MODAL SOSIAL KADER DESA DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA BANGUNJIWO KECAMATAN KASIHAN KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Iin Sawitri NIM 13102241037
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA APRIL 2017 i
LEMBAR PERSETUJUAN
ii
SURAT PERNYATAAN
iii
PENGESAHAN
iv
MOTTO
“Hai manusia, sungguh Kami ciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan. Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.” (Al-Hujarat, ayat 13)
v
PERSEMBAHAN
Atas karunia Allah SWT, Karya ilmiah ini wujud pengabdian yang tulus dan penuh kasih untuk Ayahanda Sajan/Harjo Purwanto dan Ibunda Mulyanti yang sangat ku sayangi, ku hormati, dan kubanggakan. Beliau selalu mencurahkan kasih sayang, memanjatkan doa dan harapan mulia dengan tulus ikhlas untuk anak-anaknya.
vi
MODAL SOSIAL KADER DESA DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA BANGUNJIWO KECAMATAN KASIHAN KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh Iin Sawitri NIM 13102241037 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan: (1) proses pemberdayaan masyarakat, (2) pendayagunaan modal sosial oleh Kader Desa dalam program pemberdayaan masyarakat, dan (3) manfaat pendayagunaan modal sosial oleh Kader Desa dalam program pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus. Setting penelitian yakni aktivitas Kader Desa Desa Bangunjiwo. Informan dalam penelitian ini adalah Kader Desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat sasaran. Peneliti merupakan instrumen utama dalam penelitian yang dibantu dengan pedoman observasi, wawancara, dokumentasi, dan penggunaan Software Ucinet 6.0 untuk analisis jaringan. Teknik analisis data yang digunakan yakni pengumpulan data, reduksi, display data, dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji konfirmability yaitu perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) program utama pemberdayaan masyarakat yang berjalan di Desa Bangunjiwo yakni Peran Pembantu Keluarga Berencana Desa (PPKBD), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di Desa Bangunjiwo terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Proses pelaksanaan program Posyandu telah berjalan dengan optimal, sampai pada tahapan peningkatan kesejahteraan kelompok. (2) modal sosial yang didayagunakan oleh Kader Desa yakni jaringan, kepercayaan, resiprositas, serta nilai dan norma. Keempat modal sosial tersebut berjalan dengan optimal karena adanya dukungan baik dari pemerintah desa, kelompok Kader Desa, maupun masyarakat sasaran. (3) modal sosial yang terbentuk dalam program pemberdayaan masyarakat memiliki manfaat terhadap modal manusia dan efektivitas dan efisiensi program, namun penggunaan modal sosial untuk meningkatkan sarana dan prasarana baru dilakukan dalam program Posyandu. Berdasarkan temuan yang telah disebutkan, maka perlu dilakukan pengembangan kualitas Kader Desa berbasis modal sosial yang terencana dan terintegrasi untuk menciptakan Kader Desa yang mampu melaksanakan program pemberdayaan dengan baik dan berkelanjutan. Kata Kunci : Modal Sosial, Kader Desa, Pemberdayaan Masyarakat vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Modal Sosial Kader Desa dalam Program Pemberdayaan Masyarakat di Desa Bangunjiwo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd. sebagai Rektor Universitas Negeri Yogyakarta dan seluruh staff dan jajarannya atas kebijakan, fasilitas, serta bantuan teknis sehingga Tugas Akhir Skripsi ini dapat selesai. 2. Dr. Haryanto, M.Pd sebagai Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan beserta staff dan jajarannya yang memberikan persetujuan dan pelayanan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi 3. Dr. E. Kus Eddy Sartono, M.Si sebagai Penguji Utama, Dr. Entoh Tohani, M.Pd selaku Ketua Penguji, dan Nur Djazifah ER, M.Si selaku Sekretaris Penguji yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap Tugas Akhir Skripsi ini. 4. Lutfi Wibawa, M.Pd sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Hiryanto, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik, dan seluruh dosen dan staff PLS FIP UNY yang telah memberikan pelayanan dan ilmu yang tiada terkira selama penulis melaksanakan perkuliahan. viii
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... iii PENGESAHAN .................................................................................................... iv MOTTO ................................................................................................................. v PERSEMBAHAN ................................................................................................. vi ABSTRAK ........................................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 11 C. Fokus Masalah ......................................................................................... 12 D. Rumusan Masalah ................................................................................... 12 E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 13 F. Manfaat Penelitian .................................................................................. 13 1. Manfaat Teoritis ................................................................................... 13 2. Manfaat Praktis ..................................................................................... 13 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 15 A. Kajian Pustaka ........................................................................................ 15 1. Pendayagunaan Modal Sosial ............................................................... 15 a. Pengertian Pendayagunaan Modal Sosial ........................................ 15 b. Pengertian Modal Sosial .................................................................. 15 c. Dimensi Modal Sosial ...................................................................... 17 c. Tipologi Modal Sosial ..................................................................... 20 d. Manfaat Modal Sosial ...................................................................... 21 x
2. Kader Desa ........................................................................................... 22 a. Pengertian Kader Desa..................................................................... 22 b. Kader Desa sebagai Pelaku Pemberdayaan Masyarakat .................. 23 c. Fungsi Kader Desa ........................................................................... 31 3. Pemberdayaan Masyarakat ................................................................... 33 a. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ............................................ 33 b. Elemen Pemberdayaan Masyarakat ................................................. 35 c. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat .................................................. 37 d. Tahap Pemberdayaan Masyarakat ................................................... 37 e. Strategi Pemberdayaan .................................................................... 40 f. Indikator Pemberdayaan .................................................................. 41 B. Kajian Penelitian yang Relevan ............................................................. 42 C. Kerangka Berpikir .................................................................................. 45 D. Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 47 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 49 A. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 49 B. Setting Penelitian ..................................................................................... 51 C. Sumber Data ............................................................................................ 51 a) Subjek Penelitian .................................................................................. 51 b) Obyek Penelitian .................................................................................. 53 D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data .......................................... 53 1. Observasi .............................................................................................. 53 2. Wawancara ........................................................................................... 54 3. Dokumentasi ......................................................................................... 56 E. Keabsahan Data....................................................................................... 57 F. Analisis Data ............................................................................................ 58 1. Pengumpulan Data ................................................................................ 58 2. Reduksi Data ........................................................................................ 59 3. Display Data ......................................................................................... 59 4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi .................................................. 59 xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 61 A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 61 1. Deskripsi Desa Bangunjiwo ................................................................. 61 2. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat ............................... 66 a. Program Peran Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD)............................................................................................... 70 b. Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) .................................. 78 c. Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)............................. 85 d. Program Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) ... 89 3. Modal Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat ................................. 92 a. Program Peran Pembantu Keluarga Berencana Desa (PPKBD) ..... 93 b. Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) ................................ 105 c. Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)........................... 119 d. Program Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) . 127 4. Manfaat Modal Sosial......................................................................... 138 a. Program Peran Pembantu Keluarga Berencana Desa (PPKBD) ... 139 b. Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) ................................ 141 c. Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)........................... 144 d. Program Tim Koordinasi Pemberantasan Kemiskinan (TKPK) .... 145 B. Pembahasan ........................................................................................... 146 1. Proses Pemberdayaan Masyarakat di Desa Bangunjiwo .................... 147 2. Pendayagunaan Modal Sosial ............................................................. 149 a. Jaringan .......................................................................................... 149 b. Kepercayaan................................................................................... 151 c. Resiprositas .................................................................................... 152 d. Nilai dan Norma............................................................................. 153 3. Manfaat Pendayagunaan Modal Sosial .............................................. 158 C. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 160 BAB V PENUTUP ............................................................................................. 161 A. Simpulan ................................................................................................ 161 xii
B. Implikasi ................................................................................................. 162 C. Saran ....................................................................................................... 163 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 164 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 168
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Pengertian Modal Sosial Menurut Ahli .............................................. 16 Tabel 2. Dimensi Modal Sosial ........................................................................ 18 Tabel 3. Tabel Tugas Kader Desa .................................................................... 30 Tabel 4. Daftar Informan Kunci ....................................................................... 53 Tabel 5. Kualitas Angkatan Kerja Desa Bangunjiwo....................................... 65 Tabel 6. Program Kebudayaan Desa Bangujiwo.............................................. 67 Tabel 7. Proses Pemberdayaan Masyarakat ................................................... 153 Tabel 8. Jaringan Program Pemberdayaan Masyarakat ................................. 156 Tabel 9. Wujud Kepercayaan kepada Kader Desa ......................................... 157 Tabel 10. Wujud Resiprositas Kader Desa ..................................................... 158 Tabel 11. Wujud Nilai dan Norma dalam Pemberdayaan Masyarakat .......... 159 Tabel 12. Wujud Modal Sosial dalam Proses Pemberdayaan Masyarakat .... 160 Tabel 13. Wujud Pendayagunaan Modal Sosial ............................................. 161
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pelaku Pendampingan Desa ............................................................. 2 Gambar 2. Level Modal Sosial ......................................................................... 18 Gambar 3. Peran Pekerja Masyarakat .............................................................. 31 Gambar 4. Tahap-tahap Pembangunan Berbasis Masyarakat .......................... 39 Gambar 5. Kerangka Berfikir ........................................................................... 47 Gambar 6. Teknik Analisis Data ...................................................................... 59 Gambar 7. Peta Wilayah Desa Bangunjiwo ..................................................... 63 Gambar 8. Struktur Organisasi Desa Bangunjiwo ........................................... 64 Gambar 9. Skema Proses Pemberdayaan Masyarakat ...................................... 68 Gambar 10. Musyawarah Desa Membahas RPJM Des .................................... 69 Gambar 11. Struktur Organisasi Pemberdayaan Masyarakat ........................... 73 Gambar 12. Suasana Kegiatan Posyandu ......................................................... 80 Gambar 13. Aktivitas Pemeriksaan Jentik-Jentik ............................................ 90 Gambar 14. Jaringan Program PPKBD ............................................................ 96 Gambar 15. Jaringan Program Posyandu ....................................................... 109 Gambar 16. Jaringan Program PSN ............................................................... 124 Gambar 17. Jaringan Program TKPK ............................................................ 132
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Teknik Pengumpulan Data......................................................... 171 Lampiran 2. Instrumen Penelitian .................................................................. 175 Lampiran 3. Pedoman Wawancara ................................................................. 180 Lampiran 4. Catatan Lapangan ...................................................................... 186 Lampiran 5. Catatan Wawancara ................................................................... 202 Lampiran 6. Analisis Hasil Wawancara ......................................................... 231 Lampiran 7. Dokumentasi .............................................................................. 246 Lampiran 8. Surat Penelitian .......................................................................... 258
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pemberdayaan masyarakat di pedesaan saat ini semakin berkembang dengan pesat dikarenakan perhatian dari pemerintah yang lebih intensif. Perwujudan NAWACITA ketiga yang digagas Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia Periode 2014-2019 yang berisi “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa” menjadi hal yang harus ditanggapi dengan positif. Setiap desa telah medapatkan kepercayaan untuk memberdayakan daerahnya sendiri dengan berbagai potensi yang dimiliki. Peran pemerintah adalah memberikan fasilitas, supervisi, dan pendampingan untuk mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif. Pemberdayaan masyarakat dimaknai sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan (Eko, 2002, dalam Cholisin, 2011: 1). Sedangkan Permendagri RI Nomor 7 tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat Pasal 1 ayat 8 menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pemberdayaan Masyarakat dipandang perlu, terutama bagi masyarakat desa sebagai
1
upaya untuk meningkatkan kapasitas agar dapat mengikuti tantangan global. Pemberdayaan masyarakat dewasa ini telah dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat secara mandiri. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat desa, menurut Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pelaku-pelaku tersebut selanjutnya disebut sebagai pendamping desa. Fokus pendamping desa adalah memperkuat proses kaderisasi bagi pemberdaya masyarakat dan komponen-komponen masyarakat lainnya agar mau dan mampu memandirikan desa. Bagan hubungan kerja pendamping desa menurut Ghozali, (2015: 13) dapat dilihat pada Gambar 1. Pelaku Pendampingan Desa
Tenaga Pendamping Profesional
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD)
Pihak Ketiga
1. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 2. Perguruan Tinggi (PT) 3. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) 4. Perusahaan, dll
1. Pendamping Desa 2. Pendamping Teknis 3. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPS)
Gambar 1. Pelaku Pendampingan Desa Dari bagan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemerintah mempercayakan tugas pemberdayaan masyarakat kepada dua sub pokok yaitu tenaga pendamping profesional dan KPMD, sedangkan pihak ketiga merupakan pihak diluar pemerintahan yang menjalankan program pemberdayaan secara mandiri. Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten yang saat ini masih menggencarkan pemberdayaan masyarakat. Salah satu program utama yang 2
dilakukan adalah pengentasan kemiskinan. Menurut BPS (2016: 5) jumlah penduduk Kabupaten Bantul tahun 2014 mencapai 971.511 jiwa. Dari jumlah tersebut presentase keluarga pra sejahtera mencapai 12 persen. Keluarga prasejahtera dimaknai sebagai keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu pangan, sandang, dan papan. Oleh sebab itu pengorientasian pemberdayaan masyarakat pada sektor pengentasan kemiskinan merupakan hal yang paling tepat. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bantul tahun 2011-2015, pengentasan kemiskinan dilaksanakan melalui dua program kegiatan. Program pertama yaitu koordinasi antar pihak pemerintah daerah, masyarakat/pelaku dan pihak swasta terkait dengan pembangunan kemiskinan. Program kedua peningkatan kesejahteraan dan produktivitas keluarga miskin melalui pemberdayaan dan partisipasi masyarakat (Bappeda Kab. Bantul, 2016:101). Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat mempengaruhi pembangunan suatu wilayah atau negara. Salah satu tolok ukur pemberdayaan masyarakat adalah melalui pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan indikator yang ditetapkan oleh United Nation Development Program (UNDP) untuk mengukur pembangunan suatu wilayah. IPM mengukur pencapaian membangunan melalui dimensi angka harapan hidup, pendidikan, dan standar hidup layak. Saat ini IPM Kabupaten Bantul tahun 2015 berada pada posisi 77.99 persen, meningkat sebanyak 0,88 poin dibandingkan dengan tahun sebelumnya (BPS Kab. Bantul, 2015: 63). Posisi ini menunjukkan bahwa IPM Kabupaten
3
Bantul termasuk dalam kategori tinggi dan menempati urutan ketiga di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Meskipun IPM Kabupaten Bantul tinggi, akan tetapi Kabupaten Bantul masih memiliki permasalahan pada sektor peluang kerja. Tahun 2015 jumlah penduduk usia produktif Kabupaten. Bantul tercatat sebanyak 77,62 persen. Dari jumlah tersebut, Kab. Bantul memiliki 3 persen penduduk menganggur. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah pengangguran naik sebanyak 0,43 poin dari tahun sebelumnya. Hal ini perlu ditanggapi serius untuk kesejahteraan Kabupaten Bantul di masa yang akan datang. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, Bantul telah melakukan berbagai upaya pemberdayaan masyarakat melalui Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) yang selanjutnya dibagi dalam satuan tingkat Desa dengan nama Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Daerah (LPMD). LPMD merupakan lembaga khusus dari pemerintah yang secara langsung melibatkan masyarakat dalam proses pemberdayaan, terutama mengatasi permasalahan pengangguran dan kemiskinan. LPMD tersusun dari sekumpulan kader-kader yang melakukan pendampingan masyarakat sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat secara lokal. Visi LPMD yakni “terwujudnya masyarakat pedesaan yang maju, mandiri, berdaya saing, dan sejahtera.” Sesuai dengan visinya, LPMD diharapkan dapat merepresentasikan warga desa di suatu daerah agar dapat menjalankan program dengan tepat sasaran (Ghazali, 2005: 14). Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan LPMD di Kabupaten Bantul meliputi: (1) pengembangan sumber daya dan pemukiman desa, (2)
4
ketahanan masyarakat desa, dan (3) usaha ekonomi desa dan pendayagunaan teknologi tepat guna (TTG). Program tersebut merupakan program pokok yang tersusun dari sub-sub program strategis. Saat ini, program yang telah berhasil dan berjalan dengan baik adalah Program Nasional Pemberayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Program ini bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Hasil dari program ini adalah terbentuknya kelompok-kelompok usaha mandiri, kelompok usaha Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), masyarakat yang tanggap terhadap isu masyarakat, dan masyarakat yang sadar tentang pentingnya pemberdayaan (Bappeda Kabupaten. Bantul, 2013: i). Meskipun PNPM tersebut berjalan dengan baik, namun permasalahan kemiskinan dan ketenagakerjaan masih belum terselesaikan. Kemiskinan dan ketenagakerjaan merupakan permasalahan yang mengakar melibatkan berbagai elemen masyarakat. Sedangkan PNPM Mandiri belum mampu meliputi berbagai lapisan. Sebagai contoh program PNPM Mandiri Kabupaten Bantul saat ini masih menyasar pada pemuda dan orang dewasa produktif pengangguran dengan sebagian besar anggota adalah laki-laki. Strategi yang digunakan untuk melakukan pengentasan kemiskinan haruslah dapat tepat sasaran. Menurut Laporan Koordinasi Program-program Pemberdayaan Masyarakat Kab. Bantul Tahun 2013, strategi tersebut meliputi: (1) validasi data kepala keluarga miskin dan penguatan sistem monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan, (2) pengurangan beban hidup Kepala Keluarga (KK) miskin, dan (3) pemberdayaan KK miskin. Karena
5
kompleksnya permasalahan kemiskinan, maka pemerintah Kabupaten Bantul melakukan kegiatan pemberdayaan melalui basis rumah tangga, komunitas, serta melalui usaha mikro dan kecil. Dalam proses pemberdayaan masyarakat, pemerintah dibantu oleh “aktor” pemberdaya masyarakat yang harus memiliki kemampuan yang mencukupi untuk kelancaran pelaksanaannya. Aktor tersebut yaitu Kader Desa. Secara umum, orang yang disebut sebagai Kader Desa meliputi: kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan,
pengurus/anggota
kelompok
tani/nelayan/pengrajin/kelompok
perempuan/kelompok laki-laki yang memiliki keinginan dan kepedulian untuk membangun desa baik secara langsung maupun tidak langsung (Ghozali, 2015: 11). Keberadaan atas Kader Desa telah diakui oleh pemerintah bersamaan dengan dibentuknya
Kementerian
Desa,
Pembangunan
Daerah
Tertinggal,
dan
Transmigrasi Republik Indonesia dan dibentuknya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Tetapi, sampai saat ini masih terjadi permasalahan terkait dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kader Desa. Menurut Ghozali (2015: 5) tugas dari Kader Desa adalah melakukan pendampingan desa. Pendampingan desa bukanlah mendampingi proyek yang masuk ke desa, bukan pula mendampingi dan mengawasi penggunaan dan desa. Akan tetapi pendampingan desa adalah memberdayakan desa sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis sesuai dengan pendapat Ghazali (2016: 6)
6
Kegiatan pendampingan desa membentang mulai dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisir dan membangun kesadaran kritis warga masyarakat, memperkuat organisasi-organisasi warga, memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan memperkuat musyawarah desa sebagai area demokrasi dan akuntabilitas lokal, merajut jejaring dan kerjasama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara pemerintah dan masyarakat. Intinya pendampingan desa ini adalah dalam rangka menciptakan suatu frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dan yang didampingi (Ghazali, 2015: 6). Dalam ilmu kesejahteraan sosial, dijelaskan bahwa pelaku pemberdayaan masyarakat digolongkan menjadi dua macam yaitu volunteer dan social worker. Volunteer atau relawan menurut Friedlander (dalam Adi, 2013: 11) dianggap sebagai cikal bakal berbagai lapangan pekerjaan sosial. Lingkup pemberdayaan yang dilakukan tidak hanya sebatas dalam lingkup kelompok namun juga dalam lingkup individual dan keluarga. Perannya tidak hanya memberikan bantuan berupa uang, namun juga pemberian pelatihan pekerjaan sosial modern atau keterampilan sebagai fondasi untuk kehidupan yang lebih baik. Sedangkan social worker atau pekerja sosial yaitu penggiat kerelawanan yang telah profesional di bidang pemberdayaan masyarakat. Jika relawan tidak diberikan remunasi (imbal jasa) secara teratur untuk kegiatannya, pekerja sosial sebagai tenaga profesional mendapatkan remunasi yang teratur, tertata, dan relatif menjanjikan. Kader Desa merupakan pekerja sosial yang tergabung dalam Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Daerah (LPMD) yang berperan sebagai “orang kunci” pemberdayaan masyarakat. Meskipun Kader Desa dikelola oleh pemerintah melalui lembaga LPMD, namun belum mendapatkan remunisi atau upah kerja yang ajeg sesuai dengan perannya sebagai kader. Selain itu rekruitement Kader Desa tidak
7
disesuaikan dengan keprofesionalitasannya dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, melainkan melalui musyawarah desa atau inisiatif dari pemerintah itu sendiri (Ghozali, 2015: 32). Oleh sebab itu, saat ini Kader Desa diklasifikasikan sebagai relawan, selanjutnya dikemukakan lebih terperinci oleh Sulistyani (2004: 113) bahwa salah satu pelaku pemberdayaan masyarakat yakni Agen pembaharu (agent of change) yakni stakeholder yang melakukan pemberdayaan masyarakat seperti LSM, ormas, organisasi profesi, organisasi kepemudaan, organisasi wanita, organisasi lokal perpanjangan tangan pemerintah seperti PKK, LMD, dan sebagainya. Dalam pengembangan kapasitas Kader Desa, diperlukan modal atau capital yang memadai. Secara umum, capital yaitu sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Capital itu sendiri terdiri dari berbagai macam, dalam kaitannya dengan Kader Desa, capital yang sering digunakan adalah human capital (sumber daya manusia), social capital (modal sosial), dan cultural capital (modal kultural). Sumber daya manusia yaitu modal yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas dalam diri individu. Wujud sumber daya yakni pengembangan pengetahuan, pengembangan keterampilan, pengelolaan program, pengelolaan keuangan, administrasi, sistem informasi, dan sebagainya. Sedangkan modal kultural atau cultural capital adalah modal manusia yang termanifestasi dalam budaya sehingga membentuk hasil karya manusia baik berupa ide/gagasan, kompeleks aktifitas, maupun dalam bentuk fisik. Sebagai contoh yaitu tari-tarian, puisi, artefak, dan lain sebagainya.
8
Sebagai salah satu elemen yang dibutuhkan dalam pemberdayaan masyarakat, modal sosial merujuk pada nilai, norma, dan jaringan yang dipercaya dan dijalankan sebagian besar anggota kelompok atau masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya baik secara sengaja maupun tidak. Modal sosial menurut Putnam (2002: 167) yaitu institusi sosial yang didalamnya melibatkan kepercayaan sosial (trust), normanorma (norms), dan jaringan (network) untuk kepentingan masyarakat bersama. Modal sosial membantu Kader Desa agar berperan aktif, kritis, peduli terhadap lingkungan, berdaulat, dan bermartabat. Menurut Marwani (2002) dalam (Theresia, dkk. 2014: 49) menyebutkan bahwa modal sosial memiliki fungsi untuk (1) memberikan kemudahan dalam mengakses informasi, (2) menjadi media pembagian kekuasaan dalam komunitas, (3) mengembangkan solidaritas, (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas, (5) memungkinkan pencapaian bersama, dan (6) membentuk perilaku kebersamaan dan berorganisasi komunitas. Meskipun kontribusi modal sosial tidak dapat diukur secara kuantitas, namun peranannya sangat penting untuk keberhasilan suatu kelompok. Coleman (2009: 95) mendefinisikan modal sosial sebagai sumber penting bagi para individu dan sangat mempengaruhi kemampuan mereka untuk bertindak meningkatkan kualitas hidupnya. Lebih lanjut Coleman menggambarkan bahwa modal sosial dapat memudahkan pencapaian tujuan yang sulit dicapai. Modal sosial terbentuk ketika relasi antara manusia mengalami perubahan positif yang membuat seseorang mudah melakukan tindakan. Seperti halnya sumber daya manusia, modal sosial juga tidak memiliki wujud yang real, namun dapat dirasakan
9
melalui keterampilan dan pengetahuan dalam memudahkan kegiatan dan membentuk jejaring atau relasi antar manusia. Keberhasilan pemberdayaan desa yang mendayagunakan modal sosial dapat dilihat
pada
penelitian-penelitian
sebelumnya.
Pratikno,
(2001:vi)
yang
menyatakan bahwa untuk memecahkan permasalahan Indonesia yang memiliki masyarakat majemuk dan variasi etnis yang sangat tinggi, diperlukan bekal modal sosial yang tinggi pula. Modal sosial tersebut termanifestasi dalam bentuk inovasi institusi, mekanisme, dan nilai untuk integrasi sosial secara terus menerus agar modal sosial senantiasa terasah dan kuat. Dengan pemanfaatan modal sosial, mampu memberikan dampak yang lebih besar terhadap keberhasilan program. Lebih lanjut, Bahrudin (2013) juga mengungkapkan bahwa dengan menggunakan modal sosial, pengusaha Pengrajin Bambu yang merupakan subyek dalam penelitiannya mampu meningkatkan dan menumbuhkembangkan usahanya dengan signifikan, terutama dalam penggunaan jaringan dan kepercayaan. Hasil penelitian Pratikno dan Bahrudin dikuatkan dengan ungkapan Tohani, (2014:1) yang meneliti tentang pemanfaatan modal sosial dalam program pendidikan desa vokasi di Gemawang, Kabupaten Semarang. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa keberhasilan program ditentukan oleh seberapa besar modal sosial yang dimanfaatkan penyelenggaranya. Oleh sebab itu, penelitian terhadap desa yang berprestasi perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar modal sosial yang dimiliki.
10
Desa Bangunjiwo merupakan salah satu Desa di Kabupaten Bantul yang memiliki berbagai prestasi dalam bidang pemberdayaan masyarakat. Beberapa prestasi yang telah diraih yakni Juara I Lomba Desa se- Kabupaten Bantul dan menjadi daerah percontohan Posyandu Balita se-Provinsi DIY. Lomba Desa seKabupaten Bantul merupakan lomba yang dilaksanakan oleh KPMD yang merupakan media evaluasi kinerja Pemberdaya Masyarakat, baik pemerintah desa maupun masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan daerah yang menjadi percontohan Posyandu Balita merupakan daerah yang berhasil mengelola program posyandu dengan baik di bidang administrasi, pelayanan, maupun aspek lainnya yang menjadi pedoman posyandu di daerah lain. Keberhasilan Desa Bangunjiwo melaksanakan program pemberdayaan masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor. Namun, saat ini belum dilakukan penelitian terkait dengan hal tersebut. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Modal Sosial Kader Desa dalam Program Pemberdayaan Masyarakat di Desa Bangunjiwo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, dapat diidentifikasikan permasalahan yang terkait dengan beberapa masalah yang akan digali pemecahannya melalui penelitian. Adapun permasalahan yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Kabupaten Bantul saat ini masih memiliki permasalahan terkait tingginya angka kemiskinan yaitu mencapai angka 12 persen.
11
2. Meskipun IPM Kabupaten tinggi yaitu 77,99 persen, namun Kabupaten Bantul masih memiliki 3 persen penduduk menganggur atau naik sebanyak 0,43 persen dari tahun sebelumnya. 3. Program pemberdayaan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) telah berhasil, namun cakupannya masih sempit dan belum mampu menjaring masyarakat dari berbagai golongan. 4. Kader Desa sebagai pelaku pemberdayaan masyarakat belum melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik 5. Pelatihan dan pemberian keterampilan kepada Kader Desa saat ini masih terbatas pada pelatihan Human Capital 6. Banyak Kader Desa yang belum memanfaatkan Modal Sosial dengan baik dalam melaksanakan tugasnya. 7. Desa bangunjiwo memiliki potensi yang tinggi mengenai program pemberdayaan masyarakat, akan tetapi belum dilakukan penelitian terkait modal sosial. C. Fokus Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang didapatkan, agar penelitian ini dapat dilakukan secara terarah maka peneliti memfokuskan permasalahan pada lingkup modal sosial Kader Desa di wilayah Desa Bangunjiwo, Yogyakarta. D. Rumusan Masalah Dari batasan masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan yaitu : 1. Bagaimana proses pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo ? 2. Bagaimana pendayagunaan modal sosial oleh Kader Desa dalam program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? 12
3. Apa manfaat pendayagunaan modal sosial oleh Kader Desa dalam program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu untuk: 1. Mendeskripsikan proses pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo 2. Mendeskripsikan pendayagunaan modal sosial oleh Kader Desa dalam program Pemberdayaan Masyarakat di Desa Bangunjiwo 3. Mengetahui
manfaat
pendayagunaan
modal
sosial
dalam
program
pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo. F. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun praktis yaitu: 1.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu mendukung teori terkait pentingnya
kepemilikan modal sosial bagi aktor yang melakukan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, dengan pembahasan mengenai Kader Desa diharapkan mampu memberikan gambaran yang riil terkait peran Kader Desa sebagai aktor pemberdaya yang memiliki peran dalam Pendidikan Luar Sekolah. 2.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat praktis yaitu,
a. Bagi praktisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai media informasi untuk menggambarkan pendayagunaan modal sosial oleh Kader Desa yang 13
merupakan faktor penting terselenggaranya kehidupan bermasyarakat serta terealisasikannya program pemerintah. b. Bagi peneliti, penelitian ini untuk menambah wawasan tentang Kader Desa yang dapat dijadikan informasi penting dalam penggalian informasi kemasyarakatan. Terutama dalam hal penggalian metodologi penelitian dalam bidang pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat. c. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi rujukan dan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai pemberdayaan masyarakat dan pekerja sosial (lebih spesifik sebagai Kader Desa).
14
BAB II LANDASAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1.
Pendayagunaan Modal Sosial
a. Pengertian Pendayagunaan Modal Sosial Pendayagunaan berasal dari kata “daya guna” yang berarti manfaat. Adapun pengertian pendayagunaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 326) adalah 1) Kemampuan mendatangkan hasil atau manfaat; dan 2) kemampuan menjalankan tugas dengan baik. Sedangkan pendayagunaan adalah pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil atau menjalankan tugas dengan baik. Dapat diartikan bahwa pendayagunaan modal sosial adalah segala upaya dan cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk memanfaatkan dan memperoleh hasil dari penggunaan modal sosial. b. Pengertian Modal Sosial Pengertian mengenai Modal sosial telah dikaji oleh beberapa ahli dengan berbagai pandangan yang berbeda. Ilmuan yang berpengaruh terhadap teori ini diantaranya Pierre Bourdieu, James Coleman, Robert Putnam, dan Fukuyama. Para ahli mendefinisikan pengertian Modal Sosial berbeda-beda sesuai dengan latar belakang bidang keahliannya. Bourdieu mengungkapkan bahwa modal sosial sangat erat kaitannya dengan sumber daya potensial atau kepemilikan diri yang menghasilkan jaringan. Sedangkan Coleman lebih menekankan pada modal sosial sebagai bagian struktur sosial yang membantu kognitif anak. Putnam juga
15
menambahkan bahwa selain norma dan jaringan, modal sosial juga tersusun atas kepercayaan yang membantu individu melaksanakan kegiatannya secara lebih efisien dan terkoordinasi. Dilengkapi dengan pendapat dari Fukuyama bahwa di dalam modal sosial juga terdapat kerjasama antara elemen yang satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu sistem yang terkoordinasi. Beberapa teori tersebut dirangkum oleh Dwiningrum seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Pengertian Modal Sosial Menurut Ahli Ahli Pengertian Bourdieu Sekelompok sumber-sumber aktual atau potensial yang berhubungan dengan kepemilikan suatu jaringan yang bertahan dari hubungan-hubungan yang kurang atau lebih melembaga dari saling mengetahui atau menghargai. Coleman Bagian dari struktur sosial yang mendukung tindakan-tindakan para aktor yang merupakan anggota dari struktur itu. Modal sosial adalah beberapa aspek dari struktur sosial yang mendukung tindakan pelaku yang menyoroti tingkat tinggi modal sosial terutama manfaat perkembangan anak. Modal sosial sebagai seperangkat sumber daya yang menjadi sifat dalam hubungan keluarga dan organisasi sosial komunitas yang berguna bagi perkembangan kognitif atau sosial seorang anak dan remaja. Putnam Bagian dari kehidupan sosial jaringan, norma, dan kepercayaan. Modal Sosial, sebagaimana bentuk modal lainnya adalah produktif dan memfasilitasi pencapaian tujuan tertentu yang tidak akan mungkin dalam keberadaannya Fukuyama Kemampuan orang-orang bekerja bersama-sama untuk tujuantujuan umum di dalam kelompok-kelompok atau organisasiorganisasi. Sumber: Dwiningrum, (2004: vii-viii) Modal sosial merupakan sebuah sumber daya atau aset sosial yang berupa norma dan jaringan yang dilandasi atas kepercayaan yang terkoordinasi dengan baik sehingga menghasilkan kinerja yang lebih efektif dan efisien.
16
c. Dimensi Modal Sosial Coleman (2009: 415) menyebutkan bahwa bentuk-bentuk modal sosial meliputi: (1) kewajiban dan ekspektasi, (2) potensi informasi, (3) norma dan sanksi efektif, (4) relasi wewenang, (5) organisasi sosial yang dapat disesuaikan dan (6) organisasi yang disengaja. Coleman juga mengungkapkan bahwa modal sosial dapat diciptakan, dipelihara dan dirusak konsekuensinya oleh individu itu sendiri. Sedangkan Pretty dan Ward (2001: 211) mengidentifikasikan empat aspek utama modal sosial yakni: (1) hubungan saling percaya (relation of trust), (2) adanya pertukaran (reciprocity and exchange), (3) aturan umum (common rules), normanorma (norm), dan sanksi-sanksi (sanction), (4) keterkaitan (connectedness), jaringan (network), dan kelompok-kelompok (groups). Dilanjutkan menurut Putman (1993) dalam Dwiningrum (2004:10) mengungkapkan bahwa unsur-unsur pembentuk modal sosial meliputi: (1) jaringan pertemuan/dialog masyarakat (networl of civic engagement), (2) norma-norma yang saling berinteraksi/ timbal balik (norm of generalized reciprocity), dan (3) kepercayaan sosial (social trust). Hasbullah (2006: 9-12) menguraikan unsur-unsur pembentuk modal sosial dalam enam unsur-unsur modal sosial yakni: (1) Kepercayaan (trust), (2) Jaringan (network), (3) Saling tukar kebaikan (reciprocity), (4) Norma (norm), (5) Nilai (value), dan (6) Tindakan yang proaktif. Berbagai pendapat ahli tersebut memiliki berbagai persamaan dan perbedaan, untuk memudahkan menarik kesimpulan mengenai unsur pembentuk modal sosial, maka dapat diringkas melalui Tabel 2.
17
Tabel 2. Dimensi Modal Sosial Pendapat Para Ahli Hasbullah, (2006: 9-12)
Coleman, (2009: 415)
Pretty dan Ward, (2001: 211)
Putman, (dalam Dwiningrum 2004: 10)
Kewajiban dan ekspektasi Kepercayaan Resiprositas Norma dan nilai Jaringan
Norma dan sanksi efektif Potensi informasi
Relasi wewenang Organisasi
Kepercayaan Adanya pertukaran Aturan umum, norma, dan sanksi Keterkaitan, jaringan, dan kelompok
Kepercayaan sosial Norma yang saling berinteraksi Jaringan pertemuan/dialog masyarakat
Kelompok
Tindakan yang proaktif
Pratikno selanjutnya mengelompokkan dimensi modal sosial menjadi tiga level, yaitu nilai, institusi, dan mekanisme. Dalam setiap level terdapat elemenelemen yang menyertainya seperti Gambar 2. NILAI, KULTUR, PERSEPSI a) b) c) d) e)
INSTITUSI
Simpati Rasa berkewajiban Trust Resiprositas pengakuan timbal balik
MEKANISME
a) Kerjasama a) Keterlibatan civil engagement b) Sinergi antar kelompok b) Asosiasi c) network Gambar 2. Level Modal Sosial Sumber : Pratikno, (2001:27).
18
Unsur-unsur yang dapat digunakan untuk penelitian mengenai modal sosial Kader Desa merupakan hasil kajian dari dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh ahli yang meliputi: 1) Jaringan (network) Jaringan di dalam modal sosial merupakan sebuah partisipasi yang dibangun oleh banyak individu dalam satu kelompok sehingga antara individu satu dengan yang lainnya saling terhubung dan berinteraksi dengan beberapa prinsip yaitu kesukarelaan, kesamaan, kebebasan, dan keadaban. 2) Kepercayaan (trust) Kepercayaan merupakan suatu bentuk keinginan seseorang untuk mengambil resiko atas hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa orang lain akan melakukan sesuatu yang diharapkan dan tidak akan berlaku hal yang dapat merugikan kelompoknya. Rasa percaya akan membuat seseorang bertindak
sebagaimana
orang
lain
dalam
kelompoknya
lakukan
tanpa
memperhatikan resiko yang akan didapat. 3)
Resiprositas (reciprocity) Resiprositas atau saling tukar kebaikan merupakan sebuah pola hubungan
antara individu satu dengan yang lainnya dalam suatu kelompok. Tindakan ini terjadi secara berangsung-angsur sehingga terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dan saling mendukung satu sama lain.
19
4) Nilai dan Norma (value and norm) Nilai dimaknai sebagai ide atau gagasan yang dimaknai dan dipercaya secara turun temurun yang dianggap benar dan merupakan warisan dari nenek moyang. Nilai-nilai tersebut antara lain etos kerja, harmoni, kompetisi, dan petisi. Selain itu, nilai kesetiakawanan juga merupakan salah satu motor penggerak suatu kelompok agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Norma merupakan seperangkat aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang disepakati oleh anggotaanggota dalam suatu kelompok. Jika seseorang melanggar norma, akan mendapatkan sanksi disepakati oleh anggota kelompok sehingga seseorang akan cenderung untuk mengikuti norma yang berlaku. Nilai dan Norma merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi dalam modal sosial. d. Tipologi Modal Sosial Menurut Woolcock dalam Gilchrist (2009: 12), modal sosial dibagi atas tiga tipologi yaitu : 1) Modal sosial yang mengikat (bounding social capital), yaitu modal sosial yang timbul akibat adanya perekat yang kuat dalam sistem kemasyarakatan. Perekat tersebut meliputi nilai, kultur, persepsi, tradisi, dan hubungan kekerabatan. 2) Modal sosial yang menjembatani (bridging social capital), yaitu modal sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya. Modal sosial ini mendorong untuk membangun kelompok baru melalui ikatan berupa institusi atau mekanisme.
20
3) Modal sosial yang menghubungkan (linking social capital), merupakan hubungan sosial yang memiliki karakter adanya hubungan di antara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada di dalam masyarakat. e. Manfaat Modal Sosial Menurut Marwani (dalam Theresia, 2014: 49) menyebutkan bahwa keberadaan modal sosial dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi bekerjanya komunitas atau kelompok. Secara terperinci, manfaat tersebut yakni: (1) memberikan kemudahan dalam mengakses informasi, (2) menjadi media pembagian kekuasaan dalam komunitas, (3) mengembangkan solidaritas, (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas, (5) memungkinkan pencapaian bersama, dan (6) membentuk perilaku kebersamaan dan berorganisasi komunitas. Meskipun kontribusi modal sosial tidak dapat diukur secara kuantitas, namun peranannya sangat penting untuk keberhasilan suatu kelompok. Sejalan dengan pandangan Gilchrist, (2009: 13) yang menekankan fokus pemanfaatan modal sosial terhadap jejaring di dalam komunitas. Gilchrist mengungkapkan bahwa banyak orang yang bergabung di dalam komunitas untuk mendapatkan keuntungan diantaranya mendapatkan perasaan saling memiliki, berkonsultasi dengan rekan di dalam kelompok untuk meningkatkan kualitas hidup, membantu beradaptasi dengan lingkungan sekitar, dan dengan mengikuti sebuah kelompok seseorang akan mudah melakukan aktivitas secara lebih efektif dan efisien.
21
Penelitian Coleman (2009: S95) berfokus pada pemanfaatan social capital dalam pembentukan human capital. Coleman mendefinisikan modal sosial sebagai sumber penting bagi para individu dan sangat mempengaruhi kemampuan mereka untuk bertindak meningkatkan kualitas hidupnya atau sering disebut sebagai human capital. Lebih lanjut Coleman menggambarkan bahwa modal sosial dapat memudahkan pencapaian tujuan yang sulit dicapai. Modal sosial terbentuk ketika relasi antara manusia mengalami perubahan positif yang membuat seseorang mudah melakukan tindakan. Seperti halnya sumber daya manusia, modal sosial juga tidak memiliki wujud yang real, namun dapat dirasakan melalui keterampilan dan pengetahuan dalam memudahkan kegiatan dan membentuk jejaring atau relasi antar manusia. 2. Kader Desa a. Pengertian Kader Desa Definisi kader menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008: 614) kader adalah (n) 1 perwira-perwira atau bintara-bintara dl tentara; 2 orang-orang yg (diharapkan) akan memegang pekerjaan-pekerjaan penting dl pemerintahan, partai, dsb; sedangkan pengaderan adalah (n) hal mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Sedangkan menurut buku panduan BKKBN (1997) kader adalah seseorang atau sejumlah orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus di bidang tertentu, serta mau dan mampu menyebarluaskan pengetahuan serta keterampilannya kepada sasarannya secara teratur dan terencana. Sedangkan menurut Ghozali (2015: 11) mengungkapkan mengenai kader,
22
Makna kata “kader” sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya. Dalam konteks desa, Kader Desa adalah “Orang Kunci” yang mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lampiran masyarakat desa. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Kader Desa adalah pendamping desa atau masyarakat yang memiliki tugas menemukan, mengembangkan kapasitas, dan mendampingi desa agar menjadi lebih baik dan mampu membawa perubahan kearah yang positif. Kader Desa yaitu seseorang yang bertugas dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya di dalam masyarakat. Kader Desa menurut Ghozali (2015: 11) bisa diduduki oleh kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani; pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/ anggota kelompok perajin; pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak. b. Kader Desa sebagai Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Kader Desa dinilai sebagai civil institution yaitu sebuah institusi lokal yang dibentuk secara mandiri oleh masyarakat untuk memperhatikan isu-isu publik serta sebagai wadah representasi dan partisipasi untuk memperjuangkan hak warga desa (Ghazali, 2015: 17). Keberadaan Kader Desa mampu membangkitkan kesadaran
23
masyarakat untuk ikut serta dalam melakukan pembangunan. Saat ini, kajian mengenai Kader Desa sebagai pelaku pemberdayaan masyarakat belum ditemui oleh penulis. Oleh sebab itu, Kader Desa dapat diklasifikasikan ke dalam istilahistilah lain di dalam pemberdayaan masyarakat. Suprijanto (2015: 47) menjelaskan mengenai peran pendidik nonformal yang memiliki peranan hampir sama dengan Kader Desa. Sedangkan Adi, (2015:11) menyatakan pelaku pemberdayaan diantaranya relawan (volunteer) dan pekerja sosial (social worker), dilanjutkan menurut Sulistyani (2014: 113) menyebutkan bahwa salah satu pelaku pemberdayaan adalah agen pembaharu (agent of change). 1) Pendidik Nonformal Pendidik nonformal merupakan pendidik yang memperhatikan pembelajaran sebagai proses menghasilkan perubahan perilaku, baik dalam hal pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Fungsi pendidik nonformal yakni: (1) penyebar pengetahuan, (2) pelatih keterampilan, dan (3) perancang pengalaman belajar kreatif. Di dalam pendidikan non formal, subutan bagi pendidik berbagai macam seperti tutor, fasilitator, pamong, dan lain-lain. 2) Relawan Relawan memiliki peranan penting dalam pengembangan usaha pemberdayaan masyarakat. Relawan merupakan pioner seperti yang diungkapkan Friendlander (dalam Adi, 2015: 11) sebagai berikut: volunteers have been the pioneers in all fields of social work, not only in groupwork, but also in casework, health services, and community organization. They started out by assisting people in financial stress who did not want to ask for poor relief … They laid the foundations for modern social work, and they 24
recognized the need for professional training of social workers in complex society. Maksud dari kutipan tersebut yakni relawan telah menjadi pionir dari berbagai pekerjaan sosial, bukan hanya dalam lingkup kelompok, tetapi juga menyasar pada lingkup individu, layanan kesehatan, dan organisasi kemasyarakatan. Relawan membantu masyarakat mengatasi permasalahan tidak hanya dalam wujud bantuan uang saja, melainkan memberikan fondasi berwujud keterampilan dan pelatihan yang berguna untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang belum berdaya. Sesuai dengan namanya, relawan merupakan kegiatan yang dilakukan secara suka rela atas dasar kemanusiaan. Oleh karena itu, relawan tidak mendapatkan remunisi atau imbalan jasa yang ajeg atas perannya melakukan kegiataan pemberdayaan. 3) Pekerja Sosial Pekerjaan sosial menurut Robert & Nee, 1970: xiii (dalam Adi, 2005: 17) yakni “social work is a new profession, born of the twentieth century. Unlike the older profession, which developed specializations in their maturity, social work grew out of multiple specializations in diverse fields of practice… .” Makna dari pernyataan tersebut yakni pekerjaan sosial adalah profesi yang muncul pada abad ke-20, tergolong sebagai profesi baru yang mengembangkan bidang praktis pelaksanaan pekerjaan sosial. pekerjaan sosial merupakan profesi yang berfokus pada proses interaksi manusia dengan lingkungannya yang menggabungkan antara ilmu psikologi dan sosiologi untuk memberikan intervensi yang tepat dalam pemberdyayaan masyarakat. Oleh sebab itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa
25
pekerja sosial adalah seseorang yang bekerja di dalam bidang pekerjaan sosial yaitu pekerjaan terkait interaksi antara manusi dengan lingkungannya. Lebih lanjut, sebagai suatu keprofesian, maka pekerja sosial dituntut untuk memiliki profesionalitas di bidang pekerjaan sosial. karena kompetensi dan regulasinya telah tertata dengan baik, maka pekerja sosial mendapatkan remunasi yang sesuai dengan hasil kerjanya, ajeg, dan lebih tertata. 4) Agen Pembaharu Agen pembaharu menurut Sulistyani (2004: 114) yaitu stakeholder yang bertugas sebagai pemberdaya masyarakat seperti LSM, Ormas, Organisasi profesi, organisasi kepemudaan, organisasi wanita, dan organisasi lokal perpanjangan tangan pemerintah seperti posyandu, PKK, LMD, dan lain sebagainya. Berbagai istilah tersebut dapat dikuatkan dengan beberapa sebutan bagi Pemberdaya masyarakat yang diungkapkan oleh Ife, (2009: 636) yang mengklasifikasikan pekerja sosial atas lima jenis yakni : 1) Pekerja masyarakat yang dipekerjakan, yaitu pekerja yang dipekerjakan dari organisasi pemerintahan seperti Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak, dan lain sebagainya. 2) Pekerja Sektoral yang dipekerjakan, yaitu seseorang yang dipekerjakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat namun dengan fokus yang spesifik misalnya pekerja masyarakat sebuah pusat sumber daya migran. 3) Profesional berfokus masyarakat, yakni profesi yang memberdayakan masyarakat dengan cara sesuai dengan profesinya seperti dokter, psikolog, dan lain-lain. 26
4) Aktivis yang dipekerjakan, yakni pekerja yang dipekerjakan secara spesifik untuk tujuan tertentu seperti partai politik, organizer persatuan dagang, dan lain sebagainya. 5) Aktivis masyarakat yang tidak dibayar, yakni orang yang peduli terhadap masyarakatnya. Merupakan pekerja yang paling efektif meskiput tidak dibayar dan tidak dilatih secara terstruktur. Kader Desa merupakan perkumpulan individu dari bagian masyarakat yang dibentuk untuk memberdayakan masyarakat. Meskipun lembaga ini sebagai perpanjangan tangan pemerintah, namun belum mendapatkan remunasi yang ajeg dan tertata. Selain itu, kompetensi Kader Desa belum dapat diukur secara lebih terperinci karena pemilihan Kader Desa bukan berdasarkan jenjang pendidikan dan profesionalitasnya, melainkan hasil musyawarah Pemerintah Desa. Alasan tersebut dapat mengungkapkan bahwa Kader Desa bukanlah pekerja sosial, melainkan dapat masuk dalam kualifikasi sebagai pendidik nonformal, relawan, maupun agen pembaharu. Dalam hal ini, Kader Desa memiliki karakteristik hampir sama dengan Agen Pembaharu maupun Relawan. Beberapa alasan pengkarakteristikan ini adalah: (1) karena Kader Desa tidak mendapatkan remunisi yang ajeg dari pekerjaannya, (2) karena pemilihan Kader Desa tidak didasarkan pada keprofesionalitasan anggota, dan (3) karena Kader Desa berperan sebagai perpanjangan
tangan
pemerintah
secara
langsung
untuk
pemberdayaan masyarakat di wilayahnya. Tugas Pokok Kader Desa
27
melaksanakan
Pengkajian mengenai tugas pokok Kader Desa dapat berkaca pada pelakupelaku pemberdayaan lainnya. Sulistyani mengkaji mengenai kapasitas agen pembaharu melalui beberapa aspek yang harus dipenuhi meliputi: (1) pemahaman terhadap kemiskinan, (2) pemahaman terhadap kinerja dalam merencanakan, mengimplementasikan, memonitor, dan mengevaluasi program pemberdayaan baik yang dilakukan secara mandiri ataupun oleh pemerintah, dan (3) perancangan model pendampingan untuk pengembangan konsep tridaya, ekonomi produktif dan modal sosial dalam pemberdayaan masyarakat. Pada point satu dijelaskan bahwa agen perubahan harus memiliki pemahaman tentang kemiskinan, hal ini disebabkan bahwa dewasa ini permasalahan yang paling dasar dimiliki oleh Indonesia mengenai pengentasan kemiskinan. Kemiskinan sebagai sumber dari permasalahan lainnya tentu harus dikaji lebih jauh oleh agen pembaharu untuk menentukan langkah-langkah pemberdayaan. Menurut National Association of National Workers (NASW) misi utama pekerja sosial adalah meningkatkan kesejahteraan manusia dan membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memperhatikan kepada orang tertindas, rawan, dan miskin (Fahrudin, 2012: 66). Sedangkan tujuan pekerjaan sosial menurut Zastrow, 2008 (dalam Fahrudin, 2012:66) adalah sebagai berikut : a) Meningkatkan kemampuan orang untuk memecahkan masalah, mengatasi masalah, dan mengembangkan kapasitas. b) Menghubungkan masyarakat kepada sistem yang memberikan sumber, pelayanan, dan kesempatan c) Memperbaiki keefektifan kinerja sumber-sumber dan pelayanan kesejahteraan sosial d) Mengembangkan dan memperbaiki kesejahteraan sosial.
28
Keempat tujuan tersebut lalu dilengkapi oleh Council of Social Work and Education (CSWE) yakni : a) Meningkatkan kesejahteraan manusia dan mengurangi, penindasan, dan bentuk-bentuk ketidakadilan sosial lainnya, b) Mengusahakan kebijakan pelayanan dan sumber melalui advokasi dan tindakan sosial politik yang meningkatkan keadilan sosial ekonomi, c) Mengembangkan dan menggunakan penelitian, pengetahuan, dan keterampilan yang memajukan praktik pekerjaan sosial, d) Mengembangkan dan menerapkan praktik dalam konteks budaya. (Zastrow, 2008 dalam Fahrudin, 2012: 67). Sedangkan menurut Ghazali tugas pokok Kader Desa telah dituliskan secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 3.
29
Tabel 3. Tabel Tugas Kader Desa Substansi Daftar Kegiatan Tugas Infrastruktur Pembangunan, tambatan perahu pemanfaatan, jalan permukiman dan jalan desa antarpermukiman ke wilayah pemeliharaan pertanian Pembangkit listrik tenaga mikrohidro Lingkungan permukiman masyarakat desa Sarana dan Pembangunan, Air bersih berskala desa prasarana pemanfaatan Sanitasi lingkungan kesehatan dan Pelayanan kesehatan desa dalam bentuk Pos pemeliharaan Pelayanan Terpadu atau bentuk lainnya Sarana dan Pembangunan, Taman Bacaan Masyarakat prasarana pemanfaatan, Pendidikan Anak Usia Dini pendidikan dan dan Balai Pelatihan/Kegiatan Belajar kebudayaan pemeliharaan Masyarakat Pengembangan dan pembinaan sanggar seni Sarana dan Pengembangan Pasar desa prasarana usaha ekonomi Pembentukan dan pengembangan BUM ekonomi produktif serta Desa pembangunan, Pembibitan tanaman pangan pemanfaatan, Penggilingan padi dan Lumbung desa pemeliharaan Pembukaan lahan pertanian Pengelolaan usaha hutan desa Kolam ikan dan pembenihan ikan Kapal penangkap ikan Gudang pendingin Tempat pelelangan ikan Tambak garam Kandang ternak Instalasi biogas Mesin pakan ternak Sarana dan prasarana ekonomi lainnya sesuai kondisi desa Lingkungan Pelestarian Penghijauan hidup Pembuatan terasering Pemeliharaan hutan bakau Perlindungan mata air Pembersihan daerah aliran sungai Perlindungan terumbu karang Sumber: Ghazali, (2015: 22-23) Bidang
30
Tugas pokok Kader Desa tersebut tidaklah mutlak, program pemberdayaan yang dilakukan harus disesuaikan dengan karakteristik masyarakat itu sendiri. Kader Desa memiliki wewenang untuk menentukan program yang sesuai dengan masyarakatnya, karena Kader Desa merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri. c. Fungsi Kader Desa Ife, (2009: 635) memberikan paparan mengenai peran pekerja masyarakat melalui Gambar 3. Peran tersebut yakni: (1) peran fasilitatif, (2) peran pendidikan, (3) peran teknis, dan (4) peran representasi. Berbagai peran tersebut dilaksanakan atas dasar prinsip praktis, yaitu lebih menekankan pada praktis pelaksanan pemberdayaan dibandingkan dengan teoritis. Tujuan dari pemberdayaan itu sendiri adalah meningkatkan kapabilitas di berbagai sektor kehidupan yakni politik, sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, personal/spiritual, ekologi, dan keadilan sosial.
Gambar 3. Peran Pekerja Masyarakat Sumber : Ife, (2009:635)
31
Sulistyani (2004: 127) mengungkapkan bahwa untuk melakukan stimulasi kinerja agen pembaharu, aspek-aspek yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Bertindak sebagai evaluator program yang berjalan di masyarakat 2) Sebagai pendamping masyarakat dalam pelaksanaan program-program 3) Pemonitor dan advokator masyarakat dalam memperjuangkan haknya sebagai warga negara 4) Pendamping masyarakat untuk merencanakan dan menyusun umpan balik terhadap program pemberdayaan masyarakat Ghozali (2005: 29-30) menyebutkan bahwa fungsi Kader Desa adalah sebagai berikut : 1) Fasilitasi penetapan dan pengelolaan kewenangan lokal berskala desa dan kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul. 2) Fasilitasi penyusunan dan penetapan peraturan desa yang disusun secara partisipatif dan demokratis. 3) Fasilitasi pengembangan kapasitas para pemimpin desa untuk mewujudkan kepemimpinan desa yang visioner, demokratis dan berpihak kepada kepentingan masyarakat desa. 4) Fasilitasi demokratisasi desa. 5) Fasilitasi kaderisasi desa. 6) Fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan desa. 7) Fasilitasi pembentukan dan pengembangan pusat kemasyarakatan (community center) di desa dan/atau antar desa.
32
8) Fasilitasi ketahanan masyarakat desa melalui penguatan kewarganegaraan, serta pelatihan dan advokasi hukum. 9) Fasilitasi desa mandiri yang berdaya sebagai subyek pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa Yang dilaksanakan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. 10) Fasilitasi kegiatan membangun desa yang dilaksanakan oleh supradesa secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. 11) Fasilitasi pembentukan dan pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMN). 3. Pemberdayaan Masyarakat a. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat yang berlangsung secara dinamis sehingga masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi serta dapat mengambil keputusan secara independen dan mandiri. Pemberdayaan masyarakat yang bersifat dinamis menekankan bahwa adanya proses yang berkesinambungan dan tidak tertentu. Menurut Prijono & Pranaka (1996: 77) dalam konsep pemberdayaan, manusia adalah subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat yang tertinggal.
33
Menurut
Sumodiningrat
(dalam
Sulistyani,
2004:
78-79),
bahwa
pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. Selanjutnya, Tri (1998: 75) mengungkapkan bahwa pemberdayaan masyarakat meliputi pengembangan (enabling), penguatan potensi atau daya (empowering), dan kemandirian. Sehingga, pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses menjadikan suatu masyarakat yang belum berdaya menjadi lebih berdaya dari sebelumnya melalui pemberian bekal kemampuan dan penggalian potensi. Pemberdayaan masyarakat sebagai proses dapat dipahami sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu pemberdayaan masyarakat haruslah berkesinambungan dan dilaksanakan melalui berbagai tahapan. Dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses pemberian kekuatan atau power dari agen atau pemberdaya kepada seseorang yang belum berdaya agar mampu memiliki kekuatan untuk beraktifitas sebagaimana semestinya. Proses pembangunan tidak dapat berlangsung secara singkat dan harus dirawat secara terus menerus sampai seseorang mampu mandiri tanpa adanya rangsangan dari agen pemberdaya. Pemberdayaan masyarakat di pedesaan haruslah dilakukan untuk mendukung potensi unik dari suatu desa. Desa terbentuk
34
berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang melekat pada masyarakat. Theresia (2014: 95) mengungkapkan bahwa pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, melainkan juga melakukan pemberdayaan berhadap pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban dan lain-lainnya yang merupakan bagian pokok dari upaya pemberdayaan itu sendiri. b. Elemen Pemberdayaan Masyarakat Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat dalam sebuah kelompok, perlu ada elemen-elemen dasar yang harus diperhatikan. Menurut Narayan (2002:15-18) elemen-elemen tersebut yakni: 1) Akses Terhadap Informasi Dalam melakukan pemberdayaan, informasi berperan sebagai salah satu sumber yang paling penting. Hal ini dikarenakan komunikasi yang baik terjalin karena masing-masing individu memiliki informasi yang dapat merekatkan hubungan mereka. Dengan adanya informasi yang memadai, orang akan mudah memberikan
pelayanan
dan
menerima
pelayanan
sebagai
bagian
dari
pemberdayaan masyarakat. 2) Inklusi dan Partisipasi Inklusi merupakan keseluruhan individu yang terlibat dalam pemberdayaan, baik subyek maupun pelaku pemberdayaan. Sedangkan partisipasi merupakan sebuah peran yang dilakukan individu untuk keberhasilan kelompoknya. Kedua faktor tersebut secara menyeluruh memiliki fungsi yang hampir sama dalam
35
pemberdayaan masyarakat yaitu meningkatkan kemauan subyek pemberdayaan agar mau dan mampu diberdayakan. 3) Akuntabilitas Akuntabilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bertindak secara tepat. Dalam pemberdayaan masyarakat, akuntabilitas dimaksudkan dalam ketepatan mengambil keputusan, ketepatan dalam menghitung dana, waktu, dan tenaga yang dibutuhkan dan kemampuan untuk memprediksi penyelesaian masalah yang terbaik. 4) Kapasitas Kapasitas merujuk pada kemampuan masyarakat untuk bekerjasama, mengikuti organisasi, memanfaatkan sumber daya yang dimiliki, memecahkan masalah, dan menjangkau kemungkinan-kemungkinan penyelesauan dari berbagai konflik. Sedangkan Sumadyo, 2001 (dalam Theresia, 2014: 154) menyebutkan bahwa upaya pokok dalam pemberdayaan masyarakat meliputi Tri Bina yaitu : (1) Bina Manusia, (2) Bina Usaha, dan (3) Bina Lingkungan. Dilanjutkan dengan Mardikunto, 2003 (dalam Theresia, 2014: 154) yang menggunakan istilah “pengembangan kapasitas” karena pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya adalah pengembangan kapasitas. dibubuhkan
kelembagaan
Selain itu, elemen kelembagaan juga perlu
sebagai
bagian
dari
pemberdayaan.
Elemen
pemberdayaan menurut Mardikunto yakni: (1) pengembangan kapasitas manusia,
36
(2) pengembangan kapasitas usaha, (3) penggembangan kapasitas lingkungan, dan (4) pengembangan kapasitas kelembagaan. c. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat Menurut Sulistyani (2004: 82) tujuan yang ingin dicapai dalam pemberdayaan adalah untuk membentuk masyarakat yang mandiri. Kemandirian dapat terwujud melalui cara berpikir, cara berperilaku, dan cara mengendalikan diri sendiri. Secara lebih jauh, Sulistyani menjelaskan bahwa untuk menjadi masyarakat mandiri, individu harus memiliki beberapa kematangan yakni : 1) Kognitif, yaitu kemampuan berfikir yang dilandasi dengan pengetahuan dan wawasa dalam rangka memperoleh solusi atas masalah yang dihadapi 2) Konatif, yaitu perilaku yang sensitif terhadap nilai-nilai pembangunan dan pemberdayaan. Perilaku ini perlu dibangun dan diberdayakan melalui kegiatan amal dan kepedulian terhadap sesama. 3) Psikomotorik, yaitu berupa keterampilan dan hardskill melakukan sesuatu yang dapat mendukung kinerja seseorang. 4) Afektif, yaitu sikap dan perilaku seseorang yang dilandasi dengan norma-norma d. Tahap Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan dilakukan sejak masyarakat belum mandiri menjadi mandiri. Oleh sebab itu, terselesaikannya tahap pemberdayaan adalah ketika subyek telah berdaya atau mandiri, meskipun dalam prosesnya pelaku pemberdayaan harus tetap melakukan
pendampingan
ketika
program
telah
selesai.
pemberdayaan menurut Sulistyani (2004: 83) adalah sebagai berikut:
37
Tahap-tahap
1) Tahap penyadaran, yakni pembentukan perilaku masyarakat agar sadar dan peduli sehingga timbul kapasitas diri 2) Tahap transformasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki untuk mau dan mampu berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. 3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, yaitu kecakapan untuk menarik minat masyarakat agar mau belajar secara terus menerus untuk meningkatkan kapasitasnya. Selain tahapan di atas, Wilson (dalam Theresia, 2014: 217) juga mengemukakan bahwa terdapat siklus pembangunan berbasis masyarakat yang dapat dilaksanakan dalam tahapan pemberdayaan masyarakat dilakukan. Tahaptahap tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
tumbuhnya kompetensi untuk berubah
keingian untuk berubah
peningkatan efektivitas dan efisiensi pemberdayaan
kemauan dan keberanian untuk berubah
tumbuhnya motivasi untuk berubah
kemauan untuk berpartisipasi peningkatan partisipasi
Gambar 4. Tahap-tahap Pembangunan Berbasis Masyarakat Sumber : Theresia (2004:217)
38
Tahap awal proses menumbuhkan keinginan, kemauan, dan keberanian seseorang untuk berubah menjadi lebih baik. Perubahan menjadi lebih baik merupakan proses awal yang membangkitkan seseorang agar mau berdaya. Tahap selanjutnya yaitu menumbuhkan kemauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan, selain untuk dirinya sendiri, juga untuk orang lain di lingkungannya. Jika keinginan berpartisipasi itu tumbuh dan meningkat, maka langkah berikutnya adalah seseorang termotivasi untuk berubah. Tahap ini telah membuktikan bahwa pemberdayaan masyarakat hampir berhasil. Tumbuhnya motivasi akan mendorong berhasilnya pemberdayaan masyarakat yang efektif dan efisien. Jika tahap ini di pelihara dengan baik, maka tumbuhlah tahap terakhir yakni kompetensi untuk berubah. Pada tahap ini masyarakat telah mandiri dan menjadi agen untuk masyarakat sekitarnya agar mau dan mampu diberdayakan seperti dirinya. Sedangkan Sulistyani juga menambahkan bahwa dalam tahap-tahap pemberdayaan dapat dilakukan dalam bentuk kerangka kerja konseptual yang menggunakan pendekatan CIPOO (context, Input, Process, Output dan Outcome). 1) Context, yaitu menentukan program atau kegiatan yang dapat dilaksanakan dan tepat sasaran. 2) Input, yaitu sumber daya dan fasilitas yang diperlukan dalam melakukan kegiatan pemberdayaan. 3) Process, yaitu serangkaian langkah atau tindakan yang ditempuh untuk melakukan kegiatan pemberdayaan.
39
4) Output, yaitu hasil akhir setelah proses pemberdayaan dilakukan untuk mencapai kompetensi. 5) Outcome, yaitu nilai manfaat yang ditimbulkan setelah melakukan pemberdayaan, baik yang sesuai dengan kompetensi maupun tidak. Pendekatan CIPOO tersebut selanjutnya dapat diringkas menjadi tiga tahap utama yakni Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi sesuai dengan penelitian Akbarian (2015: 33) sebagai berikut: 1) Perencanaan, yakni proses mengurutkan rangkaian suatu kegiatan dengan mempertimbangkan langkah-langkah yang akan dilakukan agar kegiatan dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. 2) Pelaksanaan, merupakan aktivitas atau usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan rencana dan kebijakan yang telah dirumuskan dan ditetapkan sebelumnya melalui perencanaan. 3) Evaluasi,
merupakan
proses
sistematis
dan
berkelanjutan
untuk
mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasi dan menyajikan informasi tentang suatu program untuk digunakan sebagai dasar membuat keputusan menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya agar dapat berjalan dengan baik. e. Strategi Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat harus dilaksanakan melalui tata cara yang telah dirumuskan sebelumnya. Strategi diperlukan sebagai penentu efektivitas dan efisienitas suatu program. Kindervetter (1979: 49) mengemukakan bahwa terdapat
40
lima strategi dalam proses pemberdayaan masyarakat yakni: 1) Need Oriented, merupakan pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan. 2) Endogeneus, merupakan pendekatan yang berorientasi pada kondisi atau kenyataan yang ada di lapangan. 3) Self Reliance, yakni pendekatan yang berorientasi pada kemampuan seseorang. 4) Ecologically Sound, yakni pendekatan yang memperhatikan aspek lingkungan. 5) Based on Structural Transformation, yakni pendekatan yang berorientasi pada struktur dan sistem. Berbagai strategi tersebut dapat digunakan sesuai dengan konteks pemberdayaan yang digunakan. Dapat pula melakukukan kombinasi dari berbagai strategi agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan. Ketepatan strategi yang digunakan sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan dicapai, oleh sebab itu pengkajian mengenai strategi perlu dilakukan setelah pemberdaya melakukan perencanaan. f. Indikator Pemberdayaan Menurut Sumardjo (dalam Nabiel, 2016: 36) pemberdayaan masyarakat mengandung dua kecenderungan yaitu kecenderungan primer dan sekunder. Kecenderungan primer adalah proses pemberdayaan yang menekankan pada proses pemberian atau mengalihkan sebagian kekuatan kepada individu atau masyarakat agar lehih berdaya. Sedangkan kecenderungan sekunder adalah penekanan pada proses menstimulasi, mendorong, dan memotivasi individu agar mempunyai kemampuan untuk menjadi apa yang diinginkannya.
41
Adapun ciri-ciri masyarakat yang telah berdaya yaitu : 1) Mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan). 2) Mampu mengarahkan dirinya sendiri. 3) Memiliki kekuatan untuk berunding. 4) Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan, dan bertanggungjawab atas tindakannya. Sumardjo menjelaskan bahwa masyarakat berdaya ialah masyarakat yang tahu, mengerti, paham termotivasi, berkesempatan memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi, dan mampu bertindak sesuai dengan situasi. Sehingga, untuk melaksanakan berbagai ciri tersebut seseorang yang belum berdaya perlu diberikan pemberdayaan secara terus menrus
dengan
mengoptimalkan
kinerja
aktor
pemberdaya
secara
bertanggungjawab. B. Kajian Penelitian yang Relevan Setelah peneliti mengamati beberapa penelitian terdahulu, maka dapat dirinci penelitian yang relevan yakni: 1. Penelitian Malik & Dwiningrum (2014), tentang pemberdayaan masyarakat di Desa Vokasi menyatakan: (a) pelaksanaan pemberdayaan meliputi seleksi wilayah, sosialisasi dan pembentukan pengurus, identifikasi dan pembentukan kelompok. (b) Hasil program berupa peningkatan kecakapan vokasi dan 42
pengembangan kelompok usaha. (c) dampak program berupa peningkatan ekonomi, status sosial, dan perubahan budaya. (d) faktor pendukung internal adalah tingginya target meningkatkan kualitas hidup. Pemberdayaan Masyarakat yang dilakukan berfokus pada proses kegiatan, akan tetapi dalam penelitian ini tidak menerapkan modal sosial. 2. Penelitian Rukmi (2014), tentang peran modal sosial dalam pemberdayaan masyarakat melalui Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UUPKS) menyatakan : (a) modal sosial yang berasal dari budaya sehari-hari masyarakat Sendangtirto memiliki peran dalam kemajuan kelompok UPPKS, (b) kelompok yang berhasil mendapatkan beberapa kali pinjaman adalah kelompok yang modal sosialnya lebih kuat, (c) kelompok yang masih berjalan namun belum mengalami kemajuan yang signifikan adalah kelompok yang belum memiliki solidaritas, (d) kelompok yang gagal adalah kelompok yang tidak berhasil mengembalikan secara penuh penguatan modal yang telah diberikan. Ide dari penelitian Maharani terfokus pada bagaimana proses penggunaan modal sosial dalam program UPPKS, modal sosial yang diteliti merupakan modal sosial secara keseluruhan, tidak diklasifikasikan atas unsirunsur modal sosial. 3. Penelitian Bahrudin (2013) tentang modal sosial pengrajin bambu di Desa Gilangharjo, Pandak, Bantul menunjukkan usaha kerajinan bambu di Desa Gilangharjo mampu berkembang dikarenakan adanya modal sosial yang terjalin. Ide dari penelitian Sambas didasarkan pada penggunaan modal sosial untuk menghasilkan produk dan mengembangkan usaha. 43
4. Penelitian Yuanjaya (2014) tentang modal sosial dalam gerakan lingkungan menunjukkan: (a) kepercayaan di kampong Gambiran sangat baik secara internal maupun eksternal, sedangkan di Kampung Gondolayu Lor sangat rendah, (b) jaringan sosial di Kampung Gambiran kuat secara internal dan dan eksternal, sedangkan di Kampung Gondolayu Lor sangat Lemah, (c) resiprositas di Kampung Gambiran berupa perubahan kondisi, perilaku, dan sosial ekonomi, sedangkan di Kampung Gondolayu Lor masyarakat mengejar keuntungan ekonomi dari proyek, (d) konsistensi mematuhi norma dan nilai lingkungan di Kampung Gambiran menjadi pedoman dalam berperilaku sedangkan di Kampung Gondolayu Lor tidak memiliki norma dan nilai lingkungan, (e) Tindakan yang proaktif di Kampung Gambiran, antisipasi sangat tinggi diiringi inisiatif dan inovasi, baik berupa tenaga, dana, waktu, loyalitas, dan lain-lain, sedangkan di Kampung Gondolayu Lor partisipasi telah jauh menurun tanpa inovasi. Ide dari penelitian Pandhu adalah melakukan komparasi antara dua wilayah dilihat dari penggunaan unsur-unsur modal sosial. 5. Penelitian Rosida (2014) tentang mekanisme bekerjanya modal sosial dalam mengembangkan Desa Wisata Candran sebagai sarana peningkatan pendapatan masyarakat menunjukkan: (a) kepercayaan yang tinggi terhadap sesame masyarakat khususnya yang tergabung dalam Desa Wisata Candran, (b) Adanya partisipasi aktif dari masyarakat, (c) adanya sikap timbal balik kebaikan (reciprocity) antar masyarakat bahkan hingga pihak luar, (d) memiliki jaringan kemitraan yang luas dan kuat baik internal maupun eksternal, (e) memiliki 44
konsistensi terhadap nilai dan norma yang relatif stabil. Gagasan penelitian Idah adalah mengidentifikasi berbagai unsur-unsur modal sosial yang diterapkan di lokasi penelitian dan melihat bagaimana mekanisme yang dilakukan masyarakat dalam penggunaan modal sosial. 6. Penelitian dari Tohani (2014) tentang pemanfaatan modal sosial (social capital) dalam program pendidikan Desa Vokasi di Gemawang Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa permasalahan modal sosial yang dilakukan kelompok lebih cenderung bersifat mengikat dengan para aktor wirausaha yang masih minim. Oleh karenanya, pengembangan program pendidikan ini perlu dilakukan dengan mendasarkan pada pemanfaatan modal sosial yang mampu memberikan dampak yang lebih besar. Mengacu pada hasil penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki keunikan pada variabel Kader Desa. Saat ini penelitian mengenai Kader Desa sebagai aktor pemberdaya masyarakat masih minim dilakukan. Kombinasi kedua variabel, yaitu modal sosial dan Kader Desa menjadi kombinasi yang menarik untuk di teliti dan dapat menjadi rujukan untuk mengatasi berbagai masalah mengenai Kader Desa di masa yang akan datang. C. Kerangka Berpikir Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Kabupaten Bantul saat ini terkait pada aspek dua aspek utama yaitu: pengurangan jumlah pengangguran dan penanggulangan kemiskinan. Dalam praktik pemberdayaan, Kab. Bantul telah melakukan program-program pemberdayaan diantaranya program PNPM Mandiri
45
untuk mengurangi jumlah pengangguran dan penyelenggaraan bantuan keuangan untuk mengurangi beban kemiskinan. Dalam
melaksanakan
tugas
pemberdayaan
masyarakat,
pemerintah
memerlukan aktor yang perperan sebagai pelaku pemberdayaan. Aktor tersebut sekaligus juga menjadi jembatan antara pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan masyarakat sebagai sasaran atau subyek pemberdayaan. Salah satu pelaku tersebut adalah Kader Desa. Pelaksanaan tugas Kader Desa berpedoman pada Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Kader Desa yang telah dirancang oleh pemerintah. Dalam melaksanakan Tupoksinya tersebut, Kader Desa harus memiliki beberapa kompetensi yang digolongkan dalam Human Capital atau Modal Manusia dan Social Capital atau Modal Sosial. Modal manusia merupakan modal yang terkait dengan pengembangan keterampilan dan pengetahuan, sedangkan modal sosial meliputi nilai, norma, jaringan yang dipercaya dan dijalankan ketika melakukan tugas sebagai pemberdaya masyarakat baik disadari ataupun tidak sebagai sebuah proses yang berkesinambungan. Desa Bangunjiwo merupakan salah satu desa di Kabupaten Bantul yang telah berhasil melakukan pemberdayaan masyarakat, dibuktikan dengan prestasi yang dimiliki salah satunya sebagai Juara I Lomba desa tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2016. Keberhasilan tersebut salah satu pendukungnya adalah kepemilikan modal sosial Kader Desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kepemilikan modal sosial Kader Desa dalam melakukan tugas pemberdayaan masyarakat. Gambar 5. menunjukkan bagan kerangka berpikir program. 46
Permasalahan di Kab. Bantul
Pemberdayaan Masyarakat
melalui
Pengangguran, Kemiskinan KPMD
Kesehatan
LPMD
melalui Program melalui TKPK Posyandu, PPKBD, PSN
Pelaku
proses
Kader Desa
pedoman
Tugas Pokok dan Fungsi
kepemilikan Perencanaan Kompetensi Pelaksanaan Evaluasi
Social Capital 1.Jaringan 2. Kepercayaan 3.Resiprositas 4. norma dan nilai
Manfaat untuk
Efektivitas pemberdayaan
Manfaat untuk
Fasilitas/material
Manfaat untuk
Human Capital 1. Kreativitas 2. Keterampilan 3. Pengetahuan
Gambar 5. Kerangka Berfikir D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir diatas, dapat dinyatakan beberapa pertanyaan penelitian berikut ini: 1. Bagaimana proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat oleh Kader Desa di Desa Bangunjiwo? a. Bagaimana perencanaan program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo?
47
b. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? c. Bagaimana proses evaluasi program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? 2. Bagaimana pendayagunaan modal sosial oleh Kader Desa dalam program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? a. Bagaimana jaringan yang terbentuk selama proses pemberdayaan masyarakat? b. Bagaimana kepercayaan yang terjalin dalam kelompok Kader Desa? c. Bagaimana resiprositas yang terbentuk di dalam kelompok Kader Desa? d. Bagaimana nilai dan norma yang terbentuk di dalam kelompok Kader Desa ? 3. Apa manfaat pendayagunaan modal sosial oleh Kader Desa dalam program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? a. Apa manfaat pendayagunaan modal sosial terhadap human capital Kader Desa ? b. Apa manfaat pendayagunaan modal sosial terhadap efektivitas dan efisiensi pemberdayaan masyarakat ? c. Apa manfaat pendayagunaan modal sosial terhadap perkembangan fasilitas dan material pemberdayaan masyarakat ?
48
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan merupakan sudut pandang yang dipakai oleh peneliti untuk menjawab permasalahan penelitian (Afrizal, 2014: 12). Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Hal ini didasarkan karena penelitian ini dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Obyek penelitian ini merupakan obyek manusia dengan kegiatan yang dilakukannya sehari-hari secara alamiah tanpa adanya perlakuan dari peneliti. Penelitian difokuskan pada makna di balik kejadian yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi pengembangan konsep teori. Jangan sampai sesuatu yang berharga tersebut berlalu begitu saja tanpa meninggalkan manfaat. Sumbangan yang dapat diambil dari penelitian ini berupa teori, praktis, kebijakan, masalahmasalah sosial, dan tindakan. Dalam penelitin ini, peneliti harus memahami interaksi sosial yang kompleks yang terjadi dalam lingkup kemasyarakatan. Memahami perasaan obyek yang diteliti, mengolah data menjadi suatu kebenaran dengan pola-pola tertentu. Karena data tersebut bersifat sosial dan mengetahui makna dari data yang tampak, maka metode yang dapat dilakukan adalah dengan metode penelitian deskriptif. Untuk dapat memperoleh data yang diinginkan, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu menyimpulkan gejala-gejala dan peristiwa di sekitar obyek yang diteliti. Sugiyono (2014: 15) menyatakan bahwa :
49
Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Berdasarkan atas teori tersebut, hasil akhir dari penelitian kualitatif adalah makna yang dapat digali dalam proses pencarian data penelitian. Data penelitian yang didapatkan kemudian dianalisis dan selanjutnya dikontruksikan ulang menjadi sebuah data yang dikaji secara mendalam. Apabila dalam data-data tersebut terdapat keganjalan, maka peneliti akan meneliti lebih mendalam data yang berbeda tersebut agar dapat ditarik kesimpulan. Terdapat beberapa jenis penelitian kualitatif, penelitian ini mengacu pada jenis penelitian studi kasus. Menurut Stake (1991) dalam Noor (2014: 15) penelitian studi kasus merupakan salah satu strategi penelitian yang banyak digunakan dalam penelitian kualitatif, meskipun tidak semua penggunaan studi kasus merupakan penelitian kualitatif. Fokus penelitian studi kasus melekat pada paradigma yang bersifat naturalistik, holistik, kebudayaan, dan fenomenologi. Stake menyatakan bahwa penelitian studi kasus merupakan usaha penelitian untuk mengetahui lebih mendalam mengenai suatu hal, penerapan studi kasus tidak dimaksudkan untuk membangun teori, akan tetapi membangun instrumen yang bertujuan membangun temuan baru yang dapat mempertajam teori yang sudah ada. Kelebihan jenis penelitian studi kasus yang mendukung penelitian ini adalah kemampuan dalam mengungkap hal yang spesifik, unik, dan mendetail yang tidak
50
dapat diungkap oleh studi yang lain serta mampu mengungkap makna di balik fenomena dalam kondisi natural. Selain itu, studi kasus juga mampu membangun nuansa, suasana kebatinan dan pikiran-pikiran yang berkembang dalam kasus yang menjadi bahan studi (Noor, 2014:17). B. Setting Penelitian Setting penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah di Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam penelitian ini, aktivitas Kader Desa, masyarakat, dan tokoh masyarakat menjadi setting penelitian. Adapun waktu penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti selama tiga bulan terhitung sejak 9 Desember 2016 – 9 Maret 2017. Penentuan waktu penelitian selama tiga bulan diharapkan cukup untuk memahami makna, menguraikan masalah, dan menemukan data hingga jenuh. Perpanjangan waktu penelitian dilaksanakan jika dalam batas waktu yang sudah ditentukan, peneliti belum masuk pada tahap kejenuhan data. C. Sumber Data Sumber data adalah berbagai media yang digunakan untuk memperoleh data sebagai berikut, a) Subjek Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti diharapkan mampu mengetahui kegiatan yang dilakukan subyek dengan berbagai metode, seperti observasi, wawancara, dokumentasi, dan kombinasi dari berbagai metode tersebut. Pengambilan data atau subyek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive dengan cara melakukan
51
penentuan sumber data dengan memilih orang yang akan diwawancarai menggunakan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013: 300). Dalam penelitian ini, subyek yang diteliti adalah manusia atau orang-orang yang terlibat dalam penelitian. Sedangkan Informan dalam penelitian ini adalah pemerintah pengelola pemberdayaan
masyarakat
dan
masyarakat
yang
memperoleh
layanan
pemberdayaan masyarakat. Arikunto (1990: 119) menjelaskan bahwa: Subyek penelitian merupakan sesuatu yang kedudukannya sentral karena subyek penelitian itulah data tentang variabel yang diteliti berada dan diamati oleh peneliti. Sumber data yang dipilih sebagai informan didasarkan bahwa mereka mempunyai cukup informasi tentang fokus penelitian. Sumber data dapat berupa orang, benda gerak, atau proses tertentu. Dalam penelitian ini, subyek yang diteliti adalah Kader Desa Bangunjiwo, sedangkan Informan yang digunakan meliputi : (a) pengelola Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), (b) aparat pemerintah desa, (c) tokoh masyarakat, (d) Kader Desa, dan (e) Masyarakat sasaran yang meliputi masyarakat Keluruhan Bangunjiwo yang terlibat dan proses pemberdayaan masyarakat. Menurut Sugiyono (2014:301) dalam penelitian kualitatif, jumlah informan tidak dapat ditentukan sebelum peneliti terjun di lapangan. Jumlah informan yang dibutuhkan didasarkan pada pertimbangan informasi yang didapat. Jumlah informan dianggap telah memadahi jika penelitian telah sampai pada tahap “redudancy” atau datanya telah jenuh. Adapun subyek utama penelitian yang telah terlibat dalam pengumpulan data dalam penelitian ini sebanyak 11 informan.
52
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kualifikasi Informan Pengelola KPMD
Tabel 4. Daftar Informan Kunci Inisial Jabatan
Pemerintah Desa Tokoh Masyarakat Kader Desa Masyarakat Sasaran
PM EY SK SW WK SH ST EN YN RC GY
Kasi Pemberdayaan Masyarakat Kasi Sumberdaya dan Permukiman Carik Desa Kasi Kemasyarakatan Dukuh Ketua Kader Anggota Kader Ibu Rumah Tangga Pedagang Karyawan Ibu Rumah Tangga
JK/Usia L/48 P/40 L/52 L/46 L/51 P/47 P/48 P/19 P/40 P/22 P/38
b) Obyek Penelitian Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah Modal Sosial yang dimiliki oleh Kader Desa. Lokasi penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data yakni: (1) Kantor Desa Bangunjiwo, (2) Kantor Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Daerah (KPMD) Kabupaten Bantul, (3) Tempat tinggal tokoh masyarakat dan Kader Desa, dan (4) lokasi pemberdayaan masyarakat. D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada setting natural (natural setting), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data melalui observasi partisipan, wawancara, dan dokumentasi (Sugiyono, 2013: 309). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan yakni: 1.
Observasi Nasution (dalam Sugiyono, 2013: 310) menyatakan bahwa, observasi adalah
dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan
53
data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Selain itu observasi juga diartikan meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra (Suharsimi Arikunto, 2010: 199). Observasi dilakukan pada aspek fisik dan non fisik yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, meliputi : (1) Kantor Desa Bangunjiwo
untuk
mengetahui data-data Desa Bangunjiwo, (2) Kantor Pemberdayaan Masyarakat Daerah (KPMD) untuk mengetahui data-data Kader Desa dan terlaksananya program pemberdayaan masyarakat, (3) Kantor Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Daerah (LPMD) Desa Bangunjiwo untuk mengetahui kinerja Kader Desa di dalam organisasi dan arsip program pemberdayaan masyarakat, (4) Wilayah masyarakat sasaran yakni Desa Bangunjiwo untuk mengetahui pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Adapun macam-macam observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: a. Observasi Partisipasi pasif, yakni peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Jenis penelitian ini dilaksanakan ketika melakukan observasi pada saat pelaksanaan program. b. Observasi Terus terang, yakni peneliti menyatakan terus terang kepada Informan bahwa sedang melakukan penelitian. 2.
Wawancara Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2014: 317), wawancara adalah pertemuan
dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Sedangkan menurut menurut
54
Moleong (2005: 186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh 2 pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dilanjutkan menurut Ghony (2012: 176) mengungkapkan bahwa penggunaan metode ini didasarkan atas dua alasan yakni (1) dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subyek yang diteliti, tetapi apa yang tersembunyi jauh didalam diri subjek penelitian, (2) apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa kini, dan juga masa mendatang. Teknik wawancara menggunakan wawancara semi struktur, yakni wawancara yang bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dapat diubah sesuai dengan kondisi saat wawancara, dan waktu pelaksanaan tidak terbatas (Ghoni, 2012: 177). Tokoh yang diwawancarai dalam penelitian ini meliputi: (1) Lurah dan pengelola Kantor Desa Bangunjiwo, (2) Pihak pemerintah yang memberikan instruksi pemberdayaan yang tergabung dalam Kantor Pemberdayaan Masyarakat Daerah (KPMD) Kabupaten Bantul, (3) Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Daerah (LPMD) Desa Bangunjiwo baik kader maupun nonkader, (4) Tokoh Masyarakat Desa Bangunjiwo, (5) Keluarga kader, dan (6) masyarakat sasaran pemberdayaan masyarakat. Adapun jenis wawancara yang dilaksanakan yakni, a. Wawancara terstruktur, yakni peneliti telah mengetahui mengenai informasi
55
yang akan digali sehingga sebelumnya telah membuat daftar pertanyaan dan alternatif jawaban yang mungkin diberikan oleh informan. Penggunaan teknik ini dilakukan ketika peneliti melakukan wawancara kepada pengelola KPMD, pemerintah desa, dan Kader Desa sesuai dengan pedoman wawancara. b. Wawancara semiterstruktur, yakni teknik menemukan permasalahan melalui penggalian data berdasarkan paparan dan ide informan. Teknik ini digunakan ketika peneliti ingin menggali lebih dalam informasi yang didapatkan pada wawancara terstruktur sebagai media validasi wawancara. 3.
Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih kredibel jika didukung dengan adanya dokumentasi. (Sugiyono, 2013: 329). Dalam penelitian ini, dokumentasi yang disiapkan meliputi studi mengenai foto kegiatan, laporan kegiatan, arsip-arsip terdahulu, peraturan dari pemerintah, catatan harian, dan rekaman wawancara sebagai bahan membuat catatan lapangan. Instrumen Pengumpulan data menurut Nasution dalam Sugiono (2014: 306) mengemukakan bahwa : Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya. 56
Berpedoman terhadap ungkapan Nasution, dapat disimpulkan bahwa instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data menggunakan alat penelitian yakni pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. E. Keabsahan Data Sugiyono (2014: 366) menyebutkan bahwa uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas, uji transferability, uji dependability, dan uji konfirmability. Uji kredibilitas diantaranya ada perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, trianggulasi, analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, dan mengadakan member check. Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji konfirmability diantaranya, 1. Perpanjangan pengamatan, yakni peneliti kembali lagi ke lapangan untuk melalukan wawancara dan pengamatan kepada sumber yang pernah ditemui untuk membentuk rapport atau keakraban, keterbukaaan, dan rasa percaya antara narasumber dan peneliti. 2. Peningkatan ketekunan, yakni melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan agar peristiwa yang direkam dapat akurat dan sistematis. 3. Triangulasi yakni pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi terdiri dari tiga bentuk yakni: (1) Triangulasi sumber, merupkan pengecekan data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber, (2) Triangulasi Teknik, yakni pengecekan data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, (3) Triangulasi Waktu, yakni pengecekan
57
data dengan waktu yang berbeda, misalnya pada pagi hari, sore hari, maupun malam hari, (Sugiyono, 2014: 373-374). F. Analisis Data Menurut Sugiyono (2014:335) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Huberman dalam Sugiyono (2014: 337) menyatakan bahwa setelah peneliti melakukan pengumpulan data, maka peneliti melakukan antisipatory sebelum melakukan reduksi data. Selanjutnya model interaktif dalam analisis data ditunjukkan pada Gambar 6. Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Gambar 6. Teknik Analisis Data
1.
Pengumpulan Data Pengumpulan data yakni proses menggali informasi baik yang tertulis maupun
tidak tertulis terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. Proses pengumpulan
58
data digali dengan berbagai cara dan metode dengan kedalaman data sesuai dengan kebutuhan penelitian. 2.
Reduksi Data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya apabila diperlukan (Sugiyono, 2014:338). 3.
Display Data Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, grafik, matrik, chart, dan grafik kerja dan melalui teks yang bersifat naratif. Dengan display data ini, pembaca akan mudah memahami apa yang dimaksudkan peneliti. Untuk memvisualisasikan data berupa jejaring dalam modal sosial digunakan aplikasi jejaring yakni aplikasi Ucinet 6.0 dan NetDraw sesuai dengan Hanneman (2005) yang merilis program Ucinet sebagai program untuk membuat dan menganalisas jaringan sosial. 4.
Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Kesimpulan awal yang disampaikan masih bersifat sementara, dalam tahap ini
kesimpulan tersebut dilengkapi dengan bukti-bukti yang kuat dan kunsisten agar data awal tersebut menjadi lebih kredibel. Kesimpulan yang disampaikan harus dapat menjawab rumusan permasalahan yang telah diuraikan pada Bab I.
59
Dalam penelitian kualitatif, pengambilan kesimpulan diharapkan dapat menjadi penemuan baru yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Temuan berisi gambaran, paparan yang semula belum ditemukan penyelesaiannya, setelah diteliti menjadi lebih jelas dan mudah dipahami.
60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Desa Bangunjiwo Desa Bangunjiwo merupakan salah satu desa di Kabupaten Bantul yang menjadi bagian dari Kecamatan Kasihan, Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah Desa Bangunjiwo yakni 1.543,43 hektar dengan mayoritas lahan merupakan tanah kering permukiman warga. Batas-batas wilayah Desa Bangunjiwo sebagai berikut: a) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Tamantirto, Kasihan. b) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Guwosari, Pajangan. c) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Tirtonirmolo, Kasihan. d) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Triwidadi, Pajangan. Secara administratif Desa Bangunjiwo terdiri dari 19 Padukuhan dengan 140 Rukun Tetangga. Kesembilan belas padukuhan tersebut yakni: (1) Gendeng, (2) Ngentak, (3) Donotirto, (4) Lemahdadi, (5) Salakan, (6) Sambikerep, (7) Petung, (8) Kenalan, (9) Sribitan, (10) Kalirandu, (11) Bagen, (12) Bibis, (13) Jipangan, (14) Kalangan, (15) Kalipucang, (16) Gedongan, (17) Kajen, (18) Tirto, dan (19) Sembungan. Jumlah penduduk pada tahun 2016 mencapai 28.189 jiwa atau 9.530 kepala keluarga dengan persebaran penduduk laki-laki 14.149 jiwa dan perempuan 14.040 jiwa. Kepadatan penduduk saat ini mencapai 1.826 jiwa per kilometer persegi. Peta Desa Bangunjiwo dapat dilihat pada Gambar 7.
61
Gambar 7. Peta Wilayah Desa Bangunjiwo Sumber: Arsip Kantor Desa Bangunjiwo Desa Bangunjiwo dikelola oleh Kantor Desa Bangunjiwo yang dipimpin oleh seorang lurah dan 35 personel aparat pemerintahan desa dengan tujuh unit kerja, struktur organisasi pemerintah desa dapat dilihat pada Gambar 8. Untuk menjalankan fungsinya, Pemerintah Desa Bangunjiwo memiliki visi yakni: “Mewujudkan Bangunjiwo yang maju dalam bingkai nilai-nilai tradisi yang kuat.” Sedangkan untuk mewujudkan visi tersebut, pemerintah memiliki misi (1) mengoptimalkan pelayanan pada masyarakat, (2) menumbuh kembangkan peran masyarakat dalam pembangunan fisik maupun nonfisik, (3) memasyarakatkan nilai demokrasi, (4) melestarikan budaya dan nilai tradisi, serta (5) meningkatkan
62
kesejahteraan masyarakat. Visi dan misi tersebut menjadi acuan jalannya pemerintahan yang dilakukan oleh Desa Bangujiwo. LURAH DESA Parja, ST, M.Si
BPD H. Suburdjo Hartono, SE CARIK DESA Sukarman
KAUR KEUANGAN Joko
KAUR UMUM
KAUR PROGRAM Rumiyati, ST
KASI PEMERINTAHAN Sutadi
KASI PEMBANGUNAN Andoyo
KASI KEMASYARAKATAN Slamet Widodo
DUKUH I GENDENG Sutadi
DUKUH II NGENTAK Ngadiyana
DUKUH III DONOTIRTO Waljiman
DUKUH IV LEMAHDADI Wiyono
DUKUH V SALAKAN Rumiyati, ST
DUKUH VI SAMBIKEREP Longgar Hartono
DUKUH VII PETUNG Suratman
DUKUH VIII KENALAN Tatang Raharjo
DUKUH IX SRIBITAN Supardal
DUKUH X KALIRANDU Wakijo
DUKUH XI BAGEN Rohadi
DUKUH XII BIBIS Sunardi
DUKUH XIII JIPANGAN Suratno
DUKUH XIV KALANGAN Suparman
DUKUH XV KALIPUCANG Aryo Sudiro R
DUKUH XVI GEDONGAN H. Ngadino
DUKUH XVII KAJEN Nangsib
DUKUH XVIII TIRTO Riyanto, S.Pd
DUKUH XIX SEMBUNGAN Jumrowi
Gambar 8. Struktur Organisasi Desa Bangunjiwo Sumber: Dokumen Desa Bangunjiwo Ditinjau dari aspek pendidikan, saat ini mayoritas penduduk Desa Bangunjiwo sebanyak 5.509 jiwa telah menamatkan SMA, disusul dengan pendidikan perguruan tinggi sebanyak 2.458 jiwa dan tamat SMP sederajat sebanyak 1.196 jiwa. Profil kualitas angkatan kerja (penduduk usia 18-56 tahun) Desa Bangunjiwo dapat dilihat pada tabel 5.
63
Tabel 5. Kualitas Angkatan Kerja Desa Bangunjiwo Kualitas Angkatan Kerja Jumlah (jiwa) Buta aksara 0 Tidak tamat SD 0 Tamat SD 647 Tamat SLTP 6.585 Tamat SLTA 5.376 Tamat Perguruan Tinggi 2.706 Jumlah 15.314 Sumber: Buku Daftar Isian Desa Bangunjiwo, 2016 Dari data Tabel 5. dapat disimpulkan bahwa tidak ada angkatan kerja yang buta aksara dan tidak tamat SD. Selain itu, jumlah angkatan kerja terbesar beturut-turut adalah SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi, dapat disimpulkan bahwa kualitas angkatan kerja Desa Bangunjiwo tergolong tinggi sehingga berpengaruh besar terhadap berbagai aspek lainnya. Pada sektor ekonomi dan mata pencaharian, mayoritas penduduk Desa Bangunjiwo bekerja sebagai petani dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.048 keluarga atau 2.957 jiwa. Jumlah pendapatan perkapita dari sektor pertanian sebanyak Rp.500.000,00. Selain pertanian, mayoritas mata pencaharian berikutnya disusul kerajinan sebanyak 985 keluarga serta sektor jasa dan perdagangan sebanyak 955 keluarga. Ketiga sektor tersebut dapat menunjukkan bahwa selain sebagai wilayah agraris, Bangunjiwo juga tergolong sebagai desa kerajinan dan perdagangan. Penyokong utama kerajinan terletak pada kerajinan gerabah Kasongan, kerajinan kipas bambu Jipangan, tatah sungging Gendeng, dan kerajinan patung batu Lemahdadi.
64
Saat ini kerajinan tersebut tidak hanya sebagai suatu seni, melainkan juga telah menjadi potensi perdagangan sampai ke mancanegara. Pariwisata di Desa Bangunjiwo yang sedang berkembang yakni Wisata Alam Arung Jeram Bedog River Tubing di Jipangan dan Kedung Pengilon di Padukuhan Petung. Sedangkan wisata kerajinan yang sudah berkembang disebut sebagai Sentra Kerajinan KAJIGELEM yang merupakan kependekan dari KAsongan, JIpangan, GEndeng, dan LEMahdadi. Keempat wilayah tersebut memiliki potensi wisata kerajinan meliputi: (1) Wisata Kerajinan Gerabah di Kasongan, (2) Wisata Kerajinan Bambu di Jipangan, (3) Wisata Kerajinan Tatah Sungging di Gendeng, dan (4) Wisata Kerajinan Patung Batu di Lemahdadi. Sesuai dengan visi dan misinya, Desa Bangunjiwo juga meningkatkan aktivitas di bidang kesenian sebagai kiprah kebudayaan luhur. Berbagai program budaya tersebut beraneka ragam dan mendapatkan perhatian khusus oleh Kantor Desa sebagai pemangku kebijakan. Tabel 5. Menunjukkan berbagai program kebudayaan yang didanai dan dilaksanakan di Desa Bangunjiwo Pada Tahun 2015. Tabel 6. Program Kebudayaan Desa Bangunjiwo Nama Program Kesenian Anggaran (Rp) Tari Gambyong 600.000 Drum Band 900.000 Jathilan 3.000.000 Kesenian Thek-thek 750.000 Hadroh 1.500.000 Bergodo Prajurit 16.475.000 Gejok Lesung 750.000 Karawitan 750.000 Kegiatan Abdi dalem Notokariyo 2.361.000 Merti Dusun 10.000.000 Pelatihan Macapat 7.300.000 Hadroh 17.975.000 Sumber: Buku Daftar Isian Desa Bangunjiwo, 2016 65
Data pada tabel tersebut merupakan data program kesenian yang dianggarkan oleh desa, masih ada beberapa program kesenian lainnya yang dilakukan atas dasar swadaya masyarakat seperti Kesenian Jathilan, Ketoprak, Wayang, dan Selawatan. 2. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat merupakan pekerjaan lintas sektor, dimana melibatkan Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Organisasi Masyarakat (Ormas), dan Masyarakat luas sebagai masyarakat sasaran pemberdayaan. Desa Bangunjiwo saat ini mengharapkan pemberdayaan masyarakat yang bersifat bottom up dimana masyarakat diharapkan mampu memberikan inisiasi perencanaan yang tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut. Namun, sampai saat ini belum berjalan dengan lancar dikarenakan kurangnya partisipasi masyarakat dalam Musyawarah Desa dan forum perancang program pemberdayaan masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini pemerintah desa masih mengadakan berbagai pelatihan-pelatihan keterampilan agar masyarakat mau ikut andil dalam perumusan kebijakan. Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 9.
66
PELAKSANAAN PERENCANAAN EVALUASI
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Koordinasi dan Pemantauan
Musyawarah Desa (Musdes) (LPMD, Pem. Desa, Ormas)
Pelaksanaan
Koordinasi dan Temu Kader Bulanan
RPJM Des
RKP Des
Pelatihan (PPKBD, PSN, Posyandu, TKPK)
Persiapan Lomba Desa
APB Des
Pembentukan TPM
Pembuatan LPJ
Gambar 9. Skema Proses Pemberdayaan Masyarakat Dari skema tersebut dapat diketahui bahwa proses pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di Desa Bangunjiwo meliputi: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, dan (3) Evaluasi program pemberdayaan. Perencanaan program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo diawali dengan adanya musyawarah desa setiap enam tahun sekali atau ketika periode baru pergantian Lurah dan Perangkat Desa. Musyawarah tersebut dilaksanakan atas prakarsa Badan Permusyawaratan Daerah (BPD) dan dihadiri oleh Carik desa sebagai Ketua, Ketua LPMD sebagai sekretaris, Anggota BPD, Pemerintah Desa, anggota LPMD, kelompok masyarakat, dan berbagai pihak lainnya. Dalam perumusan program, semua peserta boleh menyampaikan program apa saja yang akan dilaksanakan pada 6 tahun kedepan. Keluaran dari musyawarah desa tersebut adalah terbentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang merupakan rencana strategis kepemimpinan Lurah selama periodenya. Gambar 10 menunjukkan suasana musyawarah desa yang dilaksanakan di Kantor Desa Bangunjiwo. 67
Gambar 10. Musyawarah Desa membahas RPJM Des Sumber: Arsip Pemerintah Desa Bangunjiwo Setelah RPJM Des tersusun dilanjutkan dengan melakukan penjabaran dari RPJM Des yakni Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) selama satu tahun. Setelah RKPDes terbentuk dibuatlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang berfungsi untuk melakukan pengelolaan keuangan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan setiap program (CL 6, 16/12/2016). Menurut Carik Desa Bangunjiwo, setelah program pemberdayaan disusun dan telah terbentuk APB Des, langkah berikutnya adalah pelaksanaan program sesuai dengan rencana. Pelaksanaan diawali dengan pembentukan Tim Pengelola Kegiatan Desa (TPK Des), saat ini Desa Bangunjiwo telah membentuk sebanyak 7 TPK yang didalamnya adalah berbagai elemen masyarakat yakni anggota LPMD, Pokgiat, dan individu lainnya yang berperan terhadap pemberdayaan masyarakat desa. Evaluasi yang dilakukan oleh Desa Bangunjiwo adalah dengan melakukan musyawarah desa setiap sebulan sekali untuk setiap program pemberdayaan. Musyawarah desa tersebut dilakukan untuk (1) koordinasi mengenai pelaksanaan 68
program (2) penyampaian laporan pelaksanaan dan hambatan-hambatan yang terjadi dan (3) pemberian pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan baik secara langsung maupun tindak langsung kepada Kader yang dikelompokkan di dalam TPK Des (Tim Pengelola Kegiatan Desa). Namun, Evaluasi secara Nasional juga dilaksanakan melalui Permendagri No. 81 tahun 2015 tentang evaluasi perkembangan desa dan kelurahan dengan aspek yang dievaluasi meliputi: a) Bidang pemerintahan desa dan kelurahan yang terdiri dari pemerintahan; kinerja; inisiatif dan kreatifitas dalam pemberdayaan masyarakat; dan desa dan kelurahan berbasis teknologi informasi; dan pelestarian adat dan budaya. b) Evaluasi bidang kewilayahan desa meliputi identitas, batas, inovasi, dan tanggap siaga bencana. c) Evaluasi bidang kemasyarakatan desa meliputi partisipasi masyarakat; lembaga kemasyarakatan; pemberdayaan kesejahteraan keluarga; keamanan dan ketertiban; pendidikan; kesehatan; ekonomi; penanggulangan kemiskinan; dan peningkatan kapasitas desa. Proses pemberdayaan yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui prosedur yang telah dijelaskan diatas merupakan proses secara umum yang dilakukan seluruh program pemberdayaan di Desa Bangunjiwo. Program-program tersebut meliputi : (1) Program Peran Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD), (2) Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), (3) Program Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU), dan (4) Program Tim Koordinasi Penanggunangan Kemiskinan (TKPK).
69
a. Program Peran Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) PPKBD yakni wadah kegiatan program Keluarga Berencana (KB) Nasional untuk menampung aspirasi pelaksanaan program KB masyarakat. Secara lebih terperinci, proses permberdayaan masyarakat melalui program PPKBD dapat dilihat pada uraian di bawah ini, 1) Perencanaan Proses perencanaan program dilaksanakan setelah Pemerintah Desa menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Des) yang didalamnya terdapat anggaran untuk Program PPKBD. Instruksi mengenai pelaksanaan PPKBD dinaungi oleh Pemerintah Desa Kasi Kemasyarakatan dan diserahkan sepenuhnya kepada Kepala Desa. Pembentukan Program PPKBD paling terkecil adalah tingkat Padukuhan. Di Desa Bangunjiwo, dalam satu padukuhan terdapat satu tim PPKBD. Namun apabila terdapat perbedaan karakteristik masyarakat yang mencolok, jumlah TIM PPKBD disesuaikan dengan kondisi lapangan. Sebagai contoh Padukuhan Kalirandu penduduknya dibagi atas warga masyarakat pedesaan dan warga masyarakat perumahan. Oleh sebab itu TIM PPKBD dibuat menjadi dua kelompok sebagai bentuk efisiensi program. Setelah menentukan jumlah PPKBD padukuhan yang akan dibentuk, Kepala Dukuh melakukan pemilihan Kader PPKBD. Cara pemilihan yang dilakukan adalah dengan melakukan musyawarah warga. Dalam musyawarah warga, warga diijinkan untuk mengajukan ataupun memilih beberapa warga untuk dijadikan Kader PPKBD. Kepala Dukuh memiliki wewenang untuk mempertimbangkan
70
pilihan warga tersebut. Saat ini jumlah Kader PPKBD dalam satu Padukuhan ratarata sebanyak 19 orang yang dapat mewaliki tiap-tiap Rukun Tetangga. Tidak ada kriteria Kader PPKBD yang ditetapkan oleh padukuhan, namun warga masyarakat maupun Kepala dukuh mempertimbangkan beberapa aspek. Aspek tersebut meliputi kepemilikan waktu luang, loyalitas dalam bekerja, profil di masyarakat, dan mobilitas Kader PPKBD. Daftar Kader PPKBD beserta data-data lengkap Kader selanjutnya diajukan kepada Pemerintah Desa untuk ditetapkan dan dipertimbangkan. Jumlah Kader PPKBD saat ini sesuai drngan jumlah Padukuhan yakni 19 orang. setiap Padukuhan mewakilkan satu orang Kader Desa. Setelah proses pemilihan Kader PPKBD, proses selanjutnya yakni pelatihan Kader oleh Dinas Kesehatan dan Pemerintah Desa. Kader PPKBD yang dipilih oleh masyarakat mayoritas belum memiliki ilmu tentang PPKBD. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mulai dari pendidikan, tingkat ekonomi, usia, dan status sosial. Adanya pelatihan merupakan langkah awal untuk memupuk kekompakan dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang apa yang harus dilakukan sebagai Kader PPKBD. Materi yang disampaikan pada tahan pelatihan yakni meliputi (1) pembentukan struktur organisasi, (2) pembuatan administrasi program, (3) penjelasan mengenai tugas pokok dan fungsi PPKBD, (4) pelatihan tentang teknis kinerja PPKBD, dan (5) pemberian materi yang akan disampaikan ketika sosialisasi.
71
Struktur organisasi yang dibentuk oleh PPKBD, Posyandu, PSN, maupun TKPK sama seperti gambar 11. Pemerintah Desa Kasi Kemasyarakatan
KETUA WAKIL KETUA
Kepala Dukuh
SEKRETARIS I SEKRETARIS II BENDAHARA I BENDAHARA II
ANGGOTA I
ANGGOTA II
ANGGOTA ...
Gambar 11. Struktur Organisasi Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa instruksi pertama kali diberikan
oleh
Pemerintah
Desa
melalui
Kasi
Kemasyarakatan.
Kasi
Kemasyarakatan memberikan instruksi melalui Kepala Dukuh maupun secara langsung kepada Ketua Kader PPKBD. Ketua PPKBD memiliki peran penghubung antara Pemerintah Desa dengan Tim Kader PPKBD. Sedangkan Tugas wakil ketua lebih condong kepada kepengurusan rumah tangga Tim. Sekretaris memiliki tugas pencatat berbagai kegiatan PPKBD, sedangkan bendahara mengurusi permasalahan keuangan. Setelah peserta pelatihan membuat susunan kepengurusan, langkah berikutnya adalah penyusunan administrasi yang dibuat untuk menjalankan program PPKBD meliputi beberapa pembukuan yang dibutuhkan dalam proses Pelaksanaan PPKBD yang meliputi: (1) buku daftar hadir rapat, (2) buku notulensi rapat, dan buku
72
keuangan yang meliputi serapan dana Iuran, serapan dana pemerintah, dan dana donatur serta (3) buku inventaris. Buku yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan PPKBD yakni, (1) buku daftar penduduk dengan cakupan satu padukuhan, (2) daftar penduduk yang sudah kawin beserta riwayat KB yang dilakukan, (3) buku tambah kurang penduduk, dan (4) buku aseptor KB. Beberapa buku tersebut masih dalam format kosong dan diisi saat melakukan pendataan. Pembentukan pengurus dan menyelesaiakan administrasi merupakan langkah awal pelatihan, dilanjutkan dengan pelatihan inti. Dalam pelatihan inti, peran Pemerintah Daerah dibantu oleh Puskesmas sebagai narasumber materi-materi yang berkaitan dengan Keluarga Berencana. Materi-materi yang diberikan adalah sebagai berikut, a) Materi penjelasan mengenai dasar hukum adanya program PPKBD. Materi ini diperlukan untuk memberi kejelasan tentang legalitas dan pentingnya program Pemberdayaan Masyarakat melalui PPKBD. b) Materi mengenai tugas dan pokok Kader PPKBD. Peran PPKBD yakni sebagai penyuluh, penggerak, motivator, fasilitator, katalisator, dan teladan kepada masyarakat mengenai kegiatan Keluarga Berencana. Sedangkan tugas Kader Desa dalam kegiatan PPKBD adalah: (1) Membantu proses identifikasi masalah yang dihadapi masyarakat terkait dengan program KB, (2) Membantu proses pemecahan masalah program KB, (3) Membantu proses menggali potensi masyarakat, (4) Membantu proses penetapan tujuan, (5) Membantu proses menyusun perencanaan, dan (6) Membantu proses pelaksanaan kegiatan sosialisasi program KB. 73
c) Materi
mengenai
urgensi
Keluarga
Berencana
sebagai
perwujudan
Kesejahteraan Keluarga. d) Materi mengenai jenis alat kontrasepsi sebagai media Keluarga Berencana. Pada materi ini Kader Desa dibersamai dengan Puskesmas mengulas mengenai alat kontrasepsi, kelebihan, dan kekurangannya agar dapat menjelaskan kembali pada masyarakat luas. e) Materi mengenai prosedural pendaftaran KB ke Puskesmas, prosedural mendapatkan keringanan biaya KB, dan informasi lainnya yang dibutuhkan aseptor KB. Penyampaian materi diberikan pada saat awal berjalannya program, akan tetapi untuk meningkatkan kemampuan Kader Desa, Pemerintah Desa selalu memberikan materi-materi tambahan yang disesuaikan dengan perkembangan jaman yang disampaikan pada saat kumpul kader atau evaluasi program. 2) Pelaksanaan Pelaksanaan program dilakukan setelah Kader PPKBD telah mengikuti pelatihan dari materi awal sampai akhir. Pada tahap ini biasanya Kader PPKBD Desa Bangunjiwo menentukan base camp atau tempat berkumpul yang strategis misalnya di rumah ketua, balai desa, kantor LKMD, dan lain-lainnya yang mudah dijangkau ketika akan berdiskusi. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan program PPKBD meliputi, a) Pendataan penduduk, data yang dibutuhkan pada awal program adalah data penduduk secara keseluruhan, mata pencaharian, status perkawinan, jumlah anak, bantuan yang pernah diperoleh, keadaan rumah, dan data lainnya terkait 74
ekonomi dan kesehatan. Formulir daya yang dibutuhkan sudah disiapkan oleh Puskesmas untuk memudahkan kinerja PPKBD. b) Sosialisasi Masal. Sosialisasi masal dilaksanakan mengikuti program-program pertemuan atau musyawarah warga misalnya Program Posyandu, Arisan, Kumpulan warga, Musyawarah Desa, Pengajian, dan program lain yang memungkinkan. Dengan sosialisasi masal ini diharapkan warga memiliki gambaran dan mau mempertimbangkan apakah akan melaksanakan KB atau tidak. c) Sosialisasi Privat. Sosialisasi privat yakni pemberian sosialisasi dengan sistem mendatangi warga yang memiliki peluang mengikuti KB. Program ini dilaksanakan karena sebagian besar masyarakat merasa malu atau tidak nyaman jika mendaftar menjadi aseptor KB di forum umum. Sasaran utama kegiatan ini adalah pasangan suami istri yang belum lama menikah, pasangan suami istri yang sudah memiliki dua anak atau lebih, pasangan yang tingkat ekonominya dibawah rata-rata, dan warga masyarakat lain yang dianggap perlu mengikuti KB. Pemberian sosialisasi privat ini juga memperhatikan hasil perolehan data pada tahap sebelumnya. d) Pelayanan Aseptor KB. Aseptor KB adalah suami atau istri yang bersedia melakukan KB baik laki-laki maupun perempuan. Tugas Kader PPKBD adalah melakukan pendampingan aseptor KB mulai dari pendaftaran ke Puskesmas, melayani bila ada keluhan, merencanakan kehamilan berikutnya setelah KB, dan lain sebagainya.
75
e) Pelaporan Data ke Pemerintah Desa dan Puskesmas. Pendataan yang dilakukan di tingkat Padukuhan selanjutnya dilaporkan kepada Pemerintah Desa maupun Puskesmas sebagai wujud pertanggungjawaban kinerja. Data tersebut biasanya digunakan sebagai bahan evaluasi perkembangan KB di wilayah Desa Bangunjiwo. 3)
Evaluasi Evaluasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui bagaimana tingkat
keberhasilan program, wujud evaluasi yang dilakukan dalam program PPKBD yakni,melalui Kumpul Kader tingkat Padukuhan, Kumpul Kader tingkat Desa, Monitoring Insidental, dan Konsultasi Insidental. a) Kumpul Kader tingkat padukuhan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan Tim Kader masing-masing. Pertemuan yang dilaksanakan secara rutin dua minggu satu kali dengan jadwal yang sudah ditentukan. Dalam kegiatan kumpul kader, materi yang dibahas mengenai (1) perkembangan pendataan, (2) temuan kasus masing-masing kader, (3) laporan pendataan jika ada, (4) laporan sekretaris dan bendahara, dan informasi-informasi lainnya yang mendukung pelaksanaan program. b) Kumpul Kader tingkat Desa. Desa Bangunjiwo membentuk Kumpul Kader Kesehatan yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali setiap tanggal 25. Peserta Kumpul Kader Kesehatan adalah Kader Jumantik, Kader Posyandu, dan Kader PPKBD. Narasumber yang hadir dalam acara tersebut adalah Kasi Kemasyarakatan Desa Bangunjiwo dan Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Kasihan. Rapat koordinasi diharapkan mampu 76
menjadi media pelaporaan program KB di setiap Padukuhan dan sebagai media evaluasi kinerja kader. Selain melakukan pelaporan, Kader Desa juga mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kapasitasnya. c) Monitoring insidental, dilakukan setiap saat apabila ada temuan di masyarakat yang harus diselesaikan terkait program PPKBD. Temuan yang sering muncul adalah keluhan tidak cocok dengan KB yang dipakai, gangguan pada saat menggunakan alat kontrasepsi, ingin berhenti menggunakan KB atau ingin ganti alat kontrasepsi, dan lain sebagainya. Kader Desa mengunjungi aseptor KB dari rumah ke rumah untuk memudahkan aseptor menyampaikan keluhankeluhannya. d) Konsultasi Insidental, dilakukan baik oleh aseptor KB maupun Kader PPKBD, Aseptor KB biasanya menghubungi Kader Desa melalui telepon, SMS, Whatsaap, ataupun mendatangi rumah Kader PPKBD untuk konsultasi mengenai hal yang terkait dengan KB. Kader Desa akan memberikan solusi sesuai dengan kapasitasnya, jika Kader Desa merasa kurang mampu menjawab pertanyaan aseptor KB atau masih ragu-ragu Kader Desa akan konsultasi kepada petugas Puskesmas. Permasalahan yang terjadi pada program PPKBD adalah susahnya mendapatkan Aseptor KB laki-laki. Saat ini mayoritas aseptor KB merupakan perempuan, padahal pemerintah selalu menggalakkan bahwa Aseptor laki-laki harus selalu dtingkatkan. Saat ini Kader Desa masih menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat luas mengenai pentingnya KB bagi laki-laki untuk mengatasi masalah tersebut. 77
b. Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu program yang dibentuk sebagai upaya peningkatan kesehatan masyarakat yang dikelola bersama guna memberdayaan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan kesehatan dasar (Kemenkes RI, 2012:1). Posyandu yang dilaksanakan di Desa Bangunjiwo dibagi atas 3 kelompok yakni Posyandu Balita, Posyandu Remaja, dan Posyandu Lansia. Ketiga program posyandu tersebut dilaksanakan secara serentak setiap sebulan sekali. Namun, pelaksanaan Posyandu Remaja baru dilaksanakan oleh 3 Padukuhan yakni Padukuhan Kalirandu, Sambikerep, dan Padukuhan Salakan. Gambar 12 menunjukkan aktivitas pelaksanaan Posyandu Balita, Posyandu Remaja, dan Posyandu Lansia yang dilaksanakan dalam satu waktu.
Gambar 12. Suasana Kegiatan Posyandu Sumber: Arsip Desa Bangunjiwo 1) Perencanaan Program Posyandu merupakan program yang diprakarsai oleh Dinas Kesehatan melalui Pemerintah Desa dan diselenggarakan oleh organisasi paling kecil yakni tingkat Padukuhan. Proses awal sebelum melaksanakan Posyandu adalah mempersiapkan petugas atau aparat yang bersedia dan memiliki 78
kemampuan untuk mengelola dan membina posyandu. Di Desa Bangunjiwo, aparat yang diberi wewenang untuk mengelola program posyandu yakni Kasi Kemasyarakatan dan petugas puskesmas. Setelah kedua aparat tersebut terbentuk, selanjutnya aparat harus mempersiapkan masyarakat agar memiliki kemauan untuk medukung kegiatan posyandu. Untuk mempermudah kinerja, biasanya Pemerintah Desa melakukan pendekatan kepada Dukuh dan tokoh masyarakat sebagai kunci utama meningkatkan antusias warga mengikuti program. Setelah aparat pemerintah dan tokoh masyarakat menjalin hubungan yang baik dan memiliki kesamaan visi misi, selanjutnya dilaksanakan musyawarah pembentukan Kader Posyandu. Pembentukan Kader Posyandu dilaksanakan pada saat musyawarah Desa yang dihadiri oleh beberapa tokoh masyarakat. Dalam musyawarah desa, masyarakat diijinkan untuk mencalonkan diri maupun memilih kandidat warga yang dianggap mau dan mampu menjadi Kader Desa. Peran Dukuh dan aparat pemerintah desa adalah mengawasi dan mempertimbangkan pilihan masyarakat. adapun pertimbangan yang ditatapkan menurut kemenkes RI tahun 2012 yakni (1) merupakan sukarelawan atau tokoh masyarakat setempat, (2) memiliki semangat kepribadian, berinisiatif tinggi, dan mampu memotivasi masyarakat, dan (3) bersedia bekerja secara sukarela bersama masyarakat. Saat ini Desa Bangunjiwo menetapkan jumlah Kader Posyandu sebanyak 19 orang yang sudah melingkupi setiap padukuhan. Setelah Kader Posyandu terpilih, selanjutnya dilakukan pendataan Kader dan pelatihan Kader agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
79
Pelatihan Kader yang dilaksanakan pada awal kepengurusan disampaikan oleh Petugas Puskesmas dan Aparatur Desa dengan materi sebagai berikut, a) Pembentukan susunan pengurus kader posyandu, yang terdiri sekurangkurangnya ketua, sekretaris, dan bendahara. b) Penyampaian materi mengenai tugas pokok dan fungsi posyandu. Adapun tugas pokok yang harus dilaksanakan oleh Kader Posyandu Balita yakni (1) pelayanan kesehatan ibu dan anak, (2) pelayanan keluarga berencana, (3) pelayanan imunisasi, (4) pelayanan gizi, dan (5) pencegahan dan penanggulangan diare. Untuk Posyandu Remaja, pelatihan yang diberikan yakni (1) deteksi dini penyakit kronis wanita, (2) pengecekan anemia (3) penyuluhan tentang pentingnya ASI ekslusif, dan (4) keluarga berencana. Untuk posyandu Lansia, pelatihan yang diberikan yakni (1) pelayanan kesehatan, (2) imunisasi, (3) pelayanan gizi, dan (4) pencegahan penyakit menua. c) Orientasi dan kegiatan keakraban dalam tim untuk meningkatkan kekompakan dalam berorganisasi. Berbagai pelatihan tersebut dilaksanakan pada awal pembentukan Posyandu, akan tetapi untuk meningkatkan kemampuan Kader Desa, pelatihan lanjutan dilaksanakan pada saat evaluasi rutin atau insidental apabila terjadi kasus dan penemuan yang tidak dapat dipecahkan oleh Kader Posyandu. Setelah Tim Kader Posyandu telah mengetahui tugas pokok, fungsi, dan tata cara pelayanan yang sudah distandarkan oleh pemerintah, persiapan yang dilaksanakan selanjutnya adalah penentuan tempat penyelenggaraan posyandu. Tempat penyelenggaraan
80
diusahan mudah dijangkau, luas, dan nyaman digunakan baik untuk kegiatan posyandu maupun rapat Kader. Setelah Kader Posyandu telah menentukan lokasi penyelenggaraan posyandu, dilanjutkan dengan pembuatan administrasi serta pendataan inventaris. Beberapa pembukuan yang harus dimiliki Kader Posyandu meliputi, (1) Buku presensi peserta posyandu, (2) buku presensi Kader, (3) notulensi penyelenggaraan posyandu, (4) notulensi penyelenggaraan rapat, (5) notulensi penyelenggaraan konseling, (6) data Keluarga Berencana, (7) data perkembangan gizi anak, (8) data perkembangan gizi ibu, (9) buku tamu, (10) buku keuangan yang meliputi Iuran Kader, Iuran donatur, bantuan pemerintah, dan uang sarana prasarana. (11) buku tamu, (12) notulen siaran pasien, (13) buku registrasi pemberian ASI ekslusif, (14) Buku Pemantauan IMD, (15) Buku Kas, (16) buku data hasil penimbangan, (17) Buku pemeriksaan HB dan golongan darah, dan pembukuan tambahan yang disesuaikan dengan kebutuhan posyandu. Jika Kader Desa telah meiliki bekal yang cukup, administrasi sudah dibuat, dan lokasi sudah ditentukan, langkah selanjutnya adalah pengadaan sarana dan prasarana pendukung Posyandu. untuk Posyandu balita, beberapa sarana dan prasarana yang dibutuhkan yakni: timbangan berdiri, timbangan meja, timbangan gantung, alat ukur tinggi badan, pengukur tensi badan, senter untuk melihat kesehatan gigi dan mulut, permainan anak sederhana misalnya jungkat-jungkit atau angsa goyang agar anak tidak rewel ketika pemeriksaan. Sarana dan prasarana yang digunakan untuk posyandu remaja dan lansia yakni timbangan berdiri, pengukur
81
tinggi badan, alat pengukur tensi badan, alat pengukur kadar gula, alat pengukur kadar asam urat, dan persediaan alat kontasepsi jika dibutuhkan. 2) Pelaksanaan Kegiatan posyandu dilaksanakan sekurang-kurangnya satu bulan sekali secara rutin. Untuk memudahkan pelaksanaan, Desa Bangunjiwo melaksanakan Posyandu Balita, Posyandu Lansia, dan Posyandu Remaja secara serentak. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam program posyandu yakni, (a) Pemeriksaan kesehatan rutin, (b) Sosialisasi, dan (c) Pendataan yang dijelaskan sebagai berikut: a) Pemeriksaan Kesehatan Rutin Pemeriksaan kesehatan rutin dilakukan setiap minimal satu bulan sekali dengan pelayanan berbeda antara peserta posyandu balita, remaja, dan lansia. Pelayanan yang diberikan kepada peserta Posyandu yakni, 1. Melakukan pendaftaran yang meliputi pendaftaran balita, ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, remaja, dan lansia. 2. Pelayanan kesehatan yang meliputi penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pengukuran lingkat kepala pada anak, pemantauan aktifitas anak, pemantauan status imunisasi, pemantauan tentang pola asuh orangtua, pemantauan tentang permasalahan anak, dan lain sebagainya. Bagi Posyandu remaja dan lansia diberikan tambahan pengecekan gula darah, pengecekan asam urat, dan pengecekan hemoglobin. 3. Penyampaian hasil pelayanan kesehatan dan pemberian solusi yang terbaik jika terjadi masalah.
82
4. Menyampaikan penyuluhan kepada peserta, baik melalui konsultasi, konseling, diskusi kelompok, demonstrasi, dan lain sebagainya. b) Sosialisasi Sosialisasi yang dilakukan oleh Kader Desa sebagai bentuk evaluasi dari program pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, jika waktu pemeriksaan kesehatan terdapat anak yang terindikasi gizi buruk, Kader Desa akan mendatangi anak tersebut untuk diberikan sosialisasi dan penanganan untuk mengentaskan anak tersebut dari gizi buruk. Selain itu, berbagai sosialisasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta posyandu sebagai berikut, 1. Sosialisasi yang diberikan pada peserta posyandu balita meliputi (a) pentingnya pemberian ASI ekslusif bagi anak, (b) sosialisasi mahanan sehat bagi balita maupun ibu hamil, (c) pentingnya menjaga kebersihan diri, (d) penyakit yang mungkin diderita anak dan ibu hamil, (e) Pentingnya melakukan Keluarga Berencana, (f) Kegiatan Sosialisasi Kelompok Pendukung Ibu (KEKEP IBU) yang berisi tentang persiapan kehamilan dan melahirkan. 2. Sosialisasi yang diberikan pada peserta posyandu Remaja yakni (a) penyuluhan deteksi dini anemia dan penyakit kronis seperti kanker serviks dan kanker payudara serta penanganannya, (b) penyuluhan tentang gejala penyakit anemia, dan (c) penyuluhan tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif bagi ibu yang bekerja. 3. Sosialisasi yang diberikan pada lansia di Desa Bangunjiwo Berbeda dengan lokasi lain. Lansia tidak diberikan sosialisasi secara mendetail seperti posyandu balita dan remaja, akan tatapi lansia diberikan motivasi untuk menjadi 83
narasumber bagi posyandu remaja mengenai pentingnya pemberian ASI ekslusif bagi anak. Peran ini disesuaikan dengan temuan fenomena di Desa Bangunjiwo terkait rendahnya pemberian ASI bagi ibu yang bekerja. Mayoritas ibu di Desa Bangunjiwo bekerja di pabrik, oleh sebab itu anak-anak yang masih kecil dititipkan kepada neneknya. Dengan adanya posyandu lansia, lansia yang memiliki tugas mengasuh cucunya diberikan pengertian agar memberikan penyadaran kepada ibu anak yang berkerja agar memberikan ASI ekslusif. c. Pendataan Data yang dikumpulkan oleh Kader Desa yakni Sistem Informasi Posyandu (SIP) yang berisi tentang pelayanan yang diberikan saat posyandu berlangsung. Format SIP meliputi, (1) Catatan ibu hamil, kelahiran, kematian bayi, kematian ibu hamil, melahirkan, dan nifas. (2) Catatan bayi dan balita yang ada di wilayah kerja Posyandu, (3) Catatan pemberian vitamin A, oralit, tablet tambah darah bagi ibu hamil, serta tanggal dan status pemberian imunisasi. (4) Catatan wanita usia subur, pasangan usia subur, jumlah rumah tangga, jumlah ibu hamil, risiko kehamilan, rencana penolong persalinan, tubulin, ambulan desa, calon donor darah yang ada di wilayah Posyandu. 3) Evaluasi Evaluasi kinerja Kader Desa dilakukan melalui tiga buah cara yakni (1) evaluasi tingkat padukuhan, (2) evaluasi tingkat Desa, dan (3) evaluasi insidental. Evaluasi tingkat padukuhan yakni evaluasi yang dilakukan setelah melakukan pelayanan kesehatan maupun evaluasi yang dilakukan secara rutin untuk
84
mengetahui keberhasilan program dalam lingkup padukuhan. Biasanya evaluasi tersebut diwujudkan dalam bentuk musyawarah Kader, Arisan Kader, maupun Kumpul Kader secara rutin. Evaluasi tingkat Desa dilakukan setiap satu bulan sekali di Balai Desa Bangunjiwo. Di dalam evaluasi tingkat Desa, selain diisi dengan penyampaian data dan pelaksanaan program, Kader Desa juga diberikan materi-materi baru yang dapat meningkatkan kinerjanya sebagai Kader Desa. Evaluasi insidental merupakan evaluasi yang dilakukan karena adanya permasalahan dan temuan yang tidak terduga, sehingga Kader Desa melakukan konsultasi kepada Pihak Medis untuk membantu mengatasi dan mengevaluasi agar proses pemberdayaan berjalan lancar. c. Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Program Pemberantasan Sarang Nyamuk merupakan program yang bertujuan untuk mengatasi wabah demam berdarah melalui cara menjaga kebersihan lingkungan. Desa Bangunjiwo merupakan salah satu wilayah yang konsen dalam hal pengatasan demam berdarah. Adapun tahap-tahap proses Pemberantasan Sarang Nyamuk adalah sebagai berikut, 1) Perencanaan Program Pelaksanaan program PSN hampir sama dengan program PPKBD, yakni didahului dengan pembentukan Juru Pemantauan Jentik (Jumantik). Pemilihan Kader Jumantik dilakukan pada saat musyawarah warga, dengan memperhatikan kepemilikan waktu luang, loyalitas, dan kemampuan warga yang dianggap pantas
85
menjadi Kader Jumantik. Kader Jumantik terpilih selanjutnya ditetapkan oleh Dukuh dan dilaporkan kepada apratur pemerintahan. Jumlah Kader Jumantik Desa Bangunjiwo sebanyak 19 orang yang mewakili setiap Padukuhan. Kader Jumantik yang terpilih di tingkat Desa adalah ketua atau wakil ketua dari Kader Jumantik tingkat Padukuhan yang berjumlah setiap padukuhan 4-5 orang. dengan ditetapkannya Kader Jumantik tingkat Desa, dilanjutkan dengan pelatihan Kader Jumantik. Materi pelatihan yang diberikan yakni, a) Orientasi keorganisasian, pada materi ini Kader Jumantik diberikan arahan mengenai pentingnya bekerjasama dan kekompakan dalam tim. b) Penbentukan Struktur organisasi, yang didalamnya minimal terdapat Ketua, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara. c) Pemberian sosialisasi mengenai tanda-tanda gejala Demam berdarah. Adapun tanda-tanda orang yang mengidap demam berdarah yakni sebagai berikut, (1) demam tinggi dan mendadak secara terus menerus selama 2-7 hari, (2) timbul bintik-bintik kemerah-merahan, (3) nyeri di ulu hati, (4) perdarahan di beberapa bagian tubuh seperti mimisan, gusi berdarah, atau muntah darah, (5) nafas lebih cepat, (6) bibir berwarna kebiru-biruan, (7) tangan dan kaki bersuhu dingin, (8) pemeriksaan di lab menunjukkan penurunan trombosit dan peningkatan eritrosit yang cepat. Sedangkan jika ditemukan pasien dengan gejalan di atas, langkah utamanya adalah dengan (1) memberikan minum sebanyak-banyaknya, (2) mengompres dengan air panas, (3) pemberian obat penurun panas, dan membawa ke dokter. 86
d) Pemberian sosialisasi mengenai tata cara menjaga kebersihan lingkungan melalui 3M Plus. 3M Plus yakni metode yang paling sederhana dalam membersihkan lingkungan. Tahap-tahap 3M Plus adalah (1) menguras bak mandi dan tampungan air yang tergenang, (2) mengubur sampah dan kotoran seperti kaleng bekas, gelas bekas, dan lain sebagainya yang berpotensi menjadi sarang nyamuk, (3) menutup genangan air seperti bak mandi dan tampungan air, dan (4) menghindari populasi jentik-jentik nyamuk melalui berbagai cara seperti pengasapan, menaburkan ABATE pada bak mandi, dan ikanisasi. Selain itu, Kader Jumantik juga dihimbau untuk selalu menumbuhkan kepedulian warga masyarakat untuk hidup sehat dan berolahraga teratur. e) Pemberian penyuluhan tentang tata cara pendataan ketika melakukan pemeriksaan jentik. Puskesmas biasanya sudah memberikan form isian yang lengkap mengenai apa saja yang harus di cek ketika melakukan pemantauan. f) Pembimbingan pembuatan administrasi program PSN yang meliputi buku daftar hadir Kader, Buku daftar penduduk yang diklasifikasikan berdasarkan jumlah rumah tinggal atau kepala keluarga, buku temuan kasus deman berdarah, dan buku PSN yang berisi tentang data-data kondisi bak mandi, tempat pembuangan air, kondisi pekarangan rumah, kondisi dapur, kondisi kamar, dan penemuan jentik-jentik nyamuk. 2)
Pelaksanaan Program Pelaksanaan program PSN dilakukan sekurang-kurangnya setiap dua minggu
sekali secara rutin. perlengkapan yang harus dibawa untuk membantu pelaksanaan
87
adalah senter dan obat ABATE secukupnya untuk dibagikan kepada warga. Kegiatan yang dilakukan yakni (1) mengecek apakah ada gantungan baju atau hal lainnya yang berpotensi menjadi sarang nyamuk, (2) mengecek keberadaan jentikjentik di kebun, bak mandi, ember, dan genangan lainnya. Apabila ada temuan jentik-jentik, langkah utama yang dilakukan adalah pembersihan dan pemberian abate. (3) memberikan himbauan kepada masyarakat luas agar selalu menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan tubuh. Gambar 13 menunjukkan aktivitas Kader Jumantik dalam melakukan pemeriksaan.
Gambar 13. Aktivitas Pemeriksaan Jentik-Jentik Sumber: Arsip Desa Bangunjiwo Data hasil pengecekan rutin selanjutnya dilaporkan ke Kader Jumantik Tingkat Desa pada temu kader yang dilakukan setiap satu bulan sekali. Kader Jumantik juga bertanggungjawab apabila dalam suatu wilayah terjadi kasus wabah demam berdarah. Bentuk tanggungjawab yang dilakukan yakni membantu korban demam berdarah mengurus pengobatan. Apabila korban berasal dari keluarga kurang mampu, dibantu dalam kepengurusan keringanan biaya. Jika wabah demam berdarah menyebar dan terjadi lebih dari dua kasus, Kader Jumantik melaporkan ke
88
Puskesmas atau Dinas Kesehatan untuk dilakukan pengasapan masal di wilayah terkait. 3) Evaluasi Evaluasi yang dilakukan dalam program PSN terdiri dari tiga tahap yakni melalui evaluasi tingkat Padukuhan, evaluasi tingkat Desa, dan evaluasi insidental. Evaluasi tingkat padukuhan dilakukan setelah Kader Juamantik selesai melakukan pemantauan. Kader Jumantik berkumpul untuk menganalisa data yang sudah didapatkan, apakah sesuai dengan harapan atau tidak. Evaluasi tersebut selanjutnya dilaporkan kepada Kader Jumantik tingkat Desa sebagai bahan diskusi ketika Kumpul Kader. Evaluasi tingkat Desa dilakukan di Balai Desa Bangunjiwo dengan materi evaluasi adalah hasil temuan Kader Jumantik yang terdiri dari bagaimana keadaan kebersihan lingkungan di tiap-tiap padukuhan, apakah ada warga yang mengidap demam berdarah, dan Narasumber dari Puskesmas selanjutnya memberikan materi-materi tambahan untuk meningkatkan kapasitas Kader. Evaluasi secara insidental dilakukan apabila ada kasus yang harus diselesaikan dalam waktu dekat dan harus segera dilakukan pemecahan masalah. d. Program Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Pembentukan TKPK oleh pemerintah merupakan upaya untuk menertibkan penyaluran dana bantuan kemiskinan dan pendataan kemiskinan agar sesuai dengan keadaan nyata penduduk dan tepat sasaran. Tim TKPK merupakan Kader perwakilan dari masyarakat itu sendiri, sehingga dapat melakukan tugasnya sesuai dengan keadaan lapangan. Adapun tahap-tahap pelaksanaan TKPK adalah sebagai berikut, 89
1) Perencanaan Proses perencanaan program TKPK diawali dengan adanya instruksi dari Dinas Sosial kepada Pemerintah Desa Bangunjiwo untuk membentuk TKPK. Instruksi ini dilanjutkan dengan koordinasi antara Pemerintah Desa Bangunjiwo dengan Kepala dukuh untuk melakukan permusyawarahan warga terkait pembentukan TKPK. Dalam Muasyawarah warga, semua peserta dapat mengajukan diri atau mengajukan orang lain untuk menjadi Kader TKPK dengan kualifikasi mau dan mampu bekerja sesuai tupoksi TKPK serta loyal dalam mengerjakan tugas. Kader TKPK yang dipilih dalam satu padukuhan rata-rata sebanyak 4-5 orang. Sedangkan Kader TKPK untuk tingkat Desa sebanyak 19 orang yang merupakan ketua dari masingmasing padukuhan. Pelatihan Kader TKPK dilakukan untuk menyatukan visi dan misi serta memberikan informasi terkait tugas pokok dan fungsi TKPK sebagai bagian dari pelaksana pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya pelatihan, diharapkan kinerja Kader Desa menjadi terarah dan tepat sasaran. Adapun materi yang diberikan pada saat pelatihan adalah sebagai berikut, (1) Orientasi dan pembentukan struktur organisasi yang minimal terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Selain itu, Kader TKPK juga diberikan materi tentang kekompakan dan kerjasama dalam tim, (2) Pemahaman tentang tata cara pendataan kemiskinan, serta mengisian form yang nanti akan diberikan oleh Dinas Sosial. (3) Pemahaman mengenai bantuan-bantuan dari pemerintah yang sudah dilakukan maupun akan dilakukan dalam waktu dekat.
90
2) Pelaksanaan Setelah kepengurusan organisasi terbentuk dan Kader TKPK telah mengetahui tugas pokok dan fungsinya, dilanjutkan dengan pelaksanaan program secara langsung. Kegiatan yang dilaksanakan dalam program TKPK meliputi, a) Pendataan profil kemiskinan penduduk yang didata berdasarkan jumlah Kepala Keluarga. Daya yang dibutuhkan meliputi (1) pekerjaan, (2) jumlah anak, (3) kondisi rumah yang meliputi bahan lantai, tembok, luas rumah, kepemilikan jamban, dan kepemilikan saluran listrik. (4) kepemilikan binatang ternak, (5) kepemilikan tanah dan sawah, (6) pendapatan tetap per bulan, dan data kemiskinan lain yang disesuaikan dengan permintaan Dinas Sosial b) Analisis kemiskinan penduduk, analisis kemiskinan penduduk dilakukan dengan melakukan klasifikasi penduduk mulai dari tingkat kemiskinannya. Klasifikasi ini nantinya akan dipergunakan untuk menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan dana dari pemerintah c) Penyaluran dan pendampingan pelaksanaan program bantuan dari pemerintah. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah selanjutnya diserahkan kepada Kader TKPK untuk dibagi dengan bijaksana. Beberapa program pemerintah yang saat ini berlangsung yakni, (1) Bantuan Beras Miskin (Raskin) diperuntukkan terutama untuk janda/duda lansia yang terlantar, keluarga dengan jumlah anak banyak, keluarga yang tidak memiliki anggota keluarga produktif, dan keluarga dengan jumlah pendapatan per kapita rendah. (2) PNPM mandiri. diberikan kepada kelompok warga masyarakat usia produktif yang belum memiliki pekerjaan, peran Kader TKPK adalah memberikan arahan mengenai pengajuan 91
dana PNPM mandiri, (3) Bantuan Peternakan/Perikanan ditujukan kepada kelompok bapak-bapak/pemuda-pemudi yang belum memiliki pekerjaan tetapi dengan pendidikan yang rendah, (4) Program Keluarga Harapan (PKH) diberikan pada keluarga miskin yang memiliki anak sekolah agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya, program ini dikelola oleh Dinas Sosial secara langsung. 3) Evaluasi Evaluasi yang dilakukan dalam Program TKPK terdiri dari tiga evaluasi pokok yakni (1) Evaluasi tingkat Padukuhan, (2) Evaluasi Tingkat Desa, dan (3) Evaluasi per program. Evaluasi tingkat Padukuhan dilakukan setelah Kader melakukan pendataan warga. Kader TKPK berkumpul ke balai warga atau posko TKPK untuk merangkum data yang telah diperoleh dan menarik kesimpulan evaluasi. Setelah data terkumpul selanjutnya dilaporakan ketika Evaluasi tingkat Desa di Balai Desa. Evaluasi program dilaksanakan setelah Kader TKPK melaksanakan programprogram bantuan dari pemerintah. 3. Modal Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Penelitian ini melakukan penggalian data melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan fokus penelitian mengenai modal sosial yang dimiliki oleh Kader Desa. Aplikasi Ucinet 6.0 yang dicetuskan Hanneman, R. A. & Mark Riddle (2005) digunakan sebagai media untuk memperjelas hubungan antar aktor dalam aspek jaringan untuk melengkapi data yang diperoleh. Modal sosial yang terbentuk dalam program pemberdayaan masyarakat yang tampak di Desa Bangunjiwo yakni jaringan, kepercayaan, resiprositas, nilai dan norma. 92
a. Program Peran Pembantu Keluarga Berencana Desa (PPKBD) Program PPKBD merupakan program pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Program ini diselenggarakan atas instruksi pemerintah Pusat sebagai program nasional peningkatan kesadaran masayarakat tentang pentingnya Keluarga Berencana untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Praktek pelaksanaan program PPKBD di Desa Bangunjiwo dilaksanakan oleh Kader Desa dan diorganisir secara langsung oleh Pemerintah Desa dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Adapun modal sosial yang terbangun didalam program ini adalah sebagai berikut, 1) Jaringan Kelompok yang terlibat di dalam program PPKBD terdiri dari 19 aktor yang meliputi organisasi masyarakat, lembaga pemerintahan, dan instansi terkait sesuai dengan Gambar 12. Gambar tersebut menunjukkan bahwa semua aktor yang terlibat memiliki hubungan timbal balik yang berkesinambungan antara aktor satu dengan yang lainnya. Aktor yang memiliki peran tinggi dan memiliki jaringan yang erat ditandai dengan simbol warna merah, sedangkan simbol warna putih merupakan aktor yang memiliki jaringan lemah.
93
Gambar 14. Jaringan Program PPKBD Tahap-tahap pembentukan jaringan pada program PPKBD pertama-tama adalah melalui pembekalan kader desa mengenai materi program Keluarga Berencana. Materi tersebut disampaikan oleh pegawai Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan BKKBN. Kader yang telah dibekali pengetahuan mengenai materi sosialisasi
selanjutnya
melakukan
aksi
pemberdayaan.
Langkah
awal
pemberdayaan adalah mendatangi rumah warga atau mengikuti perkumpulan warga dan melakukan sosialisasi. Pertemuan warga yang bisa digunakan untuk sosialisasi misalnya kegiatan rutin posyandu, arisan, maupun musyawarah desa. Jika dalam proses sosialisasi Kader Desa mengalami kendala atau temuan seperti adanya keluarga yang gagal KB, perencanaan kehamilan dan lain-lain selanjutnya kader desa merujuk kepada puskesmas. Rumah Sakit Daerah dan Klinik Kesehatan merupakan alternatif utama jika kader tidak mampu mengakses Puskesmas. Tahaptahap pemberdayaan tersebut dapat berjalan dengan lancar apabila setiap aktoraktor yang terkait memiliki kemampuan membangun jaringan yang baik. Selain 94
melakukan penelusuran jejaring kerja seperti yang diuraikan di atas, peneliti juga melakukan studi dokumentasi, observasi, dan wawancara untuk meningkatkan validitas data. Hasil wawancara yang menguatkan eratnya jejaring antara program pemberdayaan dengan beberapa aktor dapat dilihat pada hasil wawancara kepada SW berikut, “Puskesmas, sudah istilahnya kayak satu rumah. Setiap ada masalah ngebel Puskesmas, Puskesmas langsung ke lapangan. Kalau KB langsung dengan instansi KB. Kalau swasta belum” (CW 4, 16/12/2016). Istilah “satu rumah” menekankan hubungan yang erat dan harmonis antara Kader Desa dengan instansi Puskesmas. Hubungan ini dapat dibangun dengan baik jika Kader Desa mampu memupuk hubungan baik dengan pihak mitra. Sejalan dengan pernyataan tersebut, dilanjutkan dengan pernyataan “kalau KB langsung dengan instansi KB” yang dimaksudkan sebagai instansi BKKBN dan Dinas Kesehatan yang merupakan penggagas adanya PPKBD tersebut. Pemerintah kelurahan sebagai instansi desa memiliki peran sebagai pelindung dan pengawas jalannya program. Jika terjadi permasalahan yang tidak dapat dipecahkan oleh kader, Pemerintah Desa menjadi jembatan penyelesai dengan melakukan pendekatan dengan Pemerintah Kabupaten dan Provinsi. Saat ini, kader desa sebagai pelaku pemberdayaan belum melakukan kemitraan yang mendalam kepada pihak-pihak swasta. Akan tetapi kemitraan yang terbangun antara Kader Desa Desa Bangunjiwo dengan instansi pendidikan sudah terjalin melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Karena peserta KKN adalah
95
mahasiswa yang memiliki tuntutan akademik, kerjasama yang dilakukan belum dapat berkelanjutan. Selain itu, Kader Desa harus menyesuaikan dengan apa yang dapat dilakukan mahasiswa. Sejalan dengan yang diungkapkan “SW”, “… Kalau yang perlu ditingkatkan yang stratanya paling bawah di Bibis. Namun saat ini sedang kerjasama dengan KO-AS UMY yang mulai besok hari senin melakukan KKN di Bibis.” (CW 4, 16/12/2016). Dilanjutkan dengan ungkapan “ST”, “… Kalau KKN ya mbantunya cuma pas KKN aja, kita juga tidak bisa ngarani anak KKN kan juga butuh biaya, saya juga punya anak ya yang namanya kuliah kan biayanya banyak to mbak, …” (CW 7, 30/12/2016). Berdasarkan hasil wawancara tersebut, kemitraan yang terjalin antara instansi pendidikan belum erat dan terbatas oleh waktu praktek mahasiswa sehingga peran mahasiswa belum dapat dirasakan dampaknya oleh Kader Desa. 2) Kepercayaan Bentuk kepercayaan yang diberikan pemerintah pada program PPKBD yakni pemberian kewenangan Kader PPKBD untuk mengelola keuangan program KB, baik dana dari Pemerintah pusat, pemerintah kabupaten, BKKBN, maupun pihak swasta. Hal ini dibuktikan dengan adanya anggaran dari Pemerintah Desa yang ditujukan kepada Kader Desa selaku pengelola program PPKBD. Pemberian anggaran tersebut tertuang dalam Buku Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Selain itu Kader PPKBD juga dipercaya menjadi Kader yang memberikan penyuluhan dan penanganan aseptor KB dengan pengawasan dari BKKBN. Bentuk kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada Kader Desa selaku pengelola program pemberdayaan adalah melalui kesediaan masyarakat 96
mengikuti arahan dan kesediaan menjadi aseptor KB. Masyarakat secara tidak langsung juga bersedia menerima bantuan Kader Desa untuk melakukan kepengurusan KB di puskesmas. Pertemuan aseptor KB dengan Kader Desa dilakukan kurang lebih sebulan sekali sesuai dengan jadwal Posyandu rutin. Daftar hadir program PPKBD tercatat bahwa sebanyak 23 aseptor KB yang terdiri dari 20 perempuan dan 3 laki-laki, dan hampir semua aseptor KB menghadiri kegiatan sosialisasi. Kalaupun aseptor tidak hadir, dikarenakan ada kendala yang dapat dipertanggungjawabkan. Bentuk kepercayaan yang terbangun antara sesama Kader Desa dalam yang dinaungi PPKBD adalah kemauan kader bekerjasama dengan kader lain dengan saling mem back up tugas bagi Kader Desa yang belum selesai melakukan tugasnya. 3) Resiprositas Resiprositas yang terbangun dalam program PPKBD belum tampak dengan jelas, hal ini dikarenakan intensitas pertemuan antara Kader Desa dengan masyarakat sasaran belum insensif yang berkisar antara 1-2 kali pertemuan dalam satu bulan. Namun, hasil observasi di kediaman SH menunjukkan bahwa baik antara Kader Desa dan aseptor KB memiliki hubungan yang erat dan saling bertukar kebaikan. Seperti ketika SH memberikan pengarahan kepada salah satu Aseptor KB yang sudah mengikuti saran SH untuk KB selama satu tahun terakhir. SH memberikan pengarahan kepada sasarannya secara kekeluargaan tanpa ada unsur paksaan. SH mengatakan, Yen njenengan sampun ajeng program meneh Bu, boleh di copot. Anak ibuk sakniki sampun SD kelas kaleh, dadi yo program maleh mboten menopo97
menopo. Tapi ibuk nggeh kudu mempertimbangkan rumiyen, biayanya mbenjang anak setunggal nopo kalih mesti benten. (CL 15, 8/3/2017). Ungkapan yang disampaikan oleh SH menunjukkan bahwa selain menjalankan program, SH juga memberikan wujud perhatian kepada Aseptor KB. Wujud perhatian yang diberikan oleh Kader Desa tidak lagi sebatas client dan Kader saja, melainkan sangat erat dan memiliki unsur kepedulian dan kekeluargaan. Bentuk resiprositas lainnya juga timbul seperti pengakuan ibu “ST” ketika diwawancarai yang menyatakan bahwa ibu ST sangat peduli tentang pentingnya menunda kelahiran dengan tata cara yang benar. Menunda kelahiran merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesejahteraan keluarga, kalau kesejahteraan keluarga sudah stabil baik dalam segi ekonomi maupun psikis, tidak masalah untuk menambah momongan lagi. Program PPKBD memiliki hubungan timbal balik dengan program Posyandu, bida diibaratkan bahwa program PPKBD menginduk pada program Posyandu. Beberapa kegiatan PPKBD dilaksanakan ketika kegiatan Posyandu sedang berlangsung dikarenakan kedua program ini memiliki sasaran yang sama. Resiprositas antara Kader Posyandu dan Kader TKPK juga berjalan dengan baik. jika Kader Posyandu menemukan temuan bahwa ada masyarakat yang ingin KB, Kader Posyandu akan menyampaikan kepada Kader PPKBD. Kader PPKBD selanjutnya menemui masyarakat tersebut, memberikan pengarahan sebelum merujuk ke Puskesmas untuk pasang KB.
98
4) Nilai dan Norma Kader Desa yang mengelola program PPKBD bukanlah masyarakat yang profesional di bidang Keluarga Berencana seperti ahli kesehatan, bidan, maupun profesional lainnya. Kader Desa Bangunjiwo merupakan warga masyarakat biasa yang memiliki waktu luang dan mam pu mengikuti segenap pelatihan dan bimbingan yang diberikan Pemerintah Desa Bangunjiwo. Pelatihan tersebut diharapkan mampu menjadikan Kader Desa yang memiliki multi latar belakang pendidikan memiliki kemampuan mengenai dasar-dasar Keluarga Berencana dan mampu menyampaikan kepada masyarakat luas. Bentuk-bentuk nilai-nilai dan norma yang berhasil digali oleh penulis sebagai berikut, a) Nilai ketekunan belajar Wujud ketekunan belajar yang dilakukan oleh Kader Desa dalam program PPKBD muncul ketika Kader Desa belajar mengenai dasar-dasar KB sebagai acuan ketika menyampaikan sosialisasi. Kader Desa Bangunjiwo merupakan masyarakat pada umumnya yang memiliki berbagai latar belakang pendidikan. Sebagian besar Kader Desa Bangunjiwo berpendidikan terakhir SMA sederajat. Kompetensi yang mereka miliki juga beraneka ragam, sehingga untuk membentuk Kader Desa yang menguasai dasar-dasar KB perlu adanya pelatihan yang cukup. Saat ini pelatihan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa bekerjasama dengan puskesmas dan Dinas Kesehatan belum intensif. Pelatihan biasanya dilaksanakan sebulan sekali pada tanggal 25 di Desa Bangunjiwo dan sebagai ajang pertemuan rutin Kader Kesehatan. Tidak semua Kader Desa dapat mengikuti pelatihan tersebut, sehingga hanya satu sampai dua orang yang mengikuti pelatihan. 99
Kader yang mengikuti pelatihan selanjutnya mengumpulkan kader lainnya dalam satu Padukuhan untuk membagikan ilmu yang mereka dapat. Meskipun Kader Desa memiliki kesibukan tersendiri, mereka dituntut terus belajar dan meningkatkan pengetahuannya agar dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Hasil wawancara dengan SH menguatkan uraian di atas, “Kalau di Desa, kita perwakilan satu kader to, tiap bulan. Dari desa oleh-olehnya kita sampaikan di pertemuan kader di Dusun. Itu nanti kita sampaikan apa yang kita dapat. (CW 6, 29/12/2016)”, dilanjutkan dengan pendapat beliau mengenai kompetensi yang dimiliki, “Ya sedikit-dikit saya tahu, hehehe. Ya mungkin kegunaannya, macam-macam alatnya, efek sampingnya, dan lain-lainnya harus ngerti. Kalau tidak tahu ya saya tanya ke Puskesmas, atau penyuluh KB. Soalnya ya namanya tanya itu nambah ilmu kita.” (CW 6, 29/12/2016)”. Kader desa memiliki kemauan untuk menambah ilmu tentang Keluarga Berencana agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Selain ungkapan dari Kader Desa, kepemilikan ketekunan belajar Kader Desa juga diakui oleh petugas pemerintahan sesuai dengan hasil wawancara berikut ini, Sebenarnya kan semua tergantung kemauan. Kader memiliki kemauan untuk belajar dan mengabdi kepada masyarakat. Kemauan itu perlu dihargai dan harus di pompa terus oleh kita sebagai abdi masyarakat. Kita memberi fasilitas, mereka harus mau belajar (CW 4, 16/12/2016). Pernyataan tersebut juga dikuatkan dengan pendapat SW ketika diwawancarai lebih lanjut mengenai kemampuan belajar Kader Desa, “Ya bisa di lihat, nyatanya banyak yang sudah berhasil menjadi kader. Dan mereka mampu membantu masyarakat dengan ilmunya yang mungkin belum banyak.” (CW 4, 16/12/2016). 100
Salah satu perangkat desa tersebut mengungkapkan bahwa mereka telah memberikan fasilitas untuk kader agar dapat belajar dengan baik, dan Kader Desa meresponnya dengan positif dengan mau belajar agar dapat meningkatkan kemampuannya. Meskipun kemampuan Kader Desa masih standar, mereka masih bisa melakukan tugasnya, jika memang Ia belum mampu, Kadwr Desalah yang bertugas untuk mengarahkan masyarakat kepada pihak profesional seperti Puskesmas maupun pegawai dinas kesehatan. b) Nilai Loyalitas Bekerja Loyalitas yakni kepatuhan, kesetiaan, dan ketaatan (KBBI, 2008:877). Kader Desa dianggap telah memiliki kepatuhan, kesetiaan, dan ketaatan kepada pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan tugasnya sebagai Kader Desa, yakni Kader yang memiliki peran melaksanakan tugas pemberdayaan masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh “SK” selaku anggota pemerintah desa dengan cuplikan wawancara sebagai berikut: Pemilihan kader desa secara umum dipilih oleh Padukuhan masing-masing atas inisiasi Pak Dukuh dan warga setempat dengan melihat loyalitas kader desa dalam kegiatan kemasyarakatan. Apalagi Kader kan pekerjaan sosial, tidak semua warga mau untuk melakukannya (CW 3, 16/12/2016). Pendapat SK selaku aparatur pemerintahan desa tersebut menguatkan bahwa orang yang terpilih menjadi Kader Desa merupakan pilihan masyarakat Dukuh. Sebagai wakil dari masyarakat, tentu mereka akan memilih wakil yang loyal. Hal ini dikuatkan oleh pendapat salah satu kader, “Kader dilandasi kepercayaan, yang menyaring masyarakat, kalau kinerja gak bagus langsung di ganti oleh RT nya. (CW 4, 16/12/2016). Loyalitas merupakan nilai yang penting yang menjadi patokan 101
seseorang dipilih menjadi kader. Jika kader mulai kehilangan loyalitasnya, RT dan warga akan melakukan tindakan pergantian sebagai wujud sanksi atas kesalahannya. c) Nilai Bekerja Berasaskan Kekeluargaan Wujud nilai yang muncul dalam program PPKBD yakni bekerja berasaskan kekeluargaan. Kader Desa memiliki kemampuan dalam menangani dan memberikan penyuluhan mengenai Keluarga Berencana. Permasalahan yang sering dihadapi oleh masyarakat setempat adalah kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya KB bagi masyarakat. KB dianggap penting karena keluarga yang kesejahteraannya kurang diharapkan menunda kelahiran terlebih dahulu. Jika keuangan dan kesiapan keluarga sudah meningkat,keluarga dapat melakukan perencanaan kehamilan. Beberapa kasus di Desa Bangunjiwo yakni banyak keluarga yang miskin namun memiliki banyak anak. Kasus ini menyebabkan keterlantaran anak yang berimbas pada kesejahteraan anak. Dalam menjalankan tugasnya, misi utama Kader Desa adalah memberikan penyuluhan dan memotivasi warga masyarakat agar mensejahterakan hidupnya. Bentuk kegiatan ini dilaksanakan dengan sistem jemput bola. Kader PPKBD tidak segan-segan mendatangi pasangan suami istri yang baru menikah, pasangan suami istri yang selesai melahirkan, atau pasangan suami istri yang sudah memiliki anak banyak tetapi keadaan ekonominya masih dibawah rata-rata. Misi kader desa adalah memberikan pengertian, penyuluhan, dan mengadvokasi pasangan tersebut agar mengikuti KB. Lancarnya pemberian sosialisasi ini adalah dampak dari nilai yang ditanamkan kader desa yakni memberikan sosialisasi secara kekeluargaan. 102
d) Nilai Ramah kepada Orang Lain Keramahan perlu dimiliki oleh Kader PPKBD untuk melancarkan tugasnya. Tugas Kader PPKBD adalah memberikan sosialisasi dan pendataan kepada masyarakat yang berkeluarga tentang pentingnya KB untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Untuk mensukseskan sosialisasi dan pendataan tersebut Kader Desa dituntut untuk bersosialisasi dan berinteraksi secara erat kepada masyarakat sasaran yang disebut Aseptor KB. Keramahan Kader Desa akan membuat masyarakat sasaran tertarik mendengarkan dan mengikuti saran dari Kader PPKBD. YN sebagai salah satu aseptor KB menunjukkan bahwa Kader PPKBD memiliki keramahan sesuai yang Ia ungkapkan berikut, “Ibu SH itu orangnya greteh nyenengke mbak, jadi kalau ada apa-apa kita minta tolong Bu SH. Arep siang apa malam Ibunya mau di mintain tolong. ”(CW 9, 4/1/2017). Ungkapan kata “greteh nyenengke” merupakan serapan dari bahasa jawa yang memiliki makna cekatan dan menyenangkan. Bentuk cekatan dan menyenangkan tersebut tercermin ketika Kader Desa memberikan sosialisasi dan pengarahan kepada masyarakat sasarannya. Dilanjutkan dengan pendapat Bapak “WK” selaku Dukuh Kalirandu berikut ini, Kamu ketemu Bu SH aja, RT 5, mangke wis luweh jelas, Bu SH niku malah paham masalah kependudukan dan seluk beluk padukuhan. Apalagi masalah data posyandu dan pengelolaannya. Tak wenehi nomere wae mengko di hubungi arep ketemu kapan, jam piro. Njenengan WA wae, ibuknya terbuka kok, jadi santai wae kalau sama Bu SH (CW 5, 29/12/2016).
103
Secara tidak langsung “WK” mengungkapkan keramahan yang dimiliki Kader Desa melalui ucapan “ibuknya terbuka kok”. Terbuka berarti bentuk sifat seseorang untuk menerima dan memberi informasi dari lawan bicara. Bentuk keramahan juga dirasakan oleh peneliti ketika mengikuti kegiatan pertemuan Kader dan saat berbincang-bincang dengan Kader. e) Norma Malu jika Lalai Saat ini Kader PPKBD belum memberlakukan peraturan dan sanksi yang tertulis. Mereka menganggap bahwa pekerjaan sebagai Kader Desa merupakan pekerjaan yang suka rela, lebih tepatnya sebagai amanah yang diberikan oleh masyarakat luas untuk membantu terwujudnya keharmonisan dalam suatu wilayah. Karena kesadaran inilah, program posyandu masih tetap berjalan dengan baik meskipun tanpa sanksi dan norma yang tertulis secara resmi. Sanksi yang diterima yakni sanksi moral seperti rasa malu, tidak enak dengan teman lain, dan mendapatkan sindiran. SW sebagai salah satu aparat pemerintah desa menyebutkan, “Peraturan kader tidak ada, kalau terikat malah pada kabur, mencari yang mau aja sulit. Mereka kan kerja tanpa pamrih, perlu dihargai.”(CW 4, 16/12/2016). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya peraturan akan mengikat kader. Kader merupakan kegiatan kerelawanan, sehingga jika ada ikatan yang dapat membatasi gerak mereka yang dikhawatirkan akan membuat mereka tidak nyaman. Namun aparatur desa juga memberikan konsekuensi apabila ada Kader Posyandu yang lalai. Bentuk kelalaian yang dilakukan oleh Kader PPKBD salah satunya yakni ketelatan dalam mengumpulkan data Penduduk. Langkah awal penyelesaiannya 104
adalah pemberian teguran oleh Ketua kelompok, sesuai dengan yang diungkapkan SH, Dulu pernah ada satu RT yang kalau laporan mesti terlambat, saya harus membuat laporan. Laporannya kan tidak sesuai dengan kenyataan karena saya tidak tahu seluk beluknya RT itu. Solusinya saya karuhke. Apakah masih mau melanjutkan atau tidak, kalau tidak sanggup ya harus cari ganti atau cari yang bisa. Kebetulan dia bilang keberatan. Lalu dia cari orang yang khusus laporan. Alhamdulilah sampai sekarang sudah tertib. Soalnya kan kalau tidak ada laporan jadi laporannya mengada-ada, kita jadi tidak sreg (CW 7, 30/12/2016). Ketua Kader Desa memegang peran penting dalam mengawasi gerak Kader Desa yang lainnya. Apabila ada salah satu Kader yang kurang loyal, dia harus mau mengingatkan. Tata cara mengingatkan Kader lain saat ini masih melalui kekeluargaan atau dengan musyawarah. Saat ini musyararah merupakan langkah terbaik dalam menyelesaikan permasalahan terkait loyalitas Kader. b. Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Program Posyandu merupakan program yang bergerak di bidang peningkatan kesehatan masyarakat. Program ini diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Pusat dan dilaksanakan pada satuan terkecil yakni Posyandu tingkat desa. Pelaku program Posyandu di Desa Bangunjiwo adalah Kader Posyandu yang dikoordinir oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dan Pemerintah Desa Bangunjiwo. Adapun modal sosial yang tampak pada program ini adalah sebagai berikut, 1) Jaringan Posyandu merupakan program yang memiliki 19 aktor yang berkontribusi dalam jaringan sesuai dengan Gambar 15. Desa Bangunjiwo memiliki tiga jenis posyandu yakni Posyandu Balita, Posyandu Remaja, dan Posyandu Lansia. Pada
105
dasarnya ketiga jenis posyandu tersebut memiliki jaringan yang hamper sama, hanya saja perbedaannya terletak pada sasaran program.
Gambar 15. Jaringan Program Posyandu Proses pembentukan jaringan pada Program Posyandu diawali dengan pembentukan Kader Posyandu oleh Pemerintah Desa dibantu oleh Dukuh di masing-masing padukuhan. Setelah Kader Posyandu terbentuk, maka dilanjutkan dengan pelatihan tata kelola posyandu yang didampingi oleh Pegawai Puskesmas, Petugas BKKBN, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Jika Kader Posyandu telah memiliki bekal yang memadai dilanjutkan dengan pembentukan Posyandu di tiap-tiap Padukuhan. Setiap padukuhan di Desa Bangunjiwo memiliki 1 hingga 2 posyandu disesuaikan dengan jumlah KK yang tinggal di daerah tersebut. Terdapat perbedaan pengurus posyandu yang dipisahkan berdasarkan bidang garapannya. Posyandu Balita dan Lansia dikelola oleh Ibu-Ibu PKK, sedangkan Posyandu Remaja dikelola oleh Remaja atau Ibu Muda yang memiliki waktu luang. Akan
106
tetapi, pengelolaan dan pelaporan kepada desa dijadikan satu pintu melalui Ibu-Ibu PKK yang menjadi anggota Kader Posyandu Pusat/Desa. Posyandu sebagai program yang erat kaitannya dengan kesehatan ibu, anak, dan lansia melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga kesehatan seperti BKKBN, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Daerah, dan juga Klinik Kesehatan. Berbeda dengan Program Pemberdayaan Masyarakat lainnya, Program Posyandu saat ini memiliki jaringan yang erat dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten. Hal ini dikarenakan tata kelola Posyandu di Desa Bangunjiwo telah baik dan menjadi percontohan baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten. Bentuk jaringan yang erat juga dibuktikan dengan keikutsertaannya Kader Posyandu dalam jambore nasional yang dilakukan rutin setiap satu tahun sekali. Untuk memenuhi kebutuhan Posyandu berupa dana, Kader Desa melakukan pencarian dana secara Internal atau kepada masyarakat. Bentuk pencarian dana tersebut yakni meminta dana KAS kelompok ibu-ibu atau bapak-bapak di masyarakat dan meminta donasi dana dari warga masyarakat yang dianggap mampu secara ekonomi. Dana yang terkumpul tersebut kemudian digunakan untuk penggantian alat-alat yang rusak, mencukupi kekurangan dana pemberdayaan. (CL 10, 30/12/2016). Karena Kader Posyandu juga merangkap menjadi Kader yang lain, maka dana yang diperoleh juga digunakan untuk kegiatan pemberdayaan lainnya seperti dana sosial dan operasional. Bentuk kemitraan ini telah berjalan dengan baik, sesuai dengan penyampaian ST,“…Misalnya untuk mengadakan acara kita harus mencari donatur. … Makanya kita meminta dana dari RT... Begitu juga kalau
107
alat-alatnya sudah rusak, kita mencari donatur kepada warga-warga yang kita anggap punya.” Pernyataan tersebut dikuatkan dengan hasil wawancara kepada SH, “Kita sering mendapatkan dana dari pemerintah, tetapi kalau kas RT dan RW biasanya ada. Mereka menyisihkan dana dari kas untuk kegiatan pemberdayaan.” Dukungan yang diberikan kepada masyarakat untuk Program Posyanndu tidak hanya terkait pelaksanaan saja, melainkan juga pada faktor pendanaan program. Hal ini merupakan salah satu faktor tercukupinya kebutuhan program. 2) Kepercayaan Program posyandu merupakan program yang memiliki peserta terbanyak daripada program yang lainnya. Cakupan program posyandu yakni anak-anak balita, ibu balita, ibu-ibu remaja, dan lansia yang menuntut peserta harus berperan aktif dalam kegiatan. Hal ini mempengaruhi kepercayaan yang terbangun di dalam proses pemberdayaan. Pemerintah, masyarakat, dan Kader Desa saling bersinergi dan membentuk jejaring kepercayaan yang kuat sehingga Desa Bangunjiwo saat ini meraih berbagai prestasi di bidang Program Posyandu. Pemerintah saat ini membuka peluang yang luas kepada Kader Desa untuk mengelola program Posyandu sesuai dengan keinginannya. Peran Pemerintah Desa adalah menganggarkan dana, mengawasi, dan mengevaluasi jalannya program. Beberapa program yang dijalankan atas prakarsa Kader Desa yakni program Kekep Ibu, Motivator lansia, serta penyuluhan dan pelatihan mengenai pentingnya ASI dan KB. Berbagai program tersebut dilaksanakan untuk membuat Program Posyandu memiliki peran penting dalam kehidupan keluarga masyarakat. Meskipun beberapa program tersebut merupakan program pokok yang dianjurkan pemerintah, 108
namun dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Bentuk kepercayaan dari pemerintah karena Kader Posyandu telah melaksanakan tugas dengan baik diwujudkan dengan pemberian reward berupa pemberian uang snack setiap melaksanakan posyandu. Kesediaan warga masyarakat mengikuti program posyandu merupakan wujud dari kepercayaan warga masyarakat kepada Kader Desa. Peran serta masyarakat merupakan aspek terpenting yang dapat meningkatkan keberhasilan program. Program posyandu remaja merupakan salah satu cabang posyandu yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kepedulian ibu-ibu remaja mengenai pentingnya menjaga kesehatan ibu hamil, dan pentingnya pemberian ASI ekslusif. Program ini baru dirinttis selama dua tahun terakhir dan telah sukses berjalan sesuai dengan keinginan Kader Desa. Peserta Posyandu remaja bersedia mengikuti berbagai kegiatan dan turut berperan aktif mensukseskan kegiatan posyandu remaja. Program yang berikutnya adalah posyandu lansia yang pesertanya merupakan warga lansia Desa Bangunjiwo. Wujud kepercayaan peserta yakni melalui kebersediaan peserta menjadi motivator lansia yang bertugas memberikan pemahaman kepada ibu-ibu remaja agar mau memberikan ASI ekslusif. 3)
Resiprositas Kepemilikan resiprositas program Posyandu berjalan dengan baik, mulai dari
segi Kader Desa, masyarakat sasaran, Pemerintah Desa, dan pihak Dinas Kesehatan. Saat ini tindakan resiprositas Kader Posyandu dituangkan dalam bentuk iuran. Iuran tersebut berupa dana sukarela yang dialokasikan untuk kegiatan sosial misalnya menjenguk warga yang sakit, menalangi program yang kekurangan dana, 109
dan mengganti sarana prasarana yang sudah rusak. Kelompok Kader Desa juga memiliki buku tabungan kelompok, buku kas, buku simpan pinjam, dan buku donasi yang lengkap sebagai bentuk dari rapinya manajemen administrasi Kelompok Kader. Data tersebut dikuatkan dengan cuplikan wawancara dengan “ST”, “ … Di posyandu itu ada iuran, tapi sistemnya infak… Tiap bulannya kita tetap ada acara, ada arisan, tabungan, dana sosial, dan lainnya.”(CW 7, 30/12/2016). Adanya kegiatan sosial dan penggalangan dana untuk menjenguk anggota atau warga yang sakit merupakan tindakan resiprositas yang terbangun sebagai dampak dari adanya rasa saling memiliki dan tanggungjawab bersama. Dalam pelaksanaan program, tindakan resiprositas juga diperlihatkan melalui kemauan kader lain untuk melakukan back up kepada Kader Desa lain yang tidak bisa melaksanakan tugas seperti kutipan wawancara dengan “SH”,“ … Kalau ada yang tidak hadir ya kita maklumi, kita back up tugasnya.” (CW 6, 29/12/2016). Tindakan resiprositas terjadi karena adanya rasa kepercayaan, sehingga Kader Desa terdorong untuk melakukan hal yang positif kepada anggota Kader yang lainnya. Resiprositas yang intensif belum terwujud secara jelas seperti unsur-unsur modal sosial yang lainnya, pengukuran resiprositas juga belum dapat digali secara maksimal karena Kader Desa melakukan kegiatan pemberdayaan masih secara natural. Proses pemberdayaan masyarakat yang berjalan bergantung pada ramburambu yang diberikan oleh pemerintah, sedangkan penambah kurangan program disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Kader Desa kurang mampu melaksanakan inovasi-inovasi dalam pelaksanaan program karena memiliki berbagai kendala baik material, maupun non material. Kendala material meliputi 110
kurangnya dana dan sarana prasarana untuk melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan resiprositas. Sedangkan kendala non material yakni waktu luang dan kesempatan. Waktu yang disediakan Kader Desa untuk melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Peran sebagai Kader Desa merupakan peran sukarela, karena Kader Desa tidak mendapatkan remunisi yang sesuai. Kader Desa di Padukuhan Bangunjiwo juga memiliki peran pribadi yakni sebagai Ibu Rumah Tangga atau bekerja. 4) Nilai dan Norma Nilai dan norma yang tampak pada program posyandu dapat ditinjau pada ulasan aspek berikut, a) Nilai Ketekunan Belajar Bentuk nilai ketekunan belajar muncul untuk meningkatkan kapasitas Kader Posyandu dalam mensosialisasikan kegiatan-kegiatannya. Kader Posyandu Balita harus mampu melakukan sosialisasi mengenai kesehatan Ibu dan Anak, makanan bergizi bagi anak, pola asuh anak balita, dan sejenisnya. Kader Posyandu Remaja harus mengetahui mengenai kesehatan reproduksi, penyakit-penyakit kelamin, pentingnya pemberian ASI ekslusif, dan sejenisnya. Kader Posyandu Lansia harus mampu mendorong lansia agar melakukan kegiatan positif di masa lansia untuk meningkatkan kesehatan dan kenyamanan hidup. Berbagai kompetensi tersebut harus dimiliki oleh Kader Posyandu. Oleh sebab itu, Kader Posyandu dituntut untuk terus belajar melalui berbagai media baik yang diberikan oleh pemerintah maupun secara mandiri.
111
Hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat percaya dengan adanya nilai ketekunan belajar yang dilaksanakan oleh kader desa seperti berikut, Kamu ketemu Bu SH aja, RT 5, mangke wis luweh jelas, Bu SH niku malah paham masalah kependudukan dan seluk beluk padukuhan. Apalagi masalah data posyandu dan pengelolaannya. Bu SH malah greteh. Bu tak wenehi nomere wae mengko di hubungi arep ketemu kapan, jam piro. Njenengan WA wae (CW 5, 29/12/2016). Cuplikan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh Kader Posyandu telah dianggap mencukupi oleh Dukuh selaku pengawas kegiatan posyandu. Penggunaan kata “greteh” menunjukkan bahwa Kader Poyandu cekatan dalam mempelajari ilmu, terutama dalam hal kependudukan dan posyandu. Menurut sudut pandang Kader Desa, menggali ilmu dianggap sebagai hal yang wajib untuk meningkatkan kompetensi dirinya. Peluang menuntut ilmu yang diberikan oleh pemerintah dianggap sebagai hal yang patut ditanggapi dengan positif, seperti adanya jamboree nasional Posyandu. Acara Jambore nasional dianggap oleh Kader Desa sebagai apresiasi dan sarana mendapatkan ilmu dari pengalaman-pengalaman Kader Posyandu dari daerah lain. ulasan ini sesuai dengan pernyataan “ST” berikut ini, Di sana biasanya ada penghargaan dari pemerintah untuk Kelompok kader yang berprestasi, pemberian materi-materi yang dapat meningkatkan ilmu kita tentang bagaimana kerja kader yang baik itu. Kadang juga ada motivator yang menyampaikan. Tapi tidak hanya itu saja mbak, yang paling seneng itu sharing sama temen-teman yang lain. Sesama kader kan ada suka dukanya, nanti kita belajar pengalaman dari kader lain di lain daerah gitu (CW 7, 30/12/2016).
112
b) Nilai Loyalitas Bekerja Pada hakikatnya, loyalitas merupakan salah satu nilai yang harus ada dalam kegiatan keorganisasian. Perbedaan loyalitas antara organisasi satu dengan yang lainnya yakni bentuk loyalitas yang digunakan. jika dalam program PPKBD, bentuk loyalitas menekankan pada loyalitas memberikan layanan kepada warga kapanpun dan dimanapun, akan tetapi dalam program posyandu memiliki bentuk loyalitas yang berbeda. Loyalitas yang terbentuk dalam program posyandu yakni loyalitas dalam melaksanakan program dan loyalitas dalam mengikuti peraturan organisasi posyandu. Loyalitas dalam melaksanakan program posyandu berkaitan dengan sukses tidaknya program berjalan. Mulai dari kontribudi dalam persiapan program, pelaksanaan program, dan evaluasi program. Sedangkan loyalitas dalam organisasi posyandu yakni kebersediaan mengikuti rapat, kebersediaan membayar berbagai iuran, kesediaan mengikuti kegiatan organisasi, dan kesediaan dalam turut aktif menghidupkan organisasi posyandu. Beberapa bentuk loyalitas Kader Desa dapat dilihat pada cuplikan wawancara dengan ST berikut ini, Ya kita tabung, kalau pas ada alat yang rusak misalnya neraca, kan neraca banyak ada yang digantung, ada yang di meja, dan ada yang neraca di injak itu, biasanya rentan rusak. Kalau mengandalkan bantuan dan jatah dari pemerintah kan lama, kita gunain tabungan atau reward-reward kinerja. Dikit-dikit kan lama-lama kebeli. Dilanjutkan dengan pernyataan berikut ini, Kader kan sudah jiwanya. Kita tidak di gaji tapi kan kita malah bertanggungjawab. Kadang pulsa, bensin, tidak kehitung. Itu karena saya jadi 113
banyak temen, seneng, bisa ke mana-mana pas jambore, studi banding kita berangkat tok kita udah dapat kesenangan sendiri. Ungkapan dari SH tersebut dapat diartikan bahwa bentuk loyalitas kinerja yang mereka jalankan adalam kemauan untk tetap meningkatkan kualitas layanan posyandu. Pencarian dana untuk perbaikan sarana dan prasarana dengan berbagai cara tersebut merupakan bentuk loyalitas. Selain itu mereka juga merasa senang jika mendapatkan penghargaan atas jerih payahnya secara tidak langsung yang diberikan oleh pemerintah. Kader Desa mengaku bahwa pekerjaan sebagai Kader Desa yang mereka lakukan tidak tertuju kepada materi, mereka rela mengorbankai waktu, tenaga, dan dana demi loyalitas mensukseskan program yang diamanahkan kepada mereka. Loyalitas Kader Posyandu juga diapresiasi oleh pemerintah desa sesuai dengan ungkapan SW berikut, Yang menyaring masyarakat. Tingkat RT diwajibkan mengirim Kader. Di Bibis ada 10 RT masing-masing harus ada kadernya yang dianggap loyalitasnya tinggi, kan kader perjuangan 45. Tidak ada gaji dan honor. Di Bangunjiwo di danai oleh warga melalui RT berapa gitu. Evaluasi dilaksanakan tiap tanggal 25 untuk rapat koordinasi, laporan penimbangan, dan lain-lainnya (CW 4, 16/12/2016). Dalam cuplikan wawancara tersebut dituliskan bahwa pemerintah desa menganggap bahwa loyalitas Kader Posyandu sangat tinggi. Loyalitas tersebut meskipun tidak diapresiasi melalui materi, namun dapat memberikan semangat Kader Desa untuk tetap meningkatkan kualitasnya. c) Nilai Bekerja Tanpa Pamrih Wujud dari nilai bekerja tanpa pamrih dapat dibuktikan melalui kinerja Kader Posyandu yang maksimal meskipun tidak mendapatkan remunisi atau gaji yang 114
sesuai dengan perannya di masyarakat. Meskipun mendapatkan reward atau balas jasa atas kinerjanya, akan tetapi dana tersebut digunakan untuk kepentingan program. Kemunculan nilai bekerja tanpa pamrih juga dikuatkan dengan ungkapan salah satu anggota anggota pemerintah desa, “…Peraturan kader tidak ada kalau terikat malah pada kabur mencari yang mau aja sulit. Mereka kan kerja tanpa pamrih, perlu dihargai.” (CW 4, 16/12/2016). Bentuk kerja tanpa pamrih tersebut dihargai oleh pemerintah desa melalui berbagai cara, meskipun belum maksimal misalnya memberikan uang snack untuk Kader Desa setiap sebulan sekali sebanyak Rp. 200.00,00. Seperti yang disampaikan “SW” berikut ini, Reward untuk kader saat ini secara khusus belum ada cuma di sini tiap kali kegiatan Posyandu menganggarkan bantuan konsumsi. Di tempat lain gak ada cuma PMT balita. Subsidi tiap bulan. Untuk 10 orang berupa snack. Dana itu biasanya dikumpulkan oleh kader untuk beli seragam, peralatan posyandu dan lainnya biasanya (CW 4, 16/12/2016). SW juga menambahkan bahwa bentuk kinerja tanpa pamrih tersebut perlu dihargai, namun saat ini penghargaan untuk Kader belum bisa sebanding dengan kinerjanya. d) Nilai Kerjasama dan Kekompakkan Nilai kerjasama dan kekompakan muncul berdasarkan pengakuan dari Kader Desa yang menganggap bahwa nilai tersebut mampu membuat mereka bekerja lebih giat dan menyenangkan. Kerjasama mampu membuat program dapat berjalan dengan lancar, namun kerjasama juga dapat berjalan jika ada kekompakan dan kegigihan di dalam sebuah tim. Jalannya nilai tersebut sesuai dengan ungkapan “ST”,“… namun kita kan kerja bersama-sama, kita bareng-bareng untuk masalah-
115
masalah baik pendataan, kegiatan, program. Kita kan kerjasama, kita harus kompak. Kita kan harus tetap bekerja dengan gigih.” (CW 7, 30/12/2016). ST sebagai Ketua Kader Desa menekankan bahwa kerjasama merupakan hal yang perlu dipupuk di dalam program pemberdayaan. Pemberdayaan Masyarakat merupakan suatu kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Oleh sebab itu, pelaksanaannya juga harus dilaksanakan oleh berbagai sektor agar dapat berjalan dengan baik. Wujud kekompakan tidak hanya terbangun oleh Kader Posyandu saja. Kader posyandu saat ini memiliki salah satu misi yakni mewujudkan kekompakan antara ibu dan nenek balita untuk meningkatkan kepedulian mengenai pentingnya ASI. Saat ini di Desa Bangunjiwo terjadi fenomena yang perlu ditanggapi secara serius. Beberapa tahun belakangan ini Kabupaten Bantul sedang menggalakkan pembangunan pabrik-pabrik. Pabrik tersebut biasanya membutuhkan tenaga kerja wanita yang banyak. Meskipun fenomena ini merupakan salah satu solusi pengentasan kemiskinan, tetapi menimbulkan dampak yang harus segera diselesaikan. Banyak ibu-ibu muda di Desa Bangunjiwo yang memilih bekerja di pabrik, karena tidak dapat merawat anaknya, solusi yang kebanyakan orang lakukan adalah menitipkan anak tersebut kepada neneknya. Permasalahannya adalah anak tidak mendapatkan ASI eksklusif yang berdasarkan penelitian sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Fenomena ini ditanggapi serius oleh Kader Desa dengan mewujudkan solusi berupa penggencaran Posyandu Remaja dan Posyandu Lansia. Dengan posyandu
116
remaja, ibu muda didorong untuk tetap memberikan ASI eksklusif kepada anakanaknya. Dengan posyandu lansia, nenek-nenek yang merawat cucunya setiap hari diminta untuk menjadi motivator ASI ekslusif. Lansia dihimbau untuk memastikan ASI ekslusif didapatkan cucunya. Selain itu, metode yang belum di realisasikan adalah menghimbauu pabrik-pabrik untuk memberikan ruang ASI untuk karyawannya. Kekompakan antara Ibu Remaja dengan Lansia diharapkan menjadi titik terang untuk mengatasi fenomena ini. e) Nilai Kepedulian Terhadap Sesama Bentuk nilai kepedulian terhadap sesama diwujudkan oleh Kader Posyandu melalui berbagai kegiatan. Beberapa kegiatan tersebut yakni berlakunya Iuran sebagai sumber dana internal organisasi Posyandu seperti yang diuangkapkan “ST” berikut ini, Misalnya untuk mengadakan acara kita harus mencari donatur. Di Posyandu itu ada iuran, tapi sistemnya infak. Iuran kan ditentukan kalau infak kan tidak. Mereka mau infak berapa aja silahkan. Seikhlasnya. Itu nanti kita kelola. Terus kader sendiri sudah kesepakatan, semua setuju, tanpa dipaksa kita iuran, nabung, sama arisan. Kita saham sedikit-sedikit biar punya saham. Biar kadernya tidak dipandang tidak punya kegiatan. Tiap bulannya kita tetap ada acara, ada arisan, tabungan, dana sosial, dan lainnya. Tabungan ini nantinya juga akan kita kembalikan misalnya mau beli baju, zakat, alat yang sudah rusak, bingkisan kepada temen-temen yang lagi sakit (CW 7, 30/12/2016). Adanya kepedulian terhadap sesama diwujudkan melalui iuran untuk kas kelompok yang nantinya akan digunakan untuk berbagai hal, salah satunya yakni menjenguk anggota atau masyarakat yang sakit. Bentuk kepedulian ini merupakan cerminan bahwa Kader Posyandu memiliki semangat kekeluargaan.
117
Wujud kepedulian terhadap sesama dalam menjalankan tugas sebagai Program Posyandu juga tercermin dalam bentuk pengusahaan kesejahteraan balita. Kader Desa sebagai pioneer masyarakat selalu mengusahakan memberikan perbantuan atas keluhan-keluhan yang dialami ibu dan anak. Keluhan yang sering terjadi di Desa Bangunjiwo adalah kepengurusan BPJS untuk berobat, pencarian bantuan untuk Ibu yang akan melahirkan, pembuatan rujukan bagi balita yang kurang gizi atau sakit parah, serta beberapa keluhan sejenis. Penanganan berbagai permasalahan tersebut dilakukan tidak semata-mata untuk mengerjakan tugas sebagai Kader Desa saja, melainkan sebagai bentuk kepedulian kepada sesama. f) Nilai Memajukan Organisasi Perbedaan program posyandu dengan ketiga program lainnya adalah bahwa di dalam program posyandu, kader yang terlibat lebih banyak sehingga terbentuk organisasi yang solid. Selain itu, Posyandu juga memiliki jaringan yang luas di berbagai sektor. Selain melaksanakan program Posyandu, Kader Desa dituntut untuk berperan aktif dalam organisasi. Peran aktif tersebut dapat berupa kehadiran dalam kegiatan rapat, ketepatwaktuan membayar iuran, perbantuan dalam mencari dana, dan beberapa tanggung jawab sejenis yang dapat membantu majunya suatu organisasi. Bentuk tindakan memajukan organisasi yang dilakukan oleh kader yakni, 1) Pencarian donatur dengan sasaran warga masyarakat sekitar yang dianggap mampu. Dana yang terkumpul digunakan untuk mencukupi kebutuhan Program Posyandu.
118
2) Melaksanakan arisan yang merupakan salah satu media silaturahmi Kader Posyandu dalam satu desa. 3) Melaksanakan kegiatan kesenian yang ditujukan kepada anak-anak balita dan anak usia sekolah. Seperti pelatihan menari, latihan pentas seni, dan lain sebagainya 4) Melaksanakan kegiatan senam masal dan olahraga sejenis untuk meningkatkan kesehatan ibu-ibu 5) Membuka usaha yang dinaungi posyandu sebagai bentuk pemberdayaan ibuibu. 6) Melaksanakan kegiatan refreshing semulan sekali seperti rekresasi dan outbond. Berbagai bentuk kegiatan keorganisasian tersebut dilaksanakan sebagai bentuk loyalitas berorganisasi. Dengan berbagai agenda tersebut, kekompakan pengurus Posyandu akan terjaga dan dapat meningkatkan kualitas Program Posyandu yang sedang berlangsung. c. Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Terselenggaranya program PSN merupakan bentuk dari kepedulian pemerintah dalam mengatasi wabah demam berdarah. Program ini dilaksanakan atas instruksi dari Dinas Kesehatan. Program PSN di Desa Bangunjiwo dilaksanakan oleh Kader Desa dan dikoordinir oleh Pemerintah Desa sebagai pemangku kebijakan. Adapun modal sosial yang tampak pada program ini adalah sebagai berikut,
119
1) Jaringan Jaringan yang terbentuk pada program PSN terdiri dari 13 aktor dengan visualisasi seperti Gambar 16. Gambar tersebut menunjukkan bahwa masingmasing aktor memiliki hubungan timbal balik yang sinergis. Pemegang peran terkuat dalam program PSN adalah Pemerintah Desa, Pegawai Rumah Sakit Daerah, Kader Desa dan Puskesmas. Wujud pembentukan jaringan pada program PSN pertama-tama melalui pemberian materi sosialisasi kepada Juru Pemantau Jentik (Jumantik) oleh Pemerintah Desa melalui Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Jumantik merupakan sebutan bagi Kader Desa yang melaksanakan program PSN. Setelah Kader Jumantik memahami dan siap melakukan sosialisasi kepada masyarakat, selanjutnya pembentukan tim terkecil yakni TIM Kader Jumantik di tiap-tiap RT. Dalam pembentukanya, Dukuh memiliki peran penting untuk melakukan seleksi warga yang layak menjadi Kader Jumantik. Data mengenai keadaan rumah warga yang sudah dikumpulkan oleh Tim Kader Jumantik RT selanjutnya dikumpulkan kepada Tim Jumantik Padukuhan untuk dilaporkan kepada Pemerintah Desa Bangunjiwo dan Dinas Kesehatan.
120
PEMDES
Gambar 16. Jaringan Program PSN Selain melakukan pendataan, Kader Jumantik juga berperan dalam menangani temuan wabah demam berdarah. Jika dalam suatu padukuhan terdapat warga yang mengalami demam berdarah, Kader Jumantik memiliki tugas untuk melaporkan kepada instansi kesehatan seperti puskesmas maupun Dinas Kesehatan. Jika dalam jangka waktu sebulan terjadi minimal tiga kasus demam berdarah, Kader Jumantik melaporkan kepada Pemerintah Desa dan Dinas Kesehatan. Langkah utama yang dilakukan oleh Pemerintah dan Dinas Kesehatan adalah melakukan vogging. Vogging bukan jalan satu-satunya pemberantasan nyamuk yang paling baik, sehingga pelaksanaannya hanya dilakukan jika suatu daerah benar-benar telah ditemukan kasus. Kasus terjadinya wabah demam berdarah dianggap sebagai salah satu wabah yang harus dilakukan penanganan khusus. Saat ini peran Kader Desa adalah memantau dan menganjurkan kepada masyarakat agar selalu melakukan pencegahan. Jika wabah tersebut terjadi, kader desa mengarahkan penderita dan 121
keluarga penderita untuk melakukan pengobatan pertama melalui Puskesmas. Jika puskesmas tidak dapat diakses, seperti hari libur atau gawat darurat kader desa mengarahkan penderita ke klinik kesehatan terdekat. Jika penderita tergolong warga miskin, maka kader desa akan membantu ngengurus surat-surat yang bisa meringankan biaya penderita, salah satunya dengan menghubungi pihak asuransi nasional atau Badan BPJS. Hasil wawancara kepada masyarakat Desa Bangunjiwo menyatakan bahwa beberapa warga masih tergantung kepada Kader Desa dalam hal pengurusan surat-surat dan kelengkapan untuk mengurus biaya rumah sakit menggunakan asuransi BPJS seperti yang disampaikan EN berikut ini, Nanti langsung di bawa ke puskesmas, nanti minta tolong Bu SH atau Bu GM biasanya dibantuin ngurus surat.” … “Ya beda lah mbak, kalau saya kan cuma masyarakat biasa, kalau mengurus-ngurus surat misalnya BPJS dan rujukanrujukan biasanya prosesnya lama. Harus ini itunya yang saya tidak mudeng. Kalau sama Bu GM kan sudah pengalaman jadi ngebel siapa-siapanya paham, jadi lebih cepat (CW 8 3/01/2016). Ulasan dari EN tersebut dikuatkan dengan pendapat dari YN berikut ini, “… Kemarin di rencangi sama Ibu SH untuk mengurus serat bantuan, karena saya belum sempat ngurus. Soalnya tidak tahu caranya. Setiap hari saya jualan di Taman Pintar. Tidak sempat ngurusi surat.” (CW 9, 3/01/2016) Meskipun peran Kader Jumantik sangat penting dalam program PSN, akan tetapi jaringan yang dibentuk oleh seperti yang ditampilkan pada Gambar 13. Hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa meskipun Kader Desa telah mengembangkan jaringan ke berbagai sektor, namun dalam pelaksanaannya kader jumantik masih bergantung pada pihak medis. Saat ini program PSN berfokus pada pendataan kondisi
122
lingkungan wilayah untuk dilaporkan kepada Pemerintah Desa dan Dinas Kesehatan sebagai titik sentral penanganan kasus. 2) Kepercayaan Program Pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan di Desa Bangunjiwo pada dasarnya merupakan kegiatan rutin pengecekan kebersihan rumah warga agar terhindar dari bahaya wabah demam berdarah. Tugas yang diberikan kepada Kader Jumantik yakni melakukan pengecekan setiap dua minggu sekali ke rumah warga, melakukan pengumpulan data, dan pelaporan apabila ditemukan wabah demam berdarah. Agar proses pengecekan rumah warga berjalan dengan baik, pemerintah desa melakukan sidak atau operasi secara mendadak kepada padukuhan-padukuhan yang terjadwal melakukan aktivitas pengecekan. Apabila ketika sidak Kader Jumantik melakukan tugas sesuai prosedur dan terbukti rumah warga dalam keadaan bersih atau tidak ada temuan jentik-jentik nyamuk, padukuhan tersebut mendapatkan reward yang diberikan ketika rapat desa. Pemberian reward ini merupakan salah satu bentuk kepercayaan dan penghargaan kepada Kader Desa yang melaksanakan tugasnya dengan baik. Kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada Kader Desa dalam program
PSN
berupa
kebersediaan
warga
turut
berpartisipasi
dalam
berlangsungnya program ini. Partisipasi warga meliputi turut serta menjaga kebersihan lingkungan dan melapor apabila menemukan warga yang terkena demam berdarah. Kader Jumantik dalam prakteknya juga membantu warga yang mengalami demam berdarah untuk melakukan pengobatan dan pertolongan.
123
Perbantuan tersebut terkait permohonan rujukan dari puskesmas ke Rumah Sakit Daerah dan pengajuan keringanan biaya bagi warga miskin. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap RT memiliki minimal empat kader jumantik, keempat kader tersebut bekerja secara bersama-sama. Bentuk kepercayaan yang terjalin yakni mereka saling membantu satu sama lain dalam melaksanakan kegiatan. Jika salah satu berhalangan hadir, maka tim jumantik dapat mengganti jadwal pengecekan agar dapat hadir semua. Akan tetapi, pergantian hari tersebut tidak boleh melebihi batas waktu yang telah ditentukan. 3) Resiprositas Wujud resiprositas yang terbentuk dalam program PSN belum dapat terlihat dengan jelas dikarenakan program PSN belum mampu membentuk ikatan kekeluargaan yang erat antara Kader Desa dan masyarakat sasarannya. Kegiatan PSN yang berjalan sebatas pengecekan pelaksanaan 3M Plus yang dilakukan oleh masyarakat sasaran. Bentuk tindakan saling tukar menukar kebaikan merupakan suatu wujud kekeluargaan yang harmonis antara kedua belah pihak yang saling berinteraksi, sedangkan untuk melaksanakan kegiatan PSN belum memerlukan ikatan yang kuat. Berdasarkan hasil wawancara dengan EN menunjukkan bahwa ketika dalam proses pengecekan jentik nyamuk, pemberian arahan dan masukan kepada masyarakat masih bersifat umum, belum menunjukkan rasa kepedulian yang erat. EN mengungkapkan, “Pengarahannya biasa, kalau ada jentik nyamuk kita di suruh untuk lebih rajin membersihkan. Kalau bisa jangan sampai ada jentik nyamuk.
124
Kalau memang ada jentik nyamuk kita diberi abate” (CW 8, 3/1/2017). Pernyataan EN selanjutnya dikuatkan oleh YN, “Iya, memberikan nasehat kalau ada temuan jentik-jentik. Kalau tidak ya di lanjut ke rumah yang lainnya” (CW 9, 4/1/2017). Kurang eratnya kekeruargaan dan resiprositas merupakan bentuk yang wajar dikarenakan sampai saat ini peristiwa wabah demam berdarah belum terjadi. Beberapa kasus demam berdarah di beberapa padukuhan dapat diatasi sehingga kasus yang terjadi tidak berlarut-larut. Oleh sebab tu, pengecekan dan penyuluhan dilaksanakan sewajarnya. 4) Nilai dan Norma Program PSN di Desa Bangunjiwo saat ini berlum berkembang dengan pesat. Ruang lingkup kegiatan yang dilakukan masih terbatas pada pengecekan kebersihan lingkungan agar terhindar dari wabah demam berdarah. Norma dan nilai yang berlaku pada program ini hampir sama dengan program-program yang lain. Intensitas pertemuan yang dilakukan kader pada dasarnya sekitar dua minggu sekali pada waktu melakukan kegiatan pemeriksaan jentik di rumah warga. Pertemuan yang berhubungan dengan keorganisasian secara khusus masih belum dilakukan, sehingga nilai dan nirma yang timbul pada program ini belum tampak jelas. Sebagai program yang digagas oleh Dinas kesehatan dan atas prakarsa dari pemerintah desa, program PSN memiliki nilai yang paling kental yakni mengenai pentingnya menjaga kesehatan. Dilanjutkan dengan nilai kerjasama dalam sebuah tim. Meskipun kerjasama yang terjalin belum erat, namun nilai ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program. Uraian singkat mengenai kedua nilai tersebut dapat dilihat sebagai berikut, 125
a) Nilai Pentingnya Menjaga Kesehatan Nilai mengenai pentingnya menjaga kesehatan lazim digunakan dalam program ini sesuai dengan tugasnya yakni menjaga kebersihan lingkungan. Adanya program ini merupakan bentuk antisipasi wabah demam berdarah yang meresahkan warga. Dengan adanya Kader Jumantk diharapkan semua warga dapat turut serta dalam menjaga kebersihan lingkungan. Kader Jumantik dianggap sebagai aktor yang menjadi suri tauladan warga masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan, seperti yang diungkapkan “YN” berikut ini, Iya, memberikan nasehat kalau ada temuan jentik-jentik. Kalau tidak ya di lanjut ke rumah yang lainnya. Bu ST kan selalu mewanti-wanti agar lingkungan ki harus tetap bersih, jangan sampai ada telur nyamuk. Bahaya dampake.(CW 9, 4/1/2017). Pernyataan tersebut dikuatkan oleh EN seperti berikut, Pengarahannya biasa, kalau ada jentik nyamuk kita di suruh untuk lebih rajin membersihkan. Kalau bisa jangan sampai ada jentik nyamuk. Kalau memang ada jentik nyamuk kita diberi abate. Tapi kita juga malu kalau pas di oeriksa kamar mandi njembrung (CW 8, 3/1/2017) Pemberian suri tauladan bagi warga masyarakat merupakan salah satu cara yang manjur diberikan, karena perilaku hidup sehat tidak hanya cukup disadarkan melalui sosialisasi saja. b) Nilai Kerjasama dalam Tim Nilai kerjasama dalam tim tumbuh karena tugas sebagai Kader Desa memerlukan kekompakan dan kerjasama yang erat antara individu satu dengan yang lainnya. jumlah Kader Jumantik dalam satu RT berkisar antara 4-5 orang, tergantung luas wilayah dan topografi wilayahnya. Kerjasama yang erat tersebut 126
akan melancarkan kegiatan pengecekan dan pelaporan. Kurangnya kekompakan dalam tim sering memunculkan berbagai permasalahan, seperti pelaporan terlambat, pengecekan tidak sesuai jadwal, ada kasus demam berdarah yang tidak tertangani, dan permasalahan sejenisnya. Untuk tetap meningkatkan kerjasama dalam tim, Kader Jumantik selalu mengusahakan agar kekompakan selalu terjaga, seperti yang diungkapkan SH berikut ini, Apalagi kalau kita bisa serentak mungkin akan lebih bagus. Tapi mungkin kalau untuk serentak itu masih susah. Mungkin ada yang minggu ini kok sana bisa sini enggak. Jadi sekarang kita gentian. Tiap-tiap RT sudah menyampaikan kapan akan melakukan pemantauan. Saya tinggal terima laporan nanti juga kadang bersama-sama (CW 6, 29/12/2016). Meskipun tidak serentak dalam melaksanakan pemantauan jentik-jentik rumah warga, Kader Desa mengusahakan agar pelaporan tetap bersama-sama sebagai wujud pertemuan rutin Kader Jumantik dalam satu kelompok. d. Program Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Program TKPK merupakan program yang dikoordinir oleh Kementerian Sosial untuk mrnyelesaikan permasalahan kemiskinan. Tugas utama TKPK adalah menyalurkan dan memberikan pendampingan kepada masyarakat sasaran yang mendapatkan bantuan dari pemerintah dalam berbagai bentuk. Program TKPK yang dilaksanakan di Desa Bangunjiwo dilaksanakan oleh Kader Desa dan dikoordinir oleh Pemerintah Desa dan Dinas Sosial Kabupaten Bantul. Adapun modal sosial yang tampak pada program ini adalah sebagai berikut,
127
1) Jaringan Program TKPK di Desa Bangunjiwo dibentuk oleh 17 aktor yang saling berhubungan satu sama lain seperti gambar 12.
PEMDES
Gambar 17. Jaringan Program TKPK Proses terbentuknya jaringan adalah adanya pembentukan TKPK oleh Pemerintah Desa dengan Dinas Sosial. Tim yang terbentuk meliputi TIM Pusat dan Tim Padukuhan. Tim Pusat memperoleh pelatihan tentang tata kerja TKPK, yang selanjutnya dibagikan kepada Tim Padukuhan. Tugas yang dilaksanakan secara mendasar adalah melakukan pendataan tentang profil kemiskinan di Desa Bangunjiwo. Setelah data kemiskinan terkumpul dalam satu desa, selanjutnya Kader Desa melakukan perankingan, yakni mengurutkan siapa saya yang berhak memperoleh bantuan dari pemerintah. Bantuan tersebut dapat berbagai wujud, baik secara langsung maupun tidak langsung. Warga yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi diberikan bantuan sembako berupa beras yang dikelola oleh Kantor
128
Bulog, pengenalan dan pengelolaan dana simpan pinjam di koperasi/bank, dan diikut sertakan dalam Program Keluarga Harapan (PKH). Warga yang masih produktif dan tidak bekerja akan diikutsertakan dalam program pengentasan pengangguran melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri), dan diikutsertakan dalam kegiatan pelatihan di Lembaga Pendidikan. Peran kader di dalam program TKPK adalah mendata dan membagikan bantuan dari pemerintah secara bijaksana. Akan tetapi dalam Gambar 17 dapat ditunjukkan bahwa jaringan yang dibentuk oleh kader masih lemah. Berjalannya program TKPK masih tergantung kepada pihak-pihak pemberi wewenang dan pemberi bantuan yakni Dinas Sosial dan Pemerintah Desa. 2) Kepercayaan Sesuai dengan namanya, TKPK merupakan program pembentukan tim yang mengelola pendataan dan pengkoordinasian warga miskin untuk diberikan pelayanan bantuan yang sesuai dengan keadaan hidupnya. Bentuk kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah kepada TKPK adalah melalui kewenangan mengkoordinasikan dan memilih warga yang berhak dan tidak berhak mendapatkan dana dari pemerintah. Pemilihan kategorisasi ini didasarkan atas data yang telah diperoleh yang dapat dipertanggungjawabkan dan diawasi oleh Kepala Desa setempat. Mengingat cakupan kerja TKPK saat ini masih terbatas, keterlibatan warga masyarakat masih kurang sehingga wujud kepercayaan masyarakat kepada Kader TKPK belum terlihat. Namun, menurut “YN”, kepercayaan warga
129
masyarakat terhadap kinerja Kader adalah sebagai berikut, Kalau bantuan itu kan banyak, diurus sama ibu-ibu Kader. Kalau saya belum pernah mendapat kalau secara langsung, soalnya memang kebetulan saya dan Bapak kerja. Jadi ora meri nek tetangga pada dapat. Alhamdulilahnya kader pada pinter mengatur bantuan biar tidak berebutan. Misalnya ada bantuan sembako, Kader memberikannya tidak melulu yang bener-bener miskin saja, tetapi di gilir, kalau udah dapat gentian yang belum dapat (CW 9, 3/1/2017 ). Pernyataan tersebut dikuatkan oleh pendapat “WK” sebagai berikut, Saya sebagai dukuh, tidak bekerja banyak karena urusan pendataan kemiskinan yang paham kadernya. Kalau ada masalah baru saya terlibat membantu memecahkan. Masyarakat biasanya juga sudah nrimo ing pandum. Kader TKPK juga hanya memberi data ke pemerintah. Pemerintah yang menentukan, cuma kalau ada warga yang benar-benar membutuhkan pertolongan biasanya langsung ke ibu Kader untuk mengajukan biar kalau pas ada bantuan di utamakan (CW 10, 6/3/2017). Dilanjutkan dengan ungkapan “RC” yang merupakan penerima salah satu bantuan dari pemerintah sebagai berikut, Bantuan yang didapat ayah saya yaitu bantuan budidaya ikan lele, tetapi berkelompok. Yang mengurus bantuannya Ibu Kader, ya bersyukur jadi bapak tidak menganggur, ada kegiatan dan pendapatan walau hanya sedikit. Kalau mengurus sendiri belum tentu bisa goal (CW 11, 6/3/2017). Hasil wawancara kepada beberapa masyarakat sasaran tersebut memperjelas peran Kader TKPK. Selain melalukan pendataan, Kader TKPK juga memiliki peran dalam menentukan siapa saja yang berhak memperoleh bantuan dari pemerintah. Kader Desa dituntut untuk menentukan kebijakan yang sesuai dalam membagikan bantuan dari pemerintah agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari bantuan tersebut. Saat ini, keputusan akhir mengenai siapa saja yang berhak mendapatkan bantuan adalah pemerintah pusat, akan tetapi Kader Desa juga memiliki peran
130
untuk mengajukan usul kepada pemerintah jika keputusan pemerintah belum tepat sasaran. 3) Resiprositas Program TKPK memiliki resiprositas yang tinggi dikarenakan permasalahan mengenai penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang krusial dirasakan oleh sebagian masyarakat Desa Bangunjiwo terutama yang berada di daerah pedesaan. Bantuan yang diberikan pemerintah sedikit banyak menjadi perhatian masyarakat luas, apabila terjadi salah sasaran dalam menyalurkan dana bantuan. Kader TKPK merupakan kelompok masyarakat yang dipercaya oleh mayarakat luas untuk mengelola dana dari pemerintah. Bentuk kepercayaan yang timbul tersebut selanjutnya membentuk perasaan saling senasib sepenanggungan yang menghasilkan resiprositas atau saling bertukar kebaikan. Dalam proses penanggulangan kemiskinan, Kader Desa yang tergabung dalam TKPK selanjutnya tidak hanya melakukan pendataan masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah saja, melainkan bertindak secara adil dan bijaksana untuk menyalurkan dana tersebut secara tepat sasaran, dan tidak ada yang merasa di rugikan. Jika modal sosial dalam bentuk resiprositas tidak dibangun oleh TKPK, maka pelaksanaan program tidak akan mengalami kendala. Resiprositas pada program TKPK muncul terutama pada saat menentukan warga yang memperoleh bantuan dari pemerintah. Kader TKPK dituntut untuk secara bijaksana membagikan bantuan tersebut. Hasil wawancara dengan SH sebagai berikut,
131
… kegiatannya meliputi pendataan, setelah dikumpulkan dari masing-masing pendata lalu di ranking ya mbak. Biasanya di Desa itu ada jatah bantuan dari penerintah. Kita lihat jatahnya ada berapa di tiap padukuhan lalu kita yang memilih siapa yang berhak mendapatkan jatah tersebut. Kita juga musyawarahkan ke warga. Keluarannya ya yang biasanya dapat raskin, Tunjangan Anak-anak, PKH, tetapi kan PKH dikhususkan oleh anak sekolah, lalu anak yang memiliki kekurang fisik, lansia terlantar yang tidak memiliki sanak keluarga juga kita prioritaskan. Dilanjutkan dengan penggalan pernyataan berikut ini, … itu juga menjadi kendala yang kami alami mbak, kita sudah menganggap masyarakat itu satu keluarga. Jadi kami kadang juga bingung mau ngasih ke sedulur yang mana. Kalau di kasihkan ini, yang ini meri. Tapi cara mensiasatinya ada aja. Misalnya sembako cuma ada 8 sak, yang menerima 24 orang ya di bagi rata. Kalau bantuannya tidak bisa di bagi ya kita gilirkan (CW 6, 29/12/2016). Pernyataan dari SH tersebut menggambarkan bahwa dalam membagikan bantuan dari pemerintah, Kader Desa harus berusaha mengklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kader Desa harus mampu memiliki rasa persaudaraan sehingga dapat mengusahakan membagikan bantuan dari pemerintah dengan manusiawi dan seadil-adilnya. Bentuk resiprositas dari Kader Desa diterima dengan baik oleh masyarakat melalui tanggapan yang positif. Sehingga masyarakat sering mengungkapkan rasa terimakasih kepada Kader Desa dengan berbagai wujud. Sebagai contoh, Ibu ST adalah Kader TKPK, beberapa waktu yang lalu Ia sedang hajatan yakni pernikahan anaknya. Meskipun pesta pernikahan anaknya dibuat sederhana, akan tetapi masyarakat yang hadir menyumbang menjadi banyak. Penyumbangnya pun tidak hanya sanak keluarga, tetapi masyarakat yang pernah dibantu dalam kepengurusan mendapatkan bantuan dari pemerintah. Meskipun beberapa masyarakat tersebut 132
berasal dari golongan keluarga miskin, kebersediaan menyumbang kepada Kader Desa yang hajatan dapat memberikan gambaran bahwa mereka memiliki perasaan membalas jasa Kader TKPK. 4) Nilai dan Norma Program TKPK berisi kegiatan pendataan keluarga miskin, dan pengelolaan bantuan pemerintah. Wujud pengelolaan yakni (1) pendataan keluarga miskin dan diklasifikasikan berdasarkan tingkat kemiskinan dan jenis kemiskinan, (2) menggolongkan masyarakat sesuai dengan kebutuhannya, (3) apabila dana dari pemerintah akan cair, Kader TKPK membagikan dengan adil dan bijaksana dengan pertimbangan yang bisa dipertanggungjawabkan. Meskipun tugas tersebut tidak memerlukan pertemuan dan kinerja yang rutin dan terus-menerus, karena melibatkan berbagai masyarakat banyak, beban yang ditanggung oleh Kader TKPK sangat besar. Tanggung jawab dalam berkerja tersebut secara terus-menerus menghasilkab berbagai nilai dan norma sebagai acuan dalam bekerja yakni, a) Nilai Loyalitas Melayani Masyarakat Loyalitas yang terbentuk dalam program TKPK yakni kemauan Kader TKPK untuk melayani masyarakat kapan saja dan dimana saja. Masyarakat menganggap bahwa Kader TKPK merupakan orang kunci yang dapat memberikan jawaban mengenai permasalahan kemiskinan. Sebagai contoh, apabila bantuan sembako yang biasanya turun satu bulan sekali telat turun, maka masyarakat akan mendatangi Kader TKPK untuk menanyakan alasan keterlambatan tersebut. Contoh lain, ketika Kader TKPK membagikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada warga
133
masyarakat yang mendapatkan, jika ada masyarakat yang tidak mendapatkan akan bertanya langsung kepada Kader TKPK. pelayanan yang diberikan oleh Kader TKPK tidak memandang waktu, bisa kapan saja dan dimana saja. Oleh sebab itu loyalitas dalam bekerja sangat dibutuhkan oleh Kader Desa. Pengakuan dari GY sebagai Kader TKPK berikut ini, Bagi saya menjadi Kader itu ya mengabdi saja mbak. Saya meluangkan waktu untuk keluarga saya di rumah. Tetapi tak jarang kalau di rumah saya selalu rame. Ada saja ibu-ibu atau bapak-bapak yang datang ke rumah untuk menanyakan macem-macem. Ya pekerjaan ini aku anggap nambah sedulur (CW 11, 6/3/2017). Sebagian besar Kader Desa adalah ibu rumah tangga, sehingga memiliki waktu luang di rumah untuk mengurus rumah tangga dan melayani masyarakat. Bentuk pelayanan kepada masyarakat ini telah dianggap sebagai menolong sesama, dan masyarakat itu sendiri telah dianggap sebagai keluarga seperti tambahan jawaban yang diungkapkan GY berikut, Ya karena saya kader TKPK ya biasanya terkait bantuan, pengajuan bantuan, minta tolong ngurusin surat ke desa, dan lain-lainnya. saya juga dekat sama Pak AR, jadi warga malah sering tanya ke saya daripada ke Pak AR (CW 11, 6/3/2017). Loyalitas Kader TKPK selain dirasakan oleh Kader itu sendiri juga dirasakan oleh masyarakat sasaran seperti yang diuangkapkan oleh RC berikut ini, “Bapak kan wes suwe mboten nyambut damel mbak. Waktu itu kulo ketemu kalian bu GY. Terus kulo cerita nek Bapak saget angsal bantuan mboten. Alhamdulilahe bu GY sekitar selapan ngubungi kulo. Bu GY teng griyo kulo ngabari.” dilanjutkan dengan pernyataan tambahan berikut ini, “Iya, kader teng ngriki memang loyal-loyal mbak,
134
paham kalih tiyang alit. Nek wonten bantuan napa kemawon dibagi rata lan digilir” (CW 11, 6/3/2017). Berbagai kesaksian dari kader dan masyarakat sasaran semakin menunjukkan bahwa loyalitas Kader TKPK dalam melaksanakan tugasnya benarbenar dilaksanakan dan hasilnya dapat diwujudkan melalui kesaksian banyak orang. Loyalitas tersebut tentunya dapat timbul dalam jangka waktu yang lama dan dengan interaksi yang komunikatif antara kedua belah pihak. b) Nilai Kepedulian terhadap Sesama Nilai kepedulian terhadap sesama terwujud melalui berbagai pelayanan yang diberikan oleh Kader Desa. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, Kader Desa memiliki loyalitas dalam melayani masyarakat. Loyalitas tersebut bukan sematamata sebagai penyelesaian tugas secara formal sebagai Kader Desa, akan tetapi wujud dari kepedulian terhadap sesama. Kepedulian tersebut berjalan secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang lama. Kepedulian tersebut juga memuncukkan perasaan kekeluargaan atau saling senasib sepenanggungan. Kader desa
merupakan
bagian
dari
masyarakat
sasaran
yang
dipilih
untuk
mensejahterakan masyarakat lainnya melalui pemberdayaan masyarakat. Karena mereka tinggal di wilayah yang sama, rasa senasib dan sepenanggungan tersebut menimbulkan rasa kepedulian yang besar. GY mengungkapkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagai Kader TKPK, tak jarang Ia harus menulis proposal pengajuan bantuan. GY mengaku bahwa Ia tidak bisa menggunakan komputer dengan lancar, sehingga Ia meminta tolong tukang rental komputer atau anaknya yang masih SMA untuk membantu menulis
135
proposal. Dalam proses tersebut, waktu, dana, pulsa, dan bensin sebenarnya sudah tidak terhitung lagi biayanya. Namun, ketika kerja kerasnya tersebut membuahkan hasil, ia merasakan senang. GY juga menambahkan bahwa ketika usahanya berhasil, Ia tidak pernah meminta uang atau ganti rugi kerja kerasnya kepada warga yang Ia bantu. “itu semua saya lakukan semata-mata, selama saya masih membantu orang lain, kenapa tidak nduk” ujar beliau (CW 11, 6/3/2017). c) Nilai Bekerja Tanpa Pamrih Kinerja Kader Desa yang menyatakan bahwa mereka berkerja tanpa pamrih terlihat dari kemauan mereka berkerja tanpa mendapatkan imbalan apapun. Pekerjaan menjadi kader TKPK tidak sebatas mendata perekonomian setiap sebulan sekali saja, melainkan mau melayani warga yang mengalami keluhan kapan saja dan dimana saja. Berdasarkan hasil observasi tidak terstruktur oleh peneliti, Kader TKPK sering dikunjungi oleh warga masyarakat sekitar dengan tujuan menanyakan permasalahan bantuan pemerintah. Selain mengunjungi rumah Kader Desa, dalam suatu kesempatan atau kegiatan Kader Desa juga harus melayani warga yang menanyakan perihal bantuan pemerintah. Bentuk pelayanan insidental ini mencerminkan bentuk kinerja Kader Desa sebagai aktor yang dipercayai masyarakat. d) Nilai Keadilan dan Kebijaksanaan Nilai keadilan dan kebijaksanaan tercermin dari pengelolaan dana bantuan dari pemerintah. Bantuan dari pemerintah tidak dapat diserap oleh semua masyarakat karena jumlahnya terbatas. Tanggungjawab Kader adalah bagaimana Ia bisa
136
membagikan bantuan dari pemerintah tersebut tanpa ada kesenjangan sosial dan masyarakat tidak ada yang complain. Cara yang dilakukan kader desa untuk mengatasi permasalahan tersebut saat ini adalah membagi rata bantuan yang bisa di bagi rata, atau menggilirkan warga agar semuanya mendapatkan bantuan walau dalam jangka waktu yang berbeda. Membagikan bantuan dari pemerintah menurut Kader, seringmenimbulkan pro dan kontra dari masyarakat. Kader TKPK sering mendapati salah satu warga yang marah karena tidak mendapatkan bantuan, tetapi Kader Desa selalu mengusahakan agar masyarakat tetap mendapatkan haknya. Hal ini menunjukkan bahwa Kader menerapkan nilai keadilan dan kebijaksanaan dalam melaksanakan tugasnya e) Nilai Kekeluargaan Kader desa merupakan warga masyarakat yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk menjadi relawan menangani permasalahan masyarakat. Kader TKPK merupakan salah satu bagian Kader Desa yang menangani permasalahan kemiskinan dan pengangguran. Mengingat kemiskinan dan pengangguran merupakan permasalahan utama Kabupaten Bantul, peran Kader Desa menjadi sangat penting. Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dan pengangguran harus menggunakan pendekatan yang tepat, agar tidak ada kesenjangan dan ketidakadilan. Beberapa Kader TKPK mengungkapkan bahwa mereka menganggap bahwa seluruh masyarakat sasaran adalah keluarga, sehingga perlakuan yang diberikan juga harus sama. Permasalahan yang timbul dala program ini diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat. 137
Di Posyandu itu ada iuran, tapi sistemnya infak. Iuran kan ditentukan kalau infak kan tidak. Mereka mau infak berapa aja silahkan. Seiklasnya. Itu nanti kita kelola. Terus kader sendiri sudah kesepakatan, semua setuju, tanpa dipaksa kita iuran, nabung, sama arisan. Kita saham sedikit-sedikit biar punya saham. Biar kadernya tidak dipandang tidak punya kegiatan. Tiap bulannya kita tetap ada acara, ada arisan, tabungan, dana sosial, dan lainnya. Tabungan ini nantinya juga akan kita kembalikan misalnya mau beli baju, zakat, alat yang sudah rusak, bingkisan kepada temen-temen yang lagi sakit. Terus desa juga biasa memberikan uang snack. Kita kelola, kita kumpulkan, bisa kita gunakan untuk refreshing, outbond, kalau dari seragam sendiri kita outbond. Dana Yandu kita pinjam dulu lalu sistemnya kita mengangsur. Uang operasional kita gunakan untuk PMT, juga ada dari desa tapi kan tidak sebulan dari desa ada. Padahal PMT AS dibutuhkannya sering. Makanya kita meminta dana dari RT. Begitu juga kalau alat-alatnya sudah rusak, kita mencari donatur kepada warga-warga yang kita anggap punya (CW 7, 30/12/2016). Paparan yang diungkapkan ST tersebut menggambarkan bahwa kegiatan yang membentuk resiprositas sebenarnya sudah direncanakan dengan matang, mulai dari dana sosial, kegiatan refreshing, pembuatan seragam, outbond, dan penggantian sarana prasarana yang rusak. Namun, Kader Desa saat ini mengalami kendala dalam mewujudkan rencana tersebut karena keterbatasan dana. Usaha yang telah dilakukan yakni melakukan pengumpulan dana dari donatur yang merupakan masyarakat sekitar yang dipandang mampu, namun hal itu masih belum cukup. Untuk meningkatkan resiprositas, perlu adanya kesempatan dan dukungan dari pihak-pihak lainnya seperti pemerintah dan warga agar berbagai rencana peningkatan tindakan resiprositas dapat terlaksana dengan baik. 4. Manfaat Modal Sosial Modal sosial merupakan sebuah sumber daya atau aset sosial yang berupa norma dan jaringan yang dilandasi kepercayaan yang terkoordinasi dengan baik sehingga menghasilkan kinerja yang lebih efisien. Pendayagunaan modal sosial
138
pada program pemberdayaan masyarakat akan membantu pelaku pemberdayaan melaksanakan tugasnya dengan baik. Seperti yang telah dikaji oleh beberapa ahli pada bab sebelumnya, pendayagunaan modal sosial dapat: (1) mempengaruhi modal manusia, modal manusia merupakan modal yang terkait dengan pengembangan keterampilan dan pengetahuan (2) mempengaruhi efektifitas dan efisiensi program, dan (3) membantu ketersediaan sarana dan prasarana program. Program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo secara garis besar dilaksanakan oleh Kader Desa, sehingga modal sosial kader desa akan membantu proses berjalannya program pemberdayaan masyarakat sesuai dengan yang diharapkan. a. Program Peran Pembantu Keluarga Berencana Desa (PPKBD) Program PPKBD merupakan program pemberdayaan yang berfokus pada penggencaran sosialisasi mengenai keluarga berencana. Kader Desa memiliki peran sentral dalam pelaksanaan program PPKBD. Kader Desa mendayagunakan modal sosial baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meraih kesuksesan program ini. Pendayagunaan modal sosial untuk meningkatkan modal manusia pada program PPKBD dapat dilihat dari peningkatan kompetensi yang dimiliki oleh Kader PPKBD. Pada awal pembentukan Kader Desa, masyarakat yang terpilih berasal dari latar belakang yang berbeda. Mayoritas Kader PPKBD yang terpilih merupakan Ibu rumah tangga dengan latar belakang pendidikan SMP hingga SMA. Pada awal pemilihan Kader, Kader Desa belum memiliki kompetensi mengenai
139
dasar-dasar keluarga berencana. Dengan kepemilikan nilai ketekunan belajar mengikuti sosialisasi yang diberikan, Kader Desa menjadi memiliki kemampuan mengenai dasar-dasar keluarga berencana dan tata cara pegelolaan program dengan baik. Jaringan yang erat antara Kader Desa dengan pihak medis yang bekerja di Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah juga telah membantu meningkatkan kapasitas Kader Desa dalam menyelesaikan masalah PPKBD yang belum dapat teratasi. Selain dapat meningkatkan modal manusia, pendayagunaan modal sosial juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi program PPKBD. Efektivitas dan keefisienan program PPKBD yang telah dibentuk oleh Kader Desa yakni, 1. Ketepatsasaran Kader Desa dalam menentukan aseptor KB. Kader Desa merupakan bagian dari warga masyarakat, sehingga pendataan dan sosialisasi yang dilakukan oleh Kader Desa menjadi lebih sesuai. Kepemilikan nilai ramah kepada orang lain juga membantu Kader Desa dalam memperoleh aseptor KB sebanyak-banyaknya yang berdampak pada kesuksesan program ini. 2. Kesigapan Kader Desa dalam memberikan pelayanan kepada aseptor KB. Wujud pelayanan yang diberikan oleh Kader Desa adalah salah satunya adalah perbantuan kepengurusan keluhan kepada petugas medis seperti keringanan biaya pemasangan alat kontrasepsi. Jaringan yang kuat antara Pihak medis dengan Kader Desa mempermudah prosedur penanganan kasus. 3. Nilai loyalitas bekerja Kader PPKBD berdampak positif terhadap pelaksanaan program agar terlaksana tepat waktu sesuai dengan perencanaan awal. Hasil observasi menunjukkan bahwa Kader PPKBD selalu berusaha melaksanakan
140
pendataan dengan tepat waktu, seminggu sebelum deadline diberikan oleh pihak pemerintah Desa. Kebutuhan sarana dan prasarana untuk Program PPKBD saat ini belum tampak. Kebutuhan lokasi kumpul Kader Desa dilakukan di rumah masing-masing anggota kader secara bergiliran atau menggunakan ruang pertemuan warga. Sedangkan sosialisasi KB dilakukan mengikuti kegiatan lainnya seperti Pemeriksaan rutin posyandu, musyawarah desa, pengajian maupun arisan warga. Oleh sebab itu, pendayagunaan Modal Sosial untuk peningkatan sarana-dan prasarana belum dapat digali oleh peneliti secara mendalam. b. Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Program posyandu merupakan program pemberdayaan yang melibatkan masyarakat sasaran dari berbagai kalangan mulai dari balita, dewasa, hingga lansia. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan program Posyandu juga beraneka ragam, sehingga penggunaan modal sosial pada program ini sangat kompleks. Manfaat pendayagunaan modal sosial terhadap modal manusia pada program Posyandu dapat dilihat pada perencanaan program. Kader Posyandu yang semula berasal dari berbagai bidang ilmu diberikan sosialisasi dan pelatihan secara terusmenerus oleh pihak medis dan pemerintah desa sehingga memiliki kemampuan mengelola Kader Posyandu dengan baik. Hasil dari pengolahan modal manusia tersebut menghasilkan berbagai prestasi salah satunya yakni dinobatkan sebagai desa percontohan posyandu se-Provinsi DIY. Prestasi tersebut didapatkan atas dukungan dari nilai loyalitas kerja Kader Desa, kerjasama dalam organisasi yang
141
solid, kepercayaan yang terbangun, serta jaringan yang erat dengan pihak-pihak yang berpengaruh dalam terselenggaranya program Posyandu. Modal sosial juga berpengaruh positif terhadap efektivitas dan efisiensi program Posyandu. Kader Desa telah merancang program posyandu menjadi tiga buah sub pokok kegiatan yakni Posyandu Balita, Posyandu Remaja, dan Posyandu Lansia. Pemisahan masyarakat sasaran ini merupakan salah satu upaya agar sosialisasi dan perlakuan yang dilakukan Kader Desa dapat tepat sasaran sesuai dengan harapan pemerintah. Supaya pengecekan kesehatan rutin juga dapat berjalan dengan lancar, Kader Desa juga melakukan kunjungan-kunjungan ke rumah warga yang tidak menghadiri pengecekan kesehatan untuk diberikan sosialisasi secara privat, terutama kepada lansia yang mengalami sakit kronis dan balita yang mengalami gizi buruk. Kunjungan ini merupakan salah satu wujud loyalitas Kader Desa untuk mengefisienkan waktu pelaporan data agar valid dan tidak ada data yang terlewatkan. Selain itu, Kader Desa juga selalu melakukan evaluasi baik secara rutin atau incidental agar pelaksanaan program posyandu dapat terlaksana sesuai dengan keinginan. Kepemilikan fasilitas pemberdayaan masyarakat di program Posyandu dilandasi oleh berbagai faktor. Modal Sosial yang digunakan dalam pemerolehan fasilitas tersebut tidak dapat dijelaskan melalui unsur-unsur modal sosial, tetapi wujudnya dapat terlihat seperti pernyataan “SH” berikut ini, Reward untuk kader saat ini secara khusus belum ada cuma di sini tiap kali kegiatan Posyandu menganggarkan bantuan konsumsi. Di tempat lain gak ada cuma PMT balita. Subsidi tiap bulan. Untuk 10 orang berupa snack. Dana itu biasanya dikumpulkan oleh kader untuk beli seragam, peralatan posyandu dan lainnya biasanya (CW 6, 29/12/2016). 142
Reward merupakan bentuk penghargaan yang diberikan atas keberhasilan Kader Desa melaksanakan program. Keberhasilan program diperoleh melalui modal sosial dan modal manusia. Selanjutnya, pernyataan tersebut juga didukung oleh “SH,” Terus kader sendiri sudah kesepakatan, semua setuju, tanpa dipaksa kita iuran, nabung, sama arisan. Kita saham sedikit-sedikit biar punya saham. Biar kadernya tidak dipandang tidak punya kegiatan. Tiap bulannya kita tetap ada acara, ada arisan, tabungan, dana sosial, dan lainnya. Tabungan ini nantinya juga akan kita kembalikan misalnya mau beli baju, zakat, alat yang sudah rusak, bingkisan kepada temen-temen yang lagi sakit (CW 6, 29/12/2016). Kesepakatan yang dibentuk antara Kader desa merupakan salah satu unsur resiprositas yang menimbulkan adanya keinginan untuk melaksanakan kegiatan. Ungkapan “Biar kadernya tidak dipandang tidak punya kegiatan” merupakan bentuk keinginan Kader Desa agar kelompoknya dihargai oleh masyarakat luas dan diakui keberadaannya. Faktor lain yang mempengaruhi juga adanya Nilai “kemandirian” kader untuk dapat mengelola tugas sebagai kader dengan baik tanpa mengandalkan bantuan dari pemerintah seperti ungkapan “ST” berikut ini, … Ya kita tabung, kalau pas ada alat yang rusak misalnya neraca, kan neraca banyak ada yang digantung, ada yang di meja, dan ada yang neraca di injak itu, biasanya rentan rusak. Kalau mengandalkan bantuan dan jatah dari pemerintah kan lama, kita gunain tabungan atau reward-reward kinerja. Dikit-dikit kan lama-lama kebeli (CW 7, 29/12/2016). Dilanjutkan dengan pengaruh adanya jejaring yang dibentuk antara Kader Desa dengan warga masyarakat melalui donasi. Dana donasi juga dimanfaatkan oleh Kader Desa untuk memperoleh tambahan fasilitasi program pemberdayaan masyarakat seperti yang diungkapkan “ST” berikut,
143
… Uang operasional kita gunakan untuk PMT, juga ada dari desa tapi kan tidak sebulan dari desa ada. Padahal PMT AS dibutuhkannya sering. Makanya kita meminta dana dari RT. Begitu juga kalau alat-alatnya sudah rusak, kita mencari donatur kepada warga-warga yang kita anggap punya (CW 7, 29/12/2016). Kader Posyandu telah melakukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan sarana dan prasarana penunjang program. Berbagai upaya tersebut merupakan wujud resiprositas dan loyalitas Kader Desa untuk kesuksesan program Posyandu. c. Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Program PSN merupakan program pemberdayaan masyarakat yang konsen terhadap kebersihan lingkungan agar terhindar dari penyakit Demam Berdarah. Tugas Kader Jumantik selain melakukan pengecekan kebersihan rumah warga adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai cara pencegahan, tandatanda atau gejala, cara pertolongan pertama, serta perbantuan mengenai wabah demam berdarah. Pendayagunaan modal sosial untuk meningkatkan modal manusia muncul ketika Kader Jumantik yang semula berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, karena memiliki loyalitas yang tinggi serta kemauan untuk belajar menyebabkan mereka memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat sasaran terkait penanganan wabah demam berdarah. Kepemilikan modal sosial oleh Kader Desa pada program PSN saat ini telah mampu meningkatkan efektivitas dan keefisienan program. Hal ini dibuktikan dengan adanya kekompakan yang erat antara Kader Desa sebagai kumpulan individu yang bekerja sebagai tim. Rasa kekompakan dan rasa kepedulian yang erat
144
menimbulkan rsaa perhatian terhadap rekan kerjanya. Jika ada salah satu Kader yang tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, Ketua Kelompok atau anggota yang lain akan mendatangi Kader tersebut dan menanyakan alasan mengapa tidak dapat bekerja dengan baik. Kader Desa juga sering mem-back up kinerja kader yang berhalangan dengan tujuan agar pelaporan data tepat waktu. Saat ini Kader Jumantik belum memiliki posko yang dikhususkan untuk kegiatan PSN. Hal ini tidak memjadi permasalahan, mengingat kinerja Kader Jumantik adalah keliling kampong untuk mengecek rumah warga. Sedangkan jika Kader Jumantik akan melakukan rapat, maka lokasi rapat bergiliran dari rumah kader satu dengan yang lainnya. pada program PSN, penggunaan modal sosial untuk meningkatkan sarana dan prasarana belum terlihat secara jelas. d. Program Tim Koordinasi Pemberantasan Kemiskinan (TKPK) Program TKPK merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat yang konsen terhadap pemberantasan kemiskinan. Peran Kader Desa sangat erat hubungannya dengan pemerintah desa dan warga masyarakat sasaran terutama warga miskin. Untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, Kader Desa memanfaatkan modal sosial. Modal sosial dapat meningkatkan modal manusia dapat dilihat dari peningkatan keterampilan dan pengetahuan kader TKPK dalam berbagai hal yang mendukung kesuksesan program. Loyalitas Kader Desa dalam mengikuti sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah dan Dinas Sosial menjadikan Kader Desa memiliki kemampuan mengelola dan melaksanakan program TKPK dengan baik.
145
GY mengungkapkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagai Kader TKPK, tak jarang Ia harus menulis proposal pengajuan bantuan. GY mengaku bahwa Ia tidak bisa menggunakan komputer dengan lancar, sehingga Ia meminta tolong tukang rental komputer atau anaknya yang masih SMA untuk membantu menulis proposal. Pada awalnya GY tidak dapat menggunakan komputer, karena terdesak untuk meningkatkan kompetensinya, GY belajar meskipun masih membutuhkan bantuan dari pihak lain (CW 12, 6/3/2017). Wujud manfaat modal sosial dapat meningkatkan efisiensi dam efektivitas tergambarkan pada program TKPK. Loyalitas dan rasa kekeluargaan yang dimiliki Kader Desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sasaran memudahkan Kader Desa dalam mendata kemiskinan dengan tepat sasaran. Kader Desa tidak menganggap bahwa program TKPK hanya sekedar program saja, tetapi bentuk pengabdian kepada masyarakat agar masyarakat mendapatkan haknya. Nilai kekeluargaan yang dipegang teguh oleh Kader Desa mempermudah Kader Desa menggali data masyarakat sasaran dengan lebih akurat dan terpercaya. Oleh sebab itu, apabila bantuan dari pemerintah turun, Kader Desa dapat membagi dengan bijaksana dan tepat waktu. B. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara, dokumentasi, observasi, dan analisis menggunakan program Ucinet 9.0, maka penulis dapat menyimpulkan pembahasan yang disesuaikan dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan pada Bab Pendahuluan yaitu,
146
1. Proses Pemberdayaan Masyarakat di Desa Bangunjiwo Pemberdayaan merupakan sebuah proses pemberian kekuatan atau power dari agen atau pemberdaya kepada seseorang yang belum berdaya agar mampu memiliki kekuatan untuk beraktifitas sebagaimana semestinya. Akbarian (2015:23) menyatakan bahwa dalam tahap-tahap pemberdayaan dapat dilakukan dalam tiga proses yang harus ada yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Penggunaan tahap ini juga disesuaikan dengan tahap evaluasi yang dilakukan pemerintah melalui Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Ketiga proses tersebut diharapkan telah mampu menggali data sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan pada Bab sebelumnya. Program pemberdayaan masyarakat yang terlaksana di Desa Bangunjiwo terdiri dari empat kegiatan utama yakni (a) Program Peran Pembantu Keluarga Berencana Desa (PPKBD), (b) Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), (c) Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dan Program Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Proses proses pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui tiga tahap utama yakni (a) perencanaan, (b) pelaksanaan, dan (c) evaluasi. Pada proses perencanaan dan evaluasi, tahapan yang dilakukan oleh keempat program pemberdayaan masyarakat hampir sama. Sedangkan pada proses pelaksanaan, perbedaan tahapan terletak pada materi sosialisasi yang diberikan disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi program tersebut. Adapun rangkuman proses pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo dapat dilihat pada Tabel 7. Kesamaan proses antara keempat program dalam tahap perencanaan dan evaluasi
147
dikarenakan koordinator keempat program adalah Pemerintah Desa dibantu dengan Instansi terkait, sehingga perlakuan dan anggaran yang diberikan hampir sama.
PPKBD
Tabel 7. Proses Pemberdayaan Masyarakat Posyandu PSN
Perencanaan a. Pembentukan a. Pembentukan a. Pembentukan Kader Kader Jumantik b. Pembuatan b. Pembentukan b. Pembentukan struktur struktur struktur organisasi organisasi organisasi c. Pelatihan Kader c. Pelatihan Kader c. Pelatihan d. Pelengkapan d. Perlengkapan Jumantik administrasi administrasi d. Perlengkapan e. Penentuan e. Penentuan lokasi administrasi basecamp posyandu f. Pengadaan sarana dan prasarana Pelaksanaan a. Pendataan a. Pemeriksaan a. Pengecekan penduduk kesehatan rutin rutin b. Sosialisasi Masal b. Sosialisasi b. Pelayanan c. Sosialisasi Privat c. Pendataan bagi penderita d. Pelayanan d. Pelaporan wabah Aseptor KB c. Pelaporan e. Pelaporan
a. Kumpul Kader Padukuhan b. Kumpul Kader Desa c. Monitoring Insidental d. Konsultasi Insidental
Evaluasi a. Kumpul Kader a. Kumpul Padukuhan Kader b. Kumpul Kader Padukuhan Desa b. Kumpul c. Evaluasi Kader Desa incidental c. Evaluasi Insidental
148
TKPK a. Pembentukan Kader b. Pembuatan struktur organisasi c. Pelatihan Kader d. Pelengkapan administrasi
a. Pendataan Profil Kemiskinan b. Analisis Kemiskinan Penduduk c. Penyaluran dan Pendampingan bantuan a. Kumpul Kader Padukuhan b.Kumpul Kader Desa c. Evaluasi per program
2. Pendayagunaan Modal Sosial Modal sosial merupakan sebuah sumber daya atau aset sosial yang berupa norma dan jaringan yang dilandasi atas kepercayaan yang terkoordinasi dengan baik sehingga menghasilkan kinerja yang lebih efektif dan efisien. Hasbullah (2006: 9-12) menguraikan unsur-unsur pembentuk modal sosial dalam enam unsur-unsur modal sosial yakni: (1) Kepercayaan (trust), (2) Jaringan (network), (3) Saling tukar kebaikan (reciprocity), (4) Norma (norm), (5) Nilai (value), dan (6) Tindakan yang proaktif. Berdasarkan hasil penelitian, modal sosial yang timbul dalam program pemberdayaan masyarakat yakni Jaringan, Kepercayaan, Resiprositas, serta Nilai dan Norma. Adapun analisis yang dilakukan oleh peneliti adalah analisis tiap komponen modal sosial dengan rincian sebagai berikut, a. Jaringan Jaringan yang terbentuk dalam komponen program pemberdayaan memiliki ikatan yang berbeda-beda. Program pemberdayaan masyarakat yang paling kuat terdapat pada program posyandu, sedangkan program yang memiliki jaringan lemah yakni TKPK. Program PPKBD didukung oleh 7 aktor utama yang terdiri dari petugas Kantor Desa Bangunjiwo dan instansi kesehatan. Permasalahan yang dialami oleh jaringan PPKBD adalah Kader Desa belum mampu membentuk jaringan dengan pihak instansi pendidikan dan donatur secara erat. Program Posyandu didukung oleh delapan aktor yang memiliki pengaruh besar terhadap jalannya pemberdayaan masyarakat. Aktor pendukung tersebut terdiri dari tokoh masyarakat, masyarakat, dan instansi kesehatan. Namun, berdasarkan hasil
149
analisis jaringan menggunakan Ucinet tersebut, Kader desa yang seharusnya memiliki peran sentral tidak termasuk dalam kelompok aktor berpengaruh. Setelah peneliti melakukan penggalian data melalui wawancara dan observasi, penyebab Kader Desa tidak masuk sebagai aktor berpengaruh disebabkan oleh kemandirian masyarakat dalam membentuk jaringan secara individu kepada pihak lain. Karena kemandirian masyarakat, ketergantungan terhadap Kader Desa semakin berkurang. Hal ini perlu ditingkatkan dan diapresiasi dengan baik untuk kemajuan program posyandu. Jaringan yang dibentuk oleh PSN saat ini dipengaruhi oleh 13 aktor dengan 4 aktor yang memiliki pengaruh paling besar. Kendala yang dialami pada program ini adalah masyarakat memiliki ketergantungan terhadap Kader Desa dalam menerapkan kebersihan lingkungan dan prosedural memperoleh keringanan biaya di rumah sakit bagi warga yang terjungkit demam berdarah. Oleh sebab itu, tugas pokok Kader Desa adalah dengan selalu mendorong warga masyarakat agar memperhatikan kebersihan lingkungan, tidak hanya untuk mencegah demam berdarah saja, tetapi sebagai gaya hidup sehat. Jaringan yang dibentuk oleh program TKPK dilaksanakan oleh 17 aktor dengan aktor yang berpengaruh adalah Desa dan Dinas Sosial. penyebab sedikitnya aktor yang berperan aktif tersebut dikarenakan Kader Desa melaksanakan tugas sebatas pada pendataan saja, aspek pemberian pelayanan dan sosilaisasi belum berjalan dengan baik. Untuk meningkatkan kinerjanya, Kader Desa dan masyarakat secara bersama-sama harus turut berpartisipasi aktif dalam meningkatkan pengentasan kemiskinan. 150
Tabel 8. Tabel Jaringan Program Pemberdayaan Masyarakat Jumlah Program Aktor Berpengaruh Kendala Jaringan Aktor PPKBD 19 1)BKKBN, Kader Desa belum mampu 2)Puskesmas, 3)Desa, bermitra dengan baik dengan 4)Rumah Sakit Daerah, instansi pendidikan dan donatur 5)Posyandu, 6)Dinas Kesehatan, 7)Kader PPKBD Posyandu 19 1)Desa, 2)Rumah Sakit Kader Desa sebagai pelaku Daerah, 3)Dinas Sosial, pemberdayaan belum mampu 4)Dinas Kesehatan, memberikan pengaruh yang 5)BKKBN, besar terhadap jalannya 6)Puskesmas,7)Dukuh, program. 8)Masyarakat PSN 13 1)Kader Desa, 2)Desa, Masyarakat memiliki 3)Puskesmas, 4)Rumah ketergantungan terhadap Kader Sakit Daerah Desa dalam menerapkan kebersihan lingkungan dan prosedural memperoleh keringanan biaya di rumah sakit bagi warga yang terjungkit demam berdarah. TKPK 17 1)Desa, 2)Dinas Sosial Kader Desa belum memiliki peran sentral dalam jaringan dikarenakan pelaksanaan program masih tergantung atas instruksi dinas sosial dan Desa. b. Kepercayaan Kepercayaan kepada Kader Desa timbul baik secara vertikal maupun horizontal. Kader Desa membangun kepercayaan kepada Pemerintah selaku pemangku kebijakan, di lain sisi Kader Desa juga memupuk kepercayaan kepada masyarakat sebagai kelompok sasaran program pemberdayaan. Selain itu, di dalam kehidupan berorganisasi, Kader Desa juga dituntut untuk membangun kepercayaan 151
terhadap kader lainnya. Tabel 9 menunjukkan bentuk kepercayaan yang diwujudkan oleh ketiga jenis aktor tersebut. Tabel 9. Wujud Kepercayaan kepada Kader Desa Program
Wujud Kepercayaan
PPKBD
1) Kewenangan Kader Desa mengelola keuangan program 2) Kewenangan memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat 3) Kesediaan masyarakat mengikuti kegiatan PPKBD 4) Kesediaan masyarakat menjadi aseptor KB 5) Kesediaan menerima bantuan untuk kepengurusan KB di puskesmas (dalah hal prosedural dan keringanan biaya) Posyandu 1) Pemberian reward berupa pemberian uang snack setiap pelaksanaan posyandu 2) Kewenangan Kader Posyandu untuk mengelola keuangan 3) Kesediaan masyarakat berperan aktif dalam kegiatan posyandu 4) Kesediaan peserta posyandu lansia menjadi motivator ASI Ekslusif 5) Kesediaan warga menjadi donatur program Posyandu PSN 1) Kesediaan masyarakat menjaga kebersihan lingkungan 2) Kesediaan menerima bantuan untuk kepengurusan perawatan bagi warga yang terkena wabah demam berdarah TKPK 1) Kewenangan mengkoordinasikan bantuan dari pemerintah untuk disalurkan secara tepat sasaran
c. Resiprositas Wujud resiprositas yang tampak pada program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo dapat dilihat pada Tebel 10. Setiap program pemberdayaann memiliki wujud resiprositas yang berbeda-beda. Resiprositas yang pada program PPKBD terjadi pada hubungan antara Kader Desa dengan dinas kesehatan yang mendukung dan memfasilitasi program. Resiprositas yang dibangun pada program
152
Posyandu sudah mampu melingkupi berbagai aspek. Perbedaan resiprositas Posyandu dengan program lain adalah kerekatan di dalam kelompok. Kader Posyandu memiliki keinginan untuk terus meningkatkan eksistensi kelompoknya melalui berbagai kegiatan seperti outbond, arisan, penarikan dana sosial, penarikan donasi, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam program PSN dan TKPK, bentuk resiprositas belum begitu tampak karena program yang berjalan masih terbatas pada pendataan saja. Tabel 10. Wujud Resiprositas Kader Desa Program PPKBD
Wujud Resiprositas
1) 2) Posyandu 1) 2) 3) PSN
TKPK
Kepedulian dan kekeluargaan Saling membantu satu sama lain Penarikan iuran Kemauan masyarakat menjadi donatur Kemauan kader menggantikan pekerjaan kader lain yang berhalangan atau sakit 1) Kesediaan masyarakat menjaga kebersihan lingkungan 2) Kesediaan menerima bantuan untuk kepengurusan perawatan bagi warga yang terkena wabah demam berdarah 1) Kewenangan mengkoordinasikan bantuan dari pemerintah untuk disalurkan secara tepat sasaran
d. Nilai dan Norma Nilai dan norma yang terwujud dalam program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo memiliki karakteristik sesuai pada Tabel 11.
153
Tabel 11. Wujud Nilai dan Norma dalam Program Pemberdayaan Masyarakat Program PPKBD
Posyandu
PSN
TKPK
1) 2) 3) 4) 5) 1) 2)
Nilai dan Norma Ketekunan dalam belajar Loyalitas bekerja Bekerja berasas kekeluargaan Ramah kepada orang lain Malu jika lalai Ketekunan dalam belajar Loyalitas bekerja
Wujud
1) Memahami materi sosialisasi 2) Memberikan sosialisasi 3) Pemberian penyuluhan 4) 5) 1) 2)
3) Bekerja tanpa pamrih
3)
4) Kerjasama dan kekompakan 5) Kepedulian terhadap sesame 6) Memajukan organisasi
4) 5) 6)
1) Pentingnya menjaga kesehatan 2) Kerjasama dalam tim 1) Loyalitas melayani masyarakat 2) Kepedulian terhadap sesame
1)
3) Nilai bekerja tanpa pamrih 4) Keadilan dan kebijaksanaan 5) Kekeluargaan
Menyapa warga kapan saja Pendataan Bertanya materi sosialisasi Kegiatan organisasi dan program Tetap loyal walau tidak mendapat gaji Organisasi posyandu Penarikan iuran dan donasi Outbond, pembuatan seragam, rekreasi, dan pendirian usaha bersama Program pengecekan
2) Pendataan 1) Sosialisasi dan pelayanan kapanpun dan dimanapun 2) Pemberian bantuan pengurusan dana pemerintah 3) Tetap loyal walau tidak mendapatkan gaji 4) Pembagian bantuan dari pemerintah 5) Dalam pembagian bantuan dari pemerintah
Berdasarkan tabel 11 dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai dan norma yang dianut masing-masing program memiliki kesamaan. Berdasarkan hasil penelitian, faktor pendorong hampir samanya nilai dan norma yang berlaku yakni karena lokasi pemberdayaan sama, kelompok sasaran sama, dan beberapa Kader Desa mengikuti dua satu lebih program pemberdayaan.
154
e. Wujud Modal Sosial dalam Proses Pemberdayaan Masyarakat Proses pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo terdiri dari tiga tahap utama yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Setiap proses dapat berjalan dengan optimal dikarenakan pendayagunaan modal sosial berupa jaringan, kepercayaan, resiprositas, serta nilai dan norma. Adapun wujud modal sosial dalam proses pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo yang berhasil diungkapkan oleh peneliti dapat dilihat pada Tabel 12.
155
Perencanaan
Tabel 12. Wujud Nilai dan Norma dala Program Pemberdayaan Masyarakat Modal Sosial Jaringan Kepercayaan Resiprositas Nilai dan Norma 1) Hubungan Kader Desa dengan Kewenangan Kader 1) Pemilihan Kader Desa dan 1) Ketekunan dalam tokoh masyarakat dan Pemerintah Desa berperan dalan penyusunan organisasi yang mempelajari materi sosialisasi Desa dalam pemilihan Kader. pembuatan APB Des, berlandaskan musyawarah bersama. dan pelatihan. 2) Hubungan Kader Desa dengan RPJM Des, dan RKP 2) Jalinan antara Kader Desa, 2) Kekeluargaan dalam instansi pemberi sosialisasi dan Des yang berpengaruh Pemerintah Desa, dan Instansi terkait pemilihan Kader Desa. pelatihan. terhadap kewenangan selama pelatihan dan sosialisasi kader 3) Hubungan antar sesama Kader mengelola dana secara kekeluargaan dan saling Desa dalam menentukan arah keuangan. membutuhkan. kerja kelompok.
156
Evaluasi
Pelaksanaan
Modal Sosial Jaringan 1) Hubungan Kader Desa dengan masyarakat sasaran terkait pemberian sosialisasi dan pelayanan. 2) Menjaga keharmonisan hubungan antara Kader Desa dengan instansi terkait dan Pemerintah Desa. 3) Membangun kerjasama antara Kader Desa dengan Sponsor dan instansi pendidikan untuk penambahan sumber dana dan resource lainnya. 1) Hubungan Kader Desa dengan Tokoh Masyarakat dan instansi terkait yang bertugas memberikan evaluasi. 2) Hubungan Kader Desa dengan Masyarakat Sasaran yang memberikan kritik dan saran.
Kepercayaan 1) Kewenangan memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat sasaran. 2) Kesediaan masyarakat sasaran mengikuti program (pelayanan, sosialisasi, pendataan, keikutsertaan, dan koordinasi) 3) Kesediaan warga masyarakat menjadi donatur kegiatan. Kewenangan menentukan bentuk pengembangan program sesuai kebutuhan masyarakat sasaran.
Resiprositas 1) Kepedulian dan kekeluargaan dalam pelaksanaan program (pelayanan, sosialisasi, pendataan, keikutsertaan, dan koordinasi) 2) Saling membantu satu sama lain terutama dalam kelompok Kader Desa. 3) Penarikan iuran dan donasi secara sukarela. 4) Kemauan Kader Desa menggantikan Kader lain yang berhalangan.
Nilai dan Norma 1) Loyalitas dalam melaksanakan tugas 2) Kader Desa bekerja berasaskan kekeluargaan. 3) Ramah kepada orang lain 4) Malu jika lalai mengerjakan tugas 5) kerjasama dan kekompakkan. 6) kepedulian terhadap sesame dalam bentuk iuran dan donasi. 7) Semangat memajukan organisasi
1)Kemauan saling menilai antar Kader Desa untuk kemajuan program. 2) Kemauan masyarakat sasaran memberikan saran dan pemikiran untuk program. 3) Kemauan instansi terkait dan Pemerintah Desa memberikan evaluasi baik rutin maupun incidental.
1) melaksanakan evaluasi berasaskan kekeluargaan. 2) saling membantu satu sama lain demi kemajuan program. 3) keadilan dan kebijaksanaan dalam menentukan sikap.
157
3. Manfaat Pendayagunaan Modal Sosial Menurut Marwani (dalam Aprilia Theresia, dkk 2014: 49) menyebutkan bahwa keberadaan modal sosial dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi bekerjanya komunitas atau kelompok. Secara terperinci, manfaat tersebut yakni: (1) memberikan kemudahan dalam mengakses informasi, (2) menjadi media pembagian kekuasaan dalam komunitas, (3) mengembangkan solidaritas, (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas, (5) memungkinkan pencapaian bersama, dan (6) membentuk perilaku kebersamaan dan berorganisasi komunitas. Penelitian Coleman (2009: S95) berfokus pada pemanfaatan social capital dalam pembentukan human capital. Coleman mendefinisikan modal sosial sebagai sumber penting bagi para individu dan sangat mempengaruhi kemampuan mereka untuk bertindak meningkatkan kualitas hidupnya atau sering disebut sebagai human capital. Lebih lanjut Coleman menggambarkan bahwa modal sosial dapat memudahkan pencapaian tujuan yang sulit dicapai. Modal sosial terbentuk ketika relasi antara manusia mengalami perubahan positif yang membuat seseorang mudah melakukan tindakan. Seperti halnya sumber daya manusia, modal sosial juga tidak memiliki wujud yang real, namun dapat dirasakan melalui keterampilan dan pengetahuan dalam memudahkan kegiatan dan membentuk jejaring atau relasi antar manusia. Modal sosial Kader Desa dalam pelaksanaan program Pemberdayaan Masyarakat sedikit banyak telah membantu keberhasilan program. Sesuai dengan pendapat Ahli, maka peneliti membagi manfaat Modal Sosial menjadi tiga pembahasan utama yakni, (1) manfaat modal sosial terhadap modal manusia, (2) 158
manfaat modal sosial terhadap efektivitas dan efisiensi program, serta (3) manfaat modal sosial terhadap peningkatan sarana dan prasarana program. Berebapa keberhasilan yang tampak di Desa Bangujiwo dapat dilihat pada Tabel 13.
Program PPKBD
Posyandu
PSN
TKPK
Tabel 13. Wujud Pendayagunaan Modal Sosial Wujud Pendayagunaan Modal Sosial Peningkatan Modal Manusia Efektivitas dan Efisiensi Sarana dan Prasarana 1) Peningkatan 1) Ketepatsasaran Belum tampak pengetahuan program Kader 2) Ketepat waktuan program 1) Peningkatan 1) Ketepatsasaran 1) Reward pengetahuan sosialisasi kinerja 2) Peningkatan 2) Ketepatwaktuan 2) Iuran dan prestasi pelaporan data donasi program 1) Kemampuan 1) Ketepatwaktuan Belum tampak menyelesaikan pengumpulan data masalah 1) Kemampuan 1) Ketepatsasaran Belum tampak pengelolaan dan membagikan dana pelaksanaan pemerintah program 2) Kemudahan menggali 2) Peningkatan data keterampilan 3) Kebijaksanaan dan ketepatwaktuan dalam membagikan dana pemerintah
Berdasarkan hasil pembahasan setiap elemen program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo, dapat disimpulkan bahwa Kader Desa memiliki peran terpenting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan Desa Bangunjiwo mengelola program didorong oleh kemampuan Kader Desa dalam mendayagunakan modal sosial. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengembangan kualitas Kader Desa berbasis modal sosial yang terencana dan terintegrasi untuk 159
menciptakan Kader Desa yang mampu melaksanakan program pemberdayaan dengan baik dan berkelanjutan. C. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar mendapatkan hasil yang maksimal, namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam penelitian ini terdapat kekurangan dan keterbatasan antara lain, a. Peneliti menemukan fenomena yang menarik mengenai kegiatan posyandu, khususnya posyandu remaja. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya dibahas proses pelaksanaannya secara umum. Diharapkan penelitian berikutnya dapat melakukan penelitian khusus mengenai Posyandu Remaja di Desa Bangunjiwo secara lebih menyeluruh. b. Penelitian ini berfokus pada program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Kader Desa terutama di bidang kemiskinan dan kesehatan. Akan tetapi peneliti juga menemukan fenomena pemberdayaan masyarakat yang khas dimiliki oleh Desa Bangunjiwo yakni mengenai pemberdayaan masyarakat di bidang kebudayaan yang belum dapat diulas dalam penelitian ini.
160
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai modal sosial Kader Desa dalam program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangujiwo, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di Desa Bangunjiwo yakni Program Peran Pembantu Keluarga Berencana Desa (PPKBD), Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Proses jalannya program terdiri dari tiga tahap yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Proses perencanaan diawali dengan pembentukan Kader Desa, pelatihan Kader Desa, pembuatan buku administrasi, dan persiapan sarana prasarana. Proses pelaksanaan berbeda-beda sesuai dengan program masing-masing. Pada dasarnya proses Pelaksanaan secara umum terdiri dari (1) pendataan warga, (2) pelayanan warga, dan (3) pelaporan hasil data. Pada program Posyandu, pelaksanaan program sudah pada tingkat pemupukan kesejahteraan kelompok. Evaluasi yang dilakukan yakni dengan melakukan kumpul kader padukuhan, kumpul kader Desa, dan evaluasi secara insidental jika diperlukan. Terdapat kesamaan proses pada tahap perencanaan dan evaluasi, dikarenakan berbagai program tersebut dikoordinir oleh Pemerintah Desa, sehingga perlakuan yang diberikan Pemerintah Desa hampir sama.
161
Modal sosial yang terbentuk dalam program pemberdayaan masyarakat memiliki manfaat terhadap modal manusia, efektivitas dan efisiensi program, dan peningkatan sarana dan prasarana. Peningkatan modal manusia dapat dilihat dari dari peningkatan kapasitas Kader Desa dalam menguasai materi sesuai dengan bidang garapannya sebagai Kader. Peningkatan efektivitas dan efisiensi program terwujud dalam ketepatwaktuan Kader mengumpulkan data, ketepatsasaran Kader menentukan sasaran program. Peningkatan sarana dan prasarana hanya dilakukan oleh program Posyandu saja. Kader Desa memiliki peran terpenting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan Desa Bangunjiwo mengelola program didorong oleh kemampuan Kader Desa dalam mendayagunakan modal sosial. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengembangan kualitas Kader Desa berbasis modal sosial yang terencana dan terintegrasi untuk menciptakan Kader Desa yang mampu melaksanakan program pemberdayaan dengan baik dan berkelanjutan. B. Implikasi Agar program Pemberdayaan Masyarakat di Desa Bangunjiwo berhasil dengan baik, langkah-langkah yang dapat dilakukan yakni, 1. Pemberian pembinaan dan pelatihan kepada Kader Desa terkait modal sosial seperti pentingnya membangun jaringan, pentingnya meningkatkan loyalitas, tata kelola organisasi, dan modal lainnya yang mendukung berlangsungnya program Pemberdayaan Masyarakat. 2. Pemberian penghargaan terhadap Kader Desa perlu ditingkatkan
162
mengingat Kader Desa merupakan pioneer masyarakat yang berperan aktif sehingga pemberdayaan masyarakat dapat tepat sasaran dan berjalan dengan baik. 3. Meningkatkan kerjasama dengan pekerja sosial, sponsor, dan instansi pendidikan terutama pendidikan luar sekolah dalam bidang peningkatan kapasitas Kader Desa. C. Saran Adapun saran atas beberapa implikasi tersebut yakni, 1. Pemerintah Desa dan instansi terkait diharapkan menguasai pendampingan kinerja Kader Desa agar lebih proaktif dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat 2. Pemerintah Desa diharapkan mampu memberikan pelatihan yang mencukupi kepada Kader Desa dalam bidang pendayagunaan Modal Sosial. 3. Kader Desa diharapkan mampu memanfaatkan Modal Sosial yang mereka Bangun untuk meningkatkan kinerjanya sebagai Kader Desa.
163
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi R.. (2013). Kesejahteraan SOSIAL (Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial, dan Kajian Pembangunan). Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Depok: PT Raja Grafindo Persada. Arikunto, Suharsimi. (2003). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. ________________. (2010). Prosedur Penelitian: Praktik.Yogyakarta: Rineka Cipta.
Suatu
Pendekatan
Akbarian, Ariya. (2015). Program Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis (GEPENG) melalui Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills) di Panti Sosial Binakarya Yogyakarta. Skripsi, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Bahrudin, S. (2013). Modal Sosial Perajin Bambu di Desa Gilangharjo, Pandak, Bantul. Skripsi, tidak diterbitkan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Bappeda Kab. Bantul (2016). RPJMD Kab. Bantul Tahun 2011-2015. Bantul: Bappeda Kab. Bantul. _______________.(2013). Laporan Koordinasi Program-Program Pemberdayaan Masyarakat Kab. Bantul Tahun 2013. Bappeda Kab. Bantul. _______________. (2013). Laporan Koordinasi Program-program Pemberdayaan 2013. Bantul: Bappeda Kab. Bantul. _______________.2013. Laporan Program Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2013. Yogyakarta : Bappeda Kab. Bantul. BPS Kab. Bantul.(2015). Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bantul Tahun 2015. Yogyakarta : BPS Kab. Bantul. ______________.(2016). Statistik Daerah Kabupaten Bantul. Yogyakarta : BPS Kab. Bantul. Cholisin, (19-20 Desember 2011). Pemberdayaan Masyarakat. Makalah disajikan dalam Gladi Manajemen Pemerintahan Desa Bagi Bagian/Kepala Urusan Hasil Pengisian Tahun 2011, di Lingkungan Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Coleman, J.S (2009). Social Capital in the Creation of Human Capital. Chicago Journal, 91, 1307-1335. 164
Dwiningrum, S. I. A. (2014). Modal Sosial dalam Pengembangan Pendidikan dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press. Fahrudin, Adi (2012). Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung : PT Refika Aditama. Field, John. (2010). Modal Sosial. (Terjemahan Nurhadi). Yogyakarta : Kreasi Wacana. Ghony, M. D., & Fauzan Almanshur. (2012) Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. Ghozali, D. A. (2015). Buku 4 Kader Desa : Penggerak Prakarsa Masyarakat Desa. Jakarta Pusat : Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. Gilchrist, Alison. (2009). The Well-Connected Community A Networking Approach to community development. Great Britain: The Policy Press. Hanneman, R. A. & Mark Riddle. (2005). Introduction to social network methods. Riverside, CA: University of California, Riverside. Hasbullah, Jousairi, 2006, Social Capital, Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia, Jakarta : MR United Press. Ife, Jim & Frank Tesoreiro, (2008). Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi (community development). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jules Pretty & Hugh Ward. (2001). Social Capital and the Environment. World Development, 29, 209-227. Kemenkes RI, (2012). Ayo ke Posyandu Setiap Bulan. Jakarta: Kemenkes RI. Kindervatter, Suzanne. (1979). Non formal Education as Empowering Process. Massachuset: Center for International Education University of Massachuset. Mendagri RI, Peraturan Mentri Dalam Negri No. 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Mendagri RI. Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
165
Nabiel G. R. (2016). Pemberdayaan Masyarakat Berbasis IT sebagai Alternatif Model Pemberdayaan (Studi Pemberdayaan Masyarakat di Kampung Blogger Desa Menowo, Kota Magelang, Jawa Tengah). Skripsi, tidak diterbitkan, Universutas Gajah Mada, Yogyakarta. Narayan, Deepa. (2002). Empowerment and Poverty Reduction : A Resource Book. New York: World Bank. Nasution S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Noor, Munawar (2014), Buku Ajar Penelitian Kualitatif. Bahan Ajar, UNTAG, Semarang. Malik, Abdul & Dwiningrum, S.I.A. (2014). Keberhasilan Program Desa Vokasi terhadap Pemberdayaan Masyarakat di Desa Gemawang Kabupaten Semarabf. Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, 1, 124135 Pratikno, et al (Ed). 2001. Merajut Modal Sosial untuk Perdamaian dan Integrasi Sosial: Yogyakarta : Fisipol UGM. Pratikno, et al. 2001. Penyusunan Konsep Perumusan Pengembangan Kebijakan Pelestarian Nilai-nilai Kemasyarakatan (Social Capital) untuk Integrasi Sosial. Yogyakarta : Fisipol UGM. Prijono, O.S. & Pranaka, A.M.W. (1996). Pemberdayaan : Konsep, Kebijakan dan Implementasi., Jakarta : CSIS. Putnam, Robert D. (2002). Making Democracy Work: Civic Tradition in Modern Italy. Princeton : Princeton University Press. Rosida, Idah. (2014). Mekanisme Bekerjanya Modal Sosial dalam Mengembangkan Desa Wisata Candran sebagai sarana Peningkatan Pendapatan Masyarakat (studi kasus di Desa Wisata Candran. Kebonagung, Imogri, Bantul). Tesis magister, tidak diterbitkan, Universtas Gajah Mada, Yogyakarta. Rukmi, M.C.. (2014). Peran Modal Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat melalui Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UUPKS). Skripsi, tidak diterbitkan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Soumokil, Ofir Victor. (19 Januari 2013). Pemetaan Jaringan Sosial Game Online MMORPG Menggunaan Social Network Analysis. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 2013, di STMIK AMIKOM Yogyakarta. 166
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Sulistyani, A. T. (2014). Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Suprijanto, (2012). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: PT Bumi Aksara. Theresia, Aprillia, et al. (2014). Pembangunan Berbasis Masyarakat. Bandung: Alfabeta. Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa. Tohani, Entoh. (2014). Pemanfaatan Modal Sosial (Social Capital) dalam Program Pendidikan Desa Vokasi di Gemawang Kabupaten Semarang. Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan, 7, 1-10. Winarni, Tri (1998) Memahami Pemberdayaan Mayarakat Desa Partisipatif dalam Orientasi Pembangunan Mayarakat Desa Menongsong abad-21: menuju Pemberdayaan Pelayanan Masyarakat. Aditya Yogyakarta : Aditya Media. Yuanjaya, Pandu. (2014). Modal Sosial dalam Gerakan Lingkungan : Studi Kasus di Kampung Gambiran dan Gondolayu Lor, Kota Yogyakarta. Tesis Master, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
167
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN
168
LAMPIRAN 1. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data No
Variabel
Fokus
Metode
Data Pemberdayaan Masyarakat 1 Keadaan fisik Deskripsi umum dan non fisik Desa Deskripsi umum program pemberdayaan masyarakat Kependudukan, data kader 2
Proses Program Pemberdayaan
Perencanaan Program
Pelaksanaan Program
Evaluasi Program
Data Modal Sosial Kader Desa 1 Trust Persepsi terhadap kepercayaan
Observasi Dokumentasi Observasi Dokumentasi
Kantor Desa Kantor Desa KPMD LPMD
Observasi Dokumentasi
Kantor Desa KPMD LPMD Wawancara, Kantor Desa Observasi, KPMD Dokumentasi LPMD . Kader Desa Kantor Desa Wawancara, KPMD Observasi, Dokumentasi. LPMD Kader Desa Masyarakat sasaran Kantor Desa Wawancara, KPMD Observasi, Dokumentasi. LPMD Tokoh Masyarakat Kader Desa Wawancara
Bentuk kepercayaan
Wawancara
Kepercayaan terhadap anggota kelompok Kader Desa
Wawancara
169
Sumber Data
KPMD LPMD Tokoh Masyarakat Kader Desa KPMD LPMD Tokoh Masyarakat Kader Desa LPMD Kader Desa
Lanjutan No
2
Variabel
Reciprocity
Fokus Manfaat kepercayaan terhadap anggota kelompok Kader Desa Kepercayaan pemerintah terhadap Kader Desa Manfaat kepercayaan pemerintah terhadap Kader Desa Kepercayaan Kader Desa terhadap masyarakat Manfaat kepercayaan Kader Desa terhadap masyarakat Kepercayaan masyarakat sasaran terhadap Kader Desa Manfaat kepercayaan masyarakat sasaran terhadap Kader Desa Solidaritas Kader Desa Toleransi Kader Desa
3
Norma dan Nilai
Persepsi terhadap norma dan nilai
170
Metode Wawancara
Sumber Data LPMD Kader Desa
Wawancara
KPMD Tokoh Masyarakat LPMD Kader Desa KPMD Tokoh Masyarakat
Wawancara
Wawancara
Kader Desa,
Wawancara
Kader Desa,
Wawancara
Masyarakat sasaran
Wawancara
Masyarakat sasaran
LPMD Wawancara, Dokumentasi. Kader Desa Masyarakat sasaran LPMD Wawancara Kader Desa Masyarakat sasaran KPMD Wawancara Tokoh Masyarakat Kader Desa Masyarakat sasaran
Lanjutan No
Variabel
Fokus Bentuk norma dan nilai yang berlaku
Sanksi atas norma
Manfaat adanya sanksi dan norma
4
Jaringan
Jaringan dalam program pemberdayaan Jaringan dalam kelompok Kader Desa Komunikasi dengan masyarakat sasaran Komunikasi dengan pemerintah
Manfaat adanya jaringan
5
Tindakan yang proaktif
Bentuk partisipasi yang diberikan anggota
Intensitas partisipasi yang diberikan anggota
171
Metode Sumber Data Kantor Desa Wawancara, Dokumentasi. KPMD Tokoh Masyarakat Kader Desa Masyarakat sasaran KPMD Wawancara, Dokumentasi. Tokoh Masyarakat Kader Desa Masyarakat sasaran KPMD Wawancara, Tokoh Masyarakat Kader Desa Masyarakat sasaran Tokoh Masyarakat Wawancara, Dokumentasi. KPMD LPMD Kader Desa KPMD Wawancara, Dokumentasi LPMD Kader Desa Kader Desa Wawancara Masyarakat sasaran KPMD LPMD Tokoh Masyarakat Kader Desa KPMD Wawancara LPMD Tokoh Masyarakat Kader Desa KPMD Wawancara, Dokumentasi. LPMD Kader Desa Tokoh Masyarakat Masyarakat sasaran KPMD Wawancara, Dokumentasi. LPMD Kader Desa Tokoh Masyarakat Masyarakat sasaran Wawancara
Lanjutan No 6
Variabel Fokus Manfaat human capital pendayagunaan Kader Desa modal sosial
Metode Wawancara Dokumentasi
efektivitas dan efisiensi kinerja Kader Desa
Wawancara
ketersediaan fasilitas/ material pemberdayaan masyarakat
Wawancara Dokumentasi
172
Sumber Data Kantor Desa KPMD LPMD Kader Desa Tokoh Masyarakat Masyarakat sasaran KPMD LPMD Kader Desa Tokoh Masyarakat Masyarakat sasaran KPMD LPMD Kader Desa Tokoh Masyarakat Masyarakat sasaran
LAMPIRAN 2. INSTRUMEN PENELITIAN Tebel 2. Pedoman Observasi Sumber Data Kantor Desa
KPMD
Jenis Data
Aspek/Indikator
Keadaan Fisik
Luas wilayah Batas wilayah Peta wilayah Tokoh Lurah dan karyawan Masyarakat Kader Desa Karakteristik persebaran program pemberdayaan di setiap padukuhan Pemberdayaan Keaktifan kegiatan pemberdayaan masyarakat Proses Perencanaan program pemberdayaan Pemberdayaan Pelaksanaan program pemberdayaan Evaluasi program pemberdayaa Modal Sosial Peraturan bagi karyawan Desa Peraturan bagi Kader Desa Mitra pemberdayaan masyarakat Mitra/ jaringan program pemberdayaan Kerjasama antara kantor Desa dengan Kader Desa Kehadiran Kader Desa mengikuti rapat Prestasi Kader Desa dalam pemberdayaan Pelatihan pemberdayaan masyarakat yang diikuti Kader Desa Material/fasilitas kegiatan pemberdayaan Proses Perencanaan program pemberdayaan Pemberdayaan Pelaksanaan program pemberdayaan Evaluasi program pemberdayaan Kader Desa Struktur organisasi Modal Sosial Solidaritas Kader Desa (Iuran kader yang sakit, atau masyarakat yang sakit) Nilai dan norma yang terjalin Sanksi atas norma Mitra dan sponsor program pemberdayaan Mitra kerja yang membantu Kader Desa
173
Lanjutan Sumber Data
Jenis Data
Aspek/Indikator
Presensi Kader Desa / masyarakat Iuran Kader Desa / Masyarakat Bantuan lainnya Prestasi kader dalam bidang pemberdayaan masyarakat Fasilitas/material yang dimiliki Kader Desa LPMD dan Proses Perencanaan program pemberdayaan Kader Desa Pemberdayaan Pelaksanaan program pemberdayaan Evaluasi program pemberdayaan Kader Desa Struktur organisasi Persebaran program yang berjalan Keaktifan kader berdasarkan wilayah Modal Sosial Solidaritas Kader Desa (Iuran kader yang sakit, atau masyarakat yang sakit) Nilai dan norma yang terjalin Sanksi atas norma Mitra dan sponsor program pemberdayaan Mitra kerja yang membantu Kader Desa Prestasi kader dalam bidang pemberdayaan masyarakat Fasilitas/material yang dimiliki Kader Desa
174
Tabel 3. Pedoman Dokumentasi Sumber Data Kantor Desa
Jenis Data
Aspek/Indikator
Keadaan Fisik
Luas wilayah Batas wilayah Peta wilayah Non Fisik Mata Pencaharian Agama Tingkat pendidikan Ekonomi Prestasi Desa Potensi Wilayah Program pemberdayaan yang berjalan Struktur organisasi Desa Tokoh Lurah dan karyawan Masyarakat (Nama, alamat, No. Hp) Kader Desa (Nama, alamat, No. Hp, pemberdayaan yang ditangani) Karakteristik persebaran program pemberdayaan di setiap padukuhan Pemberdayaan Keaktifan kegiatan pemberdayaan masyarakat Proses Perencanaan program pemberdayaan Pemberdayaan (rencana program pemberdayaan awal tahun) Pelaksanaan program pemberdayaan (dokumen pelaksanaan program yang telah berjalan) Evaluasi program pemberdayaan (laporan pertanggungjawaban) Modal Sosial Peraturan bagi karyawan Desa Peraturan bagi Kader Desa Mitra pemberdayaan masyarakat Mitra/ jaringan program pemberdayaan
175
Lanjutan Sumber Data
Jenis Data
Aspek/Indikator
Kerjasama antara kantor Desa dengan Kader Desa Kehadiran Kader Desa mengikuti rapat Prestasi Kader Desa dalam pemberdayaan Pelatihan pemberdayaan masyarakat yang diikuti Kader Desa Kinerja Kader Desa (foto kegiatan) Material/fasilitas kegiatan pemberdayaan KPMD Proses Perencanaan program pemberdayaan Pemberdayaan (rencana program pemberdayaan awal tahun) Pelaksanaan program pemberdayaan (dokumen pelaksanaan program yang telah berjalan) Evaluasi program pemberdayaan (laporan pertanggungjawaban) Kader Desa Struktur organisasi dan data Kader Modal Sosial Solidaritas Kader Desa (Iuran kader yang sakit, atau masyarakat yang sakit) Nilai dan norma yang terjalin (data peraturan kader) Sanksi atas norma Mitra dan sponsor program pemberdayaan Mitra kerja yang membantu Kader Desa Presensi Kader Desa / masyarakat Iuran Kader Desa / Masyarakat Bantuan lainnya Prestasi kader dalam bidang pemberdayaan masyarakat Fasilitas/material yang dimiliki Kader Desa LPMD dan Proses Perencanaan program pemberdayaan Kader Desa Pemberdayaan (rencana program pemberdayaan awal tahun) Pelaksanaan program pemberdayaan (dokumen pelaksanaan program yang telah berjalan) Evaluasi program pemberdayaan (laporan pertanggungjawaban)
176
Lanjutan Sumber Data
Jenis Data Data Kader Desa Modal Sosial
Aspek/Indikator Struktur organisasi Persebaran program yang berjalan Keaktifan kader berdasarkan wilayah Solidaritas Kader Desa (Iuran kader yang sakit, atau masyarakat yang sakit) Nilai dan norma yang terjalin (peraturan kader) Sanksi atas norma Mitra dan sponsor program pemberdayaan Mitra kerja yang membantu Kader Desa Presensi Kader Desa / masyarakat Iuran Kader Desa / Masyarakat Bantuan lainnya Prestasi kader dalam bidang pemberdayaan masyarakat Fasilitas/material yang dimiliki Kader Desa
177
LAMPIRAM 3. PEDOMAN WAWANCARA 1. WAWANCARA KEPADA PENGELOLA DESA a. Proses Pemberdayaan 1) Bagaimana perencanaan program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? 2) Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? 3) Bagaimana proses evaluasi program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? 4) Padukuhan mana saja yang persebaran program pemberdayaannya merata? 5) Padukuhan mana saja yang memiliki Kader Desa yang aktif? b. Pendayagunaan Modal Sosial Kepercayaan
1) Bagaimana pandangan Anda mengenai kepercayaan? 2) Bagaimana bentuk kepercayaan Anda kepada Kader Desa sebagai pelaku pemberdayaan? 3) Apakah Anda percaya dengan kinerja Kader Desa saat ini? 4) Apa manfaat adanya kepercayaan terhadap Kader Desa bagi Anda?
Norma dan Nilai
1) Bagaimana pandangan anda mengenai norma dan nilai yang dimiliki Kader Desa? 2) Apa bentuk norma dan nilai yang dimiliki oleh Kader Desa? 3) Apakah saat ini sanksi atas pelanggaran norma dan nilai Kader Desa telah ada? 4) Apa manfaat adanya sanksi atas nilai dan norma?
Jaringan
1) Siapa saja mitra dan sponsor kegiatan pemberdayaan masyarakat?
178
2) Bagaimana komunikasi yang terjalin antara Kader Desa dengan Desa? 3) Apa manfaat adanya jaringan baik antara pemerintah, pihak luar, maupun dengan Kader Desa? Tindakan yang proaktif
1) Apa bentuk partisipasi yang diberikan Kader Desa dalam pemberdayaan masyarakat? 2) Bagaimana intensitas partisipasi yang diberikan?
Manfaat Pendayagunaan Modal Sosial
1) Apakah modal sosial tersebut mempengaruhi prestasi dan kualitas Kader Desa? 2) Apakah modal sosial tersebut mempengaruhi efektivitas dan efisiensi dan kinerja Kader Desa? 3) Apakah Kader Desa mampu meningkatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pemberdayaan?
179
2. WAWANCARA KEPADA ANGGOTA KPMD a. Proses Pemberdayaan 1) Bagaimana perencanaan program pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bantul? 2) Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bantul? 3) Bagaimana proses evaluasi program pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bantul? 4) Apa saja program yang diterapkan di Desa Bangunjiwo? 5) Desa mana saja di wilayah Bangunjiwo yang persebaran program pemberdayaannya merata? b. Pendayagunaan Modal Sosial Kepercayaan
1) Bagaimana pandangan Anda mengenai kepercayaan? 2) Bagaimana bentuk kepercayaan Anda kepada Kader Desa sebagai pelaku pemberdayaan? 3) Apakah Anda percaya dengan kinerja Kader Desa saat ini? 4) Apa manfaat adanya kepercayaan terhadap Kader Desa bagi Anda?
Norma dan Nilai
1) Bagaimana pandangan anda mengenai norma dan nilai yang dimiliki Kader Desa? 2) Apa bentuk norma dan nilai yang dimiliki oleh Kader Desa? 3) Apakah saat ini sanksi atas pelanggaran norma dan nilai Kader Desa telah ada? 4) Apa manfaat adanya sanksi atas nilai dan norma?
180
Jaringan
1) Siapa saja mitra dan sponsor kegiatan pemberdayaan masyarakat? 2) Bagaimana komunikasi yang terjalin antara Kader Desa dengan KPMD? 3) Apa manfaat adanya jaringan baik antara pemerintah, pihak luar, maupun dengan Kader Desa?
Tindakan yang proaktif
1) Apa bentuk partisipasi yang diberikan Kader Desa dalam pemberdayaan masyarakat? 2) Bagaimana intensitas partisipasi yang diberikan?
Manfaat Pendayagunaan Modal Sosial
1) Apakah modal sosial tersebut mempengaruhi prestasi dan kualitas Kader Desa? 2) Apakah modal sosial tersebut mempengaruhi efektivitas dan efisiensi kinerja Kader Desa? 3) Apakah Kader Desa mampu meningkatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pemberdayaan?
181
3. WAWANCARA KEPADA ANGGOTA LPMD DAN KADER DESA a. Proses Pemberdayaan 1) Bagaimana perencanaan program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? 2) Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? 3) Bagaimana proses evaluasi program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? 4) Desa mana saja di wilayah Bangunjiwo yang persebaran program pemberdayaannya merata? b. Pendayagunaan Modal Sosial Kepercayaan
1) Bagaimana pandangan Anda mengenai kepercayaan? 2) Bagaimana bentuk kepercayaan Anda kepada rekan kerja Anda? 3) Apakah Anda percaya dengan kinerja rekan kerja Anda saat ini bahwa Ia mampu melaksanakan tugas sebagai Kader Desa? 4) Apa manfaat adanya kepercayaan terhadap rekan kerja Anda? 5) Apakah Anda yakin pekerjaan sebagai Kader Desa yang diberikan kepada Anda merupakan wujud kepercayaan dari pemerintah kepada Anda? 6) Apakah Anda yakin bahwa masyarakat mempercayai Anda sebagai Kader Desa? 7) Apa manfaat kepercayaan masyarakat kepada Anda?
Reciprocity
1) Bagaimana solidaritas yang terbentuk di antara anggota Kader Desa? 182
2) Bagaiamana toleransi yang terbentuk di antara Kader Desa? Norma dan Nilai
1) Bagaimana pandangan anda mengenai norma dan nilai sebagai Kader Desa? 2) Apa bentuk norma dan nilai yang dimiliki oleh Kader Desa? 3) Apakah saat ini sanksi atas pelanggaran norma dan nilai Kader Desa telah ada? 4) Apa manfaat adanya sanksi atas nilai dan norma?
Jaringan
1) Siapa saja mitra dan sponsor kegiatan pemberdayaan masyarakat? 2) Bagaimana jaringan yang terbentuk antara sesama anggota Kader Desa? 3) Bagaimana komunikasi yang terjalin antara Kader Desa dengan masyarakat? 4) Bagaimana komunikasi yang terjalin antara Kader Desa dengan pemerintah? 5) Apa manfaat adanya jaringan baik antara pemerintah, pihak luar, maupun dengan Kader Desa?
Tindakan yang proaktif
1) Apa bentuk partisipasi yang Anda berikan dalam pemberdayaan masyarakat? 2) Bagaimana intensitas partisipasi Anda yang diberikan?
Manfaat Pendayagunaan Modal Sosial
1) Apakah modal sosial tersebut mempengaruhi prestasi dan kualitas Anda? 2) Apakah modal sosial tersebut mempengaruhi efektivitas dan efisiensi kinerja Anda? 3) Apakah dengan modal sosial membantu anda memperoleh fasilitas dan material pemberdayaan?
183
LAMPIRAN 4. CATATAN LAPANGAN CATATAN LAPANGAN 1 Tanggal Tempat Tujuan
: Jumat, 9 Desember 2016 pukul 11.00-12.00 : Kantor PMD, Kantor Bappeda Kab. Bantul : Observasi dan dokumentasi Kader Kab. Bantul
Jumat, 9 Desember peneliti memperoleh surat ijin penelitian dari universitas dilanjutkan memasukkan surat BAPPEDA. Setelah surat di setujui BAPPEDA dilanjutkan melakukan penggalian data terkait penelitian yang pernah dilakukan di Desa Bangunjiwo. Data tersebut menjadi acuan apakah penelitian yang akan dilaksanakan sudah tepat sasaran atau belum. Peneliti juga menggali data melalui studi dokumen-dokumen di arsip Bappeda, peneliti mendapatkan beberapa buku terkait pemberdayaan masyarakat sebagai referensi melakukan pengambilan data. Data yang diperoleh meliputi: 1. Skripsi dan penelitian yang pernah dilakukan di Desa Bangunjiwo belum ada yang membahas mengenai modal sosial. beberapa menyangkut mengenai desa wisata gerabah Kasongan saja 2. Peneliti memperoleh APBD Kabupaten Bantul tahun terakhir sebagai pedoman menentukan keadaan perekonomian kabupaten yang nantinya akan dikerucutkan ke dalam tingkat desa, khususnya Desa Bangunjiwo
184
CATATAN LAPANGAN 2 Tanggal Tempat Tujuan
: Jumat, 9 Desember 2016 pukul 13.00-14.00 : Kantor Desa Bangunjiwo : Observasi dan Dokumentasi Kel. Bangunjiwo
Pada hari ini peneliti melakukan observasi awal di Kantor PMD Kabupaten Bantul yang beralamat di Jl. Lingkar Timur Manding. Peneliti bertemu dengan petugas Kantor PMD yakni Bapak EY, dan Staff lainnya. sebagai langkah awal kegiatan, peneliti memperkenalkan maksud dan tujuan terlebih dahulu terkait latar belakang peneliti dan latar belakang mengapa memilih penelitian dengan tema tersebut. Akhirnya peneliti di terima dengan baik walaupun harus menunggu ACC proposal dan mendapatkan surat rekomendasi dari Kantor PMD. Sebagai data awal, peneliti diijinkan untuk mengambil data berupa dasar hukum Kader Desa, Buku-buku terkait evaluasi yang dilaksanakan dalam pemberdayaan masyarakat, dasar hukum pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, dan profil PMD secara singkat. Untuk memperoleh data yang lengkap dan akurat pihak KPMD merekomendasikan peneliti mengunduh berbagai laporan yang ada di website pmd.bantulkab.go.id.
185
CATATAN LAPANGAN 3 Tanggal Tempat Tujuan
: Jumat, 9 Desember 2016 pukul 09.00-11.00 : Kantor PMD Kab. Bantul : Wawancara dan kroscek hasil observasi dokumentasi
Peneliti memasukkan surat ijin melakukan observasi dan pengambilan data ke Kantor Kelurahan. Peneliti bertemu dengan Bapak SK selaku carik desa. Pada kesempatan pertama ini Pak Carik mengijinkan secara formal bahwa pengajuan penelitian di terima. Observasi yang dilakukan yakni pengumpulan data mengenai profil desa yang meliputi batas-batas wilayah, peta wilayah, struktur organisasi, prestasi kelurahan, dan data lainnya yang mendukung penelitian. Selain itu, peneliti juga diijinkan untuk menggandakan beberapa dokumen penting Kelurahan yang meliputi RPJM Desa APB Des, dan data-data terkait program pemberdayaan. Pak Carik mengungkapkan bahwa untuk memperoleh data yang valid dapat bertanya kepada KASI Kemasyrakatan yakni Pak SW yang kebetulan ada di kantor. Oleh sebab itu peneliti lalu mengatur waktu untuk dapat melakukan wawancara dengan beliau.
186
CATATAN LAPANGAN 4 Tanggal Tempat Tujuan Tema
: Rabu, 14 Desember 2016 pukul 09.00-13.00 : Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa : Wawancara, Observasi, Dokumentasi : Program pemberdayaan Kab. Bantul
Penulis berhasil mewawancarai salah satu petugas pemberdayaan masyarakat yakni bapak PM. Wawancara dilaksanakan di ruangan beliau, di Ruang Kasi Pemberdayaan Masyarakat. Beliau menunjukkan keramahan dan kebersediaan untuk di wawancarai. Tema wawancara yakni mengenai program pemberdayaan di Kabupaten Bantul secara keseluruhan, dilanjutkan program yang dilaksanakan di Desa Bangunjiwo. Wawancara diberhentikan beberapa saat dikarenakan staff dan karyawan akan melaksanakan latihan Paduan Suara untuk kegiatan Perkumpulan Pamong Pemberdayaan Masyarakat. Setelah selesai kegiatan paduan suara, wawancara dilanjutkan dengan mengupas mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh aparat pemerintahan. Salah satu pengungkapan narasumber adalah Kader Desa yang dibentuk oleh KPMD diberinama KPM atau Kader Pemberdaya Masyarakat. Namun KPM teraebut saat ini tidak berjalan, dan jarang ada program yang dilaksanakan. Jika ngin menggali mengenai Kader Desa sebaiknya langsung ke lapangan saja, karena secara struktural meskipun tidak jalan, secara praktik program tersebut berjalan dengan baik. Buktinya yakni adanya usulan-usulan dari Desa untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang tentunya merupakan prakarsa dari Kader Desa. Setelah mendapatkan data-data dari Bapak PM, peneliti melanjutkan melakukan observasi melihat data-data mengenai profil KPMD dan memfotokopi beberapa file pembantu.
187
CATATAN LAPANGAN 5 Tanggal Tempat Tujuan Tema
: Rabu, 14 Desember 2016 pukul 15.00-16.00 : Kantor PMD : Wawancara, Dokumentasi, Observasi : Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat dari Pemerintah
Peneliti melakukan wawancara kepada Ibu EY yang merupakan pengelola KPMD yang mengurusi lomba desa. Data mengenai lomba desa diperlukan karena Desa Bangunjiwo merupakan penerima hadiah Juara I Lomba Desa. Sebagai salah saju juara, tentunya Desa Bangunjiwo telah lulus evaluasi dan memiliki hasil evaluasi yang bagus, lebih bagus dari desa lain di Kabupaten Bantul. Ibu Endang menjelaskan mengenai tahap-tahap yang dilaksanakan ketika lomba desa, beliau mengungkapkan bahwa Desa Bangunjiwo memang memiliki berbagai keunggulan daripada desa lain. Keunggulan tersebut yakni lengkap. Desa Bangunjiwo memiliki desa wisata, desa industri kerajinan, pertaniannya maju, serta pengelolaan program pemberdayaan masyarakat juga telah maju, dibuktikan dengan Kader Desa terutama Posyandu telah memenangkan berbagai kejuaraan. Setelah wawancara selesai, peneliti lalu menggandakan dokumen mengenai evaluasi program pemberdayaan masyarakat secara nasional guna melengkapi data evaluasi.
188
CATATAN LAPANGAN 6 Tanggal Tempat Tujuan Tema
: Jumat, 16 Desember 2016 pukul 09.00-11.00 : Kantor Desa Bangunjiwo : Wawancara, Dokumentasi, dan Observasi : Program Pemberdayaan Masyarakat
Hari ini peneliti menuju Kantor Keluurahan Bangunjiwo untuk melakukan pengambilan data. Pertama-tama peneliti melakukan wawancara kepada Carik Desa yakni Bapak SK. Karena Hari Jumat, para pamong menggunakan baju bebas dan Bapak Sukarman Baru selesai olahraga, suasana yang tercipta belum kondusif. Agar wawancara dapat berjalan dengan baik, peneliti menunggu bapak Camat agar menyelesaikan berbagai tugasnya terlebih dahulu. Wawancara dimulai setelah setengah jam. Beberapa pertanyaan di tanyakan dan pada intinya Bapak Sukarman tidak dapat menjawab banyak karena menganggap bukan kapasitas beliau, Pak Sukarman menunjukan Bapak SW sebagai KASI Kemasyarakatan yang dapat menjawab secara lebih tuntas. Beberapa pertanyaan yang dapat dijawab beliau adalah mengenai proses pemberdayaan masyarakat yang diterapkan di Desa Bangunjiwo mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Untuk memvalidkan data beliau meminta sekretarisnya untuk menemani peneliti melihat data-data keuangan dalam program pemberdayaan masyarakat yang sekaligus dapat menambah informasi mengenai program pemberdayaan masyarakat yang sedang dan telah berjalan.
189
CATATAN LAPANGAN 7 Tanggal Tempat Tujuan Tema Narasumber
: Jumat, 16 Desember 2016 pukul 14.00-17.00 : Kantor Desa Bangunjiwo : Wawancara : Pemberdayaan Masyarakat, Modal Sosial : Kasi Kemasyarakatan
Hari ini peneliti melakukan wawancara kepada Bapak SW selaku Kasi Kemasyarakatan yang menangani program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di Desa Bangunjiwo. Pengungkapan Bapak SW sangat jelas disertai dengan data fakta yang sudah beliau pahami. Sebagai Kasi Kemasyarakatn, beliau sangat mengetahui detail terutama mengenai Program Posyandu. Bentuk kerja beliau yang tampak nyata adalah pembuatan buku-buku administrasi posyandu yang lebih dari 25 buku. Saat ini posyandu Desa Bangunjiwo telah menjadi contoh kelurahan lain bahkan menduduki Juara I Lomba Posyandu tingkat propinsi. Beliau menanggapi positif mengenai pentingnya modal sosial yang dibangun oleh Kader Desa, bilau juga sangat mengapresiasi kinerja Kader Desa dengan selalu mengusahakan kesejahteraan bagi Kader Desa.
190
CATATAN LAPANGAN 8 Tanggal Tempat Tujuan Tema Narasumber
: Kamis, 29 Desember 2016 pukul 09.00-11.00 : Kantor Desa Bangunjiwo : Wawancara : Pemberdayaan Masyarakat, Modal Sosial : Dukuh Kalirandu
Hari ini peneliti melakukan wawancara kepada Dukuh Kalirandu, Dukuh Kalipucang, dan Dukuh Bibis. Pemilihan ketiga Padukuhan ini didasarkan pada rekomendasi Bapak Kasi Kemasyarakatan yang menyatakan bahwa untuk sampel dapat diambil dari Padukuhan yang memiliki persebaran program terbanyak dan padukuhan yang belum dapat menjalankan program dengan baik. Padukuhan Kalirandu merupakan padukuhan percontohan yang memiliki program-program yang berjalan dengan baik. Sedangkan Padukuhan Bibis merupakan padukuhan yang dianggap masih perlu dikembangkan. Pemilihan Padukuhan Kalipucang didasarkan bahwa Padukuhan Kalipucang memiliki pengelolaan yang beda dari Padukuhan yang lainnya karena memiliki pengelolaan di bidang desa wisata kasongan yang menjadi ikon Desa Bangunjiwo. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti mendapatkan profil masingmasing padukuhan dan memutuskan untuk melakukan penelitian lebih lanjut di Padukuhan Kalirandu dan Padukuhan Kalipucang.
191
CATATAN LAPANGAN 9 Tanggal Tempat Tujuan Tema Narasumber
: Kamis, 29 Desember 2016 pukul 16.00-19.00 : Kediaman Ibu SW : Wawancara, Observasi, Dokumentasi : Pemberdayaan Masyarakat, Modal Sosial : Kader Desa Bangunjiwo
Peneliti melakukan observasi ke Padukuhan Kalirandu. Diawali dengan mengunjungi Monumen Apsari, yang merupakan lokasi berbagai kegiatan pemberdayaan yang disetting menyerupai Balai Padukuhan. Karena cuaca sedang hujan, saat itu tidak ada aktivitas pemberdayaan yang dilakukan di Padukuhan Kalirandu. Padukuhan Kalirandu terdiri dari 11 RT yang 2 diantaranya merupakan perumahan. Observasi dilanjutkan dengan mengunjungi ketua Kader Desa yakni Ibu SW. Karena beliau sedang tidak ada acara, dilanjutkan wawancara dan pengambilan dokumentasi. Wawancara dilaksanakan di kediaman beliau, dan beliau tampak ramah dan menguasai hamper semua program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di Padukuhan Kalirandu data yang diungkapkan beliau disertai dengan beberapa dokumen-dokumen yang sengaja di simpan di rumah beliau sebagai base camp kegiatan pemberdayaan.
192
CATATAN LAPANGAN 10 Tanggal Tempat Tujuan Tema Narasumber
: Jumat, 30 Desember 2016 pukul 14.00-17.00 : Rumah Kader : Wawancara : Pemberdayaan Masyarakat, Modal Sosial : Kader Desa Bangunjiwo
Hari ini peneliti mewawancarai Ibu ST selaku Kader Desa Bangunjiwo. Wawancara yang dilakukan sebagai pembanding dan pelengkap wawancara sebelumnya kepada Ibu SH. Karena kedua kader tersebut berbeda padukuhan, diharapkan hasil yang diperoleh juga berbeda agar hasil penelitian menjadi lebih bermakna. Ibu ST memberikan gambaran mengenai kondisi program-program yang berjalan di daerahnya. Selain itu beliau juga menampilkan beberapa foto kegiatan dan dokumen-dokumen pemberdayaan yang ia ikuti. Agar data yang diperoleh maksimal Bu Siti memberikan arahan kepada peneliti agar mewawancarai beberapa masyarakat yang mengikuti program kegiatan agar data yang diperoleh tidak hanya terpaku pada Kader Desa saja.
193
CATATAN LAPANGAN 11 Narasumber Jabatan Tanggal Kegiatan Tempat
: EN : Masyarakat : Selasa, 3 Januari 2016 pukul 18.30-19.00 : Wawancara, observasi, dan dokumentasi : Angkringan Padukuhan Kalipucang
Hari ini ketika peneliti beristirahat di angkringan, kebetulan bertemu dengan EN, yang merupakan salah satu kelompok sasaran program pemberdayaan. Beliau merupakan ibu rumah tangga yang masih muda dan memiliki anak berusia sekitar 6 bulan. Beliau merupakan sasaran program Posyandu, PPKBD, dan PSN sehingga peneliti dapat bertanya mengenai ketiga program tersebut. Suasana wawancara menjadi lebih hangat karena suasana angkringan yang saat itu sepi dan ditempati oleh warga Kalipucang, selain mendapat informasi dari EF peneliti juga mendapatkan informasi dari warga yang lainnya.
194
CATATAN LAPANGAN 12 Narasumber Jabatan Tanggal Kegiatan Tempat
: YN : Masyarakat : Rabu, 4 Januari 2016 pukul 09.30-10.00 : Wawancara, observasi, dan dokumentasi : Rumah YN
Untuk mengetahui keberhasilan program dan modal sosial, peneliti mengunjungi salah satu rumah warga Padukuhan Kalipucang. YN merupakan sasaran dari program PPKBD, Posyandu, TKPK, dan PSN. Beberapa pertanyakan di ajukan tetapi ada banyak yang belum terjawab, sehingga peneliti memutuskan untuk mewawancarai di lain kesempatan.
195
CATATAN LAPANGAN 13 Narasumber Jabatan Tanggal Tempat
: AR : Dukuh : Senin, 6 Maret 2017 pukul 09.30-10.00 : Kantor Desa Bangunjiwo
Hari ini peneliti berwawancara kepada AR yang merupakan Dukuh Padukuhan Kalipucang. Pertanyaan yang diajukan terkait dengan pelaksanaan dan modal sosial yang dimiliki oleh kader desa. AR Menyampaikan bahwa Kader Desa memiliki loyalitas dan tinggi serta rasa bekerja tanpa pamrih. Sebagai Dukuh, AR juga memiliki pembukuan yang lengkap, akan tetapi beliau berkata bahwa Kader Desa lebih paham mengenai pelaksanaannya. Ia mengaku bahwa Dukuh hanya berperan sebagai pemonitor saja
196
CATATAN LAPANGAN 14 Narasumber Jabatan Tanggal
: RC : Masyarakat : Senin, 6 Maret 2017 pukul 13.00-14.00
Hari ini peneliti akan mewawancarai salah satu masyarakat yang merupakan salah satu sasaran program TKPK. Ia mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa sarana dan prasarana perikanan RC merupakan remaja usia 23 tahun, belum menikah, memiliki ayah yang tidak bekerja. Dengan bantuan dari pemerintah melalui program TKPK ini Ia berharap agar dapat memberikan peluang untuk ayahnya untuk bekerja.
197
CATATAN LAPANGAN 15 Lokasi Jabatan Tanggal
: Kediaman Ibu SH : Kader Desa Bangunjiwo : Rabu, 8 Maret 2017 pukul 18.00-19.00
Peneliti berkunjung ke kediaman SH, saat itu ibu SH sedang dikunjungi oleh salah satu tetangga yang merupakan Aseptor KB. Beliau melakukan konsultasi dengan SH dan terjadi percakapan. Percakapan yang dibahas terkait keinginan aseptor untuk menghentikan KB karena ingin memiliki anak lagi. Percakapan begitu hangat dan Kader Desa tidak merasa terganggu atas kedatangan aseptor KB tersebut.
198
LAMPIRAN 5. CATATAN WAWANCARA CATATAN WAWANCARA 1 Narasumber Jabatan Tanggal Tempat PN NS
PN
PN NS
PN NS
: PM : Pengelola PMD / Kasi Kemasyarakatan : Kamis, 14 Desember 2016 pukul 09.00-10.00 : Kantor PMD
: Bagaimana konsep pemberdayaan menurut Bapak? : Konsep pemberdayaan masyarakat adalah bagaimana memberdayakan masyarakat melalui lintas sektor. Semua dinas dan kantor yang melaksanakan program di masyarakat dalam rangka untuk mengubah masyarakat yang belum berdaya menjadi lebih berdaya pada hakikatnya adalah proses pemberdayaan. Jadi harus saya fokuskan dulu agar njenengan nanti penelitiannya tidak ngombro-ombro. Pemberdayaan yang anda teliti mau bagian apa? kelompok perempuannya atau kelembagaannya atau apanya. Kan luas banget. : Kebetulan saya ingin meneliti bukan berfokus pada pemberdayaannya pak, tetapi kepada pelaku pemberdayaan itu sendiri yakni Kader Desa. Untuk menggali tersebut jadi daya ingin menanyakan program secara umum. : Apa hubungan antara KPMD dengan LPMD pak? : KPMD sebagai lembaga yang menaungi lembaga kemasyaraktan lainnya, di Desa ada LPMD disini juga kami yang mengampu, kemudian ada Tim Penggerak PKK di tingkat desa, kemudian ada RT dengan tupoksi masing-masing. Itu adalah organisasi yang terlibat di dalam penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat tingkat desa. : Lalu apa peran LPMD dalam perencanaan program pemberdayaan masyarakat Pak? : Peran LKMD sesuai UU No. 6 Tahun 2014 berbeda dengan dulu. Sekarang ada mekanisme musyawarah desa. Kalau dulu forum musyawarah perencanaan pembangunan domainnya LKMD sekarang tidak lagi karena kalau musyawarah desa wewenangnya BPD. Untuk merembuk hal yang bersifat strategis. LPMD hanya masuk dalam unsur peserta musyawarah desa. Peran LPMD mengawal penyusunan RPJM Desa sebagai sekertaris perumus. Ketuanya Carik Desa. Sekretarisnya ketua LPMD. Setelah RPJM Des di buat tersusun breakdown RKP Desa untuk masa 6 tahun. Setiap tahun di rinci menjadi RKP Des. LPMD berperan sebagai sekretaris, selanjutnya dibuat APBDes. LPMD 199
PN
:
NS
:
PN NS
: :
PN NS
: :
diharapkan mampu menginisiasi kegiatan Forum musyawarah tingkat desa misalnya ada pokgiat. Diharapkan LPMD berperan di situ. Tetapi pelaksanaannya masih kerja lintas sektor, semua aspek terlibat di dalamnya. Seperti yang kita pahami bahwa makna pemberdayaan adalah aksi bersama. Tidak bisa di bebankan oleh salah satu sektor. Misal Pemerintah Desa atau LPMD saja tetapi aksi bersama untuk memaksimalkan sumber daya yang ada untuk kesejahteraan desa. Bagaimana keorganisasian Kader Desa Kabupaten Bantul saat saat ini Pak? Kader pembangunan atau kader pemberdayaan sebenarnya ada organisasinya namanya KPM tetapi sekarang sudah tidak eksis lagi. Sekarang justru kadernya adalah kader yang bukan dilembagakan dalam KPM tetapi kader-kader yang memang dirinya konsen dan interest terhadap program-program itu misalnya mereka bisa dari LPMD, bisa dari PKK, bisa dari kelompok tani, bisa dari kelompok masyarakat apa tapi dimaknai kader adalah bagaimana mereka berkontribusi terhadap proses yang ada di desa. Ketika njenengan nanti akan menemukan dalam kelembagaan KPM mungkin susah mbak, jadi langsung ke personalnya yang dia memiliki antusiasme terhadap program saja. Lebih enak njenengan. Apa tugas KPMD Pak? Secara tupoksi SKPD membina LPMD di beri kewenangan membina LPMD tingkat desa. 1) memberikan pelatihan kepada LPMD di desa. 2) mengadakan evaluasi LPMD prestasi tiap tahun. 3) menginisiasi dan mendorong agar LPMD berkiprah dalam perencanaan pembangunan tingkat desa agar peran sebagai sekretaris penyusun RPJMDes dan RKPD dimaksimalkan sesuai pelatihan yang dilakukan baik tingkat kabupaten ataupun kelurahan. Tiap tahun ada pelatihan walau kuotanya sedikit tapi di gulirkan dari desa per desa. Bulan ini tidak ada pelatihan. Digunakan karena akhir tahun kepengurusan kami gunakan untuk melengkapi dokumen yang belum tuntas. Apa saja karakteristik yang harus dimiliki oleh kader Pak? Yang jelas kan kader di desa harus memiliki 2 hal pokok yang mendasari yakni aspek kompetensi dan kemampuan. Tapi kemampuan tidak cukup karena banyak orang yang mampu tetapi tidak mau. Jadi dua hal itu yang bisanya menyebabkan keberhasilan desa jika kadernya berkiprah dan desanya berkualitas tentu desa akan maju. Dua hal itu harus ada. Tapi rata-rata masih cenderung ke aspek maunya saja. Yang mau berkiprah banyak, tetapi kemampuannya perlu di upgrade. Buktinya apa? di dalam 200
PN NS
: :
PN
:
NS
:
proses penyusunan perencanaan itu masih didominasi oleh temen-temen yang ada di pemerintahan desa. Masyarakat luas dan LPMD yang ada hanya manut dari konsepnya pemerintah desa yang ada karena mereka belum tau bagaimana ilmu tentang komunikasi partisipatif, dan tidak mengupdate pengetahuan juga. Seperti itu Apakah dalam perekrutan Kader juga ada peraturan khusus pak? Kalau di lembagakan dulu waktu orde baru ada di KPM ada tetapi saat ini lama tidak eksis. Pembinaannya pasang surut. Tetapi kader yang ada di desa yaitu LPMD ada pada syarat menjadi pengurus LPMD. Karena mereka akan menjadi agen perubahan. PKK juga ada, RT ada, disamping kader ada kader kesehatan, di turunkan lagi ada BPKBD juga. Harus dipahami kader tingkat bawah ada multi tugas. Seorang kader bidang A akan bertugas di bidang B. Pada sesi tertentu jadi kader kesehatan tapi sesi tertentu jadi kader pembangunan. Lalu bagaimana partisipasi Kader dalam pemberdayaan masyarakat Pak? Yah mereka sebagai penyelenggara ya menyelenggarakan kegiatan. Dan biasanya Kader itu aktif-aktif, kalau satu berangkat berangkat semua. Kalau kader kompak nanti hasilnya juga bagus
201
CATATAN WAWANCARA 2 (Wawancara dengan Pengelola PMD) Narasumber Jabatan Tanggal Tempat PN NS
PN NS
PN NS
: EY Kasi Pengembangan Sumberdaya dan Permukiman : Pengelola PMD : Kamis, 14 Desember 2016 pukul 10.00-11.00 : Kantor PMD
: Bagaimana pendapat anda mengenai Desa Bangunjiwo Bu? : Beberapa waktu lalu Bangunjiwo menang atau Lomba Desa Kabupaten Juara satu dan Juara I pula Lomba Desa tingkat Propinsi. Pertimbangan Bangunjiwo yakni kelembagaan, partisipasi masyarakat, dan inovasi desa, melebihi dari desa lain. Yang paling utama adalah potensi dan inovasi serta kegiatan pembangunan yang ada di Bangunjiwo memang luar biasa. Ada potensi kerajinannya, wayang, kelompok pengrajin bambu, pisau batik, apalagi sekarang telah berkiprah di bidang pariwisata yaitu tour menyusuri sungai bedog, belum lagi potensi budayanya. Dilanjutkan dengan lokasi antara krebet, kasongan, pajangan, merupakan sentra sentra ekonomi yang sedang menggeliat saat ini. Ketiga lokasi tersebut baru menggencarkan potensinya di Bantul. : Apa peran lomba desa tersebut dalam pemberdayaan masyarakat Bu? : Lomba desa atau kelurahan adalah media evaluasi dan penilaian perkembangan penyelenggaraan pemerintahan, kewilayahan, dan kemasyarakatan yang cepat berkembang yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kebetulan untuk Kabupaten Bantul, KPMD yang melakukannya. : Bagaimana proses evaluasi yang dilakukan melalui Lomba Desa tersebut Bu? : Masing-masing desa mengevaluasi kelurahannya itu sendiri dengan dasar Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 81 tahun 2015 tentang evaluasi perkembangan desa dan kelurahan. Lalu ditindaklanjuti kecamatan dengan memilih desa yang paling baik. Bantul terdiri dari 75 desa dan 17 kecamatan. Dari 17 kecamatan, masing-masing memilih 1 desa sehingga ada 17 desa yang dilombakan. Prosesnya yaitu (1) paparan lurah desa terkait pembangunan selama dua tahun misal lomba tahun ini berarti data yang dilombakan tahun 20152016 (2) paparan carik/sekretaris desa terkait profil desa. (3) 202
menentukan 6 besar desa yang berprestasi. Lalu di cek lapangan oleh tim yuri. Tim yuri melibatkan SKPD kab. Bantul dr polres, kodim sebagai keamanan. Indikator penilaian ada 3 aspek evaluasi 1) Bidang pemerintahan desa dan kelurahan yang terdiri dari pemerintahan; kinerja; inisiatif dan kreativitas dalam pemberdayaan masyarakat; dan desa dan kelurahan berbasis teknologi informasi; dan pelestarian adat dan budaya. 2) Evaluasi bidang kewilayahan desa meliputi identitas, batas, inovasi, dan tanggap siaga bencana. 3) Evaluasi bidang kemasyarakatan desa meliputi partisipasi masyarakat; lembaga kemasyarakatan; pemberdayaan kesejahteraan keluarga; keamanan dn ketertiban; pendidikan; kesehatan; ekonomi; penanggulangan kemiskinan; dan peningkatan kapasitas desa.
203
CATATAN WAWANCARA 3 (Wawancara dengan Pemerintah Desa Bangunjiwo) Narasumber Jabatan Tanggal Tempat PN
NS
PN NS
PN NS
PN NS
: SK : Pengelola Pemerintahan Desa : Jumat, 16 Desember 2016 pukul 09.00-10.00 : Kantor Pemerintah Desa Bangunjiwo
: Menurut Bapak, Padukuhan Mana yang bisa dijadikan sampel penelitian saya? dengan kualifikasi Padukuhan yang persebaran Pemberdayaan Masyarakatnya merata dan dan Padukuhan yang pengelolaannya masih membutuhkan pendampingan? : Kalirandu semua program jalan semua dan menjadi percontohan Padukuhan lain. Yang perlu ditingkatkan yaitu padukuhan di kenalan, dari 19 Padukuhan di Desa Bangunjiwo Padukuhan yang masih kurang aktif adalah padukuhan Kenalan. : Siapa Pak pelaksana program pemberdayaan masyarakat selama ini? : Saat ini program pemberdayaan untuk pembangunan dikelola oleh pemerintah desa melalui Tim Pengelola Kegiatan (TPK). Saat ini TPK yang terbentuk sebanyak 7 TPK yang didalamnya terdapat LPMD dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat desa. : Bagaimana tahap-tahap pemilihan kader desa Pak? : Pemilihan kader desa secara umum dipilih oleh Padukuhan masingmasing atas inisiasi Pak Dukuh dan warga setempat dengan melihat loyalitas kader desa dalam kegiatan kemasyarakatan. Apalagi Kader kan pekerjaan sosial, tidak semua warga mau untuk melakukannya. : Apakah ada peraturan khusus untuk kualifikasi Kader Desa Pak? : Kalau evaluasi khusus selama ini tidak ada, hanya saja biasanya Kader tiap tanggal 25 kumpul di kantor pemerintahan untuk koordinasi dan temu kader. Disana akan dibahas mengenai siapa saja kader yang kurang pelayanannya kepada masyarakat dan pemberian bimbingan dari pihak pemerintah desa agar dapat meningkatkan pelayanannya. Secara lebih detail kamu bisa tanya kepada Pak Kesra.
204
CATATAN WAWANCARA 4 (Wawancara dengan Pemerintah Desa Bangunjiwo) Narasumber Jabatan Tanggal Tempat PN
NS
PN NS
PN NS
PN NS
: SW : Pengelola Pemerintahan Desa : Jumat, 16 Desember 2016 pukul 11.00-12.00 : Kantor Pemerintah Desa Bangunjiwo
: Menurut Bapak, padukuhan mana yang bisa dijadikan sampel penelitian saya? dengan kualifikasi padukuhan yang persebaran pemberdayaan masyarakatnya merata dan dan Padukuhan yang pengelolaannya masih membutuhkan pendampingan? : Kemarin Sambikerep memenangkan lomba PKBS tingkat nasional mbak, tetapi kalau mau nyari yang komplit ya di Kalirandu. Ada Jam wajib belajar, kemudian kawasan bebas asap rokok, Posyandu Lansianya bagus, Posyandu Balitanya juga jadi percontohan. Saat ini malah dibangun adanya Posyandu Remaja, namanya RWKAKEK. Posyandu kan biasanya Lansia dan Balita kalau disana ada remaja. Kalau yang perlu ditingkatkan yang stratanya paling bawah di Bibis. Namun saat ini sedang kerjasama dengan Ko-As UMY yang mulai besok hari senin melakukan KKN di Bibis. : Kalau untuk pemilihan kader itu sendiri, apakah atas dasar kemauan kader atau pilihan masyarakat Pak? : Yang menyaring masyarakat. Tingkat RT diwajibkan mengirim Kader. Di Bibis ada 10 RT masing-masing harus ada kadernya yang dianggap loyalitasnya tinggi, kan kader perjuangan 45. Tidak ada gaji dan honor. Di Bangunjiwo di danai oleh warga melalui RT berapa gitu. Evaluasi dilaksanakan tiap tanggal 25 untuk rapat koordinasi, laporan penimbangan, dan lain-lainnya. : Apakah ada reward untuk prestasi kader saat ini Pak? : Reward untuk kader saat ini secara khusus belum ada cuma di sini tiap kali kegiatan Posyandu menganggarkan bantuan konsumsi. Di tempat lain gak ada cuma PMT balita. Subsidi tiap bulan. Untuk 10 orang berupa snack. Dana itu biasanya dikumpulkan oleh kader untuk beli seragam, peralatan posyandu dan lainnya biasanya. : Apakah ada peraturan yang ditujukan ke Kader Pak? : Peraturan kader tidak ada kalau terikat malah pada kabur mencari yang mau aja sulit. Mereka kan kerja tanpa pamrih, perlu dihargai.
205
PN NS
PN NS
PN NS
PN NS
: Apakah dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai kader, Kader juga melakukan kerjasama dengan pihak lain Pak ? : Instansi terkait misal KKN di Bangunjiwo, Puskesmas, sudah istilahnya kayak satu rumah. Setiap ada masalah ngebel Puskesmas, Puskesmas langsung lapangan. Kalau KB langsung dengan instansi KB. Kalau swasta belum : Apakah pemerintah desa telah mempercayakan program-program pemberdayaan kepada Kader Pak? : Kader dilandasi kepercayaan, yang menyaring masyarakat, kalau kinerja gak bagus langsung di ganti oleh RT nya. Minimal ada 11 kader dalam 10 RT. 10 RT 1 posyandu. 10 kader kalau ada kader yang bagus koordinator kader lapor ketua LPMD di rapat LPMD. Koor kader ikut hadir menyampaikan permasalahan. Karena kader mengelola dana, kekurangan dan kebutuhan disampaiakan oleh kader. : Apakah dengan berbagai latar belakang pendidikan mereka, bapak yakin sama kinerja mereka pak ? : Sebenarnya kan semua tergantung kemauan. Kader memiliki kemauan untuk belajar dan mengabdi kepada masyarakat. Kemauan itu perlu dihargai dan harus di pompa terus oleh kita sebagai abdi masyarakat. Kita memberi fasilitas, mereka harus mau belajar : Kenyataan saat ini bagaimana pak ? : Ya bisa di lihat, nyatanya banyak yang sudah berhasil menjadi kader. Dan mereka mampu membantu masyarakat dengan ilmunya yang mungkin belum banyak.
206
CATATAN WAWANCARA 5 (Padukuhan Kalirandu) Narasumber Jabatan Tanggal Tempat PN NS
PN NS PN NS
: WK : Dukuh Kalirandu : Kamis, 29 Desember 2016 pukul 09.00-10.15 : Kantor Pemerintah Desa Bangunjiwo
: Apa saja program pemberdayaan masyarakat yang berjalan di Padukuhan Kalirandu? : 1. PPKBD, berjalan dengan baik bekerjasama dengan Puskesmas Kasihan. 2. PSN, jalan 3. Posyandu Balita, jadi percontohan nasional juara satu. 4. Posyandu Remaja, jalan namanya RW KAKEK singkatan dari remaja wijaya kusuma konsen anemia dan kelurahan energi kronis. Malah ini juga jadi percontohan, ada dua Padukuhan lain yang ikut enyelenggarakan program ini. 5. Posyandu Lansia, juga jalan 6. TKPK, jalan 7. FKPM, jalan juga sama bapak-bapak. 8. P3A belum jalan karena memang wilayah Kalirandu itu wilayah tanah kapur dan masyarakatnya kebanyakan buruh tani, bukan petani yang memiliki sawah di wilayah Kalirandu. Kalirandu kan tidak ada sungai-sungainya jadi tidak ada irigasi. : Ada berapa RT pak di Padukuhan Kalirandu? : Ada 11 RT : RT nya apa saja dan potensi wilayahnya bagaimana Pak? : RT 1 Mejing Kidul, ketua RTnya Pak Paino, ada hadroh, industri iket juga ada PT 2 Mejing Lor, Pak Jumakir dulu satu mejing karna kawasannya terlalu banyak di bagi dua. RT 3 Krengseng, Pak Trubus, pisau batik RT 4 Peleman Lor, Pak Jarwo, ada sanggar tari tradisional RT 5 Kalirandu, Paijo, Peyek Tumpuk RT 6 Ngingas Bu Gangsar, ada kesenian Gejog Lesung RT 7 Kalibatok Bu Wasis, ada kesenian Tek-tek RT 8 Banaran sama Pak Karyadi RT 9 Peleman Pak Parno 207
PN NS PN NS
: : : :
Kalau RT 10 Pak Dwi Darmanto ada pertukangan dan 11 itu perumahan RT 10 Perumahan Bangunjiwo Graha Yasa, RT 11 Kalirandu Selaras mangke Tanya Pak Arif Sementara jathilan juga ada tapi belum di tampilkan Kalau Posyandunya ada berapa Pak? Ada dua untuk Balita, yang lainnya jadi satu. RT 7 sama RT 10. Kalau saya ingin bertemu Kader Desa bisa ketemu siapa ya Pak? Kamu ketemu Bu SH aja, RT 5, mangke wis luweh jelas, Bu SH niku malah paham masalah kependudukan dan seluk beluk padukuhan. Apalagi masalah data posyandu dan pengelolaannya. Bu tak wenehi nomere wae mengko di hubungi arep ketemu kapan, jam piro. Njenengan WA wae, ibuknya terbuka kok, jadi santai wae kalau sama Bu SH
208
CATATAN WAWANCARA 6 Narasumber Jabatan Tanggal Tempat PN NS
PN NS
PN NS
PN NS
PN NS PN NS
: SH : Ketua Kader Desa : Kamis, 29 Desember 2016 pukul 14.30-16.00 : Rumah Ibu “SH”, RT 5 Padukuhan Kalirandu
: Apa saja program pemberdayaan masyarakat yang berjalan? : 1. PPKBD, berjalan saya ketuanya. Jadi ketua Posyandu itu sekaligus Ketua Kader, sekaligus juga Ketua PPKBD 2. PSN, jalan nama kadernya itu Kader Jumantik Mandiri. Di Padukuhan ada, di RT juga ada. 3. TKPK, ada juga, kebetulan saya juga pendatanya. : Berarti Ibu Ikut banyak program ya Bu? : Kan kalau kader itu multi ya Mbak menyeluruh, sudah biasa ndata jadi lebih enak yang terbiasa. Kalau saya ndata mesti satu RT jadi saya punya data-data per RT. Orang-orang RT ya sudah pada apal kalau Bu SH datang bawa map, O.. itu bu SH mau ndata. : Kalau PPKBD jumlah kadernya berapa Bu? : Kan per RT 1 jadi kita ada 11 satu Padukuhan. Pelaksanaannta tiap sebulan sekali bekerjasama dengan BKKBN, Puskesmas, dan BKKBD. PLKB membawahi Kecamatan. Kegiatannya pendataan, terus cari akseptor KB, Pendataan akseptor KB Baru, terus yang sudah lama, itu setiap bulan. Misalnya mau ganti alat kontrasepsinya juga udah ada datanya. : Berarti sedikit banyak Ibu juga sudah menguasai ilmu tentang KB ya Bu? : Ya sedikit-dikit saya tahu, hehehe. Ya mungkin kegunaannya, macammacam alatnya, efek sampingnya, dan lain-lainnya harus ngerti. Kalau tidak tahu ya saya tanya ke Puskesmas, atau penyuluh KB. Soalnya ya namanya tanya itu nambah ilmu kita. : Itu ada pelatihan dari Puskesmas ya Bu? : Ada dari Puskesmas, ada dari Kecamatan, dari Desa juga ada. BKKBN juga ada : Untuk pelatihannya itu kapan aja Bu? : Kalau di Desa, kita perwakilan satu kader to, tiap bulan. Dari desa oleholehnya kita sampaikan di pertemuan kader di Dusun. Itu nanti kita sampaikan apa yang kita dapat.
209
PN NS
PN NS
PN NS PN NS
PN NS
PN NS
PN NS
: Jadi untuk tugas di PPKBD itu belum ada masalah ya Bu? : Sampai saat ini masih lancar. Yang susah itu menyuruh aseptor KB yang pria itu, di sini baru ada dua. Tahun kemarin satu. Tahun ini mau ada lagi tapi kan baru punya anak satu, disarankan besok kalau udah punya anak dua atau kapan. Sampai saat ini kan banyaknya perempuan. Di usahakan apa apa tidak hanya ibuuuu saja. Kan harus bagi-bagi. Kita galakkan KB untuk pria. : Kalau untuk KB kan sudah tuntas bu saya menggali datanya, kalau PSN Bagaimana Bu? : Kalau PSN di masing-masing RT kan punya jadwal juga. Satu minggu sekali kami cek ke rumah-rumah. Yang di cek misalnya bak mandi, bak air, yang ada pot-pot itu, tempat minum, minuman burung, gitu. : Lalu untuk kasus demam berdarah bagaimana Bu? : Ada tapi sudah berkurang. Kalau tahun kemarin itu wah lumayan mbak : Berarti dengan adanya Jumantik itu juga bermanfaat ya Bu? : Ada pengaruhnya. Apalagi kalau kita bisa serentak mungkin akan lebih bagus. Tapi mungkin kalau untuk serentak itu masih susah. Mungkin ada yang minggu ini kok sana bisa sini enggak. Jadi sekarang kita gentian. Tiap-tiap RT sudah menyampaikan kapan akan melakukan pemantauan. Saya tinggal terima laporan nanti juga kadang bersamasama. : Sampai Saat ini pengecekannya masih manual ya Bu? Kalau vogging dilakukan tidak Bu? : Belum lama ini juga di sosialisasikan bahwa vogging bukan satusatunya cara. Yang penting PSN secara serentak dan kontinyu dilakukan. Kalau ada kasus baru dilakukan vogging. Kalau ada kasus nah itu baru kita mengajukan ke Kantor Desa. : Kader Balita ada berapa orang Bu? : Ada 17 orang. 1 Padukuhan ada 2 posyandu. Teratai 1 sama Teratai II. Teratai II itu RT 10 Karena RT 10 kan perumahan dan KK nya juga sekitar 70 sampai 80 KK, jadi membuat Posyandu sendiri. Tapi kalau laporan BPKBD nya tetap jadi satu. Pertemuan Balita dan BPKBD itu sendiri dilakukan setiap sebulan sekali se padukuhan. Lalu pertemuan Kader Kesehatan Tiap tanggal 25 di Kelurahan. Yang Remaja baru di sini, Sambikerep, sama di Salakan. Yang petama kali di sini jadi belum ada pertemuan rutin di Kantor Desa. : Bagaimana pelaksanaan program posyandu Balita Bu? : Pertemuan balita kita lakukan juga tiap bulan sekali, ada beberapa program selain pengecekan gizi balita, penimbangan, pendaftaran, dan 210
PN
:
NS
:
PN NS
: :
pemberian gizi juga ada KEKEP IBU, BKB, PMBA, Konsultasi. Kekep Ibu itu kalau secara umum KP ibu, Kelas Kelompok Pendukung Ibu. Pesertanya dari ibu hamil sampai ibu bayi umur satu tahun. Itu kita beri sosialisasi tentang apa dan sharing. Soalnya dari hamil sampai lahir misalnya ada keluhan apa, kalau ada penyakit bayi harus ngapain. Selanjutnya apabila ada permasalahan terus kita rujuk ke puskesmas. Hubungan kader dengan puskesmas sangat intensif sekali. Kalau ada kasus ibu melahirkan, kalau misalnya butuh bantuan kader ya kami bantu dengan sigap. Kalau Kader Posyandu Remaja itu sama tidak Bu dengan kader balita? Kadernya Remaja. Posyandu Remaja ya kadernya remaja. Tapi Kader desa juga harus tahu. Karena kan keterpaduan antara balita lansia dan remaja kan saya ketuanya jadi sedikit tahu yang remaja. Yang diberikan di posyandu itu kebersamaannya. Berhubungan semua. Kalau pas acara posyandu di mulai, bayinya di timbang dulu lalu ibunya ke Posyandu remaja untuk di cek gulanya, deteksi dini KEK, anemia atau enggak gitu. Kalau ditemukan gejala lalu dirujuk ke puskesmas untuk periksa Hb, terus tensi segala macem, kebetulan lansia juga satu tempat dan lansia juga diberdayakan sebagai motivator. Tidak hanya motivatornya ibu-ibu kader tetapi juga dari simbah-simbahnya juga. Kan kemarin itu kan kegagalannya ASI ekslusif karena simbah-simbahnya. Terus kita jadikan motivator kepada anak-anaknya mungkin kepada rmaja yang kerja dan ibu-ibu muda supaya memberikan ASI ekslusif. Kan kalau dikasih mbahnya sudah asinya gak di perhatikan, terus di kasih susu formula yang seharusnya belum boleh diberikan. Jadi kita juga berdayakan lansianya juga. Alhamdulilah udah berjalan dua tahun yang program simbah simbah itu. Alhamdulilah ASI ekslusif juga sudah diberikan artinya sudah meningkat kepeduliannya. Kadang di tempat kerja tidak ada tempat untuk memerah ASI rencananya sih kemarin dinas kesehatan mau sosialisasi di tempat-tempat kerja agar diberikan tempat untuk memerah ASI. Kalau simbah-simbah jadi motivator kan anak-anak yang nitip jadi lebih tahu. Kalau pendanaannya bagaimana Bu Kita sering mendapatkan dana dari pemerintah, tetapi kalau kas RT dan RW biasanya ada. Mereka menyisihkan dana dari kas untuk kegiatan pemberdayaan.
211
PN NS
PN NS
: Kalau TKPK pelaksanaannya bagaimana Bu? : Kader TKPK ada 3 orang dari blita yang dari remaja ada 2 orang. kegiatannya meliputi pendataan, setelah dikumpulkan dari masingmasing pendata lalu di ranking ya mbak. Biasanya di Desa itu ada jatah bantuan dari penerintah. Kita lihat jatahnya ada berapa di tiap padukuhan lalu kita yang memilih siapa yang berhak mendapatkan jatah tersebut. Kita juga musyawarahkan ke warga. Keluarannya ya yang biasanya dapat raskin, Tunjangan Anak-anak, PKH, tetapi kan PKH dikhususkan oleh anak sekolah, lalu anak yang memiliki kekurang fisik, lansia terlantar yang tidak memiliki sanak keluarga juga kita prioritaskan. : Lalu bagaimana jika bantuan terbatas, tetapi yang membutuhkan sangat banyak Bu : Itu juga menjadi kendala yang kami alami mbak, kita sudah menganggap masyarakat itu satu keluarga. Jadi kami kadang juga bingung mau ngasih ke sedulur yang mana. Kalau di kasihkan ini, yang ini meri. Tapi cara mensiasatinya ada aja. Misalnya sembako Cuma ada 8 sak. Yang menerima 24 orang ya di bagi rata. Kalau bantuannya tidak bisa di bagi ya kita gilirkan.
212
CATATAN WAWANCARA 7 Narasumber Jabatan Tanggal Tempat PN NS
PN NS
PN NS
: Ibu ST : Kader Desa : Jumat, 30 Desember 2016 pukul 09.30-11.00 : Rumah Ibu SH, RT 5 Padukuhan Kalipucang
: Ada peraturan tidak Bu, tentang apa saja syarat yang harus dilakukan Kader? : Kalau secara tertulis tidak, namun kita kan kerja bersama-sama, kita bareng-bareng untuk masalah-masalah baik pendataan, kegiatan, program. Kita kan kerjasama, kita harus kompak. Kita kan harus tetap bekerja dengan gigih. Misalnya untuk mengadakan acara kita harus mencari donatur. Di Posyandu itu ada iuran, tapi sistemnya infak. Iuran kan ditentukan kalau infak kan tidak. Mereka mau infak berapa aja silahkan. Seiklasnya. Itu nanti kita kelola. Terus kader sendiri sudah kesepakatan, semua setuju, tanpa dipaksa kita iuran, nabung, sama arisan. Kita saham sedikit-sedikit biar punya saham. Biar kadernya tidak dipandang tidak punya kegiatan. Tiap bulannya kita tetap ada acara, ada arisan, tabungan, dana sosial, dan lainnya. Tabungan ini nantinya juga akan kita kembalikan misalnya mau beli baju, zakat, alat yang sudah rusak, bingkisan kepada temen-temen yang lagi sakit. Terus desa juga biasa memberikan uang snack. Kita kelola, kita kumpulkan, bisa kita gunakan untuk refreshing, outbond, kalau dari seragam sendiri kita outbond. Dana Yandu kita pinjam dulu lalu sistemnya kita mengangsur. Uang operasional kita gunakan untuk PMT, juga ada dari desa tapi kan tidak sebulan dari desa ada. Padahal PMT AS dibutuhkannya sering. Makanya kita meminta dana dari RT. Begitu juga kalau alat-alatnya sudah rusak, kita mencari donatur kepada warga-warga yang kita anggap punya. : Berarti ada donatur ya bu untuk kegiatan-kegiatan itu? : Iya, biasanya di RT ada keluarga yang sepertinya mampu lalu kita datangi, menyampaikan tujuan dan meminta dana seikhlasnya. Itu yang dari RT. : Jadi di dalam kader kepercayaan juga diperlukan ya Bu? : Susah senangnya ya kita tanggung bersama, kan kita kerja satu tim, ya harus kompak. Kalau ada yang tidak hadir ya kita maklumi, kita back up tugasnya. di Kader tidak perlu pakai tata tertib, kalau saya gaji ya saya bisa ngasih peraturan. Kalu gak ya yang penting kesepakan. Kalau 213
PN NS
: :
PN NS
: :
PN NS
: :
sanksi tidak ada, tapi mungkin jadi malu ya sama temennya. Misalnya pas pendataan kan kompleks ya ada data dan tiap bulan harus ada laporan misalnya laporan KB, laporan kelahiran, laporan kehamilan, kalau ada satu RT yang tidak pernah laporan padahal ada kejadian na itu kan “Gimana nih RT 1, 2, 3, 4??” terus jadi nanti mungkin saya kan. Dulu pernah ada satu RT yang kalau laporan mesti terlambat, saya harus membuat laporan. Laporannya kan tidak sesuai dengan kenyataan karena saya tidak tahu seluk beluknya RT itu. Solusinya saya karuhke. Apakah masih mau melanjutkan atau tidak, kalau tidak sanggup ya harus cari ganti atau cari yang bisa. Kebetulan dia bilang keberatan. Lalu dia cari orang yang khusus laporan. Alhamdulilah sampai sekarang sudah tertib. Soalnya kan kalau tidak ada laporan jadi laporan mengada-ada, kita jadi tidak sreg. Kalau untuk pembentukan mitra kerja bagaimana Bu? Kalau KKN ya mbantunya Cuma pas KKN aja, kita juga tidak bisa ngarani anak KKN kan juga butuh biaya, saya juga punya anak ya yang namanya kuliah kan biayanya banyak to mbak, jadi ya saya tidak bisa minta banyak. Jadi tak sampaikan aja apa yg di kerjakan kader lalu di suruh milih bagian mana yang bisa di bantu. Kemarin kan pas ada kegiatan TOGA, papan nama, atau apa itu bantu aja, kalau gak ada KKN ya udah gak ada. PSN dari dinas kesehatan, desa juga ada, kalau ada sidak dan kebetuan tidak ada jentiknya dapar Reward 500 ribu. Itu kan menyemangati kader. Jadi kader lebih semangat hadir, dan bekerja dengan sebaik-baiknya. Kalau KB dari Dinas dan BKKBN. Kalau Posyandu puskesmas juga, desa juga, dinkes juga, KB juga, semuanya banyak kalau kader. Kalau dapat reward, biasanya uangnya dipakai untuk apa Bu? Ya kita tabung, kalau pas ada alat yang rusak misalnya neraca, kan neraca banyak ada yang digantung, ada yang di meja, dan ada yang neraca di injak itu, biasanya rentan rusak. Kalau mengandalkan bantuan dan jatah dari pemerintah kan lama, kita gunain tabungan atau rewardreward kinerja. Dikit-dikit kan lama-lama kebeli. Kader kan sudah jiwanya. Kita tidak di gaji tapi kan kita malah bertanggungjawab. Kadang pulsa, bensin, tidak kehitung. Itu karena saya jadi banyak temen, seneng, bisa ke mana-mana pas jambore, studi banding kita berangkat tok kita udah dapat kesenangan sendiri. Kalau Jambore itu apa Bu ilmu yang di dapat? Di sana biasanya ada penghargaan dari pemerintah untuk Kelompok kader yang berprestasi, pemberian materi-materi yang dapat 214
meningkatkan ilmu kita tentang bagaimana kerja kader yang baik itu. Kadang juga ada motivator yang menyampaikan. Tapi tidak hanya itu saja mbak, yang paling seneng itu sharing sama temen-teman yang lain. Sesama kader kan ada suka dukanya, nanti kita belajar pengalaman dari kader lain di lain daerah gitu.
215
CATATAN WAWANCARA 8 (Wawancara dengan Masyarakat) Narasumber Jabatan Tanggal Tempat PN NS
PN NS PN NS
: EN : Masyarakat : Selasa, 3 Januari 2016 pukul 18.30-19.00 : Angkringan Padukuhan Kalipucang
: Kalau pas pengecekan PSN, Kader Desa memberikan arahan tidak mbak ? : Pengarahannya biasa, kalau ada jentik nyamuk kita di suruh untuk lebih rajin membersihkan. Kalau bisa jangan sampai ada jentik nyamuk. Kalau memang ada jentik nyamuk kita diberi abate. : Kalau ada kasus DB gitu, biasanya gimana mbak penanganannya? : Nanti langsung di bawa ke puskesmas, nanti minta tolong Bu SH atau Bu GM biasanya dibantuin ngurus surat. : Tapi, kalau misalnya ibu mengurus sendiri bisa kan mbak? : Ya beda lah mbak, kalau saya kan cuma masyarakat biasa, kalau mengurus-ngurus surat misalnya BPJS dan rujukan-rujukan biasanya prosesnya lama. Harus ini itunya yang saya tidak mudeng. Kalau sama Bu GM kan sudah pengalaman jadi ngebel siapa-siapanya paham, jadi lebih cepat.
216
Narasumber Jabatan Tanggal Tempat PN NS
PN NS
PN NS
PN NS PN NS
CATATAN WAWANCARA 9 (Wawancara dengan Masyarakat) : YN : Masyarakat : Rabu, 4 Januari 2017 pukul 09.30-10.00 : Rumah YN
: Bagaimana Bu, Bu SH itu kalau di masyarakat? : Ibu SH itu orangnya greteh nyenengke mbak, jadi kalau ada apa-apa kita minta tolong Bu SH. Arep siang apa malam Ibunya mau di mintain tolong. : Kalau tidak salah anak Ibu yang bernama Eva baru-baru ini terkena demam berdarah ya Bu, itu bagaimana penanganannya Bu : Kemarin di rencangi sama Ibu SH untuk mengurus serat bantuan, karena saya belum sempat ngurus. Soalnya tidak tahu caranya. Setiap hari saya jualan di Taman Pintar. Tidak sempat ngurusi surat. : Bagaimana menurut njenengan pembagian bantuan pemerintah kepada masyarakat, Bu : Kalau bantuan itu kan banyak, diurus sama ibu-ibu Kader. Kalau saya belum pernah mendapat kalau secara langsung, soalnya memang kebetulan saya dan Bapak kerja. Jadi ora meri nek tetangga pada dapat. Alhamdulilahnya kader pada pinter mengatur Bantuan biar tidak berebutan. Misalnya ada bantuan sembako, Kader memberikannya tidak melulu yang bener-bener miskin saja, tetapi di gilir, kalau udah dapat gentian yang belum dapat. : Berpindah topic ya Bu, kali ini saya mau menanyakan tentang Program PSN, apakah tempat ibuk juga ada program PSN ? : Iya, ada mbak, makanya saya sekarang juga sering membersihkan kamar mandi, ngeri juga kalau ada kasus demam berdarah : Biasanya kalau pas ada PSN, Kader Jumantik memberikan nasehat tidak Bu. : Iya, memberikan nasehat kalau ada temuan jentik-jentik. Kalau tidak ya di lanjut ke rumah yang lainnya. Bu ST kan selalu mewanti-wanti agar lingkungan ki harus tetap bersih, jangan sampai ada telur nyamuk. Bahaya dampake.
217
Narasumber Jabatan Tanggal Tempat PN NS
CATATAN WAWANCARA 10 (Wawancara dengan Masyarakat) : WK : Dukuh : Senin, 6 Maret 2017 pukul 09.30-10.00 : Balai Desa Bangunjiwo
: Bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kader TKPK Pak ? : Saya sebagai dukuh, tidak bekerja banyak karena urusan pendataan kemiskinan yang paham kadernya. Kalau ada masalah baru saya terlibat membantu memecahkan. Masyarakat biasanya juga sudah nrimo ing pandum. Kader TKPK juga hanya memberi data ke pemerintah. Pemerintah yang menentukan, cuma kalau ada warga yang benar-benar membutuhkan pertolongan biasanya langsung ke ibu Kader untuk mengajukan biar kalau pas ada bantuan di utamakan.
218
CATATAN WAWANCARA 11 (Masyarakat Kalipucang) Narasumber : RC Jabatan : Masyarakat Tanggal : Senin, 6 Maret 2017 pukul 13.00-14.00 Tempat : Rumah PN : Bagaimana menurut sampeyan kinerja Kader TKPK ? NS : Bantuan yang didapat ayah saya yaitu bantuan budidaya ikan lele, tetapi berkelompok. Yang mengurus bantuannya Ibu Kader, ya bersyukur jadi bapak tidak menganggur, ada kegiatan dan pendapatan walau hanya sedikit. Kalau mengurus sendiri belum tentu bisa goal. PN : Lalu, bagaimana tahap-tahap pendaftarannya dulu mbak ? NS : Bapak kan wes suwe mboten nyambut damel mbak. Waktu itu kulo ketemu kalian bu GY. Terus kulo cerita nek Bapak saget angsal bantuan mboten. Alhamdulilahe bu GY sekitar selapan ngubungi kulo. Bu GY teng griyo kulo ngabari. PN : Berarti Bu GY bisa ditemui kapan saja ya mbak ? NS : Iya, kader teng ngriki memang loyal-loyal mbak, paham kalih tiyang alit. Nek wonten bantuan napa kemawon dibagi rata lan digilir
219
Narasumber Jabatan Tanggal Tempat PN NS PN NS
: : : :
PN NS
: :
PN NS
: :
PN NS
: :
PN NS
: :
CATATAN WAWANCARA 12 (Kader TKPK Kalipucang) : GY : Kader TKPK : Senin, 6 Maret 2017 pukul 16.00-17.00 : Rumah GY
Sudah berapa lama ibuk menjadi Kader TKPK Sepertinya udah lama banget. Sudah sejak saya menikah tahun 1994 Lalu bagaimana suka duka menjadi Kader TKPK Bu Sukanya dapat membantu orang banyak, sudah dipercayai dan di tanyatanyai, hehe Di tanya-tanyai bagaimana Bu ? Bagi saya menjadi Kader itu ya mengabdi saja mbak. Saya meluangkan waktu untuk keluarga saya di rumah. Tetapi tak jarang kalau di rumah saya selalu rame. Ada saja ibu-ibu atau bapak-bapak yang datang ke rumah untuk menanyakan macem-macem. Ya pekerjaan ini aku anggap nambah sedulur. Apa saja yang ditanyakan warga ketika datang ke rumah Ibu? Yak arena saya kader TKPK ya biasanya terkait bantuan, pengajuan bantuan, minta toling ngurusin surat ke Kantor Desa, dan lain-lainnya. saya juga dekat sama Pak AR, jadi warga malah sering tanya ke saya daripada ke Pak AR. Bagaimana langkah ibu untuk mengajukan dana bantuan ? Saya menulis proposal nduk, tapi saya sebenarnya tidak bisa. Saya meminta tolong sama anak saya yang masigh SMA, tapi ya namanya anak sekolah tugasnya banyak. Kalau pas anak saya sibuk saya minta tolong mbak-mbak rentalan. Biayanya darimana Bu Selama ini ada saja mbak dananya. Alhamdulilah pulsa, waktu, biaya tidak pernah saya pikirkan, Allah selalu ngasih, itu semua saya lakukan semata-mata, selama saya masih membantu orang lain, kenapa tidak nduk
220
LAMPIRAN 6. ANALISIS HASIL WAWANCARA 1. Bagaimana proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat oleh Kader Desa di Desa Bangunjiwo? a. Bagaimana perencanaan program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? PM : Peran LKMD sesuai UU No. 6 Tahun 2014 berbeda dengan dulu. Sekarang ada mekanisme musyawarah desa. Kalau dulu forum musyawarah perencanaan pembangunan domainnya LKMD sekarang tidak lagi karena kalau musyawarah desa wewenangnya BPD. Untuk merembuk hal yang bersifat strategis. LPMD hanya masuk dalam unsur peserta musyawarah desa. Peran LPMD mengawal penyusunan RPJM Desa sebagai sekertaris perumus. Ketuanya Carik Desa. Sekretarisnya ketua LPMD. Setelah RPJM Des di buat tersusun breakdown RKP Desa untuk masa 6 tahun. Setiap tahun di rinci menjadi RKP Des. LPMD berperan sebagai sekretaris, selanjutnya dibuat APBDes. LPMD diharapkan mampu menginisiasi kegiatan Forum musyawarah tingkat desa misalnya ada Pokgiat. Diharapkan LPMD berperan di situ. Tetapi pelaksanaannya masih kerja lintas sektor, semua aspek terlibat di dalamnya. Seperti yang kita pahami bahwa makna pemberdayaan adalah aksi bersama. Tidak bisa di bebankan oleh salah satu sektor. Misal Pemerintah Desa atau LPMD saja tetapi aksi bersama untuk memaksimalkan sumber daya yang ada untuk kesejahteraan desa. Kesimpulan : Tahap perencanaan program pemberdayaan masyarakat: 1. BPD menyelenggarakan musyawarah Desa untuk membahas mengenai RPJMDesa yang merupakan rencana program 6 tahunan 2. Setelah RPJMDes selesai dibuat, selanjutnya di breakdown menjadi program tahunan yang disebut RKPDesa. RKPDes dibuat atas dasar musyawarah pemerintah desa, LPMD, dan masyarakat yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan. 3. Setelah RKPDes terbuat dilanjutkan dengan pengalokasian dana dalam bentuk APBDes b. Bagaimana pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? SK : Saat ini program pemberdayaan untuk pembangunan dikelola oleh pemerintah desa melalui Tim Pengelola Kegiatan (TPK). Saat ini 221
TPK yang terbentuk sebanyak 7 TPK yang didalamnya terdapat LPMD dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat desa. WK : 1. PPKBD, berjalan dengan baik bekerjasama dengan Puskesmas Kasihan. 2. PSN, jalan 3. Posyandu Balita, jadi percontohan nasional juara satu. 4. Posyandu Remaja, jalan namanya RW KAKEK singkatan dari Remaja Wijaya Kusuma Konsen Anemia dan Kelurahan Energi Kronis. Malah ini juga jadi percontohan, ada dua Padukuhan lain yang ikut menyelenggarakan program ini. 5. Posyandu Lansia, juga jalan 6. TKPK, jalan 7. FKPM, jalan juga sama bapak-bapak. P3A belum jalan karena memang wilayah Kalirandu itu wilayah tanah kapur dan masyarakatnya kebanyakan buruh tani, bukan petani yang memiliki sawah di wilayah Kalirandu. Kalirandu kan tidak ada sungai-sungainya jadi tidak ada irigasi. SH : 1. PPKBD, berjalan saya ketuanya. Jadi ketua Posyandu itu sekaligus Ketua Kader, sekaligus juga Ketua PPKBD 2. PSN, jalan nama kadernya itu Kader Jumantik Mandiri. Di Padukuhan ada, di RT juga ada. 3. TKPK, ada juga, kebetulan saya juga pendatanya. SH : … Yang Remaja baru di sini, Sambikerep, sama di Salakan. Yang petama kali di sini jadi belum ada pertemuan rutin di Kantor Desa. Kesimpulan : Pelaksanaan diawali dengan pembentukan Tim Pengelola Kegiatan Desa (TPK Des), saat ini Desa Bangunjiwo telah membentuk sebanyak 7 TPK yang didalamnya adalah berbagai elemen masyarakat yakni anggota LPMD, POKGIAT, dan individu lainnya yang berperan terhadap pemberdayaan masyarakat desa. Program pemberdayaan masyarakat yang berjalan yakni PPKBD, PSN, Posyandu Balita, Posyandu Lansia, TKPK, FKPM, dan P3A. Posyandu Remaja hanya berjalan di tiga padukuhan yakni Kalirandu, Sambikerep, dan Petung. Sedangkan P3A hanya dilaksanakan oleh wilayah yang memiliki aliran sungai yang baik dan sawah yang luas seperti Ngentak, Sribitan, dan Bibis.
222
c. Bagaimana proses evaluasi program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? EY : Masing-masing desa mengevaluasi kelurahannya itu sendiri dengan dasar Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 81 tahun 2015 tentang evaluasi perkembangan desa dan kelurahan. Lalu ditindaklanjuti kecamatan dengan memilih desa yang paling baik. Bantul terdiri dari 75 desa dan 17 kecamatan. Dari 17 kecamatan, masing-masing memilih 1 desa sehingga ada 17 desa yang dilombakan. Prosesnya yaitu (1) paparan lurah desa terkait pembangunan selama dua tahun misal lomba tahun ini berarti data yang dilombakan tahun 2015-2016 (2) paparan carik/sekretaris desa terkait profil desa. (3) menentukan 6 besar desa yang berprestasi. Lalu di cek lapangan oleh tim yuri. Tim yuri melibatkan SKPD kab. Bantul dari Polres, Kodim sebagai keamanan. Indikator penilaian ada 3 aspek evaluasi 4) Bidang pemerintahan desa dan kelurahan yang terdiri dari pemerintahan; kinerja; inisiatif dan kreatifitas dalam pemberdayaan masyarakat; dan desa dan kelurahan berbasis teknologi informasi; dan pelestarian adat dan budaya. 5) Evaluasi bidang kewilayahan desa meliputi identitas, batas, inovasi, dan tanggap siaga bencana. 6) Evaluasi bidang kemasyarakatan desa meliputi partisipasi masyarakat; lembaga kemasyarakatan; pemberdayaan kesejahteraan keluarga; keamanan dn ketertiban; pendidikan; kesehatan; ekonomi; penanggulangan kemiskinan; dan peningkatan kapasitas desa. SK : Kalau evaluasi khusus selama ini tidak ada, hanya saja biasanya Kader tiap tanggal 25 kumpul di kantor pemerintahan untuk koordinasi dan temu kader. Disana akan dibahas mengenai siapa saja kader yang kurang pelayanannya kepada masyarakat dan pemberian bimbingan dari pihak pemerintah desa agar dapat meningkatkan pelayanannya. Secara lebih detail kamu bisa tanya kepada Pak Kesra. SW : Evaluasi dilaksanakan tiap tanggal 25 untuk rapat koordinasi, laporan penimbangan, dan lain-lainnya. SH : Misalnya pas pendataan kan kompleks ya ada data dan tiap bulan harus ada laporan misalnya laporan KB, laporan kelahiran, laporan kehamilan, kalau ada satu RT yang tidak pernah laporan padahal ada kejadian na itu kan “Gimana nih RT 1, 2, 3, 4??” terus 223
jadi nanti mungkin saya kan. Dulu pernah ada satu RT yang kalau laporan mesti terlambat, saya harus membuat laporan. Laporannya kan tidak sesuai dengan kenyataan karena saya tidak tahu seluk beluknya RT itu. Solusinya saya karuhke. Apakah masih mau melanjutkan atau tidak, kalau tidak sanggup ya harus cari ganti atau cari yang bisa. SW : …kalau ada kader yang bagus koordinator kader lapor ketua LPMD di rapat LPMD. Koor kader ikut hadir menyampaikan permasalahan. Kesimpulan Evaluasi program pemberdayaan masyarakat Kabupaten Bantul dilaksanakan melalui Permendagri No. 81 tahun 2015 tentang evaluasi perkembangan desa dan kelurahan dengan aspek yang dievaluasi meliputi: d) Bidang pemerintahan desa dan kelurahan yang terdiri dari pemerintahan; kinerja; inisiatif dan kreatifitas dalam pemberdayaan masyarakat; dan desa dan kelurahan berbasis teknologi informasi; dan pelestarian adat dan budaya. e) Evaluasi bidang kewilayahan desa meliputi identitas, batas, inovasi, dan tanggap siaga bencana. f) Evaluasi bidang kemasyarakatan desa meliputi partisipasi masyarakat; lembaga kemasyarakatan; pemberdayaan kesejahteraan keluarga; keamanan dn ketertiban; pendidikan; kesehatan; ekonomi; penanggulangan kemiskinan; dan peningkatan kapasitas desa. Saat ini evaluasi yang dilakukan oleh Desa Bangunjiwo adalah melakukan musyawarah desa setiap sebulan sekali untuk setiap program pemberdayaan. Musyawarah desa tersebut dilakukan untuk 1) koordinasi mengenai pelaksanaan program 2) penyampaian laporan pelaksanaan dan hambatan-hambatan yang terjadi serta 3) pemberian pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan baik secara langsung maupun tindak langsung kepada Kader yang dikelompokkan di dalam TPM. Selain evaluasi melalui musyawarah, evaluasi kinerja kader juga dilakukan oleh Ketua Kader kepada Kader yang memiliki performa atau kinerja kurang bagus, Ketua Kader akan menanyakkan mengenai kesiapannya menjadi kader, apabila memang Ia tidak siap, Ketua Kader akan mencari Kader pengganti.
224
2. Bagaimana pendayagunaan modal sosial oleh Kader Desa dalam program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? a. Bagaimana kepercayaan yang terjalin dalam kelompok Kader Desa? Kepercayaan Pemerintah Kepada Kader Desa PM : “… Buktinya apa? di dalam proses penyusunan perencanaan itu masih didominasi oleh temen-temen yang ada di pemerintahan desa. Masyarakat luas dan LPMD yang ada hanya manut dari konsepnya pemerintah desa yang ada karena mereka belum tau bagaimana ilmu tentang komunikasi partisipatif, dan tidak mengupdate pengetahuan juga. Seperti itu.” SW : “Kader dilandasi kepercayaan, yang menyaring masyarakat, kalau kinerja gak bagus langsung di ganti oleh RT nya.” EY : “…kader mengelola dana, kekurangan dan kebutuhan disampaiakan oleh kader.” WK : “…Kamu ketemu Bu SH aja, RT 5, mangke wis luweh jelas, Bu SH niku malah paham masalah kependudukan dan seluk beluk padukuhan.” PM : Peran LPMD mengawal penyusunan RPJM Desa sebagai sekertaris perumus. Ketuanya carik desa. Sekretarisnya ketua LPMD. Kepercayaan dalam Kelompok Kader Desa SH : “ … Susah senangnya ya kita tanggung bersama, kan kita kerja satu tim, ya harus kompak. Kalau ada yang tidak hadir ya kita maklumi, kita back up tugasnya.” ST : : “ … Dulu pernah ada satu RT yang kalau laporan mesti terlambat,… Solusinya saya karuhke. Apakah masih mau melanjutkan atau tidak, kalau tidak sanggup ya harus cari ganti atau cari yang bisa.” Kepercayaan Masyarakat kepada Kader Desa EN : Nanti langsung di bawa ke puskesmas, nanti minta tolong Bu SH atau Bu GM biasanya dibantuin ngurus surat. EN : Ibu SH itu orangnya greteh mbak, jadi kalau ada apa-apa kita minta tolong Bu SH. Arep siang apa malam Ibunya mau di mintain tolong. Kesimpulan 1) Bentuk kepercayaan pemerintah terhadap Kader Desa berupa kepercayaan untuk mengelola keuangan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, pendokumentasian data pemberdayaan masyarakat, serta 225
pemberian amanah sebagai sekretaris perumus perencanaan pemberdayaan masyarakat. Namun, pemerintah masih menganggap bahwa kompetensi Kader Desa di Bangunjiwo masih belum sesuai dengan yang diharapkan karena di dalam Musyawarah Desa Kader belum mampu menyampaikan aspirasinya dengan baik, hanya manut dengan apa yang disampaikan pemerintah desa. 2) Bentuk kepercayaan antar Kader dalam Kelompok Kader Desa terbangun atas adanya rasa tanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dalam setiap program. Namun, jika ada salah satu teman satu tim yang tidak kompak atau tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik, ketua Kader Desa akan melakukan pendekatan terhadap Kader Desa terkait secara kekeluargaan dan mencari solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. tinggi rendahnya kepercayaan Kader Desa terhadap rekan kerjanya dapat diukur melalui seberapa besar ketuntasannya melakukan pekerjaan sebagai Kader Desa. Ketua Kelompok Kader memiliki peran penting dalam menjaga kepercayaan antar masing-masing individu dalam kelompok. 3) Kepercayaan masyarakat terhadap Kader Desa dibangun karena adanya perhatian, kemampuan, dan waktu luang yang diberikan oleh Kader Desa terhadap lingkungannya secara berangsur-angsur sehingga masyarakat merasakan keberadaan Kader Desa. b. Bagaimana resiprositas yang terbentuk di dalam kelompok Kader Desa? ST : “ … Di posyandu itu ada iuran, tapi sistemnya infak… Tiap bulannya kita tetap ada acara, ada arisan, tabungan, dana sosial, dan lainnya.” SH : “ … Kalau ada yang tidak hadir ya kita maklumi, kita back up tugasnya.” Kesimpulan : Bentuk resiprosetas yang terbangun dalam Kelompok Kader Desa yakni : 1) Kebersediaan untuk membackup pekerjaan Kader lainnya jika ada kader yang berhalangan melaksanakan tugasnya. 2) Adanya sistem infak secara sukarela untuk melaksanakan kegiatan Kader Desa 3) Adanya kegiatan sosial seperti menjenguk anggota yang sakit atau terkena musibah
226
c. Bagaimana nilai dan norma yang terbentuk di dalam kelompok Kader Desa? SK : Pemilihan kader desa secara umum dipilih oleh Padukuhan masingmasing atas inisiasi Pak Dukuh dan warga setempat dengan melihat loyalitas kader desa dalam kegiatan kemasyarakatan. Apalagi Kader kan pekerjaan sosial, tidak semua warga mau untuk melakukannya. SW : Peraturan kader tidak ada kalau terikat malah pada kabur mencari yang mau aja sulit. Mereka kan kerja tanpa pamrih, perlu dihargai. ST : “… namun kita kan kerja bersama-sama, kita bareng-bareng untuk masalah-masalah baik pendataan, kegiatan, program. Kita kan kerjasama, kita harus kompak. Kita kan harus tetap bekerja dengan gigih.” ST : “Kalau sanksi tidak ada, tapi mungkin jadi malu ya sama temennya.” ST : “…Laporannya kan tidak sesuai dengan kenyataan karena saya tidak tahu seluk beluknya RT itu. Solusinya saya karuhke. Apakah masih mau melanjutkan atau tidak, kalau tidak sanggup ya harus cari ganti atau cari yang bisa.” ST : Kader kan sudah jiwanya. Tapi kan kita malah bertanggungjawab. Kadang pulsa, bensin, tidak kehitung. Itu karena saya jadi banyak temen, seneng, bisa ke mana-masna pas jamboree, studi banding kita berangkat tok kita udah dapat kesenangan sendiri. EN : Ibu SH itu orangnya greteh mbak, jadi kalau ada apa-apa kita minta tolong Bu SH. Arep siang apa malam Ibunya mau di mintain tolong. Kesimpulan Bentuk nilai dan norma yang tampak pada Kader Desa Desa Bangunjiwo yakni: 1) Tanggung Jawab 2) Loyalitas 3) Berjuang 4) Bekerja tanpa pamrih 5) Kerjasama 6) Kekompakan 7) Bekerja dengan gigih 8) Malu jika tidak dapat mengerjakan tugas dengan baik 9) Peduli dengan kinerja anggota lain 10) Greteh atau cekatan
227
d. Bagaimana jaringan yang terbentuk selama proses pemberdayaan masyarakat? SW : Kalau yang perlu ditingkatkan yang stratanya paling bawah di Bibis. Namun saat ini sedang kerjasama dengan KO-AS UMY yang mulai besok hari senin melakukan KKN di Bibis. SW : Instansi terkait misal KKN di Bangunjiwo, Puskesmas, sudah istilahnya kayak satu rumah. Setiap ada masalah ngebel Puskesmas, Puskesmas langsung lapangan. Kalau KB langsung dengan instansi KB. Kalau swasta belum WK : PPKBD, berjalan dengan baik bekerjasama dengan Puskesmas Kasihan SH : Pelaksanaannta tiap sebulan sekali bekerjasama dengan BKKBN, Puskesmas, dan BKKBD. ST : “…Misalnya untuk mengadakan acara kita harus mencari donatur. … Makanya kita meminta dana dari RT...” ST : Kalau KKN ya mbantunya cuma pas KKN aja, kita juga tidak bisa ngarani anak KKN kan juga butuh biaya, saya juga punya anak ya yang namanya kuliah kan biayanya banyak to mbak, ST : Tapi kan kita malah bertanggungjawab. Kadang pulsa, bensin, tidak kehitung. Itu karena saya jadi banyak temen, seneng, bisa ke manamasna pas jambore, studi banding kita berangkat tok kita udah dapat kesenangan sendiri. Kesimpulan Kerjasama di Desa Bangunjiwo dalam program pemberdayaan masyarakat belum diperluas hingga ke swasta. Saat ini kerjasama yang dilakukan yakni: 1) Puskesmas untuk program PPKBD dan Posyandu. 2) BKKBN untuk program PPKBD. 3) Mahasiswa yang sedang melaksanakan KKN di Desa Namun, meskipun masih pada kerjasama tingkan instansi pemerintah, intensitas kerjasama antara Kantor Desa dan Puskesmas sangat erat sehingga jika ada temuan atau keluhan warga, Kader Desa dapat dengan sigap memberikan rujukan ke Puskesmas, bahkan melalui media telepon Puskesmas bersedia menuju lokasi. Untuk mencukupi kebutuhan Kader Desa, penggalangan dana dilakukan dengan mendatangi dan meminta bantuan kepada warga yang dianggap mampu. Selain itu, setiap ada perkumpulan warga biasanya diminta dana kas untuk keperluan pemberdayaan masyarakat. Karena prestasi yang bagus dalam pemberdayaan, Kader Desa terutama Ketua tiap Padukuhan memiliki kesempatan untuk mengikuti jambore dan 228
studi banding yang biasanya berada di luar kota. Hal ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan mutu dan jaringan program pemberdayaan masyarakat. e. Bagaimana tindakan proaktif anggota Kader Desa dalam proses pemberdayaan masyarakat? PM : Yah mereka sebagai penyelenggara ya menyelenggarakan kegiatan. Dan biasanya Kader itu aktif-aktif, kalau satu berangkat berangkat semua. ST : kalau ada sidak dan kebetuan tidak ada jentiknya dapar Reward 500 ribu. Itu kan menyemangati kader. Jadi kader lebih semangat hadir, dan bekerja dengan sebaik-baiknya. SH : Kader kan sudah jiwanya. Kita tidak di gaji tapi kan kita malah bertanggungjawab. Kadang pulsa, bensin, tidak kehitung. Itu karena saya jadi banyak temen, seneng, bisa ke mana-mana pas jambore, studi banding kita berangkat tok kita udah dapat kesenangan sendiri. Kesimpulan : Tindakan proaktif ditunjukkan oleh Kader Desa Desa Bangunjiwo dengan selalu berangkat mengikuti kegiatan Kader, baik rapat, pelaksanaan program, maupun musyawarah. Faktor pendorong keaktifan Kader Desa tersebut yakni karena anggapan bahwa Kader Desa adalah jiwanya, meskipun tidak mendapatkan gaji yang sesuai, tetapi mereka menganggap tugas Kader Desa adalah tanggungjawab yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pemberian reward dari pemerintah juga merupakan salah satu faktor pendorong tetapi bukan tujuan utama keaktifan Kader menjalankan tugasnya. 4. Apa manfaat pendayagunaan modal sosial oleh Kader Desa dalam program pemberdayaan masyarakat di Desa Bangunjiwo? a. Apa manfaat pendayagunaan modal sosial terhadap human capital Kader Desa? SH : Ya sedikit-dikit saya tahu, hehehe. Ya mungkin kegunaannya, macam-macam alatnya, efek sampingnya, dan lain-lainnya harus ngerti. Kalau tidak tahu ya saya tanya ke Puskesmas, atau penyuluh KB. Soalnya ya namanya tanya itu nambah ilmu kita. ST : Di sana biasanya ada penghargaan dari pemerintah untuk Kelompok kader yang berprestasi, pemberian materi-materi yang dapat meningkatkan ilmu kita tentang bagaimana kerja kader yang baik itu. Kadang juga ada motivator yang menyampaikan. Tapi tidak hanya 229
SH
itu saja mbak, yang paling seneng itu sharing sama temen-teman yang lain. Sesama kader kan ada suka dukanya, nanti kita belajar pengalaman dari kader lain di lain daerah gitu. : Kan kalau kader itu multi ya Mbak menyeluruh, sudah biasa ndata jadi lebih enak yang terbiasa. Kalau saya ndata mesti satu RT jadi saya punya data-data per RT. Orang-orang RT ya sudah pada apal kalau Bu SH datang bawa map, O.. itu bu SH mau ndata.
Kesimpulan Pengaruh pendayaan modal sosial terhadap modal manusia yang tampak pada hasil wawancara yakni: 1) Jaringan yang erat antara Puskesmas dan Kader Desa mampu menambah pengetahuan Kader Desa 2) Jaringan yang dibangun melalui hubungan dengan Kader lain di luar daerah mampu menambah pengalaman Kader Desa. 3) Keaktifan Kader Desa melakukan pendataan di masyarakat membuat kemampuan mendata Kader menjadi lebih baik, sehingga apabila ada program pendataan yang lain, Kader akan lebih mudah melakukan. b. Apa manfaat pendayagunaan modal sosial terhadap efektivitas dan efisiensi pemberdayaan masyarakat? SH : Kan kalau kader itu multi ya Mbak menyeluruh, sudah biasa ndata jadi lebih enak yang terbiasa. PM : Yah mereka sebagai penyelenggara ya menyelenggarakan kegiatan. Dan biasanya Kader itu aktif-aktif, kalau satu berangkat berangkat semua. Kalau kader kompak nanti hasilnya juga bagus EN : “… kalau saya kan cuma masyarakat biasa, kalau mengurus-ngurus surat misalnya BPJS dan rujukan-rujukan biasanya prosesnya lama. Harus ini itunya yang saya tidak mudeng. Kalau sama Bu GM kan sudah pengalaman jadi ngebel siapa-siapanya paham, jadi lebih cepat.” Kesimpulan Pemanfaatan modal sosial terhadapap efektivitas dan efisiensi pemberdayaan masyarakat muncul dalam bentuk 1) tindakan proaktif yang terus menerus akan mempermudah Kader Desa melakukan kegiatan pemberdayaan, terutama pendataan, 2) tindakan proaktif dalam kelompok kader berupa kekompakan akan meningkatkan hasil pemberdayaan masyarakat, 3) jaringan yang terbentuk antara Kader Desa dengan instansi terkait menjadi jalan pintas
230
yang dapat mempermudah pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan birokrasi, dan prosedur yang biasanya mempersulit masyarakat awam. c. Apa manfaat pendayagunaan modal sosial terhadap perkembangan fasilitas dan material pemberdayaan masyarakat? ST : Reward untuk kader saat ini secara khusus belum ada cuma di sini tiap kali kegiatan Posyandu menganggarkan bantuan konsumsi. Di tempat lain gak ada cuma PMT balita. Subsidi tiap bulan. Untuk 10 orang berupa snack. Dana itu biasanya dikumpulkan oleh kader untuk beli seragam, peralatan posyandu dan lainnya biasanya. SH : Terus kader sendiri sudah kesepakatan, semua setuju, tanpa dipaksa kita iuran, nabung, sama arisan. Kita saham sedikit-sedikit biar punya saham. Biar kadernya tidak dipandang tidak punya kegiatan. Tiap bulannya kita tetap ada acara, ada arisan, tabungan, dana sosial, dan lainnya. Tabungan ini nantinya juga akan kita kembalikan misalnya mau beli baju, zakat, alat yang sudah rusak, bingkisan kepada tementemen yang lagi sakit. ST : Ya kita tabung, kalau pas ada alat yang rusak misalnya neraca, kan neraca banyak ada yang digantung, ada yang di meja, dan ada yang neraca di injak itu, biasanya rentan rusak. Kalau mengandalkan bantuan dan jatah dari pemerintah kan lama, kita gunain tabungan atau reward-reward kinerja. Dikit-dikit kan lama-lama kebeli. ST : Uang operasional kita gunakan untuk PMT, juga ada dari desa tapi kan tidak sebulan dari desa ada. Padahal PMT AS dibutuhkannya sering. Makanya kita meminta dana dari RT. Begitu juga kalau alatalatnya sudah rusak, kita mencari donatur kepada warga-warga yang kita anggap punya. Kesimpulan Manfaat modal sosial terhadap perkembangan fasilitas dan material tampak pada Kader Desa sebagai berikut: 1) Kader Desa memanfaatkan reward yang diberikan oleh pemerintah atas kinerjanya untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat misalnya pembelian alat yang sudah rusak, menalangi dana pemerintah yang kurang, dan untuk kegiatan operasional lainnya. 2) Kader Desa memiliki teknik pengumpulan sana dalam bentuk Kas, Infak, Tabungan, dan Donasi. Kas adalah iuran wajib untuk keperluan pemberdayaan masyarakat yang diperoleh dari RT dan reward. Infak adalah uang yang dikumpulkan masing-masing anggota Kader Desa yang digunakan untuk operasional dan menalangi jika kas tidak cukup untuk 231
kegiatan pemberdayaan masyarakat. Tabungan adalah uang yang dikumpulkan untuk kegiatan Kader Desa misalnya rekreasi, outbond, membeli seragam, dan lain sebagainya. Donasi adalah uang yang dikumpulkan dari warga masyarakat yang dianggap mau dan mampu secara ekonomi untuk membantu terlaksananya program pemberdayaan masyarakat.
232
LAMPIRAN 7. DOKUMENTASI
Gambar 1. Kegiatan Pelatihan PPKBD di Balai Desa Bangunjiwo
Gambar 2. Pelaporan Data KB
Gambar 3. Persiapan Pengecekan Rumah Warga untuk Program PSN
233
Gambar 4. Pemeriksaan jentik-jentik
Gambar 5. Bapak Dukuh Kalirandu setelah Diwawancarai
Gambar 6. Wawancara dengan Carik Desa Bangunjiwo 234
Gambar 7. Wawancara dengan Petugas KPMD Kab. Bantul
Gambar 8. Contoh Sampul Pembukuan Administrasi Program
Gambar 9. Bapak Kasi Kemasyarakatan setelah selesai diwawancarai 235
Gambar 10. Form Catatan Bulanan Penimbangan Posyandu 236
Gambar 11. Form Data Kegiatan Posyandu
237
Gambar 12. Form Laporan Lansia Posyandu
238
Gambar 13. Forn Lapran Pemantauan Jentik 239
Gambar 14. Form Daftar Hadir Kader Posyandu
240
Gambar 15. Laporan Posyandu Lansia 241
Gambar 16. Hasil Pemeriksaan HB dan Golongan Darah Posyandu
242
Gambar 17. Buku Kas Posyandu 243
Gambar 18. Presensi Rapat Posyandu
244
245
246