PERBEDAAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN PERAWATAN LUKA ULKUS DIABETIK SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DI RSUD TUGUREJO SEMARANG Guntur Prasetya*) Maria Suryani**) Mamat Supriyono***) *) Alumni Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang **) Dosen Program S1 Ilmu Keperawatan STIKES Elisabeth Semarang ***) PNS di Kemenhan ABSTRAK Ulkus diabetik merupakan suatu komplikasi yang umum bagi pasien dengan diabetes melitus. Penderita diabetes melitus mencapai 8 juta orang pada tahun 2000 di negara Indonesia, 50% pasti terkena komplikasi ulkus diabetik. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarakan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan tingkatan nyeri, tehnik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi relaksasi nafas dalam pada perawatan luka pasien ulkus diabetik di Rumah Sakit Tugurejo Semarang. Hasil penelitian ini menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan pada intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi. Terlihat dari hasil uji signifikansi Wilcoxon untuk intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi menunjukan nilai p=0,005 (<0,05). Hasil ini menunjukan adanya perbedaan intensitas nyeri pada pasien perawatan luka ulkus diabetik sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam. Rekomendasi hasil penelitian ini adalah sebagai alternatif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien perawatan luka ulkus diabetik. Kata Kunci: Teknik Relaksasi Nafas Dalam, Intensitas Nyeri, Ulkus Diabetik
ABSTRACT Diabetic ulcers are a common complication for patients with diabetes mellitus. Patients with diabetes mellitus reaching 8 million people in 2000 in the state of Indonesia, 50% must have had complications of diabetic ulcers. Breathing relaxation techniques in a form of nursing care in this case the nurse teach to clients how to do deep, slow breathing (inspiration withstand the maximum) and how to breathe slowly, but can reduce levels of pain, deep breathing relaxation techniques can also be increase lung ventilation and increased oxygenation of blood. This study aims to identify and analyze differences in pain intensity before and after deep breathing relaxation therapy on diabetic ulcer wound care patients at the Hospital Tugurejo Semarang. The design of this study was one group pretest - posttest, the number of 18 samples of respondents with a total sampling technique. The results of this study indicate a significant difference in pain intensity before and after relaxation techniques. Seen from the results of Wilcoxon tests of significance for pain intensity before and after relaxation techniques showed the value of p = 0.005 (<0.05). Recommendations of this study is as an alternative in reducing pain intensity in patients with diabetic ulcer wound care. Key Words: Breathing Relaxation Technique, Intensity of Pain, Diabetic Ulcers
A. PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Smeltzer & Bare, 2001, hlm.1220). Penderita diabetes melitus mencapai 8.426.000 orang pada tahun 2000 di negara Indonesia (World Health Organization│WHO, 2000, ¶6). Data penderita penyakit diabetes melitus di seluruh dunia mencapai 171 juta orang dan diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 366 juta orang di tahun 2030 (WHO, 2000, ¶1). Menurut catatan rekam medik rumah sakit Tugurejo Semarang penderita diabetes melitus yang mengalami ulkus diabetik pada tahun 2009 berjumlah 78 orang, pada tahun 2010 penderita ulkus diabetik mengalami penurunan menjadi 60 orang. Pada tahun 2011 sampai dengan bulan Juli penderita ulkus mencapai 58 orang. Dari sekian banyak komplikasi dari penyakit diabetes melitus, ulkus diabetik merupakan suatu komplikasi yang umum bagi pasien dengan diabetes melitus, 50 – 75% amputasi ekstremitas bawah dilakukan pada pasien – pasien yang menderita diabetes. Sebanyak 50% dari kasus – kasus amputasi ini diperkirakan dapat dicegah bila pasien diajarkan tindakan preventif untuk merawat kaki dan mempraktikannya setiap hari (Smeltzer & Bare, 2001, hlm.1276). Upaya untuk mengatasi nyeri dapat dilakukan melalui dua cara yaitu terapi farmakologi dan nonfarmakologi.
Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang terapi farmakologi sebagai satu – satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Meskipun ada beberapa laporan anekdot mengenai keefektifan tindakan – tindakan ini, sedikit diantaranya yang belum dievaluasi melalui penelitian riset yang sistematik. Metode pereda nyeri nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan pengganti obat – obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Dalam hal lain, terutama saat nyeri hebat yang berlangsung selama berjam – jam atau berhari – hari, mengkombinasikan teknik nonfarmakologis dengan obat – obatan mungkin cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002, hlm.232). Teknik relaksasi napas menjadi suatu terapi nonfarmakologi yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Dengan berlatih 15 menit dapat merangsang jaringan saraf yang menghubungkan jantung dan otak, pasien secara konsisten akan merasakan respon relaksasi yang membantu respon fisiologis yang meliputi peningkatan variabilitas denyut jantung, penurunan tekanan darah, meningkatkan respon kekebalan tubuh, dan denyut nadi yang lebih teratur (Kennedy, 2009, ¶13). Penelitian tentang manfaat nafas dalam untuk menurunkan nyeri pada pasien penderita ulkus diabetik belum banyak dikembangkan oleh perawat di rumah sakit. Hasil observasi lapangan yang penulis lakukan ditemukan bahwa perawat yang melakukan asuhan keperawatan pada pasien ulkus diabetik yang mengalami nyeri umumnya memberikan terapi farmakologi dengan berkolaborasi dengan dokter dan
hampir tidak pernah melakukan terapi komplementer seperti terapi relaksasi nafas dalam yang dapat menurunkan nyeri yang dialami oleh pasien (Syamsudin, 2009, ¶15). B. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu, dengan menilai intensitas nyeri sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi nafas dalam. Pengujian perubahan – perubahan yang mungkin terjadi dilakukan pada kelompok pre test setelah adanya eksperimen. Dengan rancangan penelitian One Group Pre Test – Post Test. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling dimana semua populasi yang ada di tempat penelitian dijadikan sebagai sampel penelitian, hal ini dilakukan bila jumlah populasi tersebut relatif kecil. Sebelum dilakukan uji statistik pada variabel bebas dan variabel terikat dilakukan uji shapirro wilk (uji normalitas) dan hasilnya tidak normal karena kurang dari 0,05 maka dilanjutkan dengan uji wilcoxon. Didapatkan nilai p value 0,005 atau kurang dari 0,05 = ada perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden 1. Usia Berdasarkan tabel 5.1 di bawah ini menunjukan bahwa jumlah sampel paling banyak pada kelompok usia 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 7 orang atau sebesar 38,3% sedangkan yang paling sedikit adalah yang berusia kurang dari 30 tahun yaitu sebanyak 2 orang atau sebesar 11,1%.
Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan usia di RSUD Tugurejo Semarang (n=18) Usia (tahun)
Frekuensi
Persentase (%)
≤ 30
2
11,1
31 – 40
5
27,7
41 – 50
7
38,8
> 50
4
22,2
Jumlah
18
100,0
Pada usia lebih dari 50 tahun hanya sedikit yang mengalami nyeri pada saat sebelum diberikan teknik relaksasi nafas dalam yaitu berjumlah 4 orang atau 22,2%, ini sesuai berdasarkan teori dari Smeltzer dan Bare (2002, hlm.221) dari teori tersebut menyebutkan pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi tidak diketahui secara luas. Dari hasil penelitian dapat dilihat jumlah responden yang berusia 41 – 50 tahun paling banyak merasakan nyeri, hasil ini didukung oleh teori menurut Potter dan Perry (2010,hlm.224) yang menyebutkan bahwa usia sangat mempengaruhi nyeri, terutama dewasa akhir. 2. Jenis kelamin Berdasarkan tabel 5.2 di bawah ini menunjukan bahwa jumlah responden laki – laki lebih banyak dibanding responden perempuan yaitu sebanyak 55,56% laki – laki dan 44,44% perempuan.
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di RSUD Tugurejo Semarang (n=18) Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
Laki-laki
10
55,5
Perempuan
8
44,4
Jumlah
18
100,0
Pada hasil penelitian dari kriteria jenis kelamin menunjukan jenis kelamin laki – laki lebih banyak dari responden perempuan, hasil ini menunjukan bahwa teori dari Gill (1990, dalam Potter & Perry, 2006, hlm. 1512) yang mengungkapkan laki – laki dan perempuan tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri. Potter dan Perry (2006, hlm.1507) juga mengungkapkan bahwa respon terhadap nyeri pada fase sensasi juga bersifat subyektif, maka tiap orang menyikapi nyeri juga berbeda – beda. 3. Pendidikan Berdasarkan tabel 5.3 dibawah ini, menunjukan bahwa jumlah responden paling banyak adalah yang berpendidikan SMA yaitu sebanyak 38,89% dan yang paling sedikit adalah yang berpendidikan SD yaitu 22,22%. Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan pendidikan di RSUD Tugurejo Semarang (n=18) Pendidikan
Frekuensi
SD
4
22,2
SMP
5
27,7
SMA
7
38,8
PT
2
11,1
18
100,0
Jumlah
Persentase (%)
Hasil penelitian berdasarkan kriteria pendidikan responden, menunjukan bahwa pada semua status pendidikan responden mengalami nyeri hanya jumlah paling banyak pada yang berpendidikan SMA yaitu berjumlah 7 orang, dan yang paling sedikit yang berpendidikan perguruan tinggi yaitu berjumlah 2 orang, hal ini tidak didukung dengan teori Potter dan Perry (2006, hlm.1511) yang menyebutkan faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain: usia, jenis kelamin, budaya, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman masa lalu, pola koping, dukungan sosial keluarga. Analisis Univariat 1. Sebelum teknik relaksasi Berdasarkan tabel 5.4 menunjukan bahwa sebagian besar responden mendapatkan kategori nyeri sedang atau dengan skor 4 – 6 yaitu sebanyak 17 orang atau 94,4% dan 1 orang atau 5,6% saja yang mendapatkan kategori nyeri berat atau skor 7 – 9. Dari data hasil statistik, nilai maksimal skor kategori nyeri pasien sebelum diberikan teknik relaksasi nafas dalam adalah 7 dan yang paling minimal adalah 4, rata – rata skala kategori nyeri pada pasien perawatan luka ulkus adalah 5,61.
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan skor dan kategori nyeri sebelum relaksasi nafas dalam di RSUD Tugurejo Semarang (n=18) Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Nyeri ringan
-
-
Nyeri sedang
17
94,4
Nyeri berat
1
5,6
Total
18
100,0
2. Sesudah teknik relaksasi Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendapatkan kategori nyeri ringan atau dengan skor 1 – 3 yaitu sebanyak 4 orang atau 22,2%, sebanyak 14 orang lainnya atau 77,8% mendapatkan kategori nyeri sedang atau dengan skor 4 – 6. Berdasarkan hasil statistik nilai maksimal skor kategori nyeri pasien sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam adalah 6, dan yang paling minimal adalah 1, rata – rata skala kategori nyeri pasien perawatan luka ulkus diabetik adalah 4,39. Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan skor dan kategori nyeri sesudah relaksasi nafas dalam di RSUD Tugurejo (n=18) Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Nyeri ringan
4
22,2
Nyeri sedang
14
77,8
Nyeri berat
-
-
Total
18
100,0
Pada hasil penelitian, setelah pemberian teknik relaksasi nafas dalam secara signifikan menurunkan intensitas nyeri sesuai dengan teori Priharjo (2003, dalam Jayanthi, 2010, ¶3) yang menjelaskan bentuk pemberian teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan tingkat nyeri pada perawatan luka ulkus diabetik, meskipun penurunan intensitas nyeri yang dialami pasien tidak terlalu banyak. Hasil tersebut juga didukung oleh teori Potter dan Perry (2006, hlm.1528) yang mengemukakan bahwa relaksasi merupakan suatu bentuk kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Analisis Bivariat 1. Uji Normalitas Pada analisis bivariat ini dapat diuji normalitas sebelum melakukan uji yang lainnya, ini dapat diketahui apakah variabel yang akan diuji normal atau tidak. Hasil iji normalitas data dengan uji shapiro wilk didapatkan nilai p <0.05 sehingga data berdistribusi tidak normal, maka dilanjutkan dengan uji wilcoxon. 2.
Uji Beda Untuk melihat perbedaan internsitas nyeri pada responden sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi nafas dalam dilakukan dengan uji signifikansi Wilcoxon Signed Rank Test.
Tabel 5.6 Analisis perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam pada pasien perawatan luka ulkus diabetik di RSUD Tugurejo Semarang (n=18) Variabel
Skor rata – rata nyeri sebelum
sesudah
Intensitas nyeri
5,61
4,39
Total
18
18
Pvalue 0,005
*Bermakna bila p-value <0,05
D. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan a. Dari hasil statistik, rata – rata skor kategori nyeri pasien sebelum diberikan teknik relaksasi nafas dalam adalah 5,61 dan berdistribusi tidak normal. b. Dari hasil statistik, rata – rata skor kategori nyeri pasien sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam adalah 4,39 dan berdistribusi tidak normal. c. Berdasarkan hasil uji analisis Wilcoxon menunjukan p value = 0,005 < 0,05. Maka terbukti ada perbedaan intensitas nyeri yang dimiliki responden sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi nafas dalam. Kesimpulan dari penelitian ini, teknik relaksasi nafas dalam dapat secara signifikan menurunkan intensitas nyeri pada perawatan luka ulkus diabetik. 2. Saran a. Bagi pelayanan kesehatan
Rumah sakit lebih meningkatkan peran perawat dalam menggunakan teknik relaksasi nafas dalam untuk menangani nyeri pada saat perawatan luka ulkus diabetik. b. Bagi institusi pendidikan Dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam mata ajar medikal bedah untuk penerapan asuhan keperawatan pada pasien nyeri. c. Bagi penelitian selanjutnya Perlu dilakukan penelitian lagi mengenai usia, jenis kelamin, dan pendidikan yang dapat mempengaruhi intensitas nyeri di tahun berikutnya. Diharapkan di tahun akan datang perkembangan ilmu keperawatan lebih dilakukan lagi di terapi nonfarmakologi. E. IMPLIKASI KEPERAWATAN Nyeri digambarkan sebagai sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (International Association for Study of Pain/IASP, 1997, dalam Dinia, 2010, hlm.1). Nyeri secara umum dibagi menjadi dua kategori, yaitu nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu atau sering didefinisikan sebagi nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih, dan biasanya nyeri ini terjadi dikarenakan akibat dari suatu kanker (Smeltzer & Bare, 2002, hlm.213).
Teknik relaksasi adalah suatu teknik yang didasarkan pada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang pikiran dan kejadian dengan ketegangan otot. Relaksasi otot yang dalam dapat menurunkan ketegangan fisiologis dan patofisiologis seperti nyeri. Relaksasi otot skelet dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Terdapat banyak bukti penelitian bahwa relaksasi dapat menurunkan tingkat nyeri pasca operasi (Lorenzi, 1991, dalam Smeltzer & Bare, 2002, hlm.232). Menurut Smeltzer dan Bare (2002, hlm.234) teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarakan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan tingkatan nyeri, tehnik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. DAFTAR PUSTAKA Jayanthi. (2010). Teknik relaksasi nafas dalam. http://www.scribd.com/doc/ teknik-relaksasi-nafas-dalam. Diperoleh tanggal 16 Mei 2011. Kennedy. (2009). Breath relaxation technique.http://www.geocities.com /yosimite/rapids/1774/html. Diperoleh tanggal 17 Mei 2011. Perry, A, G., & Potter, P, A. (2006). Fundamental keperawatan, konsep, dan klinis dan praktek. Volume 2 edisi 4. Jakarta: EGC. Smetlzer, S, C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddart. Volume 1 edisi 8 alih bahasa Agung Waluyo., et al. Jakarta: EGC.
Syamsudin, A. (2009). Efektifitas terapi relaksasi nafas dalam dengan bermain meniup baling – baling untuk menurunkan nyeri post perawatan luka operasi. http://eprints.lib.ui.ac.id/.../124580. diperoleh tanggal 17 Mei 2011.