Hafiful Hadi Sunliensyar. Ritual Asyeik sebagai akulturasi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan pra-islam suku kerinci
RITUAL ASYEIK SEBAGAI AKULTURASI ANTARA KEBUDAYAAN ISLAM DENGAN KEBUDAYAAN PRA-ISLAM SUKU KERINCI Asyeik Ritual as Acculturation of Islamic and Pre-Islamic Culture of Kerinci Ethnic Hafiful Hadi Sunliensyar Peneliti Independen di Jambi.
[email protected]
Abstrak Penelitian terhadap ritual A syeik ini bertujuan untuk mengetahui percampuran antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan pra Islam Kerinci. Akulturasi ini tercermin dari berbagai benda-benda arkeologi yang digunakan dalam ritual A syeik serta dari mantramantra yang diucapkan. masalah percampuran kebudayaan maka dalam penelitian ini digunakan teori akulturasi. Penelitian ini dilakukan di wilayah kecamatan Siulak dan Siulak Mukai yang dilakukan secara bertahap. Pada tahap observasi dilakukan studi kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan sumber kepustakaan yang diperlukan dan digunakan dalam riset lapangan yaitu wawancara dan observasi. Selanjutnya pada tahap pengolahan data dilakukan analisis data yang telah terhimpun yakni dengan membuat pemerian yang terinci pada unsur-unsur ritual A syeik baik unsur-unsur kebudayaan Kerinci maupun unsur-unsur kebudayaan Islam dalam ritual A syeik. Sebagai hasil penelitian diketahui bahwa ritual Asyeik telah berkembang sesuai dengan perkembangan keyakinan masyarakat suku Kerinci. Terdapat banyak unsur-unsur kebudayaan Islam dalam penyelenggaraan ritual A syeik dilihat dari material yang digunakan dalam upacara. Kata kunci: Akultur asi; Asyeik; Budaya Islam; Ker inci; Budaya Abstract. Research about Asyeik ritual was aimed to describe acculturation between Islamic culture and pre-Islamic Culture in Kerinci. It was reflected from it’s material culture which being used during the Asyeik ritual and the mantra was sung. To know about the problem culture was used acculturation theory in this study. The research was done in the Siulak and Siulak Mukai District gradually. In the observation phase, has done literature review to collected any literature resources and while field research used interview and observation. Later, in the data processing phase did analyze data which have collected, in the way make specific list about Islamic culture elements as well as Kerinci culture in Asyeik Ritual. The research result, have known that Asyeik ritual developed in accordance with development of the Kerinci society’s religion. There are many elements in the Asyeik ritual practice were seem seem from material culture which used in the ritual. Keywords: Acculturation; Asyeik; Islamic Culture; Kerinci; Culture
1. Pendahuluan
sebabkan ritual Asyeik termasuk folkways
1.1. Latar Belakang
yang punya esensi kepercayaan dalam
Asyeik merupakan salah satu di antara
menghadirkan dan menolak apa
yang
tradisi dan ritual yang berkembang di
dikehendaki dan tidak diinginkan seseorang
Kabupaten Kerinci. Tradisi ini adalah tradisi
atau masyarakat tertentu seperti pengobatan,
yang dianggap sakral dan mengandung
membayar nazar, meminta kesejahteraan
unsur ‘magis’ bagi masyarakat. Hal ini di
(lamat), menolak bala, penobatan balian
Naskah diterima 11/05/2016; Revisi diterima 24/11/2016; Disetujui 29/11/2016
107
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128
dan lain sebagainya.
kecintaan dan kebanggaan terhadap budaya
Ritual Asyeik ini biasanya diadakan pada
bangsa indonesia. Adapun konsep keper-
saat upacara adat tertentu seperti kenduri sko
cayaan suku Kerinci pra-Islam, mereka
(kenduri pusaka), tolak bala, dan pengang-
percaya adanya kekuatan sakti, dewa-dewa,
katan balian (pemimpin kepercayaan kuno
roh halus serta mantra-mantra. Hal ini dapat
suku Kerinci). Selain itu ritual ini juga
dilihat dalam ritual Asyeik tersebut.
diselenggarakan berkaitan dengan peristiwa
Asyeik
yang
biasa
disebut
oleh
alam seperti ketika padi mulai berisi atau
masyarakat Kerinci adalah
ketika setelah panen padi. Meskipun ritual
disertai sesajian, nyanyian, musik dan tarian
ini telah berkembang sejak ribuan tahun
untuk upacara persembahan pada roh leluhur
yang lalu di daerah Kerinci, namun belum
dan dilakukan pada waktu tertentu, yang
banyak yang mengetahui secara substansial,
dalam perkembangannya dipengaruhi oleh
baik bentuk ekstrinsik maupun instrinsik.
unsur-unsur keislaman. Unsur-unsur keislam
Dari segi ekstrinsik antara lain sejarah dan
-an itu tidak hanya tampak dari mantra-
perkembangan,
dan
mantra yang diucapkan tetapi juga tampak
fungsinya. Dari segi instrinsik antara lain
dari materi-materi yang dipakai dalam
alat atau sesajian yang digunakan, struktur
pelaksanaan ritual ini. Bertitik tolak dari
teks, bahasa, irama dan alat musik yang
adanya unsur Islam dalam ritual Asyeik
digunakan serta nilai-nilai budaya Islam
maka perlu pengkajian dan penelitian yang
yang terkandung di dalamnya
lebih cermat terhadap masalah Asyeik
Adapun
bentuk
faktor
atraksi
penyebab
ritual yang
banyaknya
sehingga tidak timbul kesalahpahaman.
masyarakat yang belum mengetahui tentang
Berkenaan dengan hal tersebut, penulis
sejarah perkembangan Asyeik ini karena
meneliti lebih lanjut masalah Asyeik yang
kurangnya tulisan-tulisan dan dokumen-
ditulis dalam bentuk jurnal ilmiah.
dokumen yang berhubungan dengan ritual ini, juga penelitian terhadap unsur Islam dalam ritual Asyeik relatif tidak ada.
Seharusnya
penelitian
perkembangan
Asyeik
tentang perlu
1.2. Rumusan Masalah Masalah pokok dalam penelitian ini
sejarah
adalah bagaimana sejarah perkembangan
mendapat
Asyeik pada suku Kerinci serta apa saja
perhatian karena dalam pelaksanaannya
unsur
terkandung nilai-nilai luhur, tradisi dan
terkandung didalamnya. Dengan demikian
peninggalan
analisis dari masalah pokok terfokus pada
kekayaan
sejarah
yang
merupakan perlu
nilai-nilai
keislaman
yang
digali,
ritual Asyeik dan unsur-unsur budaya Islam
dipelihara dan dibina untuk memupuk
di dalamnya. Karena luasnya cakupan
108
nasional
serta
dan
Hafiful Hadi Sunliensyar. Ritual Asyeik sebagai akulturasi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan pra-islam suku kerinci
pembahasan ini, maka penulis membatasi
2. Sejarah dan Perkembangan Ritual
masalah dari aspek ekstrinsik dan instrinsik.
Asyeik
1. Aspek ekstrinsik antara lain mencakup
Pembahasan
mengenai
perkembangan
sejarah dan perkembangan dan bentuk
ritual Asyeik perlu difokuskan pembicaraan
ritual; dan
mengenai asal usul ritual Asyeik
2. Aspek instrinsik antara lain mencakup unsur-unsur Islam dalam ritual Asyeik
dan
kemudian perkembangannya pada masyarakat suku Kerinci.
baik itu materi sesajian yang digunakan, mantra yang diucapkan serta musik pengiring ritual Asyeik.
2.1. Asal usul Ritual Asyeik Sebagaimana telah dikemukakan pada uraian
setiap
bahwa
ritual
Asyeik
merupakan salah satu tradisi yang lahir
1.3. Tujuan Penelitian Dalam
terdahulu
terhadap
sebagai hasil karya secara kolektif (bersama)
adalah
yang bila dilihat dari cara pelaksanaannya,
keinginan untuk melestarikan budaya Islam
ritual Asyeik berasal dari kepercayaan
di nusantara melalui karya tulis. Adapun
animisme
tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Nasution (1974, 12-13) bahwa paham
mengetahui dan mendeskripsikan:
dinamisme
permasalahan,
pembahasan
pada
dasarnya
dan
dinamisme.
mengandung
Menurut
kepercayaan
kepada suatu benda yang mempunyai suatu 1. Sejarah dan perkembangan ritual Asyeik;
kekuatan gaib yang disebut mana atau tuah,
2. Bentuk ritual Asyeik; dan
kekuatan gaib tersebut ada yang bersifat
3. Akulturasi yang terjadi dalam ritual
baik dan ada yang bersifat jahat. Sedangkan
Asyeik sesudah Islam.
paham Animisme adalah suatu paham yang mengandung kepercayaan bahwa setiap
Sedangkan guna penelitian ini antara lain:
benda mempunyai roh atau jiwa. Dari kedua paham tersebut, dunia gaib bisa dihadapi
1. Sebagai bahan masukan pada pemerintah
manusia dengan berbagai macam perasaan
untuk melestarikan nilai-nilai budaya
seperti perasaan cinta, hormat, bakti tetapi
daerah; dan
juga takut, ngeri dan sebagainya. Perasaan-
2. Sebagai aset budaya daerah Kerinci untuk melestarikan tradisi Islam.
perasaan tersebut mendorong manusia untuk melakukan
berbagai
perbuatan
yang
bertujuan mencari hubungan dengan dunia Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khazanah di bidang seni dan budaya.
gaib (Koentjaraningrat 1974, 252). Paham animisme dalam kepercayaan orang Kerinci 109
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128
dalam
dilihat
pada
keyakinan
mereka
di dalam bukunya yang berjudul
W orld
kepada padi yang dianggap memiliki jiwa
History of Dance. Bahwa mereka menari
dan semangat, sehingga dalam kegiatan
untuk
bersawah selalu diiringi oleh berbagai ritual-
pertama, perkawinan, sakit, mati, perayaan
ritual seperi ritual Asyeik Ngayun Luci di
bagi
Siulak, dan ritual Tuhaun Kumo di Pesisir
kemenangan, kesuburan dan pesta babi.
Bukit,
1986).
Setiap pesta ini dianggap penting serta patut
Sedangkan paham dinamisme dapat dilihat
diselenggarakan upacara dengan menyertai
dari
Kerinci
tari-tarian didalamnya. Tujuannya yaitu
terhadap benda-benda pusaka peninggalan
untuk kehidupan, kekuatan, kelebihan, dan
nenek moyang seperti keris, tombak, naskah
pengobatan
surat incung, pedang, batu-batu mustika
Sebelum agama Islam masuk ke Nusantara,
yang dianggap mempunyai keramat, tuah
bangsa Indonesia telah memeluk agama
dan khasiat pengobatan, sebagaimana yang
Hindu dan Buddha yang percaya kepada
disaksikan oleh Voorhoeve (1970) dan
banyak
Kozok (2006) dalam penelitian mereka
masyarakat
mengenai naskah kuno peninggalan pusaka
kepercayaan seperti: (1) Animisme yaitu
orang Kerinci. Selain itu, Yunus (1986) juga
percaya pada roh nenek moyang; dan (2)
mengungkapkan
Kerinci
dinamisme yaitu percaya pada benda benda
dulunya percaya akan tiga penguasa gaib
yang bisa memberi semangat atau kekuatan
yaitu Dewo yang menghuni hutan-hutan dan
terhadap
gunung yang dianggap keramat, Peri dikenal
Menurut Abu Seman (wawancara pada
juga dengan sebutan Mendari atau Bidodari
tanggal 12 Januari 2016) gelar Salih Bujang
yang menghuni punjung langit tinggi dan
Buriang Mikrat sebagai pelaku upacara
sirung langit kuning, serta Mambang yang
ritual Asyeik mengatakan bahwa “Asyeik
dipercayai menguasai Laut dan hulu-hulu
(dibaca dalam dialek Kerinci) berasal dari
sungai.
bahasa kuno Kerinci yang berarti yakin,
Sungai
Penuh
kepercayaan
(Yunus
orang-orang
bahwa
Suku
Di tempat yang masyarakatnya masih
dengan
kelahiran, kepala
khitanan,
suku,
berburu,
(Soedarsono
dewa.
menganut
kerendahan
90).
sebelum suatu
(Ekatjati
hati,
perang,
1992,
Namun
sesuatu
menstruasi
paham
1976,
atau
itu
17).
dengan
melanjutkan budaya primitif, cukup banyak
sungguh sungguh”. Asyeik berasal dari
upacara
dengan
tradisi nenek moyang sejak ribuan tahun lalu
menyertai tarian di dalamnya. Manusia yang
sebelum agama Islam masuk ke Kerinci. Hal
berbudaya purba atau primitif, menari pada
ini dibuktikan pula oleh adanya peninggalan
setiap peristiwa penting dalam kehidupan
dari zaman prasejarah dari desa Jujun,
mereka. Hal ini dikemukakan Sachs (1970)
Kerinci yaitu batu berbentuk silinder dimana
110
yang
diselenggarakan
Hafiful Hadi Sunliensyar. Ritual Asyeik sebagai akulturasi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan pra-islam suku kerinci
terdapat ukiran gambar manusia
yang
terhadap perubahan dan inovasi (Depdikbud
sedang menari di salah satu ujung batu
1980, 21). Perkembangan Asyeik juga tidak
tersebut. Batu megalit berbentuk silinder
terlepas
yang ditemukan di Kerinci dan Merangin
masyarakat yang terjadi dalam kehidupan
menurut Budisantosa (2014) merupakan
masyarakat.
dari
proses
yang
ada
pada
penanda bahwa disekitar daerah tersebut
Kapan dan bagaimana sejarah masuknya
terdapat kubur-kubur tempayan. Penguburan
Islam di Kerinci memang tidak dapat
tempayan sendiri merupakan bagian dari
ditentukan secara pasti, melainkan diketahui
kepercayaan komunitas yang menghuni
dari
daerah Kerinci sejak ribuan tahun yang lalu,
sejarawan. Yakub (1996) menyebut bahwa
berbagai
teori
yang
dikemukan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat
Islam Syi’ah dan Sufisme telah menyebar di
disimpulkan bahwa masyarakat Kerinci
Minangkabau Timur periode 1100- 1350 M
sebelum Islam menganut paham animisme
pada masa kerajaan Dharmasraya. Senada
dan dinamisme dimana di dalam paham
dengan Yakub, Kozok (2006) menyatakan
tersebut, terdapat suatu upacara untuk
adanya komunitas dari wilayah Persia dan
pemujaan terhadap benda-benda dan roh-roh
India yang bermukim di Dharmasraya pada
yang mempunyai kekuatan gaib. Upacara
abad ke 14 M, hal ini diketahui dari nama
tersebut dilaksanakan secara beramai-ramai
“Kuja Ali Dipati” yang dijumpainya dalam
dalam bentuk tarian dan nyanyian oleh
naskah undang-undang Tanjung Tanah. Kata
seorang pemimpin ritual. Dilihat dari kedua
Kuja menurut Kozok berasal dari kata Khoja
paham tersebut, maka jelaslah bahwa ritual
atau Khwaja yang merujuk kepada nama-
Asyeik merupakan bagian dari kepercayaan
nama ulama Islam yang berasal dari wilayah
animisme dan dinamisme.
persia dan India. Naskah undang-undang Tanjung Tanah sendiri merupakan naskah
2.2. Perkembangan ritual Asyeik setelah
Melayu tertua yang berasal dari kerajaan
masuknya pengaruh Islam
Dharmasraya yang dianugrahkan penguasa
Perkembangan tradisi pada umumnya
mengikuti
proses
yang
terjadi
Kerinci. Naskah tersebut sekarang disimpan
dalam
sebagai pusaka di desa Tanjung Tanah
kebudayaan suatu masyarakat. Sebagai salah
Kerinci. Sebagian besar sejarawan dan
satu unsur dalam kebudayaan maka tradisi
budayawan Kerinci berpendapat bahwa
akan mengalami hidup statistik yang diliputi
Islam masuk ke wilayah Kerinci
oleh sikap tradisional. Sebaliknya, tradisi
oleh ulama-ulama dari Minangkabau, seperti
akan ikut bergerak dan berkembang apabila
yang diungkapkan oleh Zakaria (1986)
kebudayaannya juga selalu bersikap terbuka
bahwa Siak Lengih atau Syaikh Samilullah
dibawa
111
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128
merupakan salah satu penyebar Islam di
Islam Syi’ah dan Sufisme yang lebih
Kerinci yang berasal dari Padang Genting,
menonjolkan unsur mistik dalam berhubung-
Minangkabau. Sebagaimana juga dijumpai
an dengan Tuhan, yang didakwahkan oleh
dalam TK 08 (Voorhoeve 1941) bahwa
para ulama pada abad ke 14 M di Kerinci,
Syaikh
lebih bertoleransi terhadap kepercayaan-
Samilullah
yang
berasal
dari
Minangkabau merupakan penyebar Islam
kepercayaan
lama
yang
dan nenek Moyang orang-orang di wilayah
penduduk Kerinci. Unsur-unsur keIslaman
Mendapo Lima Dusun, Sungai Penuh.
sedikit demi sedikit ditanamkan dalam
Ja’afar (1989, 12) menyebut bahwa tujuh
kehidupan masyarakat waktu itu dan bahkan
orang ulama yang mengembangkan agama
menjadikan
Islam di seluruh wilayah alam Kerinci yaitu
lakukan sebagai media dakwah. Di India,
Siak Jelir di Koto Jering berdakwah di
umat Islam di sana menjadikan makam-
wilayah Siulak, Siak Rajo di wilayah
makam para sufi sebagai tempat berdo’a
Kemantan, Siak Alim di Koto Beringin
yang dianggap keramat dengan ritual-ritual
Sungai Liuk berdakwah di sekitar wilayah
tertentu, begitu pula di pulau jawa, mereka
pesisir bukit hingga Depati Tujuh, Siak
bertawasul di makam para Wali dan Habaib-
Lengih di Pondok Tinggi berdakwah di
habaib. Juga di sebagian wilayah Kerinci,
Sungai Penuh hingga ke Rawang, Siak Sakti
Ritual A syeik yang dilakukan kerapkali
di Hiang Sitinjau laut, Siak Barebut Sakti di
dihubungkan untuk meminta keselamatan
Tarutung dan Siak Haji di daerah Lunang,
dan kesejahteraan kepada Allah melalui
Kabupaten Pesisir Selatan sekarang.
perantara para wali dan para siak yang
ritual-ritual
dianut
yang
menyebarkan Islam sebelumnya.
Gambar 1. Naskah Undang-undang Tanjung Tanah yang memuat nama Khoja Ali Dipati (Sumber: ulikozok.com) 112
oleh
mereka
Hafiful Hadi Sunliensyar. Ritual Asyeik sebagai akulturasi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan pra-islam suku kerinci
Masuknya
agama
daerah
duli Pangeran amat keraskan kepada Depati
Kerinci bukan berarti ritual Asyeik ini tidak
yang berempat dan yaitu Setiudo dan dan
lagi dilaksanakan, akan tetapi Asyeik ikut
Depati Payung Negeri dan Depati Padua
mengalami perkembangan. Asyeik yang
Negaro dan Depati Sungai Penuh yang
pada mulanya dilakukan dengan nyanyian
dibawa oleh Kiyai Depati Simpan Negeri
berupa
nenek
kawan Depati Suto Negaro serta Mangku
moyang, tarian untuk pemujaan disertai
Depati dan Faqih Muhamad itu yaitu yang
dengan sesajian, setelah masuknya agama
ditegah oleh Pangeran itu karena karena
Islam, dilengkapi dengan membaca do’a
tertegah pada syara’. Maka yang terlebih
secara Islam, mantra-mantra yang diucapkan
mungkar pada syara’ itu yaitu empat
dan
ikut
perkara: Pertama jikalau kematian jangan
keislaman
diarak dengan gendang, gung, serunai dan
walaupun tata cara pelaksanaannya secara
bedil dan kedua, jangan diberi laki2
umum tidak berubah.
bercampur
puji-pujian
sesajian
tercampur
Islam
kepada
yang
dengan
ke
ruh
digunakanpun unsur
dengan
perempuan
bertauh
Pada masa sekarang, pemimpin ritual
nyanyi suatu tempat dan kedua jangan
Asyeik bukan hanya disebut sebagai Balian
bersalih memuji hantu dan syetan dan batu,
tetapi pemimpin Asyeik dinamakan Balian
kayu dan barang sebagainya dan ketiga
Saleh. Penambahan kata Saleh ini berasal
jangan menikahkan perempuan dengan
dari bahasa Arab yang merujuk kepada
tiyada walinya dan keempat jangan makan
orang yang taat melaksanakan perintah
minum yang haram dan barang sebagainya
agama sudah tentu menampakkan
unsur-
daripada segala yang tiyada diharuskan
(Abu
syara’. Hubaya-hubaya jangan dikerja-
unsur
Islam
yang
kentara
Seman,wawancara). Pada masa selanjutnya
kan” (Voorhoeve 1941).
abad ke 17-19 M, Kesultanan jambi melarang penduduk Kerinci melakukan
Dengan
berbagai
tantangan
dan
upacara-upacara ritual sedemikian, sebagai-
penolakan ulama pada masa selanjutnya
mana yang tertulis dalam TK 03 yang
terhadap ritual Asyeik ini, banyak ritual
disimpan di Mendapo Lima Dusun, Sungai
Asyeik yang sudah tidak dilaksanakan lagi
Penuh berbunyi:
dan bahkan banyak dusun-dusun di kerinci yang secara
tegas
melarang.
Hal
ini
“….dan lagi titah duli Pangeran Sukarta
menyebabkan hilangnya berbagai ritual-
kepada segala ra’yat naung yang selurah
ritual tersebut. Walaupun demikian ritual ini
tanah Kerinci disuruh Pangeran Mengeras-
masih bisa bertahan hingga sekarang pada
kan hukum syara’ di dalam tanah Kerinci;
komunitas adat yang lebih kecil seperti yang 113
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128
terjadi di wilayah adat Siulak, lokasi peneliti
ritual ditanggung oleh iuran setiap keluarga
-an ini berlangsung.
yang
berada
tersebut,
dalam
akan
lingkungan
tetapi
bila
kaum
dilakukan
2.3. Tahap-Tahap Pelaksanaan Asyeik
perseorangan biayanya akan ditanggung
Secara Umum
perseorangan
Secara
umum
pelaksanaan
upacara
terdekat.
dengan
Istilah
bantuan
keluarga
penyelenggara
upacara
Asyeik terbagi atas dua bagian yaitu
ritual ini yang disebut dengan Pungko. Lain
tahapan umum dan tahapan khusus. Tahapan
halnya bila upacara Asyeik Negeri (desa).
umum merupakan tahapan yang mesti
Setiap keluarga wajib menyumbang atau
ditempuh dalam pelaksanaan ritual ini. Pata
iuran
tahapan umum terdiri dari tahap persiapan,
Sesajian dalam ritual A syeik sangat beragam
tahap mempersembahkan sesajian, tahap
dan banyak jenisya sesuai dengan tujuan dan
mengasapi
kemenyan
jenis A syeik yang dilaksanakan, akan tetapi
(ngasap), tahap mengukur sesajian dengan
ada sesajian umum yang selalu ada dalam
benang (ngito),
setiap upacara ritual digelar. Sesajian umum
sesajian
dengan
tahap memanggil arwah
untuk
biaya
pelaksanaan
orang-orang suci (ngiman), tahap inti ritual
tersebut adalah sebagai berikut:
Asyeik. Tahapan khusus adalah prosesi-
Jikat
ritual.
prosesi dan sesajian tambahan yang dipakai
Jikat merupakan komponen wajib dalam
dan digunakan sesuai dengan jenis A syeik
upacara A syeik ini. Jikat merupakan wujud
yang diselenggarakan. Karena ritual A syeik
dari
sangat banyak jenisnya, maka tahapan
diwakili
khusus ini tidak dapat dijelaskan secara rinci
sesajian. Unsur utama jikat adalah sejumlah
dalam
akan
beras yang diisi dalam bakul. Dari ukuran
digambarkan bagaiman prosesinya itu dalam
banyaknya beras, jikat digologkan dalam
bagian yang lain. Adapun tahapan umum
dua macam yaitu Jikat Gedang dan Jikat
yang ada dalam ritual A syeik adalah sebagai
Kecik. Jikat kecik menggunakan takaran
berikut.
beras satu cupak (0,5 kg) sedangkan jikat
artikel
ini,
akan
tetapi
niat-maksud-hajad oleh
seseorang
komponen
jikat
yang dalam
gedang menggunakan takaran beras satu 2.3.1. Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan yang dilakukan untuk menyiapkan berbagai
gantang (4 kg). Dalam ritual Asyeik jikat yang digunakan adalah jikat gedang. Pada jikat gedang tidak hanya beras yang
sesajian dan kebutuhan ritual lainnya yang
dijadikan sebagai unsur utama
tetapi
diperlukan. Apabila ritual dilakukan oleh
terdapat
yang
kaum (kelebu), maka biaya pelaksaanan 114
pula
unsur-unsur
lain
Hafiful Hadi Sunliensyar. Ritual Asyeik sebagai akulturasi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan pra-islam suku kerinci
Gambar 2. Benang sepuluh dan gelang perunggu (kiri) serta cincin anye (kanan) keduanya sebagai pelengkap jikat (Sumber: dok. Hafiful Hadi, 2016).
melengkapi simbol jikat ini. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:
Sajin Ndah-Sajin Tinggi Sajin memiliki arti sesajian yang dalam
(1) kain limo jito. Kain limo jito adalah kain
bahasa Jawa disebut Sesajen. Sajin dalam
putih yang memiliki panjang tiga hasta dan
ritual
lebarnya
sebagai
kelompok besar yaitu sajin tinggi dan sajin
penutup bakul yang telah berisi unsur-unsur
ndah. Sajin tinggi terdiri dari (1) tiga ayam
lain. Kain limo jito ini mengandung filosofi
panggang yang berasal dari ayam berwarna
dan kesucian hati; (2) Keris; (3) Benang
hitam, ayam berwarna kuning dan ayam
sepuluh yaitu benang putih dari kapas yang
berwarna kuning; (2) lemang yaitu beras
dililit sebanyak sepuluh lilitan; (4) gelang
ketan yang dimasukkan dalam bambu dan
kuningan; (5) uang seringgit (dua puluh lima
dimasak di dekat perapian; (3) Rendang
ribu rupiah), besaran uang yang digunakan
Breh dan rendang bertih yaitu beras dan
mengikuti perkembangan ekonomi, dulu
padi yang dimasak dalam kuali tanpa
seringgit hanya sebesar 2,5 rupiah, menurut
menggunakan minyak. Sajin ndah terdiri
Abu Seman (wawancara 12 Januari 2016)
dari: (1) juadah,yaitu semacam makanan
uang yang digunakan dahulunya mengikuti
yang terbuat dari tepung ketan merah dan
jumlah takaran emas yaitu emas sekundir;
putih dan dibungkus dengan daun pisang;
(6) cincin anye, yaitu cincin-cincin kecil
dan (2) Pisang, pisang yang biasa digunakan
yang dibuat dari bahan tembaga dan
adalah pisang dingin atau pisang ambon
kuningan;(7) perlengkapan sirih, pinang,
sebanyak tujuh atau lima sisir.
tembaku, dan rokok dari daun enau (aren)
Bungo Adum Tujuh Warno Sembilan
dua
hasta,
dijadikan
A syeik
terbagi
ke
dalam
dua
sebagai simbol penghormatan untuk nenek
Bunga bungaan yang digunakan terdiri
moyang; (8) Al-Qur’an dan tasbih yang
dari tujum macam jenis bunga yang disebut
disebut dengan kitab gedang.
Adum Tujuh dan masing-masing bunga 115
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128
Gambar 3. Komponen Jikat: (1) Bakul; (2) Al-Qur’an; (3) Tasbih; (4) Kain Limo Jito; (5) Beras; (6) Benang Sepuluh; (7) Gelang perunggu; (8) cincin anye; (9) rokok enau; (10) Keris; (11) Sirih; dan (12) Pinang (Sumber: dok. Hafiful Hadi 2016).
Gambar 4. Sesajian dalam Ritual Asyeik (Sumber : dok. Hendi Fresco, 2016)
mewakili Sembilan warna (warno sembilan).
yang hanya digunakan pada ritual A syeik
Bunga-bunga tersebut dinamakan
tertentu. Selain, bunga-bungaan beragam
bungo
cino, karamanding, bungo kembang alo,
jenis
bungo cinano, bungo kembang setahun,
pelengkap sesajian yang ditaruh dalam
bungo meh, bungo pandan, taripuk tebing,
mangkuk khusus. Beragam jenis jeruk
bungo untai, sepeleh ari, umput pusmat dan
tersebut antara lain: limau puhut, limau
lain-lain. Bahkan ada bunga bunga khusus
kapeh, dan limau kunci.
116
jeruk
atau
limau
juga
menjadi
Hafiful Hadi Sunliensyar. Ritual Asyeik sebagai akulturasi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan pra-islam suku kerinci
Gambar 5. Tahapan memper sembahkan sesajian (Sumber : dok. Hafiful Hadi, 2016)
dengan
Jamba
jenis
ritual
A syeik
yang
Jamba terdiri dari nasi putih yang berisi
diselenggarakan misalnya saja dalam ritual
telur ayam kampung, gulai dan semacamnya
Asyeik ngayun luci diperlukan tambahan
yang ditaruh dalam empat buah piring
sejumlah Laho, dan media luci. Dalam ritual
beserta dengan air minumnya. Kadangkala
Asyeik Tulak Bla diperlukan tambahan alat
nasi putih diganti dengan nasi punjung
Tunam, Gunungan janur yang disebut
sebanyak tiga macam yaitu nasi punjung
Pasemba, dan ancak.
hitam, nasi punjung putih dan nasi punjung
Redap dan alat
gong juga dipersiapkan
kuning. Nasi punjung hitam. Sajian nasi
sebagai
musik
yang
digunakan
tersebut mirip dengan tumpeng dalam tradisi
mengeringi tahapan inti ritual A syeik. gong
Jawa.
adalah alat musik pukul yang terbuat dari
Peralatan lainnya
logam. Sementara itu, redap adalah jenis alat
Pelengkap dari seluruh komponen ini
musik pukul yang terbuat dari kulit binatang
adalah kemenyaan beserta pendupaannya
yang dipasang pada bingkai kayu dengan
sebagai media pemanggil arwah nenek
ukuran tertentu.
moyang dan orang-orang yang dianggap
suci. Selain itu ada juga komponen sebagai
2.3.2. Tahap Mempersembahkan Sesajian
penghias sesajian yang dibuat dari tumbuhan
Ritual A syeik setidaknya dilakukan oleh
seperti bungo raut (semacam kayu yang
tiga orang balian saleh dan dipimpin oleh
diraut
mengembang),
seorang balian yang disebut balian tuo.
seruput, dan turai pabung yang dibuat dari
setelah sesajian diatur sedemikian rupa di
empelur batang tumbuhan perdu. Ada pula
salah satu bagian rumah paling bersih
sesajian dan alat tambahan yang disesuaikan
disebut dengan Luwan atau Luwen. Maka
sehingga
tampak
117
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128
balian saleh tersebut akan memanggil ruh
uhang bulandan cukut, Bukannyo sio ngan
leluhur untuk mempersembahkan sesajian
ngacak tahu, Bukan sio ngacak pandai,
dengan mantra-mantra yang disenandungkan
Uhang sudah bulandan cukut, Uhang sudah
dengan irama yang khas.
bulan dan genap…” (Rukun Iman glr. Salih
Seperti
mantra yang diucapkan oleh
Kcik Sarimping Pingai, wawancara 20
Rukun Iman gelar Salih Kecik Sarimping
Januari 2016).
Pingai sebagai Balian Saleh adalah sebagai
Artinya:
berikut:
Assalamu’alaikumwarahmatullah,
Ya
“Assalamualaikum warahmatullah, Ya
Allah ya Sidi ya karim, Katiban katibin
Allah ya sidi ya karim katiban katibin
malaikatul mukarrabin Bismillah kami mulai
malaikatul mukarrabin bismillah kami mulai
menyerukan, Kami susun jari yang sepuluh,
munyeru,kami susun jari ngan sepuluh, kami
Kami meminta kepada Tuhan yang Esa,
mintak kupado tuhan yang so, Serullah
Seru Allah namanya kemenyan, Sifullah
namo nyo kumenyan, Sifullah namonyo api,
namanya
Sajilo Allah namonyo asap, Jilo tujuh letap
Kemenyan, Menyala ke tujuh lapisan petala
putalo bumi, Jilo tujuh lapih putalo langit,
bumi, menyala ke tujuh lapisan petala langit,
tujuh lapih duo beleh tingkat, muraso
tujuh lapisan Dua Belas tingkatan, merasa
kupado Allah, hampi kupado Bagindo
Kepada Allah, hampir Kepada Baginda
Rasulullah, Jadi penyeru kayo hang dulu,
Rasulullah, jadi Pemanggil orang orang
Nyeru sakti kuramat ramat, Nyeru saleh
terdahulu , memanggil sakti yang Keramat
dingan tipakai, Nyeru saleh dingan tertaruh,
Keramat, memanggil saleh yang sudah
Nyeru sko tu dingan tipakai, Nyeru sko
terpakai, memanggil saleh yang masih
dingan titaruh, Sado kayo dingan ku sru,
terletak, memanggil pusaka yang sudah
Sado kayo dingan ku imbau, Berkat sakti
terpakai ,memanggil pusaka yang masih
ngan
ngan
terletak, semua Ruh nenek Moyang yang
kupakai, Berkat indah dingan ku pangku,
saya seru, segala ruh leluhur yang saya
Grak
uhang
himbau, berkat kesaktian yang saya Junjung,
bulandan cukut,Sini uhang bulandan genap,
berkat Saleh yang saya pakai, berkat
Jawab lah sirih kapu tigo kapu, Jawat lah
keindahan yang saya peluk, bergerak dan
rukok batang tigo batang, Sirih pungucap tu
terbangunlah, disini orang sudah berpe-
sirih
sirih
lengkapan cukup, disini orang sudah berpe-
pungagung, Ado sirih yang tigo silo, Ado
lengkapan genap, jawablah sirih yang tiga
sirih tigonyo kalinsung, Latiredai nian sirih
kapur, jawablah rokok yang tiga batang,
purajo, Mintak dijawat mintak di japo, Sini
Sirih pengucapan dan sirih permohonan,
118
ku grak
junjung, jagolah
punyayo,
Berkat jago,
salih sini
Sirih pungangkat
Api,
Sajilo
Allah
namanya
Hafiful Hadi Sunliensyar. Ritual Asyeik sebagai akulturasi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan pra-islam suku kerinci
Sirih pengangkat dan sirih pengagungan,
Islamnya.
Ada sirih yang tiga Sela, Ada sirih kalinsung
berhubungan
(berbentuk terompet), Sudah terletak sirih
terdahulu yang menyebarkan Islam di
raja raja, minta agar dijawab dan diterima,
Kerinci. Berikut bunyi mantra seperti yang
Disini orang sudah berpelengkapan cukup,
diucapkan oleh Abu Seman gelar Salih
Bukannya kami berlagak tahu, Bukan kami
Bujang Buriang Mirat, salah seorang Balian
berlagak pandai, Orang sudah berpelengka-
Saleh di Kerinci:
pan cukup, Orang
sudah berpelengkapan
genap.
Mungkin saja leluhur tersebut erat
dengan
para
ulama
“...Berkat Wali sakti sendiri allah, turun dipunjung mekah tinggi, kayo burusik ku
Setelah
perapalan
mantra
selesai
masjid gedang, Kayo usik di masjid awang
dilakukan tahapan selanjutnya yang dilaku-
mengawai, Gantung idak baratali, Tegak
kan oleh para balian selanjutnya akan
lun baratiang, Kayo balilit lita seribu, Kayo
mengasapi setiap komponen sesajian dengan
basungkun agam matiko, Kayo bakalung
kemenyan sambil melakukan sedikit tarian
manek pasbah, Kayo batungkat semambu
disebut dengan ngasap. Kemudian dilanjut-
seni, Kayo maco kitab idak bubarih, Kayo
kan dengan mengukur sesajian mengguna-
ngurai katubah pandak katubah panjang,
kan benang sepuluh. Agaknya prosesi ini
Mintak dilingkut katubah panjang, Mintak di
memiliki makna dan filosofi tertentu yang
urai kan katubah pandak, Kayo ku seru
belum dapat terungkap dalam tulisan ini.
cepat tibo , Kayo ku imbau cepat datang, Jawat jikat yang bugantang, Jawat sirih
2.3.3. Tahap Memanggil Arwah Orang-
yang tigo kapu, Jawatlah rokok yang tigo
orang Suci (Ngiman)
batang…” (Abu Seman glr. Salih Bujang
Setelah tahapan pertama dan kedua dilaksanakan
barulah
balian
saleh
Buriang Mirat, wawancara 10 januari 2016) Artinya:
memanggil ruh leluhur yang dianggap
…Berkat Wali sakti Sendiri Allah, yang
sebagai orang suci sekaligus dianggap
turun dari Puncak Mekah yang Tinggi,
sebagai
engkau berdiam di Masjid Besar, engkau
pembawa
ajaran
Islam
secara
khusus, tahapan ini disebut ngiman. Leluhur
berdiam
di
Masjid
yang
mengawang,
yang dipanggil ini adalah leluhur yang
Tergantung tiada bertali, Berdiri tiada
menurut ideologi mereka memiliki ikatan
bertiang, Engkau yang memakai lilitan
geneologis maupun ikatan spritualis dengan
seribu sorban, Engkau yang bersungkul
para Balian dan sipungko. Salah satu ruh
beragam Mustika, Engkau yang berkalung
leluhur yang dipanggil melalui mantra-
Tasbih, Engkau yang bertongkat bambu
mantra tersebut sangat kental dengan unsur
terbaik, Engkau yang membaca surat tiada 119
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128
berbaris, Engkau menguraikan Khutbah
Simpan di pti ae guru takut hilang, Kebat
pendek khutbah panjang, Supaya di gulung
dipinggang ae jatuh takut jatuh, Sio simpan
khutbah yang panjang, Supaya di uraikan
di dalamnyo hati, Tarok didalam aeh nyawo
Khutbah yang pendek, Engkau yang saya
gedung nyawo, Maih ado guru bukato,
seru cepatlah tiba, Engkau yang saya
Bukato burindeh ngan pesan, Guru sakti
panggil cepat datang, Jawablah Jikat yang
tuan keramat, Sio sambut dengan mipih
bergantang, Jawablah sirih yang tiga kapur,
lidah mipih, Sio sambut munjari Aluh, Sejak
Jawablah rokok yang tiga batang...
mano mulai bukain, Sejak bukain tigo jito, Sejak mano mulai bumain, Sejak bumi jadi mulo jadi, Sejak bumi ado mulo ado, Titin
2.3.4. Tahap Inti Ritual Asyeik Setelah
tahapan
Barulah dilaksanakan
ngiman
dilakukan.
tahap inti
diwo turun gelanggang, Tanggo peri turun
ritual
tang langit, Aeh tuan Balian Saleh, Ajun
Asyeik. Ritual Asyeik diartikan sebagai
langkah kirailah maen, Maknyo lpeh ati
nyanyian disertai tarian untuk upacara
ngan rindu, Maknyo lpeh punano ngan
persembahan pada roh leluhur dengan
dendam, Maknyo iluk kito bao balik, Jangan
dilengkapi sesajian. Balian Saleh akan
dendam kito bao pulang, Aeh guru kanti ku
menari diiringi oleh alunan redap yaitu
seiring, Aeh tuan kawan ku suiring, Kami
rebana Kerinci dan pukulan gong. Alunan
disini utang mayi utang, Jangan tagih waktu
musik itu seirama dengan vokal mantra-
siang, Jangan tagih kutiko malam, Utang
mantra yang diucapkan dan gerakan tubuh
lpeh sando kumbali, Sado itu lah puji
Balian Saleh saat menari. Semakin cepat
purago bilang guru...” (M. Wahid Jagung
alunan musik semakin cepat pula gerakan
Batuah, Wawancara 11 Januari 2016)
tubuh serta mantra yang diucapkan oleh
Artinya:
Balian Saleh. Mantra-mantra yang diucap-
Berilah maaf bumi yang dipijak. Berilah
kan saat Asyeik disebut dengan Nyaro atau
ampun langit yang dijunjung. Wahai Guru
nyaho. Berikut sepenggalan bait mantra
temanku sejalan,
Nyaho yang diucapkan oleh M.Wahid gelar
seiring, Mari ku sambut perkataan guru,
Jagung Batuah saat pelak-sanaan Asyeik:
Mari ku jawab perkataan tuan, Perkataan
Wahai tuan temanku
“Tabik ma’oh Bumi di Anyah, beri ampun
guru saya pegang teguh, Perkataan Tuan
Langit di jujung, Aeeeeeeee Guru kanti ku
saya genggam erat, Simpan di peti wahai
sijalan, Aeee tuan kanti ku suiring, Maih
guru takut hilang, Ikat di pinggang wahai
kusambut ae guru kato guru, Maih kujawat
Tuan jatuh takut jatuh, Saya simpan di
ae tuan kato tuan, Kato guru sio pgang nyo
dalam hati taruh di dalam urat nyawa, mari
teguh, Kato tuan aeh sio genggam erat,
ada guru berkata, berkata seiringan dengan
120
Hafiful Hadi Sunliensyar. Ritual Asyeik sebagai akulturasi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan pra-islam suku kerinci
pesan, guru Sakti Tuan Keramat, Saya
gerakan yang semakin cepat dan tidak
sambut dengan lidah tipis, Saya sambut
terkendali. Saat itu bertanda bahwa Balian
dengan jari halus, Sejak mana mulai berkain,
Saleh mulai dirasuki oleh ruh-ruh nenek
Sejak berkain tiga jita, Sejak mana mulai
moyang yang mereka panggil dan saat
bermain, Sejak di permulaan bumi jadi,
mencapai
Sejak dari keberadaan bumi ada, Titian
kekhusyukannya balian saleh mulai tidak
dewa turun ke gelanggang Tangga peri turun
sadarkan diri. Dalam keadaan trance ini,
dari langit, Wahai tuan Balian Saleh,
ritual
Gerakkan langkah kita menari, Supaya lepas
masyarakat dapat berkomunikasi dengan ruh
hati yang rindu, Supaya lepas pikiran dan
nenek moyang melalui Balian Saleh. Pada
dendam, Supaya kebaikan yang kita bawa
umumnya, masyarakat meminta pengobatan
kembali, jangan dendam kita bawa pulang,
dan kesembuhan dari penyakit.
Wahai guru teman ku seiring, Wahai tuan
komunikasi tersebut selesai, Balian Saleh
teman ku sejalan, Kami disini membayar
akan sadar kembali dan ritual Asyeikpun
hutang, Jangan di tagih sewaktu siang,
berakhir,
Jangan di tagih ketika malam, Hutang lepas
memberikan petunjuk obat obatan ataupun
kepunyaan saya kembali, Hanya itulah puji
tawar (sejenis mantra) untuk pengobatan.
dan perkataan bilang guru...
Sebagai penutup ritual dilanjutkan dengan
Nyaro yang diucapkan oleh Balian Saleh
klimaks
menari
segera
kemudian
atau
puncak
dihentikan
Balian
dan
Setelah
Saleh
pembacaan do’a oleh alim ulama dalam
ini akan dijawab oleh Balian Saleh yang lain
kenduri
atau
makan
bersama
sebagai
mengikuti irama musik dan gerak tari.
ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.
Dalam melakukan tari tersebut bunyi redap (rebana) dan gong sangat selaras dengan bunyi
redap dan gong yang dimainkan.
2.3.5. Tahapan Khusus Tahapan khusus ini dilakukan sesuai
Dalam hal ini redap dan gong mengiringi
dengan
jenis
ritual
A syeik
yang
vokal nyaro dengan memakai pola ritem dan
dilaksanakan. Tahapan ini berupa prosesi-
tempo sedang, sehingga memberi kesan
prosesi tertentu sebagai prosesi tambahan
serius untuk tari, sementara itu nyaro terus
dengan tidak mengurangi prosesi yang
dinyanyikan Balian Saleh secara bergantian.
terdapat dalam tahapan umum. Misalnya
Pada pertengahan tari, Balian Saleh mulai
saja ada tahapan A syeik yang dilakukan
melakukan gerakan yang cepat, maka redap
sambil mengelilingi kampung, ada pula
mengikuti tempo dari hentakan kaki yang
prosesi yang dilakukan dengan mengayun-
cepat pula. Saat Balian Saleh benar-benar
ngayun alat ritual sambil melakukan A syeik,
sudah menghayati gerak mereka dengan
ada pula A syeik yang dilakukan dengan 121
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128
sabung ayam. Untuk mengetahui lebih
bernas. “Luci” sendiri merupakan wadah
dalam dan terperinci mengenai tahapan
yang dibuat dari bambu yang berbentuk
khusus ini perlu kajian lebih lanjut dalam
limas, pada luci tersebut diisi berbagai buah-
tulisan lain. Sementara pada tulisan ini
buahan rimba dan bagian luarnya digantung
hanya
berbagai bunga-bungaan, lemang, jadah dan
akan
disampaikan
gambaran
umumnya saja.
pisang sedangkan Ngayun berasal dari kata mengayun. Pada ritual A syeik ini, aspek
2.4. Jenis- jenis Upacara Asyeik
yang sangat berbeda dari ritual A syeik yang
Tahapan yang dilaksanakan dalam ritual
lain adalah adanya sesajian yang diramu dari
Asyeik secara umum adalah sama, yaitu
tanaman-tanaman dan buah-buahan rimba.
terdiri dari beberapa tahapan umum sebagai-
Buah-buahan tersebut dimasukkan ke dalam
mana yang telah dijelaskan. Akan tetapi ada
luci dan digantung dalam rumah adat.
perbedaan dalam tahapan khusus yang
Dalam pelaksaanaannya luci-luci yang telah
dilakukan. Perbedaan antara ritual A syeik
digantung akan diayun oleh para balian
satu dengan A syeik yang lain terletak pada:
diiringi mantra-mantra yang disenandung-
(1) tujuan ritual dilakukan; (2) waktu
kan. Setelah upacara usai, luci-luci tersebut
pelaksanaan ritual; (3) tempat pelaksanaan
akan dibagikan kepada keluarga yang
ritual; (4) adanya prosesi-prosesi dan sesa-
memilikinya untuk digantungkan di tengah
jian tambahan dalam tahapan khususnya
persawahan mereka.
tanpa menghilangkan atau mengurangi tahap
Asyeik Tulak Bala
-an umum yang wajib dilakukan.
Menurut (Abidin, wawancara
pada
Dalam masyarakat adat Tanah Sekudung
tanggal 12 Januari 2016) A syeik Tulak Bala
Siulak, Kerinci. Terdapat berbagai jenis
pada mulanya diselenggarakan pada bulan
ritual A syeik yang masih dilakukan hingga
Muharram atau bulan Shafar menurut
sekarang ataupun pernah dilakukan di masa
penanggalan
lalu. Jenis upacara A syeik antara lain:
upacara ini adalah untuk membuang energi-
Asyeik Ngayun Luci
energi negatif dan pengaruh-pengaruh jahat
Islam.
Tujuan
dilakukan
Menurut Setrawati (2002) A syeik ngayun
yang dapat menimbulkan bencana dalam
luci dilaksanakan pada masa padi mulai
desa dengan kata lain disebut dengan
berisi. Tujuan dilaksanakan upacara ini
menolak Bala. Upacara ini dilakukan oleh
adalah untuk memohon kepada leluhur
para Balian dan Hulubalang yang berasal
untuk mengayomi padi, melindungi padi
dari
dari hama, dan mengembalikan semangat
Kumbalo
padi sehingga padi yang dipanen nantinya
memulai ritual di Ujung Tanjung Muaro Air
122
kelebu
Rajo
Bumi.
Indah-Depati
Para
Balian
Intan tersebut
Hafiful Hadi Sunliensyar. Ritual Asyeik sebagai akulturasi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan pra-islam suku kerinci
Mukai dengan mengarak gunungan yang
pelaksanaannya umumnya sama akan tetapi
dibuat dari janur dan bunga-bungaan. Dalam
ada prosesi dan kelengkapan alat sesajian
proses arak-arakan tersebut Hulubalang akan
tambahan
memukul batang puar dan lidi yang diikat
sesajiannya berupa rumah-rumahan yang
(disebut dengan Tunam) pada setiap rumah
terbuat dari bambu kuning menyerupai
yang dilalui sebagai simbol pengusiran dan
mimbar atau singgasana. Rumah-rumahan
pembuangan energi negatif tersebut. Akhir
tersebut dinamai mahligai. Pada prosesi ini
dari
Balian melakukan tarian sambil menaiki
Upacara
Pasembah
ritual
Tanjung
ini
dilakukan
Kemintan,
di
Tebing
Tinggi dimana tempat energi-energi negatif itu dibuang. Upacara ini terkahir kali dilaksanakan
pada
tahun
1998.
yang
digunakan.
Tambahan
tangga mahligai satu per satu. Asyeik Nyabung Asyeik Nyabung dilakukan oleh Balian untuk
memohon
kesembuhan
kepada
Perbedaannya dari ritual A syeik yang lain
penguasa jagat raya. Dulunya ritual ini
adalah adanya prosesi tambahan yaitu
dilakukan
upacara mengelilingi desa dan adanya
ditetapkan sebagai pusat ritual. Ayam yang
gunungan janur yang dibawa mengelilingi
dijadikan persembahan kepada leluhur akan
desa saat upacara dilaksanakan.
disabung di gelanggang bersamaan dengan
Asyeik Naik Mahligai
tarian yang dilakukan oleh Balian.Ritual ini
di
tepi
sungai
yang
telah
Menurut Eva Bramanti dalam Pebrianti
sudah tidak pernah dilaksanakan lagi pada
(2013) menyebutkan bahwa A syeik Naik
tahun 198 (Abu Seman, wawancara pada
Mahligai menurut sejarahnya dilakukan
tanggal 10 Januari 2016).
untuk
Asyeik Nyambai
menobatkan
para
raja
setelah
menempuh berbagai ujian fisik seperti
Asyeik Nyambai, secara khusus dilakukan
menginjak kaca, memadamkan api, meniti
di rumah Gedang Rajo Simpan Bumi desa
mata pedang, melewati mangkuk tujuh, dan
Siulak
lain sebagainya. Sedangkan menurut Abu
memohon lamat (kesejahteraan) kepada ruh-
Seman (wawancara pada tanggal 10 Januari
ruh leluhur. Upacara ritual dimulai dari atas
2016), ritual naik mahligai dilakukan oleh
Paran (loteng) rumah Gedang, dilanjutkan di
para balian yang telah mencapai puncak
ruangan rumah Gedang dan berakhir dengan
tertinggi dalam ilmu spiritual dan kebatinan
ritual di Pasambe Indah Pasambe Agung
dalam berhubungan dengan ruh-ruh leluhur
yang merupakan pusat ritual di halaman
dan makhluk gaib lainnya. Pada masa dulu
rumah Gedang. Upacara ini terkahir kali
upacara ini dilakukan di halaman rumah
berlangsung pada tahun 1970 (Abidin,
gedang selama seminggu lamanya. Tahapan
wawancara pada tanggal 12 Januari 2016).
Panjang
yang
bertujuan
untuk
123
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128
terjadi proses penggabungan budaya (fusi
Asyeik Mamujo Padang Asyeik
Mamujo
bertujuan
untuk
Padang,
meminta
dilakukan
izin
budaya) yang memunculkan kebudayaan
kepada
baru tanpa mengilangkan nilai-nilai budaya
penguasa hutan yang disebut dengan dewo
lama atau budaya asalnya. Akulturasi adalah
sebelum membuka areal hutan yang akan
jalan tengah antara konfrontasi dan fusi,
dijadikan sebagai area perladangan baru.
isolasi dan absrobsi, masa depan dan masa
Areal tempat pelaksanaan A syeik biasanya
lampau. Ada empat syarat yang harus
ditempat lahan hutan yang mau dibuka.
dipenuhi supaya proses akulturasi berjalan
Asyeik Tauh
dengan baik : (1) Penerimaan kebudayaan
Asyeik Tauh, secara khusus dilakukan di
tanpa rasa terkejut (affinity) (2) Adanya nilai
Pasuguh Agung, Siulak Gedang. Biasanya
baru yang tercerna akibat keserupaan tingkat
dilakukan sebelum mandi balimau pada
dan corak budayanya (homogenity) (3)
masa Kenduri A dat. Para Balian akan
Adanya nilai baru yang diserap hanya
melakukan
melingkari
sebagai kegunaan yang tidak penting atau
sesajian sambil memegang dan saling
hanya tampilan (syarat fungsi) (4) Adanya
mengikat benang-benang putih yang disebut
pertimbangan yang matang dalam memilih
dengan Benang Sepuluh.
budaya asing yang datang (syarat seleksi)
tarian
dengan
(Sachs, 1970 : 86-87).
Jika dilihat unsur kebudayaan dalam
3. Pembahasan 3.1. Akulturasi yang Terjadi dalam Ritual
ritual Asyeik dari pembahasan sebelumnya,
Asyeik
terdapat dua Unsur kebudayaan utama yang
Akulturasi adalah perpaduan kebudayaan
tercermin dari pelaksanaannya yaitu budaya
yang terjadi bila suatu kelompok manusia
Islam dan budaya pra-Islam (animism dan
dengan kebudayaan tertentu dihadapkan
dinamisme).
dengan unsur unsur dari suatu kebudayaan
berwujud material (Intangibel) maupun non
asing sehingga kebudayaan asing itu dengan
material . Misalnya dalam unsur bahasa
lambat laun diterima dan diolah kedalam
dalam mantra yang dirapalkan, digambarkan
kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan
tokoh leluhur
kepribadian
sendiri
budaya Islam diantaranya: (1) sang tokoh
(Koentjaraningrat 1974, 149). Akulturasi
dinamai sebagai Wali Sakti Sendiri Allah;
budaya pada dasarnya pertemuan wahana
(2) dikatakan dia berasal dari Mekkah
atau area dua kebudayaan, dan masing
Tinggi; (3) memakai sorban; (4) berkalung
masing
nilai-nilai
tasbih; (5) bertongkat; (6) pandai membaca
bawaannya. Di dalam akulturasi selalu
kitab dan berkutbah. Dalam mantra lain
124
dapat
kebudayaan
menerima
Unsur
budaya
tersebut
yang menampilkan ciri-ciri
Hafiful Hadi Sunliensyar. Ritual Asyeik sebagai akulturasi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan pra-islam suku kerinci
a
c
e
b
d
f
Gambar 6. Dokumentasi r itual A syeik : (a) luci-luci yang digantung; (b) tahap inti ritual A syeik; (c) meniti mangkuk tujuh dalam Asyeik Naik Mahligai; (d) Asyeik Nyabung; (e) A syeik Mamujo Padang; (f) Asyeik Tulak Bala (Sumber: dok. Pribadi dan Disbudpora Kab. Kerinci). 125
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128
ditambahkan pula lafaz-lafaz arab yang
sekitar.
sering dipakai dalam tradisi Islam seperti:
bendawi Islam
(1) pengucapan bismillah diawal mantra; (2)
pelaksanaan
menyebut nama-nama Allah;(3) menyebut
penggunaan al-Qur’an sebagai unsur yang
istilah
terdapat dalam jikat; (2) penggunaan tasbih
rasulullah;(4)
menyebut
istilah
Sedangkan
unsur-unsur
budaya
yang digunakan dalam
A syeik
tampak
sesajian;(3)
dari:
penggunaan
(1)
malaikat mukarrabin (5) menamakan unsur-
dalam
kain
unsur tertentu dengan tambahan nama arab
berwarna putih dan (4) penggunaan redap
seperti api disebut Sipullah, kemenyan
sebagai alat musik pengiring.
dinamai seru Allah dan api dinamai Sajilo
Benda-benda logam
yang digunakan
Allah. Unsur-unsur budaya pra-Islam dalam
sebagai alat ritual menunjukkan adanya
wujud bahasa yang ada dalam ritual asyik
ideology-ideologi
seperti; (1) adanya
masih
tokoh yang disebut
masa
bertahan
pra-Islam
dalam
kehidupan
sebagai guru dan tuan; dan (2) mantra yang
masyarakat.
lebih
sesungguhnya banyak ditemukan dalam situs
menonjolkan
puji-pujian
kepada
leluhur.
Benda-benda
yang logam
-situs penguburan tempayan yang ada di Indonesia (Heekeren, 1958; Haryono, 2002).
3.2. Akulturasi dalam Wujud Budaya
Sedangkan Al-qur’an sejatinya memang
Bendawi
simbol dari keIslaman. Al-Qur’an bagi orang
Selain dalam wujud kebahasaan, benda-
muslim adalah kumpulan dari wahyu Tuhan
benda yang digunakan dalam ritual A syeik
yang diberikan kepada nabi Muhammad. Al-
juga menunjukkan adanya suatu akulturasi
qur’an dijadikan sebagai sumber utama
yang
ritual
pengetahuan dalam pelaksanaan hukum-
budaya
hukum dan ajaran Islam. Keberadaan al-
bendawi pra-Islam yang digunakan dalam
quran yang dijadikan sebagai unsur Jikat
pelaksanaan ritual A syeik antara lain: (1)
bersama benda-benda lain dapat dikatakan
penggunaan
pendupaan
sebagai wujud akulturasi dua kebudayaan
dalam upacara; (2) keris sebagai pelengkap
yang masih bertahan hingga sekarang. Kain
jikat; (3) gelang dan cincin dari perunggu
putih yang menyimbolkan kesucian agaknya
atau kuningan yang digunakan sebagai
juga sudah menjadi simbol keIslaman bagi
pelengkap jikat; (4) adanya sesajian dengan
masyarakat Islam di Nusantara. Hal ini dapat
mempersembahkan
(5)
dilihat dari adanya semacam kelambu dari
penggunaan gong sebagai iringan musik
kain putih yang dipasang pada makam-
ritual A syeik (5) penggunaan beragam
makam wali dan para habib seperti yang
bunga-bungaan yang diambil dari alam
terdapat dalam kompleks pemakaman Sunan
terjadi
tersebut.
126
dalam
adapun
pelaksanaan unsur-unsur
kemenyan
dan
ayam;
dan
Hafiful Hadi Sunliensyar. Ritual Asyeik sebagai akulturasi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan pra-islam suku kerinci
Kudus di Jawa Tengah.
“Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi dan Etnosejarah”. Jurnal
4. Penutup Masuknya
Islam
di
daerah
Kerinci
membawa perubahan yang sangat besar dalam kehidupan sosial dan budaya suku Kerinci, terutama dalam ritual Asyeik yang berasal
dari
budaya
leluhur
mereka.
Walaupun ritual Asyeik ini berasal dari kepercayaan
Depdikbud. 1980. “Analisis Kebudayaan”. Jakarta : Balai Pustaka Ekatjati, Adi. S. 1976. “Penyebaran Islam di Pulau Sumatera”. Jakarta, Sanggabuana Haryono, Timbul, 2001, “Logam dan
namun bila dilihat dari berbagai sudut
Peradaban Manusia, Yogyakarta”,
pandang seperti unsur kebahasaan yang
Medprint Offset
maupun
dan
Balai Arkeologi , Yogyakarta.
dinamisme,
dipakai
animisme
Berkala Arkeologi Vol.35 edisi No. 1,
materi-materi
yang
Ja’afar. 1989. “Penelitian dan Pengkajian
digunakan, maka banyak sekali unsur-unsur
Naskah Kuno daerah Jambi I”.
kebudayaan Islam yang terdapat di dalam
Jakarta,Balai Pustaka
ritual
Asyeik
ini.
Unsur-unsur
budaya
Koentjaraningrat. 1974. “Beberapa Pokok
bendawi pra-Islam tercermin dari banyaknya
Anthropologi”. Jakarta, Dian Rakyat
benda-benda logam yang ada dalam sesajian
Kozok, Uli, 2006, Kitab Undang-Undang
sementara itu simbol budaya Islam yang
Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang
menonjol adalah adanya Al-qur’an dan
tertua, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
tasbih yang dipakai sebagai pelengkap jikat. Hal ini dalam
menghasilkan keunikan tersendiri kebudayaan
kebudayaan
Kerinci
Kerinci.
Keunikan
diharapkan
dapat
-------------. The Tanjung Tanah Code Of Law, with contribution Thomas Hunter, Waruno Mahdi and John Micsic Nasution, Harun. 1974.”Islam Ditinjau dari
dikelola dengan baik dan dijadikan sebagai
Beberapa Aspek”. Jakarta : UI- Press
asset budaya daerah untuk pembangunan
Pebrianti, Eke. 2013.’Keberadaan Tari Asik
pariwisata
yang
berbasis
budaya
dan
kearifan lokal.
Niti Naik Mahligai di desa Siulak Mukai
Kecamatan Siulak Kabupaten Kerinci’. Skripsi S.Pd, Universitas negeri Padang
Daftar Pustaka Bellwood, Peter, 2000.,”Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia Edisi Revisi”, jakarata, Gramedia Pustaka Utama Budisantosa,Tri Marhaeni. 2015.
Sachs, Curth . 1970. “Aspek-aspek Akulturasi”. Jakarta: Dian Rakyat ----------------. 1963. World History Of The Dance. Inggris: W. W. Norton & Company 127
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 107-128
Setrawati. 2002.’Asyeik Ngayun Luci dan Implikasinya dalam masyarakat
Beringin. Wawancara pada tanggal 10
Kecamatan Gunung Kerinci (Kajian
Januari 2016
Aspek Keislaman’), Skripsi S.Hum, IAIN Imam Bonjol. Soedarsono. 1992. “Pengantar Apresiasi Seni”. Jakarta : Balai Pustaka Voorhoeve, P. 1941, Tambo Kerintji: Disalin dari Toelisan DjawaKoeno, Toelisan Rentjong dan Toelisan Melajoe jang Terdapat pada Tandoek Kerbau, Daoen Lontar, Boeloeh dan Kertas dan Koelit Kajoe, Poesaka Simpanan Orang Kerintji,P.Voorhoeve, dengan pertolongan R.Ng.Dr. Poerbatjaraka,toean H.Veldkamp, controleur B.B., njonja M.C.J. Voorhoeve Bernelot Moens, goeroe A.
Hamid,. [diketik ulang oleh C.W. Watson]. Voorhoeve, Petrus. 1970. ‘Kerintji Documents: Bijdragen tot de Taal-Land en Volkenkunde’. 126: 369-399 Yakub, Nurdin.1996. “Minangkabau Tanah Pusaka (Sejarah Minangkabau: Buku Pertama)”. Pustaka Indonesia. Bukit Tinggi Sumber Wawancara: Abidin, Temenggung Adil Bicaro, Tokoh adat Siulak Tinggal di desa Siulak Panjang. Wawancara pada tanggal 12 Januari 2016 Abu Seman, Salih Bujang Buriang Mirat, 128
Tokoh Balian Saleh Tinggal di desa Koto
M. Wahid, Jagung Batuah, Tokoh Adat Tinggal di Koto Beringin. Wawancara pada Tanggal 11 Januari 2016 Rukun Iman, Salih Kecik Sarimping Pingai, Tokoh Balian Salih. Wawancara Tanggal 20 Januari 2016