dah mati dan mereka harus bertempur secara mati-matian! Karena barang kali saja mereka bisa menang, baru mereka bisa tetap hidup. Pilihan lain dari itu tidak ada! Mereka semua bejingkrak dan bersorak semangat. ”Hari ini kami akan bertempur mati-matian bersama Ciang-kun! Kami akan mengadu jiwa sampai napas penghabisan!” kata anak buah Hang I. Tekad mereka sudah bulat. Malam harinya...... Hang I mengerahkan angkatan perangnya maju ke medan perang. Sementara Hoan Ceng dan Ciong Li Bwe, masih berada di barisan belakang tentara Couw. Mereka tidak ikut bersama Hang I menyeberang sungai. Ketika mereka mendengar Hang I telah menenggelamkan perahu dan cuma menyisakan makanan untuk tiga hari saja, mereka kaget dan terharu. ”Semangat tempur Hang Ciang-kun sangat hebat! Dengan sekali berperang dia berharap bisa menghancurkan angkatan perang Cin!” kata Hoan Ceng. ”Maka itu dia tenggelamkan semua perahu untuk menyeberang dan cuma menyediakan makanan untuk tiga hari saja! Dia pikir dalam tiga hari dia mau menghabisi musuhnya. Tapi jika dia kalah, pasti mereka akan jadi korban keganasan musuh. Sekarang kita harus berusaha mencegah agar jangan sampai hal itu terjadi!” Buru-buru Hoan Ceng memerintahkan seorang panglima perangnya. ”Angkut rangsum sampai di pinggir sungai, jika dalam tiga hari Hang I dan angkatan perangnya mendapat kemenangan, kau seberangkan rangsum itu untuk Hang I dan pasukannya. Tapi jika dalam tiga hari ternyata dia kalah, dengan tanpa membawa ransum kita harus menyeberang untuk membantu pasukan Hang I,” kata Hoan Ceng. Apa yang dipikirkan oleh Hoan Ceng sungguh suatu pendapat yang bagus. Dia berpikir jauh ke depan. Peribahasa mengatakan: Sedia payung, sebelum hujan. *** Dikisahkan di pihak Cin..... Tang I dan Su-ma Hin hanya memiliki separuh pasukan lagi. Pasukan mereka rusak berat dan banyak yang mati atau terluka. Melihat kenyataan itu, mereka segera kembali ke markas. Ketika bertemu dengan Jenderal Ciang Ham, mereka melaporkan kekalahanya melawan Hang I. ”Sekarang Hang I bersama pasukannya telah menyeberang sungai.” kata Tang I. Ketika Tang I belum selesai, datang seorang mata-mata melapor. ”Hari ini Hang I telah menenggelamkan seluruh perahu mereka. Hamba dengar mereka hanya menyisakan makanan untuk tiga hari! Hamba rasa ini perlu Jenderal pikirkan dan antisipasi! Hamba berpendapat bukan tak mungkin Hang I mau mengadu jiwa secara nekad!” kata mata-mata itu. Mendengar laporan itu, Ciang Ham kaget dan takut. Seperti peribahasa mengatakan : ”Jika ada satu orang yang berani mati, maka yang seribu orang menjadi takut.” Ciang Ham memanggil seluruh panglimanya supaya berkumpul. Mereka terdiri dari Ong Li, Siap Kan, Souw Kak, Beng Hong, Han Ciang, Li Gi, Ciang Peng, Ciu Him dan Ong Koan. Jumlah mereka ada sembilan jenderal. ”Kalian masing-masing harus membawa bala tentara, pecah jadi sembilan pasukan!” kata Ciang Ham mengatur siasat. ”Sembunyikan pasukan itu di suatu tempat. Kalian harus sabar menunggu sampai pasukan Hang I dekat sekali! Saat itu baru kalian
serbu secara serempak! Ini untuk mengejutkan pasukan musuh.” Sesudah kesembilan jenderal itu menerima perintah, mereka langsung menjalankan perintah itu dengan baik. Mereka menyembunyikan pasukan mereka di suatu tempat yang sangat strategis. Tidak berapa lama pasukan Couw di bawah komando Hang I pun tiba. Tampak pasukan ini maju dengan bersemangat. Mereka bergerak langsung ke arah benteng pertahanan Ciang Ham seolah tak kenal takut. Tampak Hang I memimpin pasukannya di depan benteng tentara Cin. Ketika itu Jenderal Ciang Ham langsung keluar. Melihat Ciang Ham muncul Hang I marah sekali. ”Hai! Bangsat! Kau telah membinasakan Pamanku! Hari ini aku datang akan membelah tubuhmu!” bentak Hang I. Hang I pun langsung mengangkat tombaknya. Dia menerjang Ciang Ham dengan beringas. Ciang Ham tak tinggal diam.
Dia sambut serangan Hang I dengan gagah. Maka terjadilah pertarungan seru di antara mereka! Sesudah berperang kira-kira tiga puluh jurus, Ciang Ham mulai kepayahan. Dia mencoba untuk lari. Tapi Hang I terus memburunya dari belakang. Ketika Ciang Ham hampir terkejar, Ong Li sampai. Dia langsung menghadang dan menyerang Hang I secara tiba-tiba. Hang I tidak mengira Ciang Ham yang licik telah menyembunyikan pasukan Bay-hok. 5) Dengan tidak bertanya lagi, Hang I langsung menerjang musuh yang baru muncul itu. Ong Li tidak tahan menghadapi Hang I yang gagah dan nekad itu. Baru berperang sepuluh jurus, gerakan Ong Li sudah mulai kacau. Serangan-serangannya mulai tidak terarah. Sementara Hang I terus mendesaknya. Akhirnya Hang I pun berhasil menangkap Ong Li hidup-hidup. Ketika Ong Li tertangkap, Hang I melemparkan Ong Li dan menyerahkan pada anak buahnya. Melihat Ong Li sudah tertangkap oleh musuh, Ciang Ham kabur. Hang I mengejarnya dengan bernafsu. ”Hai Bangsat! Pengecut, mau lari ke mana kau? Kau pasti akan kutangkap sampai dapat,” kata Hang I. Kuda ‘Ouw-tui-ma” milik Hang I dipacu dengan kencang. Saat Hang I mengejar Ciang Ham, anak buah Hang I tertinggal jauh sekali. Sesudah kabur cukup jauh, Ciang Ham menoleh dan melihat Hang I mengejarnya sendiri. Tiba-tiba kuda Ciang Ham berbalik. Dia kembali melawan Hang I. Tapi lagi-lagi Ciang Ham tak sanggup melawan Hang I. Dia cuma bisa menjaga serangan-serangan Hang I, tapi tidak bisa balas menyerang Pada saat Jenderal Ciang Ham sedang kepayahan, tiba-tiba muncul Siap Kan bersama anak buahnya. Begitu muncul, Siap Kan langsung mengeroyok Hang I. Tapi sedikitpun Hang I tidak gentar. Hang Ie lalu mencabut Houw-pian yang tersandang di pingangnya. Dia ayunkan senjata ruyung itu untuk menyabet punggung Siap Kan sekuat tenaga. Tiba-tiba Siap Kan menjerit dan langsung muntah darah. Dia jatuh dari atas kudanya. Ketika Hang I hendak menombak Siap Kan, anak buah Siap Kan buru-buru merampas tubuh atasannya, lalu dibawa kabur.
Melihat anak buahnya dikalahkan oleh Hang I, Ciang Ham segera melarikan diri. Para panglima anak buah Hang I seperti Hoan Couw dan Eng Pouw bersama-sama mengobrak-abrik tentara musuh. Mereka mengejar pasukan Cin yang melarikan diri. Lebih dari separuhnya tentara Cin mati dan terluka dalam peperangan hebat itu. Sampai sore Hang I masih mengamuk dan membantai tentara Cin. Ketika Hang I masih ingin mengejar dan menghancurka angkatan perang Cin, Hoan Ceng datang menyusul. Kun-su ini mencegah niat Hang I yang tak kenal lelah itu. ”Ciang-kun sudah lelah, musuh pun sudah mundur. Hamba khawatir musuh membuat jebakan sehingga Ciang-kun terjebak dalam bahaya!” kata Hoan Ceng. Mula-mula Hang I tak mau menurut, tapi Hoan Ceng memberi alasan yang lebih masuk akal. ”Sekarang sudah malam, Ciang-kun! Jangan kejar mereka, sebab kita belum mengenal jalan-jalan di sini dan malam pun sangat gelap,” kata Hoan Ceng. ”Lebih baik kita perketat penjagaan, supaya musuh tidak bisa menyusup!” ”Ucapan Sian-seng benar juga,” kata Hang I. Akhirnya Hang I tidak melanjutkan pengejaran. Kemudian dia segera mengumpulkan seluruh panglima perangnya. ”Hoan Couw, I Eng dan Yong Ci, kalian bertiga masing-masing boleh membawa pasukan. Sembunyikan mereka di bagian kanan dan kiri jalan,” kata Hang I. ”Tunggu nanti malam jika kalian melihat api menyala, musuh pasti datang, masingmasing harus segera keluar dari persembunyain kalian dan langsung menyerang mereka.” Begitu menerima perintah para panglimanya itu langsung pergi bersama pasukannya masing-masing. Kemudian Hang I memanggil Eng Pouw. ”Kau boleh membawa pasukanmu untuk mencegah bala bantuan musuh, jangan beri kesempatan mereka bisa datang membantu kawan-kawannya!” kata Hang I. ”Baik Jenderal!” jawab Eng Pouw yang langsung berangkat. Hang I juga memerintahkan anak buahnya menyusun kayu-kayu bakar dan rumput kering di belakang kemahnya. Mereka harus menunggu malam dan sampai musuhnya datang. Begitu musuh datang, mereka boleh segera membakar rumput sebagai tanda. Siasat ini untuk membingungkan musuh. Sesudah Hang I mengatur anak buahnya, sekarang mereka tinggal menunggu musuh datang dan langsung menggempur habishabisan. Jenderal Ciang Ham yang kalah perang kabur bersama anak buahnya. Mereka pergi ke kemah Souw Kak untuk berunding dan membuat rencana serangan selanjutnya. ”Couw Peng (tentara negeri Couw) sekalipun telah menang perang, pasti mereka saat ini sangat kelelahan. Malam jika kita serang perkemahan mereka, aku rasa mereka akan menderita rusak berat!” kata Souw Kak. Sesudah mendengar pendapat anak buahnya, hati Ciang Ham agak senang. ”Ya, pendapatmu itu betul,” kata Ciang Ham yang setuju pada saran Couw Kak tersebut. Sesudah berunding dengan panglima lainnya, mereka setuju untuk penyerangan malam itu. Jenderal Ciang Ham malam itu juga ingin mengadakan serangan balasan secara mendadak ke benteng musuh. Lalu dia perintahkan Souw Kak membawa pasukan yang masih segar untuk mengambil posisi di sayap kanan.
Maksudnya untuk menggempur perkemahan tentara Couw. Ciang Ham sendiri membawa satu pasukan mengambil kedudukan di sayap kiri. Sesudah mengatur seluruh pasukan yang akan mengadakan serangan mendadak, Ciang Ham lalu istirahat sejenak. Jam satu malam, mereka bersama-sama berangkat menuju ke benteng musuh. Tidak berapa lama mereka telah sampai ke dekat perkemahan tentara Couw. Ciang Ham menyaksikan keadaan di sekitar benteng musuh sepi-sepi saja. Hal itu membuat dia girang bukan main, karena dia mengira tentara Couw sedang tidur lelap karena kelelahan. ”Mungkin mereka tak menduga aku akan mengadakan serangan mendadak.” pikir Ciang Ham. Dengan suara nyaring Ciang Ham segera memerintahkan angkatan perangnya maju menyerang benteng tentara Couw. ”Maju! Serang!” teriak Ciang Ham. Betapa kecewanya Ciang Ham begitu masuk ke dalam areal benteng musuh. Ternyata kemah-kemah itu kosong! Tidak seorang pun ada di situ. Ciang Ham baru sadar kalau dia telah tertipu mentah-mentah oleh siasat Hang I. Dengan sangat kaget dan kecewa Ciang Ham memberi komando dengan gugup. ”Mundur! Segera mundur! Ayo mundur! Kita terjebak!” teriak Ciang Ham dengan suara serak. Tiba-tiba terdengar suara meriam pertanda dari pihak musuh dan api pun menyala di sekeliling kemah tentara Couw. Dalam sekejap tentara Cin sudah dikepung rapat. Bukan main kagetnya Ciang Ham dan Souw Kak, keduanya menyelamatkan diri mereka masing-masing. Mereka berusaha keluar dari kepungan musuh. Tapi sial mereka bertemu dengan Hoan Couw, I Eng, Hee Kong, Yong Ci yang menghadangnya. Melihat musuh menghalanginya Souw Kak merasa yakin dia tidak akan bisa melewati kepungan musuh; maka buru-buru dia membalikkan kudanya menuju jalan ke sebelah timur. Belum berapa jauh dia melarikan diri, terdengar suara genderang perang pihak Couw bertalu-talu. Suaranya sangat berisik. Tiba-tiba seorang jenderal dari tentara Couw mencegatnya. ”Hai, anjing! Apa kau tak mengenali Hang I?” kata panglima itu. Mendengar jenderal itu mengaku bernama Hang , bukan main takutnya Souw Kak. Karena kurang waspada, sesudah bertarung sebentar Souw Kak tewas tertombak oleh Hang I. Jenderal Ciang Ham yang membawa anak buahnya saat itu masih bertarung secara ketat agar bisa meloloskan diri dari kepungan musuh. Tapi seperti Couw Kak yang bernasib sial dia pun bertemu dengan Eng Pouw. Ciang Ham terpaksa berperang sampai beberapa puluh jurus. Ketika Hang I sampai di situ, Hang I yang melihat Eng Pouw sedang berperang melawan Ciang Ham segera membantunya. Hang I langsung menerjang musuhnya. Karena dikeroyok, kembali Ciang Ham tidak tahan. Buru-buru dia melarikan diri. Kebetulan dia bertemu dengan Beng Hong yang membawa pasukan untuk memberi pertolongan kepadanya. Ternyata pasukan Beng Tong telah dihadang oleh Hoan Couw. Maka terjadilah
pertarungan sengit antara Hoan Couw dan Beng Tong. Baru beberapa jurus, Beng Tong mulai terdesak. Beberapa serangan Hoan Couw membuat gerakannya semakin lamban. Tiba-tiba ujung tombak Hoan Couw sudah menembus perutnya. Beng Hong pun tewas seketika. Melihat Beng Hong tewas, Ciang Ham mencambuk kudanya. Dia melarikan diri ke atas gunung dan meninggalkan anak buahnya. Melihat Ciang Ham melarikan diri, Hoan Couw berpikir. ”Jika aku berhasil menangkap Ciang Ham maka aku akan sangat berjasa!” Tanpa pikir panjang lagi, Hoan Couw mencambuk kudanya untuk memburu Ciang Ham. Waktu itu kuda yang ditunggangi oleh Ciang Ham kepayahan, ditambah lagi kuda itu belum diberi makan. Karena dilarikan sangat keras, kuda itu jatuh dan Ciang Ham pun terguling ke tanah. Melihat Ciang Ham jatuh, cepat-cepat Hoan Couw memburu dan menombak Ciang Ham. Tapi sebelum Hoan Couw sampai ke tempat Ciang Ham jatuh, tiba-tiba muncul seorang panglima Cin bernama Ham Ciang datang menolong Ciang Ham. Ham Ciang terpaksa bertarung mati-matian melawan Hoan Couw. Saat Ciang Ham melihat dua panglima sedang bertarung mati-matian, dia mengambil kesempatan untuk kabur menyelamatkan diri dengan meninggalkan Ham Ciang bertarung sendiri melawan Hoan Couw. Tidak berapa lama kemudian I Eng muncul. Melihat Hoan Couw sedang bertarung; dia langsung maju mengerubuti Ham Ciang. Karena tidak tahan dikeroyok, Ham Ciang melarikan diri. Dia segera diburu oleh I Eng dan Hoan Couw. Kali ini angkatan perang Cin mendapat kerusakan besar, untung saja datang sepuluh ribu tentara Cin yang dipimpinan Li Gi. Ciang Ham bersama Ham Ciang segera bergabung dengan pasukan di bawah komando Li Gi itu. Mereka pun langsung masuk ke benteng Li Gi. Hoan Couw dan I Eng yang datang memburu sudah terlambat. Melihat ada benteng musuh, mereka langsung menghentikan pengejaran. Mereka tidak berani langsung menerjang benteng itu karena tampaknya sangat kokoh. Terpaksa I Eng dan Hoan Couw membangun perkemahan agak jauh dari benteng musuh. Tidak berapa lama Hang I bersama angkatan perangnya sampai. Waktu itu matahari sudah mau tenggelam di ufuk barat lagi. Hoan Ceng memperingatkan Hang I yang tak sabar ingin segera menghabisi musuhnya agar menunda serangannya. ”Malam ini panglima tentara Cin pasti mengira kita kembali akan menggempur mereka,” kata Hoan Ceng pada Hang I.
”Saat ini pasti mereka menempatkan tentara untuk menghajar angkatan perang kita. Jika benar kita menyerang mereka, saat itu pasti tentara kita akan terkepung oleh tentara Cin!” ”Aku rasa dugaan Sian-seng benar, aku pun berpikir begitu,” kata Hang I. ”Maka itu kita harus menggunakan akal dan siasat yang tepat untuk menghancurkan mereka!” Hoan Ceng berkata lagi. ”Jika benar dugaanku begitu, maka kita harus mengembalikan tipu muslihatnya itu,” kata Hoan Ceng. ”Malam ini kita perintahkan dua panglima perang membawa pasukan menunggu di kiri dan kanan jalan. Tugas mereka menghadang pasukan yang
akan membokong pasukan kita. Sebelum mereka siap, seorang panglima yang lain boleh menghantam benteng musuh. Ciang-kun sendiri boleh menyerang bagian belakang benteng musuh, hamba yakin pasti Ciang-kun bisa menangkap Ciang Ham.” Hang I mengangguk setuju dengan rencana yang dibuat oleh Hoan Ceng. Sesudah paham benar apa yang harus dia lakukan, Hang I mengeluarkan perintah. ”Eng Pouw kau bawa dua ribu tentara, cegat pasukan Cin yang akan membuat perangkap di sebelah selatan!” kata Hang I. ‘Baik, Jenderal!” jawab Eng Pouw. Sesudah itu Hang I memerintah Hoan Couw untuk membawa pasukannya. ”Kau bawa dua ribu tentara untuk mencegat tentara Cin di sebelah utara!” ”Baik Jenderal!” kata Hoan Couw. Hang I sendiri akan membawa selaksa (10.000) tentara mengambil posisi di bagian tengah. Jenderal Ciang Ham kembali dikalahkan oleh pasukan Couw. Bahkan mereka sudah beberapa kali kalah besar. Sekarang dia jadi merasa malu dan berpikir keras sambil berharap dia bisa memenangkan pertempuran. Tiap malam, otaknya bekerja keras. Hatinya selalu was-was jangan-jangan malam itu musuh datang kembali memporak-porandakan bentengnya. Karena Ciang Ham yakin tentara Couw pasti kembali dan menyusup untuk menggempur bentengnya, maka dia harus waspada. Karena selalu dihantui oleh adanya serangan mendadak dari pihak musuh, akhirnya Ciang Ham mengatur pasukannya untuk siaga penuh. Ciang Ham mengeluarkan perintah pada dua panglima perangnya. ”Kalian berdua harus segera berangkat untuk membuat perangkap bagi musuh. Aku kira malam ini musuh bakal datang kembali,” kata Ciang Ham. Pasukan yang membuat perangkap itu seperti biasa diperintahkan ditempatkan di kiri dan kanan jalan yang diduga akan dilewati oleh tentara Couw. ”Jika benar mereka datang, maka pasukan kalian boleh langsung mengepung musuh!” kata Ciang Ham lagi. Malam itu, Hang I memerintahkan tentaranya secara diam-diam bergerak ke suatu tempat. Sesudah pasukannya berjalan satu li, Hang I memerintahkan pasukannya berhenti. ”Kita tunggu kabar apakah dua panglima kita berhasil atau tidak?” kata Hang I. Tidak berapa lama, terdengar suara genderang perang dibunyikan. Itu sebagai tanda kedua panglimanya sudah memenangkan peperangan. Mereka sengaja memberitahu Hang I agar segera menyerang benteng tentara Cin. Begitu Hang I mendengar suara tambur dibunyikan, dia mengeluarkan perintah. ”Maju dan hantam benteng tentara Cin yang dijaga oleh Ciang Ham!” kata Hang I. Ketika itu Ciang Ham bersama Li Gi sedang menunggu kedatangan musuh, mereka kaget melihat anak buahnya yang ”membay-hok” di kanan dan kiri jalan datang berlarian karena kalah perang. Melihat kejadian itu, Ciang Ham tidak berani lama-lama tinggal di situ. Dia langsung mengeluarkan perintah. ”Segera bongkar benteng, cepat kabur dari tempat itu!” kata Ciang Ham.
Mendengar musuh membongkar benteng, Hang I kesal. Dia segera memburu mereka sekuat tenaga. Dengan demikian Hang I dan anak buahnya berhasil membunuh puluhan ribu anak buah Ciang Ham. Hingga mayat mereka berhamburan di tanah lapang. Bau amis darah membubung ke udara. *** Ketika itu dikisahkan, Raja Tio sudah mendengar laporan bala-bantuan dari negeri Couw berhasil mendapatkan kemenangan. Dan ketika Raja Tio mendengar bahwa Hang I sedang memburu Ciang Ham, dia segera memerintahkan panglimanya untuk membantu. ”Tan I dan Thio Ji kalian bawa pasukan keluar kota, bantu Jenderal Hang I memukul dan menghancurkan tentara Cin,” kata Raja Tio. Ciang Ham melarikan diri bersama sepuluh anak buahnya dari pasukan berkuda, dia meninggalkan pasukan lain dan melarikan diri masuk ke dalam hutan rimba Hoan Couw bersama Eng Pouw dari negeri Couw memburu musuhnya itu dengan bersemangat. Mereka berharap bisa menangkap Ciang Ham hidup-hidup. Ketika Ciang Ham dan kawan-kawannya sudah hampir terkejar; di tengah jalan Hoan Couw dan Eng Pouw dihadang oleh panglima Cin. Para penghadang itu mencoba menyelamatkan Ciang Ham dari kejaran mereka. Panglima Cin itu terdiri dari Ciang Peng, Ciu Him dan Ong Koan. Mereka adalah pasukan Cin yang masih segar. Melihat ada musuh yang membantu Ciang Ham, dua panglima Couw yaitu Hoan Couw dan Eng Pouw segera menghentikan pengejaran. Karena musuh mendapat bantuan, mereka jadi ragu dan khawatir tidak akan sanggup menghadapi musuh. Terpaksa mereka pulang kembali untuk memberitahukan hal itu pada Hang I.
Ketika itu Hang I sudah sampai di bawah kota milik negeri Tio. Raja bersama rakyatnya sudah menyediakan arak dan makanan. Mereka menunggu kota untuk menyambut. Begitu Hang I tiba mereka memberi hormat kepada Sekaligus mereka juga hendak menjamu Hang I yang sudah masuk ke dalam
Tio di luar Hang I. kota.
”Hari ini kita boleh segera menyerbu dan masuk ke wilayah negeri Cin,” kata Hang I. ”Jika terlalu lama tidak kita serang, siapa tahu mereka bisa bangkit kembali. Saat itu akan susah kita masuk ke wilayah negeri Cin. Jika kita mau menghancurkan negeri Cin, harus sekarang juga! Karena inilah saatnya yang tepat!” Ketika itu Hang I langsung memerintahkan anak buahnya untuk menyeret Ong Li dan Siap Kan. Dua panglima negeri Cin yang tertangkap untuk dihadapkan kepadanya. Sesudah diadakan tanya jawab lalu Hang I memutuskan supaya algojo memancung kepala mereka berdua. Sesudah kedua panglima itu dihukum mati, Hang I mengeluarkan perintah baru. ”Kui Pouw dan Ciong Li Bwe ambil lima ribu tentara dan tetap tinggal di negeri Tio untuk membantu penjagaan kota. Aku akan membawa dua puluh laksa tentara akan masuk ke wilayah negeri Cin. Aku akan memburu Ciang Ham,” kata Hang I. Kemudian Hang I dan pasukannya berangkat menuju negeri Cin. Selang beberapa hari, pasukan Hang I telah tiba di kota-kota negeri Cin. Saat Hang I dan angkatan perangnya tiba, panglima penjaga kota-kota itu langsung menyerah. Karena mereka gentar dan ngeri pada Hang I. Mereka pun langsung membuka pintu kota sambil memasang hio. Ini mereka lakukan sebagai tanda takluk pada Hang I. Dalam tiga hari, Hang I bersama angkatan perangnya bergerak ke kota lain. Akhirnya mereka masuk ke dalam wilayah negeri Cin sampai sejauh dua puluh li.
Pada hari keempat, Hang I bersama angkatan perangnya telah sampai di tanah Ciang-lam (Kang-lam). ”Ciang-kun sebaiknya istirahatkan dulu angkatan perang Ciang-kun! Jangan masuk ke daerah musuh terlalu dalam. Ciang-kun harus melihat keadaan dulu, sekalipun Ciang Ham telah kalah besar, tapi di dalam negeri Cin masih banyak tentaranya!” kata Hoan Ceng. ”Hm, rasanya ucapan Sian-seng ada benar. Kita memang perlu beristirahat sambil mempelajari situasi negeri ini,” kata Hang I. Kemudian Hang I memerintahkan anak buahnya membangun perkemahan untuk beristirahat. *** Sementara dikisahkan, Ciang Ham yang terus diburu oleh pasukan Hang I sudah berhasil mengumpulkan kembali anak buahnya. Dengan susah payah Ciang Ham mengumpulkan sepuluh laksa lebih tentaranya. Ciang Ham mengeluarkan perintah agar pasukannya bertahan di kota Han-kok-koan. Ini kota negeri Cin yang terpenting. Itu sebabnya dengan mati-matian Ciang Ham menjaga kota itu secara disiplin. Sudah beberapa kali Ciang Ham memohon pada Ji Si Hong-tee agar segera dikirim bala tentara. Dia berharap agar bisa mempertahankan kota itu. Tapi entah mengapa Ciang Ham tidak mendapat balasan dari rajanya. Ciang Ham jadi sangat khawatir. Dia tidak tahu mengapa rajanya tak menjawab permintaannya itu. Ketika itu yang menjadi Tay-siang (Menteri Besar) di negeri Cin adalah Tio Ko. Sebagai menteri, Tio Ko tak ingin rajanya ikut campur dalam berbagai masalah. Itu sebabnya kabar mengenai huru-hara di dalam negeri, maupun yang terjadi di luar negeri, tidak pernah dilaporkan pada Raja Ji Si. Waktu itu raja mengira negaranya aman-aman saja. Tio Ko tidak mau rajanya tahu atau mendengar kabar buruk tentang negerinya. Bukan itu saja, jika ada orang atau menteri yang berani banyak mulut di depan raja, Tio Ko tak segan menganiaya orang itu. Karena itu semua menteri berpangkat tinggi atau rendah tidak berani memberitahu Raja Ji Si. Waktu itu semua kekuasaan ada di tangan Tio Ko. Bahkan jiwa menteri-menteri pun ada di tangannya. Sejak Ji Si Hong-tee menjadi raja, tidak pernah sekalipun dia mengurus negara. Semua masalah diserahkannya pada Tio Ko seorang. Kerja Ji Si Hong-te cuma bersenang-senang. Tak heran di negerinya terjadi kerusuhan dan kekacauan demikian besar pun dia tidak mengetahuinya. Sebenarnya para panglimanya yang menjaga kota-kota perbatasan sudah banyak yang mengirim surat kepadanya. Tapi semua surat itu oleh Tio Ko ditahan. Malah banyak laporan yang dimusnahkan sebelum dibaca! Tio Ko tidak mau melaporkannya. *** Ketika Hang I dan angkatan perangnya masih berada di daerah Kang-lam, rakyat negeri Cin sudah kegerahan. Penduduk negeri itu sudah tidak senang dan gelisah. Mereka tak enak makan dan tidur. Kabar tentang majunya angkatan perang Hang I sudah sampai ke istana raja. Kecuali kepada Ji Si Hong-tee. Semua orang, besar dan kecil, sudah tahu apa yang sedang mengancam mereka saat itu. Seluruh Kiong-li-Kiong-li 1) kebingungan. Tapi karena mereka takut pada Tio Ko, jadi tidak berani melapor pada Ji Si Hong-tee.
Para menteri sudah gelisah. Mereka berusaha akan menyampaikan kabar buruk itu pada raja. Mereka lalu beramai-ramai datang ke istana. Tapi pintu istana tertutup rapat. Terpaksa mereka harus menunggu di pintu istana dengan tak sabar. Hari itu mereka tak berhasil menemui raja. Hari berikutnya pun begitu. Sampai beberapa hari lamanya, mereka tidak melihat Ji Si Hong-tee duduk di atas tahtanya. Mereka tidak bisa bertemu dengan raja, kecuali Tio Ko.
Tak seorang pun diidzinkan masuk ke istana raja. Tapi Tio Ko sendiri tak mau melapor apa yang sedang terjadi di negeri Cin. *** Dikisahkan Li Su Sang sahabat baik Tio Ko, waktu itu sangat kesal pada Tio Ko. Karena kekuasaan Li Su saat itu sudah dirampas oleh Tio Ko. Sekalipun benar dia menjadi Tay-siang (Menteri Besar), tetapi Kaisar Ji Si tidak mau mendengar nasihatnya lagi. Tak heran jika Li Su merasa sakit hati. Dan sudah lama dia tidak mau ikut campur dalam urusan negara. Ketika Tio Ko mengetahui Li Su tidak senang kepadanya, Tio Ko pun mencari akal mau menganiaya Li Su. Pada suatu hari..... Tio Ko pergi menemui Li Su di kantornya. Tio Ko lalu berkata pada sahabatnya itu. ”Saat ini Hang I bersama angkatan perangnya ada di wilayah Kang-lam. Jenderal Ciang Ham serta angkatan perangnya mendapat kerusakan besar,” kata Tio Ko. ”Sudah tiga puluh laksa (300.000) tentara Cin yang binasa di tangan musuh. Kesulitan negeri kita bukan main besarnya! Sedang pembangunan Istana A Pongkiong yang dimulai oleh Kaisar Cin Si Ong sampai saat ini belum selesai. Biaya sehari-hari yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Saat ini kita kekurangan angkatan perang dan kekurangan ransum. Mengapa Kun-houw tidak mau menasihati raja supaya beliau menghentikan dulu pembangunan istana itu. Masalah ini harus segera Kun-houw urus!” ”Bukan aku tidak mau ikut campur dalam masalah ini,” kata Li Su. ”Tapi Anda tahu sendiri kaisar selalu diam di dalam istana. Kapan aku bisa menemuinya?” .”Ah, itu soal mudah, Kun-houw. Silakan Anda sediakan dulu Piauw-ciang (surat untuk memohon bertemu dengan raja). Biar suatu saat jika raja sedang senang hatinya, saya akan menyerahkan surat Anda kepadanya. Hasilnya akan kuberitahu pada Kun-houw, bagaimana?” kata Tio Ko. ”Baiklah,” kata Li Su. *** Pada suatu hari..... Ketika Ji Si Hong-te sedang minum arak bersama Tio Ko di dalam istana, Tio Ko menyuruh orang memberitahu Li Su agar segera memasukan Piauw-ciangnya itu. Li Su segera memasukkan Piauw-ciangnya dan minta bertemu dengan raja. Sesudah dilakukannya beberapa kali, tapi Ji Si Hong-tee tidak mau menemui Li Su. Dia malah memarahi Li Su. ”Kurang ajar, berani benar dia menasihatiku! Apa pun yang aku lakukan, itu urusanku!” maki sang kaisar. Mendengar makian itu, tahulah Tio Ko bahwa kaisar Cin sangat benci pada Li Su.
”Memang Li Su ini kurang ajar sekali,” kata Tio Ko menghasut. ”Hamba pernah mendengar Li Su mengeluarkan ucapan yang tidak baik kepada Tuanku. Dia bilang dia sangat menyesal dulu tidak menurut pada perintah Sian Tee (almarhum Cin Si Ong). Padahal dalam Wi-ciauw (surat wasiat) Cin Si Ong, jelas dikatakan Cin Si Ong mau mengangkat Hu Souw menjadi raja.” Mendengar ucapan Tio Ko begitu, Ji Si Hong-tee semakin marah. ”Oh, rupanya dia mulai berani terhadapku! Kalau begitu Li Su pasti berniat jahat!” ”Pendapat Tuanku benar sekali,” kata Tio Ko ikut memperuncing suasana. ”Pi-hee juga tahu dulu anak Li Su yang paling besar bernama Li Yu menjadi Tay-siu di daerah Su-coan. Orang melaporkan dia bersekongkol dengan negeri Couw. Tapi karena masalahnya tidak jelas, akhirnya masalah itu tidak diusut lagi. Sebenarnya Li Su telah melakukan kejahatan. Jika Pi-hee tidak peduli pada masalah ini, di kemudian hari ini akan timbul bahaya besar di dalam negeri Cin.” Ji Si Hong-tee marah sekali dan berniat mencelakakan Li Su. Ketika Li Su mengetahui Tio Ko telah menipunya bahkan mengadukan hal yang tidak benar tentang dirinya kepada raja. Li Su kembali memasukan surat pegaduan, maksudnya akan membuka rahasia dan kejahatan Tio Ko. Saat Ji Si Hong-tee melihat surat pengaduan dari Li Su, dia bertambah kurang senang. ”Keng sangat baik, Tim tahu betul itu. Jika bukan keng, seorang siapa yang Tim andalkan untuk mengurus negeri? Sekarang Li Su tidak boleh dibiarkan hidup lagi di dunia!” kata Ji Si Hong-tee. Begitu selesai bicara Raja Cin itu mengeluarkan perintah. ”Pengawal, segera tangkap Li Su dan sanak-keluarganya. Mereka harus dibunuh di tengah alun-alun!” kata Ji Si Hong-tee. Penangkapan segera dilaksanakan. Satu persatu sanak-keluarga Li Su dibunuh di alun-alun. Orang yang menyaksikan sangat terharu. Ketika tinggal Li Su dan isterinya yang belum dibunuh, mereka saling berpelukan dengan anak dan isterinya di tempat pembantaian. Tak lama kepala mereka lalu ditebas! Dalam sekejap habislah seluruh keluarga Li Su. Orang-orang yang menyaksikan pembantaian atas Li Su dan keluarganya, ada yang senang. Karena Li Su dulu banyak melakukan kejahatan. Dia membantu Cin Si Ong melakukan kekejaman terhadap rakyat. Ada juga yang kasihan karena dia yang berdosa, sanak-keluarganya ikut dibantai. *** Dikisahkan..... Pada suatu hari Raja Ji Si sedang tidur siang. Dia mendengar gundik-gundiknya bicara sesama mereka dengan suara perlahan dan nadanya sedih. Ji Si Hong-tee jadi kaget. Dia mendengar ada seorang Kiong-li (selir) bertanya pada seorang Tay-kam. ”Tentang kabar di luaran hari ini, bagaimana Kong-kong?” tanya selir itu.
”Jangan banyak tanya, tidak lama lagi kita pasti bakal menjadi setan tidak berkepala sebab kabarnya Jendral Ciang Ham sudah kalah perang. Menurut
keterangan 270.000 tentaranya telah terbunuh dalam peperangan itu. Tidak lama lagi angkatan perang Hang I akan datang menyerang kota Ham-kok-koan. Dan pasti kita akan binasa semuanya!” Begitu Raja Ji Si mendengar perkataan itu dia kaget. Dia segera memanggil orang-orang yang berkata tadi. Ji Si bertanya dengan sabar. ”Barusan kalian membicarakan soal apa?” kata Raja. Semua selir dan thay-kam menangis. Mereka tidak berani menceritakan apa yang tadi mereka bicarakan. Mereka takut pada Tio Ko. Raja Ji Si marah dan memaksa agar mereka menceritakan apa yang mereka bicarakan tadi.. Karena takut dihukum mati oleh raja, selir dan thay-kam segera memberi keterangan. ”Sekarang keadaan negeri Cin sangat kacau,’ kata selir raja. ” Jenderal Ciang Ham sudah kalah perang dan tentaranya mendapat kerusakan berat! Sedang 270.000 tentara Cin sudah binasa dalam peperangan. Tak lama lagi angkatan perang Hang I sudah sampai di daerah Kang-lam. Dalam waktu dekat mereka akan menyerang kota Ham-kok-koan. Jika kota Ham-kok-koan sampai jatuh ke tangan Hang I, maka negeri Cin sudah habis sama sekali! Semua orang sudah amat ketakutan pada Tio Ko, jadi tidak ada yang berani memberi tahu pada Pi-hee. Hamba harap Pi-hee segera mengirim bala tentara untuk membantu Jenderal Ciang Ham. Jika terlambat, habislah negeri Cin ini.” ”Itu benar, Tuanku,” kata Thay-kam ikut membenarkan. Mendengar keterangan itu, Ji Si Hong-te seperti mendengar suara guntur di siang hari. Tubuhnya jadi gemetar. ”Segera panggil Tio Ko ke mari!” katanya dengan sengit. Tidak berapa lama, Tio Ko pun sampai di hadapannya. ”Aku sudah memberi kau kedudukan menjadi Tay-siang. Mengapa hari ini ketika tahtaku hampir terbalik, kau tidak mau memberi tahuku bahwa bahaya besar sedang mengancam negeri ini? Tiga puluh laksa tentara sudah binasa. Hal itu tidak kau laporkan kepadaku! Menurut aturan, kau harus dihukuman mati!” kata Ji Si Hongtee. Mendengar ucapan Ji Si Hong-tee yang kasar, Tio Ko marah. Dia menanggalkan kopiah kebesarannya lalu bersujud sambil berkata, ”Maaf Tuanku, Tuanku telah mengangkat hamba menjadi Tay-siang. Hamba mendapat perintah untuk mengurus urusan dalam negeri. Hamba pun harus menuruti kehendak Tuanku menemani Tuanku di istana. Itu kewajiban hamba! Masalah militer bukan urusan hamba. Itu tanggung jawab Tay-ciang-kun (jendral Perang)! Jika angkatan perang kalah Tuanku boleh menegur Jenderal Ciang Ham dan Jenderal Ong Li, jangan salahkan hamba! Lagi pula kekacauan yang terjadi tidak seberapa besar. Cuma karena rakyat banyak mulut, masalah dibesar-besarkan! Hamba harap Tuanku tidak mempercayai kabar bohong itu!” kata Tio Ko. Ji Si Hong-te memang seorang yang tidak berguna. Dia tidak mengerti apa-apa dalam soal pemerintahan. Ketika mendengar ucapan Tio Ko, dia diam lalu kembali bersenang-senang sebagaimana biasa. Ketika Tio Ko sudah pulang ke rumah, dia berpikir dalam hatinya. ”Masalah yang dibicarakan oleh raja tadi, semua ini gara-gara Ciang Ham. Dia menyuap Thay-kam supaya melapor pada Ji Si Hong-tee. Jika bukan karena dia, mana mungkin kaisar mengetahui masalah itu?” pikir Tio Ko. Karena itu, Tio Ko jadi sakit hati pada Ciang Ham. ***
Pada suatu hari..... Anak buah Tio Ko melapor. ”Di luar ada utusan dari Jenderal Ciang Ham yang bernama Su-ma Hin,” kata anak buahnya. ”Mau apa dia?” tanya Tio Ko. ”Dia bilang kedatangannya hendak melaporkan keadaan di medan perang. Su-ma Hin ingin bertemu dengan kaisar. Tapi dia tahu harus bertemu dengan Tay-siang dulu untuk mohon bantuan mengantar dia pada kaisar,” kata anak buahnya. Mendengar laporan itu, bukan main senangnya Tio Ko. ”Hong-te telah menyalahkanku,” pikir Tio Ko. ”Sekarang jika dia kuizinkan bertemu kaisar, pasti aku bisa celaka! Lebih baik aku celakakan dia.” Sesudah itu Tio Ko berkata pada anak buahnya. ”Katakan pada utusan itu supaya menunggu beberapa hari lagi!” kata Tio Ko. ”Akan kuatur pertemuan dia dengan raja!” ”Baik, Tuanku,” jawab anak buahnya. Orang itu keluar menemui Su-ma Hin dan memberitahu agar Su-ma Hin menunggu beberapa hari lagi. ”Apa tak bisa dipercepat?” tanya Su-ma Hin. ”Tidak! Menurut majikanku harus menunggu beberapa hari lagi,” kata anak buah Tio Ko. ”Kalau begitu, baiklah,” kata Su-ma Hin. Su-ma Hin terpaksa pulang ke penginapannya. Dia bermalam di gedung yang disediakan. Tiga hari lamanya dia menunggu. Tapi Tio Ko belum juga mau menemuinya. Karena masalahnya amat penting, Su-ma Hin terpaksa menyuap anak buah Tio Ko. Dia minta agar menyampaikan pesannya pada majikannya. Karena disuap dengan uang cukup banyak, orang itu merasa kasihan pada Jenderal Su-ma Hin. Dia kemudian berbisik memberitahu satu rahasia pada Su-ma Hin. ”Majikan hamba mau mencelakakan Tuan dan Jenderal Ciang Ham. Lebih baik Tuan segera melarikan diri saja.
Jika Tuan tidak segera pergi, niscaya Tuan akan celaka.” kata orang itu. Mendengar keterangan itu Su-ma Hin kaget. Segera dia menaiki kudanya dan melarikan diri ke luar darikotaHam-yang menuju Ham-kok-koan. *** Selang tiga hari kemudian.... Tio Ko menyuruh anak buahnya memanggil Su-ma Hin. Tapi dia mendapat laporan bahwa utusan Ciang Ham itu sudah kabur. Mengetahui Su-ma Hin sudah kabur, Tio Ko kaget. Dia segera mengeluarkan perintah pada dua orang bawahannya. ”Segera susul Su-ma Hin, tangkap dia dan bawa kembali ke mari,” kata Tio Ko.
Tapi sayang kedua Ke-ciang itu tidak bisa mengejar buruannya itu karena Su-ma Hin sudah kabur jauh. Mereka buru-buru kembali untuk melapor pada Tio Ko. ”Maaf Tuanku, Su-ma Hin sejak tiga hari yang lalu sudah keluar dari pintukotaHam-yang, karena itu dia tidak bisa dikejar,” kata anak buah Tio Ko. Mendengar laporan yang mengecewakan itu Tio Ko marah-marah. Buru-buru dia pergi ke istana. Lalu masuk ke dalam kraton untuk mengadu pada Ji Si Hong-tee. ”Tay-siang ada apa? Kenapa Tay-siang kelihatannya amat terburu-buru?” tanya Ji Si Hong-tee. ”Hamba hedak melapor Tuanku.’ kata Tio Ko. ”Mengenai masalah apa? tanya Ji Si Hong-tee. ”Karena kecerobohan Jenderal Ciang Ham dan para panglima perangnya, maka kita dikalahkan dalam peperangan dengan negeri Couw. Dosa Jenderal Ciang Ham dan kawan-kawannya sangat besar! Kekacauan yang ditimbulkan oleh Hang I dan angkatan perangnya, sekarang telah meluas ke mana-mana! Semua ini terjadi karena Jenderal Ciang Ham tidak becus berperang. Hamba juga mendapat informasi bahwa Ciang Ham dan para panglimanya telah bersekongkol dengan musuh. Sekarang Pi-hee harus mencopot kedudukannya dan mengganti dia dengan seorang yang gagah perkasa. Kemudian panggil Ciang Ham dan para panglimanya. Sesudah masuk ke dalamkota, mereka harus segera dibunuh! Jika tidak, negeri Cin pasti akan menghadapi bahaya besar!” kata Tio Ko. Mendengar laporan itu, Ji Si Hong-tee menjadi marah. Dia memerintahkan pada Tio Ko supaya mengutus cucu Tio Ko yang bernama Tio Siang untuk menggantikan kedudukan Jenderal Ciang Ham. Dia juga diperintahkan memanggil Jenderal Ciang Ham dan seluruh stafnya pulang kekotaHam-yang untuk diperiksa perkaranya. Diceritakan Su-ma Hin dengan cepat meninggalkan Kota Raja. Dia melarikan kudanya dengan kencang. Tak lama dia telah ada di luarkota. Dia terus melarikan kudanya bagaikan terbang. Maka dalam waktu singkat, dia sudah sampai dikotaHamkok-koan. Begitu sampai Su-ma Hin langsung menemui Ciang Ham. Satu persatu dia ceritakan pengalamannya ketika minta bertemu dengan kaisar. ”Karena tidak bisa langsung bertemu kaisar, terpaksa hamba menemui Tio Ko,” ujar Su-ma Hin. ”Sesudah datang ke rumah Tio Ko, ternyata dia tak mau menemui hamba dan meminta hamba menunggu beberapa hari!” ”Lalu mengapa kau tidak menunggunya?” tanya Ciang Ham. ”Hamba menunggunya sampai tiga hari! Karena tak ada kabar, hamba menyuap salah seorang pegawai Tio Ko untuk mendapat informasi. Ternyata ....” kata Su-ma Hin tak melanjutkan. ”Ternyata apa? Cepat lanjutkan!” desak Ciang Ham. ”Pegawai itu membuka rahasia majikannya pada hamba,” kata Su-ma Hin. ”Menurut keterangannya, Tio Ko berniat mencelakakan kita. Sesudah mendengar keterangan anak buah Tio Ko, saya buru-buru pulang untuk melapor pada Jenderal!” kata Su-ma Hin. Mendengar cerita yang disampaikan oleh Su-ma Hin. Jenderal Ciang Ham kaget Dia jadi takut sendiri. Sambil menarik napas panjang dia mengeluh. ”Ah! Sekarang kita tidak punya tempat hanya untuk kedua kaki kita ini! Di dalam
negeri ada kan-sin (durna) yang memegang kuasa. Di luar negeri ada yang akan menghancurkan negeri. Sekarang apa yang harus kita perbuat?” kata Ciang Ham. ”Ya, benar Tuanku! Hal ini karena kaisar tidak pernah mengurus masalah negara. Kaisar terlalu mempercayai Tio Ko. Jika dipikir-pikir, usaha kita beperang membela negara ini percuma saja!” ujar Su-ma Hin. ”Sekarang kita harus segera membahas masalah ini. Pengawal, cepat kau kumpulkan panglima kita!” ujar Ciang Ham. ”Baik Jenderal!” kemudian pengawal itu langsung melaksanakan tugasnya. Tak lama Jenderal Ciang Ham telah berhasil mengumpulkan seluruh panglima dan anak buahnya. Mereka akan diajak berunding. Ciang Ham segera membuka masalah yang mereka hadapi saat itu. Jenderal Ciang Ham menerangkan apa yang dialami oleh Su-ma Hin yang diperintah mencari bantuan ke Ibu Kota. ”Bagaimana pendapat kalian semua tentang masalah ini?” kata Jenderal Ciang Ham. Salah seorang anak buahnya yang bernama Tang Hi menghadap. ”Memang sudah lama hamba mendengar Tio Ko mau mencelakakan kita. Sekarang kita harus lebih dahulu bersiap-siap untuk menghadapi bahaya itu! Hamba harap kita jangan sampai masuk ke dalam prangkap dan tipu daya Tio Ko. Ciang-kun boleh jadikan Li Su sebagai contoh. Baru-baru ini hamba dengar dia dan keluarganya dibantai tanpa ampun.
TAMAT