GURU DALAM DIALEKTIKA BUDAYA DAN PENDIDIKAN Dr. M. Saroni, M.Ag1
ABSTRACT Information is increasingly heavy flooding human life, has forced humans to follow the dynamics of life is getting faster. So that the transmission of knowledge to the students naturally tend to become less dominated enabled through a learning process that teachers do in the classroom. Initially the process of transmission of knowledge can take place vertically from top to bottom, but then armed with more information is obtained by the students outside the classroom, it is not impossible to turn into horizontally even vertically from bottom to top because the information can be obtained from various sources. When the teacher can not fully meet the demands of perfect, not a reason for teachers to be skeptical, because there is the value of a personality that has a role and a function that should be retained by a teacher. A professional teacher will try to look for in order to acquire, manage and use information from various sources continuously, but still maintain the value of the teacher's personality principle semstinya. Moreover, the effort seriously, periodically teachers can do research on how the development of students in the learning process in the classroom, by doing classroom action research (CAR). Keywords: Teacher, Communication, Culture and Education transmissions. ABSTRAK Informasi yang semakin deras membanjiri kehidupan manusia, telah memaksa manusia mengikuti dinamika kehidupan yang semakin cepat. Sehingga transmisi ilmu bagi kalangan siswa secara alamiah memungkinkan cenderung semakin kurang didominasi melalui proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas. Awalnya proses transmisi ilmu bisa berlangsung secara vertikal dari atas ke bawah, tetapi kemudian berbekal informasi yang lebih banyak diperoleh siswa di luar kelas, tidak mustahil berubah menjadi horizontal bahkan vertikal dari bawah ke atas karena informasi bisa diperoleh dari berbagai sumber. Di saat guru tidak dapat memenuhi tuntutan secara utuh sempurna, bukan alasan bagi guru untuk bersikap skeptis, sebab ada nilai kepribadian yang mempunyai peran dan fungsi yang semestinya tetap dipertahankan oleh sosok guru. Seorang guru yang profesional akan berusaha untuk mencari agar memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi dari berbagai sumber secara kontinyu, tetapi tetap memepertahankan nilai prinsip kepribadian guru yang semstinya. Apalagi dengan usaha yang sungguh-sungguh, secara periodik guru dapat melakukan penelitian tentang bagaimana perkembangan siswa dalam proses pembelajaran di kelas, dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Kata-Kata Kunci : Guru, Komunikasi, Trasmisi Budaya dan Pendidikan.
mengguncangkan dan hilangnya orientasi, yang
A. PENDAHULUAN Awal tahun tujuh puluhan, banyak
dialami oleh setiap individu apabila dihadapkan
orang telah membaca karya tulis Alvin Tofler
dengan terlalu banyak perubahan dalam waktu
yang melemparkan istilah ‘kejutan masa depan’ (future
shock),
yaitu
suatu
tekanan
yang Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 73
yang
singkat. 1
terlalu
Kemudian,
pendapat umum di dunia pada
banyak
awal tahun
menguasai keadaan daripada pengendaliannya.
sembilan puluhan, yang mengatakan bahwa saat ini
kita
tengah
dialektika sosial budaya yang sangat dinamis,
komunikasi, bahkan ada yang menyebutnya
dan turut mempengaruhi terhadap ketahanan
sebagai
mental kepribadian setiap individu yang sedang
ledakan
abad
Melalui interaksi kemudian terjadi
revolusi
abad
memasuki
usaha dalam
komunikasi
(the
communication explotion). 2
berada dalam proses interaksi tersebut. Di satu
Senang atau tidak,
yang pasti dunia
sisi
banyak
orang
yang
lebih
kuat
pendidikan pada tahun sembilan puluhan apalagi
mempengaruhi, tetapi di sisi lain banyak pula
setelah memasuki abad ke dua puluh satu ini,
orang cenderung lebih banyak dipengaruhi.
termasuk di Indonesia tengah berada dalam
Individu
dinamika sosial kehidupan masyarakat yang
terpengaruh oleh orang lain, antara lain sebagai
semakin kebanjiran informasi, yang memicu
akibat kurang mampu
terhadap proses komunikasi yang semakin cepat
mental yang kuat. Akibatnya, ada di antara orang
serta akurat, seiring laju perkembangan berbagai
atau masyarakat yang kemudian ia terjerumus
ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang
ke dalam mental yang suka menerabas karena
mendukung bidang informatika.
untuk mengejar ketertinggalan. Mental suka
Walaupun
semakin
lebih
cenderung
mudah
memelihara ketahanan
dalam
nerabas yaitu mentalitas yang bernafsu untuk
pengoperasian software (perangkat lunak) dan
mencapai suatu tujuan dengan berbagai cara
hardware
teknologi
yang penting cepat mencapai target, dimana
informatika, dan dapat dibeli dengan harga yang
orang akibatnya tidak berusaha memelihara
semakin
kerelaan
(perangkat
murah,
mudah
yang
keras)
tetapi
berkat
perangkat
hati
untuk
menghargai
dengan
teknologi bidang informatika ini orang semakin
mengutamakan orang yang telah lebih dahulu
mampu menjelajah hingga menembus batas
melakukan langkah yang benar dari permulaan
antarlintas budaya dari berbagai etnis dan ras
dengan langkah setahap demi setahap. 3
yang sangat cepat dan luas menjangkau ke
Mentalitas
suka
menerabas
terus
berbagai kawasan di muka bumi. Sehingga
merambah ke hampir setiap individu, tetapi lebih
proses interaksi antar masyarakat dunia, dalam
dominan lagi terjadi pada kalangan masyarakat
hitungan waktu yang sangat cepat telah menjadi
yang tingkat kepribadiannya cenderung sangat
fenomena
labil. Bahkan dengan semakin kuat mental suka
yang
sulit
dikendalikan,
karena
interaksi itu sendiri cenderung berlangsung lebih
menerabas, akan membentuk memicu
1
William F. O’neil, 2008, Idiologi-idiologi Pendidikan, Pustaka Pelajar, hlm 3 2 Harmoko, 1992, Globalisasi Komunikasi dan Kemajuan Teknologi Informasi, Deppen RI, Jakarta, hlm 35
terhadap
sikap
kebiasaan yang yang
cenderung
mengabaikan nilai-nilai luhur budaya, dan akan 3
Koentjaraningrat, 1993, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, hlm 46
74 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84
mudah pula berkembang
perasaan kurang
lebih
berhak
untuk
mengakui
sebagai
banggga terhadap budaya bangsa sendiri, karena
pemiliknya. Baru setelah ada pernyataan resmi
dipandang sebagai budaya yang rendah daripada
dari UNESCO tanggal 2 Oktober 2009 lalu yang
budaya lain. Pendapat atau kondisi perasaan
menyatakan
seperti ini disebut oleh Alatas dalam Yusmar
kesenian yang diklaim Malasyia diakui sebagai
Lubis, sebagai captive mind syndrome. Suatu
produk budaya aseli Indonesia, maka protes
kondisi mental yang banyak
mulai
masyarakat
di
negara-negara
merambah yang
ke
bahwa
mereda
Batik
dengan
dan
jenis-jenis
menyisakan
rasa
sedang
nasionalisme yang meningkat. Bahkan ada
berkembang dan negara miskin serta negara
himbauan dari suatu instansi untuk mengenakan
bekas jajahan. 4
baju Batik pada setiap hari Jum’at. Kita lihat di sisi lain, banyak orang
B. GURU, BUDAYA DAN PENDIDIKAN
Indonesia yang merasa tidak begitu tertarik dan
DALAM HUBUNGAN RESIPROKAL
tidak merasa bangga lagi terhadap budaya aseli
Melalui media cetak dan elektronik
Indonesia. Yang dimaksud budaya tentu tidak
terutama dari media internet dan televisi, kita
hanya berupa seni musik, ukir dan artefak,
dengan segera dapat melihat dan menyimak,
bahkan nilai atau norma yang melekat dalam ciri
walaupun terkadang kita tidak dapat merasakan
dan cara kehidupan sosial pada suatu masyarakat
adanya pengaruh dari informasi yang diperoleh
yang dilakukan oleh setiap individu atau
itu terhadap diri kita padahal pengaruh itu
kelompok termasuk bagian dari budaya. Antara
sedang berlangsung.
lain, dengan adanya aturan tertulis atau tidak
Ada suatu fenomena menarik, misalnya
tertulis yang mengatur tatacara pergaulan antar
di saat masyarakat Indonesia telah hanyut
lawan jenis, sehingga bagi setiap orang yang
dengan irama dan aroma budaya Barat, mulai
melanggarnya akan mendapat sangsi karena
dari verbal hingga nonverbal dengan tidak
dianggap
mempertimbangkan apakah positif atau negatif,
Tetapi karena pengaruh dari luar (Barat) lebih
seakan itulah budaya yang telah menjadi bagian
kuat sehingga tanpa pertimbangan pemikiran
dari dirinya Tetapi anehnya di saat muncul berita
yang memadai, maka saat ini malah banyak
tentang pernyataan oknum dari Malaysia, yang
orang yang berani melanggar tabu tersebut,
mencoba mengklaim beberapa pulau dan produk
seperti berpelukan antar lawan jenis atau
seni budaya aseli Indonesia, termasuk seni
perbuatan lainnya yang dilakukan apalagi oleh
budaya Sunda, spontan menuai protes terutama
kalangan terpelajar.
dari kalangan pemerhati dan pencinta budaya Indonesia, karena bangsa Indonesia
merasa
telah melakukan perbuatan tabu.
Apabila kita lebih mengedepankan pemikiran yang positif (positif thinking), dapat ditemukan pula nilai-nilai budaya dari Barat
4
Yusmar Lubis, 2001, Psikologi Antar Budaya, Rosdakarya, Bandung, hlm 28
yang sangat positif untuk dijadikan pelajaran. Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 75
Tetapi yang terjadi justru banyak dari kalangan
siap membodohi untuk generasi berikutnya.
muda termasuk pelajar atau mahasiswa lebih
Sebab ada kemungkinan siswa yang sering
memilih pergaulan bebas yang melanggar nilai
menonton filem tentang ditektif dan kelicikan
luhur kemanusiaan, atau pesta minuman keras
penjahat yang sering melakukan distorsi fakta.
yang telah dijadikan sebagai sesuatu yang
Ini akan membuat sadar siswa bahwa dirinya
dibanggakan kemudian ditiru pula. Bukankah
sedang dibodohi oleh guru yang selama ini ia
kalangan
calon
hormati dan sangat dibanggakan, yaitu dengan
pemimpin yang sangat diharapkan menjadi
adanya upaya pembalikan fakta melalui praktik
pemimpin yang baik di negara ini ?
simulasi pencitraan. Pencitraan
terpelajar
adalah
sebagai
Lebih ironis lagi banyak pula kalangan
yang pada
akhirnya dapat diketahui jejaknya oleh siswa.
guru yang berperilaku lebih jelek dari siswanya,
Karena yang membodohi itu guru
diperparah oleh adanya oknum dari kalangan
mereka sendiri, maka bimbingan dengan bahasa
penegak hukum dan pembuat kebijakan yang
verbal (lisan) yang diiringi bahasa nonverbal
terlibat dalam kasus kriminal dan pergaulan
berupa perilaku fisik dan tatapan mata yang
bebas. Ini merupakan tindakan kriminal yang
disejuk-sejukan, atau guru mengenakan seragam
sangat efektif, dan pengaruhnya dapat merusak
dengan
kepercayaan siswa terhadap guru dan secara
pemilihan waktu yang disesuaikan, ini pun tidak
umum telah merusak terhadap tujuan pendidikan.
akan mudah merubah sikap perilaku siswa
Apalagi
karena
secara
hukum
warna
terhadap
anggun,
guru
yang
dan
menentukan
dianggap
telah
perbuatan itu salah, tetapi kemudian melalui
mengecewakan, dan bahkan akibat kekecewaan
simulasi dan publikasi yang sistematik maka
tersebut dapat melunturkan kepercayaan siswa
orang yang bersalah dapat membalikan fakta
terhadap guru yang jelas-jelas diketahui sangat
kriminal menuju poskriminalitas sebagai orang
membodohinya.
yang dicitrakan sebagai orang yang seakan-akan
Kemudian,
melalui
percepatan
benar, serta selamat dari jeratan hukum. 5
(akselerasi)
Kornologi seperti ini, lebih celaka lagi apabila
kesementaraan irama nilai budaya yang semakin
siswa yang diharapkan pintar justru dibodohi dan
tinggi dalam masyarakat, tidak dapat kita
perubahan,
kebauran
dan
pungkiri pada akhirnya akan mempengaruhi 5
Yasraf Amir Pialang, 2004, Posrealitas, Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika, Jalasutra, Yogyakarta, hlm 168 : Postkriminalitas adalah sebuah kondisi di saat kejahatan tampil dalam simulasinya, yaitu simulasi kejahatan (simulation of crime). Simulasi kejahatan adalah kejahatan, yang dengan sengaja diciptakan atau direkayasa oleh pihak tertentu, yang lewat teknologi pencitraan (Imagology) dan teknik narasi (narrative), kejahatan tersebut dipresentasikan lewat media tertentu, sehingga realitas kejahatan dan kebenaran (truth) dibaliknya, seakan-akan seperti yang tampil dalam media tersebut. Padahal, representasi tersebut adalah hasil manipulasi media semata.
dinamika terhadap paradigma dunia pendidikan yang cepat pula, dimana pendidikan dan kebudayaan mempunyai hubungan resiprokal dengan
kondisi
sosial
masyarakat. 6 Sebab
pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, 6
H.A.R. Tilaar, 2002, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidkan Nasional, Rosda, Bandung, hlm 200.
76 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84
dan kebudayaan itu sendiri sebagai sesuatu yang
tergilas roda jaman, dan hanya sedikit ia
terus berubah, antara lain dimotori oleh kegiatan
berperan
pendidikan, dimana keduanya mempunyai sifat
transformatif dan dinamis sehingga eksistensi
esensil bagi kehidupan manusia. 7
dan kompentensinya tidak sebagaimana yang
Hanya
manusia
kreatif,
diharapkan untuk dapat meningkatkan kualitas
berkebudayaan, karena manusia dapat berbahasa
SDM (sumber daya manusia) yang lebih baik,
dan belajar akibat manusia dapat menggunakan
terutama bagi siswa.
dan
tanda
yang
yang
sosok
dapat
lambang
manusia
sebagai
bersumber dari
Kedua; apabila guru kurang membina
akalnya. Bersumber dari kekuatan akal itulah,
keterampilan dalam berkomunikasi, sehingga ia
kebudayaan merupakan
tidak
8
cara berlaku
yang
mampu
bertindak
sebagai
seorang
dipelajari sehingga membentuk ciri khas pada
komunikator yang mampu berkomunikasi secara
setiap komunitasnya, dengan tidak tergantung
komunikatif dengan siswa, maka eksistensi guru
melalui transmisi biologis dan tidak melalui
menjadi sulit mendapat tempat di hati para
unsur genetik, serta keberadaan budaya tidak
siswanya.
9
Karena
dengan
lemahnya
bersifat individual. Barangkali disinilah terletak
keterampilan di bidang ini, akan berdampak
afinas atau resiprokal antara pendidikan dan
terhadap kemampuan guru dalam mengakomodir
kebudayaan, keduanya merupakan khas insani.
harapan siswa. Dan guru seperti ini cenderung akan kalah saing dibanding kemampuan siswa yang terus dapat mengakses informasi dari
C. EKSISTENSI GURU DALAM
berbagai
TRANSMISI BUDAYA Ada beberapa bagian penting yang dapat diantisipasi oleh setiap guru. Antara lain; Pertama; apabila para guru tidak berusaha
meningkatkan
kemampuan
untuk
media
informatika
terutama
dari
internet yang kapasitasnya jauh lebih banyak dan mudah dipahami oleh siswa. Apalagi saat ini dapat diakses melalui fasilitas internet dalam bentuk phonsel celluler.
menguasai ilmu pengetahuan sesuai tugas dan
Internet sangat penting, eksistensinya
fungsi secara profesional, serta malas membina
bukan hanya ilmu pengetahuan yang dapat
kecerdasan intelegensi, emosional dan spiritual
ditransmisikan dalam kecepatan tinggi, tetapi
yang
juga
dibutuhkan
untuk
menghadapi
data
dan
informasi mengolah,
yang
mampu
perkembangan jaman ini, maka guru cenderung
mengakumulasi,
menganalisis,
hanya sebagai penunggu waktu, yang senantiasa
mensistematis data yang informatif hingga menjadi ilmu pengetahuan yang bermanfaat. 10
7
Harsojo, 1999, Pengantar Antropologi, Binacipta, Bandung, hlm 19. 8 Antonius Atosokhi Gea, dkk, 2006, Character Building II Relasi dengan Sesama, Gramedia, Jakarta, hlm 35-36. 9 Antonius Atosokhi Gea, dkk, 2006, Character Building II Relasi dengan Sesama, Gramedia, Jakarta, hlm 35-36
Tidak aneh apabila saat ini, atau suatu saat nanti para siswa akan menjadikan media informasi 10
Veihtzal Riva’i dan Sylviana Murni, 2009, Education Management, Rajawali Press, Jakarta, hlm 3
Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 77
sebagai panutan utama ketimbang sosok guru
dalam perkembangan moral yang dapat diamati
karena semakin tertinggal jauh dalam perolehan
pada perilaku dan dirasakan dengan jujur oleh
dan pengolahan informasi. Maka otomatis dalam
hati paling dalam. Lalu bagaimanaguru dengan
proses transmisi (pemancaran) ilmu mengalami
profesionalismenya
pergeseran nilai yang berdampak terhadap
sebagai
kharismatika guru di hadapan para siswa.
kebaikannya ternyata tidak memenuhi harapan
Lebih ironis lagi apabila di saat ini, ada
sosok
yang
yang
diharapkan
pantas
tetap
ditiru
segala
berbagai kalangan ? Nah,
guru atau dosen yang sejak ia masih kuliah
apabila
dulu
dalam
proses
sebagai mahasiswa hanya memiliki satu buku
transmisi keilmuan berlangsung secara vertikal
jadul (jaman dulu), dan setelah jadi dosen atau
dari atas ke bawah, tetapi saat ini akibat banyak
guru ternyata bukunya itu-itu juga, tetapi masih
siswa
untung apabila buku tersebut sering dibaca
informasi dalam jumlah yang sangat banyak dari
daripada tidak pernah membaca --- lumayan
berbagai
media
tetapi
terbuka
kesempatan
mengerikan.
Sedangkan
siswa
atau
yang
semakin
mampu
informatika,
mengakses
dan
menimba
semakin
ilmu
dari
mahasiswa secara intensif setiap hari membaca
lembaga-lembaga kursus yang lebih mudah
karya tulis di internet yang ditulis para ilmuwan,
diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan
bahkan diselingi pula membaca informasi terkini
sehari-hari. Tidak mustahil proses transmsisi
yang silih berganti dari sumber yang beragam.
ilmu di kelas cenderung menjadi horisontal
Bukankah secara alamiah akibat perolehan dan
dengan mengabaikan sedikit kepantasan nilai
ketekunan mengolah informasi yang dilakukan
tradisional budaya, dan secara alamiah siswa
seseorang akan berpengaruh tidak hanya akan
akan menempatkan peran guru hanya sebagai
semakin bertambahnya pengetahuan, tetapi juga
moderator dimana siswalah sesungguhnya yang
terhadap
lebih
rasa
percaya
diri,
dan
spontan
menguasai
materi,
atau
fasilitator
memunculkan cahaya atau raut wajah dan sorot
penghantar perolehan nilai angka belaka yang
mata yang khas ?
menjadi syarat siswa memperoleh kesempatan
Ada suatu pertanyaan; masih seberapa
lulus ujian. Oleh karena itu, bahkan menurut dalam Wiiliam F. O’neil. 11,
tinggi sih saat ini citra guru sebagai sosok
Magret Mead
panutan
apabila guru tetap statis tanpa melakukan usaha
atau
manusia
serba
tahu
dalam
pandangan siswa?, Jawabannya, ya terserah guru
yang
dan siswa serta kalangan masyarakat yang turut
kemampuan dalam memperoleh dan mengolah
memperhatikan
dinamika
informasi melalui media yang memadai, maka
pendidik, pendidikan dan kependidikan itu
proses transmisi ilmu dalam perkembangan
sendiri. Hanya saja yang pasti walaupun nilai
berikutnya akan cenderung lebih mengikuti alur
citra dalam hal ini adalah sesuatu yang subjektif,
vertikal
eksistensi
dan
tetapi pengaruh nilai itu dapat terefleksikan ke 78 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84
sungguh-sugguh
11
dari
bawah
untuk
(siswa
William F.Oneil, Ibid, hlm 5
meningkatkan
yang
banyak
memperoleh informasi) ke atas (guru yang gagap
masyarakat di perdesaan, tetapi lebih cepat dan
teknologi, tidak rajin membaca buku-buku
mudah dirasakan bagi guru atau dosen yang
ilmiah atau media cetak lainnya, dan tidak rajin
berada di kota-kota besar. Dengan harapan
pula membuka situs yang menyajikan ilmu
melalui tulisan ini tentu para guru tidak terjebak
pengetahuan pada internet).
pada sikap skeptis di saat setiap guru masih
Terserah setuju atau tidak, tetapi ada
belum mampu memenuhi tuntutan jaman secara
pertanyaan benarkah sekolah adalah satu-satunya
utuh sempurna. Sebab walaupun penguasaan
lembaga pendidikan? Atau hanya suatu lembaga
ilmu pengetahuan dan teknologi informatika
pencetak keadaan seseorang yang apabila lulus
tetap sangat diperlukan, tetapi ada sesuatu yang
kemudian berhak mendapatkan sertifikat, atau
jauh lebih utama yang tidak akan didapatkan
surat tanda tamat belajar (ijazah) sehingga
hanya melalui media teknologi informatika, yaitu
dengan secarik sertifikatlah otomatis telah
dapat dilakukan melalui nilai kepribadian guru
membedakan antara orang yang berpendidikan
yang jujur, sabar dan ikhlas, kemudian dikemas
dengan yang tidak berpendidikan ?
dengan
keterampilan
dalam
mengkomuni-
Bagaimana pula dengan eksistensi guru
kasikannya terhadap siswa melalui tatap muka
sebagai pendidik, artinya bahwa pendidik adalah
dan perilaku yang baik. Ada pendapat Plato
orang
mempengaruhi
dalam Anton Becker, bahwa proses simbolik
perkembangan seseorang, yaitu manusia, alam,
yang terjadi pada manusia mempunyai hubungan
dan kebudayaan, baik yang dilakukan dengan
yang determinan dengan keadaan diri, dimana
yang
berusaha
sadar atau terkadang tidak.
12
Dimana pendidik
hubungan manusia dengan manusia adalah
menempati posisi terhormat yaitu sebagai orang
pertemuan langsung dari jiwa ke jiwa, baik
‘alim, shalih dan sebagai uswah sehingga guru
melalui bahasa verbal maupu melalui bahasa
ditutut beramal saleh sebagai aktualisasi dari
nonverbal berupa tingkah laku. 13
keilmuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, di
Saat tatap muka inilah berlangsung
sinilah guru seharusnya menyadari benar bahwa
proses komunikasi jiwa yang apabila diolah
mengajar merupakan pekerjaan
dengan
sangat mulia,
ketulusan
hati,
otomatis
akan
tetapi tidak sederhana dan mudah dalam
memancarkan rasa simpati dan empati dari siswa
praktiknya, sebab mengajar sifatnya sangat
terhadap
kompleks yang melibatkan aspek pedagogis,
Berbekal dua pancaran, secara dialektis jiwa
psikologis, dan didaktis secara bersamaan.
siswa mengalami proses internalisi budaya,
Kembali
kepada
kita
guru
demikian
pula
sebaliknya.
tentang
antara lain karena secara inheren siswa akan
pergeseran nilai. Walaupun pergeseran nilai telah
merasa membutuhkan kedekatan jiwa dengan
lama merambah sedemikian jauh hingga ke 13
12
A. Tafsir, 2006, Filsafat Pendidikan Islami, Rosdakarya, Bandung, hlm 170
Anton Baker , 2000 , Antropologi Metafisik, Pustaka Filsafat, Yogyakarta, hlm 250
Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 79
guru, maka posisi guru mempunyai peranan
Dari kasus tersebut, bagi seorang guru
sebagai sosok penting yang paling mampu
yang berusaha bertindak profesional dalam
mengakomudir harapan siswa untuk mendapat
menjalankan tugasnya, ia akan mencoba mencari
pengetahuan. Karena pengetahuan yang didapat
tahu
tersebut didasari oleh kesadaran jiwa, maka apa
berbagai teori yang diperkirakan mempunyai
yang didapatkan itu kemudian ditranmisikan
hubungan dengan kasus, sehingga ditemukan
pula kepada orang lain baik dalam bentuk
metode yang lebih strategis, efektif, dan efisien
ucapan, atau ditransmisikan melalui perilaku dan
untuk
karya-karya lain yang langsung bermanfaat bagi
pembelajaran.
akar
permasalahan
diimplementasikan
dengan
dalam
mengkaji
proses
Di saat menemukan suatu kejanggalan,
kehidupan manusia secara sadar pula.
dimana antara tujuan dan hasil pembelajaran D. GURU SEORANG KOMUNIKATOR
mengalami kesenjangan maka secara otomatis
DALAM MEMAHAMI
seorang guru yang berusaha profesional akan
PERKEMBANGAN SISWA
membuat paraduga penyebab timbulnya kasus
Untuk mencapai tujuan pendidikan
sekaligus melakukan introspeksi diri. Sehingga
sebagaimana yang diharapkan oleh guru, orang
para siswa di kemudian hari akan lebih mudah
tua dan siswa serta kalangan masyarakat lainnya
memahaminya karena materi yang disampaikan
tentu tidak mudah. Dalam hal ini, di samping
semakin menarik. Kemudian, berbekal dari
guru tetap membina ketulusan hati dan berupaya
praduga dan instrospeksi diri serta dengan
meningkatkan kemampuan dalam penguasaan
kesadaran
ilmu pengetahuan dan teknologi, juga dalam
memperbaiki langkah yang lebih baik, serta
rangka untuk mendapatkan informasi yang
membuat suatu rencana strategis di antaranya ia
akurat tentang perkembangan siswa, maka perlu
berusaha memerankan diri sebagai komunikator.
dilakukan penelitian yang intensif terhadap
Komunikator
perkembangan
Jalaluddin
setiap
siswa
dalam
proses
yang
bulat,
menurut
Rahmat,
guru
Aristoteles mempunyai
mencoba
dalam karakter
pembelajaran di kelas yaitu dengan PTK
sebagai etos yang terdiri dari pikiran baik, akhlak
(Penelitian Tindakan Kelas). Mengawali PTK
yang baik dan maksud yang baik.
14
ini, guru terlebih dahulu berusaha menemukan
Pertama; yang dimaksud pikiran yang
kasus permasalahan, misalnya: ada materi yang
baik dapat ditafsirkan, bahwa seorang guru
seharusnya mudah untuk dipahami oleh siswa,
merasa wajib memahami hingga menguasai
tetapi mengapa dalam kenyataannya hampir
materi yang ia pelajari agar materi pembelajaran
setiap siswa di kelas sulit untuk memahami isi
mudah dipahami pula oleh para siswa.
materi yang disampaikan oleh seorang guru tertentu, sedangkan apabila disampaikan oleh guru yang lain malah mudah dipahami?
14
Jalaluddin Rahmat, 2001, Psikologi Komunikasi, Rosdakarya, Bandung hlm 255
80 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84
Kedua; adapun akhlak yang baik, ini
misalnya dengan membual. Dipersiapkan dengan
merupakan sikap baik batiniyah guru yang
rajin melatih kembali kemampuan diri juga
spotanistas terefleksi menjadi sikap perilaku
memahami karakter dan tipikal individual siswa,
lahiriah
akibat
kemudian rajin membuka berbagai sumber
pemahaman dan penguasaan materi yang baik
materi pembelajaran yang diiringi senantiasa hati
terhadap materi pembelajaran. Akibatnya, setiap
yang ikhlas bahwa apa yang dilakukannya adalah
siswa selain semakin mudah memahami dan
untuk membuat setiap siswa semakin meningkat
menguasai materi pembebelajaran, juga akan
kualitas kecerdasanya.
yang
baik
pula
sebagai
Dalam kisah fiktif begini; ada salah
merasa lebih yakin dan ikhlas karena dipertegas oleh adanya relevansi
bahasa verbal dan
nonverbal yang dipancarkan oleh perilaku guru.
seorang
guru
menyampaikan
yang materi
apabila
sedang
pembelajaran
dalam
Ketiga; adalah tujuan yang baik, tentu
kelas, ia senantiasa bercerita tentang itu dan ini
ini merupakan harapan utama yang hendak
dan sesekali menceritakan bahwa dirinya sering
dicapai dari suatu proses pembelajaran. Dimana
berdialog melalui internet yang dilengkapi
guru dapat menjalankan tugas dan fungsinya
webcam dengan orang-orang Bule. Para siswa
dengan
rasa
awalnya tentu percaya dan sangat yakin akan
dengan
kepandaian guru tersebut, dan apabila ada siswa
semakin bertambah ilmu pengetahuan akan
yang mengajukan pertanyaan maka siswa itu
semakin baik pula sikap perilakunya untuk
percaya kepada gurunya yang akan dapat
menyertai setiap langkah dalam kehidupannya.
menjawab setiap pertanyaan, apalagi dengan
baik,
benar
dan
tanggungjawab.
Maka
siswa
penuh pun
Ada suatu kasus katakanlah ini reka
wawasan yang diakuinya sangat luas terutama
piktif belaka, yaitu; misalnya tentang kasus yang
informasi
dilatarbelakangi
guru
bersumber dari media internet, apalagi guru itu
tertentu yang dipandang oleh siswanya tidak
pun mengakui bahwa ia mampu berkomunikasi
mampu membuat situasi dan kondisi proses
dengan orang-orang dari manacanegara ---
pembelajaran yang nyaman, dan mudah ditebak
maklum ia adalah seorang guru Bahasa Inggris.
oleh siswa bahwa tingkat pengetahuan yang
Tetapi lama-lama membuat perasaan siswa jadi
dimiliki oleh guru tersebut dipandang siswanya
bosan
sangat dangkal. Padahal apabila guru tersebut
dongeng. Dalam benak siswa, berapa prosen sih
melangkah dengan pikiran yang baik, akhlak
ia menyampaikan materi pokok pelajaran, lha
yang baik, dan dengan tujuan yang baik ia akan
wong dari awal hingga akhir waktu pembelajaran
terlebih dulu membuat persiapan yang matang,
kok hanya dongeng pengalaman dirinya saja.
oleh
karena
seorang
yang
diperoleh
mendengarnya,
sebab
oleh
gurunya
lebih
banyak
dan terhindar dari kemungkinan melakukan
Dasar harus terkena batunya, tidak
rekayasa diri untuk menutupi ketidakmampuan
menyangka satu minggu kemudian datang
dalam
seorang siswa baru.
menguasai
materi
pembelajaran
---
Ia merupakan
siswa
Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 81
pindahan dari sekolah di kota lain. Kebetulan
percaya diri, apalagi kemudian lebih banyak
siswa baru tersebut adalah anak seorang pejabat
diam dengan wajah pucat. Sebab guru itu
tinggi yang baru dilantik untuk memimpin suatu
ternyata sudah lama tidak lagi membuka internet,
dinas instansi di kota tersebut. Pada hari awal
demikian buku-buku ilmiah yang dulu selalu
masuk, ia telah diijinkan oleh pihak sekolah
dibaca ternyata sekarang tidak pernah lagi
untuk memulai mengikuti pembelajaran bersama
dibacanya pula, apalagi dalam penguasaan
temanya yang kebetulan
bahasa Inggris yang ia akui di depan para siswa
saat itu pelajaran
Bahasa Inggris itu. Pada saat siswa yang baru
seminggu
tersebut mulai masuk dan telah duduk di bangku
adanya cenderung monoton karena tidak pernah
dengan tenang tetapi masih malu-malu juga, ia
diasah lagi melalui dialog dengan sesama ahli
dipersilahkan
bahasa Inggris.
oleh
gurunya
agar
sebelumnya---
ternyata
begitulah
mengajukan
Kisah dan perlaku guru di hadapan
pertanyaan seputar perkembangan ilmu saat ini,
siswa baru di atas melalui proses dialektis secara
serta dipersilahkan apabila mampu dengan
inheren terinternalisasi ke dalam kerpribadian
mempergunakan bahasa Inggris. Ya…, karena
siswa lainnya, sehingga membentuk idiom
siswa yang baru itu telah terbiasa membuka situs
budaya
bianglala ilmu bahkan sering berkomunikasi
merupakan bukti bahwa guru tersebut tidak
dengan orang-orang dari mancanegara di saat
berhasil menjadi seorang komunikator. Carrol R.
berpengalaman melancong ke tempat-tempat
Ember dan Malvin R. Ember mengungkapkan
wisata seperti Candi Prambanan, Pantai Kuta
“Our communication obviously is not limited to
atau di saat ke Singapura, atau bahkan melalui
spoken language. We communicate directly
faceIbook, apalagi ia sangat cerdas dan rajin
through body stance, gesture, and tone of voice,
belajar di lembaga kursus Bahasa Inggris
indirectly through systems of signs and symbols,
ternama di kota tempat ia dibesarkan. Maka
such as algebraic equations, musical scores,
dengan tidak canggung lagi, siswa itu langsung
painting, code flags, and road signs. …”. 15.
memperkenalkan
memperkenalkan
diri
diri
dan
bahkan
sesekali
yang
Akibat
kira-kira
sebangun,
selanjuntnya,
serta
dengan
mengajukan pertanyaan dengan bahasa Inggris
kemampuan
yang pasih kepada guru dengan santunnya
mewarnai tindakan lahiriah yang muncul saat
sebagaimana permintaan dari guru.
berlangsung interaksi sosial, maka dalam proses
Tetapi, guru yang biasanya nampak percaya
diri
bahkan
mengaku
berpikir
dan
perangai
yang
dialektis secara inheren terinternalisasi ke dalam
sering
jalan pikiran dan sikap perilaku siswa sebagai
berkomunikasi dengan orang dari mancanegara
generasi penerus budaya. Oleh karena itu,
dan mengakui luas pengetahuan, kok pada hari
seorang komunikator (guru) dengan etosnya juga
itu penampilannya berubah lain dari biasanya, ini sangat terlihat dari perilakunya yang kurang
15
Carrol R. Ember, 1985, Antropology, Englewood Cliffs, New Jersey
82 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84
harus mempunyai kredibilitas yang terdiri dari
evaluasi, kemudian seorang guru membuat
dua unsur yang harus ada, yaitu keahlian dan
perencanaan pembelajaran dengan benar, dan
dapat dipercaya, dengan dimensi-dimensi terdiri
berusaha menempatkan metode serta teknik
dari; pertama; dimensi internalisasi dimana
berkomunikasi dalam pembelajaran yang tepat
pesan seorang komunikator dapat mempengaruhi
pula.
karena perilaku dianggap sesuai dengan sistem nilai komunikan;
Oleh karena itu, dapat diteliti oleh guru berbagai faktor penyebab internal dan eksternal
Kedua;
dimensi
identifikasi
yaitu
tidak hanya saat berlangsung proses komunikasi
apabila apa yang disampaikan oleh komunikator
pembelajaran
merasa
melatarbelakangi setiap indivdu siswa sehingga
sebagai
materi
yang
didefinisikan
di
kelas,
apa
mempengaruhi
komunikan;
memperkirakan kemungkinan apa yang terjadi setelah
setiap
siswa
komunikasi,
yang
sebagai bagian yang dapat memuaskan diri
Ketiga; dimensi kemampuan untuk
proses
tetapi
mengikuti
dan
proses
complieance (ketundukan) sehingga komunikan
pembelajaran tersebut. tentu perkiraan ini tidak
merasa puas atas materi yang disampaikan
trial and eror; karena:
komunikator.
Pertama; berdasarkan hasil penelitian
Atau kasus lainnya yang menarik untuk
yang valid dengan dukungan data yang akurat,
serta
bagi
yang kemudian dapat melahirkan perhitungan
perkembangan kepentingan pendidikan di tempat
rasional dan logis yang dapat meningkatkan
guru itu mengajar. Kemudian diinventarisir,
pengetahuan
diverivikasi,
(proposional knowledge).
diteliti
bermanfaat
dan
segera
terutama
dibuat
rencana
yang
dapat
dibahasakan
penelitian. Umumnya rencana penelitian disebut
Kedua; tentu PTK dilakukan dengan
usulan peneltian atau proposal penelitian sebagai
jujur dan ketulusan hati demi peningkatan
panduan bagi peneliti dalam melaksanakan
kualitas siswa termasuk guru, sehingga dapat
tahapan penelitian. 16
mempertajam pengetahuan yang tidak selamanya dapat
dapat dibahasakan (tacit knowlwdge). Tacit
mengevaluasi cara dan ciri komunikasi mana
knowlwdge ini menurut Guba dan Lincoln dalam
yang perlu diperbaiki sehingga akan relevan
A. Chaedar Alwasilah
dengan tujuan pembelajaran, atau cara dan ciri
penggunaan
komunikasi mana yang harus dihindari karena
pengetahuan lain yang tak terbahasakan. 17
Melalui
PTK
inilah,
guru
intuisi,
merupakan kekuatan perasaan,
firasat
dan
tidak relevan dan merusak setrategi dan tujuan pembelajaran
dalam
peningkatan
kualitas
sumberdaya manusia (siswa). Berbekal hasil 17
16
Kunandar, 2008, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Rajawali Press, Jakarta, hlm 11
A. Chaedar Alwasilah, 2008, Kualitatif, Pustaka Jaya, Jakarta, hlm 103-104.
Pokoknya
Guru Dalam Dialektika Budaya dan Pendidikan | 83
E. KESIMPULAN Pendidikan
mempunyai
hubungan
resiprokal dengan lingkungan sosial budaya dimana manusia itu hidup dan berkembang, sehingga eksistensi guru dengan peran dan posisinya sebagai tenaga pendidik dan pengajar sangat menentukan perubahan budaya pada suatu masyarakat. Oleh karena itu, berpikirlah yang baik, berperilakulah yang baik dan bulatkan tujuan untuk mencapai kebaikan.
DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar, 2008, Pokoknya Kualitatif, Pustaka Jaya, Jakarta. Baker , Anton, 2000 , Antropologi Metafisik, Pustaka Filsafat, Yogyakarta. Ember, Carrol R., 1985, Antropology, Englewood Cliffs, New Jersey. Gea, Antonius Atosokhi, dkk, 2006, Character Building II Relasi dengan Sesama, Gramedia, Jakarta.
Harmoko, 1992, Globalisasi Komunikasi dan Kemajuan Teknologi Informasi, Deppen RI, Jakarta. Harsojo, 1999, Pengantar Antropologi, Binacipta, Bandung. Kunandar, 2008, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Rajawali Press, Jakarta. Koentjaraningrat, 1993, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta Lubis, Yusmar, 2001, Psikologi Antar Budaya, Rosdakarya, Bandung. O’neil, William F. 2008, Idiologi-idiologi Pendidikan, Pustaka Pelajar. Pialang, Yasraf Amir, 2004, Posrealitas, Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika, Jalasutra, Yogyakarta, Riva’i Veihtzal, dan Sylviana Murni, 2009, Education Management, Rajawali Press, Jakarta. Rahmat, Jalaluddin, 2001, Psikologi Komunikasi, Rosdakarya, Bandung. Tilaar, H.A.R. 2002, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidkan Nasional, Rosda, Bandung. Tafsir, A. 2006, Filsafat Pendidikan Islami, Rosdakarya, Bandung.
84 | MEDIASI, Vol. 9, No. 2, Januari-Desember 2015, hlm. 73-84