HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUAH NAGA (Hylocereus sp.) SERTA BUDIDAYANYA DI YOGYAKARTA
RISKA DWI OCTAVIANI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
i
ABSTRACT RISKA DWI OCTAVIANI. Pests and Diseases of Dragon Fruit (Hylocereus sp.) and Its Cultivation in Yogyakarta. Supervised by HERMANU TRIWIDODO and KIKIN HAMZAH MUTAQIN. Dragon fruit (Hylocereus sp.) has been introduced to Indonesia recently and became a commercial crop cultivated in this country. The plant, which belongs to family of Cactaceae (cactus), is native to Mexico, Central, and South America. There are no many reports about significant losses due to pests and diseases of the plant in Indonesia, or even in other countries. However, it is potential that pests and diseases can become problem in the future as the plant become widely grown in Indonesia. The objective of this research is to gather information about pest and disease occurrences found in dragon fruit and its cultivation in Yogyakarta. The research methods including interview with farmers, observation, and sampling of the pests and diseases at six dragon fruit orchards, field, and laboratory identification of the causal agents, and data processing. The pests found in dragon fruit were mealy bugs (Hemiptera:Pseudococcidae) species Pseudococcus jackbeardsleyi, Ferrisia virgata, and Planococcus sp.; aphids (Hemiptera:Aphididae) species Aphis gossypii., Branchycaudus helichrysi, and Toxoptera odinae; ants (Hymenoptera:Formicidae) species Oecophylla sp., Camponotus sp., Euprenolepis sp., and Polycharis sp.; grasshoppers (Orthoptera:Acrididae) species Valanga sp., Oxya sp., and Atractomorpha sp.; mite (Acarina:Tetranycidae); snail (Acathina fulica); and birds. Chickens are not considered as a pest, however, they can cause severe damage on fruit if they are allowed to present in the orchard. Diseases found in dragon fruit were algae red rust (Cephaleuros sp.), vine orange spot (Fusarium sp.), white vine (Botryosphaeria sp. and Phomopsis sp.), stem blight (Helminthosporium sp.) and anthracnose (Colletotrichum sp.), Dothiorella spot, brownish stem rot, stem yellowing, fruit rot (Colletotrichum sp. and Helminthosporium sp.) fruit orange spot (Alternaria sp.). A black spot disease on stem has not been identified yet. Pests and diseases have not been controlled in particular system, probably because their occurrences have not resulted in a significant loss. Keywords: dragon fruit, cultivation, pest, disease
ABSTRAK RISKA DWI OCTAVIANI. Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.) serta Budidayanya di Yogyakarta. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan KIKIN HAMZAH MUTAQIN. Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman yang relatif baru diintroduksikan ke Indonesia dan telah dibudidayakan secara komersial. Tanaman ini tergolong famili Cactaceae (kaktus-kaktusan) dan berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah. Kehilangan hasil yang berarti akibat hama dan penyakit belum banyak dilaporkan di Indonesia atau bahkan di negara lain. Hama dan penyakit dapat berpotensi menyebabkan masalah di masa yang akan datang, mengingat tanaman ini semakin banyak dibudidayakan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menginventarisasi hama dan penyakit serta mengetahui budidaya tanaman buah naga di beberapa lokasi di Yogyakarta. Metode penelitian yang dilakukan meliputi wawancara, pengamatan dan pengambilan contoh di enam perkebunan buah naga, identifikasi agen penyebab di laboratorium, dan pengolahan data. Hama yang ditemukan di pertanaman buah naga adalah kutu putih (Hemiptera:Pseudococcidae) spesies Pseudococcus jackbeardsleyi, Ferrisia virgata, dan Planococcus sp.; kutu daun (Hemiptera:Aphididae) spesies Aphis gossypii., Branchycaudus helichrysi, dan Toxoptera odinae; semut (Hymenoptera:Formicidae) spesies Oecophylla sp., Camponotus sp., Euprenolepis sp., dan Polycharis sp.; belalang (Orthoptera:Acrididae) spesies Valanga sp., Oxya sp., dan Atractomorpha sp.; tungau (Acarina:Tetranycidae); bekicot (Acathina fulica); dan burung. Ayam tidak dianggap sebagai hama meskipun dapat menyebabkan kerusakan parah pada buah ketika mereka dibiarkan berada di kebun buah naga. Penyakit yang ditemukan di pertanaman buah naga diantaranya adalah karat merah alga (Cephaleuros sp.), bercak orange sulur (Fusarium sp.), putih sulur (Botryosphaeria sp. dan Phomopsis sp.), hawar sulur (Helminthoporium sp.), dan antraknosa (Colletotrichum sp.), kusam putih sulur (Dothiorella sp.), busuk lunak batang, kuning sulur, busuk buah (Colletotrichum sp. dan Helminthosporium sp.) dan bercak orange buah (Altenaria sp.). Di samping itu terdapat gejala bintik hitam pada sulur yang belum berhasil diidentifikasi. Pengendalian hama dan penyakit buah naga belum dilakukan secara khusus karena sejauh ini tidak menyebabkan kehilangan hasil yang berarti. Kata kunci: buah naga, budidaya, hama, penyakit
ii
HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUAH NAGA (Hylocereus sp.) SERTA BUDIDAYANYA DI YOGYAKARTA
RISKA DWI OCTAVIANI A34080040
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 iii
Judul Skripsi
: Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.) serta Budidayanya di Yogyakarta.
Nama Mahasiswa : Riska Dwi Octaviani NIM
: A34080040
Disetujui,
Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc. NIP. 19570122 198103 1 002
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. NIP. 19680602 199303 1 003
Diketahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. NIP. 19650621 198910 2 001
Tanggal lulus:
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 1990. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sutrisno and Ibu Surtini. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 01 Setu pada tahun 2002 dan pendidikan di SLTP Negeri 259 Jakarta pada tahun 2005. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 48 Jakarta pada tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Penulis mengambil minor Ekonomi Pertanian dari Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selama masa kuliah, penulis aktif bergabung dengan beberapa organisasi seperti Unit Kegiatan Mahasiwa Center of Entrepreneurship Development for Youth (CENTURY) IPB sebagai anggota Divisi Teknologi dan Informasi periode 2009-2010, sebagai kepala Divisi Produksi periode 2010-2011, dan sebagai Dewan Komisaris periode 2011-2012, Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) Fakultas Pertanian IPB sebagai anggota Departemen Bisnis dan Kepemimpinan periode 2009-2010, dan anggota Klub Saintis Muda tahun 2012. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan, seminar, dan pelatihan. Penulis merupakan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2009, beasiswa PIJAR tahun 2009-2010, dan beasiswa Tanoto Foundation tahun 20102012. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Hama dan Penyakit Tanaman Setahun semester VII tahun ajaran 2011-2012.
v
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.) serta Budidayanya di Yogyakarta”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan rasa hormat kepada Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak ilmu, pengetahuan, arahan, saran, dan motivasi; Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. selaku dosen pembimbing II sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dampingan, ilmu, pengetahuan, saran, motivasi, dan bantuan selama penelitian; Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran dan motivasi; Dra. Dewi Satiami, MSi. dan Bonjok Istiaji, SP. MSi. yang telah membantu selama proses identifikasi; Bapak Gatut dan Ibu Aisyah sebagai laboran yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium. Terima kasih kepada Bapak M. Gunung Soetopo dan Ibu Elly Mulyati sebagai pemilik Sabila Farm yang telah memberikan ilmu pengetahuan seputar buah naga, serta Pak Mul, Bu Mar dan para pegawai di Sabila Farm; Bapak Kusbani, Bapak Suryo, Mas Supargiono, Mas Bangkit, Bapak Handoyo, dan Ibu Ani yang telah membantu penelitian di Kulonprogo dan Bantul, baik perizinan lahan, akomodasi, dan informasi; Adi Siswanto yang telah banyak membantu selama penelitian di lapang dan selalu sabar serta memberikan motivasi serta semangat hingga penyusunan skripsi; teman-teman PKL dari Universitas Trunojoyo Madura (Helmi, Fariz, Ihyak, Totok, dan Gufron) yang menjadi keluarga di Sabila Farm; Dwi Endah dan Fadly teman penelitian di Sabila Farm. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ka Sistania Amandari SP., Ushwanuuri RL, Fitri FW, Minkhaya SP, Mbak Dama SP, dan Gusti yang telah banyak membantu dan memberikan semangat, bantuan serta saran selama penelitian; Aldila R, Rita Y, dan ka Amanda Mawan SP. sebagai sahabat dan teman seperjuangan penelitian di Klaten; sahabat-sahabat tersayang Wisma Pondok Indah (Dian A, Ide RP, Ponam L, Enda U) yang telah menjadi tempat berbagi suka dan duka; teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan di Laboratorium Biosistematika dan Taksonomi Serangga; teman-teman dan senior di Laboratorium Entomologi LIPI (Rado PS, Rita, Wahyu, Ana, Bapak Harry, Ibu Wara, Mas Anto, Bapak Uyung); dan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, khususnya angkatan 45 atas kebersamaan yang hangat dan semangat yang selalu berkobar. Penulis menyampaikan terima kasih tiada hingga kepada kedua orang tua Bapak Sutrisno dan Ibu Surtini, Marseli Chris P (kakak), dan Saskia Tria V (adik) yang selalu memberikan doa, cinta kasih, motivasi, dan inspirasi yang luar biasa. Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu perlindungan tanaman. Bogor, Juli 2012 Riska Dwi Octaviani
vi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................................... Tujuan ................................................................................................... Manfaat .................................................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga ........................................................................... Taksonomi dan Botani .............................................................. Syarat Tumbuh dan Budidaya Buah Naga ................................ Kandungan Nutrisi, Manfaat, dan Kegunaan Buah Naga ......... Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga ........................................... Hama ......................................................................................... Penyakit ..................................................................................... Organisme Berguna di Sekitar Pertanaman Buah Naga ......................
4 4 9 14 15 16 17 19
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. Wawancara ........................................................................................... Pengamatan dan Pengambilan Contoh ................................................. Identifikasi Hama .................................................................................. Identifikasi Patogen Penyakit ................................................................ Pengolahan Data ...................................................................................
21 21 21 22 23 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Penelitian .................................................................................. Cara Budidaya ..................................................................................... Penyerbukan ........................................................................................ Hama .................................................................................................... Kutu Putih ................................................................................... Kutu Daun ................................................................................... Semut .......................................................................................... Belalang ...................................................................................... Tungau ........................................................................................ Bekicot ........................................................................................ Burung ........................................................................................ Ayam .......................................................................................... Penyakit ............................................................................................... Karat Merah Alga ....................................................................... Bercak Orange Sulur ................................................................... Putih Sulur .................................................................................. Hawar dan Antraknosa Sulur ......................................................
26 27 35 35 39 40 43 43 44 46 47 47 48 51 52 53 54
vii
Kusam Putih Sulur ....................................................................... Busuk Lunak Batang .................................................................. Kuning Sulur ................................................................................ Antraknosa Buah ........................................................................ Bercak Orange buah ................................................................... Bintik Hitam pada Sulur ............................................................. Organisme Lain Pertanaman Buah Naga .............................................. Organisme Pengunjung Bunga ................................................... Organisme Lain .......................................................................... Pengendalian ........................................................................................
55 56 58 59 60 60 62 62 63 67
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
70
LAMPIRAN ..................................................................................................
73
viii
DAFTAR TABEL No
Halaman
1. Karakter bunga buah naga di Bulthsinhala, Sri Lanka ………………..
8
2. Variasi karakteristik buah naga di Bulthsinhala, Srilanka ………….. ..
8
3. Rata-rata komposisi kadungan nutrisi yang terdapat pada daging buah naga putih dan buah naga merah ………………………………………
15
4. Kondisi dan cara budidaya secara umum enam lahan pengamatan buah naga ……………………………………………………………………
29
5. Aplikasi pemupukan pada lahan pengamatan buah naga berdasarkan hasil wawancara pengelola kebun ……………………………………..
34
6. Kejadian hama pada sulur tanaman buah naga pada lahan buah naga naga putih dan lahan buah naga merah ………………………………..
36
7. Kejadian hama pada buah dan bunga tanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah …………………………..
37
8. Kejadian penyakit pada sulur dan buah pertanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah …………………....
50
9. Keberadaan organisme lain di sulur tanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah …………………………..
64
10. Keberadaan organisme lain di bunga dan buah tanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah ……………...
65
ix
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1. Morfologi tanaman buah naga …………………………………………
9
2. Sketsa pengamatan tanaman contoh …………………………………...
22
3. Peta wilayah pengamatan ……………………………………………...
26
4. Kondisi lahan pengamatan buah naga secara umum …………………..
28
5. Kondisi lahan pengamatan buah naga putih dan lahan pengamatan buah naga merah ……………………………………………………….
30
6. Hama kutu putih ………………………………………….……….…...
41
7. Hama kutu daun …………………………..……………….……….…..
42
8. Gejala akibat semut yang menjadi hama dan beberapa jenis semut yang ditemukan di pertanaman buah naga …………………...……………...
45
9. Hama belalang …………………………..……………….……….…....
45
10. Hama tungau ……………...……………….……….…...……………..
46
11. Hama bekicot, burung, dan ayam ………………………………..........
48
12. Penyakit karat merah alga pada sulur …………………………………
52
13. Penyakit bercak orange sulur …………………...……..........……........
52
14. Tiga bentuk gejala putih sulur …………………………..……............
54
15. Penyakit hawar dan antraknosa pada sulur ……………...…….............
57
16. Penyakit kusam putih ………………………………...……..........……
58
17. Penyakit busuk lunak batang …………………………..……................
59
18. Gejala sulur menguning …………………...……..........…….................
61
19. Penyakit antraknosa di buah …………………………..…….................
61
20. Penyakit bercak orange pada buah ……………...……..........……........
62
21. Bintik hitam pada sulur …………………………..……..........……......
62
22. Organisme lain di pertanaman buah naga ……………...……...............
66
x
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Komposisi media yang digunakan dalam penelitian ………………….
74
2. Hasil uji hipersensitivitas isolat bakteri dari gejala busuk lunak batang pada daun tembakau ………………………………...…………………
74
3. Blanko wawancara petani tanaman buah naga ………………………..
75
4. Blanko pengamatan hama dan penyakit pada tanaman buah naga …….
78
xi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Buah naga (Hylocereus sp. (Haw.) Britton & Rose) merupakan salah satu tanaman buah yang kini mulai banyak dibudidayakan di Indonesia setelah diintroduksi pertama kali awal tahun 2000-an. Tanaman ini masuk ke Indonesia pertama dalam bentuk stek batang yang berasal dari Thailand (Jaya 2010). Untuk keperluan konsumsi, Indonesia masih mengimpor buah naga sekitar 200-400 ton per tahun (Jaya 2010). Nama umum buah ini adalah pitaya (Merten 2003), kemudian di Asia disebut dragon fruit karena buah ini memiliki warna merah menyala serta kulit dengan sisik hijau mirip sosok naga dalam imajinasi masyarakat Cina (Masyahit et al. 2009). Khasiat buah naga antara lain untuk mengobati diabetes dan tekanan darah tinggi, serta mengandung serat, antioksidan, vitamin C, dan mineral tinggi (Bellec et al. 2006). Terdapat empat jenis buah naga yaitu buah naga putih (white pitaya), buah naga merah (red pitaya), buah naga super merah (super red pitaya) dan buah naga kuning (yellow pitaya) (Renasari 2010). Keempat jenis buah tersebut mempunyai keunggulan masing-masing dan memiliki ciri yang berbeda. Jenis buah naga yang sudah banyak dibudidayakan adalah buah naga merah dan buah naga putih. Buah naga tergolong tumbuhan kaktus merambat dan liar yang aslinya berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah (Crane dan Balerdi 2005) dan juga dari Amerika Selatan (Merten 2003). Dahulu, tanaman ini merupakan kaktus liar di Meksiko. Setelah diketahui memiliki manfaat untuk kesehatan, masyarakat sekitar membudidayakan tanaman ini. Tanaman ini memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi di lingkungan baru. Tanaman ini memiliki akar udara yang bersifat epifit. Menurut Jaya (2010), penghasil buah naga terbesar di wilayah Asia yaitu Israel, Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Selain itu, buah naga juga dikembangkan di Australia (McMahon 2012) dan beberapa negara di Eropa seperti Spanyol dan Perancis (Bellec et al. 2006). Budidaya buah naga semakin berkembang seiring dengan permintaan pasar yang terus meningkat. Masyarakat Indonesia kian menggemari buah naga
2 karena bentuk buah yang unik, warnanya yang atraktif, khasiat yang terkandung, dan rasa yang menyegarkan. Upaya meningkatkan produksi melalui perluasan budidaya tanaman buah naga dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar domestik yang semakin tinggi. Menurut Prasetyo (2011), luas area pertanaman buah naga di Indonesia sekitar 400 ha. Menurut Jaya (2010), pertanaman buah naga terbesar terdapat di pulau Jawa. Selain itu, pertanaman buah naga juga terdapat di Riau, Lampung (Direktorat Jendral Hortikultura 2011), dan Lombok (Jaya 2010). Ektensifikasi tanaman buah naga juga dilakukan pemerintah seperti telah disusun program pengembangan luas lahan budidaya buah naga di Provinsi Yogyakarta (Direktorat Jendral Hortikultura 2011). Selain upaya ekstensifikasi juga dilakukan upaya intensifikasi. Upaya intensifikasi kadang terkendala oleh masalah dalam budidaya serta hama dan penyakit. Organisme pengganggu tanaman (OPT) sering kali menjadi faktor penghambat dalam budidaya tanaman. Secara umum, kerusakan oleh OPT berpengaruh terhadap hasil panen (Palungkun dan Indrayani 1992). Penurunan jumlah produksi dan penurunan mutu produksi mengakibatkan kerugian ekonomi. Pengendalian OPT seringkali membutuhkan biaya yang cukup besar dan menjadi pertimbangan secara ekonomi. Menurut Merten (2003), Pushpakumara et al. (2005), Jaya (2010), dan FAO (2012), tanaman buah naga sejauh ini relatif tidak memiliki kendala hama dan penyakit yang merugikan. Semakin meluasnya budidaya buah naga dapat memicu bertambah dan berkembangnya masalah hama dan penyakit. Selain itu, kondisi lingkungan yang tidak menyediakan hara dalam jumlah cukup akan menyebabkan gangguan fisiologis. Informasi mengenai hama dan penyakit lainnya pada buah naga masih belum banyak diketahui. Informasi tersebut sangat penting untuk menentukan langkah pengelolaan hama dan penyakit tanaman buah naga.
Tujuan Penelitian ini bertujuan menginventarisasi hama dan penyakit tanaman buah naga serta mengetahui budidayanya di perkebunan buah naga di Yogyakarta.
3 Manfaat Penelitian menyediakan informasi awal tentang hama dan patogen penyebab penyakit yang terdapat pada tanaman buah naga yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan hama dan penyakit terpadu.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Buah Naga Buah naga merupakan tanaman tahunan dan kaktus merambat yang memiliki akar udara. Buah ini memiliki nama umum pitaya, dragon fruit, strawberry pear, atau night blooming cereus. Nama lain di beberapa negara seperti di Meksiko, Guatemala Amerika Tenggara dikenal sebagai pitaya, pitahaya, pitajaya, pitaya roja, dan pitahaya de Cardón. Di Vietnam disebut Thang Long, sedangkan di Asia secara umum disebut dragon fruit (Luders dan McMahon 2006). Tanaman ini memiliki buah yang paling indah diantara famili kaktus lainnya (Zee et al. 2004). Buah naga dapat bertahan pada kondisi kering karena memiliki sistem fotosintesis Crassulacean Acid Metabolism (CAM) yang efiesien dalam menyimpan air (Mizrahi dan Nerd 1999). Buah naga merupakan kaktus liar yang berasal dari wilayah di Amerika Tengah. Sebagian besar spesies Hylocereus berasal dari Amerika Latin (Meksiko dan Kolombia). Saat ini, spesies ini telah menyebar ke seluruh dunia terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini bersifat epifit, yaitu tumbuh dan bercabang pada kayu atau tanaman mati (Crane dan Balerdi 2005). Setelah diketahui
memiliki
banyak
manfaat,
tanaman
ini
dibudidayakan
dan
dikembangkan. Sebagian H. undatus merupakan spesies kosmopolitan (Bellec et al. 2006). Buah ini dikembangkan secara komersial di Amerika Tengah, tepatnya di negara Meksiko dan Amerika Serikat (negara bagian Texas), kemudian berkembang pesat di Peru dan Argentina. Sekitar 100 tahun lalu, buah ini diintroduksikan ke Perancis kemudian menyebar ke Asia dan Australia. Kini Israel dan Vietnam menjadi produsen buah naga komersial terbesar di Asia (McMahon 2003).
Taksonomi dan Botani Buah naga termasuk dalam kelompok tanaman kaktus atau Famili Cactaceae. Menurut Bellec et al. (2006) secara umum buah naga dikelompokkan ke dalam genus utama yaitu Stenocereus (Britton & Rose), Cereus (Mill), Selenicereus (A. Berger Riccob) and Hylocereus (Britton & Rose). Genus buah
5 naga yang banyak dibudidayakan adalah Hylocereus, sedangkan untuk tiga genus lainnya dapat dikonsumsi namun belum banyak dikembangkan secara budiddaya. Adapun klasifikasi buah naga secara lengkap menurut Britton dan Rose (1963); ISB (2002); NPDC (2002) dalam Gunasena et al. (2007) adalah : Kingdom
: Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta (tanaman vaskular) Super divisi
: Spermathophyta (tumbuhan berbiji)
Divisi
: Magnoliophyta (tanaman berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (tanaman dikotil atau berkeping dua)
Ordo
: Caryophyllales
Famili
: Cactaceae (kaktus)
Subfamili
: Cactoideae
Suku (tribe)
: Hylocereae
Genus
: Hylocereus (Berger) Britt & Rose
Spesies
: - Hylocereus undatus (Haw.) Britt & Rose - Selenecereus sp.
Tanaman buah naga memiliki akar yang berbeda dengan tanaman pada umumnya. Selain memiliki akar utama yang tertanam di dalam tanah, buah naga memiliki akar udara yang tumbuh di sepanjang sulur. Akar tersebut bersifat epifit yang dapat merambat dan menempel pada tiang atau tanaman lain. Sifat tersebut menjadikan kaktus ini membutuhkan penyangga untuk memanjat sehingga disebut tanaman memanjat (climbing plant) (McMahon 2003). Akar ini tahan terhadap kekeringan, namun tidak tahan terhadap genangan air terlalu lama. Adanya akar udara membuat tanaman ini efisien dalam penggunaan air. Walaupun akar dicabut dari tanah, tanaman masih dapat hidup dengan menyerap nutrisi dan air menggunakan akar udara (Andoko dan Nurrasyid 2012). Sulur merupakan istilah untuk batang pada kaktus. Sulur pada buah naga merupakan batang sukulen serta mengandung air yang menjadi cadangan pada saat kondisi lingkungan ekstrim. Sulur berwarna hijau, dimana terjadi proses fotosintesis tanaman. Sulur ini memiliki dari tiga sudut (triangular) yang
6 bergelombang. Daun termodifikasi menjadi duri yang berada di sepanjang tepi, tepatnya di bagian lembah antar gelombang. Sulur terus tumbuh akan menghasilkan cabang sulur dan jumlahnya akan diatur agar buah naga dapat berproduksi secara optimum. Menurut Andoko dan Nurrasyid (2012), pengaturan cabang yang baik menggunakan prinsip 1-3-3. Artinya satu sulur utama, tiga sulur cabang pertama, tiga sulur cabang kedua, dan apabila terbentuk tunas cabang lagi maka dilakukan pemangkasan. Tujuan pengaturan cabang ini untuk menjaga tanaman tetap dalam kondisi ideal, tidak tercipta kondisi lembab, dan pertanaman yang rapi. Morfologi sulur antara buah naga putih dan buah naga merah memiliki perbedaan. Sulur buah naga putih memiliki bentuk yang lebih bergelombang sedangkan sulur buah naga merah memiki tekstur yang lebih rata. Selain itu keberadaan duri pada sulur buah naga merah lebih rapat dan lebih tajam dibandingkan dengan sulur buah naga putih. Warna sulur buah naga putih lebih hijau cerah dibandingkan sulur buah naga merah yang cenderung berwarna lebih hijau kusam. Perbedaan antara sulur buah naga putih dan sulur buah naga merah dapat dilihat pada Gambar 1A dan 1B. Bunga buah naga berbentuk corong memanjang dan memiliki ukuran sekitar 27-30 cm tergantung pada spesies masing-masing (Jaya 2010). Kelopak bunga bagian luar berwarna hijau (Gambar 1C), kelopak bunga bagian dalam berwarna kuning, dan mahkota bunga ketika mekar berwarna putih. Bunga buah naga memiliki tipe biseksual, dimana putik dan benang sari terdapat pada satu bunga. Benang sari berwarna kuning dengan jumlah banyak dan putik tunggal berwarna kuning pucat (Gambar 1D). Bunga buah naga memiliki beberapa karakteristik dalam penyerbukan. Perbedaan ketinggian antara benang sari dan putik menjadi permasalahan dalam penyerbukan bunga. Bunga mekar pada malam hari dan selesai mekar pada pagi dini hari, hanya memekar satu malam. Di Australia, bunga buah naga terkenal dengan sebutan moonflower atau queen of the night (McMahon 2003). Buah naga berwarna merah mudah cerah, menarik, dan memiliki sisik buah. Buah berukuran besar antara 150-600 g per buah. Daging buah berwarna putih atau merah dengan biji berwarna hitam, kecil, dan jumlah banyak
7 (McMahon 2003). Kulit buah naga putih dan buah naga merah memiliki perbedaan yaitu buah naga putih berwarna merah magenta dan mengkilat sedangkan buah naga merah lebih berwarna merah mencolok dan agak kusam. Bentuk buah naga putih sebagian besar lebih lonjong sedangkan buah naga merah lebih bulat. Sisik buah naga putih terdapat semburat hijau sedangkan sisik buah naga merah seluruhnya berwarna merah. Perbedaan buah naga putih dan buah naga merah secara umum dapat dilihat pada Gambar 1E dan 1F. Pushpakumara et al. (2005) melakukan penelitian terhadap 5-10 tanaman yang digunakan untuk mengontrol bunga dan fenologi buah. Hasil pengamatan yang dilakukan di kebun buah naga Bulathsinhala, Srilanka, dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tidak ada nama varietas yang digunakan secara umum untuk buah naga. Tetapi, terdapat banyak klon yang dapat dibedakan menurut tipe sulur, warna, bentuk buah, ketebalan kulit dan bentuk sisik buah (McMahon 2003). Menurut Merten (2003), di California, Amerika Serikat, sudah diketahui lebih dari 60 varietas buah naga. Terdapat dua spesies buah naga secara umum, yaitu H. undatus (Haw. Britton&Rose) yang memiliki daging buah berwarna putih dan H. polyrhizus (Web. Britton&Rose) yang memiliki daging buah berwarna merah. Terdapat dua spesies buah naga lain yang belum banyak diketahui yaitu H. costaricencis (Web. Britton&Rose) yang memiliki kulit berwarna merah dengan daging buah merah keunguan dan Selenicereus megalanthus (A. Berger Riccob) yang memiliki kulit berwarna kuning dengan daging buah putih (Jaya 2010). Buah naga kuning ini memiliki kelompok duri pada buah yang lepas saat buah matang. Buah naga kuning memiliki ukuran buah lebih kecil dibandingkan jenis lainnya. Biaya perawatannya tinggi sehingga belum menguntungkan secara ekonomi untuk dibudidayakan.
8 Tabel 1 Karakter bunga buah naga di Bulthsinhala, Sri Lanka Karakter Panjang bunga dewasa (cm) Lebar bunga dewasa (cm) Diameter bunga mekar sempurna (cm) Panjang benang sari (cm) Jumlah benang sari Jumlah putik lobe Panjang putik (cm) Panjang ovari (cm) Ketersediaan nektar (ml) Bau Jumlah bunga per tanaman
Kisaran 20 - 36 12 - 23 10 - 30 18 - 30 1100 - 1195 12 - 18 2 - 3.5 4-8 4-9 Harum menyengat 1-7
Sumber: Pushpakumara et al. 2005
Tabel 2 Variasi karakteristik buah naga di Bulthsinhala, Srilanka Karakteristik Bentuk buah Panjang (cm) Lebar (cm) Ukuran keliling buah (cm) Skala (cm) Skala jumlah (cm) Ketebalan kulit (mm) Berat buah (g) Warna daging buah Tingkat keasaman Tingkat kemanisan (briks) Waktu buah naga penyerbukan (hari) Sumber: Pushpakumara et al. (2005)
Kisaran Bulat dan lonjong 10 - 20 7 - 12 10 - 18 10 - 32 2 - 7.5 2-4 220 - 480 Merah atau putih 4.6 - 5.5 12 - 18 40 - 50
9 A
B
C
D
E
F
Gambar 1 Morfologi tanaman buah naga: (A) Sulur buah naga putih, (B) Sulur buah naga merah, (C) Bunga kuncup, (D) Bunga mekar, (E) Buah naga putih, dan (F) Buah naga merah. Syarat Tumbuh dan Budidaya Buah Naga Famili Cactaceae memiliki daya adaptasi tinggi di lingkungan baru dan dapat hidup di lingkungan yang ekstrim. Tanaman buah naga merupakan tanaman tropis dan sangat mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar matahari, angin, dan curah hujan (Renasari 2010). Tanaman ini tidak tahan terhadap keadaan salin dan tidak tahan terhadap kondisi air tergenang (Luders dan McMahon 2006). Tanaman buah naga dapat tumbuh pada 0-1000 m dpl. Ketinggian tempat untuk pembudidayaan buah naga merah dan putih yang baik yaitu dataran rendah
10 sampai medium yang berkisar 0-500 m dpl, sedangkan ketinggian ideal adalah kurang dari 400 m dpl. Buah naga merah dan putih masih dapat tumbuh dengan baik dan berbuah pada daerah ketinggian di atas 500 m dpl, tetapi buah tidak lebat dan rasa buah kurang manis. Ketinggian tempat yang cocok untuk pertumbuhan dan berproduksi buah naga kuning yaitu di atas 800 m dpl (Cahyono 2009). Kaktus ini dapat ditanam pada jenis tanah apapun. Pertumbuhan tanaman ini baik dengan sistem budidaya organik dan tanah yang terdiri dari pasir (McMahon 2003). Struktur tanah yang gembur dapat meningkatkan drainase tanah sehingga dapat mencegah genangan air. Jika drainase tanah baik, maka seluruh kehidupan yang berada di dalam tanah berjalan dengan baik dan tanaman dapat tumbuh dengan subur dan berproduksi baik. Tanaman buah naga tidak tahan terhadap air yang menggenang lama karena dapat menyebabkan perakaran dan batang membusuk. Apabila tanaman sedang berbunga atau berbuah, maka keadaaan air yang menggenang dan berlebihan dapat menyebabkan rontoknya semua bunga dan buah (Cahyono 2009). Buah naga tumbuh baik di iklim tropis. Menurut McMahon (2003), tanaman ini tumbuh baik dengan suhu rata-rata 21-29 °C. Tanaman ini masih dapat bertahan di suhu ekstrim tertinggi 40 °C dan suhu ektrim terendah 0 °C untuk jangka waktu singkat. Intensitas sinar matahari yang disukai sekitar 70%80% (Kristanto 2009) dan kelembaban udara antara 70-90%. Buah naga lebih menyukai kelembaban udara rendah, karena apabila kelembaban tinggi maka pertumbuhan cabang akan kurang subur serta mudah patah. Tanaman buah naga memerlukan jumlah penyinaran matahari yang tinggi. Tanaman ini tidak disarankan tumbuh di bawah naungan. Pertumbuhan tanaman akan terjadi etiolasi apabila berada di bawah naungan. Etiolasi merupakan pertumbuhan memanjang, jumlah sulur banyak, dan warna menjadi lebih pucat. Masalah utama apabila tanaman ternaungi terlalu banyak maka beberapa pembungaan akan berkurang, kemudian berakibat pada penurunan produksi buah secara drastis (Merten 2003). Penanaman buah naga diutamakan pada lahan yang memiliki curah hujan rendah. Curah hujan yang mendukung pertumbuhan tanaman buah naga yaitu antara 600-1300 mm per tahun (Kristanto 2009), sedangkan menurut Renasari
11 (2010) curah hujan ideal adalah sekitar 60 mm per bulan atau 720 mm per tahun. Lahan yang berada di daerah dengan curah hujan tinggi (>1300 mm) perlu memiliki drainase yang baik. Apabila terjadi penggenangan air di lahan maka akan mempercepat pembusukan akar dan akhirnya merambat sampai ke pangkal batang (Renasari 2010), serta akan mengakibatkan bunga layu dan busuk buah. Tanaman buah naga memiliki tipe fotosintesis Crassulacean Acid Metabolism (CAM). Jumlah air yang dibutuhkan akan tergantung pada tipe tanah. Tanaman ini berasal dari daerah yang memiliki daya presipitasi dan kelengasan yang tinggi (Merten 2003). Rendahnya jumlah air harian akan lebih menguntungkan dari pada jumlah air yang lebih intensif dan banyak. Meskipun tergolong dalam golongan kaktus, tanaman buah naga memerlukan air lebih banyak dibandingkan dengan tipe kaktus gurun lainnya. Tanaman ini tidak tahan dengan genangan air, sehingga drainase tanah harus baik. Irigasi regular sangat penting karena memungkinkan tanaman untuk memadai cadangan air, tidak hanya untuk
perkembangan
bunga,
tetapi
juga
menjamin
untuk
kebutuhan
perkembangan buah (Bellec et al. 2006). Tanaman buah naga tumbuh memanjat sehingga memerlukan penyangga berupa tiang atau sejenisnya. Sulur memanjat membentuk lingkaran di sekitar tiang penyangga. Beberapa jenis penyangga tersebut dapat menyokong berat dari tanaman dan mudah dalam menjangkau bunga dan buah untuk dikerjakan pada produksi komersial (Merten 2003). Terdapat berbagai jenis tiang penyangga yang digunakan di pertanaman buah naga yaitu penyangga horizontal dan penyangga vertikal. Pola penanaman buah naga secara horizontal yaitu kayu atau bambu disusun kemudian cabang akan merambat secara horizontal. Pola ini banyak ditemukan di Eropa. Pertanaman lain memanfaatkan penyangga struktural dengan teralis horizontal (seperti di pertanaman anggur) dan teralis galvanis. Buah naga juga dapat ditumbuhkan di tanah tanpa penyangga apapun (Zee et al. 2004). Menurut Bellec et al. (2006), tinggi penyangga vertikal antara 1.4 m-1.6 m, sedangkan tinggi penyangga horizontal antara 1 m-1.2 m. Sebagian besar pertanaman buah naga di Asia tumbuh pada penyangga vertikal dengan panjang 1.5 m sampai 2 m yang diletakkan di titik tumbuh cabang (Merten 2003).
12 Pertanaman buah naga komersial di Taiwan memanfaatkan kayu atau tiang semen berukuran 15 cm x 15 cm x 200 cm dengan jarak tanam 2.7 m x 4.5 m. Di Indonesia, tiang penyangga yang banyak ditemukan adalah tipe penyangga vertikal. Penyangga tersebut biasa menggunakan beton atau kayu/tanaman hidup. Tanaman yang digunakan untuk penyangga di kebun pengamatan misalnya tanaman jaranan (Dolichandrone spathacea) atau tanaman kleresede (Gliricidia sp.). Syarat pemilihan tanaman untuk penyangga yaitu mampu menopang tanaman (diameter ideal >10 cm) dan tahan terhadap pemangkasan berat. Penyangga dari tiang beton yang digunakan di Sabila Farm Yogyakarta berdiameter 10 cm x 10 cm x 200 cm. Tiang beton tersebut ada bagian yang ditanam di dalam lubang tanah sepanjang 50 cm. Tiang ini harus terbuat dari bahan yang berkualitas agar tahan lama dan mampu menyangga beban sulur
cabang.
Komposisi
untuk
membuat
tiang
beton
ini
yaitu
semen:koral/split:pasir dengan perbandingan 1:3:5 dan besi rangka berdiameter 8 mm (Soetopo 2010). Persiapan lahan meliputi pembersihan gulma, pengaturan jarak tanam, penanaman tiang penyangga, dan pemupukan. Lahan yang akan ditanam sebaiknya dilakukan pembersihan dari gulma. Permukaan tanah lebih baik rata (tidak berbukit-bukit). Pengaturan jarak tanam disesuaikan dengan kondisi lahan dan sistem pertanaman yang akan digunakan. Pengaturan jarak tanam dilakukan untuk memaksimumkan produksi buah naga, karena pada prinsipnya hanya cabang yang terkena paparan sinar matahari langsung yang akan menghasilkan buah
(Soetopo
2010).
Pengaturan
jarak
tanam
juga
bertujuan
untuk
mengkondisikan pertanaman sehat dengan terjaganya kelembaban dan suhu mikro dalam pertanaman. Pengaturan jarak tanam akan mempengaruhi kejadian penyakit suatu pertanaman. Jarak tanam yang digunakan dapat berukuran 2.5 m x 2.5 m, 2.0 m x 3.0 m, atau 3.0 m x 3.0 m. Setelah penetapan jarak tanam, maka dilakukan penanaman tiang penyangga. Sepanjang 50-60 cm tiang penyangga bagian bawah ditanam di dalam tanah. Setelah tiang beton ditanam, tanah dikeruk 1 m3 dan media tanam dimasukkan ke dalam lubang tersebut. Media tanam terdiri dari 5-10 kg pupuk
13 kandang, 2 kg kapur dolomit, dan 1 kg sekam bakar. Semua media tanam diaduk hingga merata dengan tanah. Buah naga tumbuh terbaik dari stek batang yang sehat dan hijau. Bibit dari stek batang akan membuat tanaman tumbuh dengan cepat dan seragam. Apabila berasal dari biji, pertumbuhan buah naga sangat lambat yaitu memerlukan waktu hingga berbuah selama 7 tahun (Crane dan Balerdi 2005). Stek batang berukuran 30-50 cm dijaga di tempat kering selama beberapa minggu kemudian di tanam pada pot. Bibit yang dibutuhkan dalam satu hektar sekitar 6500 bibit (Bellec et al. 2006). Bibit tidak memerlukan naungan dan air hingga akar muncul. Setelah itu dapat mengaplikasikan pupuk kocor pada bibit tersebut. Sulur tumbuh hingga ujung penyangga maka akan menggantung dan tumbuh ke bawah mengikuti arah gravitasi bumi. Sulur tersebut kemudian akan berbunga 12-15 bulan setelah penanaman bibit (McMahon 2003). Pemupukan yang baik yaitu menggunakan NPK seimbang setiap bulan. Aplikasi kapur aplikasi material organik dilakukan setahun sekali setelah bibit ditanam. Proses penyerbukan terjadi pada tumbuh-tumbuhan sebelum bunga menjadi biji. Penyerbukan menjadi hal yang penting dalam proses pembentukan buah. Struktur putik dan benang sari bunga tiap spesies yang membedakan sistem penyerbukan. Sebagian besar tanaman buah naga memiliki sifat penyerbukan tidak menyerbuki sendiri (self-incompatible), tergantung pada jenis varietas tanamannya (Merten 2003). Sistem penyerbukan self-incompatible mengharuskan tanaman melakukan penyerbukan silang karena letak putik berada lebih tinggi diatas benang sari sehingga tidak memungkinkan untuk terjadi penyerbukan sendiri. Menurut Pushpakumara et al. (2005), penyerbukan manual dengan tangan manusia dapat meningkatkan keberhasilan penyerbukan dan pembentukan buah pada tanaman kaktus ini. Buah naga berbunga secara musiman dengan siklus 4-7 kali per tahun (Pushpakumara et al. 2005). Menurut Jaya (2010), musim berbuah buah naga di Indonesia sekitar bulan November-April, sehingga dapat diperkirakan bahwa periode berbunga tanaman ini pada kisaran bulan tersebut. Indonesia memiliki potensi untuk tanaman buah naga dapat berbunga sepanjang tahun selama air,
14 nutrisi dan suhu yang optimum karena fotoperiodisitas matahari yang tersedia sepanjang tahun. Bunga buah naga memiliki sifat nokturnal, yaitu bunga mekar pada malam hari. Bunga mekar sempurna
pukul 22:00-02:00 pada hari berikutnya (Jaya
2010). Bunga ini hanya mekar satu malam saja, hari berikutnya bunga akan layu. Berdasarkan pengamatan di kebun contoh, penyerbukan hanya dilakukan pada bunga buah naga merah. Bunga pada buah naga putih dapat membentuk buah dengan baik tanpa bantuan penyerbukan oleh manusia. Penyerbukan bunga buah naga merah bila tidak dibantu oleh manusia secara manual (buatan), maka buah yang akan terbentuk kecil atau bahkan tidak terbentuk buah sama sekali. Penyerbukan buatan sebaiknya dilakukan pada saat bunga mekar sempurna. Pemanenan buah dilakukan saat 28-30 hari setelah pembungaan. Ciri buah yang masak adalah seluruh kulit bewarna merah dan tangkai buah retak. Letak buah pada sulur berbeda-beda, ada yang di tengah dan di ujung sulur. Letak buah ini juga dapat menentukan cara pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan gunting tanaman khusus yang kuat dan tajam. Penyimpanan buah pascapanen yang terbaik menurut McMahon (2003) adalah suhu 7-10 °C dan kelembaban 90-98%. Buah naga pada kondisi tersebut dapat bertahan selama 2-3 bulan. Secara umum, buah naga dikonsumsi buah segar. Seiring peningkatan permintaan buah naga, telah banyak pengolahan buah naga lebih lanjut.
Kandungan Nutrisi, Manfaat, dan Kegunaan Buah Naga Buah naga memiliki banyak kandungan gizi yang berkhasiat untuk kesehatan manusia. Setiap jenis buah naga memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda. Komposisi kandungan nutrisi buah naga putih dan buah naga merah dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut Gunasena et al. (2007), buah naga merah mengandung antioksidan yang tinggi. Buah naga juga berkhasiat untuk mencegah kanker dan diabetes, menetralisir racun, mengurangi kolesterol, dan menurunkan tekanan darah tinggi. Kandungan vitamin C, fosfor, dan kalsium juga dapat membantu penguatan tulang, gigi, dan baik untuk kesehatan kulit. Sebagian besar buah naga dikonsumsi dalam bentuk buah segar. Buah ini juga dapat diolah menjadi berbagai macam bentuk makanan, seperti es krim,
15 yogurt, jus, salad, es buah, dan lain-lain. Bunga kuncup buah naga juga dapat dikonsumsi sebagai sayur dan bunga pasca mekar yang sudah layu dapat dijadikan bahan dasar teh. Menurut Crane dan Balerdi (2005) buah naga juga digunakan di industri makanan dan kosmetik sebagai pewarna alami yang berasal dari buah naga merah. Tabel 3 Rata-rata komposisi kadungan nutrisi yang terdapat pada daging buah naga putih dan buah naga merah dalam 100 g daging buah Buah naga putih Buah naga merah Air (g) 89.4 82.5 Protein (g) 0.5 0.2 Lemak (g) 0.1 0.4 Serat (g) 0.3 0.8 Abu (g) 0.5 0.28 Kalsium (mg) 6 7.5 Fospor (mg) 19 33.2 Besi (mg) 0.4 0.6 Karoten (mg) 0.003 Tiamin (mg) 0.0035 Roboflavin (mg) 0.044 Niasin (mg) 0.2 1.3 Asam askorbat (mg) 25 8 Tingkat kemanisan (mg) 11-19 Tingkat keasaman (mg) 4.7-5.1 Sumber: Pushpakumara et al. (2005) Komposisi
Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga Setiap tanaman memiliki permasalahan terhadap hama dan penyakit. Permasalahan hama dan penyakit hingga kini belum menjadi masalah utama dalam budidaya buah naga. Menurut Merten (2003), hama dan penyakit pada tanaman buah naga belum menyebabkan kerugian berupa kehilangan hasil yang berarti. Selain itu menurut FAO (2012), tanaman buah naga belum banyak diketahui memiliki hama dan penyakit penting yang dapat merusak, hanya hama minor yang ditemukan. Buah naga berasal dari daerah berpasir yang kering. Kondisi lingkungan yang basah dan berair akan menyebabkan tanaman kaktus ini lebih mudah terserang patogen. Penyebaran patogen juga lebih cepat dibandingkan penyebaran
16 hama, karena spora cendawan atau bakteri dapat terjadi dengan bantuan angin, percikan air hujan, alat-alat pertanian, serangga, dan manusia yang kemudian akan menyebabkan serangan patogen (Eng 2012). Eng (2012) juga menyebutkan bahwa penelitian di Sarawak, Malaysia, menunjukkan bahwa sulur muda lebih rentan terserang patogen dari golongan cendawan atau bakteri. Patogen lebih besar menyerang di jaringan batang, sisik buah, dan jaringan yang menunjukkan kerusakan fisik (Freitas et al.
2011).
Banyak masalah serangan cendawan yang ditemui pada buah di lapangan maupun pascapanen.
Hama Merten (2003) menyebutkan bahwa belum banyak hama yang menyerang buah naga. Beberapa hama yang diketahui menyerang kaktus dan di sekitar Darwin, Australia, diantaranya adalah semut, semut rangrang, ulat bulu, dan tungau telah tercatat menyebabkan kerusakan (McMahon 2012). Menurut FAO (2012), hama di pertanaman buah naga diantaranya adalah kutu daun, kutu putih (Pseudococcus brevipes), dan semut. Kutu daun menyerang permukaan bunga atau buah (Bellec et al. 2006). Hama ini mudah dikendalikan dan biasanya tidak menjadi masalah serius (Merten 2003). Jenis kutu daun yang menyerang pertanaman buah naga yaitu Pentalonia nigronervosa (FAO 2012) dan Aphis gossypii (USDA 2006). Hama lain menurut Pushpakumara et al. (2005) adalah kutu kebul, kumbang, keong, ulat penggerek, lalat buah, tikus dan burung. Permasalahan hama yang menyerang pada pertanaman buah naga di Pulau Lombok, Indonesia, menurut Jaya (2010) adalah kumbang (Protaetia impavida). Menurut Bellec et al. (2006), Cotinus mutabilis menjadi hama yang dapat melubangi batang dan Leptoglossus zonatus menghisap cairan meninggalkan tanda noda dan beberapa perubahan bentuk. Semut yang menjadi hama di pertanaman buah naga biasanya berasal dari genus Atta dan Solenopsis. Semut tergolong hama pada tanaman buah naga karena menyebabkan kerusakan pada masa pembungaan dan pembuahan (Bellec et al. 2006). Semut terkadang ditemukan pada buah, bunga yang masih kuncup, dan sulur, tetapi tidak ada kerusakan parah yang ditemukan (Mizrahi dan Nerd 1999).
17 Menurut FAO (2012), jenis semut yang menyerang tanaman buah naga yaitu Solenopsis geminata, Iriidomyrmex humilis, dan Pheidole megacephala. Menurut Jaya (2010), hama semut tidak menyebabkan kerugian seperti yang disebabkan oleh kumbang. Keong dan siput merusak pertanaman baru. Hama ini biasa menyerang sulur muda (Merten 2003). Bekicot (Acathina fulica) merupakan jenis keong darat yang umum dikenal dengan daerah sebaran yang sangat luas, meliputi sebagian besar wilayah tropis dan subtropis (Prihandini dan Alfiah 2006). Burung dan tikus menjadi hama karena diketahui memakan buah matang (Bellec et al. 2006). Serangan burung dan tikus menyebabkan kerusakan parah pada tanaman (McMahon 2003).
Penyakit Menurut Jaya (2010), selama musim hujan penyakit lebih menjadi masalah dibandingkan hama. Sebagian besar patogen yang menyerang buah naga berasal dari golongan bakteri dan cendawan. Bakteri patogen yang menyerang sulur yaitu Erwinia spp (Eng 2012) dan Xanthomonas campestris yang menyebabkan busuk lunak batang (Freitas et al. 2011). Kedua bakteri ini merupakan penyakit utama yang menyerang buah naga (Bellec et al. 2006). Kejadian penyakit tanaman buah naga dengan berbagai jenis patogen penyebab diketahui terjadi di beberapa negara. Menurut Jaya (2010), virus menyerang tanaman buah naga dan menurut Bellec et al. (2006) disebabkan oleh Cactus Virus X. Virus ini diketahui menyerang pertanaman buah naga di Taiwan dan Jepang (Masyahit et al. 2009). Selain itu Pushpakumara et al. (2005) menyebutkan bahwa nematoda juga menyerang pertanaman buah naga. Penyakit yang ditemukan di Jepang dan USA yaitu bercak batang terjadi di Meksiko dan antraknosa, sedangkan di Malaysia terjadi serangan patogen Fusarium sp. pada buah naga merah spesies H. polyrhizus (Masyahit et al. 2009). Seluruh bagian tanaman buah naga yaitu dapat terserang patogen, baik akar, sulur maupun buah. Patogen yang menyerang akar yaitu Phytophthora sp., Fusarium sp., dan Alternaria sp. (FAO 2012). Terdapat banyak jenis patogen yang menyerang buah. Cendawan patogen menyerang buah yang berada di
18 pertanaman yaitu Helminthosporium sp., Colletotrichum sp., Curvularia spp., dan Cladosporium spp. Terkadang satu penyakit pada buah disebabkan oleh beberapa patogen tersebut secara bersamaan (Eng 2012). Bintik coklat pada buah disebabkan oleh Dothiorella sp. dan Monilinia fructicola (Freitas et al. 2011). Cendawan patogen lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada buah naga yaitu Fusarium spp. dan Aspergillus spp. (Freitas et al. 2011). Beberapa cendawan penyebab penyakit utama pada sulur tanaman buah naga yaitu Gloeosporium agaves, Macssonina agaves, Dothiorella sp., dan Botryosphaeria dothidea (Bellec et al. 2006). B. dothidea menyebabkan bercak coklat pada batang (SFNS 2012). Beberapa cendawan menyebabkan penyakit secara bersamaan, misalnya serangan Phomopsis sp., Pestalotiopsis sp., dan Cladosporium spp. pada sulur (Eng 2012). Terdapat juga penyakit bercak hitam kadang berkembang pada batang. Tetapi di California gejala ini lebih terlihat sebagai respon fisiologis atau stress lingkungan, bukan karena patogen. Gejala yang terlihat pada perkembangannya yaitu respon terhadap suhu ekstrim, paparan sinar matahari, pemupukan tanah yang buruk, praktik irigasi yang tidak layak atau stress lainnya pada tanaman (Merten 2003). Tidak hanya di pertanaman, penyakit pascapanen juga ditemui di buah naga. Penyakit di buah pascapanen disebabkan oleh Fusarium, Colletotrichum, Curvularia, Helminthosporium spp., Curvularia spp., dan Gilbertella persicaria (Eng
2012).
Cendawan
penyakit
pascapanen
juga
ada
yang
dapat
mengkontaminasi tanah yaitu cendawan Gilbertella persicaria (Eng 2012). Terdapat dua penyakit yang paling sering dijumpai hampir di setiap pertanaman buah naga yaitu busuk lunak batang dan antraknosa. Menurut McMahon (2012), penyakit busuk lunak batang menyerang apabila kondisi terlalu basah. Penyakit ini disebabkan oleh Xanthomonas campestris, Fusarium oxysporum, dan Pantoea spp. (SFNS 2012). Jaya (2010) juga menyebutkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh Fusarium, Phytium, Acremonium, dan Pytophthora (Jaya 2010). Di Malaysia, dilaporkan bahwa Erwinia caratovora sebagai penyebab busuk lunak batang. Infeksi dimulai dari area luka khususnya jaringan batang yang disebabkan oleh gigitan serangga atau infeksi sebelumnya dari antraknosa. Gejala awal yang
19 terjadi adalah jaringan menjadi menguning diikuti dengan pelunakan dan pembusukan yang berbau dari jaringan tersebut. Infeksi lanjut menyebabkan pembusukan keseluruhan dari bagian batang yang berdaging dan sukulen pada cabang utama (SFNS 2012). Luders dan McMahon (2006) menyebutkan bahwa busuk lunak berair dapat terjadi dari luka pada kondisi paparan sinar matahari berlebihan atau kondisi basah. Satu dari penyakit umum yang ada di tanaman buah naga disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides (Freitas et al. 2011; SFNS 2012). Gejala yang muncul yaitu luka konsentris berwarna merah coklat yang berkembang dari halo klorotik (Freitas et al. 2011). Aservuli berkembang dekat dengan tepi sulur, khususnya ketika duri muncul dari tepi sulur. Penyakit ini ada di bagian buah kemudian menjadi dominan selama musim hujan (SFNS 2012). Penyakit antraknosa juga ditemui pada spesies buah naga kuning di Brazil. Colletotrichum tidak hanya menyebabkan busuk lunak batang pada H. undatus tetapi juga ditemukan massa konidia berwarna jingga pada buah yang terserang penyakit di Okinawa, Jepang. Penyakit ini juga dilaporkan terjadi di Florida, USA sejak Desember 2004. Di Brazil, terjadi serangan Colletotrichum yang menyebabkan kehilangan sebesar 5% pada buah naga kuning. Menurut Masyahit et al. (2009), kejadian antraknosa tidak berhubungan dengan data lingkungan atau budidaya. Jaya (2010) juga melaporkan bahwa penyakit ini sudah menyerang pertanaman buah naga di Indonesia.
Organisme yang Membantu Penyerbukan Buah Naga Banyak tanaman yang menggantungkan proses penyerbukan silang terhadap keberadaan organisme penyerbuk yang berada pada masing-masing pertanaman. Salah satu organisme penyerbuk yang banyak hadir di alam adalah serangga. Serangga memiliki nilai ekonomis tersendiri dalam hal penyerbukan. Pelayanan penyerbukan oleh serangga pada tanaman yang dibudidayakan di Amerika Serikat bernilai sekitar $19 milyar setiap tahunnya (Borror et al. 1996). Terdapat beberapa organisme penyerbuk yang ada di pertanaman buah naga salah satunya yaitu lebah. Lebah madu yang pada umumnya menjadi penyerbuk utama di berbagai tanaman, sangat tertarik polen yang ada pada bunga
20 buah naga. Menurut Bellec et al. (2006) kunjungan lebah madu ke bunga ini yang berulang dapat berkontribusi untuk terjadinya penyerbukan. Hasilnya ternyata kualitas dan kuantitas buah yang dihasilkan dari penyerbukan tersebut secara umum lebih rendah dari penyerbukan silang oleh manusia sehingga peran lebah sebagai penyerbuk kurang efisien pada buah naga. Menurut Pushpakumara et al. (2005), peran lebah sebagai penyerbuk tidak efisien karena tidak sesuainya proporsi antar ukuran tubuh lebah kecil jika dibandingkan dengan ukuran bunga buah naga besar. Selain itu, penyerbukan buah naga karena bunga tanaman ini mekar sempurna pada malam hari. Menurut Merten (2003), waktu mekar bunga singkat, yaitu hanya semalam saja, sehingga lebah yang aktif dari pagi hingga siang hari bukan penyerbuk yang tepat untuk tanaman buah naga. Belum ditemukan laporan yang menyebutkan serangga maupun organisme lain yang efektif dan efisien menjadi penyerbuk untuk bunga buah naga. Sistem
penyerbukan
tanaman
buah
naga
yang
self-incompatible
mengharuskan penyerbukan manual dengan tangan untuk meningkatkan keberhasilan penyerbukan dan pembentukan buah (Pushpakumara et al. 2005). Penyerbukan buah naga di negara asalnya biasa dilakukan oleh kelelawar pada malam hari atau ngengat yang berasal Genus Manduca (Lepidoptera:Sphingidae). Namun di beberapa negara seperti Israel, Afrika Selatan, Madagaskar, dan Perancis bagian barat, produksi buah secara alami tidak terjadi akibat tidak adanya kehadiran penyerbuk yang efisien (Bellec et al. 2006). Namun di Indonesia, peran kelelawar dalam penyerbukan belum diketahui karena belum ada penelitian mengenai hal ini. Organisme penyerbuk buah naga yang efisien belum ditemukan. Hal ini menjadi peluang untuk pemanfaatan serangga penyerbuk dalam sistem budidaya buah naga untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitasnya. Sehingga akan tercapai keuntungan maksimal secara ekonomi produksi buah naga dengan adanya peran penyerbuk dalam proses budidaya.
21 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di enam perkebunan buah naga di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari tiga kabupaten. Kebun pengamatan di Kabupaten Sleman yaitu Sabila Farm I, Sabila Farm II (Kecamatan Pakem) dan Agrowisata Kaliurang (Kecamatan Ngangklik). Kebun pengamatan di Kabupaten Bantul yaitu Larso Farm (Kecamatan Srandakan) dan Teguh Farm (Kecamatan Sanden). Kebun pengamatan di Kabupaten Kulonprogo adalah lahan petani konvensional di sekitar pantai Trisik (Kecamatan Galur). Identifikasi penyakit dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi hama dilakukan di Laboratorium Taksonomi dan Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Entomologi LIPI, Cibinong, Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2012 hingga bulan Mei 2012.
Wawancara Wawancara dengan pengelola kebun buah naga dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai teknik budidaya yang diterapkan di masingmasing kebun. Selain itu wawancara dilakukan untuk mengetahui hama dan penyakit yang menyerang serta pengendalian yang telah dilakukan pengelola masing-masing kebun. Pelaksanaan wawancara menggunakan borang yang telah disiapkan (Lampiran 3).
Pengamatan dan Pengambilan Contoh Pengamatan hama dan penyakit buah naga dilakukan di tiga lahan buah naga putih dan tiga lahan buah naga merah. Pengamatan dilakukan pada bagian tanaman sulur, bunga, dan buah (Lampiran 4). Pemilihan 30 tanaman contoh pada setiap petak dilakukan secara sistematik yaitu tanaman-tanaman pada sepanjang diagonal lahan dengan interval dua tanaman. Peubah pengamatan meliputi keberadaan hama, gejala kerusakan oleh hama, dan bagian tanaman bergejala penyakit. Contoh serangga dan tanaman bergejala penyakit diambil secukupnya
22 untuk identifikasi lanjut di laboratorium pada hari-hari terakhir pengamatan agar masih segar.
Keterangan : : Tanaman di sepanjang diagonal : Tanaman yang diamati
Gambar 2 Sketsa pengamatan tanaman contoh
Identifikasi Hama Identifikasi serangga dan penyakit buah naga dilakukan di laboratorium. Setelah dilakukan pengambilan contoh serangga hama dan tanaman bergejala, proses identifikasi dilakukan menggunakan buku identifikasi masing-masing golongan hama. Identifikasi kutu daun dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi yang disusun oleh Blackman dan Eastop (2000). Identifikasi kutu putih digunakan kunci Williams (2004). Identifikasi semut dilakukan dengan kunci identifikasi Fayle (2003). Identifikasi famili Cerambycidae dilakukan dengan kunci Hiroshi dan Noerdjito (2004) dan serangga lainnya dilakukan dengan kunci identifikasi Kalshoven (1981) dan Borror et al. (1996). Beberapa serangga diidentifikasi menggunakan koleksi serangga di Museum Serangga LIPI, Cibinong, Bogor. Identifikasi kutu putih dilakukan dengan cara yaitu dokumentasi individu kutu putih untuk dilihat bentuk lapisan lilinnya. Kemudian untuk memastikannya, kutu putih dibuatkan preparat slide. Contoh kutu putih yang disimpan dalam alkohol 70%, dituang ke dalam cawan sirakus. Kutu putih dipisahkan dari kumpulan ovisac. Spesimen kutu putih kemudian direbus dalam tabung reaksi yang berisi alkohol 95% selama 5 menit. Kutu putih dituangkan kembali ke dalam cawan sirakus, kemudian bagian abdomen dilubangi sebagai tempat untuk mengeluarkan isi tubuh. Setelah itu, kutu putih dimasukkan ke dalam tabung
23 reaksi berisi KOH 10% dan direbus hingga tubuh transparan kemudian isi tubuh dikeluarkan perlahan menggunakan jarum tangkai. Kutu putih yang sudah bersih dan transparan kemudian dicuci dengan akudes sebanyak dua kali. Setelah itu ditetesi acid alcohol 50% selama 10 menit, kemudian ditambahkan acid fuchsin selama satu malam. Setelah itu, kutu tersebut ditambahkan glacial acetic acid selama 5 menit tanpa membuang acid fuchsin sebelumnya. Setelah itu dilakukan pemberian alkohol secara bertingkat yaitu alkohol 80% selama 5 menit, alkohol 95% selama 10 menit, alkohol 100% selama 10 menit, glacial acetic acid 5 menit, pemberian alkohol 100% kembali, carbol xylene selama 2 menit, pemberian alkohol 100% kembali, dan minyak cengkeh. Kemudian dilakukan mounting, yaitu penempatan dan pengaturan posisi kutu putih pada preparat slide. Kutu putih ditata bagian tubuh sedemikian rupa dan ditutup cover glass dengan media canada balsam. Kutu putih yang sudah dibuat preparat dapat diidentifikasi menggunakan kunci yang disusun oleh Williams (2004). Identifikasi kutu daun hampir sama dengan kutu putih yaitu dibuat preparat slide. Contoh kutu putih yang disimpan dalam alkohol 70%, dituang ke dalam cawan sirakus. Spesimen kutu daun direbus dalam tabung reaksi yang berisi alkohol 95% selama 5 menit. Kutu daun dituangkan kembali ke dalam cawan sirakus, kemudian bagian abdomen dilubangi sebagai tempat untuk mengeluarkan isi tubuh. Setelah itu, kutu daun dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi KOH 10% dan direbus hingga tubuh transparan kemudian isi tubuh dikeluarkan perlahan menggunakan jarum tangkai. Kutu daun yang sudah bersih dan transparan kemudian dicuci dengan akudes sebanyak dua kali. Setelah itu dilakukan pemberian alkohol secara bertingkat yaitu alkohol 80% selama lima menit, alkohol 95% selama 10 menit, alkohol absolut selama 10 menit, dan minyak cengkeh. Kemudian dilakukan mounting sama seperti pada kutu putih.
Identifikasi Patogen Penyakit Pendugaan patogen dilakukan berdasarkan gejala makroskopis pada contoh tanaman. Identifikasi penyakit akibat serangan cendawan dilakukan pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop compound dan mikroskop
24 stereo. Identifikasi cendawan Deuteromycetes dilakukan berdasarkan ciri morfologi secara mikroskopis menggunakan buku identifikasi Barnett dan Hunter (1988). Identifikasi penyakit yang diduga akibat bakteri tidak dilakukan secara mendalam, yaitu hanya melalui isolasi bakteri untuk melihat ciri morfologi koloni, jenis gram bakteri, dan patogenisitas bakteri yang terisolasi. Isolasi bakteri patogen diambil dari contoh sulur yang bergejala penyakit busuk lunak yaitu coklat berair. Ekstraksi dilakukan dari bagian sulur yang menunjukkan gejala, kemudian digerus menggunakan mortar dan diberi air steril agar mudah lumat. Selanjutnya dilakukan pengenceran berseri dengan tingkat pengenceran 10-1 hingga 10-8 dan hasil tiap pengenceran dicawankan sebanyak 1 ml. Pencawanan dilakukan pada media NA yang merupakan media umum untuk bakteri. Koloni tunggal dari beberapa jenis bakteri yang mucul kemudian dimurnikan sebagai isolat murni pada cawan yang terpisah menggunakan media NA. Uji gram dilakukan secara sederhana mengunakan KOH. Kaca preparat disiapkan sebagai tempat untuk uji gram kemudian ditetesi KOH 3% di atasnya. Masing-masing koloni bakteri yang ada diambil sebanyak satu lup menggunakan jarum ose kemudian diletakkan di atas KOH tersebut. Koloni bakteri diaduk perlahan dan ditunggu reaksinya beberapa saat. Apabila suspensi bakteri menjadi berlendir, kental, dan lengket, maka koloni bakteri yang diujikan merupakan gram negatif, sebaliknya apabila tidak begitu berlendir dan lengket maka koloni bakteri tersebut merupakan gram positif. Uji patogenisitas terdiri dari dua tahapan yaitu uji hipersensitifitas dan inokulasi isolat bakteri ke sulur buah naga sehat. Uji reaksi hipersensitifitas dilakukan pada daun tembakau yang sehat. Isolat murni bakteri yang diperoleh kemudian dibiakkan dalam media cair LB sebanyak satu lup dan dikocok pada shaker selama satu malam. Isolat kemudian disuntikkan sebanyak 1 ml pada daun tembakau dan diamati pada 24 dan 48 jam setelah inokulasi. Isolat yang menimbulkan nekrosis pada daun tembakau akan dilanjutkan untuk inokulasi ke sulur sehat. Sebelum dilakukan inokulasi, isolat bakteri dibuat suspensi dalam air steril sebanyak satu lup. Sebelumnya, dilakukan pelukaan pada sulur agar bakteri cepat menginfeksi jaringan. Pelukaan dilakukan dengan menusuk-nusukkan jarum
25 steril pada permukaan sulur. Suspensi isolat bakteri tersebut di masukkan ke dalam jaringan sulur menggunakan micropipette sebanyak 100 µl. Sulur tersebut diinkubasikan selama 1 minggu dalam wadah lembab dan dilihat gejala yang muncul.
Pengolahan Data Keberadaan hama atau penyakit yang telah tersedia pada borang pengamatan kemudian dipindahkan pada tabel kemudian pengukuran kejadian hama atau penyakit menggunakan rumus (Cooke 2006) berikut:
Keterangan:
L : persentase kejadian hama atau penyakit n : jumlah tanaman terserang N : jumlah seluruh tanaman yang diamati
Pengolahan data kejadian hama, penyakit dan organisme lain di pertanaman buah naga menggunakan uji proporsi pada α=0.05. Uji proporsi dilakukan untuk membandingkan
kejadian
antar
lahan
pengamatan
pada
masing-masing
pertanaman buah naga putih dan pertanaman buah naga merah. Perhitungan proporsi (Walpole 1993) antar lahan menggunakan MS. Excel 2007 dengan rumus sebagai berikut:
zh
Keterangan:
ˆ1 p ˆ 2 ) 0 (p ˆ1 (1 p ˆ1 ) p ˆ (1 p ˆ2) p 2 n1 n2
zh = proporsi hasil hitungan p1 = proporsi serangga/penyakit/oraganisme lain di lahan 1 p2 = proporsi serangga/penyakit/oraganisme lain di lahan 2 n1 = jumlah tanaman yang diamati di lahan 1 n2 = jumlah tanaman yang diamati di lahan 2
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di enam lahan perkebunan buah naga yaitu Sabila Farm I (SF I), Sabila Farm II (SF II), Agrowisata Kaliurang (AK), lahan di Pantai Trisik (PT), Larso Farm (LF), dan Teguh Farm (TF). Kondisi lahan secara umum baik dan terawat. Perawatan yang dilakukan tidak berbeda jauh antara satu lahan dengan lahan lain. Lahan buah naga putih terdiri dari dua lahan di dataran tinggi dan satu lahan di dataran rendah, sedangkan lahan buah naga merah terdiri dari satu lahan di dataran tinggi dan dua lahan di dataran rendah.
Gambar 3 Peta wilayah pengamatan (Sumber: BPK 2007)
Pengelolaan dan perawatan lahan yang dilakukan di SF I dan di SF II oleh perkebunan yang sama. Sebelum ditanami buah naga, kebun ini merupakan lahan kosong yang ditumbuhi semak belukar. Pola tanam buah naga di SF I adalah monokultur, sedangkan SF II tumpang sari dengan tanaman pepaya. SF I memiliki
27 bagian kecil lahan yang ditanami buah sirsak, pepaya, dan srikaya, sedangkan di SF II juga ditanami nanas. Sebelum ditanami buah naga, AK ditanami berbagai jenis tanaman buah tahunan. Tanaman buah naga dilahan ini sudah banyak yang berkayu dan sudah tinggi melebihi 2 m karena umur tanaman sudah mencapai 11 tahun. Gulma dan sulur di lahan ini sangat rimbun. Drainase lahan kurang baik, karena saat pengamatan terdapat genangan air hujan diantar baris pertanaman. Di pertanaman buah naga PT setiap tiang ditandai dengan bumbunan pasir yang dibatasi oleh sabut kelapa sebagai penahan. Kondisi kebun buah naga ini secara umum agak kurang terawat. Terlihat batok kelapa untuk pembatas bumbunan tanah yang berantakan, banyaknya gulma, serta rimbunnya sulur. LF kondisi pertanaman baik dan rapi. Setiap satu tiang terdapat bumbunan pasir yang disertai pupuk kandang dan dikelilingi oleh sabut kelapa. Di setiap bumbunan tersebut terlihat banyak arthropoda penghuni tanah seperti kelabang, luwing, kaki seribu dan lainnya yang berkaitan dengan sistem budidaya menggunakan sistem organik rasional. Tanaman tertata rapi dan setiap rumpun buah naga dibatasi oleh kotak-kotak semen. Informasi keadaan enam lahan yang diperoleh dari hasil wawancara kepada pengelola kebun dapat dilihat pada Tabel 4.
Cara Budidaya Asal bibit dari masing-masing kebun berbeda-beda. Bibit yang digunakan di SF berasal dari daerah Pasuruan, Jawa Timur, dengan harga Rp 1500 per cm pada tahun 2005. Namun sekarang, kebun ini sudah memproduksi bibit stek batang sendiri bahkan sudah menjual bibit ke luar. AK menggunakan bibit daerah Malang, Jember, Surabaya, dan Thailand. Harga bibit yang diimpor dari Thailand dibeli dengan harga Rp 2000 per cm pada tahun 2001. Kebun LF dan petani di PT mendapatkan bibit dari kebun buah naga di Pantai Gelagah, dimana perkebunan buah naga tersebut merupakan pelopor buah naga di daerah setempat sedangkan TF mendapatkan bibit dari Jombang, Jawa Timur. Contoh pembuatan bibit dilihat dari kebun SF. Bibit berasal dari sulur yang sudah pernah berproduksi buah. Anakan cabang yang sudah berumur dan sehat dapat digunakan untuk bibit. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan stek yaitu warna sulur hijau tua dan lengkungannya panjang, sulur
28 pernah berbuah, sulur mulus dan tidak terdapat bercak-bercak (gejala penyakit) atau kerak dan mengambil bagian sulur yang tidak bercabang.
A
B
C Gambar 4 Kondisi lahan pengamatan buah naga secara umum: (A) Sabila Farm, (B) Larso Farm, dan (C) Teguh Farm.
29
Tabel 4 Kondisi dan cara budidaya secara umum enam lahan pengamatan buah naga Informasi lahan Dataran lokasi Ketinggian (m dpl a) Luasan (ha) Jenis buah naga Umur tanaman(tahun) Cara tanam Jarak tanam (m) Jenis tiang penyangga Jumlah tanaman per tiang Kondisi lahan Keberadaan gulma Pengendalian gulma a
Lahan Sabila Farm I Tinggi
Agrowisata Kaliurang Tinggi
Pantai Trisik Rendah
Sabila Farm II Tinggi
Larso Farm Rendah
Teguh Farm Rendah
495
490
0-10
495
0-10
0-10
1.7 Putih 5-7 Monokultur 2.5 x 2.5 Beton, kayu jaranan 4 Terawat Sedikit Herbisida
1 Putih 11 Monokultur 3x3 Kayu jaranan, kleresede 4-6 Kurang terawat Banyak Manual
1 Putih 3-4 Monokultur 2.5 x 2.5 Beton 4-6 Kurang terawat Sedang Manual
1 Merah 1.5 Tumpangsari 3 x 3, 3 x 2 Kayu jaranan 4 Terawat Sedikit Herbisida
3.5 Merah 2 Monokultur 2.5 x 2.5 Beton 4 Terawat Sedikit Manual
2 Merah 3-4 Monokultur 2.5 x 2.5 Beton 4 Terawat Sedikit Manual, Herbisida
meter di atas permukaaan laut
29
30 A
B
C
D
E
F
Gambar 5
Kondisi lahan pengamatan buah naga putih (A,B,C) dan lahan pengamatan buah naga merah (D,E,F): (A) Kebun Sabila Farm I, (B) Kebun Agrowisata Kaliurang, (C) Kebun di Pantai Trisik, (D) Kebun Sabila Farm II, (E) Kebun Larso Farm, dan (F) Kebun Teguh Farm.
Sulur yang terseleksi diproses menjadi bibit. Sulur dipotong sepanjang 30 cm, kemudian salah satu ujung sulur diruncingkan. Tujuan dari peruncingan ini untuk memudahkan pertumbuhan akar saat ditanam (Soetopo 2010). Kemudian sulur dikeringkan selama 10-15 hari agar sulur tidak mudah busuk dan lebih tahan terhadap penyakit. Sulur tersebut akan terbentuk kalus di bagian yang telah
31 dipotong. Penanaman bibit dapat dilakukan di polibag, bedengan khusus pembibitan, ataupun langsung ditanam pada lahan. Stek batang di tanam di media tanah yang terdiri dari tanah, sekam bakar, dan pupuk kandang. Persiapan lahan yang dilakukan masing-masing kebun tidak jauh berbeda. Persiapan lahan yaitu permukaan diratakan terlebih dahulu untuk memudahkan pengelolaan selanjutnya. Setelah itu pembersihan lahan dilakukan, termasuk gulma. Persiapan lahan meliputi pembuatan lubang tanam yang berukuran 100 cm x 100 cm x 25 cm. Kemudian lubang tanam diisi dengan media tanam yang terdiri dari pupuk kandang, sekam bakar, dan dolomit. Setelah itu dilakukan pemasangan tiang penyangga. Pemindahan bibit ke lahan dilakukan setelah 2-3 bulan, ketika stek batang tersebut sudah muncul anakan sulur sepanjang ± 25 cm. Berdasarkan hasil wawancara, pemupukan semua kebun menggunakan pupuk kandang di awal dan juga aplikasi secara berkala (Tabel 5). Pemupukan selanjutnya menggunakan beberapa jenis pupuk lain, seperti NPK, ZA, urea, dan kompos buah. Aplikasi pupuk lain setiap lahan berbeda baik dosis maupun frekuensi aplikasinya. Budidaya dilakukan dengan menyiapkan bibit yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tiga hari sebelum tanam, tanah diberi 100 g pupuk NPK sebagai starter tanaman. Stek bibit ditanam 4 sisi tiang penyangga. Satu tiang diasumsikan sebagai satu rumpun yang terdiri dari 4 tanaman buah naga. Stek bibit ditanam di tanah sedalam 2-5 cm. Bibit yang telah ditanam kemudian diikat menggunakan tali agar tidak rubuh. Pengikatan ini sebaiknya tidak terlalu kencang agar tidak melukai stek batang tersebut. Apabila batang terluka, dikhawatirkan akan menjadi jalan masuk patogen penyakit. Setelah penanaman kemudian dilakukan perawatan tanaman. Penyiraman dilakukan pada kondisi tertentu saja, misalnya tidak turun hujan dalam jangka waktu lama. Pertanaman yang berada di daerah pantai cenderung memerlukan penyiraman yang lebih rutin dibandingkan di daerah dataran tinggi. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang terdiri dari pasir dan suhu yang tinggi sehingga penguapan lebih tinggi. Tetapi umumnya tanaman buah naga tidak memerlukan pengairan. Saat tanaman berada pada 2-3 bulan sebelum tanaman berbunga, sebaiknya dilakukan stressing tanaman dengan pengurangan air. Tujuannya agar tanaman lebih cepat berbunga (Soetopo 2010).
32 Tanaman buah naga akan berproduksi tinggi apabila dilakukan perawatan yang baik dan benar. Buah naga menghendaki kondisi sinar matahari yang terpapar langsung dan kondisi lahan yang bersih dari gulma. Agar matahari dapat terpapar langsung ke tanaman buah naga, maka naungan dari bangunan atau pohon lain harus dihindari. Selain itu, sulur yang sudah rimbun sebaiknya dilakukan pemangkasan. Pemangkasan terutama dilakukan pada sulur yang sudah tua, kemudian dapat digunakan sebagai bibit. Pemangkasan sulur juga dilakukan pada sulur yang bergejala penyakit untuk menghindari penyebaran penyakit. Pemupukan termasuk dalam perawatan buah naga. Pemupukan yang dilakukan di SF pada bulan ke-4 dan bulan ke-8 setelah tanam. Pupuk yang diberikan adalah 10-15 kg pupuk kandang dan 100-200 g pupuk NPK. Apabila pertumbuhan tanaman masih kurang subur maka sebaiknya diberi pupuk daun sesuai aturan dalam kemasan. Kondisi kurang subur ditandai dengan pertumbuhan sulur cabang yang lambat dan tidak besar. Pemanenan buah dilakukan setelah sekitar 33 hari bunga mekar. Ciri buah yang dapat dipanen yaitu warna merah yang menyeluruh pada permukaan kulit dan tangkai buah mulai retak. Pemanenan harus dilakukan tepat waktu, karena apabila buah telat dipanen maka akan retak dan menjadi cepat busuk. Pemanenan buah dilakukan dengan gunting khusus. Buah yang sudah dipanen kemudian dikemas untuk dikirim ke konsumen. Belum dilakukan perlakuan pascapanen di kebun pengamatan. Perlakuan pascapanen yang dilakukan hanya membersihkan buah dari semut maupun kotoran pada buah. Buah naga dibedakan berdasarkan jenis buah baik warna kulit maupun warna daging buah. belum banyak diketahui jenis buah naga berdasarkan varietas di Indonesia. Sabila Farm memiliki 2 varietas buah naga yang sudah diuji melalui pelepasan varietas oleh Menteri Pertanian. Dua jenis varietas tersebut adalah Buah Naga Varietas Sabila Putih (2103/Kpts/SR.120/5/2010) dan Buah Naga Varietas Sabila Merah (2105/Kpts/SR.120/5/2010). Kedua varietas ini dapat beradaptasi dengan baik pada dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 1-1000 meter di atas permukaan laut (m dpl). Persentase bunga menjadi buah tinggi, cabang yang sudah berbuah dapat berbuah lagi dan bila panen ditunda buah tidak mudah retak (Soetopo 2010).
33 Ukuran buah di kebun pengamatan untuk buah naga putih berkisar antara 500-1300 g, sedangkan untuk buah naga merah antara 300-1000 g. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola kebun, LF memiliki lima jenis buah naga merah dan satu jenis buah naga putih. Jenis I disebut dengan buah naga merah mawar, bentuk sisik buah seperti buah mawar. Buah naga jenis ini memiliki tingkat kemanisan buah 22-24 briks. Jenis II disebut dengan buah naga super merah (super red). Jenis III memiliki tingkat kemanisan 20-22 briks. Jenis IV memiliki ciri buah berwarna merah keemasan dan memiliki tingkat kemanisan 1822 briks. Jenis V memiliki bentuk buah yang lonjong dan memiliki rasa yang paling masam diantara jenis lainnya yaitu 16-18 briks.
34
Tabel 5 Aplikasi pemupukan pada lahan pengamatan buah naga berdasarkan hasil wawancara pengelola kebun Jenis pupuk Pupuk kandang
Nama lahan
Dosis (kg/tiang) Sabila Farm I & II
Frekuensi
NPK Dosis (g/tiang)
Pupuk lain
Frekuensi
Jenis Pupuk
Dosis
Frekuensi
10-15
Awal tanam dan 3 bulan sekali
50
Setahun sekali (menjelang berbuah)
-
-
-
Agrowisata Kaliurang
10
Awal tanam dan setahun sekali (setelah panen)
50
3 bulan sebelum berbunga
-
-
-
Petani di Pantai Trisik
60
Awal tanam saja
-
-
-
-
-
20
Awal tanam dan 3 bulan sekali
400
Saat umur tanaman 6 bulan dan 20 bulan
ZA
(tidak diketahui)
Saat umur tanaman 20 bulan
-
Kompos buah
5 l/tiang
2 minggu sekali
Larso Farm
Teguh Farm
20
Awal tanam dan 6 bulan sekali
(dicampur dengan pupuk Nopcor*) -
* Pupuk buatan yang berasal dari bakteri sebagai campuran pupuk NPK .
34
35 Penyerbukan Penyerbukan tanaman buah naga putih di kebun pengamatan terjadi secara alami. Sehingga tidak dilakukan penyerbukan secara manual. Tidak sama halnya dengan tanaman buah naga merah. Penyerbukan secara alami mungkin terjadi pada tanaman buah naga merah. Tetapi, buah yang dihasilkan dari penyerbukan alami memiliki ukuran kecil dan lebih sering tidak menghasilkan buah sama sekali sehingga harus dilakukan penyerbukan manual oleh pengelola kebun. Penyerbukan buah naga merah di SF dilakukan sekitar pukul 23:00. Penyerbukan dilakukan secara sederhana yaitu putik dan serbuk sari berasal dari bunga yang sama. Posisi putik yang lebih tinggi dari benang sari menyebabkan bunga tidak dapat terjadi penyerbukan secara normal (Pushpakumara et al. 2005). Penyerbukan buatan dilakukan dengan menaburi serbuk sari ke atas kepala putik menggunakan tangan atau kuas. Cara lain penyerbukan yaitu dengan menarik putik menjadi lebih rendah dari benang sari secara perlahan kemudian menempelkan putik pada serbuk sari dengan cara menggoyang-goyangkan. Keesokkan pagi, bunga akan menguncup perlahan dan layu. Masa kuncup bunga hingga terjadinya antesis berlangsung selama 30 hari.
Hama Hama belum menjadi permasalahan dalam budidaya buah naga. Namun, beberapa hama di kebun pengamatan sudah banyak ditemukan. Hama yang ditemukan diantaranya kutu putih (Hemiptera:Pseudococcidae), kutu daun (Hemiptera:Aphididae),
semut
(Hymenoptera:Formicidae),
belalang
(Orthoptera:Acrididae), tungau (Acarina:Tetranychidae), bekicot (Acathina fulica), dan burung serta ayam sebagai penganggu dipertanaman. Tabel 2 dan Tabel 3 menyajikan persentasi kejadian hama berdasarkan bagian tanaman yang terserang (sulur, buah, dan bunga) di enam kebun buah naga yang diamati. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan keberadaan hama belum menjadi permasalahan karena belum menyebabkan kerugian ekonomi yang berarti. Masing-masing kebun memiliki perbedaan kejadian hama yang dominan. SF I, SF II, dan AK memiliki keberadaan hama tertinggi yaitu bekicot. Kedua kebun tersebut berada di dataran tinggi sehingga memiliki kondisi alam yang
36 Tabel 6 Kejadian hama pada sulur tanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah Pertanaman Hama
a
Sabila Farm I
Buah naga putih Agrowisata Kaliurang n %
n
%
Kutu putih
30
16.67a
29
Kutu daun
30
0.00a
Belalang Acrididae
30
Valanga sp.
a
Buah naga merah a Pantai Trisik
Sabila Farm II n %
Larso Farm
Teguh Farm
n
n
%
n
%
%
0.00b
30
10.00ab
30
0.00a
30
0.00a
30
0.00a
29
0.00a
30
0.00a
30
0.00a
30
3.33a
30
0.00a
16.67a
29
6.90a
30
30.00ab
30
3.33a
30
3.33a
30
13.33a
30
0.00a
29
0.00a
30
53.33b
30
3.33a
30
3.33a
30
3.33a
Tungau (kusam)
30
10.00a
29
31.03b
30
23.33ab
30
16.67a
30
76.67b
30
35.83a
Bekicot
30
56.67a
29
34.48a
30
3.33b
30
36.67a
30
0.00b
30
10.00b
Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama pada jenis tanaman yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji proporsi dengan α= 0.05
36
37 Tabel 7 Kejadian hama pada buah dan bunga tanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah Pertanaman Hama
a
Buah naga putih Agrowisata Sabila Farm I Kaliurang n % n %
a
Buah naga merah a Pantai Trisik n
%
Sabila Farm II n %
Larso Farm
Teguh Farm
n
%
n
%
Kutu putih
21
0.00a
11
18.18a
23
13.04a
0
0.00a
18
11.11a
16
25.00a
Kutu daun
21
14.39a
11
0.00a
23
0.00a
0
0.00a
18
11.11a
16
37.50a
Semut rangrang merah
21
14.29a
11
27.27a
23
0.00ab
0
0.00a
18
22.22a
16
12.50a
Valanga sp.
21
0.00a
11
0.00a
23
34.78b
0
0.00a
18
0.00a
16
0.00a
Belalang Acrididae
21
0.00a
11
0.00a
23
39.13b
0
0.00a
18
0.00a
16
0.00a
Bekicot
21
8.00a
11
0.00a
23
0.00a
0
0.00a
18
0.00a
16
0.00a
Burung
21
23.81a
11
0.00a
23
0.00a
0
0.00a
18
0.00a
16
0.00a
Ayam
21
9.52a
11
0.00a
23
0.00a
0
0.00a
18
0.00a
16
0.00a
Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama pada jenis tanaman yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji proporsi dengan α= 0.05
37
38
sama. Kondisi alam yang dimaksud adalah curah hujan, suhu udara, kelembaban, dan angin yang mendukung kehidupan bekicot beserta perkembangbiakannya. Berbeda dengan tiga kebun sebelumnya, kebun di PT, LF, dan TF memiliki kejadian bekicot dibawah 10%. Ketiga kebun ini berada di daerah pantai. Kebun di PT memiliki kejadian hama tertinggi yaitu belalang. Kejadian hama belalang di kebun ini sangat banyak. Hal ini dikarenakan kondisi kebun yang panas dan kering sehingga cocok untuk perkembangan belalang dibanding di dataran tinggi. Secara umum kejadian hama belalang di daerah pantai lebih besar jika dibandingkan di dataran tinggi. Kejadian hama belalang di kebun pantai Trisik didukung oleh keberadaan gulma. Kebun ini kurang dalam pemeliharaan pertanaman, sehingga gulma jarang dilakukan penyiangan. Saat pengamatan, belalang banyak berada di gulma tersebut. Kebun di Larso Farm dan Teguh Farm hama yang dominan adalah tungau, dimana kejadian hama ini diamati dari gejala kusam yang ditimbulkan di sulur. Kejadian belalang di kedua kebun ini tidak besar karena kebun ini melakukan perawatan kebun yang baik. Penyiangan gulma rutin dilakukan, sehingga keberadaan gulma di lahan sedikit. Kejadian hama di buah dan bunga tidak ada yang terlihat begitu dominan di masing-masing kebun. Kebun Sabila Farm I memiliki kejadian hama yang tertinggi yaitu burung, sedangkan kebun pengamatan lain tidak ada kejadian hama yang diakibatkan oleh burung. Hal ini dikarenakan saat pengamatan tanaman buah naga di Sabila Farm II dan Agrowisata Kaliurang sedang tidak berbuah banyak seperti di Sabila Farm I sedangkan di ketiga lahan di pantai tidak terlihat keberadaan burung. Kebun Agrowisata Kaliurang dan Larso Farm memiliki kejadian hama di buah yang cukup dominan yaitu semut rangrang merah. Kebun di Pantai Trisik memiliki kejadian hama dominan pada buah yang sama pada sulur, yaitu belalang karena keberadaan belalang di kebun ini sangat banyak jumlahnya. Sedangkan hama dominan di Teguh Farm yaitu kutu daun. Kejadian hama kutu daun dan kutu putih di Larso Farm dan Teguh Farm memiliki jumlah yang hampir sama. Korelasi keberadaan kutu daun dan kutu putih yaitu tingginya keberadaan semut, baik semut rangrang merah, semut polycharis, dan semut hitam biasa. Semut dan kutu tersebut memiliki hubungan
39 simbiosis. Semut mendapatkan makanan yang dihasilkan ekskresi kutu dan penyebaran kutu dibantu oleh semut yang mengambil makanan. Selain hama, terdapat ayam kampung yang menjadi penganggu di pertanaman buah naga. Ayam kampung merupakan hewan peliharaan yang umum masyarakat di sekitar pertanaman buah naga yang jika dibiarkan lepas di pertanaman dapat menimbulkan kerugian karena mematuki buah. Ayam mematuki buah hingga rusak dan terkadang hingga isi buah habis. Buah yang diserang ayam biasanya dekat dengan permukaan tanah, sehingga mudah dijangkau oleh ayam.
Kutu putih Kutu putih (mealybug) ditemukan ada pada tanaman buah naga. Kutu putih famili Pseudococcidae terdiri atas banyak jenis. Terdapat tiga spesies kutu putih yang ditemukan dan berhasil diidentifikasi pada penelitian ini, yaitu Pseudococcus jackbeardsleyi, Ferrisia virgata, dan Planococcus sp. Kejadian hama kutu putih di lahan pengamatan tidak tinggi dan kejadiannya tidak berbeda antar lahan. Kutu putih banyak ditemukan pada buah bagian sisik maupun permukaan kulit buah. Beberapa juga ditemukan di sulur pada sisi yang tidak langsung terkena cahaya matahari. Menurut Borror et al. (1996), kutu putih dapat ditemukan hampir diseluruh bagian inang. Kutu putih dapat dijumpai dalam koloni maupun individu. Beberapa koloni juga ditemukan bersama dengan ovisac yang terlapisi lilin. Buah yang terserang kutu putih terlihat nekrosis bekas tusukan stilet yang cukup jelas. Kutu putih mengkolonisasi permukaan buah menyebabkan buah menjadi menguning, mengerut, dan mengecil. Kutu putih dan lilinnya tetap tertinggal pada permukaan buah. Keberadaan kutu putih mengundang kehadiran semut hitam maupun semut rangrang merah. Sebagian kutu putih menghasilkan embun madu dan memiliki hubungan simbiosis dengan semut serta embun jelaga (Faridah 2011). Semut memanfaatkan embun madu untuk makanannya, sehingga semut melindungi kutu putih dari serangan predator serta membantu dalam penyebaran kutu putih. Ciri serangga famili ini adalah terdapat lapisan lilin berwarna putih pada tubuhnya. Ukuran tubuh kutu putih sekitar 3-4 mm. Tubuh betina berbentuk bulat
40 telur-memanjang dan beruas serta memliki tungkai yang berkembang. Beberapa jenis bertelur dan ada juga yang melahirkan nimfa (Borror et al. 2006).
Kutu Daun Kutu daun (aphid) menjadi salah satu hama yang ditemukan di pertanaman buah naga. Kutu daun termasuk famili Aphididae. Spesies kutu daun yang ditemukan di pertanaman buah naga berdasarkan hasil identifikasi yaitu Aphis gossypii, Branchycaudus helichrysi, dan Toxoptera odinae. Terdapat beberapa jenis koloni kutu daun yang ditemukan, diantaranya terdapat koloni kutu yang berwarna tubuh hijau, hitam keabuan, dan coklat. Kutu ini dapat terlihat pada sisik buah yang masih hijau maupun sudah merah. Kutu daun juga terdapat di kelopak bunga. Sisi buah yang terdapat imago atau nimfa kutu terlihat nekrotik (menguning) akibat hisapan melalui alat mulutnya yang bertipe menusuk menghisap. Buah terserang pertumbuhannya tidak baik sehingga buah mengecil dan mengerut. Eksuvia kutu daun berwarna putih dan ditemukan disekitar koloni. Keberadaan hama ini mengundang datangnya semut, terutama semut rangrang merah. Aphid menyekresikan embun madu yang dikeluarkan dari dubur. Embun madu terdiri dari cairan tumbuhan yang ditelan serangga secara berlebihan. Cairan tumbuhan itu dicampur oleh gula dan bahan limbah yang dihasilkan dari dalam tubuh aphid. Embun madu ini diproduksi dalam jumlah yang cukup sehingga menyebabkan permukaan objek dibawahnya menjadi lekat. Embun madu adalah makanan kesenangan dari banyak semut (Borror et al. 1996). Ukuran imago antara 2-3 mm. Kutu daun biasanya dapat dikenali dengan bentuk persik mereka yang khas, sepasang kornikel pada ujung posterior abdomen, dan antena yang cukup panjang (Borror et al. 1996). Ketiga spesies kutu daun ini memiliki ciri khas masing-masing. Identifikasi Toxoptera sp. dicirikan oleh adanya stribulatory pada bagian abdomen tubuh kutu. Identifikasi Branchycaudus helichrysi dicirikan oleh lubang spiracular pendek dan kauda pendek. Aphis gossypii dicirikan oleh kauda pucat atau kehitam-hitaman dan siphunculi bercorak gelap. Ketiga kutu ini merupakan serangga polifag (Blackman dan Eastop 2000).
41 A
B B G
C
D
E
G
F
Gambar 6 Hama kutu putih: (A) serangan kutu putih pada buah, (B) Semut yang berasosiasi dengan kutu putih, (C) Pseudococcus jackbeardsleyi, (D) Ferisia virgata, (E) Planococcus sp., (F) Gejala akibat kutu putih, buah menjadi kerdil dan mengerut, dan (G) Preparat kutu Ferisia virgata.
42 A
B
C
D
E
Gambar 7 Hama kutu daun: (A) Koloni kutu daun berwarna abu-abu pada sisik buah, (B) Koloni kutu daun berwarna coklat yang berasosiasi dengan semut hitam, (C) Preparat slide Aphis gossypii., (D) Preparat slide Branchycaudus helichrysi, dan (E) Preparat slide Toxoptera odinae.
43 Semut Semut berperan sebagai predator beberapa jenis hama di alam. Namun pada beberapa kasus, famili Formicidae ini dapat tergolong sebagai hama seperti pada tanaman buah naga. Terdapat beberapa spesies semut yang ditemukan di pertanaman buah naga, yaitu semut rangrang merah, semut hitam, semut hitam abdomen besar, dan semut merah kecil. Semut yang dinilai sebagai hama adalah semut rangrang merah. Spesies semut rangrang merah yang diidentifikasi yaitu Oecophylla sp., Camponotus sp., dan Euprenolepis sp. Semut rangrang merah teramati merusak buah dengan membuat sarang. Buah menjadi berlubang dan hitam, sehingga menurunkan kualitas buah beserta harga jual bahkan tidak layak jual. Terdapat juga gejala akibat keberadaan semut rangrang merah yaitu bekas gigitan semut yang mengakibatkan permukaan kulit buah menjadi coklat dan tampilan menjadi tidak menarik lagi. Selain di buah, semut juga membuat sarang di sulur. Selain menyebabkan kerugian secara langsung, semut juga menyebabkan kerugian secara tidak langsung. Banyaknya semut pada buah mengganggu pada saat panen bagi petani. Beberapa spesies semut juga berasosiasi dengan kutu putih dan kutu daun. Semut memanfaatkan embun madu dari kutu-kutu tersebut. Semut dianggap merugikan petani, namun bermanfaat bagi kutu daun karena membantu melindungi kutu dari serangan parasitoid dan predator serta membantu pemencarannya (Faridah 2011). Hampir semua jenis semut yang diamati berasosiasi dengan kutu. Selain semut rangrang merah, didapati semut hitam yang memiliki abdomen besar. Spesies semut ini teridentifikasi yaitu Polycharis sp. Spesies semut ini dicirikan oleh adanya petiol berbentuk seperti duri.
Belalang Belalang menyerang tanaman buah naga dengan kejadian yang belum parah. Belalang merupakan famili Acrididae dan beberapa spesies yang ditemukan di pertanaman buah naga. Spesies belalang yang ditemukan yaitu Valanga sp. (belalang kayu), Oxya sp. dan Atractomorpha sp. (belalang pocong). Setiap spesies memiliki tingkat serangan yang berbeda di masing-masing lahan.
44 Serangan belalang dapat terlihat pada sulur, terutama sulur muda berupa gigitan. Jenis belalang yang banyak terlihat menyerang tanaman buah naga adalah belalang kayu, terutama di Pantai Trisik. Hanya di lahan ini belalang kayu menyerang hingga buah. Hal ini karena populasi belalang di pertanaman ini sangat tinggi sehingga belalang menyerang buah. Serangan di buah berupa gigitan pada sisik buah, terutama buah yang masih hijau. Menurut wawancara dengan petani di Pantai Trisik, serangan belalang mengakibatkan luka akibat gigitan yang berwarna coklat pada permukaan kulit buah. Populasi belalang jenis lain di Pantai Trisik juga tinggi, sedangkan di pertanaman lain sedikit. Keberadaan belalang ada di seluruh kebun pengamatan, terutama di kebun yang terdapat gulma banyak.
Tungau Serangan tungau dapat terlihat pada sulur tanaman buah naga. Tungau yang menyerang buah naga berasal dari famili Tetranychidae. Tungau dari famili ini biasa disebut dengan tungau laba-laba karena bentuknya yang menyerupai laba-laba. Tungau tidak dapat terlihat oleh mata telanjang pada saat pengamatan di lapang. Tungau baru terlihat dengan menggunakan mikroskop stereo. Pengamatan tungau dilihat dari gejala yang timbulkan oleh tungau ini yaitu kusam pada sulur. Sulur kusam yang diakibatkan oleh tungau ini berbeda dengan kusam putih yang terserang patogen penyakit dan kusam yang memang menjadi ciri morfologi satu jenis buah naga merah. Sulur yang terserang tungau berwarna putih bintik-bintik putih pada sulur. Warna putih apabila dipegang tidak ada serbukan tertinggal di tangan. Kusam yang merupakan ciri morfologis sulur buah naga merah, berwarna putih merata pada seluruh sulur. Warna putih tidak seperti bercak-bercak, sedangkan kusam yang diakibatkan oleh patogen, berwarna putih dan bila dipegang akan menempel serbukan spora. Bila dilihat dengan mata telanjang, disekitar warna putih tersebut terdapat bintik-bintik spora. Tungau
Tetranychidae
merupakan
tungau
polifag.
Telur-telurnya
diletakkan pada tumbuh-tumbuhan saat musim kemarau. Telur tersebut menetas dalam waktu 4-5 hari pada musim kemarau. Pertumbuhan dari telur hingga dewasa membutuhkan waktu 3 minggu. Instar yang belum dewasa biasanya
45 berwarna kekuning-kuningan atau pucat, sedangkan imago berwarna kekuningan atau kehijauan (Borror et al.1996).
A
B
C
D
Gambar 8 Gejala akibat semut yang menjadi hama dan beberapa spesies semut yang ditemukan di pertanaman buah naga: (A) Gejala lubang berwarna hitam pada buah akibat serangan semut rangrang merah, (B) Sarang semut rangrang pada sulur, (C) Semut hitam pada buah, dan (D) Semut Polycharis sp. pada bakal buah.
A
B
Gambar 9 Hama belalang: (A) Individu Valanga spp. di pertanaman dan (B) Gejala gerigitan akibat serangan belalang di sisik buah muda.
46 A
B
C
D
Gambar 10 Hama tungau: (A) Kusam yang diakibatkan oleh serangan tungau Tetranychidae, (B) Kusam pada sulur yang merupakan ciri morfologis pada satu jenis tanaman buah naga merah, (C) Imago tungau dalam preparat, dan (D) Imago tungau di jaringan tanaman. Bekicot Bekicot ditemukan di pertanaman buah naga pada bagian sulur. Bekicot atau keong (Acathina fulica) dapat menimbulkan dampak negatif terutama pada fase bibit buah naga yang baru dipindah tanam. Bekicot terlihat pada tanaman buah naga terutama di bagian pangkal sulur dan di tiang penyangga tanaman. Hama ini aktif pada malam hari. Gejala serangan bekicot yaitu terlihat gigitan pada tunas sulur atau sulur muda. Gigitan berawal dari bagian pinggirnya. Bekicot menggunakan mulut (rahang) yang juga berfungsi sebagai alat pemotong daun muda yang selanjutnya dimakan dengan bantuan lidahnya (Prihandini dan Alfiah 2006). Tanda kehadiran hama ini juga dapat terlihat dari kotoran bekicot. Kotoran berwarna hitam dan ditemukan pada sulur, tiang penyangga, ataupun di permukaan tanah. Selain itu, tanda kehadiran bekicot juga dapat dilihat dari keberadaan bekas cangkang. Cangkang berasal dari zat kapur. Panjang cangkang
47 keong ini berkisar antara 100-130 mm, lebar 45-60 mm, panjang mulut cangkang 50-55 mm. Bekicot ini bersifat hermaprodit dan dapat berkembang biak dengan sangat cepat (Prihandini dan Alfiah 2006).
Burung Burung menyerang buah terutama buah di permukaan atas. Gejala buah yang terserang yaitu terdapat lubang-lubang berbentuk khas bekas patukan paruh, berdiameter sekitar 2-3 cm. Lubang tersebut cukup dalam dan mengakibatkan buah menjadi busuk sehingga tidak jarang dihingapi oleh lalat buah Drosophila. Terkadang buah hampir separuh bagian dimakan. Serangan burung memiliki kejadian yang tidak banyak, namun keparahannya tinggi. Kerusakan yang diakibatkan hama ini cukup berat hingga buah tidak dapat dikonsumsi. Selama pengamatan di lapang, burung tidak dapat terlihat jelas karena mobilisasinya yang sangat tinggi, terutama saat manusia datang mendekati mereka. Oleh sebab itu, tidak diketahui jenis burung yang menyerang buah naga ini. Pengendalian hama ini belum dilakukan hingga saat ini.
Ayam Ayam menjadi penganggu di kebun buah naga. Ayam menyerang bagian buah, terutama daging buahnya sehingga kehadirannya menyebabkan kerugian. Serangan hama ayam cukup parah, terutama untuk buah yang dekat dengan permukaan tanah sehingga mudah dijangkau oleh ayam tersebut. Ayam dapat memakan buah hingga ketinggian sekitar 70 cm dari permukaan tanah. Pertanaman yang diganggu ayam biasanya berada di sekitar rumah penduduk, karena hewan ini didomestikasikan sehingga tidak dapat dikatakan sebagai hama. Keparahan akibat hama ayam sangat besar, namun kejadian yang disebabkan oleh hama ini tidak banyak. Ayam dapat memakan separuh bagian apabila buah masih menggantung disulur, sedangkan untuk buah yang sudah jatuh ayam dapat menghabiskan daging buah dan hanya tersisa kulit bagian luar. Buah yang terserang ayam dapat rusak parah.
48 A
B
D
C
Gambar 11 Hama bekicot, burung, dan ayam: (A) Bekicot di tiang penyangga dekat sulur, (B) Gejala burung di buah berupa lubang-lubang yang cukup dalam dari paruh burung, (C) Ayam yang berada di tengah pertanaman, dan (D) Buah terserang ayam yang masih berada di sulur. Penyakit Tanaman buah naga tergolong relatif tahan terhadap serangan patogen. Penyakit pada tanaman ini hampir sama dengan penyakit yang biasa menyerang kaktus. Beberapa gejala penyakit ditemukan dilapangan, meskipun hingga saat ini belum menjadi masalah yang dapat menurunkan hasil panen. Penyakit yang ditemukan berasosiasi dengan patogen diantaranya yaitu karat merah alga (Cephaleuros
sp.),
bercak
orange
sulur
(Fusarium
sp.),
putih
sulur
(Botryosphaeria sp. dan Phomopsis sp.), hawar sulur (Helminthoporium sp.) dan antraknosa sulur (Colletotrichum sp.), kuning sulur, kusam putih sulur (Dothiorella sp.), antraknosa buah (Colletotrichum sp.), bercak orange buah (Altenaria sp.), dan busuk lunak batang (Pushpakumara et al. (2005) disebabkan oleh Xanthomonas campestris). Selain itu, terdapat juga gejala bintik hitam pada sulur yang belum berhasil diidentifikasi.
49 Penyakit karat merah alga memiliki gejala bercak merah kecoklatan pada sulur. Penyakit bercak orange memiliki gejala berupa bercak berwarna orange yang menyebar secara tidak beraturan. Sulur putih memiliki tiga gejala berbeda yang disebabkan oleh patogen berbeda. Terdapat gejala yang diduga bentuk dari peristiwa fisiologis setiap sulur tua. Hawar pada sulur menunjukkan gejala yaitu bercak hitam meluas dan antraknosa bercak berwarna coklat jerami. Kusam putih menunjukkan gejala bintik putih serbuk yang merata pada permukaan sulur. Busuk lunak batang memiliki gejala busuk berwarna coklat dan berair. Gejala sulur menguning diduga akibat kekurangan unsur hara yaitu nitrogen. Kejadian sulur menguning berkorelasi dengan aplikasi pupuk yang dilakukan oleh masing-masing kebun. Penyakit antraknosa pada buah menunjukkan gejala bercak coklat dan hitam yang khas. Penyakit bercak orange pada buah memiliki gejala bercak seperti karat berwarna orange pada permukaan kulit buah. Gejala bintik hitam terlihat bintik-bintik hitam yang menyebar ke seluruh permukaan sulur. Bintik ini apabila diamati di bawah mikroskop stereo, terlihat permukaan sulur menonjol berwarna coklat. Kejadian penyakit pada sulur dan buah tersedia pada Tabel 3. Penyakit karat merah alga memiliki persentase kejadian yang cukup tinggi pada pertanaman buah naga putih maupun buah naga merah. Penyakit ini akan berkembang dengan baik pada kondisi lingkungan yang lembab seperti di kebun Sabila Farm dan Agrowisata Kaliurang. Kejadian penyakit ini berbeda antar lahan buah naga putih, tetapi tidak saling berbeda di lahan buah merah. Kejadian penyakit bercak orange dan antraknosa ada pada semua lahan pengamatan, tetapi tidak saling berbeda kejadiannya antar lahan buah naga putih maupun buah naga merah. Gejala antraknosa pada sulur tidak tinggi dan setelah diidentifikasi terdapat dua patogen penyebab yaitu Colletotrichum sp. dan Helminthosporium sp. Gejala yang disebabkan oleh Helminthosporium sp. lebih tepat apabila disebut gejala hawar sulur. Kejadian penyakit tertinggi di sulur pada pertanaman buah naga putih dan buah naga merah adalah sulur putih. Berdasarkan hasil identifkasi gejala ini disebabkan oleh dua patogen (Botryosphaeria sp. dan Phomopsis sp.) dan peristiwa fisiologis yang terjadi pada sulur tua. Saat pengamatan pendataan ketiga
50
Tabel 8 Kejadian penyakit pada sulur dan buah pertanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah Pertanaman Penyakit
Pada sulur Karat merah alga Bercak orange Sulur putih Hawar dan ntraknosa Kusam putih Busuk lunak batang Kuning sulur Bintik hitam Pada buah Bercak orange Antraknosa a
Sabila Farm I
Buah naga putih Agrowisata Kaliurang n %
n
%
30 30 30
76.67a 33.33a 100.00a
29 29 29
30 30
10.00a 0.00a
29 29
30
16.67a
30 30 21 21
82.76a 31.03a 100.00a 13.79a
a
Buah naga merah a Pantai Trisik n
%
30 30 30
60.00ab 40.00a 100.00a
13.79b
30 30
29
20.69ab
16.67a 10.00a
29 29
19.05a 9.52a
11 11
10.00a
Sabila Farm II n %
Larso Farm
Teguh Farm
n
%
n
%
30 30 30
30 30 30
46.67a 26.67ab 63.33ab
30 30 30
33.33a 20.00a 100.00c
0.00a
30 30
30
40.00b
82.76b 10.34a
30 30
18.18a 0.00a
23 23
23.33a 20.00a 66.67a 16.67a 6.67a
30 30
30
3.33a
76.67b 0.00a
30 30
41.30a 13.04a
0 0
16.67a
16.67a
3.33b
30 30
30
10.00b
30
43.33c
0.00a 0.00a
30 30
80.00b 86.67b
30 30
100.00a 53.33c
0.00a 0.00a
18 18
33.33a 27.78a
16 16
50.00a 6.25a
70.00c
Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama pada jenis tanaman yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji proporsi dengan α= 0.05
50
51 gejala sulur putih menjadi satu data pengamatan dan peristiwa fisiologis ini yang banyak terdapat di lahan pengamatan karena sulur tua akan menunjukkan gejala memutih. Kejadian gejala sulur putih ini berbeda hanya pada di lahan buah naga merah, sedangkan pada lahan buah naga putih tidak saling berbeda karena kejadian mencapai 100% diketiga lahan buah naga putih. Kejadian penyakit kusam putih sulur, busuk lunak batang, dan kuning sulur hanya berbeda antar lahan buah naga merah dan kejadian tertinggi ada di lahan Teguh Farm. Kejadian penyakit bintik hitam hanya berbeda pada lahan buah naga mereh, tetapi kejadian tertinggi di lahan Larso Farm. Kejadian penyakit pada buah yang lebih tinggi bercak orange buah dibandingkan antraknosa. Berdasarkan data pada Tabel 8, kejadian penyakit pada buah tidak berbeda di semua lahan, baik pertanaman buah naga putih maupun buah naga merah. Proporsi kejadian penyakit dibuah juga tidak tinggi antar lahan pengamatan, baik lahan buah naga putih maupun lahan buah naga merah.
Karat Merah Alga Gejala karat merah alga yaitu bercak merah kecoklatan dengan bentuk tidak beraturan pada sulur. Alga ini menyerang sulur utama di bagian bawah dekat permukaan tanah dan terkadang bertumpukan dengan sulur putih. Selain itu, karat merah alga juga menyerang sulur cabang. Terkadang bercak ini disertai halo yang tidak meluas. Karat menyebar di permukaan sulur dan memiliki tekstur agak timbul, terkadang seperti melepuh (Gambar 11A). Kejadian penyakit sebagian besar dikendalikan dari faktor iklim dan terjadi di tempat yang spesifik. Biasanya C. virescens berada di tempat basah dengan drainase yang buruk (Gokhale et al. 2012). Wilayah dengan curah hujan tinggi merupakan tempat yang paling banyak terjadinya penyakit ini. Kejadian penyakit ini sering terlihat pada sulur. Sulur terinfeksi tidak menimbulkan masalah ekonomi yang berarti. Penyakit karat merah alga disebabkan oleh Cephaleuros sp. Alga ini merupakan salah satu alga hijau yang tumbuh di lapisan bawah kutikula pada permukaan atas sulur. Fase vegetatif alga ini berbentuk bulat, potongan talus tanpa sekat. Beberapa kondisi C. virescens bersimbiosis dengan alga lain membentuk
52 liken yang biasa disebut Strigula. Cendawan ini merupakan parasit di beberapa tanaman inang dan merupakan genus alga yang paling banyak dipelajari sebagai patogen tumbuhan. Alga ini memiliki sebaran distribusi luas di wilayah tropis dan subtropis. Alga ini memiliki sebaran inang yang luas (Gokhale et al. 2012).
Bercak Orange Sulur Gejala bercak orange lebih banyak ditemukan pada sulur cabang. Penyakit ini menyerang sulur muda. Seluruh kebun pengamatan diperoleh gejala seperti ini, namun dengan intensitas berbeda-beda. Gejala berupa bercak berwarna orange yang menyebar secara tidak beraturan (Gambar 12A). Beberapa titik bercak orange terdapat bintik hitam atau bintik coklat. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. (Gambar 12B). Selain gejala bercak orange, terdapat juga gejala bintik coklat yang dikelilingi halo yang menyebar di permukaan sulur.
A
B
Gambar 12 Penyakit karat merah alga pada sulur: (A) Sulur yang terserang karat merah alga dan (B) Bercak karat merah alga dengan perbesaran. A
B
Gambar 13 Penyakit bercak orange sulur: (A) Gejala bercak orange pada sulur dan (B) Konidia Fusarium sp. perbesaran 40x10.
53 Putih Sulur Terdapat beberapa bentuk gejala yang diamati serupa sulur putih. Gejala pertama yaitu sulur terdapat lapisan putih (Gambar 13A). Bentuk gejala seperti ini banyak terdapat di sulur utama. Lapisan putih ini kemudian akan mengelupas dan permukaan sulur menjadi kecoklatan (Gambar 13B). Lama-kelamaan, sulur hanya tertinggal kayunya saja. Gejala sulur putih terlihat jelas utamanya di sulur utama. Gejala ini diduga bukan merupakan akibat serangan patogen, tetapi bentuk dari peristiwa fisiologis setiap sulur yang menjadi tua. Hal ini berdasarkan pada dua alasan. Pertama, pengamatan mikroskopis tidak menunjukkan serangan cendawan apapun. Kedua, kejadian sulur putih ini hampir terjadi diseluruh sulur yang sudah tua, tanaman yang sudah berumur lima tahun ke atas (di kebun Sabila Farm I dan di kebun Agrowisata Kaliurang). Gejala kedua yaitu sulur putih timbul dan permukaan tidak rata seperti kerak. Kerak putih menyebar di permukaan sulur dan kemudian akan berubah menjadi kerak berwarna coklat (Gambar 13C). Gejala ini ditemukan di sulur cabang, tidak seperti gejala pertama yang banyak ditemukan di sulur utama. Setelah dilakukan pengamatan mikroskopis, ditemukan bahwa penyakit ini berasosiasi dengan patogen Botryosphaeria sp. (Gambar 13D). Menurut Eng (2012), jenis patogen yang menyerang penyakit ini di Malaysia adalah B. dothidea. Patogen ini menghasilkan bercak coklat dengan ukuran yang bervariasi pada sulur dan terkadang luka dapat meluas ke seluruh bagian sulur (Valencia et al. 2003). Gejala ketiga yaitu sulur berwarna putih jerami dan berlubang-lubang. Lama-kelamaan lubang tersebut menjadi berwarna coklat. Serangan penyakit ini dimulai dari bagian tepi sulur. Lubang-lubang coklat itu tidak beraturan dan disekitarnya jaringan menjadi lunak dan agak berair (Gambar 13E). Setelah dilakukan pengamatan mikroskopis, ditemukan bahwa penyakit ini berasosiasi dengan patogen Phomopsis sp. Ciri khas dari patogen ini adalah adanya konidia alfa dan beta (Barnett dan Hunter 1988) (Gambar 13F).
54 A
B
C
D
E
F
Gambar 14
Tiga bentuk gejala putih sulur: (A) Sulur putih sebagai gejala fisiologis pada sulur utama yang sudah menua, (B) Lapisan putih kemudian akan mengelupas dan permukaan sulur menjadi kecoklatan, (C) Gejala sulur putih berbentuk kerak putih, (D) Piknidium dan konidia Botryosphaeria sp., (E) Gejala sulur putih jerami berlubang-lubang, dan (F) Pikinidium, konidia alfa, dan konidia beta Phomopsis sp.
Hawar dan Antraknosa Sulur Hawar dan antraknosa merupakan salah dua penyakit yang ditemukan pada sulur. Kejadian penyakit ini tidak begitu besar di pertanaman. Penyakit ini ada di seluruh kebun pengamatan dengan persentase kejadian dibawah 20%.
55 Gejala di lapangan menunjukkan dua bentuk gejala yang teramati. Setelah dilakukan pengamatn mikroskopis ditemukan patogen berbeda untuk setiap gejala. Gejala pertama yaitu bercak hitam melebar. Bercak ini dimulai dari bagian tepi sulur yang kemudian melebar ke permukaan sulur lain (Gambar 14A). Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa penyebab gejala ini adalah Helminthosporium sp. (Gambar 14B). Menurut Barnett dan Hunter (1988), cendawan
Helminthosporium
memiliki
banyak
jenis.
Setelah
dilakukan
pengamatan lebih lanjut, yaitu pengujian dengan preparat gantung, diperoleh adanya perkecambahan konidia pada kedua kutub, sehingga ditentukan bahwa patogen tersebut adalah Bipolaris sp. Setelah diketahui patogen penyebabnya dan munculnya gejala, maka penyakit ini lebih tepat disebut penyakit hawar pada sulur. Menurut Ze’ev et al. (2011), cendawan Bipolaris cactivora ditemukan menyerang tanaman buah naga pada tahun 2006 di Israel. Patogen ini menyerang di bagian sulur dan menyebabkan gejala busuk. Gejala kedua yaitu bercak berwarna coklat jerami. Bercak juga dimulai dari tepi sulur. Bagian bercak terlihat bintik-bintik hitam yang berbaris secara teratur (Gambar 14C). Beberapa ditemui juga bercak disertai lendir. Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa patogen yang berasosisasi dengan penyakit ini adalah Colletotrichum sp. Konidia panjang berbentuk sabit dan aservulus disertai seta yang khas berwarna gelap (Gambar 14D).
Kusam Putih Sulur Sulur terlihat putih sedikit menyerupai upas atau kusam akibat tungau. Namun kusam putih akan terlihat bintik-bintik hitam seperti piknidium. Apabila bagian kusam dipegang maka akan terasa seperti serbuk menempel ditangan. Kusam putih ini berada dipermukaan sulur. Bintik-bintik piknidium terlihat jelas (Gambar 15A). Penyakit ini banyak ditemukan di kebun Teguh Farm. Berdasarkan pengamatan mikroskopis, penyakit ini disebabkan oleh cendawan Dothiorella sp. (Gambar 15B). Menurut Pushpakumara et al. (2005), patogen ini menyebabkan bintik coklat atau bercak pada buah.
56 Busuk Lunak Batang Sulur terserang busuk lunak batang terlihat gejala busuk berair berwarna coklat. Awal gejala bercak berair berwarna coklat berukuran kecil (Gambar 16A). Gejala tersebut kemudian membesar dan menyebar ke seluruh bagian sulur. Tekstur sulur yang terserang sangat berair dan mudah sobek. Bagian busuk lunak batang tercium bau tidak enak. Gejala busuk lunak batang dapat muncul di bagian tengah sulur, pangkal sulur, maupun ujung sulur. Sulur yang sudah bergejala lanjut akan lepas dan tertinggal hanya lapisan kayu saja, lapisan lilin dan daging sulur terkelupas. Di pertanaman buah naga, gejala penyakit ini tidak banyak ditemukan. Apabila ada rumpun yang terlihat gejala ini, dalam satu tiang hanya ditemukan 1-3 sulur yang bergejala ini. Tidak ditemukan dalam satu rumpun tiang terserang busuk lunak batang seluruhnya. Identifikasi bakteri penyebab busuk lunak pada sulur tidak dilakukan secara lengkap melalui pengujian Postulat Koch karena keterbatasan waktu pengamatan. Pengujian bakteri dimulai dari isolasi bakteri dari tanaman bergejala hingga uji patogenisitas saja. Isolasi bakteri hanya menggunakan media NA yang umum digunakan untuk bakteri secara umum. Isolasi bakteri dilakukan dari contoh tanaman yang bergejala busuk lunak batang. Isolasi bakteri diperoleh koloni bakteri berbeda. Koloni bakteri tersebut diberi nama isolat BN-R1, BN-R2a, BN-R2b, BN-R3, dan BN-R4 (Gambar 16 BF). Kelima bakteri tersebut telah diuji gram menggunakan uji KOH sederhana. Hasil pengujian adalah bakteri pada koloni BN-R1 merupakan bakteri gram negatif, BN-R2a merupakan bakteri gram positif, BN-R2b merupakan bakteri gram negatif, BN-R3 merupakan bakteri gram positif, dan BN-R4 merupakan bakteri gram negatif. Bakteri-bakteri tersebut diuji hipersensitifitas pada daun tembakau dan diperoleh hasil bahwa kelima bakteri ini merupakan bakteri patogenik terhadap tanaman (Lampiran 2). Setelah dilakukan inokulasi isolat bakteri ke jaringan tanaman sehat, hasil menunjukkan tidak terjadi kemunculan gejala apapun terhadap sulur buah naga yang diinokulasikan masing-masing bakteri ini. Hal ini mungkin disebabkan oleh kemungkinan kelima bakteri yang terisolasi bukan merupakan patogen penyebab busuk lunak batang ini. Menurut literatur dari Pushpakumara et al. (2005), busuk
57 lunak batang disebabkan oleh Xanthomonas campestris, sedangkan menurut Masyahit et a.l (2009) patogen penyebab adalah Enterobacter cloacae. Penyakit ini menjadi permasalahan penting ketika terjadi pengairan yang berlebihan atau pada saat musim hujan. Penyakit ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan khususnya suhu dan ketinggian (Masyahit et al.2009).
A
B
C m n
D
Gambar 15 Penyakit hawar dan antraknosa pada sulur: (A) Gejala bercak hitam melebar, (B) Mikroskopis konidia Helminthosporium sp. perbesaran 40x10, (C) Gejala antraknosa berwarna coklat jerami, dan (D) Mikroskopis aservulus dan konidia Colletotrichum sp. perbesaran 10x10. A
B
Gambar 16 Penyakit kusam putih: (A) Gejala kusam putih pada sulur, dan (B) Mikroskopis konidia Dothiorella sp.
58
A
B
C
D
E
F
Gambar 17 Penyakit busuk lunak batang: (A) Gejala busuk lunak pada sulur berwarna coklat dan berair, (B) Koloni bakteri BN-R1, (C) Koloni bakteri BN-R2a, (D) Koloni bakteri BN-R2b, (E) Koloni bakteri BN-R3, dan (F) Koloni bakteri BN-R4. Kuning Sulur Sulur berwarna kuning sebagian atau menyeluruh. Kejadian penyakit ini cukup banyak, baik kebun daerah dataran tinggi maupun di dataran rendah. Terdapat perbedaan gejala sulur menguning pada pertanaman di kedua dataran tersebut. Gejala pada dataran tinggi yaitu sulur menguning di bagian tengah berbentuk berkas dan masih terlihat bagian tepi sulur yang berwarna hijau.
59 Ukuran dan ketebalan sulur tidak jauh berbeda dengan sulur sehat, sedangkan gejala di pertanaman buah naga daerah pantai, sulur menguning di seluruh bagian. Terdapat sulur yang memiliki ukuran dan ketebalan sangat berbeda dengan sulur sehat. Sulur menjadi tipis dan kadang hingga menjadi kerut (Gambar 17B). Sulur menjadi sangat tipis dengan kandungan air yang menyusut hingga 70% dari sulur biasanya. Sulur yang tipis dan kerut banyak ditemukan di Larso Farm. Gejala sulur menguning diduga akibat kekurangan unsur hara karena kejadian gejala ini terlihat pada seluruh bagian sulur dari bawah hingga ujung sulur. Tidak ditemukan bekas tusukan atau gigitan yang menyebabkan sulur menguning. Pengamatan di laboratorium juga tidak ditemukan cendawan yang menyerang serta tidak ditemukan tanda-tanda serangan bakteri (bau atau lendir). Sulur menguning diduga akibat kekurangan unsur hara. Menurut Kristanto (2009), gejala menguning pada sulur merupan tanda kekurangan unsur nitrogen. Namun dalam satu tiang tidak semua sulur menguning. Hal ini diduga karena dalam satu tiang ditanam jenis buah naga yang berbeda-beda sehingga pada jenis tertentu saja yang sensitif terhadap kekurangan unsur tersebut. Kejadian sulur menguning berkorelasi dengan aplikasi pupuk yang dilakukan oleh masing-masing kebun. Pemupukan ideal telah dilakukan di Sabila Farm. Kebun ini tidak banyak ditemukan gejala sulur menguning. Kebun ini mengaplikasikan pupuk kandang dengan dosis 15 kg/tiang setahun empat kali. Kondisi geografis kebun ini berada di kaki gunung, sehingga pada dasarnya tanah sudah subur. Berbeda halnya dengan kebun di daerah pantai yang memiliki jenis tanah berpasir. Larso Farm, Teguh Farm, dan Pantai Trisik mengaplikasikan pupuk kandang dengan dosis 1520 kg/tiang dengan frekuensi aplikasi yang berbeda-beda. Kesuburan tanah di daerah pantai berbeda dengan di daerah pegunungan, sehingga apliasi dosis pupuk seharusnya lebih tinggi atau frekuensi pemupukan ditingkatkan.
Antraknosa Buah Penyakit antraknosa pada buah menunjukkan gejala bercak coklat dan hitam yang khas. Apabila diperhatikan dengan seksama, terdapat bintik-bintik hitam pada bercak tersebut. Bintik-bintik hitam itu tersusun beraturan. Awalnya bercak berukuran kecil, pada serangan lanjut bercak melebar hingga keseluruh
60 permukaan buah. Serangan lanjut, buah menjadi busuk kering dan menghitam. Antraknosa merupakan salah satu penyakit penting, meskipun penyakit ini belum menjadi permasalahan di kebun pengamatan. Pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa penyakit antraknosa disebabkan oleh Colletotrichum sp. dan Helminthosporium sp. Kedua cendawan ini menyerang secara bersamaan. Menurut Eng (2012), di Malaysia cendawan Colletotrichum sp., Helminthosporium sp, dan Curvularia spp. menyerang buah secara bersamaan. Di Brazil, serangan antraknosa oleh Colletotrichum menyebabkan kehilangan sebesar 5% (Masyahit et al. 2009).
Bercak Orange Buah Penyakit bercak orange pada buah memiliki gejala bercak seperti karat berwarna orange pada permukaan kulit buah. Berdasarkan pengamatan mikroskopis, penyakit ini berasosiasi dengan patogen Alternaria sp. Kejadian penyakit ini cukup tinggi dan ditemukan di seluruh kebun pengamatan. Menurut wawancara petani di pantai Trisik, gejala bercak orange ini akibat dari serangan belalang. Keberadaan belalang di patai Trisik memang sangat banyak. Petani menduga luka tersebut akibat dari gigitan belalang dan banyak terjadi pada buah muda.
Bintik Hitam Sulur (Belum Teridentifikasi) Gejala bintik hitam ditemukan di sulur. Sulur terlihat bintik-bintik hitam yang menyebar ke seluruh permukaan sulur. Bintik ini apabila diamati dibawah mikroskop stereo, terlihat permukaan sulur menonjol berwarna coklat dan pusat seperti berlubang (Gambar 20C). Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tidak ditemukan patogen apapun pada gejala ini. Menurut Merten (2003), di California, Amerika Serikat, gejala ini lebih terlihat sebagai respon fisiologis atau stres, bukan disebabkan oleh patogen. Gejala yang terlihat pada perkembangannya yaitu respon terhadap suhu ekstrim, paparan sinar matahari, pemupukan tanah yang buruk, praktek irigasi yang tidak layak atau stress lainnya pada tanaman.
61 B
A
Gambar 18 Gejala kuning sulur: (A) Kondisi sulur yang menguning dan (B) Sulur menguning, menipis, dan mengerut.
A
B
C
D
Gambar 19 Penyakit antraknosa di buah: (A) Bercak hitam pada buah, (B) Gejala perkembangan penyakit, bercak melebar ke seluruh permukaan buah, (C) Konidia Colletotrichum sp., perbesaran 40x10, dan (D) Konida dan konidiofor Helmintosporium sp.
62 B
A
Gambar 20 Penyakit bercak orange pada buah: (A) Gejala bercak orange dan (B) Konidia Alternaria sp. perbesaran 40x10.
B
A
A
Gambar 21 Bintik hitam pada sulur: (A) Gejala bintik hitam pada sulur di lahan dan (B) Jaringan yang terdapat bintik hitam di bawah mikroskop compuond perbesaran 10x10.
Organisme Lain Pertanaman Buah Naga Organisme Pengunjung Bunga Peran organisme penyerbuk memiliki arti penting pada beberapa komoditas misalnya tanaman kelapa sawit. Lain halnya tanaman buah naga, peran organisme penyerbuk tidak banyak diketahui karena kaetidakhadiran penyerbuk di pertanaman. Bunga buah naga jenis tertentu memerlukan agen untuk membantu terjadinya penyerbukan. Penyerbukan manual dilakukan dengan tangan manusia untuk keberhasilan penyerbukan dan meningkatkan peluang terjadinya buah. Namun dari segi ekonomi, penyerbukan manual akan menambah biaya produksi untuk membayar tenaga kerja tersebut dalam proses penyerbukan. Pengamatan ini dimaksudkan
63 untuk mengamati organisme pengunjung yang berperan sebagai agen penyerbuk (pollinator) di pertanaman buah naga. Pengamatan ini hanya dilakukan sebagai pengamatan awal saja. Pengamatan dilakukan satu kali mulai pukul 21.00 hingga 04.00 keesokan harinya pada masa berbunga. Berdasarkan pengamatan organisme yang pengunjung bunga tanaman buah naga, terdapat ngengat Glypodes caesalis (Lepidoptera:Pyralidae) dan kelelawar. Organisme yang ditemukan di bunga buah naga merah yaitu ngengat Pyralidae (Sub Famili Pyraustinae). Berdasarkan hasil pengamatan, belum ditemukan organisme yang efektif menjadi agen penyerbukan bunga buah naga. Ngengat yang ditemukan pada bunga memiliki ukuran tubuh yang kecil. Menurut Pushpakumara et al. (2005), tidak sesuainya proporsi antar ukuran tubuh lebah kecil dibandingakan dengan ukuran bunga yang besar. Sedangkan jenis kelelawar yang ditemukan tidak dapat dipastikan dapat menjadi penyerbuk karena saat pengamatan tidak terlihat kelelawar mengunjungi bunga, tetapi hanya lewat di sekitar bunga mekar.
Organisme Lain Beberapa organisme lain yang ditemukan pada pengamatan yang tidak menunjukkan kerusakan pada tanaman buah naga. Organisme lain tersebut yaitu semut, ulat kantung, kumbang Hybothorax sp. (Coleoptera:Scarabaeidae), belalang
sembah
(Hemiptera:Chalcididae), (Coleoptera:Cerambicidae), kumbang
kecil
(Matodea:Mantidae) laba-laba, Physomerus
beserta Pelargoderus
oedimerus
(Coleoptera:Staphyllinidae),
dan
parasitoidnya bipunctalis
(Hemiptera:Coreidae), (Coleoptera:Nitidulidae),
Brachyplaris sp. (Hemiptera:Plataspidae), lalat buah, dan kecoa coklat Eoblatta sp. (Orthoptera:Blattidae). Semut yang ditemukan adalah semut hitam yang memiliki abdomen besar dengan hasil identifikasi Polycharis sp., semut hitam kecil dan semut merah kecil (Hymenoptera:Formicidae). Lalat buah yang diidentifikasi yaitu jenis Drosophila trillutea dan Zaprionus bororiensis (Diptera:Drosophilidae). Selain jenis serangga, banyak ditemukan laba-laba di pertanaman buah naga. Keberadaan laba-laba dapat menjadi ukuran kesehatan tanaman, dimana arthropoda ini berperan sebagai predator di alam.
64
Tabel 9 Keberadaan organisme lain pada sulur tanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah Pertanaman Organisme
Semut Polycharis sp. Semut hitam Semut merah kecil Kumbang Scarabaeidae Belalang sembah Ulat kantung Kecoak Blattidae Laba-laba a
Sabila Farm I n 30 30 30
% 26.67a 30.00a 0.00a
30
0.00a
30 30 30 30
0.00a 6.67a 0.00a 70.00a
Buah naga putih Agrowisata Kaliurang n % 29 0.00b 29 24.14a 29 6.90a 29
0.00a
29 0.00a 29 20.69ab 29 0.00a 29 41.38b
a
Buah naga merah a Pantai Trisik
Sabila Farm II
Larso Farm
Teguh Farm
n 30 30 30
% 0.00b 16.67a 10.00a
n 30 30 30
% 23.33a 20.00a 6.67a
n 30 30 30
% 13.33b 63.33ab 13.33a
n 30 30 30
% 0.00c 43.33b 10.00a
30
0.00a
30
10.00a
30
1.67a
30
3.33a
30 30 30 30
0.00a 30.00b 3.33a 90.00a
30 30 30 30
0.0a0a 13.33a 0.00a 80.00a
30 30 30 30
0.00a 0.00b 0.00a 83.33b
30 30 30 30
6.67a 23.33a 0.00a 100.00c
Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama pada jenis tanaman yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji proporsi dengan α= 0.05
64
65
Tabel 10 Keberadaan organisme lain pada bunga dan buah tanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah Pertanaman Organisme
Semut Polycharis sp. Semut hitam Semut merah kecil Kumbang Scarabaeidae Kumbang kecil Belalang sembah Ulat kantung Kecoak Blattidae Lalat buah Laba-laba a
Sabila Farm I n % 21 4.76a 21 52.38ac 21 0.00a
Buah naga putih Agrowisata Kaliurang n % 11 0.00a 11 18.18b 11 0.00a
a
Buah naga merah a Pantai Trisik n 23 23 23
% 0.00a 21.74c 8.70a
Sabila Farm II n % 0 0.00a 0 0.00a 0 0.00a
Larso Farm
Teguh Farm
n 18 18 18
% 5.56a 38.89a 0.00a
n 16 16 16
% 12.50a 25.00a 18.75a
21
0.00a
11
0.00a
23
0.00a
0
0.00a
18
16.67a
16
6.25a
21 21 21 21 21 21
0.00a 0.00a 0.00a 0.00a 9.52a 4.76a
11 11 11 11 11 11
0.00a 0.00a 0.00a 0.00a 0.00a 0.00ab
23 23 23 23 23 23
0.00a 4.35a 0.00a 26.09b 0.00a 17.39ab
0 0 0 0 0 0
0.00a 0.00a 0.00a 0.00a 0.00a 0.00a
18 18 18 18 18 18
16.67a 0.00a 0.00a 19.35a 5.56a 11.11a
16 16 16 16 16 16
0.00a 4.00a 6.25a 12.50a 0.00a 31.25a
Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama pada jenis tanaman yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji proporsi dengan α= 0.05
65
66 66
A
B
C
A
A
A
D
E
F
A
A
A
H A
L A
Gambar 22
I A
J
G A
K
A
A
M
N
O
A
A
A
Organisme lain di pertanaman buah naga: (A) Kumbang Hybothorax sp. pada bakal bunga, (B) Belalang sembah pada sulur, (C) Parasitoid Chalcididae, (D) kecoak coklat Eoblatta sp. pada bunga setelah mekar, (E) Salah satu jenis laba-laba yang ditemui di pertanaman buah naga, (F) Kepik Mictis profana beserta kumpulan telur pada sulur, (G) Telur belalang sembah, (H-I) Ulat kantung Lepidoptera:Pyralidae, (J) Kumbang Pelagoderus bipunctalis, (K) Kumbang Nitidulidae yang ditemukan di bunga kering, (L) Lalat buah Dhrosopila trillutea, (M) Kepik Physomerus oedimerus, (N) Pengunjung bunga ngengat subfamili:Pyraustinae, dan (O) Pengunjung bunga ngengat Glypodes caesalis.
67 Pengendalian Adanya hama dan penyakit di pertanaman buah naga belum menjadi masalah yang berarti. Hal ini dikarenakan belum terjadi kerugian secara ekonomi yang terjadi. Belum timbulnya permasalahan ini menyebabkan pengendalian terhadap keberadaan hama maupun penyakit yang dilakukan pembudidaya. Prinsip pengendalian adalah pemantauan dan percegahan serangan hama dan penyakit baik untuk dilakukan. Menurut Masyahit et al. (2009), mengetahui kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi patogen dapat menjadi informasi dasar dalam mengembangkan strategi yang sesuai untuk mencegah kejadian penyakit pada tanaman buah naga. Beberapa faktor lingkungan yang memengaruhi adalah suhu, pH, dan salinitas. Beberapa jenis hama telah dilakukan pengendalian sederhana, misalnya bekicot. Pengelola Sabila Farm sudah melakukan pengendalian untuk hama ini yaitu melalui cara mekanis dengan mengumpulkan secara manual kemudian menginjaknya ditempat ataupun membuangnya jauh dari pertanaman. Hama ini muncul lebih banyak apabila kondisi sekitar pertanaman lembab dan basah, misalnya sesudah hujan. Keong ini berada pada kondisi lingkungan yang lembab. Selain itu keberadaan gulma juga mempengaruhi kehadiran hama ini, di mana semakin banyak gulmanya maka kehadiran bekicot juga akan meningkat karena kondisi kelembaban mikro akan meningkat dan mendukung tempat yang nyaman untuk hidup bekicot. Selain itu pencegahan untuk gangguan ayam yaitu dengan mengikat sulur yang terdapat buah dan sudah hampir menyentuh tanah. Pengikatan dilakukan kira-kira ayam tidak dapat menjangkau buah tersebut. Hal sederhana yang dapat dilakukan misalnya aplikasi jarak tanam yang ideal disarankan untuk memperbaiki sirkulasi udara dan penetrasi cahaya yang dapat mengurangi permasalahan penyakit (Pushpakumara et al. 2005). Kaktus mungkin terserang hama minor yang harus dipantau dan dikontrol dengan pengukuran yang tepat (Luders dan McMahon. 2006), sehingga nantinya akan mencegah masalah ledakan hama dan penyakit (McMahon 2003). Menurut Eng (2012), rekomendasi manajemen penyakit tanaman buah naga dari Pusat Penelitian Pertanian di Sarawak, Malaysia, yaitu menghindari penanaman buah naga di wilayh yang memiliki curah hujan tinggi. Saat memulai
68 penanaman diawal, berusaha unuk menggunakan material yang bebas penyakit. Pemupukan yang digunakan yaitu menghindari pupuk yang mengandung nitrogen tinggi karena apabila nitrogen berlebih maka dapat meningkatkan kerentanan penyakit, jadi lebih baik menggunkan pupuk organik. Jumlah sulur yang ada di pertanaman agar mengurangi kelembaban, karena kelembaban yang tinggi akan memacu kejadian penyakit. Selain itu, pengendalian gulma dilakukan untuk mengurang persaingan hara. Apabila bagian tanaman sudah ada yang terinfeksi cendawan atau bakteri, maka dilakukan pemangkasan atau pemusnahan. Kebersihan alat pemotong atau pemangkas harus diperhatikan setelah melakukan pemangkasan ataupun pemanenan buah. Bunga yang telah kering setelah terbentuk buah lebih baik disingkirkan dari pertanaman. Pemantauan terhadap semut dan bekicot juga baik dilakukan untuk pengelolaan penyakit karena dapat membatasi penyebaran spora cendawan atau bakteri. Pemantauan tersebut misalnya dengan memusnahkan sarang, menyingkirkan secara manual, atau menggunakan umpan untuk bekicot. Eng (2012) juga menyebutkan bahwa penggunaan tiang penyangga kayu kleresede dapat mengurangi kejadian penyakit. Perlakuan pascapanen dapat dilakukan untuk penyimpanan buah yang lebih lama, misalnya dengan perlakuan air panas pada suhu 55 ˚C selama 15 menit, kemudian simpan pada kantung plastik suhu 10 ˚C. Menurut MSIRI (2010), rekomendasi untuk pengendalian bekicot dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu mengambil bekicot manual dengan tangan, aplikasi umpan, dan pertanaman dengan sanitasi baik. Pengambilan bekicot manual dengan tangan merupakan cara yang paling umum dilakukan. Pengendalian ini dilakukan pada dini hari. Bekicot diambil kemudian diletakkan pada kantung plastik. Aplikasi umpan untuk bekicot menggunakan pelet Methaldehyde (umpan meta) yang digunakan secara berkala di sekitar tanaman atau penyangga. Penjagaan sanitasi yang baik dapat dilakukan dengan pengontrolan gulma dan menghilangkan seluruh bagian tanaman yang terinfeksi di sekitar pertanaman buah naga. Selain itu pengendalian burung dapat dilakukan pembungkusan buah yang berada di bagian atas tanaman dengan plastik. Namun cara ini memerlukan tenaga kerja yang intensif.
69
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hama yang ditemukan di pertanaman buah naga diantaranya kutu putih (Hemiptera:Pseudococcidae),
kutu
daun
(Hemiptera:Aphididae),
semut
(Hymenoptera:Formicidae), belalang (Orthoptera:Acrididae), tungau, bekicot (Acathina fulica), dan burung. Terdapat juga gangguan ayam di pertanaman yang menyebabkan kerusakan pada buah. Penyakit yang ditemukan di pertanaman buah naga diantaranya adalah karat merah alga (Cephaleuros sp.), bercak orange sulur (Fusarium sp.), putih sulur (Botryosphaeria sp. dan Phomopsis sp.), hawar sulur (Helminthoporium sp.), dan antraknosa (Colletotrichum sp.), kusam putih sulur (Dothiorella sp.), busuk lunak batang, kuning sulur, busuk buah (Colletotrichum sp. dan Helminthosporium sp.), dan bercak orange buah (Altenaria sp.). Di samping itu terdapat gejala bintik hitam pada sulur yang belum berhasil diidentifikasi. Hama dan penyakit belum menjadi permasalahan utama dalam budidaya buah naga. Pengendalian hama dan penyakit belum banyak dilakukan karena serangan belum mengakibatkan kerugian yang berarti. Kebun Sabila Farm merupakan contoh perkebunan buah naga terbaik karena pengelolaan budidaya dan perawatan kebun yang baik dan teratur.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hama dan penyakit pada buah naga yang lebih mendalam, diantaranya untuk mengetahui penyebab penyakit pada gejala bintik hitam di sulur dan untuk mengetahui keparahan masing-masing hama dan penyakit. Serta perlu dikembangkan metode pemantauan terhadap hama dan penyakit agar tidak terjadi ledakan di pertanaman buah naga.
DAFTAR PUSTAKA Andoko A, Nurrasyid H. 2012. Jurus Sukses Hasilkan Buah Naga Kualitas Prima. Solo: Agromedia. Barnett HL, Hunter BB. 1988. Minnesota: APS Press.
Illustrated Genera of Imperfect Fungi.
Bellec FL, Vaillant F, Imbert E. 2006. Pitahaya (Hylocereus spp.): A new crop, a market with future. Fruits 61: 237-250. Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World’s Crops: an Identificatiom and Information Guide. 2nd Ed. London The Natural History Museum. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction To The Study of Insects. [BPK] Badan Pemeriksa Keuangan. 2007. Peta wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. [internet]. [diunduh 2012 Mei 26] Tersedia pada: http://yogyakarta.bpk.go.id. Cahyono B. 2009. Buku Terlengkap Sukses Bertanam Buah Naga. Jakarta : Pustaka Mina. Cooke BM. 2006. Disease Assessment and Yield Loss. In: The Epidemiology of Plant Diseases, Cooke, B.M., D.G. Jones and B. Kaye (Eds.). 2nd Ed., Springer, Netherlands, ISBN: 10 1-4020- 4580-8, pp: 43-80. Crane JH, Balerdi CF. 2005. Pitaya growing in the Florida home landscape. IFAS Extention, HS1068: 1-9. Direktorat Jenderal Holtikultura. 2011. Sentra Produksi Buah Naga. Jakarta Eng L.
2012. Disease management of pitaya. Department of Agriculture Sarawak. [Diunduh 2012 Maret 30]. Tersedia pada: http://www.doa. sarawak.gov.my/modules/web/page.php?id=454.
Faridah D. 2011. Hama dan penyakit tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) di Kecamatan Rancabungur dan kampus IPB Dramaga Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2012. Fruit of Vietnam. FAO Corporate Document Repository. [diunduh 2012 Maret 30). Tersedia pada: http://www.fao.org/docrep/008/ad523e/ad523e05.htm Fayle TM. 2003. Identifikasi Manual untuk Semut Borneo (Formicidae). Yusah KM. Sabah: University of Malaysia. Terjemahan dari: Manual for Bornen Ant (Formicidae) Identification. Freitas STD, Nham NT, Mitcham JE. 2011. Pitaya (pitahaya, dragon fruit) recommendations for maintaining postharvest quality. Department of Plant Sciences, University of California. [diunduh 2012 Maret 30]. Tersedia pada: http://postharvest.ucdavis.edu
71 Gokhale MV, Shaikh SS. 2012. Host range of a parasitic alga Cephaleuros virescens Kunz. ex Fri. from Maharashtra state, India. Plant Sciences Feed 2 (1) : 1-4 (http://psf.lifescifeed.com/fulltext/PSF-2012-002-001.pdf) Gunasena HPM, Pushpakumara DKNG, Kariyawasam M. 2007. Dragon fruit Hylocerus undatus Haw. Britton and Rose. In: Pushpakumara, D.K.N.G., Gunasena, H.P.M. and Singh, V.P. Underutilized fruit trees in Sri Lanka. New Delhi: World Agroforestry Centre, South Asia Office. p. 110-142. http://worldagroforestry.org/our_products/publications/advancedresults Hiroshi M, Noerdjito WA. 2004. Longicorn Beetles of Museum Zoologicum Bogoriense, Identified by DR. E.F. Gilmour 1963 (Coleoptera: DIstenildae and Cerambycidae). Reprinted from Bulletin of the Forestry and Forest Product Research Institute Vol 3- no 1 (No 390) 49-98. Jaya IKD. 2010. Morphology and physiology of Pitahaya and it future prospects in Indonesia. Crop Agro. 3:44-50. Kalhoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Van der Laan PA, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuur-gewassen in Indonesie. Kristanto D. 2009. Buah Naga : Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Jakarta: Penebar Swadaya. Luders L, McMahon G. 2006. The Pitaya or Dragon Fruit (Hylocereus undatus). Agnote Northern Territory Government. No D42. Masyahit M, Sijam K, Awang Y, Ghazali M, Satar M. 2009. The first report of the occurrence of anthracnose disease caused by Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Penz. & Sacc. on dragon fruit (Hylocereus spp.) in Peninsular Malaysia. American Journal of Applied Sciences. 6 (5): 902912. McMahon G. 2003. Pitaya (Dragon Fruit). Northern Territory Government. FF12: 1-2. (FF12pitaya) Merten S. 2003. A review of Hylocereus production in the United States. Journal PACD [Internet]. 5:98-105. [diunduh 2011 April 22]. Tersedia pada: http://www.jpacd.org/downloads/Vol5/V5P98-105.pdf [MSIRI] Mauritius Sugar Industry Research Institute. 2010. Pest control in Pitaya. MSIRI Recommendation Sheet. No. 174. Mizrahi Y, Nerd A. 1999. Climbing and columnar cacti: New arid land fruit crops. In: Janick J, Simon. (ed). Perspective on new crops and uses. ASHS Press, Amer. Soc. Hort. Sci. Alexandria, Vifginia: pp. 358-366 Palungkun R, Indrayani YH. 1992. Hama Penyakit Sayur dan Palawija. Ed ke1. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Prasetyo BE. 2012 April. Pasar domestik kekurangan ribuan ton buah naga. Hortiplus. Topik utama: 10. Prihandini R, Alfiah. 2006. Bekicot (Acathina fulica) dan potensinya. Fauna Indonesia. 6(2): 68-70.
72 Pushpakumara DKNG, Gunasena HPM, Karyawasam M. 2005. Flowering and fruiting phenology, pollination vector and breeding system of dragon fruit (Hylocereus spp.). Sri Lankan J. Agric. Sci. 42:81-91. Renasari N. 2010. Budidaya tanaman buah naga super red di Wana Bekti Handayani [skripsi]. Purwokerto: Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. [SFNS] The Sarasota Fruit & Nut Society. 2010. Pitaya diseases. [internet]. [diunduh 2012 Maret 20] Tersedia pada: http://www. sarasotafruitandnutsociety.org/information/TropicalFruit/dragonfruitdiseas es.htm. Soetopo MG. 2010. Budidaya buah naga. Yogyakarta: Sabila Farm. [USDA] United Stated Department of Agriculture. 2006. Movement of Dragon Fruit (Hylocereus, Selenicereus) from Hawaii into the Continental United States. Valencia AJ, Sandoval SJ, Soriano EC, Michailides TJ, Sanchez GR. 2004. A new stem spot disease of Pitahaya [Hylocereus undatus (Haw.) Britton and Rose] caused by Fusicoccum-like anamorph of Botryosphaeria dothidea (Moug:Fr.) Ces. And De Not. in Mexico. Revista Mexiana de Fitopatologia. [internet]. [diunduh 2012 Mei 14]; 22(1):140-142. Tersedia pada: http://redalyc.uaemex.mx/pdf/612/61222119.pdf. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Sumantri B, penerjemah. Ed 3. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd Ed. Williams DJ, Watson GW. 2004. The Scale Insects of Tropical South Pasific Region Part 2: The mealybugs (Pseudococcidae). Wallingford: CAB International Institute of Entomology. Zee F, Yen CR, Nishina M. 2004. Pitaya (dragon fruit, strawberry pear). Fruit and Nuts. F&N-9: 1-3. Ze’ev IB, Arie RB, Assouline I, Elkind G, Levy E. 2005. Two fungal diseases new to Israel: Coniella graniti- causing pomegranate fruit rot and Bipolaris cactivora- causing pitaya fruit and stem rot. Di dalam: Abstract of Presentation at the 32nd Congress of the Israeli Phytopathological Society; 2011 Jan 24-25; Israel. Bet Dagan (Israel): Phytoparasitica. Hlm 250. 39:243-267.
73
LAMPIRAN
74 Lampiran 1 Komposisi media yang digunakan dalam penelitian Nama media Nutrient Agar (NA)
Luria Bertani broth (LB)
Bahan
Jumlah bahan (g/l)
Beef extract
3
Peptone
5
Agar-agar
15
Tryptone
10
NaCl
5
Yeast extract
5
Lampiran 2 Hasil uji hipersensitifitas isolat bakteri dari gejala busuk lunak batang pada daun tembakau.
75 Lampiran 3 Blangko wawancara petani tanaman buah naga
Blangko Wawancara Petani Tanaman Buah Naga Desa
:
Waktu
:
Tanggal
:
No. Kebun Contoh
:
Jenis Kebun
:
Karakteristik Petani 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin : [ ] Laki-laki 3. Umur
:
4. Alamat
:
[ ] Perempuan
Lahan Buah Naga 5. Luas lahan pertanaman buah naga yang digarap/diusahakan : ............. ha 6. Status kepemilikan lahan : [ ] pemilik dan penggarap
[ ] penyewa
[ ] penggarap
[ ] lainnya, yaitu …..
Budidaya Buah Naga 7. Jenis spesies atau varietas buah naga yang ditanam : .................................. 8. Asal bibit : [ ] membeli dari perusahaan pembibitan [ ] diberikan oleh dinas atau instansi pemerintahan [ ] membeli dari petani lain [ ] membuat bibit sendiri : [ ] stek batang
[ ] biji
[ ] lainnya, yaitu ……. [ ] lainnya, yaitu ……. 9. Umur tanaman saat ini : ............................................................................... 10. Jarak tanam : ….. cm x ….. cm 11. Pola tanam : [ ] monokultur
[ ] polikutur/tumpang sari, dengan ……….
12. Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan : ................................................
76
13. Pemupukan : Jenis Pupuk
Intensitas
Waktu Pemupukan
Dosis (kg)
Harga per kg (Rp)
Kandang Urea TSP KCl NPK
14. Pestisida : Jenis
Bahan
Pestisida
Aktif
Frekuensi
Waktu
Dosis
Harga (Rp)
15. Pengendalian gulma /penyiangan : Cara Pengendalian Mekanik Kimiawi/herbisida
Frekuensi
Waktu
Jenis/alat yang digunakan
77 16. Waktu dan frekuensi panen : ....................................................................... 17. Jumlah produksi buah naga dalam satu kali panen : ........................... kg 18. Perlakuan pasca panen buah hasil panen : [ ] di jual sendiri ke pasar/ suplier [ ] di jual sendiri ke konsumen [ ] di jual ke tengkulak [ ] lainnya, yaitu ….. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) 19. OPT paling penting dan merugikan menurut petani? ...................................................................................................................... ...................................................................................................................... ...................................................................................................................... ...................................................................................................................... ......................................................................................................................
20. Berapa persen kehilangan produksi buah naga akibat serangan OPT tersebut? [ ] <20% [ ] 20-40% [ ] 40-60% [ ] 60-80% [ ] >80% 21. Bagaimana cara petani mengendalikan OPT tersebut? ....................................................................................................................... ....................................................................................................................... ....................................................................................................................... ....................................................................................................................... ....................................................................................................................... ....................................................................................................................... ....................................................................................................................... .......................................................................................................................
78 Lampiran 4 Blangko pegamatan hama dan penyakit pada tanaman buah naga Identitas tanaman contoh
Tidak adanya buah pada sulur contoh yang diamati Keberadaan hama/ pada buah
Keberadaan penyakit pada sulur Jumlah buah dalam 1 tiang
Simbol untuk gejala penyakit sulur putih
Arah mata angin sulur yang contoh yang diamati (Selatan, Barat, Utara, Timur)
Kondisi umum tanaman contoh dan keadaan lingkungan serta cuaca selama pengamatan
Keterangan hama/ penyakit di luar sulur yang diamati