GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17, Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 21 ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit di Provinsi Jawa Tengah, perlu menetapkan Peraturan Gubernur Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Di Provinsi Jawa Tengah;
Mengingat
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950 Halaman 86-92);
:
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2373); 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2374); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918); 5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4434); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656); 10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 11. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 12. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 13. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 15. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5197); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5211); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 264, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5372); 23. Peraturan Presiden Nomor Pengendalian Zoonosis;
30
Tahun
2011
tentang
24. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193); 25. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 29); 26. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah; 27. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 4 Seri E Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8);
28. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 6 Seri D Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 12); 29. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penanggulangan HIV Dan AIDS (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 22); 30. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit di Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 57); 31. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/ SK/VIII/2004 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB); 32. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/ MENKES/ PER/ X/ 2010 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan; 33. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/ MENKES/ PB/ 2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok; 34. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2415/ MENKES/ PER/ XII/ 2011 tentang Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; 35. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan; 36. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS; 37. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2013 tentang Kesehatan Matra; 38. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional; 39. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja; 40. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja; 41. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja;
42. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER 03 /MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja; 43. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.25/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Diagnosis Dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan Dan Penyakit Akibat Kerja; 44. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 Jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2007 tentang Sarana Prasarana; 45. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah; MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI JAWA TENGAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. 2. Daerah adalah Provinsi Jawa Tengah. 3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah. 5. Pemerintah Kabupaten/ Kota adalah Pemerintah Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah. 6. Bupati / Walikota adalah Bupati / Walikota di Provinsi Jawa Tengah. 7. Kabupaten/ Kota adalah Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah. 8. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah yang menyelenggarakan pencegahan dan penanggulangan penyakit yang meliputi Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi kesehatan, peternakan dan kesehatan hewan serta ketenagakerjaan. 9. Penyakit adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi dan/ atau morfologi suatu organ dan/atau jaringan tubuh manusia dan/atau hewan, termasuk kelainan biokimia yang akan menimbulkan gangguan fungsi.
10. Penyakit akibat kerja (Occupational Disease) yaitu penyakit yang diderita sebagai akibat pemajanan terhadap faktor-faktor resiko yang timbul dari kegiatan bekerja. 11. Pencegahan dan penanggulangan penyakit adalah kegiatan mencegah penyakit dan menangani penderita agar tidak terjadi perluasan/ penularan/ kecacatan/ kematian akibat penyakit melalui upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. 12. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/ atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, menyeluruh, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan. 13. Fasilitas pelayanan kesehatan, selanjutnya disebut fasyankes, adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah Daerah, pemerintah kabupaten/ kota atau masyarakat. 14. Pelayanan kesehatan kerja (Occupational Health Services) adalah suatu pelayanan kesehatan yang dilakukan dalam rangka pembinaan, pencegahan, diagnose, pengobatan, perawatan dan rehabilitasi terhadap kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja khususnya dan penyakit serta gangguan kesehatan pada umumnya. 15. Kejadian luar biasa, selanjutnya disebut KLB, adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. 16. Setiap orang adalah orang perorangan atau badan, baik yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum. 17. Masyarakat adalah perorangan, keluarga, kelompok, organisasi sosial dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dunia pendidikan dan/atau pihak lainnya. 18. Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. 19. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, selanjutnya disebut PHBS, adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga mampu menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya.
BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini meliputi penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit, koordinasi, jejaring kerja, kemitraan, kerjasama
daerah, hak, kewajiban dan peran serta, masyarakat, tata cara pemberian sanksi administrasi, pembinaan dan pengawasan. BAB III PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT Pasal 3 (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat bertanggung jawab melakukan pencegahan dan penanggulangan penyakit. (2) Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melindungi masyarakat dari penularan penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit. (3) Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan lembaga donor dan/atau swasta yang mempunyai kepedulian terhadap pencegahan dan penanggulangan penyakit. Pasal 4 Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit dilaksanakan paling sedikit melalui : a. promosi kesehatan dan edukasi; b. pencegahan penyakit dengan perlindungan khusus; c. pengendalian faktor risiko; d. penemuan kasus; e. penanganan kasus; f. surveilans epidemiologi. Pasal 5 Promosi kesehatan dan edukasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dilakukan paling sedikit terdiri atas kegiatan: a. komunikasi, informasi dan sosialisasi serta edukasi; b. advokasi; c. bina suasana; d. pemberdayaan masyarakat; dan e. pelatihan. Pasal 6 Pencegahan penyakit dengan perlindungan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dilakukan paling sedikit terdiri atas kegiatan imunisasi dan penggunaan alat pelindung diri. Pasal 7 (1) Pengendalian faktor risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c merupakan upaya yang dilakukan untuk menurunkan dan menghilangkan variabel atau faktor dalam rangka mencegah terjadinya penyakit, kecacatan, dan/atau gangguan kesehatan pada: a. penyakit menular;
b. penyakit tidak menular; c. gangguan jiwa; d. penyakit akibat kerja. (2) Pengendalian faktor risiko penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling sedikit terdiri atas kegiatan: a. pemutusan rantai penularan; b. pencegahan dan pengendalian infeksi; c. pengendalian vektor; d. rekayasa lingkungan; dan e. peningkatan daya tahan tubuh. (3) Pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan paling sedikit terdiri atas kegiatan: a. pengendalian pola makan; b. menerapkan gaya hidup sehat; c. pengendalian stres; d. melakukan aktivitas fisik secara teratur dan terukur; e. menghindari rokok dan konsumsi yang mengandung alkohol. (4) Pengendalian risiko gangguan jiwa dilakukan pada kondisi umum dan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditujukan paling sedikit bagi: a. kelompok umur anak, remaja, dewasa dan lanjut usia; b. korban kekerasan antara lain kekerasan dalam rumah tangga dan pemerkosaan; dan c. keadaan khusus tertentu antara lain napza dan bencana. (5) Pengendalian risiko penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit dilakukan dengan cara : a. eliminasi/menghilangkan bahaya; b. substitusi/mengganti sumber risiko dengan sarana lain dengan tingkat risiko lebih rendah; c. rekayasa/engineering atau memodifikasi alat agar tingkat risiko lebih rendah; d. pengendalian adminstrasi seperti menggunakan peraturan, panduan, kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja, rotasi kerja dan pengaturan jam kerja; e. penggunaan alat pelindung diri bersamaan dengan langkah pengendalian lainnya. Pasal 8 (1) Penemuan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dilakukan secara aktif dan pasif. (2) Penemuan kasus secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara petugas kesehatan datang langsung ke masyarakat dan/atau di Fasyankes, dengan atau tanpa informasi dari masyarakat, untuk melakukan identifikasi kasus. (3) Penemuan kasus secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara masyarakat datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pasal 9 (1) Penanganan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e paling sedikit terdiri atas pengobatan, perawatan dan pemulihan serta asimilasi bagi penderita gangguan jiwa. (2) Penanganan kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan standar pelayanan dan/atau standar operasional masing-masing penyakit yang berlaku di Fasyankes tersebut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 (1) Surveilans epidemiologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f dilakukan untuk pemantauan wilayah setempat, kewaspadaan dini, kesiapsiagaan dan penanggulangan KLB/wabah secara sistemik dan periodik. (2) Surveilans epidemiologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan: a. identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya; b. perekaman, pelaporan dan pengolahan data; c. analisis dan interpretasi data; d. penyebaran informasi; e. pembuatan rekomendasi dan rencana tindak lanjut; dan f. umpan balik. Pasal 11 (1) Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan secara umum dan khusus. (2) Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit secara umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. (3) Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit secara khusus sesuai jenis penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran II merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. (4) Petunjuk teknis sebagaimana ayat (1) dikoordinasi pelaksanaannya oleh SKPD.
BAB IV KOORDINASI, JEJARING KERJA, KEMITRAAN DAN KERJASAMA DAERAH Pasal 12 (1) Dalam rangka penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit dapat dibangun dan dikembangkan koordinasi, jejaring kerja, kemitraan antar instansi pemerintah dan pemangku kepentingan, kerjasama dengan Pemerintah maupun Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat, dunia usaha, dunia pendidikan dan pihak lainnya.
(2) Koordinasi, jejaring kerja, kemitraan dan kerjasama daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk: a. mengendalikan faktor risiko; b. mengembangkan kapasitas sumber daya; c. melakukan kajian dan penelitian; d. pelaksanaan kerja sama antar wilayah, luar negeri, dan pihak lainnya; e. saling memberi informasi; dan f. melaksanakan kewaspadaan dini dan kesiapsiagaan serta penanggulangan KLB/wabah. (3) Pelaksanaan koordinasi, jejaring kerja, kemitraan dan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 13 Masyarakat berhak untuk : a. mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab; b. menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya secara mandiri dan bertanggung jawab; c. memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; d. mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Pasal 14 Masyarakat berkewajiban untuk: a. mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya melalui upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, dan upaya pembangunan berwawasan kesehatan; b. melaksanakan upaya kesehatan promotif dan preventif; c. melaksanakan dan mendukung upaya kesehatan kuratif dan/atau rehabilitatif; d. melaporkan adanya penderita atau diduga penderita penyakit wabah; e. mematuhi larangan memasukkan hewan dan/atau produk turunannya yang dimungkinkan membawa penyakit dari daerah tertular dan/atau terduga tertular. Pasal 15 (1) Masyarakat berperan aktif dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui: a. proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan; b. penggerakan dan/ atau pemberdayaan masyarakat; c. pemberian bantuan sarana, tenaga ahli dan pembiayaan; d. pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebaran informasi; dan
e. sumbangan saran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijakan teknis dan/atau pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan penyakit. BAB VI TATA CARA SANKSI ADMINISTRASI Pasal 16 (1) Setiap orang dan/atau masyarakat yang melanggar ketentuan Pasal 14 dikenakan sanksi administrasi. (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pembekuan izin atau; d. pencabutan izin. Pasal 17 (1) Pemberian sanksi administrasi sebagaimana dimaksud Pasal 16 ayat (1) dilakukan atas dasar laporan/ aduan yang dapat dipertanggungjawabkan. (2) Pemberian sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD dan/atau instansi teknis yang membidangi dan mempunyai kewenangan atas nama Gubernur. (3) Teguran lisan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (2) huruf a dikenakan dalam jangka waktu 1 (satu) minggu. (4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) minggu tidak mentaati teguran lisan, dikenakan teguran tertulis sampai 3 (tiga) kali dengan interval waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari. (5) Apabila sampai dengan teguran tertulis ketiga tetap tidak mentaati, dikenakan pembekuan izin dengan interval waktu 1 (satu) bulan sejak diterima peringatan teguran tertulis ketiga. (6) Izin sebagaimana dimaksud ayat (5) dapat berupa surat ijin praktik, surat ijin usaha, surat ijin operasional dan/ atau surat ijin/ keterangan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan dalam masa pembekuan izin tetap tidak mentaati, maka dikenakan pencabutan izin.
BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 18 (1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk pelaksanaan implementasi peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah Daerah. Pasal 19 Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan oleh SKPD.
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
18
BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Tengah.
Ditetapkan di Semarang pada tanggal 27 Juni 2014 GUBERNUR JAWA TENGAH, ttd GANJAR PRANOWO Diundangkan di Semarang pada tanggal 27 Juni 2014 Plt. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH, ttd SRI PURYONO KARTOSOEDARMO
BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2014 NOMOR 36