HAND OUT SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI PEMBANGUNAN Kode Mata Kuliah : Sej 406 OLEH
: DRA. LELI YULIFAR, M.Pd
Jumlah Pertemuan : 16 ( 7 pertemuan teori, 7 pertemuan diskusi kelompok, UTS dan UAS) Pertemuan I : Menjelaskan Rasional disiplin sosiologi dan Antropologi pembangunan sebagai kajian yang integrative di dalam menelaah permasalahan-permasalahan pembangunan terutama di negara-negara Dunia Ketiga. Yakni : a.
Kehidupan manusia dapat dikaji baik melalui Sosiologi maupun Antropologi. Hal ini menjadikan kedua disiplin ilmu tersebut susah untuk dipisahkan. Banyak para ahli Sosiologi merangkap menjadi antropolog, dan sebaliknya. Kendati demikian, kajian Antropologi yang berhubungan langsung dengan Sosiologi, hanya yang berkenaan dengan Antropologi budaya saja. Dalam hal ini, khusus kajian yang berkenaan dengan aspek manusia sebagai mahluk sosial budaya, yang diidentifikasi bahwa manusia memiliki perilaku sosial yang melembaga.
b. Pembangunan sebagai konsep politik, ekonomi dan sosial di dalam mengarahkan proses perubahan yang diinginkan suatu bangsa akan melibatkan semua pemikiran, ilmu pengetahuan dan teknologi. Abad ke-21 ditandai dengan pesatnya perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, sebagai akibat perkembangan Teknologi Informasi. Implikasinya, di dalam upaya perubahan yang direncanakan, yang dikenal dengan
istilah Pembangunan, masalah-
masalah sosial budaya, sosial ekonomi dan sosial politik tersebut akan melebur dalam satu telaah yang berada dalam ranah Sosiologi dan Antropologi. c. Isu-isu tentang pemerataan, perubahan sosial, potensi konflik, disintegrasi, pembangunan fisik dan spiritual dalam kerangka multikultural dalam ruang global tampak menjadi semakin krusial untuk dijadikan bahan diskusi.Untuk memperkuat pemikiran para mahasiswa dalam menganalisis implikasi pembangunan sebuah Negara, termasuk Indonesia, perkuliahan dimulai dengan membahas berbagai teori pembangunan, yang akan digunakan dalam 1
membedah permasalahan kasus-kasus pembangunan sebagai implikasi dari perubahan yang terencana tersebut. Pertemuan II a.
Definisi Pembangunan dan Tiga Golongan Kebutuhan Dasar Sosiologi dan Antropologi (budaya) mempelajari manusia yang berkenaan dengan individu, masyarakat, ataupun pranata sosial seperti keluarga, agama dan politik (Gurniwan, 1999 : 33). Kedua disiplin ilmu ini, beserta ilmu-ilmu sosial lainnya berupaya untuk mencoba menjawab setiap masalah yang berhubungan dengan kehidupan manusia, termasuk bagaimana mereka melakukan suatu perubahan, khususnya yang dilakukan dengan sengaja dan terencana. Setiap
upaya
(Kartasasmita, 1996).
perubahan yang direncanakan, disebut Di sisi lain, pembangunan tersebut
pembangunan
akan menimbulkan
perubahan. Karena itu, antara pembangunan dan perubahan akan merupakan dua unsur yang saling berkaitan erat. Parsudi Suparlan dalam tulisannnya tentang Antropologi Pembangunan, sebagai penghormatan kepada Koentjaraningrat (1997) mendefinisikan pembangunan sebagai serangkaian upaya yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah, badanbadan atau lembaga-lembaga internasional, nasional atau lokal yang terwujud dalam bentuk-bentuk kebijaksanaan, program, atau proyek, yang secara terencana mengubah cara-cara hidup atau kebudayaan dari sesuatu masyarakat sehingga warga masyarakat tersebut dapat hidup lebih baik atau lebih sejahtera daripada sebelum adanya pembangunan tersebut. 1. Basic Needs dan Basic Drive Program-program tersebut di antaranya meliputi program-program pembangunan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi , yang
mencakup program-program
peningkatan kesejahteraan hidup atau mutu, senada dengan Sumarwoto di atas, tentang basic need yang pada gilirannya akan menjadi basic drive setiap individu. Menurut Sumarwoto (2001), pembagian kebutuhan dasar
di atas dibagi secara
khierarkis berturut-turut dari atas ke bawah, sehingga menjadi tiga golongan.
2
1.1. Kebutuhan Dasar Untuk Kelangsungan Hidup Hayati Mahluk hidup selalu berusaha untuk selalu menjaga kelangsungan hidupnya, tidak saja secara individu tetapi juga sebagai jenis. Kelangsungan hidup sebagai jenis bahkan memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan kehidupan individual. Sehingga kita akan Menjumpai kelakuan altruism, yaitu pengorbanan diri untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenis. 1.2. Kebutuhan Dasar untuk Kelangsungan Hidup yang Manusiawi Kelangsungan hidup yang manusiawi dan derajat kebebasan memilih hanyalah mungkin apabila kelangsungan kehidupan hayati telah terpenuhi dan terjamin. Oleh karena itu, kelangsungan kehidupan hayati adalah hal yang paling pokok dan mempunyai bobot yang paling tinggi di antara ketiga golongan kebutuhan dasar. Pada saat kebutuhan dasar yang pertama ini telah terpenuhi, orang sering tidak merasakan adanya kebutuhan dasar pada tahap ini 1.3. Kebutuhan Dasar untuk Memilih Kemampuan memilih merupakan sifat hakiki mahluk untuk dpat mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik pada tumbuhan, hewan dan manusia. Akar tumbuhan dapat memilih unsur mana yang diserap banyak dan mana yang diserap sedikit. Kemampuan memilih ini memungkinkan kita untuk menggunakan tumbuhan sebagai indikator adanya zat tertentu di dalam tanah. Hewan juga memilih apa yang dimakannya. Kambing memiliki pilihan yang lebih luas disbanding hama wereng yang hanya menyukai padi.
2. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable development) Konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) merupakan konsep yang dideklarasikan pada penyelenggaraan Earth summit 1992 di Rio De Janeiro. Penggagas konsep ini berasal dari World Commission on Environment and development (Asosiasi SYLFF, 2006). Selain semakin disadarinya bahwa keterkaitan lingkungan hidup dengan permasalahan ekonomi dan sosial, juga kesadaran bahwa analisis dan pemecahan 3
permasalahan serta implementasi pembangunan merupakan upaya yang tidak terputus. Oleh karena itu, berbagai disiplin ilmu semakin berkembang dan digunakan sebagai pendekatan multi dan interdisipliner. 3. Pendekatan Sosial Budaya dan Ekonomi Aspek lingkungan Sosial-budaya dan ekonomi memang sangatlah penting untuk kesinambungan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan dilakukan oleh dan untuk manusia yang hidup di dalam kondisi sosial budaya dan kondisi ekonomi tertentu. Faktor ekonomi perlu mendapat perhatian, karena pembangunan tidak akan dapat berkelanjutan apabila ekonomi tidak mendukungnya. Kendati demikian, kerap kali faktor sosial budaya diabaikan. Pertemuan III a. Teori-Teori yang Digunakan Dalam Menganalisis Pembangunan Untuk memahami manusia beserta seluruh fenomena di dalam kehidupannya dapat dilakukan melalui kegiatan menganalisis bagaimana sekelompok manusia berupaya membangun bangsanya, melalui penggunaan teori-teori. Di dalam menganalisis fenomena sosial tersebut dengan hanya menggunakan satu teori, tetapi
tidak cukup
bisa bersifat multi atau
interdisipliner. Pemilihan teori didasarkan pada pertimbangan kesesuaian dengan kebutuhan (need. Contohnya, untuk mengetahui kehidupan manusia sebagai mahluk sosial, maka teori-teori ilmu sosial yang dipilih. Teori ilmu sosial didefinisikan sebagai seperangkat andaian mengenai masyarakat, fenomena sosial dan tingkah laku manusia (Gurniwan, 1999). Sehubungan dengan penjelasan tentang arti dan peran teori tersebut di atas, berikut ini akan dipilihkan 3 teori yang cukup populer digunakan dalam menganalisis pembangunan. Teori tersebut terdiri dari Teori modernisasi, Teori Dependensi (Ketergantungan) dan Teori Sistem Dunia.
4
b. Teori Modernisasi Klasik Modernisasi sebagai proses transformasi yang sistemik , dilakukan secara immanent (terus-menerus) dan cenderung menekankan pada faktor yang berasal dari dalam (internal resources). Untuk mencapai kondisi modern, teori modernisasi klasik mensyaratkan bahwa seluruh nila-nilai tradisional harus diganti oleh seperangkat struktur yang modern. Karena itu, Huntington (1976) menganggap bahwa antara nilai-nilai tradisional dan modern adalah hal yang saling bertentangan. Dalam arti, jika modernisasi ingin dicapai, maka nilai-nilai tradsional harus dirombak total alias dilenyapkan! 1. Diferensiasi Struktural dari Smelser (Sosiolog) Di dalam menjawab pertanyaan yang dirumuskannya, Smelser menggunakan konsep bagaimana modernisasi bisa terjadi, perbedaan antara masyarakat tradisional dan modern bagaimana prospek modernisasi di Negara Dunia Ketiga, dan apa akibat lanjut dari proses modernisasi. Menurut Smelser, proses modernisasi akan selalu melibatkan diferensiasi struktural.Ketidakteruran struktur masyarakat yang menjalankan berbagai fungsi sekaligus akan dibagi ke dalam sub struktur untuk menjalankan satu fungsi yang lebih khusus. Bangunan baru tersebut sebagai satu kesatuan yang terdiri dari berbagai sub struktur yang menjalankan keseluruhan fungsi yang dilakukan oleh bangunan struktur lama. Setelah terdapat diferensiasi struktural, pelaksanaan fungsi akan dapat dijalankan secara lebih efisien. Dalam masyarakat modern, keluarga memiliki struktur yang lebih sederhana, lebih kecil karena hanya terdiri dari keluarga inti (batih). Di sini sudah terjadi diferensiasi strukural, sehingga banyak fungsi dari lembaga keluaraga
tradisional
tidak
dilakukan.
Sebagai
contoh,
lembaga
perekonomian telah berfungsi sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap produktifitas kerja, lembaga pendidikan berfungsi untuk pewarisan nilai dan pengajaran, pemerintah memiliki fungsi untuk kesejahteraan dll. Diambilalihnya fungsi-fungsi yang tadinya dilakukan keluarga tradisional,
5
oleh lembaga
khusus menjadikan keluarga modern lebih produktif
dibanding keluarga tradisional.
2. Tahapan Pertumbuhan Ekonomi dari Rostow Dalam karya klasiknya yang berjudul The Stages of Economic Growth, W.W. Rostow menyatakan terdapat 5 tahapan pembangunan ekonomi, yakni : 2.1 Masyarakat Tradisional 2.2 Prakondisi tinggal landas 2.3 Tahapan tinggal landas 2.4 Kematangan pertumbuhan 2.5 Konsumsi massa tinggi 3.Telaah Coleman Terhadap Pembangunan Politik di Dunia ketiga Modernisasi
politik
menurut
Coleman
merujuk
kepada
diferensiasi struktur politik dan sekularisasi budaya politik yang mengarah kepada ethos keadilan yang bertujuan akhir ke arah penguatan kapasitas sistem politik. Pokok-pokok pikiran Coleman paling tidak terdiri dari 3 hal yang terdiri dari : 3.1. Diferensiasi politik sebagai kecenderungan
dominan sejarah
perkembangan sistem politik modern. Jika berhasil, diferensiasi politik akan dengan tegas menghasilkan perbedaan antar fungsi masing-masing lembaga secara tegas, yang akan mengakibatkan semakin kompleksnya struktur politik, sementara pada saat bersamaan diferensiasi politik akan melahirkan situasi yang saling terkait dan saling ketergantungan di antara lembaga tersebut secara
sehat dan berkesinambungan.
Contoh
pembedaan dan pemisahan tersebut ialah : norma-norma hukum yang universal dengan agama, pemisahan antara
fungsi administratif
pemerintahan dan persaingan kepemimpinan politik untuk mencapai kedudukan dan pemerintahan. 6
3.2 Prinsip kesamaan dan keadilan merupakan etos masyarakat modern. Misalnya, prinsip keadilan dalam distribusi (bidang ekonomi), kemantapan dan meratanya pelaksanaan norma-norma hukum universal di dalam kerangka hubungan politik antara pemerintah dan rakyat. Proses keadilan dalam kesempatan memperoleh promosi jabatan dalam administrasi dan politik yang berdasar pada prestasi. Kemudian, prinsip keadilan dalam penumbuhkembangan angka partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan politik atau keadilan dalam berpartisipasi.
4. Thesis Mc Clelland dan Penelitian Robert N. Bellah tentang Agama Tokugawa di Jepang Penelitian yang dimaksudkan di antaranya dicontohkan thesisnya David McClelland yang menghubungkan antara kebutuhan berprestasi (need for achievement) dengan pembangunan ekonomi. Menurut McClelland,
yang
bertanggung jawab terhadap proses modernisasi Negara-negara berkembang adalah kaum wiraswastawan domestik, bukanlah para politikus atau para penasihat ahli dari Negara maju.
Sementara itu, Robert N. Bellah melihat adanya
peranan agama Tokugawa pada pembangunan ekonomi Jepang. Lipset mengkaji tentang kemungkinan pembangunan ekononomi terhadap proses demokratisasi di Negara Dunia Ketiga. Kemudian, Inkeles melihat akibat modernisaasi terhadap perilaku seseorang.
5.
Kritik Terhadap Teori Modernisasi Klasik Bagi kelompok yang bersebrangan dengan pendukung teori modernisasi, seperti pendukung Neo-Marxisme, melihat bahwa para pengusung teori modernisasi sebenarnya merupakan upaya Amerika dan negara Barat di dalam melakukan upaya ke arah Neokolonialisme yang dikemas secara ilmiah. Perhatian teori modernisasi pada hal-hal internal yang lebih melihat negara Dunia Ketiga dari sisi internal (nilai tradisional, kurangnya investasi produktif dll), sehingga mengabaikan unsur eksternal seperti ketidakseimbangan nilai tukar, perusahaan 7
mulinasional, fenomena neokolonialisme. Pada saat ini, budaya Barat sangat mendominasi Negara Dunia Ketiga.
Pertemuan IV a. Teori Modernisasi Baru Akhir tahun 1970-an, perdebatan antara berbagai perspektif pokok pembangunan mulai mereda. Pada saat ini muncul pandangan dari pengusung teori modernisasi Baru yang merupakan revisi terhadap berbagai asumsi dasar teori modernisasi klasik. Hasil kajian baru teori modernisasi tersebut telah menemukan beberapa wilayah kajian yang baru pula. 1. Kajian Wong Tentang Famiisme di Hongkong Dihubungkan dengan Pembangunan Ekonomi Dalam penelitian Wong, thesis tentang nilai-nilai tradisional yang kontra produktif terhadap upaya pembangunan ekonomi tersebut berhasil dijawab dengan sebuah bukti riil, justru metafora pranata keluarga telah cukup memberikan alasan untuk legalitas hubungan antara patron (tuan/pemilik) dengan Klien (pekerja). Secara ekonomis, hubungan paternalisme yang penuh dengan kebajikan itu telah membantu para usahawan untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang ada di dalam industri yang sangat fluktuatif. 2. Kajian Dove Melalui kajian antropologis, Dove dan kawan-kawan mencoba melihat interaksi antara kebijakan pembangunan nasional Indonesia dengan berbagai budaya lokal yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, sangat tidak beralasan jika terdapat upaya ke
arah devaluasi, depresiasi bahkan
pengeliminasian terhadap budaya lokal, yang ironisnya banyak dilakukan oleh para ilmuwan Sosial lokal. Di samping itu, terdapat fenomena di mana para peneliti sosial lokal kerap dihadapkan pada kondisi lapangan yang membuat mereka tidak dapat melakukan penelitian secara akurat. Hambatan dari iklim penelitian dari para birokrat telah melahirkan hasil8
hasil penelitian ‘pesanan’ atau sebaliknya, sama sekali tidak dapat langsung mengamati objek penelitian. 3. Kajian Lipset Pada tahun 1960-an, Lipset mengungkapkan bahwa terdapat keterkaitan positif antara pembangunan ekonomi dan demokrasi. Diasumsikan, bahwa semakin maju sebuah negara secara ekonomis, semakin besar peluang yang dimilikinya untuk menegakkan tatanan politik yang demokratis. Namun, tahun 1970-an, banyak pemerintahan yang demokratis tumbang membuat para penganut teori modernisasi merasa pesimis terhadap masa depan demokrasi politik di Dunia Ketiga. Tetapi, pada tahun 1980-an, ketika pembangunan demokrasi di Dunia Ketiga, bangkit lagi, terdapat kecenderungan untuk mengkaji masa transisi bangkitnya pembangunan demokrasi. Pertemuan V a. Teori Dependensi Klasik Teori dependensi muncul untuk pertama kali di Amerika Latin. Teori ini berbeda dengan teori modernisasi yang melihat permasalahan pembangunan dari sudut kepentingan Amerika Serikat. Teori ini menyatakan bahwa keterbelakangan Dunia Ketiga sebagai fokus perhatian. Sehingga, teori ini lebih dipandang sebagai teori yang lebih berpihak kepada suara Negara Dunia Ketiga. 1. Tumbuhnya Imperialisme di Asia Timur Lansberg menganalisis bahwa pembangunan di Negara Dunia Ketiga tidak berhasil oleh upaya yang oleh Dunia Barat diklaim sebagai pendamping atau penolong. Karena banyaknya faktor yang berkenaan dengan hal-hal berikut : 1.1 Lemahnya dasar-dasar pengembangan industri, dan adanya paksaan terhadap Negara Dunia Ketiga untuk mebelanjakan devisa yang besar untuk mengimpor barang konsumsi. 1.2 Devisa yang dibelanjakan tersebut diambil dari penjualan ekspor produk primer seperti gula, teh, kopi, karet ,rotan, coklat dll yang sangat rentan terhadap flutuasi harga pasar dengan kendali harga dari negara-negara maju. 9
1.3 Defisit dari devisa membuat negara dunia Ketiga dalam mengumpulkan devisa membuat negara pinggiran tersebut terjebak hutang luar negeri yang membuat mudahnya dominasi asing di dalam negaranya. 2. Analisis Ketergantungan dalam Pembangunan Sosial ekonomi Indonesia Analisis pembangunan sosial-ekonomi dengan menggunakan teori ketergantungan dilakukan oleh Sritua Arief dan Adi Sasono pada thun 1980-an. Kajian dimulai dengan analisis sejarah yang mengamati warisan Kolonial Belanda, yakni bangunan struktural sejak dilakukannya tanam paksa. Tumbuh suburnya kemiskinan dan keterbelakangan di Indonesia diwariskan dari sistem ini.
b. Teori Dependensi Baru Dalam menjawab kritik terhadap teori dependensi, para pendukung teori tersebut mengemukakan beberapa tesis sebagai hasil telaah, yang kemudian dikenal dengan teori Dependensi Baru. Jawaban tersebut disajikan berturutturut mulai dari tanggapan dari Cardoso, Penellitian Gold, Studi Koo, dan penelitian Mohtar Mas’oed. 1. Tanggapan Cardoso Cardoso menyebutnya sebagai metode historis menggunakan ketergantungan
analisis
sejarah
digunakan
dalam
Cardoso
structural, karena
ilmu-ilmu
sebagai
alat
sosial.
Istilah
analisis
untuk
menjelaskan situasi konkrit di Dunia Ketiga. Berbeda dengan dependensi klasik yang menganggap keterbelakangan sebagai analisis yang selalu digunakan untuk menjelaskan semua keterbelakangan di Dunia Ketiga. 2. Penelitian Gold Gold meneliti Taiwan menggunakan konsep dependensi dengan menguji dan menjelaskan pertumbuhan ekonomi dan kestabilan politik di Taiwan. Peneliti ini tidak mengabaikan kondisi
Taiwan yg pada
awalnaya adalah negara pinggiran, yang kemudian dinyatakan sebagai sebuah ‘keajaiban’ dalam pembangunan politik dan ekonomi di negara 10
tersebut. Meskipun pola pendekatannya mengadopsi pemikiran Cardoso dalam metodologi pengkajian pembangunan di Amerika latin, tetapi peneliti ini Menyatakan bahwa metodologi tersebut tidak harus terikat oleh wilayah geografis. Gold pada awalnya melihat bahwa
arah
pembangunan Taiwan terdapat kemiripan dengan Amerika latin seperti hasil penelitan Cardoso.Gold mengungkapkan tesis tentang kondisi Taiwan sebagai sebuah negara yang bercirikan ketergantungan yang dinamis. 3. Studi Koo Koo mencoba melihat pembangunan Korea Selatan dalam konteks terus menerus antara negara, kelas sosial, dan sistem dunia. Pembahasannya ditujukan pada pengaruh kumulatif dari ketiga faktor tersebut secara bersamaan. 4. Penelitian Mas’oed Dengan menggunakan konsep NBO yang dikembangkan oleh O’Donell dan menggabungkannya dengan konsep korporetisme, Mas’oed mencoba menjawab pertanyaan pokok sebagai berikut : pertama, Mengapa sistem politik otoriter lahir kembali pada periode 1966-1971?
Kedua, Apa
karakteristik sistem politik yang otoriter? Pertemuan VI a. Teori sistem Dunia (Teori sistem Kapitalis Dunia) Kelahiran teori sistem dunia dilatarbelakangi oleh situasi pertentangan di antara pendukung teori modernisasi dan dependensi, yang lahir sebagai wawasan alternatif pada tahun 1970-an. Tokohnya yang bernama Immanuel Wallerstein muncul dengan gagasan baru yang radikal, dengan menunjuk bahwa banyak peristiwa sejarah yang di dalam Tatanan Ekonomi Kapitalis Dunia (TEKD) tidak dapat dijelaskan oleh kedua perspektif pembangunan yang telah mapan tersebut secara memuaskan, khususnya oleh teori dependensi yang klasik maupun yang baru.
11
Dalam setiap hasil penelitian teori sistem dunia telah dan akan selalu menggunakan pendekatan analisa sejarah jangka panjang. Teori ini tidak mengamati gejala sosial untuk untuk jangka waktu satu atau dua dekade, tetapi lebih memberikan keseluruhan perhatiannya
dalam
menganalisa kecenderungan putaran dan siklus jangka panjang bola dunia yang biasanya berlangsung lebih dari satu abad. Sebagai contoh, hasil karya Bergesen dan Schoenberg
telah menguji gelombang panjang
kolonialisme yang mencakup daftar dan jumlah negara yang dijajah, baik mulai maupun berakhirnya sebagai daerah jajahan yang berkisar antara tahun 1415 sampai dengan 1969. Pertemuan VII a. Hubungan Konsep Membangun dengan Kebudayaan 1. Konstelasi Antara Kebudayaan, Pembangunan dalam Masyarakat Sederhana, transisional dan Masyarakat Modern Masyarakat atau Society diartikan sebagai orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan (Selo Sumarjan,1974). Sedangkan Koentjaraningrat (1994), masyarakat merujuk pada kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut satu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat
kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama,
Sementara itu, Ralph Linton mengatakan bahwa masyarakat
adalah
kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan menganggap mereka sebagai satu kesatuan. 2. Masyarakat Tradisional, Transisi dan Modern Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang tertutup dan padu monopolitik. Padu monopolitik dimaksudkan sebagai masyarakat yang di dalamnya terdapat seperangkat pemikiran dan nilai-nilai dari suatu bidang kehidupan yang meresapi, mengatur, menguasai dan menyatukan semua bidang-bidang kebudayaan yang ada. Kemudian, pandangan dan nilai-nilai
12
dari bidang aliran kepercayaan animistis menguasai seluruh kegiatan dan pengalaman serta pengetahuan mereka. Ke dalam kelompok masyarakat tradisional
yang juga disebut
masyarakat berkebudayaan pra-industri dimasukan kelompok masyarakat primitif (sederhana), yang memiliki ciri-ciri dalam pemenuhan kehidupan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga rendah dalam aspek produksi. Kalaupun memproduksi barang hanya terbatas untuk melengkapi kebutuhan sendiri, dengan berbahan baku yang tersedia dari alam. Masyarakat desa di daerah peradaban lama sudah berorientasi pada pertanian, mereka lebih maju dibanding masyarakat sederhana. Kelompok ini merupakan peralihan (transisi) ke dalam bentuk masyarakat agraris, sehingga telah terdapat diferensiasi sosial walau masih dalam kerangka mata pencaharian
agraris. Kelompok masyarakat perkotaan mewakili
kelompok masyarakat yang dikatakan berkebudayaan modern (kekinian). Kelompok ini berorientasi pada sektor industri dan jasa, sehingga dimasukan sebagai masyarakat industri. Sudah terjadi diferensiasi sosial yang beragam. Pilihan-pilihan bidang pekerjaan yang beragam, seperti buruh atau karyawan, pekerja kantoran, bidang hukum, pendidikan, perbankan, wirausaha dll. Hal ini akan melahirkan stratifikasi sosial yang kompleks. Selo Sumarjan (Soekanto, 1984), membagi masyarakat ke dalam tahapan berikut : 1. Masyarakat Sederhana (Bersahaja). Kelompok masyarakat ini masih sederhana dan serba tradisional, dengan perkembangan yang lambat dibanding kelompok masyarakat yang lain. Ciri lebih detailnya adalah sbb : 1.1. Hubungan yang erat dalam keluarga maupun masyarakat. 1.2. Organisasi sosial didasarkan pada adat istiadat yang berbentuk tradisi secara turun temurun.
13
1.3. Percaya adanya kekuatan ghaib yang mempengaruhi kehidupan mereka, tetapi mereka sendiri tidak sanggup menghadapi kekuatan tersebut. 1.4. Tidak terdapat lembaga khusus yang mengatur bidang-bidang pendidikan, dalam masyarakat tetapi ketrampilan yang mereka miliki diperoleh melalui pendidikan di dalam keluarga (informal) dan masyarakat melalui praktek langsung (sedikit atau tanpa teori). 1.5. Tingkat buta huruf yang tinggi, karena tidak ada pendidikan sekolah yang masuk kepada kehidupan mereka. 1.6. Hukum yang berlaku pada masyarakat dapat difahami dan dimengerti oleh anggotanya yang sudah dewasa. 1.7. Kegiatan perekonomian masyarakat sebagian besar di bidang produksi yang dikonsumsi untuk memilih kebutuhan sendiri atau sedikit yang dipasarkan. Harga barang-barang kebutuhan yang dihasilkan masyarakat memiliki nilai terbatas. 1.8. Kegiatan perekonomian dan sosial memerlukan kerjasama yang dilakukan oleh orang banyak dan secara tradisional dengan sistem gotong royong, hubungan kerjasama dengan sistem ini tanpa adanya hubungan buruh dengan majikan.
2. Masyarakat Madya Masyarakat yang berada pada tahap transisi, telah mengalami perkembangan
dibandingkan dengan masyarakat
sederhana, dengan ciri-ciri sebagai berikut : 2.1 Hubungan keluarga tetap kuat, tetapi hubungan antar anggota masyarakat sudah mulai mengendur dan mulai didasarkan pada kepentingan untung rugi atas dasar
kepentingan ekonomi.
2.2 Adat istiadat yang berlaku pada masyarakat masih dihormati, mulai terbuka terhadap
pengaruh luar. 14
2.3 Timbulnya pemikiran rasional, menyebabkan kepercayaan terhadap
kekuatan
ghaib
sudah
mulai
berkurang,
tetapi
kepercayaan akan muncul kembali apabila apabila lingkungannya. 2.4 Lembaga-lembaga pendidikan mulai muncul dengan adanya pendidikan dasar dan menengah, tetapi belum Nampak adanya pendidikan luar sekolah. 2.5. Mulai terdapatnya pendidikan sekolah menyebabkan tingkat buta huruf bergerak
turun.
2.6. Hukum tertulis dan hukum yang tidak tertulis berdampingan dengan serasi. 2.7. Ekonomi yang berorientasi pasar mulai menambah persaingan di bidang produksi, hal ini mempengaruhi perbedaan struktur sosial di masyarakat, sehingga nilai uang memegang peranan penting 2.8. Gotong royong masih berlaku, tetapi di kalangan keluarga besar atau tetangga- tetangga terdekat, sedangkan pembangunan prasarana dan sarana untuk kepentingan umum
sudah
berdasarkan
upah.
Nilai
komersil
sudah
diperhitungkan. 3. Masyarakat pramodern-modern Kelompok masyarakat pramodern-modern, bercirikan : 1.1. Hubungan antar masyarakat didasarkan pada kepentingan pribadi dan kebutuhan-kebutuhan individu. 1.2. Hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dalam suasana saling mempengaruhi, kecuali dalaam menjaga rahasia hasil penemuan baru. 1.3. Masyarakat sangat percaya terhadap manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi, karena sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. 15
1.4. Masyarakatnya terdiri dari berbagai profesi dan keahlian yang dapat ditingkatkan atau dipelajari melalui pendidikan luar sekolah atau sekolah kejuruan. 1.5. Tingkat pendidikan sekolah relatif tinggi dan merata. 1.6. Hukum yang berlaku di masyarakat adalah hukum tertulis yang sangat kompleks. 1.7. Ekonomi hamper seluruhnya berorientasi kepada pasar yang didasarkan kepada penggunaan uang dan alat pembayaran lain (kartu kredit, check, giro, dsb.).
A. Ciri-ciri manusia Bermental Membangun, Unsur-unsur tradisional yang Mendukung Pembangunan serta Kendala
Budaya yang Menghambat Pembangunan dan
alternatif Solusinya Abad ke-21 ditandai sebagai abad teknologi informasi. Pesatnya perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut telah mengubah wajah dunia demikian cepat. Apa yang terjadi di belahan dunia lain dengan cepat sampai di seluruh pelosok bumi. Dihadapkan pada kondisi ini, diperlukan manusia-manusia Indonesia yang bermental membangun. Mentalitas membangun yang mengglobal diperlukan, karena kebudayaan nasional akan berhadapan langsung dengan peradaban dunia yang semakin canggih, kompetitif dan serba cepat. Salah satu mentalitas pembangunan yang diduga memiliki respon yang positif terhadap perubahan, dikenal dengan pengembangan mental melalui modernisasi. Koentjaraningrat (1985) mengungkapkan bahwa nilai budaya yang perlu dimiliki bangsa Indonesia adalah nilai budaya yang berorientasi ke depan, bukan mentalitas yang bersifat vertical. Pertemuan VIII UJIAN TENGAH SEMESTER Pertemuan Ix sd XV Diskusi Kelompok denngan tema-tema yang sudah dideskripsikan di dalam syllabus dan SAP. Pertemuan XVI UJIAN AKHIR SEMESTER
16
DAFTAR PUSTAKA
Alvin Y. So, Suwarsono ,2000, Perubahan sosial dan Pembangunan, LP3S, Jakarta. Barlinti, Yeni Salma dkk (Ed.),2006, Sustainable Development, Beberapa Catatan Tambahan, Asosiasi SYLFF, Jakarta. Pasya, Gurniwan Kamil, 1999, Kapita Selekta Sosiologi dan antropologi, Buana Nusa, Bandung. -----------------------------,Awan Mutakin,2000,Masyarakat Indonesia Dalam Dinamika,Buana Nusa, Bandung Kartasasmita,(1976, Pembangunan untuk Rakyat, Cides, Jakarta. Koentjaraningrat, 1985, Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta. ----------------------, 2004, Manusia dan kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta. Laurer, Robert H, 1993, Perspektif tentang Perubahan sosial, Rineka Cipta, Jakarta.erty Mantra, Ida Bagoes , 2000, Demografi Umum, Pustaka Jaya, Jakarta. Soekanto, Surjono, 1984, Struktur Masyarakat Indonesia, Jakarta, CV. Rajawali. Sumarwoto, Otto, 2000, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta. Susanto, astrid S, 1995, Sosiologi Pembangunan, Bina Cipta, Jakarta. Suparlan,
Parsudi,1997,
Pandangan
Terhadap
Antropologi
dan
Pembangunan
dalam
Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
17
HAND OUT
SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI PEMBANGUNAN SEJ 406 (2 SKS)
Oleh Dra. Leli Yulifar, M.Pd. NIP.196412041990012002
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL 2010 18