Page | 1
GUDANG GARAM INDONESIA ART AWARD 2015 Indonesia Art Award adalah program Yayasan Seni Rupa Indonesia yang diselenggarakan sejak 1994, berawal dengan nama Phillip Morris Indonesia Art Awards, bagian dari Phiilp Morris ASEAN Art Awards. Pemberian penghargaan ini merupakan hasil akhir sebuah kompetisi terbuka di mana perupa mengirim informasi tentang karya-‐karya mereka untuk dinilai sebuah tim juri. Setelah berlangsung sekitar 10 tahun, tidak bisa dipungkiri hampir semua perupa terkemuka Indonesia dari angkatan 1990 ke atas pernah singgah pada program tahunan Yayasan Seni Rupa Indonesia ini. Pada 1999 perusahaan Phillip Morris menghentikan program art award itu di tingkat negara-‐negara anggota ASEAN maupun di tingkat Asia Tenggara. Pada 2001 Yayasan Seni Rupa Indonesia memutuskan untuk meneruskan program ini dengan nama Indonesia Art Awards (IAA) dan diselenggarakan dua tahun sekali. Didorong keinginan meningkatkan peran IAA pada perkembangan seni rupa Indonesia, sejak tahun 2013 Indonesia Art Awards bekerjasama dengan dukungan PT. Gudang Garam berkomitmen jangka panjang untuk mendukung terselenggaranya acara kompetisi ini secara regular dua tahunan. Atas dasar tersebut pada tahun 2015 ini YSRI dengan PT. Gudang Garam kembali menyelenggarakan kompetisi lanjutan Gudang Garam Indonesia Art Award (GGIAA) 2015. Besar harapan kami baik para seniman maupun para pekerja visual lainnya dapat memenuhi undangan kami berpartisipasi dalam acara kompetisi tahun ini dan menjadi bagian yang dapat menunjukkan perkembangan karya-karya visual terkini di Indonesia.
Titiek Soeharto – Ketua Umum
Page | 2
Tema Indonesia Art Awards 2015
“ Hal Publik “ 1. TEMA BESAR Pada perkembangan seni rupa sekarang ini persoalan personal seniman dan persoalan spesifik seni, seperti misalnya pencarian individualitas, dan, penjelajahan medium (bahasa ungkapan) dalam upaya menemukan orginalitas, tidak populer lagi. Dalam 30 tahun terakhir muncul kecenderungan yang sebaliknya. Karyakarya para perupa cenderung menampilkan persoalan bersama (masyarakat), nilai-nilai budaya (cultural meanings of art), dan, penggunaan bahasa (tanda, simbol) populer untuk menguatkan aspek komunikasi dalam konteks budaya visual. Perkembangan di atas juga ditandai dengan kemunculan dinamika karya-karya visual yang dikembangkan tidak saja oleh para seniman tapi juga oleh para perupa dan pekerja kreatif lainnya yang mengembangkan dimensi seni rupa. Dinamika ini menandai banyak pergeseran di bidang seni rupa dan produksi karya-karya visual yang meluas dan menghasilkan kejutan-kejutan karya-karya kreatif di bidang seni rupa. Hal ini menandai titik pertemuan antara kreativitas, budaya visual yang didukung oleh ‘meledaknya’ media produksi visual dan meningkatnya kesadaran publik terhadap aspek aspek berbasis visual. Dalam keadaan semacam itu, ungkapan kreatif tidak saja pada karya-karya seni rupa, namun meluas menjadi ekspresi-kreasi visual dalam perayaan berlimpahnya materi visual. Seiring dengan perayaan tersebut ekspresi visual berangsur menjadi “hal publik” (persoalan publik). Karya-karya kreatif perupa dibuat dengan bayangan akan berhadapan langsung dengan publik. Terjadi pengembangan teatrikalitas pada karya-karya seni rupa dan ekspresi visual lainnya yang mendekati ungkapan, contohnya pada seni pertunjukan dan film yang terkondisi dan disadari harus menghadapi penonton (publik). Tanda-tandanya pada perkembangan seni rupa dan karya visual masa kini tercermin pada kemunculan misalnya media baru seperti seni rupa video (video art, video mapping) dan seni rupa pertunjukan(performance art), dan juga perayaan bentuk bentuk ekspresi visual lainnya sebagai bagian dari perayaan budaya visual di ruang publik, yang tidak saja menggunakan aspek media tradisional seni sebagai bentuk ekspresinya. Di Indonesia teatrikalitas dalam wilayah seni rupa itu mestinya menjadi sangat kuat karena kegiatan pameran merupakan satu-satunya “panggung” karya-karya seni rupa. Institusi seni rupa seperti museum, galeri jumlahnya terbatas, dan, pembahasan karya seni rupa di forum lain— kumpulan pencinta seni, kumpulan seniman, forum para ahli—hampir tidak ada. Karena itu hampir semua persoalan dan isu seniman rupa muncul melalui pameran dan resensi pameran di media massa.
Page | 3 Keutamaan pameran itu membuat teatrikalitas seni rupa melahirkan gejala “pamer”, yaitu dorongan untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap penting melalui kesan dan impresi publik luas (bukan saja publik seni) . Kesadaran terhadap publik memicu bentuk-bentuk ekspresi yang meluas ,lugas dan inklusif. Pameran yang berhasil dalam konteks ini tentunya adalah pameran yang punya impact (pada ruang publik yang luas). Selain masalah pameran sebagai satu- satunya “pangung” seni rupa, ada beberapa kondisi sosial budaya yang bisa dilihat ikut menguatkan kemunculan gejala “pamer” itu. 1. Karakter masyarakat kita yang lebih mengutamakan masalah komunal dari pada masalah-masalah personal dan cenderung mempersoalkan masalah eksternal daripada masalah internal (senantiasa mengandalkan kontrol eksternal karena lemah dalam hal kontrol internal). Masyarakat seperti ini sangat mempedulikan publisitas, opini publik dan karena itu cenderung menggunakan ”konsep pamer” untuk menyampaikan hampir semua hal. 2. Perkembangan sosial media sekarang ini yang memunculkan gejala kerajingan yang berakibat pada mudahnya membangkitkan impresi dan opini publik melalui jaringan sosial media. Kondisi ini merangsang gejala pamer pada masyarakat, khususnya karena gejala keranjingan tidak memilah-milah persoalan mana yang penting dan mana yang tidak penting. Siapa pun punya peluang memancing impresi dan opini publik di dunia sosial media. Mudahnya membangkitkan impresi publik kemudian isu bahkan kehebohan ini dengan sendirinya menguatkan gejala pamer pada masyarakat. Kompetisi seni rupa Gudang Garam Indonesia Art Awards (GGIAA) 2015 mengajak para perupa menimbang, merenungkan atau bahkan mengidentifikasi tanda-tanda pada uraian di atas. Dalam mengikuti kompetisi GGIAA 2015 para peserta diharapkan tidak sekadar mengukuhkan estimasi ini, tapi menunjukkan bahwa kepedulian pada publik dan gejala pamer bisa menampilkan makna signifikan yang memperlihatkan magnitude. Perlu dipertimbangkan, opini publik yang berkembang menjadi tuntutan dan tekanan publik tidak selalu positif. Bahkan bisa menjadi anarkhis. “Hati kecil” yang hadir pada kepekaan seni bisa menjadi pengimbangnya.
2. TUJUAN Mengacu pada latar belakang yang disinggung sebelumnya, tujuan umum dari penyelenggaraan GG-IAA 2015 ini adalah menemukan nilai yang dapat ditarik dan disarikan dari kecenderungan ‘pamer’ yang tersemat dalam tingkah laku masyarakat Indonesia melalui karya yang diciptakan oleh seniman-seniman
Page | 4 atau para pekerja visual (visual worker) unggulan, yang dinilai mampu menjawab tantangan yang diuraikan pada latar belakang pemikiran ini.
Tema “Hal Publik” yang dirilis untuk mengikuti kompetisi, bukan tema pameran pada akhir kompetisi. Tema yang punya lingkup luas ini bertujuan untuk menjaring sebanyak mungkin peserta kompetisi dan beragam kecenderungan ungkapan seni rupa. Tujuan-tujuan khusus yang hendak dicapai melalui penyelenggaraan GGIAA 2015 antara lain: • Menemukan seniman dan pekerja visual yang mampu mendemonstrasikan budaya ‘pamer’ namun dengan kesadaran nilai yang memadai. • Memberikan ruang bagi para pekerja visual lain, yang juga memiliki kecenderungan ‘pamer’ untuk dapat berkontribusi pada medan seni rupa kontemporer Indonesia bersamaan dengan seniman. • Melakukan survey dan evaluasi awal mengenai kecenderungan ‘pamer’ yang disinyalir merupakan sifat khas dari kebudayaan Indonesia.
3. CAKUPAN
Kendati sangat mungkin jumlah peserta kompetisi sangat besar—karena dibukanya kemungkinan keikutsertaan visual worker lainnya – panitia dan dewan juri akan menjaring perupa, seniman atau pekerja visual lainnya ke dalam tahap finalis yang akan dipamerkan dan kemudian ditentukan pemenangnya. Jumlah karya unggulan atau finalis yang akan tersaring diperkirakan berjumlah 30-40 peserta.
4. KATEGORI PENGHARGAAN GG-IAA 2015
A. Juara I dengan hadiah Rp. 100. 000. 000. B. Juara II dengan hadiah Rp. 75. 000.000. C. Juara III dengan hadiah Rp. 50. 000.000.
Page | 5
5. PERSYARATAN MENGIKUTI KOMPETISI A. GG-IAA 2015 menggunakan sistem open call dan terbuka bagi perupa, seniman dan pekerja visual lainnya yang bekerja secara individual maupun berkelompok. Kompetisi ini juga terbuka untuk seniman-seniman yang sebelumnya pernah ikut serta , finalis atau terpilih menjadi pemenang pada Phillip Morris Art Award atau Indonesia Art Award sebelumnya. B. Tidak ada batasan media C. Pengumuman kompetisi, persyaratan, pendaftaran, pemasukan materi dan korespondensi lain yang berkaitan dengan kompetisi dilakukan online. D. Peserta diminta mengirimkan data yang terdiri dari: a. Foto Karya dan data visual karya b. Data pribadi atau Curriculum Vitae. c. Artist’s Statement, konsep berkarya, atau keterangan lain. E. Peserta individual maupun kelompok mengajukan satu (1) karya yang dibuat dalam dua tahun terakhir untuk disertakan dalam kompetisi. belum pernah disertakan pada kompetisi lain, dan masih menjadi milik perupa secara individual maupun kelompok. F. Ketentuan karya yang disertakan: a. Karya dua dimensional maksimal berukuran 200 cm x 300 cm. Format foto karya untuk penilaian dan penjurian, JPEG dengan resolusi 700 KB (2000 x 1500 dpi). b. Karya tiga dimensional dan instalasi yang akan ditempatkan di dalam ruangan (indoor) maksimal berukuran 400 cm x 500 cm x 350 cm. Format foto karya empat sisi untuk penilaian dan penjurian, JPEG dengan resolusi 700 KB (2000 x 1500 dpi). c. Karya tiga dimensional dan instalasi yang akan ditempatkan di luar ruangan (outdoor) maksimal berukuran 400 cm x 500 cm x 500 cm. Format foto karya empat sisi untuk penilaian dan penjurian, JPEG dengan resolusi 700 KB (2000 x dpi). d. Karya yang disertakan dengan medium video berdurasi tidak lebih dari 25 menit. e. Karya yang disertakan dalam bentuk performance berdurasi tidak lebih dari 25 menit dan sudah dilaksanakan. Data yang dikirimkan untuk penilaian dan penjurian, berupa dokumentasi foto (jumlah tidak dibatasi) dan dokumentasi video.
Page | 6 G. Data digital karya bisa dikirimkan langsung melalui email YSRI:
[email protected] /
[email protected] atau dalam bentuk cakram padat (CD/DVD) ke alamat YSRI :
Kepada Panitia GG-IAA 2015. Jl. Salak No.24 Guntur, Jakarta Selatan 12980. Telp. 021-8303728 Fax. 021-83709763 Batas tenggat pengiriman selambat-‐lambatnya tanggal 30 Juni 2015. 6. MEKANISME PENJURIAN A. KETENTUAN SELEKSI TAHAP 1: Seleksi pertama berusaha menjaring sekitar 80 – 100 peserta dengan memperhatikan keterkaitan karya terhadap tema, telaah CV dan statement karya. B. KETENTUAN SELEKSI TAHAP 2:
Penilaian selanjutnya adalah mengkaji dan meneliti 80 -100 peserta yang terpilih. Penilaian yang didasarkan berbagai teori, pemikiran seni rupa dan kajian sosial-budaya ini akan melibatkan korespondensi dengan para perupa. Dari 80 – 100 perupa ini akan ditetapkan sekitar 40 perupa yang masuk nominasi untuk penetapan Finalis GG-IAA 2015.
Akan dilakukan kajian lebih mendalam tentang sekitar 40 perupa yang masuk nominasi dan akan menjadi peserta pameran GGIAA 2015. Kajian ini diharapkan bisa menampilkan catatan tentang gejala spesifik karya-karya seni rupa Indonesia pada perkembangan seni rupa global. 40 Finalis GG-IAA 2015 akan dipublikasikan melalui penerbitan katalog yang berisi tulisan pengantar pameran dan hasil kajian , foto karya , CV peserta dan kelengkapan lainnya. C. KETENTUAN SELEKSI TAHAP 3: • Penjurian dan penentuan 3 (tiga) Pemenang akan dilakukan pada H-1 pembukaan pameran, setelah karya terdisplay. • Penjurian akhir selain terdiri dari Juri, juga akan melibatkan publik undangan terbatas.
Page | 7
Tim Juri GG-IAA 2015 Jim Supangkat (Ketua) A. Rikrik Kusmara Irvan Noe’Man I Nyoman Rudana Suwarno Wisetrotomo Sri Astari Inda C. Noerhadi ***
© Yayasan Seni Rupa Indonesia 2015