Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 6 No. 8 ISSN 2354-614X MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI MELALUI METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) DI KELAS V SD INPRES 2 TERPENCIL LOMBOK KECAMATAN TINOMBO KABUPATEN PARIGI MOUTONG Hadmin Luande, Nuraedah, dan Nurvita Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako
ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar siswa kelas V SD Inpres 2 Terpencil Lombok pada mata pelajaran IPS khususnya pada materi peristiwa sekitar proklamasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode pembelajaran bermain peran yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi IPS secara umum dan materi peristiwa sekitar proklamasi pada khususnya. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode bermain peran (Role Playing). Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I persentase ketuntasan hasil belajar sebesar 55,56%. Rata-rata aktivitas siswa siklus I 63,3% dengan kategori baik. Selanjutnya, pada siklus II mengalami peningkatan yakni persentase ketuntasan hasil belajar sebesar 83,33%. Rata-rata aktivitas siswa Siklus II 86,87% dengan kategori sangat baik. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran (role playing) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Inpres 2 Terpencil Lombok. Kata Kunci
: Bermain Peran (Role Playing), Hasil Belajar
PENDAHULUAN Menurut Undang-undang Republik Indonesia pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya.
Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 6 No. 8 ISSN 2354-614X Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Menurut Piaget dalam Sumantri & Syaodih (2006), anak dalam kelompok usia 7-11 tahun berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh, yang mereka pedulikan adalah sekarang (kongkrit), dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami (abstrak), padahal bahan materi IPS penuh dengan pesanpesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsepkonsep abstrak dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti, diperoleh informasi bahwa hasil belajar siswa kelas V SD Inpres 2 Terpencil Lombok dalam pelajaran IPS khususnya pada materi peristiwa sekitar proklamasi masih rendah, di mana masih banyak siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yakni 60. Berdasarkan hasil diskusi peneliti dan teman sejawat, ketidakberhasilan peserta didik dalam mencapai target ketuntasan minimal yang disyaratkan oleh sekolah disebabkan oleh beberapa faktor, yakni dalam membelajarkan siswa, guru masih menggunakan metode ceramah, dimana proses pembelajaran masih berlangsung satu arah yakni dari guru ke siswa. Selain itu, faktor sarana dan prasarana yang dimiliki oleh siswa berupa buku penunjang dalam proses pembelajaran belum memadai. Kemampuan siswa berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar masih rendah. Pada dasarnya pembelajaran harus sebisa mungkin terwujud dalam suasana yang menyenangkan dan melibatkan keaktifan peserta didik, agar peserta didik 1 dapat mengalami pembelajaran yang bermakna dan benar-benar memahami apa yang ia pelajari. Berdasarkan hal tersebut, peneliti melakukan diskusi dengan guru kelas untuk mencari solusi dalam memecahkan masalah tersebut dengan cara merubah metode pembelajaran yang selama ini digunakan yakni dengan menggunakan metode bermain peran (role playing). Melalui kegiatan bermain Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Hadmin Luande (471 10 1754)
peran, pebelajar mencoba mengekspresikan hubungan-hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya, bekerja sama dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama pebelajar dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai dan berbagai strategi pemecahan masalah. Bermain peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk ‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai
Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 6 No. 8 ISSN 2354-614X bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap peran yang diperagakan. Dalam bermain peran murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa bersama temantemannya pada situasi tertentu. Metode bermain peran dianggap sebagai metode yang paling efektif dalam membelajarkan siswa pada pelajaran IPS pada topik peristiwa di sekitar proklamasi terutama pada siswa Sekolah Dasar yang berada di daerah terpencil yang sulit untuk mengakses informasi dari berbagai media cetak maupun elektronik. Selain itu, metode bermain peran lebih tepat digunakan pada peristiwaperistiwa yang berkaitan dengan sejarah atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan metode ini, siswa dapat menghadirkan kembali peristiwaperistiwa tersebut melalui peran-peran yang dimainkan oleh siswa yang telah ditentukan oleh guru. Bertolak dari keresahan peneliti dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, dimana guru berperan sebagai teacher center, pusat segala informasi yang diperoleh siswa sehingga siswa tidak aktif dalam proses pembelajaran yang mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa maka peneliti merasa tertarik untuk mengaplikasikan metode ini dalam penelitian dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Peristiwa Sekitar Proklamasi melalui Metode Bermain Peran (Role Playing) di Kelas V SD Inpres 2 Terpencil Lombok Kecamatan Tinombo Kabupaten Parigi Moutong”. I. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menerapkan metode bermain peran untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Inpres 2 Terpencil Lombok pada mata pelajaran IPS. PTK ini adalah jenis penelitian partisipan karena peneliti terlibat secara lagsung dari awal hingga akhir proses pembelajaran, yang dilakukan secara kolaborasi bersama teman sejawat. Peneliti melakukan tindakan penelitian sedangkan teman sejawat sebagai observer atau pengamat dalam proses pembelajaran. Penelitian ini telah dilaksanakan pada
Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Hadmin Luande (471 10 1754)
bulan Maret sampai dengan bulan Mei Tahun 2014 di kelas V SD Inpres 2 Terpencil Lombok dengan jumlah siswa sebanyak 18 orang yang terdiri dari 11 orang siswa putra dan 7 orang siswa putri. Dalam penelitian ini, Penelitian Tindakan Kelas dirancang melalui beberapa siklus. Penelitian berakhir jika tindakan yang dilakukan mencapai indikator keberhasilan yang telah ditentukan. Adapun pelaksanaannya melalui proses
Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 6 No. 8 ISSN 2354-614X pengkajian berdaur, yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, refleksi (Arikunto, 2009:58). Jenis dan prosedur pengambilan data terdiri dari: Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif yang meliputi hasil belajar dan hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran. Keberhasilan tujuan penelitian dapat ditentukan dari hasil pengolahan data yang bersifat kuantitatif yaitu jika persentase siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) telah mencapai 80%. Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditntukan oleh sekolah yakni 60. Data hasil observasi dideskripsikan dan diolah secara kualitatif. Proses analisis data berlangsung dari awal sampai akhir pelaksanaan tindakan. Analisis data kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang menunjukkan aktivitas yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan metode Role Playing. Uji aktivitas belajar siswa dan pengelolaan pembelajaran oleh guru : Nilai =
∑𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ ∑ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
x 100% (Arikunto, 2007)
Kriteria pencapaian: 81%-100% = sangat baik 61%-80% = baik 41%-61% = cukup baik 21%-40% = kurang baik Data mentah yang diperoleh dari hasil tes dianalisis untuk menentukan keberhasilan tindakan yang dilakukan, yang terdiri dari: a. Daya Serap Individu (DSI) DSI =
b.
Skor yang diperoleh siswa Skor maksimal soal
x 100%
Seorang siswa dikatakan tuntas belajar secara individu jika persentase daya serap individu yang diperoleh sekurang-kurangnya 65%. (Depdiknas, 2006) Ketuntasan Belajar Klasikal (KBK) KBK =
Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa
x 100%
Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Hadmin Luande (471 10 1754)
a.
Suatu kelas dikatakan tuntas belajar klasikal jika sekurang-kurangnya 80% siswa telah tuntas belajar secara individu (Depdiknas, 2006). Kegiatan pembelajaran dianggap berhasil bila daya serap individu minimal 65% dan ketuntasan belajar klasikal mencapai minimal 80%. Indikator Kualitatif
Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 6 No. 8 ISSN 2354-614X Penelitian dianggap berhasil jika seluruh aspek dalam proses pembelajaran berkategori baik atau sangat baik. II. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1. Hasil Penelitian 1. Siklus I Hasil penelitian tiap siklus disajikan pada tabel berikut: Tabel 1 Hasil Aanalisis Tes Siklus I No Siswa yang tuntas Siswa yang tidak Persentase daya Persentase tuntas seraf individu ketuntasan belajar klasikal 1 10 orang 8 orang 60,22, % 55,56% Tabel 1 memberikan kesimpulan bahwa pada siklus I dari 18 siswa yang mengikuti evaluasi materi peristiwa sekitar proklamasi terdapat 10 orang siswa yang mencapai ketuntasan minimal sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yakni 60 dengan persentase sebesar 55,56%. 2. Siklus II Tabel 2 Hasil Aanalisis Tes Siklus II No Siswa yang tuntas Siswa yang tidak Persentase daya Persentase tuntas seraf individu ketuntasan belajar klasikal 1 15 orang 3 orang 76,85, % 83,33% Tabel 2 menyatakan bahwa pada siklus II dari 18 siswa yang mengikuti evaluasi materi peristiwa sekitar proklamasi terdapat 15 orang siswa yang mencapai ketuntasan minimal sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yakni 60 dengan persentase sebesar 83,33%. 3.2. Pembahasan Hasil pengamatan pada siklus I dengan lembar observasi yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisis siswa selama proses pembelajaran pada siklus I menunjukan perubahan kearah yang positif. Hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus I menunjukan adanya peningkatan dibandingkan sebelum diberi pembelajaran dengan metode role playing dalam mengajarkan materi peristiwa Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Hadmin Luande (471 10 1754)
sekitar proklamasi yang berhubungungan dengan fakta sejarah yang dialami Bangsa Indonesia, dimana berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas diperoleh informasi bahwa guru hanya menggunakan metode ceramah dalam mengajarkan materi ini, sehingga siswa terkesan hanya menghayal ketika
Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 6 No. 8 ISSN 2354-614X diajarkan materi ini. Berbeda halnya dengan metode bermain peran, yang seolaholah siswa mengalami sendiri fakta sejarah yang terjadi sehinnga mereka lebih mudah untuk memahami materi yang disampaikan. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2009: 159) yang mengemukakan bahwa metode role playing adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang muncul pada masa mendatang. Hal ini juga didukung oleh pendapat Suyatno (2009: 70) yang mengemukakan bahwa metode bermain peran adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati Hasil belajar siswa sesudah diberi pembelajaran pada siklus II dengan menggunakan metode role playing menunjukan peningkatan. Pada siklus I menunjukan dari 18 orang siswa kelas V SD Inpres 2 Terpencil Lombok yang mengikuti tes tindakan, 8 orang (44,4%) siswa mendapatkan nilai dibawah 60, dan 10 orang (55,56%) mendapatkan nilai diatas 60, Sesudah siklus II dilakukan hasilnya menjadi 3 orang (16,67%) siswa mendapatkan nilai dibawah 60, dan 15 orang (83,33%) mendapatkan nilai diatas 60. Peningkatan ini sudah sesuai dengan apa yang diharapkan dalam indikator keberhasilan dalam penelitian. Oleh karena itu, penelitian tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya. Peningkatan hasil belajar maupun aktivitas guru dan siswa pada siklus II merupakan hasil refleksi dari siklus sebelumnya, dimana setelah siklus I selesai, peneliti dan rekan sejawat berdiskusi untuk mengetahui hal- hal yang perlu diperbaiki mengingat hasil belajar siswa dan aktivitas siswa dan guru pada siklus I belum sesuai dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian ini. Beberapa kekurangan yang ditemui dalam proses pembelajaran baik yang berhubungan dengan siswa maupun guru diperbaiki untuk selanjutnya dilanjutkan pada siklus II. Pelaksanaan tindakan pada siklus II menunjukkan perubahan yang signifikan, dimana sebagian besar siswa sudah dapat memainkan perannya dengan baik, mampu memberikan komentar tentang peran yang dimainkan oleh rekannya, serta sudah mampu untuk melakukan tanya jawab, baik dengan sesama rekannya maupun dengan peneliti. Materi pada siklus II masih berkaitan erat pada siklus I. Dimana, siswa sudah mengetahui peran masing-masing tokoh dalam Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Hadmin Luande (471 10 1754)
memproklamasikan kemerdekaan berdasarkan skenario yang telah diperankan pada siklus I. Setelah siswa selesai memerankan tokoh dengan cara membacakan cerita dan melakukan peran masing-masing, guru menjelaskan cara menghargai dan mengenang tokoh pejuang kemerdekaan dengan cara memberikan contoh
Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 6 No. 8 ISSN 2354-614X kongkrit seperti melakukan hening cipta pada saat upacara bendera setiap hari senin atau hari besar kemerdekaan, melakukan ziarah ke makam pahlawan atau meniru semangat keteladanan para pahlawan seperti pergi ke sekolah dengan semangat dan belajar dengan rajin. Berbeda halnya dengan siklus I, dimana siswa masih merasa canggung untuk memainkan peran, mengingat siswa tersebut berada pada daerah terpencil yang akses informasi maupun teknologinya masih kurang. Siswa juga kesulitan untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar, karena sebagian besar siswa terbiasa berbahasa menggunakan bahasa daerah setempat. Akibat kesulitan dalam berbahasa, siswa merasa malu untuk menjawab pertanyaan guru maupun untuk mengajukan pertanyaan kepada guru ataupun mengomentari peran yang dilakoni oleh temannya. Selanjutnya, peneliti bersama rekan sejawat yang memahami secara penuh kondisi siswa melakukan beberapa perbaikan dalam proses pembelajaran, diantaranya dengan tidak terlalu membebani siswa untuk berperan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar tetapi peneliti berupaya untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa dengan cara memberikan penguatan kepada siswa untuk menggunakan bahasa sesuai dengan kemampuannya, dan selanjutnya peneliti memberikan penjelasan dengan bahasa yang baik dan benar serta mudah untuk dipahami oleh siswa. Hal ini terbukti dapat memotivasi siwa dalam belajar yang dibuktikan dengan skor hasil belajar yang diperoleh siswa secara klasikal mencapai 83,33% serta aktivitas siswa menunjukkan kategori sangat baik. Hasil tersebut memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode role playing terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. III. KESIMPULAN DAN SARAN 3.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: Penerapan metode role playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi peristiwa sekitar proklamasi pada siswa Kelas V SD Inpres 2 Terpencil Lombok yang dibuktikan dengan peningkatan hasil belajar siswa dengan rata-rata ketuntasan klasikal mmeningkat dari 55,58% pada siklus I menjadi 83,33% pada siklus II dengan rata-rata aktivitas siswa meningkat dari kategori baik pada siklus I menjadi kategori sangat baik pada siklus II. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Hadmin Luande (471 10 1754)
5.2 Saran Metode pembelajaran role playing perlu dijadikan alternatif dalam memilih metode pembelajaran pada topik maupun pada mata pelajaran yang lain. Dalam menggunakan metode bermain peran, guru dituntut terlebih dahulu untuk memahami karakteristik peserta didik yang akan memainkan peran agar siswa
Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 6 No. 8 ISSN 2354-614X tidak terkesan asal-asalan dalam memainkan perannya sehingga siswa yang bertindak sebagai pengamat dapat meangkap pesan moral yang disampaikan oleh para pemeran. Metode bermain peran memerlukan waktu yang cukup lama, mulai dari mencontohkan peran yang akan dimainkan siswa hingga menunbuhkan rasa percaya diri siswa untuk berperan maka sebaikanya guru perlu menyapkan siswa berperan sehari sebelum hari pelaksanaannya, serta menetapkan waktu untuk setiap sesi dalam permainan IV.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, S. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group. Sumantri, M. dan Syaodih, N. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Hadmin Luande (471 10 1754)