Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
HASIL-HASIL PENELITIAN DAN SUMBANGAN PEMIKIRAN PENGEMBANGAN AYAM KEDU MURYANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
ABSTRAK Ayam Kedu merupakan salah satu jenis kekayaan alam (fauna) yang sudah populer dan mempunyai karakteristik spesifik serta keunggulan produktivitas dibandingkan dengan ayam buras pada umumnya. Keunggulan yang dimiliki ayam Kedu diantaranya: (1) secara sosial – budaya ayam Kedu merupakan ternak kesenangan/hobi dan sebagian masyarakat menggunakan ayam Kedu untuk keperluan-keperluan tertentu seperti obat/jamu, ritual, upacara tradisional dll.) (2) dari segi produksi ayam Kedu mempunyai produksi telur dan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam lokal lainnya, (3) secara ekonomi harga produk ayam Kedu baik telur maupun ayam pada umumnya lebih mahal dibandingkan dengan ayam lokal lainnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam Kedu mempunyai produktivitas yang lebih tinggi baik sebagai penghasil telur maupun daging dibandingkan ayam lokal lainnya. Namun pengembangan ayam Kedu mempunyai beberapa kendala/tantangan, diantaranya populasi yang rendah, tingginya angka mortalitas anak, standarisasi/sertifikasi ayam belum ada. Oleh karena itu dalam pengembangan ayam Kedu sebagai komoditas unggulan disarankan beberapa hal sebagai berikut (1) dilakukan pengembangan potensi ayam Kedu baik sebagai penghasil daging maupun telur (2) mengevaluasi dan mengaktifkan lagi peran UPT, kelompok-kelompok tani dan instansi terkait, sesuai bidang tugasnya masing-masing (3) pengembangan ayam Kedu perlu dilakukan kerjasama lintas sektoral terutama dengan Dinas Pariwisata, hal ini sekaligus untuk mendukung/mengembangkan lokasi wisata yang ada di sekitar Kabupaten Temanggung. Kata kunci: Ayam Kedu, produktivitas, penelitian, pengembangan
PENDAHULUAN Ayam Kedu berasal dari daerah Karesidenan Kedu - Jawa Tengah terutama di Kabupaten Temanggung. Saat ini di Kabupaten Temanggung disamping ayam Kedu hitam (termasuk cemani), juga dikenal ayam Kedu putih, ayam Kedu lurik (MURYANTO et. al. 1993). Namun demikian saat ini ayam Kedu yang masih banyak dijumpai adalah ayam Kedu hitam, bahkan dapat dikatakan bahwa pengertian ayam Kedu pada saat ini adalah ayam Kedu yang berwarana hitam atau ayam Kedu hitam. Selanjutnya dilaporkan bahwa ayam Kedu hitam mempunyai karakteristik spesifik ditandai dengan seluruh warna bulunya yang hitam, bahkan ada seluruh tubuhnya dari kulit, daging, tulang, paruh, cloaca, jengger, muka, kaki berwarna hitam, ayam Kedu ini dikenal dengan sebutan ayam “Cemani”. Ayam Kedu sudah dikenal sejak tahun 1926 pada suatu lomba ternak unggas di Semarang. Diduga pada tahun 1835 ayam Kedu hitam pernah dieksport ke Amerika
114
Serikat yang dikembangkan dengan program pemuliaan yang baik, ternyata mampu menujukkan produksi yang unggul dan dijadikan standard breed (The Black Java Breed). Dari ayam ini kemudian diturunkan bangsa ayam Black Orpington yang digunakan untuk membentuk bangsa ayam Austrolop (SENOSASTROAMIDJOJO, 1967). PENDEKATAN MASALAH Narasumber dari makalah ini adalah hasilhasil penelitian atau penelaahan yang membahas mengenai potensi ayam Kedu, pengembangan potensi dengan mengintroduksi teknologi. Disamping itu, dilengkapi dengan beberapa informasi mengenai potensi wilayah baik potensi sarana maupun sumberdaya peternak. Untuk memperlancar pembahasan dalam makalah ini, maka disusun 2 pendekatan pembahasan: (1) hasil–hasil pengamatan/ penelitian ayam Kedu (2) sumbangan pemikiran pengembangan ayam Kedu.
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
PEMBAHASAN Hasil-hasil pengamatan/penelitan ayam Kedu Aspek sosial Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ayam Kedu terutama ayam Kedu hitam mempunyai keunggulan dibandingkan ayam lokal lainnya. Ayam Kedu hitam mempunyai kedudukan sosial di mata masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena ayam Kedu mempunyai karakteristik yang spesifik, adanya pendapat bahwa ayam Kedu hitam dapat digunakan sebagai obat, dapat berfungsi sebagai ternak kesayangan atau hobi, digunakan untuk keperluan tertentu seperti upacara tradisional serta dapat memberikan dukungan moral terhadap aktivitas kehidupan bagi pemeliharanya. Saat ini ayam Kedu hitam di daerah asalnya (Kabupaten Temanggung) hanya dicirikan dengan warna bulu yang hitam, ciri-cicri lainnya sangat bervariasi sehingga sulit dibedakan dengan ayam buras. Karakteristik yang spesifik pada ayam Kedu hitam adalah dapat menyebarnya warna hitam ke seluruh tubuhnya, mulai dari bulu, kulit, tulang, daging, paruh, kaki, cakar, muka dan cloaca. Ayam Kedu hitam yang mempunyai keseluruhan sifat ini dikenal dengan istilah “Cemani”. Munculnya ayam “Cemani” disebabkan karena seleksi tradisional secara terus menerus terhadap ayam Kedu hitam yang dilakukan peternak. Karakteristik spesifik pada ayam “Cemani” inilah dilaporkan oleh MURYANTO (1991) menyebabkan ayam Kedu menjadi populer dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Nilai ekonomi yang tinggi dari ayam “Cemani” ini memotivasi peternak dalam memelihara ayam Kedu untuk mendapatkan keturunan ayam “Cemani “atau yang mendekati ciri-ciri sebagai ayam “Cemani”. Aspek produksi Ditinjau dari aspek produksi ayam Kedu hitam terbukti mempunyai produktivitas yang tinggi dibandingkan dengan ayam lokal lainnya, baik sebagai penghasil telur maupun sebagai penghasil daging (MERKENS dan
MOHEDE, 1941). Hasil penelitian CRESWELL dan GUNAWAN (1982) yang membandingkan pemeliharaan ayam Kedu dengan ayam lokal lainnya selama 52 minggu, pada kondisi yang sama dan diberikan ransum komerial seperti layaknya pemeliharaan pada ayam ras petelur, ternyata bahwa produksi telur “hen day” ayam Kedu hitam lebih tinggi dibandingkan dengan ayam Kedu putih, ayam Kedu lurik, Nunukan dan Pelung (Tabel 1). Tabel 1. Produksi telur ayam lokal yang dipalihara pada kondisi yang sama selama 52 minggu No
Jenis ayam
Produksi telur (% hen day)
1
Kedu hitam
58,8%
2 3 4 5
Kedu putih Nunukan Buras Pelung
54,0% 50,0% 41,3% 32,0%
Sumber: CRESSWELL dan GUNAWAN (1982
Pakan yang diberikan pada penelitian tersebut adalah pakan komersial yang harganya relatif mahal, sehingga untuk mengembangkan di lapangan diperlukan modifikasi. MURYANTO dan SUBIHARTA (1989) melanjutkan penelitian dengan menurunkan kualitas pakan dimana pakan yang digunakan merupakan campuran antara bekatul, jagung dan konsentrat petelur dengan perbandingan 3:4:3, ditambah mineral sesuai dengan petunjuk, pakan ini kandungan proteinnya 16% dan energi 2700 kkal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata produksi telurnya 38,0% dengan produksi tertinggi mencapai 50,3%. Dengan hasil ini apabila diperhitungkan secara ekonomi sudah memberikan keuntungan. Kedua hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa ayam Kedu hitam mempunyai produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam lokal lainnya dan dengan kondisi pakan yang berkulitas rendah mampu berproduksi dengan baik. Sebagai penghasil daging/ayam potong, ayam Kedu hitam mempunyai potensi yang cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pemberian pakan lebih rendah kualitasnya, bobot ayam Kedu hitam dapat mencapai bobot jual. Hasil penelitian MURYANTO dan SUBIHARTA (1989) menunjukkan bahwa
115
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
dengan pemberian pakan dengan kandungan protein 14% dan energi 2400 kkal, dimana pakan tersebut merupakan campuran antara bekatul, jagung dan konsentrat pedaging dengan perbandingan 3:4:3, ternyata bobot ayam jantan umur 10 minggu mencapai 969,56 gr dan pada umur 12 minggu 1225,96 gr/ekor (Tabel 2). MULYADI (1989) melaporkan bahwa pada umur 10 minggu rata-rata bobot ayam Kedu hitam 907,21 gram/ekor. Kedua hasil penelitian ini dikaitkan dengan hasil survey YUWONO et al. (1993) yang melaporkan bahwa konsumen menyukai ayam (buras) muda dengan bobot sekitar 1 kg, oleh karena itu ayam Kedu (yang dagingnya tidak hitam) mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai ayam potong mengingat bobotnya sudah mendekati 1 kg pada umur muda. Hasilhasil penelitian yang mengkaji potensi ayam Kedu hitam sebagai penghasil daging dapat dijadikan masukan/pertimbangan dalam melestarikan dan mengembangkan ayam Kedu di kabupaten Temanggung. Tabel 2. Pertumbuhan ayam Kedu hitam jantan Umur Bobot jantan (gr) Konsumsi pakan (gr) (minggu) DOC 30,25 2 98,26 168,1 4 252,98 273,7 6 571,32 418,5 8 681,40 748,1 10 969,56 901,1 12 1225,96 1029,7 14 1541,82 1088,5 16 1761,84 1140.3 18 1981,22 1259,6 20 2157,40 1380,4 Sumber: MURYANTO dan SUBIHARTA (1989)
Sumbangan pemikiran Sumbangan pemikiran atau masukan terhadap pengembangan ayam Kedu di Kabupaten Temanggung diantaranya adalah yaitu perlunya dicari jalan keluar terhadap kendala atau tantangan dalam pengembangan ayam Kedu dan kedua mengevaluasi sarana prasarana yang ada guna mendukung pengembangan ayam Kedu.
116
Kendala/tantangan yang dihadapi dalam pengembangan ayam Kedu sebagai komoditas unggulan dari aspek teknis menunjukkan bahwa populasi ayam Kedu di Kabupaten Temanggung berdasarkan pengamatan di lapangan relatif sedikit. Survei di 9 desa di Kabupaten Temanggung yang dilakukan oleh BALAI PENELITIAN TERNAK CIAWI pada tahun 1991 menunjukkan bahwa total populasi 7.136 ekor yang terdiri anak, muda, induk dan pejantan. Usaha pembibitan ayam Kedu yang mengarah pada spesialisasi produksi telur dan ayam potong belum ada, yang ada saat ini peternak secara tradisional membibitkan ayam Kedu untuk tujuan menghasilkan ayam “Cemani”. Angka moratalitas anak sampai umur 2 bulan cukup tinggi 24,2 sampai 34,7% (MURYANTO et al. 1993), laporan sebelumnya menyebutkan angka mortalitasnya 37,4% (SIREGAR et al. 1984). Dari aspek ekonomis, usaha ayam Kedu saat ini masih terkonsentrasi untuk tujuan menjual ayam “Cemani” atau mendekati “Cemani”, karena harganya relatif tinggi dan pada umumnya diusahakan pada skala kecil sebagai usaha sampingan. Usaha untuk memproduksi telur dan ayam potong belum berkembang dengan baik, sehingga kelayakan usahanya belum dapat ditentukan, akibatnya pihak swasta belum banyak berperan, padahal ayam Kedu mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai ayam penghasil telur dan daging/ayam potong. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi dan promosi terhadap ayam Kedu. Standarisasi ternak yang mengarah pada sertifikasi ayam Kedu belum ada dalam arti ayam Kedu untuk produksi telur, ayam Kedu untuk produksi ayam potong dan untuk hobi belum ada standarnya. Standarisasi ayam Kedu pernah dilakukan pada tahun 1951, namun tidak lengkap data teknisnya, stadard tersebut adalah bobot pejantan umur 2 tahun 3,6 kg, bobot jantan umur 1 – 2 tahun 3 kg, bobot induk umur 2 tahun 3 kg, warna bulu pada ayam jantan lebih hitam kehijau-hijauan (KANTOR PUSAT KEHEWANAN KEMENTRIAN PERTANIAN, 1951). Dari aspek sosial, pelaksanaan pengembangan ayam Kedu akan melibatkan banyak instansi. Hal terpenting dalam masalah ini adalah adanya kebersamaan antar instansi dan koordinasi yang baik antar instansi mulai
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pelaporan. Disamping kendala atau tantangan diatas, perlu dievaluasi dan diberdayakan lagi saranaprasarana yang ada dalam mendukung kegiatan SPAKU. Seperti diketahui bahwa di Kabupaten Temanggung mempunyai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bertugas mengembangkan ayam Kedu, yaitu UPT Maron dan pada tahun 1997 juga didirikan UPT di Desa Ngadirojo. Disamping itu ada kelompok tani yang secara tradisional melestarikan ayam Kedu yaitu kelompok “Makukuhan” dan kelompok yang mengembangkan ayam Kedu yaitu “Gemah Ripah” di Desa Soropadan dan “Tlogosari” di Desa Tlogo Wungu. UPT dan kelompokkelompok ini perlu didorong dan diaktifkan lagi untuk lebih berperan aktif dalam pengembangan ayam Kedu. Pemasaran ayam Kedu terutama “Cemani” banyak dilakukan secara perorangan di sepanjang jalan utama disamping di desa-desa. Aspek pasar ini perlu dibina untuk menjadi kelompok penjual ayam Kedu yang profesional. Dalam pemasaran ini perlu dikembangkan dan bekerjasama dengan Dinas Pariwisata melalui obyek-obyek wisata yang dekat dengan wilayah kabupaten Temanggung seperti “Bandungan, Dieng dan Borobudur”. Disamping itu perlu didukung oleh intansi-instansi sesuai bidangnya masingmasing seperti Dinas Peternakan, Pos Pelayanan Kesehatan Ambarawa, BPPH Yogyakarta, BLPP Soropadan, BPTP Jawa Tengah, BIPP Temanggung, dan lain-lain. Dengan adanya penjelasan diatas, maka diperlukan usaha yang serius untuk mengembangkan ayam Kedu sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Temanggung. KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan diatas disimpulkan bahwa sampai saat ini pengembangan ayam Kedu tujuan utamanya adalah sebagai ternak kesayangan/hobi dan untuk keperluan tradisi ritual. Dilain pihak pengembangan potensi ayam Kedu sebagai penghasil daging dan telur belum dilakukan secara serius. Hambatan pengembangan ayam Kedu adalah populasi yang rendah, tingginya angka mortalitas anak, dan standarisasi/sertifikasi ayam belum ada.
Oleh karena itu pengembangan ayam Kedu dapat diawali dengan meningkatkan produksi telur tetas. Tahap berikutnya adalah peningkatan produksi anak ayam. Beberapa teknologi yang dapat diaplikasikan adalah penetasan dengan mesin tetas walaupun dalam keadaan terpaksa dapat menggunakan induk ayam atau entog. Setelah anak ayam menetas sampai siap produksi perlu dukungan teknologi pisah anak karena dapat menurunkan kematian anak, potong paruh, perkandangan litter dengan kapasitas 8 ekor/m2, disamping itu perlu dukungan teknologi pakan. Pengembangan ayam Kedu akan melibatkan banyak instansi, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Dilakukan pengembangan potensi ayam Kedu baik sebagai penghasil daging maupun telur. 2. Mengevaluasi dan mengaktifkan kembali peran UPT, kelompokkelompok tani dan instansi terkait sesuai bidang tugasnya masing-masing. 3. Pengembangan ayam Kedu perlu dilakukan kerjasama lintas sektoral terutama dengan Dinas Pariwisata, untuk mengembangkan ayam Kedu di lokasi wisata yang ada di sekitar Kabupaten Temanggung. DAFTAR PUSTAKA CRESSWELL, D.C. dan B. GUNAWAN. 1982. Pertumbuhan badan dan produksi telur 5 strain ayam sayur pada sistem peternakan intensif. Pros. Seminar Penelitian Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. KANTOR PUSAT KEHEWANAN, 1951. Pengetahuan tentang umur dan bangsa-bangsa hewan. Kementrian Pertanian. J.W. Woulters Groningen. Jakarta MERKENS, J dan J.F. MOHEDE. 1941. Sumbangan pengetahuan tentang ayam Kedu. Terjemahan karangan mengenai ayam Kedu dan itik di Indonesia. LIPI. Jakarta. MURYANTO dan SUBIHARTA, 1989. Pertumbuhan dan produksi telur ayam Kedu hitam yang dipelihara secara intensif. Pros. Seminar Hasil-hasil Penelitian. Fakultas Peternakan U.G.M. Yogyokarta.
117
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
MURYANTO, 1991. Mengenal lebih jauh tentang ayam Cemani. Poultry Indonesia. Jakarta. No. 132. hal 16-20. MURYANTO, D. GULTOM, SUBIHARTA dan W. DIRDJOPRATONO, 1993. Evaluasi produktivitas ayam Kedu hitam yang dipelihara secara semi intensif dan intensif. Jur. Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 1:19-26. MULYADI, H. 1989. Usaha peningkatan produksi karkas ayam Kedu hitam dengan metode kawin silang. Buletin Peternakan. XIII/1:1316. Fakultas Peternakan U.G.M. Yogyakarta.
118
SENOSASTROAMIDJOJO. 1976. Ilmu Beternak ayam. NV Masa Baru. Bandung - Jakarta. SIREGAR, A.P., T. PRASETYO dan SUBIHARTA. 1984. Analisa model pengembangan ayam Kedu di kabupaten Dati II Temanggung, Jawa Tengah. Laporan Kegiatan penelitian 1983/1984. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu, Ungaran YUWONO, D.M., MURYANTO dan SUBIHARTA. 1993. Survai pemasaran ayam buras di Solo dan Semarang. Jur. Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. 1:7-13. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Ungaran.