Jurnal Kardiologi Indonesia
J Kardiol Ind 2008; 29:20-4 ISSN 0126/3773
Clinical Research
Heart Rate Recovery in Trained Men Adhantoro Rahadyan, Yasmin Tajoedin, Basuni Radi
Departement of Cardiology and Vascular Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia National Cardiovascular Center “Harapan Kita”, Jakarta, Indonesia
Background. A faster recovery of heart rate after exercise has long been associated with higher level of fitness and prognosis. Recent studies have suggested that the rate in which heart rate recovers from exercise or heart rate recovery (HRR) is mediated by autonomic factors, particularly the rate at which vagal tone is reactivated. Several studies were published addressing the diagnostic and prognostic utility of HRR in patients with cardiac disease. This study was to obtain the value of HRR of well-trained men. Methods. It was an observational study that involved well-trained men who underwent medical examination included treadmill stress test in Saryanto Institute of Aerospace Medicine Jakarta.The value of the HRR was defined as the decrease of heart rate from peak exercise to second minute of recovery period. Results. One hundred and twenty eight subjects participated in the study. Thirty five were excluded due to incomplete data. The mean age was 22 ± 1.0 years. Mean heart rate recovery at 2 minutes was 57 ± 10 beat per minute. No different between those with resting heart rate of less than 60 and more than 60 (55 ± 10 vs 58±10 bpm; p:0.1) and amongs different fitness levels (Q1 vs Q4 : 56 ± 11 vs 59 ± 7 bpm, p:0.3) Conclusion. Heart rate recovery at 2 minutes in well-trained men was 57 ± 10 beat per minute. (J Kardiol Ind 2008;29:20-4) Keywords: Heart Rate Recovery, Trained men.
20
Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008
Jurnal Kardiologi Indonesia
Penelitian Klinis
J Kardiol Ind 2008; 29:20-4 ISSN 0126/3773
Profil Pemulihan Laju Jantung Orang Terlatih Adhantoro Rahadyan, Yasmin Tajoedin, Basuni Radi
Latar Belakang. Pemulihan laju jantung (PLJ) yang lebih cepat setelah melakukan latihan sangat berkaitan dengan kebugaran fisik dan prognosis seseorang. PLJ dipengaruhi oleh faktor otonom, khususnya laju reaktivasi tonus vagal. Banyak studi mengenai makna PLJ setelah latihan digunakan untuk keperluan diagnostik dan progosis pada pasien dengan penyakit jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pemulihan laju jantung menit ke-2 pada laki-laki terlatih. Subyek dan Metoda. Disain studi ini adalah observasional, terhadap laki-laki terlatih secara fisik; yang dilakukan di Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (Lakespra) Saryanto Jakarta. Pemulihan laju jantung dihitung pada menit ke-2 pasca treadmill metode Bruce maksimal, dengan posisi subjek tetap berdiri. Hasil. Dari seratus dua puluh delapan orang, tiga puluh lima diekslusi karena datanya tidak lengkap; umur rerata 22 ± 1.0 tahun. PLJ pada menit ke - 2 adalah 57±10 kali per menit. Tidak ada perbedaan PLJ yang bermakna antara kelompok dengan laju jantung istirahat < 60 kali per menit dan kelompok laju jantung > 60 kali per menit (55 ± 10 vs 58 ± 10 kali per menit, p=0.1). Demikian halnya diantara berbagai tingkat kebugaran (kuartil 1 vs kuartil 4; 56 ± 11 vs 59 ± 7 kali per menit, p=0.3) Kesimpulan: Pemulihan laju jantung pada menit ke-2 setelah melakukan latihan pada subyek terlatih adalah 57±10 kali per menit. Kata kunci: pemulihan laju jantung, laki-laki terlatih.
Pemulihan laju jantung (PLJ) atau Heart Rate Recovery setelah melakukan latihan sangat berkaitan dengan kondisi kebugaran fisik seseorang. Semakin baik tingkat kebugaran seseorang maka waktu PLJ yang dicapai lebih cepat1. Hal ini berkaitan dengan tonus vagal pada orang terlatih lebih dominan daripada tonus simpatis. Beberapa studi menyatakan bahwa waktu PLJ dapat digunakan untuk keperluan diagnostik dan
From Department of Cardiology and Vascular Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia, National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital, Jakarta, Indonesia Alamat korespondensi: Dr. Adhantoro Rahadyan, National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital, Jakarta, Indonesia E-mail:
[email protected]
Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008
prognostik, namun penelitian ini lebih banyak menekankan pada pasien berpenyakit jantung. Cole dkk meneliti 2428 pasien, menyatakan PLJ yang kurang atau sama dengan 12 kali per menit pada 1 menit pertama setelah latihan mempunyai risiko kematian 4 kali lipat,2 demikian pula hasil penelitian oleh Nishime dkk pada 9454 pasien. 3 Namun penelitian PLJ pada orang terlatih belum banyak dipublikasikan. Penelitian yang dilakukan Alvarez dkk menyata kan refleks kardiovagal orang terlatih lebih dominan dibandingkan dengan orang yang tidak terlatih, namun hasil yang didapat tidak berbeda bermakna.4 Iellamo dkk meneliti atlet dayung Italia, dan membuktikan bahwa refleks kardiovagal lebih dominant. Ketika porsi latihan ditingkatkan 2 kali, terjadi pergeseran kearah releks simpatis yang lebih dominant.5 Kevin RS dkk melaporkan bahwa PLJ orang terlatih lebih
21
Jurnal Kardiologi Indonesia
cepat dibandingkan orang tidak terlatih.6 Sayang sekali penelitiannya tidak menyebutkan angka perubahan PLJ. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pemulihan laju jantung menit ke-2 pada orang terlatih.
Subyek dan Metoda Disain studi ini adalah observasional. Subjek adalah laki-laki merupakan orang-orang yang terlatih secara fisik (latihan aerobik; lari 2 km dan senam rutin setiap hari terus menerus selama 3 tahun), yang sedang menjalani pemeriksaan medis pada tanggal 14 – 17 Januari 2008, di Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (Lakespra) Saryanto milik TNI Angkatan Udara di Jakarta.
Treadmil Protokol yang digunakan adalah Protokol Bruce. Protokol ini dimulai dengan kecepatan 1.7 mph, dan setiap 3 menit dinaikkan menjadi 2.5 mph, 3.4 mph, 4.2 mph, 5.0 mph dan 5.5 mph. Test dihentikan berdasarkan keluhan peserta tes dengan menggunakan skala Borg (Borg’s Scale). Skala yang digunakan 19 20 dari skala 6 - 20. Skala 19 atau 20 menunjukkan keadaan peserta dalam kecapaian yang sangat berat. Pemulihan laju jantung dihitung pada menit ke-2, subjek dalam posisi tetap berdiri.
Analisis Data kontinyu yang diperoleh didiskripsikan dengan nilai rerata dan simpangan baku. Perbedaan antara nilai rerata dinilai dengan menggunakan t-test. Batas kemaknaan yang digunakan ialah p< 0.05. Analisa statistik menggunakan SPSS 15.0
termasuk penyekat beta. Karakteristik subjek dan hasil pemeriksaan ditampilkan pada Tabel 1. Pada penelitian ini pemulihan laju jantung menit ke -2 pada subjek penelitian adalah 57±10 kali per menit. Bila subjek dikelompokan berdasarkan laju jantung istirahat < 60 kali per menit (kelompok I) dan laju jantung > 60 kali per menit (kelompok II), didapatkan rerata PLJ kelompok I adalah 55 ± 10 kali per menit, sedangkan kelompok II adalah 58 ± 10 kali per menit (p=0.1); jadi tidak ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut. Berdasarkan waktu puncak latihan kita bagi ke dalam 4 kuartil, kita bandingkan kuartil 1 dan kuartil 4. Waktu puncak latihan kuartil 1 adalah < 900 detik, sedangkan kuartil 4 adalah > 1080 detik. Rerata pemulihan laju jantung kuartil 1 adalah 56 ± 11 kali per menit, dan rerata pemulihan laju jantung kuartil 4 adalah 59 ± 7 kali per menit (p=0.3), tidak ada perbedaan yang bermakna.
Pembahasan Pemulihan laju jantung menit ke-2 pada studi ini adalah 57±10 kali per menit. Hasil yang didapatkan dari studi ini, bila kita bandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cole dkk menunjukkan hasil yang lebih baik. Cole dkk yang menilai PLJ 2 menit pasca latihan pada populasi asimptomatik yang tidak terlatih (dalam Lipid Research Clinics Prevalence Study), mendapatkan batasan PLJ 42 denyut/menit sebagai batas normal. Individu yang memiliki PLJ <42 denyut/menit memiliki angka mortalitas lebih tinggi dibanding individu dengan PLJ >42denyut/menit pada follow up 12 tahun, yaitu 10% : 4%.1,2,7
Tabel 1. Karakteristik subjek
Hasil Seluruh subjek berjumlah 128 orang, kemudian dilakukan analisis terhadap data dari 93 orang subjek yang mempunyai data lengkap. Umur rerata 22 ± 1.0 tahun, tidak ada yang overweight atau obesitas, tidak ada yang menderita diabetes, tidak ada yang merokok, dan tidak ada yang mengkonsumsi obat - obatan 22
Variabel
Umur (th) BMI kg/m2 Laju jantung saat istirahat ( bpm) Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolik(mmHg) Frekuensi jantung puncak latihan (bpm) Waktu puncak latihan(detik) Pemulihan Laju jantung menit ke-2 (bpm)
n = 93 22 ± 1.0 22 ± 1.7 66 ± 10.5 112 ± 7.2 75 ± 5.0 186 ± 8.1 965 ± 93 57 ±10
Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008
Rahadyan A et al: Profil Pemulihan Laju Jantung Orang Terlatih
Dalam penelitian ini, pemulihan laju jantung pada kelompok dengan laju jantung istirahat ≤ 60 kali per menit dan kelompok > 60 kali per menit, tidak ada perbedaan bermakna. Demikian juga tidak ada perbedaan antara waktu puncak latihan Hasil yang sama didapatkan pada penelitian Alvarez dkk, yang tidak menemukan perbedaan bermakna refleks kardiovagal antara orang yang terlatih dan tidak terlatih. Pada penelitian Alvarez rerata laju jantung orang terlatih 51.5 ± 2.8 kali per menit, sedangkan orang sehat yang tidak terlatih 57.7 ± 3.2 kali per menit.4 Meskipun dalam penelitiannya didapatkan VO2 max yang lebih baik (69.4 ± 2.4 ml.kg-1min-1) pada kelompok yang terlatih, dibandingkan dengan yang tidak terlatih VO2 max (49.8 ± 1.8 ml.kg 1min-1). Proses latihan dan pemulihan laju jantung (PLJ) merupakan rangkaian simultan antara aktivasi simpatis dan parasimpatis. Saat latihan aktifitas simpatis yang berperan, sebaliknya saat pemulihan parasimpatis yang lebih berperan, namun dikatakan bahwa satu sama lain tidak dapat dipisahkan dalam peran selama latihan maupun pemulihan.8
Sistem Parasimpatis Orang Terlatih
reseptor beta adrenergik pada permukaan sel. 11 Stimulasi yang terus menerus dan berlebihan pada reseptor beta1 akan menstimulir protein G (G s) meningkatkan cAMP, memerantarai proses fosforilasi kanal kalsium tipe L, dan proses apoptosis pada miosit (Rohrer dkk,1999). Stimulasi pada reseptor beta1 akan menginduksi aktivitas beta agonis receptor kinase (ßARK) yang terlibat dalam transfer kelompok fosfat ke fosforilase. (ßARK) meningkatkan afinitas reseptor beta untuk kelompok protein lain, yaitu beta arrestin yang menyebabkan uncoupling antara reseptor beta dengan protein G.12
Simpulan Pada studi subjek yang dianggap populasi terlatih dengan usia rerata 22 ± 1 tahun, didapatkan angka pemulihan laju jantung pada menit ke-2 setelah melakukan latihan adalah sebesar 57±10 kali per menit. Temuan ini menegaskan teori dominasi aktivitas parasimpatis pada pemulihan laju jantung.
Daftar Pustaka 1.
Dewland dkk mendapatkan respon perubahan PLJ pada individu terlatih pasca pemberian pyridostigmin (penghambat asetilkolinesterase) yang lebih rendah dibanding individu tak terlatih. Terdapatnya peningkatan kadar asetilkolin di atrium dan penurunan sensitivitas nodus sinoatrial terhadap asetilkolin. Hal ini menunjukan adanya suatu keadaan jenuh atau training-induced ceiling (saturation) effect, akibat efek mekanisme umpan balik dalam upaya mempertahankan hemostasis. Ceiling effect dari sistem parasimpatis tersebut dapat berkontribusi terhadap kejenuhan neurotransmisi parasimpatis, termasuk didalamnya perubahan pelepasan asetilkolin, karakteristik reseptor asetilkolin dan perubahan pascareseptor di nodus sinoatrial. Mekanisme lengkap dari Ceiling effect ini belum dapat dijelaskan.9
2.
3.
4.
5.
Sistem Simpatis Orang Terlatih 6.
Kaciuba dkk meneliti kadar basal katekolamin endurance atlet-atlet dan orang tidak terlatih. Ternyata epinefrin atlet lebih tinggi dibanding orang yang tidak terlatih.10 Pada penelitian in vitro menunjukkan bahwa paparan latihan yang cukup lama mengurangi Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008
7.
Froelicher VF, Myers J. Interpretation of Hemodynamic Responses to Exercise Testing. In : Exercise and the Heart 5th ed.Saunders Elsevier 2006 ; 5: 93-122 Cole CR, Blackstone EH, Pashkow FJ. Heart Rate recovery immediately after exercise as a predictor or mortality. N Engl J Med 1999;341:1351-1357Alvarez GE, Halliwill JR, Ballard TP, Beske SD, Davy KP. Sympathetic neural regulation in endurance-trained humans: fitness vs fatness. J Appl Physiol 98: 498–502, 2005 Nishime EO, Cole CR, Blackstone EH. Heart rate recovery and treadmill exercise score as predictors of mortality in patients reffered for exercise ECG.JAMA 2000;284:1392-1398 Alvarez GE, Halliwill JR, Ballard TP, Beske SD, Davy KP. Sympathetic neural regulation in endurance-trained humans: fitness vs fatness. J Appl Physiol 98: 498–502, 2005 Iellamo F, Legramante JM, Pigozzi F, Spataro A, Norbiato G, Lucini D, et all. Conversion from vagal to sympathetic predominance with strenuous training in high-performance world class athletes. Circulation. 2002;105:2719-24 Short KR, Sedlock DA. Excess postexercise oxygen consumption and recovery rate in trained and untrained subjects. Jappl Physiol 83 : 153-159,1997 Shetler k, Marcus R, Froelicher VF, Vora S, Kalisetti D, Prakah M, et all. Heart rate recovery:validation and methodologic issues.J Am Coll Cardiol 2001;38:1980-7
23
Jurnal Kardiologi Indonesia
8.
Goldberger JJ, Kiet Le F, Lahiri M, Kannankeril PJ, Ng Jaron, Kadish AH. Assesment of parasympathetic reactivation after exercise. Am J Physiol Heart Circ Physiol 290: H2446-H452, 2006 9. Dewland TA, Androne AS, Lee FA, Lamper RJ, Katz SD. Effect of acetylcholinesterase inhibition with pyridostigmine on cardiac parasympathetic function in sedentary adults and trained athletes Am J Physiol Heart Circ Physiol 2007; 293: H86–H92. 10. Uscilko HK, Smorawinski J, Nazar K, Adrian J, Greenleaf JE. Catecholamines responses to Environmental Stressor in Trained
and untrained men after 3 days bed rest. Aviat Space Environ Med 2003; 74 : 928-36 11. Fujii J, Homma S, Yamazaki F, Sone R, Shibata T et al. ßAdrenergic receptor number in human lymphocytes is inversely correlated with aerobic capacity. Am J Physiol Endocrinol Metab 274: 1106-1112,1999 12. Hart E, Dawson E, Rasmussen P, George K, Secher NH, Whyte G, Shave R. ß-Adrenergic receptor desensitization in man : Insight into post-exercise attenuation of cardiac function. J Physiol 577.2 (2006) pp 717-725
24
Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 29, No. 1 • Januari 2008