halnya dengan trigonometri yang biasa digunakan, yang sudah terprogram pada kalkulator. Trigonometri kalkulator ini berdasarkan kepada bilangan biasa yaitu 1. Dalam aplikasinya berlaku sin 90° = cos 0° = 1 dan sin 0° = cos 90° = 0. Sehingga perbandingan trigonometri kalkulator dengan Rubu’
242 243
Badan Hisab dan Rukyat Kemenag RI, op. cit, hlm. 132. Hendro setyanto, op. cit, hlm. 5.
105
Mujayyab menjadi 60:1.244 Dengan demikian, nilai yang diperoleh melalui perhitungan Rubu’ Mujayyab harus dibagi dengan nilai 60 agar memperoleh nilai yang sesuai dengan perhitungan kalkulator. Gambaran trigonometri dalam Rubu’ Mujayyab adalah sebagai berikut: 4) Sinus Sinus didefinisikan sebagai perbandingan sisi segitiga yang ada di depan sudut dengan sisi miring (dengan catatan bahwa segitiga itu adalah segitiga siku-siku atau salah satu sudut segitiganya 90°).245 Untuk mengetahui nilai sinus (jaib) pada Rubu’ Mujayyab dari sebuah sudut (CMB) dapat dibaca langsung pada sisi al-Sittini.246 Perhatikan gambar dibawah ini : A
Gambar 2.
x
M
C
y B
Pada gambar di atas nilai sinus CMy adalah Mx, yaitu nilai yang dihitung dari awal markaz (M) sampai pada nilai yang berada di x. 5) Cosinus Di dalam matematika, cosinus diartikan sebagai perbandingan sisi segitiga yang terletak di samping sudut dengan sisi miring (dengan catatan bahwa segitiga itu adalah segitiga siku-siku atau salah satu 244
Ibid. W. M. Smart, Tektbook on Spherical Astronomy, New York: Cambridge University Press, Edisi ke-6, 1980, hlm. 9. 246 Hendro Setyanto, Rubu' al-Mujayyab, loc. cit. 245
106
sudut segitiganya 90°).247 Adapun nilai cosinus dalam Rubu’ adalah Tamam al-Jaib merupakan sudut yang didefinisikan sebagai sinus dari bagian sudut tersebut.248 Perhatikan gambar di bawah: x x
B
C
M
y A
Gambar 3. Pada gambar di atas, nilai cosinus suatu nilai dihitung dari markaz (titik M) ke arah Tamam al-Jaib (y). Sebagai contoh nilai cosinus CMA = data yang dihitung dari M ke y. 6) Tangen Di dalam matematika, tangen diartikan sebagai perbandingan sisi segitiga yang ada di depan sudut dengan sisis segitiga yang terletak di sudut (dengan catatan bahwa segitiga itu adalah segitiga siku-siku atau salah satu sudut segitiganya 90°).249 Nilai tangen dan cotangen pada Rubu’ Mujayyab bisa dihitung, yaitu dengan mendefinisikan fungsinya. 250 Dari konsep matematis di atas, rumus arah kiblat Rubu’ Mujayyab dapat diturunkan ke dalam persamaan trigonometri biasa, yaitu:
247
W. M. Smart, op.cit, hlm. 9. Hendro Setyanto, op. cit, hlm. 7 249 W. M. Smart, op.cit, hlm. 13. 250 Hendro Setyanto, op. cit, hlm. 8. 248
107
1.
Bu’d al-Quthr §
A
Sin Φ = cos (90- Φ) = KQ MK KQ
P
M
MK = R (600)251 T
E
= MK. Sin Φ
Jadi, MT = R. Sin Φ ------------ (1) §
Sin δ = cos (90- δ) Q
= TU MT MT
K B
= MP
Sin δ = TU MP Sin δ = TU R. Sin Φ TU
= R. Sin Φ . Sin δ
Jadi, TU= R. Sin Φ . Sin δ …………….. (2) 2.
Asal al-Muthlak §
Cos Φ = sin (90- Φ)
S
A
M
= TU MT
(90- )
MT = R (600)
(90- ) T
Cos Φ = TU R TU
= R. Cos Φ
TU
= MS
MS
= R. Cos Φ
U P
Q
B
Jadi, TU = R . Cos Φ §
Cos δ = sin (90- Φ) = PZ MP MP
251
= MS
Nilai 60 ini merupakan ketetapan bahwa jarak dari markaz ke qous adalah 60, ke awal atau akhir qous.
108
Cos δ = PZ R. Cos Φ PZ
= R. Cos Φ Cos δ
Jadi PZ = R . Cos Φ. Cos δ 3.
Asal al-Muaddal §
Cos γ = Sin (90-γ)
A
T
P
M
Sin (90-γ) = KQ MK Cos γ = KQ MK K
MK
= MT, Sehingga
KQ
= Cos γ x MT
Q
B
4.
Irtifa’ as-Simti §
P
A
M
Sin ά = KQ MK KQ = MP MK = R, Sehingga: Sin ά = MP R ά
= Irtifa’ as-Simt
MP
= Jaib Irtifa’ As-Simt
R
= Jari-Jari (600)
Q K B
Sin Irtifa’ As-Simt = Jaib irtifa’ As-Simt 600 A
§
Sin β = KQ MK
S
P
M
M
T
U
KQ = MP (90- )
MK = R Sin S x R
= MP
MP
= Sin S x R
MP
= Jaib Tamam Irtifa’ As-Simt
S
= Tamam Irtifa’ As-Simt
R
= Jari-jari (600)
K
Q
B
109
Jaib Tamam Irtifa’ 5.
= Sin Tamam Irtifa’ x 600
Jaib as-Sa’ah §
Sin Φm
= KQ MK
MK
=R
KQ
= Sin Φm R
S
A
P
M
Q K
Sin (90- Φm) = TU MT TU = KQ MT = MS, Sehingga B
§
Sin (90- ΦX) = KQ MS Cos ΦX
= Sin Φm R MS
MS
= Sin Φm R Cos ΦX
Jadi Jaib as-Si’ah adalah 6.
= Sin Φm R Cos ΦX
Hissoh as-Simt §
Cos β
= MQ MK
Cos (90- β)
= MP MK
Sin β
= MP MK
MK
= MP Sin β
Cos β
= MQ MP Sin β
Cos β x MP = MQ Sin β MQ
= MP x Cos β Sin β
MQ
= Hissoh as-Simti
A
P
M
Q K
B
110
MP
= Irtifa’ as-Simti
β
= Tamam ‘ard al-balad
Hissoh as-simt = Irtifa’ as-simt x Cotg Tamam Ard al-balad 7.
Simt Al-Qiblat §
A
T
P
M
Sin γ = KQ MK KQ = MP MK = MT, Sehingga Sin γ = MP MT Sin Simt al-Qiblah
Q
K
B
= Ta’dil as-Simt Jaib tamam Irtifa’ As-Simt
Adapun beberapa perbedaan yang mendasar antara alat hitung Rubu‘ Mujayyab dengan kalkulator adalah sebagai berikut : 1. Metode Menghitung Di dalam mencari suatu data, proses perhitungan antara Rubu‘ dengan kalkulator terdapat perbedaan yang signifikan. Rubu‘ merupakan alat hitung peninggalan zaman dulu yang kemajuan teknologinya masih belum berkembang seperti sekarang, sehingga model input data masih manual. Kombinasi dari beberapa instrumen Rubu‘ itu akan menghasilkan data yang dicari. Jadi untuk mendapatkan data yang diperlukan, dicari dengan manual dan mandiri,
sehingga
hasilnya
tergantung
kepada
orang
yang
menghitung. Berbeda dengan kalkulator, sistem yang digunakan dalam alat hitung ini sudah terprogram dengan baik, digital dan instan. Seorang
111
hasib hanya memasukan nilai untuk mendapatkan data yang dicari dengan mudah, kemudian memejet tombol yang sudah tersedia dan sesuai dengan nilai pembantu untuk mendapatkan hasil yang dicari. 2. Tampilan data Rubu’ Mujayyab yang merupakan alat hitung tradisional dan manual, secara otomatis menampilkan data yang manual juga. Display data akan ditampilkan sesuai dengan ketelitian orang yang menghitung. Seberapa besar ketelitian dan kejelian orang yang menghitung, sebesar itu pula keakurasian data yang dihasilkan, karena data yang diberikan oleh Rubu‘ tergantung kepada orang yang menghitung. Kalkulator yang merupakan alat hitung zaman sekarang sudah didesain dengan rapi dan teruji, memberikan hasil yang maksimal. Hal ini disebabkan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Tampilan kalkulator sangatlah lengkap, karena meliputi nilai terkecil yaitu sampai detik.
Adapun Rubu’ Mujayyab
menampilkan data hanya derajat saja, data menit didapatkan dengan cara mengira-ngira. Walaupun demikian, Rubu’ Mujayyab harus selalu dijaga dan dipelajari, karena alat ini merupakan bukti keseriusan umat terdahulu
112
untuk menciptakan sarana ilmu falak untuk keperluan ibadah yang lebih sempurna.252 Perbedaan
hasil
perhitungan
Rubu’
Mujayyab
dengan
kalkulator menunjukkan tingkat akurasi masing-masing alat hitung ini. Perbedaan hasil perhitungan menggunakan Rubu’ Mujayyab lebih besar +0° 18’ 05”,61 daripada perhitungan dengan kalkulator. Besarnya kemelencengan ini apabila di jadikan satuan kilometer, maka akan mendapatkan nilai 10,66081329 km dari titik Ka’bah ke arah utara. Secara fiqh, kemelencengan +0° 10’ 05”,61 atau ±6 km dari titik Ka’bah tidak begitu bermasalah, karena masalah ini merupakan masalah ibadah yang sifatnya ijtihadi dan jauhnya ±6 km dari titik Ka’bah masih termasuk di daerah tanah Haram, masih ada kemungkinan benar.253 Besarnya kemelencengan +0° 10’ 05”,61 masih termasuk kepada kriteria toleransi, sebagai mana dikatakan oleh Sugeng. Toleransi kemelencengan kiblat menurut Sugeng adalah sekitar 2° s.d 3°. Hal ini sesuai dengan pengalamannya ketika meluruskan kembali arah kiblat di Solo.254
252
Wawancara dengan Sofwan Jannah melalui email pada tanggal 08 Januari 2010. Ia merupakan dosen ilmu falak di UII (Universitas Islam Indonesia) Jogjakarta. 253 Wawancara dengan Aqil Fikri pada tanggal 13 Oktober jam 9:46 WIB melalui chating. Ia adalah ahli falak Jawa Timur, dan aktif di Lajnah Falakiyyah Nahdlotul Ulama (LFNU) Jawa Timur bagian bendahara. 254 Wawancara dengan Sugeng melaui email pada tanggal 08 Januari 2011. Ia adalah guru fisika di Sekolah Menengah Atas (SMA) 1 Muhammadiyyah Jogjakarta dan guru ilmu falak di Pondok Pesantren As-Salaam, dan sekaligus pembina di CASA (Community Astronomy of Santri as-Salaam).
113
Walaupun demikian, apabila sekarang sudah ada peralatan yang sudah bagus dan teruji keakurasiannya, mengapa masih menggunakan peralatan yang kurang tepat. Untuk sekarang dan seterusnya, alangkah baiknya menggunakan alat hitung yang sudah akurat dan memberikan hasil yang detail, karena hal ini kaitannya dengan ibadah mahdoh. Alat hitung Rubu’ Mujayyab bisa digunakan apabila tidak ada hubungannya dengan ketetapan hukum, seperti arah kiblat dan waktu salat.255 Rubu’ Mujayyab pada dasarnya masih bisa digunakan secara akurat apabila seorang hasib itu adalah orang yang profesional. Selain itu, Rubu’ itu sendiri harus bagus, baik dari bahannya dan tampilan datanya dibuat lebih rinci, sehingga dalam pencarian data mudah didapatkan dan jelas. 256 3) Perbandingan hasil perhitungan Di dalam ilmu falak sudah berkembang beberapa alat perhitungan yang bisa digunakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan dalam perhitungan. Di antaranya ada beberapa alat/cara perhitungan yang berkembang dan digunakan dalam ilmu falak, yaitu kalkukator, daftar logaritma, dan Rubu’ Mujayyab. Beberapa perbandingan antara Rubu’ Mujayyab dengan alat/cara hitung lainnya:
255
Wawancara dengan Slamet Hambali, pada tanggal 05 Oktober 2010. Ia adalah dosen ilmu falak di IAIN Walisongo, ahli falak Pengurus Besar Nahdlotul Ulama (PBNU), dan anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Kemenag RI 256 Wawancara dengan Sugeng, loc, cit.
114
a. Perbandingan
hasil
perhitungan
Rubu’
Mujayyab
dengan
kalkulator Perbandingan antara satu cara dengan cara lain merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Hal ini terbukti pada hasil perhitungan antara alat hitung Rubu’ Mujayyab dengan kalkulator. Hasil perhitungan dengan menggunakan kalkulator adalah 24º 29’ 54”,39 BU, dan hasil perhitungan dengan menggunakan Rubu’ adalah 24º 40’ BU, data ini menghasilkan selisih : Selisih = 24° 40’- 24º 29’ 54”.39 = +0° 10’ 05”,61 BU Jadi selisih perhitungan antara kedua metode ini adalah sebesar +0° 10’ 05”,61 BU. Perhitungan Rubu’ Mujayyab lebih 0° 10’ 05”,61 dari barat ke utara. Dengan demikian, alat hitung yang sudah terprogram dengan baik dan teruji keakuratannya akan menghasilkan nilai yang akurat daripada menggunakan alat hitung yang manual. b. Perbandingan
hasil
perhitungan
Rubu’
Mujayyab
dengan
logaritma Hasil perhitungan menunjukan bahwa antara kedua cara ini menghasilkan data yang berbeda. Hal ini disebabkan faktor ketelitian dan keakurasian data yang digunakan. Hasil perhitungan Rubu’ Mujayyab adalah sebesar 24° 40’ BU dan hasil perhitungan logaritma adalah 24º 36’ 57” BU, apabila dikomparasikan akan menghasilkan:
115
Selisih = 24° 40’ - 24º 36’ 57” BU = +0° 03’ 03” BU Perhitungan Rubu’ menghasilkan +0° 03’ 03” BU lebih besar dari perhitungan logaritma. Besarnya nilai +0° 03’ 03” masih lebih kecil dibandingkan dengan kalkulator, hal ini karena dilatar belakangi alat yang digunakan. c. Perbandingan hasil perhitungan Rubu’ Mujayyab dengan Rubu’ Mujayyab Rubu’ Mujayyab yang berkembang di Indonesia berukuran ±23 cm. Salah
satu
tujuannya
untuk
memudahkan
seseorang
untuk
menggunakan dan membawanya. Jika dibandingkan antara Rubu’ Mujayyab yang berukuran ±23 cm tersebut dengan Rubu’ Mujayyab yang berukuran ±60 cm, ternyata akan menghasilkan perbedaan pula dalam hasil hitungannya. Hasil perhitungan Rubu’ Mujayyab yang berukuran ±23 cm adalah sebesar 24° 40’ BU dan hasil perhitungan Rubu’ Mujayyab yang berukuran ±60 cm adalah 24º 35’ BU. Apabila dikomparasikan kedua hasil perhitungan ini akan menghasilkan perbedaan: Selisih = 24º 40’ - 24º 35’ = +0º 05’ Selain dari ukuran yang berbeda, kepekaan seorang hasib dengan hasib lainnya berbeda-beda pula, sehingga akan menimbulkan perbedaan dalam menentukan hasilnya. Sebenarnya perhitungan tipe
116
Rubu’ Mujayyab yang berukuran sedang dengan kualitas yang sama, apabila dihitung oleh hasib yang berbeda, sangat dimungkinkan akan menghasilkan perhitungan yang berbeda. Hal ini disebabkan ijtihad mereka dalam menentukan angka dalam Rubu’ berbeda, dan kemungkinan ketelitiannya berbeda, sehingga perbedaan dalam hasil perhitungan sangat mungkin. Dilihat dari perbandingan di atas, ternyata perhitungan dengan Rubu' Mujayyab menghasilkan data yang tidak akurat untuk zaman sekarang, karena sudah terdapat alat perhitungan yang sudah digital. Dengan demikian, alat perhitungan ini tidak boleh digunakan untuk aplikasi yang menimbulkan ketetapan hukum, seperti waktu salat dan arah kiblat. Adapun aplikasi itu dalam rangka pembelajaran, maka sangat dianjurkan karena hal itu bisa menambah pengetahuan siswa atau santri dan bisa mempertahankan keilmuan ini. B. Analisis Signifikansi Rubu’ Mujayyab dalam Kitab Ad-Durus alFalakiyyah di Era Digitalisasi Rubu’ Mujayyab merupakan alat hitung yang berkembang pada abad ke-7 H sampai abad ke-11 H, diantara tokohnya adalah al-Khawarizmi (770840 H) dan Ibn Shatir (abad ke-11 H).257 Alat hitung ini sangat membantu dalam perkembangan ilmu falak, karena bisa digunakan untuk menghitung data-data yang berkaitan dengan ilmu falak, seperti menghitung ketinggian
257
Hendro Setyanto, Rubu’’ Mujayyab, loc. cit.
117
benda-benda langit, menghitung awal waktu salat, menghitung arah kiblat, dan lain sebagainya. Alat hitung yang merupakan peninggalan zaman dulu ini mempunyai kelebihan dibandingkan kalkulator atau alat hitung biasa. Disamping itu terdapat juga kekurangannya, karena pada saat itu teknologi belum secanggih sekarang. Di antara kelebihan dan kekurangan Rubu’ Mujayyab adalah: Kelebihan yang terdapat dalam Rubu’ Mujayyab a. Rubu’ Mujayyab merupakan sebuah alat yang multi fungsi, tidak hanya sebagai alat menghitung biasa saja seperti kalkulator, tetapi bisa digunakan untuk menghitung ketinggian benda langit, tinggi tempat, tinggi tiang, dan kedalaman sebuah sumur. b. Rubu’ Mujayyab merupakan alat yang memberikan tabel astronomis, sehingga bisa digunakan untuk mencari deklinsi matahari dan data astronomi lainnya. Kekurangan yang terdapat dalam Rubu’ Mujayyab Diantara kelemahan yang terdapat di dalam Rubu’ Mujayyab yaitu: a. Data yang ditampilkan pada alat ini tidak detail, hanya data derajat saja. b. Dalam penentuan data dan pengambilannya tergantung pada kecermatan hasib, karena alat yang digunakan adalah Rubu‘ Mujayyab yang ketelitian alatnya masih kurang baik.
118
c. Susunan dari rumus mencari arah kiblat masih terpisah-pisah, tidak menjadi satu kesatuan, atau satu jalan, sehingga dalam mencari arah kiblat itu harus mencari data satu persatu. Pada zaman sekarang, posisi Rubu’ Mujayyab sama halnya dengan posisi kalkulator, yaitu sebagai alat bantu hitung. Kalkulator sebagai alat hitung yang memberikan hasil secara detail, mudah dalam aplikasi perhitungan, dan akurat. Alat ini memberikan kontribusi bagi perkembangan hisab dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah. Hal ini disebabkan Rubu’ Mujayyab yang merupakan alat hitung dalam kitab ini sudah mulai ditinggalkan dan beralih ke kalkulator, baik dalam pembelajaran maupun dalam aplikasi di lapangan. Di antara madrasah yang beralih dari Rubu’ Mujayyab ke kalkulator adalah Madrasah Aliyah (MA) Qudsiyyah. Di Madrasah ini, pelajaran kitab Ad-Durus al-Falakiyyah sudah menggunakan kalkulator dalam aplikasi perhitungannya. Rubu’ Mujayyab yang merupakan alat hitung asli kitab ini diperkenalkan kepada siswa hanya dalam satu pertemuan saja. Dari penuturan pengajarnya, bahwa mengajar dengan kalkulator dan Rubu’ sangat berbeda sekali, baik dalam perhitungannya maupun tingkat pemahaman siswa terhadap aplikasi perhitungan itu sendiri. Apabila pengajaran menggunakan Rubu’, semua siswa sangat dituntut untuk teliti dan mengerahkan semua fikirannya untuk fokus. Hal ini disebabkan siswa sangat kesulitan untuk memahami cara pengerjaan dengan Rubu’. Selain itu, hasil
119
perhitungan dengan alat ini sangat berbeda dengan kalkulator. Tingkat keberhasilannya pun sangat sedikit, berkisar 5% saja.258 Berbeda halnya dengan menggunakan alat hitung kalkulator, semua siswa sangat mudah memahami pelajaran itu, sehingga tingkat keberhasilan dalam pembelajaran sampai 95% lebih. Ini membuktikan bahwa dalam aplikasi Rubu’ memerlukan waktu yang lama dalam pembelajaran dan memahami pelajaran itu. Juga dengan kalkulator ini semua siswa bisa lebih cepat dalam pengerjaannya. Di
Madrasah
Diniyah
(MD)
Futuhiyyah
Kwagean
Kediri,
pembelajaran Ad-Durus al-Falakiyyah masih menggunakan Rubu’ Mujayyab dalam perhitungannya. Hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman aplikasi Rubu’ Mujayyab kepada siswa, baik dalam perhitungan maupun aplikasi. Hal ini tidak lain untuk melestarikan ilmu Rubu’ yang sudah jarang dipelajari.259 Di pondok Fathul ‘Ulum Kediri juga masih diajarkan Rubu’ Mujayyab. Pondok ini masih satu yayasan dengan MD Futuhiyyah, sehingga greget untuk mengembangkan ilmu falak masih ada. Hal ini bisa dilihat dengan adanya percetakan Rubu’ Mujayyab yang terbuat dari kayu di pondok itu. Selain itu, pondok ini memiliki lajnah falakiyyah sendiri, sehingga Rubu’ Mujayyab masih diajarkan.260
258
Wawancara dengan M. Syaifudin Lutfi pada tanggal 28 September 2010. Ia adalah pengajar Ad-Durus al-Falakiyyah di Madrasah Aliyah (MA) Qudsiyyah, Kudus. 259 Sekolah Madrasah Diniyyah (MD) ini tingkatannya seperti Madrasah Aliyyah (MA). Wawancara dengan Rofiq Syadzali pada tanggal 25 Februri 2011 melalui telfon. Ia merupakan pengajar ilmu falak di sekolah tersebut. 260 Ibid.
120
Adanya perubahan dan perkembangan, baik dalam keilmuannya maupun alat yang digunakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan dalam ilmu ini membuktikan bahwa keilmuan di masyarakat sudah maju dan berkembang. Selain itu masyarakat tahu mana yang lebih akurat dan memberikan hasil yang bagus. Walaupun demikian, keilmuan Rubu’ Mujayyab harus tetap diuri-uri dan dipelajari lagi, supaya tidak hilang ditelan zaman, dan bisa dikembangkan menjadi lebih baik. Menurut Slamet Hambali, Rubu’ Mujayyab masih harus dipelajari, tidak ditinggalkan begitu saja. Setidaknya bisa dipisahkan antara praktikum, pembelajaran di kelas dan aplikasi yang mengakibatkan ketetapan hukum. Untuk praktikum yang merupakan bagian dari pembelajaran, menggunakan Rubu’ tidak ada masalah, bahkan itu lebih diutamakan, sehingga bisa mengembangkan keilmuan ini, dan bisa mengetahui kelemahan dan kelebihan dari alat ini.261 Berbeda halnya apabila aplikasi itu menghasilkan sebuah ketetapan hukum, misalnya untuk menentukan arah kiblat dan menghitung awal waktu salat, ini lebih baik menggunakan kalkulator atau alat hitung lainnya yang lebih akurat daripada Rubu’. Hal ini untuk mendapatkan hasil yang akurat dan maksimal. Rubu’ merupakan alat yang canggih dan sangat bagus pada zamannya, tetapi untuk zaman sekarang sudah terdapat alat hitung yang lebih
261
Wawancara dengan Slamet Hambali, loc. cit.
121
bagus dan akurat, sehingga lebih mengutamakan alat yang sekarang memiliki tingkat akurasi tinggi.262 Pada zaman sekarang yang serba digital dan instan ini, akses untuk menyempurnakan dalam ibadah sangat mudah. Dengan adanya softwer untuk penentuan awal bulan hijriah, awal waktu salat, dan arah kiblat, dan masih banyak lagi softwer-softwer yang mendukung dalam ibadah umat islam. Walaupun demikian, pembelajaran yang manual sangat perlu dipelajari dan dikembangkan, hal ini bertujuan untuk : 1.
Melestarikan keilmuan cikal bakal dari keilmuan itu. Dalam hal ini berarti melestarikan keilmuan ilmu falak dalam menghitung arah kiblat dengan menggunakan alat hitung Rubu’ Mujayyab.
2.
Perhitungan manual merupakan pondasi dalam perhitungan digital, sehingga berguna untuk mengontrol program-program yang sudah digital apakah masih sesuai dengan teori atau ada data yang error.
3.
Melestarikan cikal bakal keilmuan dan menjaganya dengan cara mempelajari dan mengembangkannya sebagai khazanah keilmuan, karena program yang dihasilkan merupakan pengembangan dari perhitungan yang manual. Fasilitas yang sangat maju sudah berkembang begitu pesatnya. Alat
bantu dalam perhitungan pun ikut berkembang baik berupa softwer maupun alat hitung lainnya. Walaupun demikian, distribusi dari hasil kemajuan ini tidak merata sampai kepada masyarakat biasa, sehingga mereka tidak bisa
262
Ibid.
122
menikmati kemajuan ini. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang mereka miliki dan banyak fasilitas yang kurang mendukung. Sebagai contoh softwer Mawaqit yang berguna untuk mencari nilai azimut kiblat, awal waktu salat, dan awal bulan hijriah. Sofwer ini bisa dimanfaatkan apabila ada ada sarana yang mendukung yaitu komputer atau leptop. Sofwer Mawaqit bisa diinstal di leptop atau komputer kemudian bisa dimanfaatkan. Apabila komputer atau leptop itu tidak ada, maka sofwer Mawaqit tidak berguna dan tidak bermanfaat. Inilah salah satu kekurangan dari sistem yang sudah digital. Berbeda halnya dengan yang manual baik berupa buku pegangan tentang teori-teori seputar ilmu falak maupun alat hitung yang digunakan seperti Rubu’ Mujayyab. Alat hitung ini sangat pleksibel, bisa dibawa ke mana-mana dan bisa digunakan oleh siapa saja yang sudah mempelajarinya. Inilah salah satu signifikansi alat hitung Rubu’ Mujayyab di era digitalisasi ini, walaupun masih manual tetapi mampu menjangkau semua kalangan. Dengan demikian, alat hitung Rubu’ Mujayyab ini masih sangat signifikan di era sekarang ini. Apabila tidak dipelajari lagi, maka akan kesulitan mengontrol program yang sudah ada jika terjadi error. Selain itu alat ini bisa dijangkau oleh semua kalangan, baik akademisi maupun kalangan pondok pesantren, sehingga manfaatnya bisa dinikmati oleh semua orang, karena alat ini tidak perlu sarana yang banyak, cukup memiliki Rubu’ Mujayyab saja sudah bisa diaplikasikan dalam perhitungan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari beberapa pembahasan dan analisis yang ada pada beberapa bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa : 1. Hisab arah kiblat kitab Ad-Durus al-Falakiyyah yang menggunakan alat hitung Rubu’ Mujayyab memiliki keakurasian yang berbeda dengan kalkulator. Perbedaan hasil perhitungan Rubu’ Mujayyab dengan kalkulator mencapai +0° 10’ 05”,61 BU atau ±6 km. Perhitungan Rubu’ lebih besar +0° 10’ 05”,61 BU dari perhitungan kalkulator. Ini membuktikan bahwa perhitungan Rubu’ tidak akurat dan kurang tepat digunakan untuk zaman sekarang, karena sudah terdapat alat hitung yang sudah akurat. Apabila dalam perhitungan itu menimbulkan ketetapan hukum seperti salat dan menentukan arah kiblat, maka harus menggunakan alat hitung yang sudah terbukti keakurasiannya, seperti kalkulator. Perbedaan ini dikarenakan beberapa hal yang sangat dominan, antara lain: a. Cara mendapatkan data-data antara kalkulator yang sudah digital dengan Rubu’ Mujayyab yang masih manual. b. Data-data yang digunakan dalam kitab Ad-Durus al-Falakiyyah dan segitiga bola. c. Alat hitung yang digunakan antara kitab Ad-Durus al-Falakiyyah dengan hisab segitiga bola sekarang.
123
124
2. Signifikansi Rubu’ Mujayyab dalam pembelajaran kitab Ad-Durus alFalakiyyah di era digitalisasi ini tidak seperti awalnya, yaitu perhitungan arah kiblat dalam kitab ini menggunakan alat hitung Rubu’ Mujayyab. Pada zaman sekarang, pembelajaran Ad-Durus al-Falakiyyah sudah ada yang menggunakan kalkulator, Rubu’ Mujayyab hanya diperkenalkan dalam beberapa pertemuan saja. Sebagai contoh yang diajarkan di Madrasah Aliyyah Qudsiyyah Kudus. Tetapi ada juga yang masih utuh menggunakan Rubu’ Mujayyab dalam setiap pertemuan di kelas. Hal ini bertujuan supaya keilmuan ini tidak hilang. Seperti yang ada di Madrasah Diniyah Futuhiyyah Kediri. Ini menunjukan bahwa semakin maju peradaban dan keilmuan manusia, maka semakin berkembang juga kemauan dalam mengembangkan ilmu itu. Di era digitalisasi ini, walaupun sudah sangat maju tetapi sesuatu yang manual masih dibutuhkan sekali, karena sebagai acuan dan pondasi untuk memformulasikan program-program untuk kemudahan dan kemajuan. Dengan demikian, walaupun sudah ada program-program ilmu falak tentang arah kiblat seperti Qibla dan Mawaqit, tetapi Rubu’ Mujayyab yang manual masih harus dipelajari. B. Saran-saran 1. Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah memerlukan perubahan data lintang dan bujur Ka’bah. Pada jaman sekarang sudah terdapat data geografis Ka’bah yang sudah tepat, sehingga sangat baik apabila data ini bisa dimanfaatkan untuk kemantapan menghadap kiblat dalam beribadah.
125
2. Ilmu Falak termasuk penentuan arah kiblat didalamnya merupakan salah satu ilmu yang langka karena tidak banyak orang yang mempelajari dan menguasainya. Oleh karena itu hendaknya ilmu ini tetap dijaga eksistensinya dengan melakukan pengembangan dan pembelajaran, baik yang klasik maupun modern, termasuk pengkajian dan pendalaman tentang Rubu’ Mujayyab. Alat hitung yang satu ini sudah hampir tidak dipelajari lagi di pondok-pondok dan madrasah-madrasah, karena terkesan rumit dan njelimet. C. Penutup Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan kesehatan, rahmat, dan juga karunia-Nya kepada penulis. Penulis mengucapkan ungkapan rasa syukur, karena telah menyelesaikan skripsi ini. Meskipun telah berupaya dengan optimal dan maksimal, penulis yakin masih ada kekurangan dan kelemahan dalam penulisan skripsi ini dari berbagai aspek. Namun demikian, penulis berdo’a dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Atas saran dan kritik yang bersifat konstruktif untuk kebaikan dan kesempurnaan tulisan ini, penulis ucapkan terima kasih. Wallahu a’lam bi al-shawab
126
DAFTAR PUSTAKA Ali, Abi Al-hasan bin Muhammad bin Habib. Al-Hawi Al-Kabir (fi Fiqh Mazhab Al-Imam Al-Syafi’i). Beirut: Dār Al-Kutub Al-Ilmiyah. Cet. Ke-1. 1994. Bukhari, Muhammad ibn Isma’il. Shohih al-Bukhari. Juz III. Beirut: Dār al Fikr. 1992. Ali, M. Sayuthi. Ilmu Falak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet. Ke-1. 1997. Falaky, Sriyatin Shadiq. Makalah Pelatihan Dan Pendalaman Ilmu Falak. Pascasarjan IAIN Walisongo Semarang tanggal 10-11 Januari 2009. Husaini, H.M.H. Al-Hamid. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. Jakarta: Al-Hamid Al-Husaini Press. Tt. Arif, Yahya. K.H Ma’sum Bin Ali Ad-Durus al-Falakiyyah, Terj. Ad-Durus alFalakiyyah . Kudus: Maktabah Al-madrasah Kudsiyyah. Tt. Shobuni, Muhammad Ali. Shofwah at-Tafaasir. Beirut: Dār al-Qur’an al-Karim. 1981. Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet-5. 2004. Azhari, Susiknan. Ensiklipedi Hisab Rukyah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005. _____________, Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern). Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. Cet. Ke-2. 2007. _____________, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002. Badan Hisab Dan Rukyah Departemen Agama. Almanak Hisab Rukyat. Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam. 1981. Baker, Robert H. Astronomy a Textbook for University and College Student. Canada: D. Van Nostrand Company. 1930. Dahlan, Abdul Aziz, dkk., Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. I. Jilid I. Jakarta: P.T. Ichtiar Baru Van Hoeve. 1997. Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra. 2002. Departemen P & K. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. II. Jakarta: Balai Pustaka. 1989.
127
Hadi, HM. Dimsaki. Sains Untuk Kesempurnaan Ibadah penerapan sains dalam peribadatan. Yogyakarta: Prima Pustaka. 2009. Izzuddin, Ahmad. Fiqh Hisab Rukyah Di Indonesia (Sebuah upaya penyatuan madzhab rukyah dengan madzhab hisab). Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004. _____________, Fiqih Hisab Rukyah (Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha). Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007. Cet. 1. Khazin, Muhyiddin. Kamus Ilmu Falak. Yogyakarta: Buana Pustaka. 2005. _______________, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Buana Pustaka. 2007. _______________, Cara Mudah Mengukur Arah Kiblat. Yogyakarta: Buana Pustaka. Cet. Ke-2. 2006. Kholiq, Abdul. Syeh Muh.Ma’sum Bin Ali Ad-Durus al-Falakiyyah. Terj. AdDurus al-Falakiyyah. tt. King, David A.. Islamic Mathematical Astronomy. London: Variorum Reprints. 1986. King, David A.. Astronomy in the Service of Islam, USA: Variorum, 1993. Laila, Abu dan Muhammad Thohir. Muhammad al-Ghozaly Fiqh As-Sirah. Terj. Fiqhus Sirah (Menghayati Nilai-nilai Riwayat Hidup Muhammad Rasulullah SAW). Bandung: PT. Al-Ma’arif tt, Ma’luf, Loewis. al-Munjid. Bairut: Dār-al-Alamiah al-Ilmiyah. 2002 Ma’shum, Muhammad. Ad-Durus al-Falakiyyah. Jombang: Maktabah Sa’ad bin Nashir Nabhan. 1992. Muhammad bin Ali bin Muhammad. Nail Al-Author. Beirut: Dār Al-kitab. Jilid 2. 1420. Madrasah as-Salafiyah al-Falah. Tibyan Al-Miqaat fi Ma’rifah Al-Auqaat wal Qiblah. Kediri: Madrasah Assalafiyah Al-falah. tt. Matdawam, H. M. Noor. Ibadah Haji dan ‘Umrah. Yogyakarta: Bina Usaha. Cet. Ke-1. 1993.
128
Radiman, Iratius. et. al. Ensiklopedi Singkat Astronomi dan Ilmu yang Bertautan. Bandung: Penerbit ITB. 1980. Shaleh, Qamaruddin. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayatayat al-Qur’an. Cet. Ke-10. Bandung: P.T. al-Ma’arif. 1988. Setyanto, Hendro. Petunjuk Penggunaan Rubu’ al-Mujayyab. Bandung: Pudak Scientific. 2002. Smart, W. M. Textbook on Spherical Astronomy. London: Cambridge University Press. 1989. Turner, Howard R. Sains Islam Yang Mengagumkan (Sebuah Catatan Terhadap Abad Pertengahan). Terj Science in Medieval Islam An Illustrated Introduction. Bandung: Nuansa. Cet. Ke-1. 2004. Umar, Zubair. al-Khulasoh al-Wafiyah fi al-Falak Bijadawil al-Lugoritimiyyah. Kudus: Menara Kudus. tt. Wardan, Muhammad. KR. Kitab Ilmu Falak dan Hisab. Yogyakarta: Abdul ‘Aziz bin Nawawi. 1957. Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2004. Wawancara dengan Abdul Moeid Zahid melalui telpon pada tanggal 04 September 2010. Wawancara dengan Aqil Fikri melalui email pada tanggal 12 Oktober 2010. Wawancara dengan Fakhrudin pada tanggal 28 September 2010 di MA Qudsiyyah Kudus Jawa Tengah. Wawancara dengan Hamnah Mahfudz pada tanggal 19 Januari 2011 di PP. Salafiyyah Seblak Jombang Jawa Timur. Wawancara dengan Iskandar pada tanggal 18 Januari 2011 di PP. Tebuireng Jombang Jawa Timur. Wawancara dengan Lukman Habib pada tanggal 19 Januari 2011 di Ma’had Ali Al-Mahfudz Konsentrasi Ilmu Falak Seblak Jombang Jawa Timur. Wawancara dengan M. Syaifudin Luthfi pada tanggal 28 September 2010 di MA Qudsiyyah Kudus Jawa Tengah.
129
Wawancara dengan Slamet Hambali pada tanggal 05 Oktober 2010 di Kampus 3 IAIN Walisongo Semarang. Wawancara dengan Sofwan Jannah melalui email pada tanggal 08 Januari 2011. Wawancara dengan Sugeng melalui email pada tanggal 08 Januari 2011. Wawancara dengan Taufiqurrahman pada tanggal 18 Januari 2011 di PP. Sunan Ampel Jombang Jawa Timur. http://berita.liputan6.com/sosbud/201003/269015/MUI.Jangan.Bimbang.Soal.Ara h.Kiblat. diakses pada tanggal 22 April 2010, Jam 11.43 WIB. http://suka.web.id/islam/mencari-dan-menentukan-arah-kiblat/, tanggal 16 April 2010 jam 19.20 WIB.
diakses
pada
http://eqibla.com/, diakses pada tanggal 30 Nopember 2010, jam 10.33 WIB. http://qiblahfinder.com/, diakses pada tanggal 30 Nopember 2010, jam 10.34 WIB. http://al-habib.info/qibla-pointer/, diakses pada tanggal 30 Nopember 2010, jam 10.35 WIB. http://hawariweb.com/islam/qibla-direction.aspx, Nopember 2010, jam 10.36 WIB.
diakses
pada
tanggal
30
130
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Encep Abdul Rojak
Tempat tanggal lahir
: Sukabumi, 19 Februarui 1988
Alamat asal
: Kp. Ciseke Tengah, RT 28/VI Ds. Tangkil, Kec. Cidahu, Kab. Sukabumi, Jawa Barat.
Alamat sekarang
: PP. Daarun Najaah, Jl. Stasiun No. 275 Jrakah Tugu Semarang, Jawa Tengah.
Jenjang Pendidikan : a. Pendidikan Formal : 1. Sekolah Dasar Negeri Tenjojaya, Cidahu Tonggoh Ds. Tangkil kec. Cidahu, kab. Sukabumi lulus tahun 2001 2. MTS Al-Atiqiyah, Cipanengah kec. Bojonggenteng kab. Sukabumi lulus tahun 2004 3. SMA
Al-Atiqiyah, Cipanengah kec. Bojonggenteng kab. Sukabumi
lulus tahun 2007 b. Pendidikan Non Formal : 1. Pondok Pesantren Al-Atiqiyah Cipanengah kec. Bojonggenteng kab. Sukabumi Jawa Barat tahun 2001 – 2007 2. Pondok Pesantren Daarun Najaah Jrakah Tugu Semarang tahun 2007 – 2011 3. Madrasah Diniyyah Miftahul Huda ds. Tangkil kec. Cidahu kab. Sukabumi tahun 1995-2001 4. Kursus Bahasa Inggris di Access, Pare, Kediri, Jawa Timur tahun 2008 Semarang, 24 Mei 2011 Hormat saya,
Encep Abdul Rojak NIM. 072111060