HAK CIPTA DALAM CYBERSPACE Oleh : Asep Suryadi Dosen pada Sekolah Tinggi Hukum Bandung, Jalan Cihampelas No. 8 Kota Bandung 40116
ABSTRAK Hak Cipta sebagai bentuk perlindungan yang diberikan oleh negara, secara substansi merupakan sebuah jaminan terhadap hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta dan atau pemegang hak untuk mengeksploitasi karya pencipta secara komersial. Perlindungan karya cipta di internet diperoleh secara otomatis (automatic protection) untuk semua bentuk karya yang termasuk dalam kualifikasi perlindungan hak cipta. Kata Kunci : Hak cipta, Pencipta, Internet, Perlindungan Hukum.
ABSTRACT Copyright as a form of protection is provided by the state, in substance is a guarantee of the exclusive rights by creator and rights holder commercially exploit the work of the creator. Protection of creative works on the internet obtained automatically (automatic protection) for all forms of work that qualify as copyright protection.
I.
PENDAHULUAN Dewasa ini kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari arus
komunikasi dan informasi, bahkan kini informasi telah menjelma menjadi suatu kekuatan tersendiri dalam persaingan global yang semakin kompetitif. Kehadiran internet sebagai sebuah fenomena kemajuan teknologi menyebabkan terjadinya percepatan globalisasi dan lompatan besar bagi penyebaran informasi dan komunikasi di seluruh dunia. Penggunaan internet sebagai media informasi multimedia membuat beragam karya digital dapat secara terus menerus digandakan dan disebarluaskan ke ribuan orang dalam waktu singkat, hanya dengan menekan beberapa tombol
224
225
komputer. Tidak heran jika internet kemudian dipandang sebagai lautan informasi yang memiliki banyak muatan hak kekayaan intelektual, khususnya hak cipta. Internet atau yang disebut pula dengan cyberspace sesungguhnya dapat diartikan sebagai sebuah ruang, di mana entitas elektronik (netter) berinteraksi. Dengan kata lain, pelaku-pelaku dunia digital yang ada di berbagai sudut belahan dunia membutuhkan apa yang disebut sebagai ruang elektronik untuk melakukan aktivitasnya. Istilah cyberspace sendiri diperkenalkan pertamakali oleh penulis fiksi ilmiah, William Gibson dalam novelnya : Neuromancer untuk menyatakan tentang dunia virtual atau dunia maya
yang dihasilkan sistem computer.1
Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. 2 Sifat aktifitas internet yang khas dan tidak mengenal batas teritorial wilayah negara pada akhirnya menimbulkan permasalahan mendasar, yaitu menyangkut kemampuan hukum dalam melaksanakan fungsinya melakukan pengaturan dan penegakan sanksi. Hak cipta memandang internet sebagai media yang bersifat low-cost distribution channel atau saluran distribusi yang murah bagi penyebaran informasi dan produk-produk entertainment, seperti film, musik, dan buku. Hal ini disebabkan internet telah memungkinkan data-data tersebut untuk diunduh secara mudah oleh konsumen. Layaknya sebuah pisau bermata dua, karakteristik dan kemampuan cyberspace/internet memiliki sisi positif dan sisi negatif, selain berfungsi sebagai media informasi, komunikasi, dan perangkat bisnis ynag menguntungkan, internet juga dapat menjadi lahan yang sangat subur bagi terjadinya tindakan kriminal. Sebagai contoh, perbuatan yang dilakukan oleh Nathan L Peterson, seorang pemilik website yang selama ini mendapatkan penghasilan sangat besar dari penjualan perangkat lunak (software) bajakan. Nathan telah dijatuhi hukuman pidana penjara selama 87 bulan (7 Tahun 3 bulan) dan penyitaan atas 1
Yusran Isnaini, Hak Cipta Dan Tantangannya Di Era Cyber Space, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 3. 2 Ahmad M Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 3.
226
harta kekayaan, serta kewajiban untuk membayar ganti rugi sebesar lebih dari US$ 5,4 juta oleh pengadilan Federal Amerika Serikat. Penyitaan tersebut meliputi aset-aset seperti rumah, beberapa buah mobil dan perahu boat yang semuanya didapat dari keuntungan perusahaan dengan menjual software bajakan. Peterson diakui sebagai distributor online komersial bagi software bajakan yang paling produktif yang pernah diadili di Amerika Serikat. Berawal sejak tahun 2003 dan terus berlangsung hingga ditutup oleh FBI pada Februari 2005.
Peterson
mengoperasikan
website
yang
beralamat
di
http://www.ibackups.net dimana yang bersangkutan menjual copy bajakan produkproduk software yang dilindungi hak cipta, seperti Adobe System, Macromedia, Microsoft, Sonic Solution, dan Symantec Corporation dengan harga yang lebih murah dibandingkan di pasaran. Produk software yang dibeli dari website milik Peterson diperoleh melalui penggandaan dan distribusi lewat proses download di komputer atau pengiriman CD yang disertai nomor serial yang memungkinkan pembeli untuk mengaktifkan dan menggunakan software tersebut. Dalam hal ini, Konvensi Bern atau konvensi Internasional mengenai Hak Cipta dalam Article 9 (1) Konvensi menyebutkan : “Authors of literary and artistic works protected by this Convention shall have the exclusive right of authorizing the reproduction of these works, in any manner of form”. Berdasarkan ketentuan tersebut, pencipta mempunyai hak eksklusif
untuk melakukan
penggandaan atau reproduksi karyanya ke dalam bentuk apapun, termasuk dalam bentuk digital. Pada bagian lain, Artikel 11 bis juga menyatakan adanya hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk memberikan ijin kepada pihak lain untuk menyiarkan atau mengumumkan kepada publik karya-karyanya, baik dengan menggunakan suara, gambar atau bentuk lainnya. Pengertian Hak Cipta dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (UUHC), yaitu : “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu, dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” .
227
Diberikannya hak eksklusif ini didasarkan pada adanya kemampuan pencipta untuk menghasilkan suatu karya yang bersifat khas dan menunjukkan keaslian kreatifitas sebagai individu. Bentuk khas yang dimaksudkan adalah perwujudan ide dan pikiran pencipta ke dalam bentuk karya materi yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan dibaca oleh orang lain. Dengan demikian, berarti perlindungan hak cipta tidak diberikan terhadap bentuk ide-ide atau pikiran orang semata. Kemudian, Pasal 2 ayat (1) UUHC, menyebutkan : “Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Selanjutnya, Pasal 1 angka 2, menyebutkan : “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”. Lebih lanjut, Pasal 1 angka 3, menyebutkan : “Ciptaan adalah hasil karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra”. Masalah hak cipta di media cyberspace ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu hak cipta atas isi (content) yang terdapat di media internet yang berupa hasil karya berbentuk infomasi, tulisan, karangan, program atau bentuk lainnya yang sejenis, dan hak cipta atas nama atau alamat situs web dan alamat surat elektronik atau e-mail dari pelanggan jasa internet. 3 Internet digambarkan sebagai suatu jaringan yang terdiri dari jaringanjaringan. Pada intinya, para pengguna internet dihubungkan dengan ribuan
3
Asril Sitompul, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 8.
228
komputer yang semuanya menyimpan informasi. Pengguna internet dapat memperoleh informasi tersebut dari layar komputernya sendiri. 4 Sebagai suatu bentuk terobosan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, internet/cyberspace memiliki beberapa karakteristik yang berdampak terhadap berbagai bidang
kehidupan manusia termasuk bidang hukum.
Karakteristik yang mempengaruhi pembentukan hukum (legal design) di internet adalah sebagai berikut : 1.
Tidak adanya batasan geografis. Karakterisitik yang paling signifikan dari internet dan berdampak pada desain hukum adalah tidak relevannya batas-batas geografis yang ada, sebab internet sendiri menyangkut komunikasi elektronik lintas negara. Pemahaman selama ini terhadap batas-batas teritorial adalah area tertentu, di mana aturan-aturan hukum diterapkan secara berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Dengan demikian,
terdapat kaitan yang erat antara kekuasaan negara
(state power) dan otoritas hukum. Hadirnya internet sebagai bentuk komunikasi global menjadi tantangan bagi praktik penerapan hukum yang notabene didasarkan pada sesuatu yang riil dengan batas-batas geografis yang melingkupinya. 2.
Anonimitas dalam internet. Terdapat gambaran lain yang dapat meruntuhkan pemahaman hukum secara tradisional, di mana internet memungkinkan penggunanya untuk tetap tidak dikenal atau melakukan aktivitasnya tanpa identitas. Mobilitas pengguna
(netters) yang tinggi di internet, sangat
memungkinkan seorang pengguna memiliki sumber aktivitas dan informasi di mana saja di seluruh dunia. Seorang pengguna internet dapat membuat sebuah identitas atau profil cyber yang sangat berbeda dari identitas fisik atau keadaan sebenarnya. Bukan mustahil teknik ini kemudian dapat digunakan untuk melakukan pelanggaran hukum. 4
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 163.
229
3. Kemampuan untuk lepas dari pengawasan. Terdapat sudut pandang lain terhadap mobilitas pengguna dalam kaitan dengan banyaknya pilihan website di internet yang dapat dikunjungi. Menurut David Post, internet dapat membuat penggunanya melakukan perubahan yurisdiksi relatif lebih mudah atau pun ke luar dari bermacam kontrol aturan hukum yang ada. 5 4. Sifat dinamik dan interaktif. Komunikasi di internet yang bersifat dinamis dan interaktif merupakan karakteristik lain yang sangat signifikan. Dokumen atau data-data elektronik lain dapat dioperasikan secara interaktif, sehingga memiliki keunggulan tertentu bila dibandingkan dengan dokumen kertas yang mudah robek atau rusak. Dengan kecepatan untuk melakukan pembaharuan informasi (updating) dan adanya komunikasi interaktif, bukan mustahil suatu saat perubahan ini nantinya akan menjadi sebuah norma. 5. Terhubung secara elektronik. Implikasi dari ciri dan sifat internet dapat dilihat pula dengan munculnya kontrak elektronik. Sebagai dokumen yang dynamic dan hypertextual, kontrak elektronik dapat menghubungkan para pihak dan informasi data secara bersamaan dalam satu rangkaian yang tidak mungkin dilakukan melalui media kertas. Internet telah menjadi
alat komunikasi terpopuler saat ini. Berbagai
lapisan masyarakat, mulai dari pengusaha, artis, penyanyi sampai kalangan masyarakat biasa telah menikmati manfaat internet. Tidak mengherankan, website atau situs di internet terus bertambah dari waktu ke waktu. Maraknya pemasangan website di internet baik untuk tujuan komersial maupun non komersial ternyata membuka peluang terjadinya pelanggaran hak cipta. Terlebih dengan semakin canggihnya teknologi informasi, peluang tersebut menjadi semakin besar.
5
Yusran Isnaini, Op Cit, hlm. 26 .
230
Sebuah website biasanya terdiri dari homepage yang isinya bervariasi bergantung kepada siapa yang memasang website tersebut. Jika yang membuat website tersebut adalah perusahaan rekaman atau penyanyi terkenal, home pagenya akan berisikan album-album yang telah dipasarkan, biasanya dilengkapi dengan lagu-lagu, lirik lagu, cover kaset atau CD serta Video klip dari lagu-lagu yang telah dikenal masyarakat. Jika yang memasang website adalah kalangan perguruan tinggi, home pagenya akan berisikan sejarah pendirian, tujuan dari lembaga pendidikan tersebut, serta dilengkapi juga dengan jurnal yang diterbitkan beserta isinya. Akibatnya sebuah website di internet dipenuhi dengan karya-karya artistik, karya drama, karya musikal, sinematografi, fotografi dan karya-karya seni lainnya yang kesemuanya merupakan karya-karya yang juga dilindungi oleh prinsipprinsip Undang-undang Hak Cipta. Dari uraian di atas, maka permasalahan yang dapat diangkat antara lain bagaimanakah
hak-hak
Pencipta
di
internet/cyberspace
dan
bagaimana
penyelesaian pelanggaran hukum hak cipta di internet/cyberspace.
II.
PEMBAHASAN A.
Hak-hak Pencipta di Internet.
Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan, karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca atau didengar. Hukum Hak Cipta melindungi karya intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi. Ekspresi yang dimaksud adalah dalam bentuk tulisan seperti lirik lagu, puisi, artikel dan buku, dalam bentuk gambar seperti foto, gambar arsitektur dan peta, serta dalam bentuk suara dan video seperti rekaman lagu, pidato, video pertunjukkan, dan video koreografi.6 Hukum Hak Cipta
bertujuan melindungi hak pembuat dalam
mendistribusikan,
membuat
6
menjual
atau
turunan
dari
karya
tersebut.
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 116.
231
Perlindungan yang didapatkan oleh pembuat (author) adalah perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain. Hak Cipta sebagai bentuk perlindungan yang diberikan oleh negara, secara substansi merupakan sebuah jaminan terhadap hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta dan atau pemegang hak untuk mengeksploitasi karya pencipta secara komersial. Pada prinsipnya, karya cipta dalam bentuk tradisional, seperti puisi pada secarik kertas, tidak akan kehilangan perlindungan hak cipta apabila diubah ke dalam bentuk digital. Sebaliknya, sebuah pesan digital dalam bentuk e-mail juga akan dilindungi oleh hak cipta sama seperti halnya jika pesan tersebut ditulis tangan, diketik, ataupun dicetak dalam bentuk surat pada kertas. Karya cipta dalam bentuk digital memang sangat mudah untuk diduplikasi dan hasil atas perbuatan tersebut juga nyaris tidak dapat dibedakan dengan aslinya. Tidak hanya itu, orang pun kemudian dapat melakukan modifikasi terhadap hasil penggandaan tersebut dan mendistribusikannya ke seluruh dunia dengan nyaris tanpa biaya. Di satu sisi, hal ini tentu membuat sangat mudah bagi hampir semua orang untuk melanggar hak cipta milik orang lain, tetapi di sisi lain sangat sulit bagi pemilik hak cipta untuk mengetahui tentang terjadinya pelanggaran, mengenali, atau pun kemudian melakukan upaya hukum. Beberapa pemilik hak cipta memilih merespon tantangan baru ini dengan mengadopsi model bisnis baru dengan mengurangi upaya menuntut hak pada karya yang dihasilkannya. Sebagai contoh, banyak penerbit di Internet menyediakan muatan webnya secara gratis sebagai bentuk iklan terbuka dalam membujuk pembaca untuk membeli produk barang atau jasanya. Seperti hak cipta pada umumnya, perlindungan karya cipta di internet diperoleh secara otomatis (automatic protection) untuk semua bentuk karya yang termasuk dalam kualifikasi perlindungan hak cipta, sehingga pemilik dan atau pemegang hak cipta di internet memiliki hak-hak eksklusif, yaitu sebagai berikut : 1.
Hak menggandakan karya cipta (the reproduction right). Hak
Cipta
memberikan
hak
eksklusif
kepada
pencipta
untuk
menggandakan dan memberikan ijin kepada pihak lain melakukan hal yang sama. Menurut UUHC, reproduksi atau perbanyakan adalah
232
penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun sebagian, yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama atau pun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Kasus-kasus yang terjadi di Amerika Serikat memberikan interpretasi yang lebih jelas berkaitan dengan perbuatan perbanyakan muatan digital. Dalam tinjauan ini, perbanyakan sebuah karya telah terjadi ketika setiap muatan digital
yang
memiliki
hak
cipta
dipindahkan/ditransfer
ke
alat
penyimpanan permanen (misalnya disket atau CD-Room) atau ke dalam Random Acces Memory (RAM) komputer. Dengan kata lain, merekam atau menyimpan sebuah karya cipta ke dalam disket, harddisk, CD-ROM, dan media lain dikatakan sebagai perbuatan copy/perbanyakan. Beberapa tindakan yang termasuk dalam perbuatan mengcopy, di antaranya : a. Uploading
atau
downloading karya cipta/informasi dari satu
komputer ke komputer lain. b. Melakukan transfer atau pemindahan dokumen (file) secara on line dari satu jaringan komputer ke jaringan komputer lainnya. c. Secara digital mengambil sampel hak cipta rekaman suara dan menggunakannya. d. Mengambil dan menjalankan sebuah program yang ada di harddisk sebuah komputer. Namun demikian, satu hal yang harus diingat bahwa perilaku yang menjadi kebiasaan dan sering dipraktikkan oleh para pengguna di internet juga dapat dijadikan sebagai salah satu dasar pengecualian, contoh pada email. Pesan e-mail yang secara rutin dicopy dan diteruskan (forward) kepada pihak lain tanpa ijin dari pengirim asal, walau pada prinsipnya merupakan pelanggaran menurut aturan hak cipta, tetapi karena hal tersebut telah lajim dilakukan, akhirnya dianggap sebagai hal yang biasa dan dapat dibenarkan.
233
2.
Hak membuat karya derivatif (the adaptation right). Hak cipta memberikan hak eksklusif kepada pemilik karya untuk membuat karya turunan (derivative work) atas karya cipta yang telah dibuatnya. Karya derivatif adalah suatu karya baru yang terwujud karena didasarkan pada karya sebelumnya yang telah ada. Hal ini dapat berupa revisi dari karya asli, terjemahan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya, atau dapat berupa sebuah karya yang disusun, diubah ataupun diadopsi menjadi bentuk lain. Contohnya : film berdasarkan cerita sebuah buku, mengubah film hitam putih menjadi berwarna. Hak adaptasi yang merupakan hak untuk menciptakan karya derivatif, kini telah menjadi masalah cukup penting bagi karya cipta yang ada dalam lingkungan komunikasi
online seperti internet, karena karya-karya
tersebut menjadi mudah untuk diubah, dimodifikasi, atau dihubungkan dengan karya lain secara digital. Aktivitas seperti adaptasi, modifikasi, atau revisi karya cipta, seperti halnya dengan mengcopy, harus terlebih dahulu mendapat ijin dari pemilik hak cipta. 3.
Hak mendistribusikan karya cipta kepada publik (the distribution right). UUHC memberikan hak eksklusif kepada pemilik hak cipta untuk mendistribusikan karya ciptanya. Pengertian distribusi di sini termasuk hak untuk menjual hasil copy karya cipta, serta hak untuk menyewakan atau meminjamkannya. Secara virtual, apapun karya atau informasi yang dinikmati atau dikomunikasikan dari satu komputer ke komputer lainnya akan melibatkan distribusi muatan digital.
4.
Hak mempertunjukkan karya cipta kepada publik (the public performance right). Pemilik karya cipta juga memiliki hak eksklusif untuk mempertunjukkan karya ciptaannya di depan umum atau publik. Hak ini berkaitan dengan segala jenis karya yang dapat dipertunjukkan atau diperagakan, seperti karya sastra, musik, drama, pantomim, film, dan sebagainya. Sifatnya yang harus dilakukan di depan publik menyebabkan hak ini tidak berlaku bagi pertunjukkan yang sifatnya pribadi.
234
5.
Hak memamerkan karya cipta kepada publik (the public display right). Pemilik hak cipta mempunyai hak eksklusif untuk memamerkan karyanya di depan publik. Hak cipta ini berkaitan dengan karya yang dapat dilihat dan dinikmati oleh umum. Dalam UUHC, hak ini disebut dengan istilah pengumuman. Konsep memamerkan atau memperlihatkan (display) di depan publik ini meliputi segala tindakan memperlihatkan suatu karya, baik secara langsung atau dengan menggunakan film, slide, termasuk alat atau proses tertentu, seperti penggunaan komputer. Hak memperlihatkan (display right)
dan
hak
mempertunjukkan
(performance right) mempunyai pengertian yang sama dalam kaitannya dengan aktivitas di depan publik. Hal ini membawa implikasi, dimana secara virtual semua aktivitas memperlihatkan karya cipta melalui internet dapat dikatakan pula sebagai “memperlihatkan di depan publik”. Dengan kata lain, sejak suatu karya dapat diakses atau dinikmati oleh setiap orang yang menginginkannya, maka pengertian memperlihatkan suatu karya cipta di internet, seperti pada website, dapat dikategorikan sebagai public display. Salah satu aspek hak khusus pada Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta adalah Hak Ekonomi (Economic Right). Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas kekayaan intelektual. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan sendiri hak kekayaan intelektual atau karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Di samping hak ekonomi, ada lagi aspek khusus yaitu Hak Moral (Moral Right). Hak Moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi Pencipta atau Penemu. Hak Moral melekat pada pribadi pencipta atau penemu. Hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta atau penemu karena bersifat pribadi dan kekal. 7
7
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.22.
235
Dalam Pasal 12 ayat (1) UUHC, diatur mengenai ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup : a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. Alat peraga yang dibuat dengan atau tanpa teks; d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama atau drama musikal, tari koreografi, pewayangan dan pantomim; f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan; g. Arsitektur; h. Peta; i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi; l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Selanjutnya, dalam Pasal 13 UUHC, disebutkan bahwa tidak ada hak cipta atas : a. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara; b. Peraturan perundang-undangan; c. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah; d. Putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau e. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya. Kemudian, dalam Pasal 14 UUHC, dikatakan bahwa tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta : a. Pengumuman dan/atau perbanyakan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
236
b. Pengumuman dan/atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama pemerintah, kecuali apabila hak cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundangundangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap. Selanjutnya, dalam Pasal 15 UUHC, dikatakan : dengan syarat bahwa sumbernya
harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta : a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan
tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari pencipta; b. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar pengadilan; c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan : (1) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau (2) pertunjukkan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta; d. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial; e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
237
f. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan; g. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
B.
Penyelesaian Pelanggaran Terhadap Hak Cipta di Internet/ Cyberspace.
Penyelesaian atas permasalahan hukum di internet tidak terlepas dari pembahasan mengenai keberadaan yurisdiksi, sebab hal ini terkait dengan penerapan hukum di lingkungan yang tidak mengenal batasan wilayah dan geografis suatu negara. Yurisdiksi merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, dan prinsip merdeka dari campur tangan negara lain. Yurisdiksi juga merupakan suatu bentuk kedaulatan yang vital dan sentral yang dapat mengubah, menciptakan atau mengakhiri suatu hubungan atau kewajiban hukum. Pemerintah
umumnya
dapat
dengan
mudah
mengendalikan
dan
menerapkan hukum di dalam wilayah kedaulatan negara. Namun, tidak demikian terhadap aktivitas-aktivitas on line yang letak atau lokasinya secara fisik dapat berubah sewaktu-waktu, bahkan hanya dapat dibayangkan. Misalnya, orang-orang yang terpisah jarak ribuan kilometer dapat berinteraksi dan bertatap muka melalui fasilitas chating dalam ruang publik atau privat di internet. Hal ini menjadi semakin kompleks dengan hadirnya fasilitas internet pada komunikasi mobile atau pun laptop (notebook) Tantangan hukum di internet terbilang banyak dan membutuhkan perhatian serius semua pihak. Di samping HKI, terdapat berbagai permasalahan hukum lain, seperti masalah sistem pembayaran, carding, cracking, viruses, pornografi, penipuan, perpajakan, kontrak, dan sebagainya. Begitu pula halnya masalah pembuktian dengan menggunakan data elektronik, dimana belum semua negara mengatur mengenai hal ini.
238
Beberapa penyelesaian pelanggaran terhadap hak cipta di internet/ cyberspace, yaitu : a.
Penyelesaian Hukum Lintas Negara. Pemanfaatan teknologi digital di lingkungan yang tidak mengenal batas
yurisdiksi serta penggunaan internet oleh siapa saja dan kapan saja di seluruh dunia, mengakibatkan internet menjadi jaringan informasi dan komunikasi yang bersifat terbuka. Hal ini yang kemudian menjadi alasan bagi diperlukannya sebuah landasan untuk menentukan hukum yang digunakan, guna menangani kasus atau sengketa hukum yang terjadi. Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku ini, dikenal beberapa asas yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut : 1. Asas subjective territoriality. Asas ini menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain; 2. Asas objective territoriality. Asas ini menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum di mana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan
dampak
yang
sangat
merugikan
bagi
negara
yang
bersangkutan; 3. Asas nationality. Asas ini menentukan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku; 4. Asas passive nationality. Asas ini menekankan yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban; 5. Asas protective principle. Asas ini menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keingingan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah. 6. Asas universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus di cyberspace/internet. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas, sehingga mencakup
239
pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara, dan sebagainya. Meskipun
di
masa mendatang asas yurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer cracking, carding, hacking, viruses, dan sebagainya. Namun, perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan yang sangat serius berdasarkan perkembanagan dalam hukum internasional. Prinsip umum hukum internasional sudah mengakui bahwa pilihan yurisdiksi hukum pidana terhadap cyber crime yang bersifat internasional merupakan wewenang negara locus delicti, yaitu dilihat dari sisi nasionalitas pelaku atau korban di tempat sarana teknologi komputer itu digunakan. Selain dari negara locus delicti, juga telah diterima prinsip yurisdiksi yang bersifat optional bahwa negara lain yang telah dirugikan karena kejahatan transnasional tersebut dapat mengajukan klaim yurisdiksi yang sama. Di
Indonesia sendiri, sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yurisdiksi yang berlaku diterapkan untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana telah diatur oleh UU ITE, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di Indonesia dengan mengacu kepada prinsip universal interest jurisdiction. Dalam Pasal 2 UU ITE dinyatakan bahwa : “Undang-undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia”. Kemudian Pasal 36 UU ITE menyatakan larangan terhadap setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Dipertegas lagi dalam Pasal 37 UU ITE yang menyatakan bahwa :
240
“Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai 36 di luar wilayah Indonesia, dapat dikenakan sanksi menurut UU ITE selama perbuatan tersebut membawa kerugian terhadap sistem elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia”. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 juga mengakui adanya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Informasi elektronik atau dokumen elektronik yang disusun menjadi suatu karya intelektual dalam bentuk apapun harus dilindungi undang-undang yang berkaitan dengan HKI. Hal ini logis, sebab informasi elektronik memiliki nilai ekonomis bagi pencipta atau perancangnya. Adanya unsur asing, seperti kewarganegaraan, domisili, serta tempat pelaksanaan kontrak, menjadikan Hukum Perdata Internasional (HPI) terkait pada kasus atau sengketa di internet. Melalui HPI akan ditentukan tentang kompetensi forum (pengadilan atau arbitrase) dalam penyelesaian kasus-kasus tersebut. Terdapat dua prinsip kompetensi dalam HPI : pertama The principle of basis of presence yang menyatakan bahwa kewenangan pengadilan untuk mengadili ditentukan oleh tempat tinggal tergugat. Kedua, Principle of effectiveness yang menyatakan bahwa kewenangan pengadilan untuk mengadili ditentukan oleh letak harta benda tergugat berada. Prinsip kedua ini penting untuk diperhatikan
berkenaan
dengan
pelaksanaan
putusan
pengadilan
asing
(enforcement of foreign judgement). Setidaknya dipergunakan
terdapat
untuk
tiga
kemungkinan
menyelesaikan
kasus
mengenai
pelanggaran
hukum hukum
yang perdata
internasional, antara lain : 1. Lex loci delicti commisi, yaitu hukum dari tempat terjadinya pelanggaran atau penyelewengan perdata. 2. Lex fori, yaitu hukum di mana tempat perbuatan tersebut diadili. 3. Lex provia delicti. Menurut teori ini, hukum yang dipakai dalam penyelesaian kasus yang terkait dengan hukum perdata internasional ialah hukum dari negara yang memiliki kaitan paling erat dengan peristiwa hukum yang terjadi dan para pihak yang terlibat.
241
Kehadiran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia tidak terlepas dari keberadaan dan usaha yang dilakukan oleh beberapa organisasi internasional yang mencoba mengatur mengenai permasalahan ini, di antaranya The United Commission on International Trade Law (UNCITRAL), World Trade Organization, dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Masing-masing organisasi mengeluarkan peraturan (model law) yang saling melengkapi satu sama lain. b.
Penyelesaian Hukum Menurut Undang-Undang Hak Cipta. 1)
Penyelesaian Hukum Melalui Pengadilan Niaga.
Terhadap permasalahan hak cipta, UUHC menentukan bahwa pihak-pihak yang merasa dirugikan atau dilanggar haknya dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Dalam Pasal 55 UUHC dikatakan bahwa pencipta atau ahli warisnya tetap berhak untuk mengajukan gugatan atas pelanggaran yang terjadi, walaupun hak cipta atas seluruh ciptaan telah diserahkan kepada pihak lain. Ditegaskan bahwa terhadap siapapun yang tanpa persetujuannya, meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu, mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya; mengganti atau mengubah judul ciptaan, atau mengubah isi ciptaan, maka pencipta atau ahli warisnya berhak untuk mengajukan gugatan ganti rugi. Selanjutnya dalam UUHC ditegaskan bahwa pemegang hak cipta berhak untuk mengajukan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak cipta yang terjadi dan meminta agar benda hasil pelanggaran tersebut disita oleh Pengadilan Niaga (Pasal 56 ayat (1)). Di samping itu, pemegang hak cipta berhak pula
untuk
mengajukan
permohonan
kepada
Pengadilan
Niaga
agar
memerintahkan penyerahan atas seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, dan pertunjukkan atau pameran karya yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta (Pasal 56 ayat (2)). Selanjutnya, sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak-pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar hak cipta untuk menghentikan kegiatan pengumuman
242
dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta tersebut (Pasal 56 ayat (3)). Dalam Pasal 57 UUHC diatur bahwa hak yang dimiliki oleh pemegang hak cipta untuk mengajukan gugatan ganti rugi tidak berlaku tehadap ciptaan yang berada pada pihak yang dengan itikad baik memperoleh ciptaan tersebut semata-mata untuk keperluan sendiri dan tidak digunakan untuk suatu kegiatan komersial dan/atau kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan komersial. Apabila para pihak merasa tidak puas atas putusan hakim Pengadilan Niaga, maka para pihak dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (Pasal 62 UUHC). Di samping hak pencipta untuk mengajukan gugatan ganti rugi, negara sebagai pemegang otoritas penegakkan hukum juga berhak untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta (Pasal 66 UUHC). 2)
Penyelesaian Hukum Melalui Arbitrase Dan Mediasi.
Dalam permasalahan atau sengketa bisnis, umumnya penyelesaian di luar pengadilan, seperti arbitrase dan mediasi, lebih dipilih daripada penyelesaian melalui pengadilan. Alasan yang kerap menjadi bahan pertimbangan dipilihnya penyelesaian di luar pengadilan karena dijaminnya kerahasiaan sengketa para pihak. Arbitrase sebagai salah satu upaya penyelesaian di luar pengadilan (alternative dispute resolution) memiliki beberapa manfaat, diantaranya : 1.
Para pihak dapat memilih hakim arbitrase (arbiter) yang menurut keyakinannya mempunyai ilmu pengetahuan dan latar belakang yang memadai untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi;
2.
Putusan yang dihasilkan dalam arbitrase adalah final dan mengikat para pihak, sehingga tidak dimungkinkan adanya upaya hukum lain, seperti banding atau kasasi yang memakan waktu lama;
3.
Proses arbitrase dari awal hingga putusan dijatuhkan dilakukan secara rahasia sehingga pihak lain (publik) tidak mengetahui sengketa terjadi. Ketentuan arbitrase dalam kaitannya dengan penyelesaian sengketa hak
cipta tercantum dalam Pasal 65 UUHC yang menyatakan bahwa penyelesaian
243
sengketa menyangkut hak cipta dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa (out court settlement). Pengaturan mengenai arbitrase di Indonesia secara khusus diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pasal 1 ayat (1) mengatakan Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Di samping arbitrase, mediasi adalah salah satu cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan terhadap pelanggaran hak cipta yang timbul. Terdapat beberapa persamaan antara keduanya, seperti penggunaan waktu dan dana yang relatif lebih kecil dibandingkan melalui Justisia, bersifat rahasia, dan sebagainya. Dalam mediasi, peran mediator tidak seperti halnya hakim atau arbitrator yang dapat menentukan keputusan akhir bagi penyelesaian masalah. Para pihak yang berperkara tetap dituntut aktif dalam merumuskan dan menentukan hasil penyelesaian masalah yang akan dicapai. Mediasi juga tidak memiliki hasil putusan yang sifatnya final dan mengikat. Apabila salah satu pihak merasa belum puas terhadap hasil yang dicapai, maka masih terdapat kemungkinan menggunakan penyelesaian hukum lain, seperti melalui Justisia atau arbitrase. Pada akhirnya, tiap pilihan penyelesaian kasus, kesemuanya mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing. Para pihak yang berkeinginan untuk terikat dalam perjanjian hak cipta harus lebih mengkaji dan menentukan alternatif terbaik bagi upaya penyelesaian masalah yang mungkin timbul di masa yang akan datang.
244
III.
PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan : 1. Perlindungan karya cipta di internet diperoleh secara otomatis (automatic protection) untuk semua bentuk karya yang termasuk dalam kualifikasi perlindungan hak cipta, sehingga pemilik dan atau pemegang hak cipta di internet memiliki hak-hak eksklusif, yaitu sebagai berikut : Hak menggandakan karya cipta (the reproduction right), Hak membuat karya derivatif (the adaptation right), Hak mendistribusikan karya cipta kepada publik (the distribution right), Hak mempertunjukkan karya cipta kepada publik (the public performance right), Hak memamerkan karya cipta kepada publik (the public display right). 2. Apabila ada pelanggaran hukum hak cipta di internet/cyberspace, maka
penyelesaiannya dapat dilakukan melalui penyelesaian
hukum lintas Negara dengan menggunakan beberapa asas seperti asas subjective territoriality, asas objective territoriality, asas nationality, asas passive nationality, asas protective principle, dan asas universality, sedangkan penyelesaian hukum berdasarkan Undangundang hak Cipta dapat dilakukan melalui Pengadilan Niaga, Arbitrase dan Mediasi. B. Saran. 1. Sehubungan dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, khususnya penggunaan internet dan karenanya sering terjadi pelanggaran yang berkaitan dengan Hak Cipta di Internet/Cyberspace, maka seyogyanya pemerintah senantiasa memberikan himbauan lebih intensif kepada pengguna internet untuk tidak melanggar hak cipta orang lain. Begitu pula, apabila ada pemegang hak cipta yang merasa dirugikan atas pelanggaran hak cipta miliknya yang dilakukan oleh orang lain, seyogyanya dapat melaporkan ke pihak yang berwenang
245
atau melakukan upaya hukum lain seperti mengajukan gugatan melalui Pengadilan Niaga. 2. Kepada
para
pencipta
untuk
senantiasa
mengunggah/upload ciptaannya di internet,
berhati-hati
dalam
guna menghindari
penyalahgunaan hak yang dilakukan oleh pihak lain, kecuali apabila risiko mengenai hal itu sudah diketahui dan siap untuk menerimanya.
246
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku.
Abdulkadir Muhamad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001. Adrian Sutedi, Hak atas Kekayaan Intelektual, Sinar Garafika, Jakarta, 2009. Ahmad M Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2004. Asril Sitompul, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Tim Lindsey dan kawan-kawan,
Hak kekayaan Intelektual Suatu Pengantar,
Alumni, Bandung, 2003. Yusran Isnaini, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyberspace, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009.
B.
Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.