perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SINTESIS KOMPOSIT POLIPROPILENA/SERAT ALAM/GRUP KAOLIN YANG MEMILIKI KEMAMPUAN HAMBAT BAKAR SERTA SIFAT MEKANIK YANG BAIK
Disusun oleh :
ELIEPHEDIA OKIDIMIS M0306006
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET commit to user SURAKARTA
Februari, 2012
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dra. Neng Sri Suharty, MSc., PhD
Prof. Dr. Kuncoro Dihardjo, S.T, M.T
NIP. 19490816 198103 2001
NIP. 19710103 199702 1001
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada : Hari
:
Rabu
Tanggal
:
1 Februari 2012
Anggota Tim Penguji : 1. Dr. rer. nat Fajar Rakhman Wibowo., M.Si
1. …………………
NIP. 19730605 200003 1001
2. I.F . Nurcahyo., M.Si
2. ………………..
NIP. 19780617 200501 1001
Disahkan oleh : Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dr. Eddy Heraldy, MSi NIP. 19640305 200003 1002
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Sintesis Komposit Polipropilena/Serat Alam/Grup Kaolin yang Memiliki Kemampuan Hambat Bakar serta Sifat Mekanik yang Baik” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Februari 2012
Eliephedia Okidimis
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SINTESIS KOMPOSIT POLIPROPILENA/SERAT ALAM/GRUP KAOLIN YANG MEMILIKI KEMAMPUAN HAMBAT BAKAR SERTA SIFAT MEKANIK YANG BAIK ELIEPHEDIA OKIDIMIS Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Komposit pada penelitian ini telah disintesis dari matriks limbah polipropilena (LPP), filler serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) dan lempung grup kaolin yakni kaolin (Kao) dan haloisit (Hal), penyambung silang Divinil benzene (DVB), serta penggandeng Asam Akrilat (AA) yang digrafting dengan LPP membentuk LPP-g-AA. Konsentrasi lempung grup kaolin divariasi 10%, 20%, 30%, dan 40% (w/w). Sintesis komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal dengan ratio LPP/STKS = 8/2 dilakukan secara reaktif menggunakan benzoil peroksida (BPO) dalam pelarut xilena. Komposisi optimum komposit diperoleh dengan penambahan 20% (w/w) lempung kaolin maupun haloisit. Komposit tersebut memiliki kemampuan hambat bakar dan sifat mekanik yang lebih baik daripada komposit tanpa lempung yang didasarkan pada uji bakar dan sifat mekanik. Kemampuan hambat bakar meliputi time to ignition (TTI), kecepatan pembakaran, dan persentase heat release (%HR) berdasarkan ASTM D 635. Komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao 20% mengalami peningkatan TTI dan %HR sebesar 171,56% dan 5,01%, serta penurunan kecepatan pembakaran 59,55%. Komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal 20% mengalami peningkatan TTI dan %HR sebesar 221,78% dan 5,20%, serta penurunan kecepatan pembakaran 63,64%. Pengujian sifat mekanik yang meliputi kekuatan tarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impak mempergunakan ASTM D 638 dan 6110. Komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao 20% mengalami peningkatan kekuatan tarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impak masing-masing sebesar 13,70%, 23,28%, 43,03%, dan 42,42%. Komposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal mengalami peningkatan kekuatan tarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impak masing-masing sebesar 19,42%, 25,93%, 53,53%, dan 51,70%. Spektra FTIR komposit menunjukkan pola spektra dari bahan penyusunnya. Pada gugus karbonil komposit tersebut mengalami pergeseran bilangan gelombang dari 1728 cm-1 ke 1735 cm-1 yang menandakan terjadinya reaksi esterifikasi antara AA dengan selulosa STKS. Pola XRD komposit pada 2θ=10-70 menunjukkan puncak-puncak kristalografi yang khas dari bahan penyusunnya kecuali puncak kristalografi yang khas dari lempung. Hal ini mengindikasikan bahwa lempung dimungkinkan mengalami eksfoliasi dalam matriks polimer. Kata kunci : limbah polipropilena, serat tandan kosong kelapa sawit, kaolin, haloisit
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SYNTHESIS OF COMPOSITES POLYPROPYLENE/NATURAL FIBER/KAOLINITE GROUP WHICH HAVE BETTER FIRE RETARDANCY AND MECHANICAL PROPERTIES ELIEPHEDIA OKIDIMIS Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University ABSTRACT Composites in this research have been synthesized from polypropylene waste (PPw) matrix, empty fruit bunch of oil palm fibers (EFPF) and kaolinite group clays namely kaolinite (Kao) and halloysite (Hal) as fillers, cross linker divinyl benzene (DVB), as well as the coupling agent acrylic acid (AA) which grafted with PPw forming PPw-g-AA. The kaolinite group clays concentration were varied 10%, 20%, 30%, and 40% (w/w). The synthesis of composites PPw/ DVB/PPw-gAA/EFPF/Kao and PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Hal with ratio PPw/ EFPF=8/2 have done reactively using benzoyl peroxide (BPO) in xylene solvent. The optimum composition of the composites were obtained by the addition of 20% (w/w) of kaolinite or halloysite clays. Its have fire retardancy and mechanical properties better than to the composites without clay are based on test burn and mechanical properties. Fire retardancy includes time to ignition (TTI), burning rate and and the percentage of heat release (% HR) according to ASTM D 635. PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Kao 20% composites have increased TTI and %HR of 171.56% and 5.01%, and have decreased burning rate of 59.55%. PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Hal 20% composites have increased TTI and %HR of 221.78% and 5.20%, and have decreased burning rate of 63.64%. The test of mechanical properties that includes tensile strength, young’s modulus, absorption energy and impact strength according to ASTM D 638 and 6110. PPw/DVB/PPw-gAA/EFPF/Kao 20% composites have increased tensile strength, young’s modulus, absorption energy and impact strength of 13.70%, 23.28%, 43.03%, dan 42.42%, respectively. PPw/DVB/PPw-g-AA/EFPF/Hal 20% composites have increased tensile strength, young’s modulus, absorption energy and impact strength of 19.42%, 25.93%, 53.53%, and 51.70%, respectively. The FTIR spectra of composites showed spectra pattern of the constituent materials. The carbonyl group of composites were shifted wavenumbers from 1728 cm-1 to 1735 cm-1 that shows the occurrence of esterification reaction between AA with the cellulose of EPPF. The XRD pattern of composites at 2θ = 10-70 shows crystallographic peaks a typical of the constituent materials except the crystallographic peak a typical of clay. This indicates that clay may be exfoliated by polymer matrix. Key words : waste polypropylene, empty fruit bunch of oil palm fibers, kaolinite, halloysite commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (Q.S Al-insyirah: 5)
Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannnya... (Q.S Al-baqarah : 286)
Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman. (Q.S Al-imran : 139)
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat. (Winston Chuchill)
Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar. (Umar bin Khatab)
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini penulis persembahkan Untuk mama dan bapak di rumah yang senatiasa memberikan doa serta supportnya
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Sholawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Rosulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak, karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bpk Dr. Eddy Heraldy, MSi selaku ketua jurusan Kimia FMIPA UNS 2. Ibu Prof. Dra. Neng Sri Suharty, MSc., PhD selaku pembimbing I dan pembimbing akademik 3. Bapak Prof. Kuncoro Diharjo, S.T., M.T selaku pembimbing II 4. Bapak Dr.Rer.nat. Fajar Rakhman Wibowo, M.Si selaku penguji I 5. Bapak IF Nurcahyo selaku Ketua Lab Dasar Kimia FMIPA UNS serta penguji II 6. Bapak-ibu dosen Jurusan Kimia FMIPA UNS 7. Aprina Suci Mahlani selaku partner skripsi 8. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu Penelitian ini merupakan bagian dari projek penelitian “Developing of Polypropylene/nano-Halloysite or nano-Montmorillonite Composites : Tough, High Flame Resistance and Enviromental Friendly of Public Transportion” atas nama Prof. Neng Sri Suharty, M.S., Ph.D. Berkaitan dengan hal tersebut maka penggandaan atau pengambilan segala sesuatu dari penelitian ini harus seijin Prof. Neng Sri Suharty, M.S., Ph.D sebagai pemilik projek penelitian. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi pembaca
Surakarta, Februari 2012
commit to user
viii
Eliephedia Okidimis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................
iii
HALAMAN ABSTRAK ..................................................................................
vi
HALAMAN ABSTRACT ................................................................................
v
HALAMAN MOTTO ......................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................
vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................
viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xv
BAB I
PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................
3
1. Identifikasi Masalah ...........................................................
3
2. Batasan Masalah ................................................................
5
3. Rumusan Masalah ..............................................................
6
C. Tujuan ......................................................................................
6
D. Manfaat ....................................................................................
6
LANDASAN TEORI .....................................................................
7
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................
7
1. Polipropilena ......................................................................
7
2. Bahan Pengisi (filler) .........................................................
9
3. Komposit ............................................................................
16
4. Fire Retardant ...................................................................
22
5. Karakteristik Komposit ...................................................... commit to user a). Spektrofotometer Infra Merah....................................
25
b). Difraksi Sinar-X (XRD)…....….................................
26
BAB II
ix
25
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
digilib.uns.ac.id
c). Pengujian Daya Bakar ..........……………………….
27
d). Pengujian sifat Mekanik ...............…………...……..
28
B. Kerangka Pemikiran .................................................................
30
C. Hipotesis ...................................................................................
34
METODOLOGI PENELITIAN .....................................................
35
A. Metode Penelitian .....................................................................
35
B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
35
C. Alat dan Bahan Yang Digunakan .............................................
35
1. Alat .....................................................................................
35
2. Bahan .................................................................................
36
D. Prosedur Kerja ..........................................................................
36
1. Preparasi Limbah Polipropilena (LPP)...............................
36
2. Preparasi Serat tandan Kosong Kelapa Sawit (STKS) .......
36
3. Kalsinasi Lempung Kaolin dan Haliosit………….............
36
4. Sintesis Senyawa Penggandeng LPP-g-AA dengan Metode Larutan.................................................................. 5. Sintesis
Biokomposit
37
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
sebagai Pembanding Menggunakan Metode Proses
37
Larutan ..............................................................................
BAB IV
6. Sintesis Geobiokomposit Menggunakan Metode Larutan .
38
7. Pembuatan Spesimen …………………………………….
39
8. Pengujian Daya Bakar …………………………………...
39
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................
40
F. Teknik Analisis Data dan Penyimpulan hasil ............................
40
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
43
A. Penalaran Struktur ....................................................................
43
1. Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS ........................
44
2. Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal ...........
47
B. Pengujian Daya Bakar ............................................................. commit to user 1. Time to Ignition (TTI) ........................................................
50
2. Kecepatan Pembakaran ......................................................
52
x
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Heat Release (HR) .............................................................
53
C. Pengujian Sifat Mekanik ..........................................................
55
1. Kekuatan Tarik ...................................................................
55
2. Modulus Young (E) ...........................................................
56
3. Energi Serap (Es) dan Kekuatan Impak .............................
57
KESIMPULAN ..............................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
62
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................
73
BAB V
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Sifat Fisik dan Morfologi STKS …………………………………….. 11 Tabel 2. Komposisi Kimia dari STKS ………………………………………... 11 Tabel 3. Formula Sintesis Senyawa Penggandeng LPP-g-AA……………....
37
Tabel 4. Formula Sintesis Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS ……..
38
Tabel 3. Berbagai Jenis Formula pada Sintesis Geobiokomposit .................
39
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
(a). Limbah polipropena (LPP); (b). Label Plastik Jenis PP; (c).
8
Reaksi addisi propena menjadi polipropilena………………….. Gambar 2.
(a). Isotaktik; (b). Ataktik; (c). Sindiotaktik, dimana R = CH3 …
9
Gambar 3.
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS) ………………..………….
10
Gambar 4.
(a). Monomer selulosa; (b). Struktur Selulosa yang saling
12
berikatan (bentuk kursi) yang dapat membentuk ikatan glikosida Gambar 5.
(a). rumus umum kaolin; (b). Struktur kaolin …………………...
14
Gambar 6.
(a). Rumus umum haloisit; (b). Struktur haloisit …………….
15
Gambar 7.
Pembentukan radikal pada (a). BPO; (b). PP ……………..........
17
Gambar 8.
(a). Struktur asam akrilat (AA); (b). Pembentukan radikal pada
18
asam akrilat; (c). Proses grafting LPP-g-AA; (d). Pembentukan radikal pada LPP-g-AA ……………………...…………...…..... Gambar 9.
Reaksi radikal pada selulosa ……………………………………
19
Gambar 10.
(a). Struktur DVB; (b). Pembentukan radikal pada DVB ….........
19
Gambar 11.
Skema sintesis polimer dan clay ……….......................................
21
Gambar 12.
(a) Rangkaian alat proses larutan; (b). Internal Mixer ………......
21
Gambar 13.
Struktur Xilena …….……………………….................................
22
Gambar 14.
(a). Reaksi pembakaran; (b). Segitiga api …................................
22
Gambar 15.
Skema pemantulan sinar X oleh bidang kristal ...........................
26
Gambar 16.
Spesimen pengujian daya bakar ...................................................
28
Gambar 17.
Spesimuen uji kekuatan tarik sesuai ASTM D 638 tipe V …….
29
Gambar 18.
Spektrum FT-IR: (a) LPP (film), (b) AA (neat-liquid), (c) LPP-
44
g-AA (film) ……………………………….…………………….. Gambar 19.
Spektrum FT-IR: (a) LPP (film), (b) DVB (neat liquid), (c) LPP-
46
g-AA (Formula II) (film) (d) STKS (pelet KBr), dan (e) Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) (film) .. Gambar 20.
Spektrum FT-IR: (a) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) commit to user (b) Haloisit (pellet KBr), (c) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (film) …………………………………………………………….
xiii
48
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 21.
digilib.uns.ac.id
Difaktogram (a) LPP, (b) Haloisit (c) LPP/DVB/LPP-g-
49
AA/STKS/Hal (Formula F3) …………………………………… Gambar 22.
Pengujian Daya Bakar ………………………………………….
50
Gambar 23.
Kurva time to ignition dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
51
tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Hal (F3) ……………………………………………... Gambar 24.
Skema penghambatan O2 secara (a) interkalasi dan (b) eksfoliasi
51
Gambar 25.
Kurva
53
kecepatan
pembakaran
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Hal (F3) ……………………………………………... Gambar 26.
Kurva heat release dari LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi
0%)
(F1)
sebagai
pembanding
54
dengan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Hal (F3) ……………………………………………... Gambar 27.
Kurva nilai kuat tarik LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi
0%)
(F1)
sebagai
pembanding
56
dengan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Hal (F3) ……………………………………………... Gambar 28.
Kurva nilai modulus young LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa
57
clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Hal (F3) ……………………………………………... Gambar 29
Kurva nilai (a) energi serap (Es) dan (b) kekuatan impak LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) ………………...
commit to user
xiv
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Bagan Alir Preparasi LPP ..........................................................
73
Lampiran 2.
Bagan Alir Preparasi LPP-g-AA.................................................
73
Lampiran 3.
Bagan Alir Pembuatan Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g- 74 AA/STKS/Clay ……………………………..............................
Lampiran 4.
Pola Difraksi LPP berdasarkan JCPDS ……..............................
75
Lampiran 5.
Pola Difraksi Haloisit berdasarkan JCPDS ……………………
75
Lampiran 6.
Formula ………………………………………………………..
76
Lampiran 7.
Perhitungan Time to Ignition …………………………………..
76
Lampiran 8.
Perhitungan Kecepatan Pembakaran …………………………..
77
Lampiran 9.
Perhitungan Heat Release (HR) ……………………………….
78
Lampiran 10. Perhitungan Nilai Kekuatan Tarik …………………………….
79
Lampiran 11. Perhitungan Modulus Young ………………………………….
80
Lampiran 12. Perhitungan Energi Serap (Es) ………………………………...
81
Lampiran 13. Perhitungan Kekuatan Impak ………………………………….
82
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan air minum dalam kemasan (AMDK) terpenuhi dari berbagai macam bentuk AMDK antara lain: kemasan galon 19 L yang terbuat dari polikarbonat (PC) sebesar 60%, kemasan botol 600 mL yang terbuat dari dari poliethylen terpthalat (PET) sebesar 25%, dan kemasan gelas atau cup 240 mL yang terbuat dari polipropilena (PP) sebesar 15% (Soentantini, 2007). Berdasarkan data dari Asosiasi Perusahaan Air minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) (Baroeno, 2010) pada tahun 2009 total konsumsi AMDK di Indonesia sebesar 15,5 milyar liter dan diperkirakan pada tahun 2010 mencapai 17 miliar liter atau tumbuh 15% dibandingkan dengan produksi tahun 2009. Air mineral dalam kemasan (AMDK) berbentuk gelas umumnya hanya digunakan sekali pakai kemudian langsung dibuang sehingga dapat diasumsikan bahwa limbah yang dihasilkan sebesar 9,7 milyar gelas. Berdasarkan pengukuran massa, satu buah gelas mempunyai massa 4 gr, maka limbah AMDK yang terbuat dari PP terbuang seberat 3,88 x 104 ton yang dapat menimbulkan pencemaran limbah polipropilena (LPP) di lingkungan. Limbah polipropilena (LPP) merupakan limbah plastik yang pada umumnya tidak dapat terbiodegradasi secara alami sehingga keberadaannya di lingkungan dapat menghambat kinerja mikroorganisme dalam proses pembusukan sampah di dalam tanah dan dapat menimbulkan pencemaran. Permasalahan lingkungan yang timbul karena LPP tersebut perlu dicari penyelesaiannya. Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat salah satu alternatif pemecahan masalah pencemaran lingkungan oleh limbah plastik adalah pembuatan komposit yang bermanfaat seperti komposit PP/Clay dapat digunakan untuk aplikasi komersial yaitu komponen bagian luar otomotif (Solomon, 2004) dan komposit LDPE/Clay untuk kemasan (packaging) (Arunvisut et al., 2007). Selain itu, terdapat pemanfaatan dari limbah plastik yaitu dengan cara penambahan bahan pengisi (filler) ke dalam matriks polimer sehingga dihasilkan commit to user komposit yang memiliki sifat biodegradabel yaitu yang dapat terdegradasi di alam dan ramah lingkungan serta
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
memiliki sifat mekanik yang baik. Bahan-bahan pengisi (filler) dapat berasal dari bahan organik (serat tumbuh-tumbuhan) dan geopolimer (lempung/clay). Beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan serat alam sebagai filler ke dalam matriks polimer yaitu : polibutilen suksinat (PBS) dengan abu sekam padi atau serbuk kayu (Kim et al., 2005), komposit polistirena daur ulang dengan serbuk kayu sengon dan serbuk kayu kelapa (Suharty dan Firdaus et al., 2007), komposit epoxy dengan serat pisang (banana fibers) (Maleque et al., 2006), polikarbonat dengan serat daun nanas (Threepopnatkul et al., 2008), polietilen dengan serat kenaf (Aji et al., 2009), polipropilena dengan serat bambu (Suharty et al., 2008) dan komposit termoplastik akrolonitril butadiena stirena (ABS) dengan STKS sehingga dihasilkan komposit yang biodegradabel dan memiliki sifat mekanik yang baik (Maulida, 2009). Salah satu jenis serat alam yang banyak dijumpai di Indonesia adalah serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) yaitu serat dari tanaman sawit yang dapat tumbuh subur di daerah tropis seperti Indonesia. Pemanfaatan STKS di Indonesia masih terbatas untuk pupuk serta biodiesel sehingga kurang memanfaatkan keunggulan nilai mekanisnya
yang sebenarnya dapat meningkatkan nilai
ekonomisnya (Anonim, 2009). Salah satu cara untuk meningkatkan nilai ekonomi dari STKS adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan pengisi dalam suatu komposit. Plastik dan serat alam merupakan bahan yang mudah terbakar. Sifat tersebut menjadi masalah serius karena pada alat transportasi rawan terjadi kebakaran, baik yang diakibatkan oleh kecelakaan maupun gangguan kelistrikan pada mesin. Peningkatan sifat hambat bakar dari material komposit telah menjadi tuntutan dan sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan akan keamanan produk komposit serat alam, sehingga perlu ditambahkan suatu bahan penghambat bakar ke dalam komposit serat alam. Kemampuan tahan bakar dari suatu komposit dapat ditingkatkan dengan penambahan senyawa penghambat bakar (fire retardants). Menurut Sain et al. (2004) asam borat, zink borat dan kloride, serta garam ammonium dari fosfat, borat, sulfat commit to user dan klorida dapat digunakan sebagai senyawa aditif senyawa fire retardants. Patra et al. (2005) melaporkan bahwa senyawa CaCO3 yang dicampur dengan Ammonium
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
polipospat (APP) dapat bertindak sebagai senyawa fire retardants. Penambahan senyawa fire retardants Mg(OH)2/Al(OH)3 (ratio 15/5), serta H3BO3
pada
biokomposit polipropilena (PP) dengan serat kenaf dapat mengurangi tingkat pembakaran 55% (Suharty et al., 2010). Suharty et al. (2010a) sintesis biokomposit LPP/Serat Kenaf yang ditambahkan dengan senyawa penghambat nyala CaCO3 dan DAP menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 54%. Penambahan
material
anorganik seperti montmorillonite (MMt) dapat meningkatkan efektifitas senyawa fire retardants (Lee et al., 2003). Penambahan lempung (clay) melalui grafting antara PP dengan maleic anhydride (MA) dapat menurunkan kemampuan bakar (Gilman et al., 2000). Haloisit dapat digunakan sebagai penyekat/pengisolasi panas pada permukaan komposit (Handge et al., 2010). Hussain M et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan kaolin dapat digunakan sebagai senyawa fire retardants. Menurut Haiyun et al. (2011) melaporkan bahwa interaksi clay ke dalam matriks polimer menghambat konduksi panas antara polimer dan nyala api sehingga menunda adanya pembakaran.
B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Limbah AMDK merupakan limbah yang sulit terdegradasi di alam. Salah satu limbah AMDK yang yang dihasilkan cukup banyak adalah kemasan cup yang terbuat dari polipropilena yaitu sebesar 3,88 x 104 ton sehingga menimbulkan limbah polipropilena (LPP) yang dapat menyebabkan pencemaran. Salah satu alternatif untuk mengatasi LPP yang berlimpah dan tidak degradabel adalah dengan mengubah LPP menjadi material baru yang dapat terdegradasi serta memiliki sifat mekanik yang meningkat dengan cara penambahan serat alam sebagai bahan pengisi dalam komposit. Salah satu jenis serat alam yang banyak dijumpai di Indonesia adalah serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) yaitu serat dari tanaman sawit yang dapat tumbuh subur di daerah tropis seperti Indonesia. Serat TKS memiliki kekuatan tarik sebesar 71 MPa (Yusooff at al., 2009). commit to user Komposit serat alam dapat dipergunakan sebagai komponen kendaraan bermotor. Permintaan terhadap komposit serat alam dalam berbagai aplikasi seperti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
komponen otomotif terus meningkat. Hal ini disebabkan karena keuntungan yang diperoleh secara ekologi dan ekonomi lebih besar dari komposit konvensional. Sedangkan sebagai material organik, komposit serat alam sangat mudah terbakar. Peningkatan sifat hambat bakar dari material komposit telah menjadi tuntutan dan sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan akan keamanan produk komposit serat alam. Sehingga perlu ditambahkan suatu senyawa penghambat bakar (fire retardants) kedalam komposit serat alam. Penambahan Clay dalam komposit serat alam dapat digunakan sebagai senyawa fire retardants (Delhom et al., 2010). Du et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan Halloysite Nanotubes (HNTs) pada PP dapat menurunkan kemampuan bakar dengan terbentuknya arang sehingga menghambat gas pengoksidasi (O2). Penambahan kaolin lebih efektif sebagai senyawa fire retardants daripada silica dan alumina yang berdiri sendiri dalam komposit (Ribeiro et al., 2008). Hal ini karena di dalam kaolin terdapat silika dan alumina. Sintesis komposit dapat dilakukan menggunakan metode larutan dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Suharty, 1993) maupun metode internal mixer (Kim et al., 2005). Dalam prosesnya dapat dilakukan secara reaktif menggunakan inisiator maupun non reaktif (Suharty et al., 2007). Suharty et al. (2008), mensintesis polipropilena daur ulang dengan serbuk bambu mempergunakan asam akrilat (AA) sebagai senyawa penggandeng multifungsional. Ismail et al. (2010) telah membuat komposit Linear Low-Density Polyethylene/Poly (Vinyl Alcohol) (LLDPE/PVA) menggunakan senyawa penggandeng multifungsional maleic anhydride (MA). Khalid M et al. (2008) melakukan sistesis komposit PP/STKS menggunakan senyawa penggandeng silang maleic anhydride (MA) yang di grafting dengan PP sehingga terbentuk PP-g-MA yang dapat meningkatkan interaksi antara matriks dan filler. Peningkatan kualitas komposit juga dapat dilakukan dengan penambahan agen penyambung silang yang berfungsi untuk meningkatkan ikatan silang dan mengeraskan komposit. Suharty (1993), telah melakukan grafting antara PP dengan ditert-butil benzil akrilat (DBBA) menggunakan agen penyambung silang divinil commit to user benzena (DVB) dan trimetilol propana triakrilat (TMPTA), dimana hasilnya adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
pembuatan dengan menggunakan agen penyambung silang DVB lebih kuat daripada dengan TMPTA. Karakterisasi komposit dilakukan pada analisis gugus fungsi serta kristalinitas. Pengujian daya bakar dilakukan dengan penentuan time to ignition (TTI), kecepatan pembakaran menggunakan ASTM D 635 serta kemampuan untuk melepaskan panas setelah terbakar (HR). Sedangkan pengujian sifat mekanik berupa kekuatan tarik (TS) dan modulus young (E) menggunakan Universal Testing Machine (UTM) mengikuti ASTM D 638 serta energi serap dan kekuatan impak menggunakan charpy impact testing machine mengikuti ASTM D6110.
2. Batasan Masalah 1. Sumber polipropilena yaitu limbah air mineral dalam kemasan (AMDK) dalam bentuk gelas (cup) 240 mL dengan merek sejenis. 2. Bahan pengisi (filler) yang juga digunakan adalah serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) yang diperoleh dari PTPN VII unit Rejosari, Lampung Selatan dan lempung (clay) yang kaolin yang diperoleh dari Bratachem, Yogyakarta serta haloisit yang diperoleh Applied Minerals Inc, USA. 3. Variasi konsentrasi kaolin maupun haloisit yang digunakan adalah 10%, 20%, 30% serta 40%. 4. Pembuatan komposit dilakukan dengan metode larutan menggunakan pelarut xilena dengan proses secara reaktif mempergunakan inisiator benzoil peroksida (BPO) dan adanya senyawa penggandeng LPP-g-AA serta agen penyambung silang DVB. 5. Penalaran struktur dilakukan dengan perubahan gugus fungsi
dengan
spektrofotometer infra merah (FT-IR), kritalinitas dengan difraksi sinar-X (X-Ray Difraction, XRD). 6.
Pengujian daya bakar meliputi penentuan time to ignition (TTI), kecepatan pembakaran dilakukan menurut ASTM D 635 serta Heat Release (HR).
7.
Pengujian sifat mekanik berupa kekuatan tarik (TS) dan modulus young (E) commit to user menggunakan Universal Testing Machine (UTM) mengikuti ASTM D 638 serta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
energi serap dan kekuatan impak menggunakan charpy impact testing machine mengikuti ASTM D 6110.
3. Rumusan Masalah 1. Bagaimana komposisi optimum pembuatan geobiokomposit LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Kao dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal dalam berbagai variasi konsentrasi clay secara proses larutan terhadap kemampuan hambat bakar? 2. Bagaimana komposisi optimum
geobiokomposit terhadap peningkatan sifat
mekanik?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah pemanfaatan limbah polipropilen (LPP) dengan serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) dan penambahan kaolin maupun haloisit sehingga dihasilkan geobiokomposit yang memiliki kemampuan hambat bakar serta sifat mekanik yang tinggi.
D. Manfaat 1. Memberikan suatu pengetahuan mengenai cara mengatasi LPP yang dapat menimbulkan permasalahan lingkungan karena sifatnya yang tidak dapat terbiodegradasi. 2. Memberikan informasi untuk akademisi terutama dibidang polimer untuk menjadikan suatu plastik PP yang mudah terbakar dapat dimodifikasi menjadi suatu senyawa yang tidak mudah terbakar (fire retardants).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Polipropilena Polipropilena (PP) adalah polimer yang mempunyai susunan berulang dari monomer propena dengan rumus struktur (CH2=CH-CH3). Propena berasal dari minyak bumi yang diperoleh melalui proses cracking (Grant, 1985). Penggabungan monomer propena membentuk polipropena melalui proses polimerisasi addisi (Adriani, 2003). Setiap unit ulang polipropilena mempunyai karbokation pada karbon tersier bersifat sangat stabil, sehingga atom H yang terikat pada karbon tersier tersebut bersifat reaktif dan bersifat non polar (Pudjaatmaka, 1986). Kereaktifan ini disebabkan efek sterik dari gugus besar disekitar karbon tersier. Bila suatu radikal menyerang polipropilena, maka Hidrogen yang lepas adalah yang mempunyai energy disosiasi pemutusan ikatan C-H yang rendah. Energi disosiasi pemutusan ikatan C-H tersier lebih rendah daripada energi disosiasi pemutusan ikatan C-H sekunder maupun C-H primer. Energi disosiasi ikatan C-H pada karbon tersier sebesar 91 kkal/mol sedangkan karbon posisi sekunder sebesar 94,5 kkal/mol (Fessenden dan Fessenden, 1986). Polipropilena bersifat non polar sehingga tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut dalam dalam toluena mendidih adalah 66% dan pada xilena mendidih adalah 100% (Suharty, 1993). Polipropilena bersifat termoplastik yaitu dapat dipanaskan berulang-ulang. Ketika dipanaskan polipropilena akan meleleh dan mengeras kembali saat didinginkan (Lubis, 2009). Polipropilena merupakan salah satu plastik yang digunakan dalam bidang industri dengan kode angka 5 dari The Society of Plastic Industry (Kusumastuti, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
(a)
(b) Karbon tersier
H H2C
H
C
*
CH3
H2C
C
*
CH3
Propena
Polipropilena (c)
Gambar 1. (a). Limbah polipropena (LPP); (b). Label plastik jenis PP; (c). Reaksi addisi propena menjadi polipropilena Pada polimer polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin (molekul tersusun teratur) dan bagian lain membentuk daerah amorf (molekul tersusun secara tidak teratur). Dalam struktur polimer polipropilena atom-atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut antara ikatan C-C 109,5º dan membentuk rantai zigzag planar (Adriani, 2003). Polipropilena struktur zigzag planar dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda-beda tergantung pada posisi relatif gugus metil (CH3) satu sama lain di dalam rantai polimernya sehingga menghasilkan struktur isotaktik (grup metil pada satu sisi dari bidang), ataktik (grup metil secara acak menempel ke setiap sisi) dan sindiotaktik (grup metil bergantian), seperti gambar 2. Secara kimia ketiga struktur polipropilena berbeda satu sama lain. Polipropilena ataktik tidak dapat berubah menjadi polipropilena sindiotaktik atau menjadi struktur lainnya tanpa memutuskan dan menyusun kembali beberapa ikatan kimia. Dalam struktur polipropilena ataktik gugus metil bertindak seperti cabang-cabang rantai pendek yang muncul pada sisi rantai secara acak. Ini mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan daerah-daerah rantai yang sama commit to user (tersusun) sehingga mempunyai sifat kristalin rendah menyebabkan tingginya kadar oksigen pada bahan tersebut sehingga bahan polimer ini mudah terdegradasi oleh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
pengaruh lingkungan seperti kelembaban cuaca, radiasi sinar matahari dan lain sebagainya (Evrianni, 2009). Polipropilena berstruktur isotaktik dan sindiotaktik adalah sangat kristalin, bersifat keras dan kuat. Menurut Ghosh (2011), PP komersial hampir 90-97% merupakan isotaktik.
(a)
(b)
(c) Gambar 2. (a). Isotaktik; (b). Ataktik; (c). Sindiotaktik, dimana R = CH3 2. Bahan Pengisi (Filler) Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan ke dalam campuran plastik untuk peningkatan sifat mekanik (kuat tarik) suatu polimer (Ismail, 2001). Bahanbahan pengisi dapat berasal dari bahan anorganik (fiberglass), geopolimer (lempung) , dan bahan organik (serat tumbuh-tumbuhan). Bahan pengisi dari serat tumbuhan memiliki kelebihan, antara lain: biodegradabel, densitas rendah, serat tidak hancur saat pemrosesan, serta murah dan melimpah (Rowell et al., 1997). Serat ini digunakan untuk menaikkan sifat mekanik pada plastik termoplastik seperti pembuatan biokomposit dengan membuat komposit polibutilen suksinat (PBS) dengan abu sekam padi sehingga diperoleh komposit yang commit to user lebih kuat (Kim et al., 2005). Penambahan serat pisang pada epoxy resin dapat meningkatkan nilai kuat tarik sebesar 90% dibandingkan dengan dengan bahan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
awalnya (Maleque et al., 2006). Suharty et al. (2007) membuat biokomposit degradabel dari polistirena (PS) daur ulang termodifikasi dengan bahan penguat serbuk kayu kelapa menghasilkan biokomposit yang memilki sifat mekanik yang lebih meningkat dibandingkan bahan awalnya serta kemampuan untuk terdegradasi secara mikroorganisme. Negara Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dimana banyak ditemukan jenis-jenis tanaman yang memiliki serat. Salah satunya jenis serat alam yang terdapat di Indonesia adalah serat yang terdapat pada tandan kosong kelapa sawit (TKS). Indonesia adalah negara penghasil utama kelapa sawit setelah Malaysia, serta menurut perkiaraan pada tahun 2011 Indonesia akan menjadi negara penghasil utama kelapa sawit. Dari proses penggelolaan tandan buah segar menjadi minyak sawit (CPO) lebih kurang 45%nya akan menjadi limbah padat berupa tempurung (shell), serabut (fiber) dan tandan kosong. Setengah dari jumlah limbah padat (22-23%) tersebut merupakan tandan kosong (Surjosatyo dan Vidian, 2004). Menurut Deperin Indonesia (2011), potensi crude palm oil (CPO) tahun 2010 di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dengan memproduksi 20 juta ton dan akan terus meningkat karena ditunjang oleh perluasan perkebunan kelapa sawit dan produktivitas lahan. Sehingga dapat disimpulkan banyaknya limbah TKS yang terbuang sebesar 8,19 juta ton pada tahun 2010 dan setiap tahunnya akan meningkat. Sementara itu pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit masih terbatas untuk pupuk serta biodiesel sehingga kurang memanfaatkan keunggulan nilai mekanisnya yang sebenarnya dapat meningkatkan nilai ekonomisnya (Anonim, 2009).
Gambar 3. Tandan kosong kelapa sawit (TKS) commit to user Tandan kosong kelapa sawit (TKS) dihasilkan sebagai sebagai limbah dalam proses ekstraksi minyak kelapa sawit. Pada tandan kosong kelapa sawit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
terdapat dua bagian TKS yang mengandung banyak selulosa yaitu bagian pangkal dan ujung (bagian yang runcing dan keras) dari tandan tersebut yang akan ditunjukkan pada tabel 1 (Darnoko et al., 1995). Tabel 1. Sifat Fisik dan Morfologi STKS (Darnoko et al., 1995) Parameter
TKS bagian Pangkal
TKS bagian ujung
Panjang Serat, mm
1,2
0,76
Diameter serat, µm (D)
15,0
114,34
Kadar serat (%)
72,67
62,47
Bukan serat (%)
27,33
37,53
Menurut Heradewi (2007), komposisi kimia dari STKS ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia dari STKS (Heradewi, 2007) Komponen Kimia
Komposisi (%)
Kadar air
8,2
Kadar lignin
22,12
Kadar α-selulosa
62,46
Kandungan selulosa yang cukup besar serta lignin yang kecil menandakan bahwa STKS memiliki keuletan yang cukup tinggi dan tidak getas (Mwaikambo, 2006). Maulida (2009) melakukan sintesis biokomposit dari komposit termoplastik akrolonitril butadiena stirena (ABS) dengan STKS dan diperoleh komposit yang memiliki sifat mekanik yang lebih baik. Hal ini dikarenakan Serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) memiliki kekuatan tarik yang tinggi karena bentuk serat yang bermacam-macam dan tidak tersusun. Serat TKS memiliki kekuatan tarik sebesar 71 MPa (Yusooff et al., 2009). Sehingga STKS diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanik dari biokomposit tersebut. Selulosa (C6H10O5)n dibentuk oleh ± 10.000 monomer glukosa yang diikat dengan ikatan 1,4-β-glukosida (Sanjaya, 2001). Pada selulosa dapat membentuk ikatan hidrogen intra dan intermolekul (Andriani, 2003). Ikatan hidrogen antara gugus-gugus OH dari unit glukosa yang berdekatan dalam molekul selulosa yang sama disebut ikatan intramolekul yang menyebabkan commit to user masing-masing rantai memiliki kekakuan tertentu. Terdapat juga ikatan hidrogen antara gugus-gugus OH dari molekul-molekul selulosa yang berdampingan atau disebut ikatan intermolekul.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Ikatan tersebut menyebabkan adanya pembentukan struktur supramolekul (Setiadi, 2010). Setiap unit monomer glukosa pada selulosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH) yang terletak pada C2, C3, dan C6 serta dua oksigen pada C1 dan C4 yang membentuk ikatan glikosidik yang berkaitan dengan monomer lain (Achmadi, 2003). Kelima gugus ini bersifat reaktif dan polar, sehingga akan berikatan dengan gugus polar dari senyawa lain.
(a)
(b) Gambar 4. (a) Monomer selulosa; (b) Struktur selulosa yang saling berikatan (bentuk kursi) yang dapat membentuk ikatan glikosida. Ismail (2001) telah menyebutkan bahwa penggunaan serat alam sebagai pengisi atau filler pada pembuatan biokomposit dapat berfungsi sebagai penguat atau reinforcement, akan tetapi Kim (2005) dan Rowell (1997) menyatakan bahwa kekuatan tarik biokomposit akan menurun seiring bertambahnya jumlah serat alam sebagai pengisi biokomposit. Suharty et al. (2009) komposisi optimum LPP/Serat kenaf=8/2 memiliki sifat kuat tarik yang meningkat dibandingkan dengan bahan commit to user awalnya. Mengacu pada hasil penelitian tersebut maka dalam penelitian kali ini akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
digunakan rasio LPP/STKS = 8/2 dengan pertimbangan akan diperoleh biokomposit yang memiliki sifat mekanik yang tinggi. Selain berasal dari serat alam, bahan pengisi (filler) yang dapat membantu degradasi dan meningkat sifat mekanik dari plastik, juga berasal dari geopolimer (lempung/clay). Penambahan polilaktid (PLA) dengan Montmorillonit (MMt) dapat meningkatkan kemampuan sifat mekaniknya dan biodegradabel (Ray and Bousmina, 2005). Lee et al. (2001) melaporkan bahwa penambahan alipatik polyester (APES) dengan MMt organik dapat meningkatkan sifat biodegradabelnya dan meningkatkan sifat mekaniknya. Mineral lempung merupakan bahan alam yang relatif banyak terdapat di Indonesia (Sutha Negara et al., 2008). Lempung/clay yang secara luas terdistribusi di Indonesia dari Sumatra, Jawa, sampai Timor Timur dan Sulawesi sehingga dapat dijadikan sebagai material penguat dalam komposit ini (Astutiningsih et al., 2009). Menurut Supeno (2009), Berdasarkan tipe lapisan tanah, clay terbagi menjadi 3 yaitu tipe 1:1 (kaolinit), tipe 2:1 (montmorillonit) dan tipe 2:2 (khlorit).
Sedangkan
kelompok kaolinit (tipe 1:1) terbagi menjadi 5 mineral yaitu kaolin, haloisit, Khrisotil, lizardit, dan Antogorit. Golongan kaolinit termasuk kedalam tipe 1 : 1 karena komposisinya terdiri atas satu lembar Si–tetrahedral dan satu lembar Al– oktahedral (Gardolinski et al., 1999) . Mineral kaolinit merupakan alumino-silikat yang terhidrasi (Ciullo, 2003). Kaolin termasuk jenis mineral clay dengan formula Al2O3.2SiO2.2H2O. Kaolin mengandung SiO2 sekitar 50% (Bakri et al., 2008). Kaolin bersifat hidrofilik, oleh karena itu juga kaolin bersifat polar (Ciullo, 2003). Kaolin banyak digunakan sebagai bahan pengisi (filler) dalam komposit untuk memperkuat sifat mekanik dan mengurangi biaya pembuatan produk komposit (Zhang et al., 2009). Salmah et al. (2005) membuat komposit PP/EPDM yang ditambahkan dengan kaolin dan dihasilkan komposit yang mempunyai nilai kekuatan tarik yang tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Al2O3.2SiO2.2H2O (a)
(b) Gambar 5. (a). Rumus umum kaolin; (b). Struktur kaolin (Hyun YH, 2002) Kaolin memiliki satu lembar silika tetrahedral pada satu sisi dan satu lembar aluminium oktahedral pada sisi lain (Madejova J, 2003). Oleh karena itu, bidang dasar atom-atom oksigen pada satu unit kristal berseberangan dengan bidang dasar ion-ion OH dari lapisan berikutnya. Atom oksigen yang memiliki satu valensi berpegangan erat dengan Si sedangkan yang lain memegang Al secara ikatan koordinasi (Supeno, 2009). Pada difaktogram XRD kaolin mempunyai nilai d spacing = 7,16 Ǻ (Gardolinski et al., 1999). Haloisit termaksud ke dalam salah satu kelompok kaolinit yang mempunyai komposisi umum Al2O3.2SiO2.4H2O (Horvath et al., 2003). Menurut Handge et al. (2010) haloisit sering digunakan sebagai bahan pengisi (filler) pada komposit. Strukturnya mirip kaolin, tetapi haloisit mempunyai kapasitas tukar kation dan aktifitas katalitik yang lebih besar dari kaolin (Cocke and Beall, 2010). Selain itu juga, perbedaan dengan kaolin terletak pada susunan yang tidak beraturan dari lapisan-lapisan dan terdapatnya dua atau lebih antar lapisan air (water interlayer). Molekul-molekul air terikat bersama-sama menurut pola heksagonal, molekul air ini selanjutnya terikat dengan lapisan-lapisan kristal melalui ikatan H (Supeno, 2009). Menurut Horvath et al. (2003) terdapatnya molekul air di antara lapisan haloisit sehingga haloisit memiliki nilai d spacing =10,0 Å lebih besar dari kaolinit. Proses commit to user pemanasan pada suhu 100-120°C menyebabkan haloisit kehilangan air sehingga nilai d turun menjadi 7 Å (Abdullayev et al., 2009).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Al2O3.2SiO2.4H2O (a)
(b) Gambar 6. (a). Rumus umum haloisit; (b). Struktur haloisit (Pasbakhsh P et al., 2009) Haloisit umumnya berbentuk pipa (tubular) jika dilihat melalui mikroskop elektron, bentuk ini berbeda dengan kaolin yang berbentuk heksagonal (Supeno, 2009). Menurut Handge et al. (2010), Haloisit merupakan tabung berongga dengan ukuran panjang sampai 10μm dan diameter luar 30-100 nm. Di Haloisit, lapisan SiO2 terletak pada permukaan luar tabung dan bermuatan negatif di atas pH 4, sedangkan lapisan Al2O3 terletak pada permukaan lumen dalam, serta bermuatan positif pada pH di bawah 8,5 (Abdullayev et al., 2009). Metode pemurnian kaolin dapat dilakukan dengan cara pemanasan yang biasanya disebut kalsinasi dengan menggunakan oven bersuhu tinggi (Sukamta et al., 2009). Pada umumnya kalsinasi berlangsung pada suhu 600-800°C yang berfungsi untuk mememecah senyawa kaolin Al2O3.2SiO2.xH2O menjadi Al2O3.2SiO2 dan H2O (Ilic et al., 2010) sesuai dengan reaksi dibawah ini. T = 800°C Al2O3.2SiO2.xH2O
Al2O3.2SiO2 + xH2O
Hilangnya air (dehidrasi) pada proses kalsinasi akan meningkat kekuatan mekanik pada kaolin (Pesova A et al., 2010). Menurut Sukamta et al. (2009), proses kalsinasi ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas termal dari kaolin dan untuk memperbesar pori-pori permukaannya. (Ilictoetuser al., 2010). commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
3. Komposit Komposit merupakan suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih polimer, dimana sifat mekanik dari material pembentuknya berbeda-beda sehingga akan menghasilkan material baru yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material-material pembentuknya. (Taurista et al., 2006). Pembuatan komposit dengan proses polimerisasi dapat dilakukan dapat dilakukan secara non reaktif dan reaktif dengan penambahan inisiator (Suharty, 1993). Tahapan dalam proses polimerisasi ini dapat digambarkan sebagai berikut: Inisiasi
: ROOR
2 RO●
ROOR
ROO● + R●
R● + M
RM●
Propagasi
: RM● + M
RMM●
Terminasi
: RMx● + RMx+n●
M2x+n
Pada pembuatan komposit diperlukan suatu senyawa inisiator yang akan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas ini akan mengganggu senyawa lain untuk membentuk radikal pula. Jenis inisiator ini biasanya berasal dari senyawa azo dan peroksida. Senyawa inisiator yang sering digunakan adalah diasetil peroksida, di-tbutil peroksida, dan benzoil peroksida (Sopyan, 2001). Dalam penelitian ini digunakan benzoil peroksida sebagai inisiator. Suharty, et al (2007) telah membuat komposit polistirena daur ulang dengan serbuk kayu sengon dan serbuk kayu kelapa dalam pelarut toluena, baik secara reaktif menggunakan inisiator benzoil peroksida (BPO) maupun non reaktif dan diperoleh komposit reaktif lebih kuat dari non reaktif. Bensoil peroksida (BPO) dengan rumus struktur C6H5COOOOCC6H5 yang memiliki dua jenis radikal yang terbentuk kemudian menginisiasi senyawa lain sehingga menghasilkan senyawa radikal baru (Seymour and Carraher, 1988) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Penggunaan senyawa BPO dalam penelitian ini didasarkan atas sifat radikal benzoiloksi yang cukup stabil sehingga cenderung dapat bereaksi
dengan
molekul-molekul
monomer
yang
lebih
reaktif
sebelum
mengeliminasi karbon dioksida sehingga dapat mengurangi pemborosan inisiator commit to user (Sopyan, 2001). Nida (2011) melakukan optimasi konsentrasi BPO dalam pembuatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
biokomposit LPP/SK dan diperoleh komposit dengan peningkatan sifat mekanik sebesar 14% daripada LPP pada penggunaan BPO 0,05% berat total LPP/SK.
(a)
(b) Gambar 7. Pembentukan radikal pada (a). BPO; (b). PP Senyawa radikal R1• maupun R2• akan menyerang polipropilena untuk membentuk polipropilena radikal aktif pada karbon tersiernya, sehingga selanjutnya akan bereaksi dengan asam akrilat membentuk senyawa penggandeng silang LPP-g-AA. Senyawa penggandeng multifungsional AA merupakan suatu jenis senyawa yang dalam strukturnya memiliki gugus polar dan non polar sehingga dapat menyatukan senyawa hidrofilik dan senyawa hidrofobik dalam suatu reaksi kimia. Suharty et al. (2007a) menggunakan AA untuk menyamakan kepolaran polipropilena dan serbuk sekam padi secara reaktif dimana terjadi peningkatan sifat mekanik. Asam akrilat memiliki rumus kimia C3H4O2 dengan titik didih sebesar 141°C serta masa jenis 1,12 - 1,19 g/mL (Siburian, 2001). Asam akrilat memiliki gugus fungsional reaktif yaitu gugus vinil (CH2=CH-) yang bersifat non polar dan gugus karbonil serta hidroksil yang bersifat polar. Gugus non polar dari asam akrilat akan berikatan dengan gugus non polar dari polipropilena yaitu pada karbon tersier dari polipropilena. Sedangkan gugus polar dari asam akrilat akan mengikat gugus polar dari selulosa membentuk ester melalui reaksi esterifikasi (Suharty et al., 2010). Proses grafting antara LPP dengan AA bertujuan untuk meningkat interaksi antara commit to user matriks dan filler (Khalid M et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 8. (a). Struktur asam akrilat (AA); (b). Pembentukan radikal pada asam akrilat; (c). Proses grafting LPP-g-AA; (d). Pembentukan radikal pada LPP-g-AA Pembentukan radikal pada selulosa menurut Carlsson (2005) akan menghasilkan selulosa radikal pada atom O posisi C1 yang mengikat R. Pembentukan selulosa radikal pada gambar 9 akan mengakibatkan selulosa dapat berikatan dengan senyawa penggandeng multifungsional asam akrilat (AA) yang commit to user telah tergrafting dengan PP membentuk ester melalui proses esterifikasi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Gambar 9. Reaksi Radikal pada selulosa (Carlsson, 2005) Komposit yang terbentuk dapat ditingkatkan sifat mekanik dan kemampuan biodegradasinya dengan menambahkan agen penyambung silang. Yang et al. (2007) melaporkan bahwa penambahan agen penyambung silang maleic anhydride polipropilen (MAPP) pada pembuatan komposit serbuk sekam padi dengan Polipropilena dapat meningkatkan kekuatan tarik komposit. Suharty (1993), telah melakukan grafting antara PP dengan ditert-butil benzil akrilat (DBBA) menggunakan agen penyambung silang divinil benzena (DVB) dan trimetilol propana
triakrilat
(TMPTA),
dimana
hasilnya
adalah
pembuatan
dengan
menggunakan agen penyambung silang DVB lebih kuat daripada dengan TMPTA.
(a)
(b) Gambar 10. (a). Struktur DVB; (b). Pembentukan radikal pada DVB
commit to user DVB merupakan senyawa benzena yang mengikat dua gugus vinil pada posisi meta atau para yang bersifat non polar dan mempunyai berat molekul 130,191
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
gr/mol serta titik didih 200°C. Gugus reaktif DVB terletak pada kedua gugus vinil dan inti aromatis (Suharty, 1993). DVB dapat membentuk ikatan primer dan sekunder pada gugus reaktifnya. Ikatan primer terbentuk pada gugus vinil dengan senyawa non polar lainnya, sedangkan ikatan sekunder atau ikatan hidrogen terjadi antara awan elektron π dari inti aromatik dengan atom hidrogen bermuatan parsial positif (Hδ+). Ikatan primer dan sekunder memperbesar jaringan polimer sehingga polimer lebih masif dan keras serta dapat menurunkan indeks alir leleh dan konsekuensinya meningkatkan sifat mekanisnya. Suharty et al. (2009) sintesis biokomposit PP dengan bahan pengisi serat kenaf dapat meningkatkan kekuatan tarik (TS) tanpa DVB sampai 20%, sedangkan dengan penambahan DVB sampai 34% dibanding dengan bahan awalnya LPP. Penambahan DVB akan membentuk ikatan sambung silang yang memperbanyak ikatan dan memperbesar jaringan biokomposit. Jaringan yang besar ini membatasi pergerakan rantai biokomposit sehingga dapat menahan beban yang diberikan. Menurut Ray and Okamoto (2003), proses pembuatan komposit menggunakan pengisi (filler) clay dengan matriks polimer dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu : interkalasi, eksfoliasi serta flokulasi. Interkalasi merupakan penyisipan matriks polimer ke dalam lapisan clay. Eksfoliasi merupakan lapisan clay secara individu dipisahkan dalam matriks polimer secara terus menerus. Secara umum eksfoliasi terdistribusi secara merata ke dalam matriks polimer (Haiyun et al., 2010). Homogenitas dari komposit yang mengalami eksfoliasi lebih tinggi dari interkalasi (Hussain F et al., 2006). Sedangkan flokulasi secara umum hampir sama dengan interkalasi hanya saja pada tepi-tepi lapisan clay mengalami dihidroksilasi (Ray and Okamoto, 2003). Skema sintesis polimer dan clay pada gambar 11. Menurut Pasbakhsh P et al. (2009), gugus fungsi Al-OH dan Si-O pada clay dapat membentuk ikatan sekunder dengan lonepair electron serta hidrogen bermuatan parsial positif (Hδ+).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Gambar 11. Skema sintesis polimer dan clay Proses pembuatan komposit yang dilakukan dengan metode lebur dan metode larutan. Metode lebur biasanya digunakan dengan menggunakan internal mixer, dimana 2 polimer dipanaskan hingga meleleh berbentuk sangat kental dan kemudian dicampurkan. Sedangkan pada metode larutan, polimer-polimer dilarutkan dalam pelarut yang sama lalu diaduk. Kemudian campuran diuapkan pelarutnya. Umumnya metode larutan ini dilakukan dalam skala kecil mengingat penggunaan pelarut dan prosedur penguapan (Dyson, 1998). Gambar alat pembuatan komposit metode lebur maupun metode larutan dapat dilihat pada Gambar 12.
(a)
(b) commit to user Gambar 12. (a) Rangkaian alat proses larutan; (b). Internal mixer
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Pembuatan
komposit
dalam
penelitian
kali
ini
akan
dilakukan
menggunakan metode larutan karena pada pembuatan dengan metode lebur diperlukan suatu alat khusus yang mana keberadaanya terbatas dan mahal. Pembuatan komposit metode larutan membutuhkan pelarut polimer termoplastik yang sesuai. Suharty dan Firdaus (2007) melakukan metode larutan untuk melakukan polistirena (PS) dalam toluena mendidih agar dapat dicampurkan dengan serbuk kayu sengon. Suharty et al. (2007a) menggunakan pelarut xilena untuk melarutkan polipropilena (PP) agar dapat dicampur dengan serbuk sekam padi untuk membuat suatu komposit degradabel yang kemudian pelarut diuapkan setelah diperoleh campuran. Suharty (1993) melaporkan bahwa pelarutan polipropilena dengan xilena dapat melarutkan dengan sempurna dalam kondisi mendidih. Xilena merupakan hidrokarbon turunan benzena dengan densitas 0.86 g/cm3 dan titik didih 138 – 144°C (Othmer, 1996).
Gambar 13. Struktur xilena
4. Fire Retardant Pembakaran merupakan suatu reaksi kimia antara bahan bakar (fuel) dan oksidator (segala sesuatu yang mengandung oksigen). Umumnya nyala dapat terjadi disebabkan oleh tiga komponen yang sering disebut sebagai segitiga api, yaitu bahan bakar, panas, dan oksigen (Sentanuhady, 2007).
CxHy + O2 Bahan Bakar
CO2 + H2O
commit to user (a)
(b)
Gambar 14. (a). Reaksi pembakaran; (b). Segitiga api
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Pembakaran tidak akan terjadi apabila: 1.
Tidak terdapat bahan bakar sama sekali atau tidak terdapat dalam jumlah yang cukup
2.
Tidak ada sama sekali oksigen atau tidak dalam kondisi yang cukup
3.
Sumber panas tidak cukup untuk menimbulkan api
Apabila dalam suatu sistem, oksigen dilingkungan diganti oleh gas yang tidak mendukung pembakaran maka pembakaran akan terhambat (Hudiyanti, 2009). Sebagai material organik, polimer dan serat alam sangat mudah terbakar sehingga perlu ditambahkan suatu senyawa penghambat bakar (Fire retardant) ke dalam komposit serat alam. Sistem penghambat bakar dapat bertindak secara fisik yaitu dengan pendinginan, pembentukan lapisan pelindung (arang) atau pengenceran bahan bakar atau secara kimia yaitu dalam fase padat atau gas. Penghambat nyala api yang ditambahkan dapat mengganggu berbagai proses yang terlibat dalam pembakaran polimer yaitu pemanasan, pirolisis, pengapian, propagasi degradasi termal. Menurut Effendi (2007), dalam mekanisme sistem penghambat bakar ada sedikitnya 2 pola yaitu sebagai berikut: 1. Senyawa fire retardant membentuk arang dan mengurangi pembentukan gas-gas yang mudah terbakar (flammable), misalnya bahan yang mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, terurai membentuk arang dan uap air serta gas-gas mudah menyala, seperti CO, H dan gas-gas hidrokarbon. Senyawa fire retardant yang efektif akan membentuk lebih banyak arang dan uap air. 2. Senyawa fire retardant melepas gas-gas yang memperlambat atau memadamkan reaksi-reaksi pembakaran melalui pengenceran (dilution) dan pendinginan, kemudian menghentikan secara kimia berlangsungnya reaksi rantai. Perilaku semacam ini umumnya ditunjukkan oleh senyawa fire retardant dari jenis halogen. Selanjutnya Senyawa fire retardant terurai secara endotermis, serta menyerap kalor, misalnya hidrasi alumina (Al2O3.3H2O) atau kapur (CaCO3) yang dapat dicampur dengan polimer. Bila dipanasi, akan terurai dengan menyerap kalor secara endotermik dan melepas H2O atau CO2 yang akan commit to user mendinginkan nyala api, sebagai berikut: Al2O3.3H2O(s) → Al2O3(s) + 3H2O (g)
ΔH = + 162 KJ
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
CaCO3(s) → CaO (s) + CO2 (g)
ΔH = + 178 KJ
Fire retardant merupakan komponen atau kombinasi komponen yang dapat menghambat pembakaran bila ditambahkan pada suatu substrat sehingga dihasilkan suatu material yang memiliki kemampuan hambat bakar (Tesoro, 1976). Menurut Sain et al. (2004) asam borat, zink borat dan kloride, serta garam ammonium dari fosfat, borat, sulfat dan klorida dapat digunakan sebagai senyawa fire retardant. Penambahan senyawa fire retardant Mg(OH)2/Al(OH)3 (ratio 15/5), serta H3BO3 pada komposit polipropilena dengan serat kenaf dapat mengurangi tingkat pembakaran 55% (Suharty et al., 2010). Patra et al. (2005) melaporkan bahwa senyawa CaCO3 yang dicampur dengan Ammonium polipospat (APP) dapat bertindak sebagai fire retardant. Penambahkan senyawa fire retardant Mg(OH)2 dalam biokomposit polipropilena (PP) dengan bahan pengisi serbuk sekam padi sehingga biokomposit mengalami peningkatan kemampuan hambat bakar (Sain et al., 2004). Senyawa fire retardant alami biasanya clay/geopolimer yang banyak mengandung CaCO3, oksida silika (SiO2) dan oksida alumina (Al2O3) seperti monmorilonite (Diharjo, 2007). Komposit yang terbuat dari lempung/clay dan polimer dapat digunakan sebagai senyawa fire retardant (Morgan et al., 2005). Penambahan lempung/clay ke dalam matrik polimer, dapat meningkatkan kekuatan, kekakuan, sifat gas barrier, kestabilan dimensi, dan tidak mudah terbakar (Kusmono, 2010). Lempung yang banyak mengandung oksida silika (SiO2) dan oksida alumina (Al2O3) dalam jumlah besar, serta oksida lainya dalam jumlah kecil yang memiliki kemampuan hambat bakar yang tinggi. Ribeiro et al. (2008) mengamati bahwa silika-alumina, seperti kaolin mempunyai sifat penghambat bakar yang tinggi daripada silika dan alumina yang berdiri sendirian. Dengan demikian, diusulkan bahwa unsur-unsur Si dan Al harus hadir dalam suatu struktur tertentu, seperti dalam bentuk kaolin, zeolit atau montmorillonites. Penambahan material anorganik seperti montmorillonite (MMt) dapat meningkatkan efektifitas senyawa fire retardant (Lee et al., 2003). Patra et al. (2005) melaporkan bahwa penambahan montmorillonite (MMt) pada komposit dapat commit to user mengurangi pelepasan panas 50-60%. Du et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan Halloysite Nanotubes (HNTs) pada polipropilena (PP) dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
menurunkan
kemampuan
bakar.
Haloisit
dapat
digunakan
sebagai
penyekat/pengisolasi panas pada permukaan komposit (Handge et al., 2010). Hussain M et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan kaolin dapat digunakan sebagai senyawa fire retardant. Menurut Haiyun et al. (2011) melaporkan bahwa interaksi clay ke dalam matriks polimer menghambat konduksi panas antara polimer dan nyala api sehingga menunda adanya pembakaran. Suatu sistem penghambat bakar harus dapat menghasilkan gas yang dapat mengurangi konsentrasi O2 yang mendukung pembakaran, mengurangi perambatan panas pada polimer yang terbakar, dan menghasilkan arang untuk menghalangi interaksi O2 dangan polimer (Tesoro, 1978). Manias, (2002) melaporkan bahwa penambahan lempung/clay pada PP dapat memperlambat suplai O2 pada saat pembakaran karena terbentuknya arang. Arang tidak mudah terbakar serta dapat menjadi penghalang masuknya O2 dan panas. 5. Karakteristik Komposit a). Spektroskopi Inframerah Spektroskopi IR merupakan salah satu metode analisa yang digunakan untuk karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi. Metode ini didasarkan pada radiasi inframerah dengan materi (interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ikatan suatu senyawa organik bila dikenai sinar infra merah akan diubah menjadi energi vibrasi. Energi vibrasi ini sebanding dengan frekuensi vibrasi dimana frekuensi setiap ikatan berbeda-beda (Hartomo, 1981). Vibrasi dipengaruhi oleh factor primer dan sekunder. Faktor primer antara lain kekuatan ikatan, massa tereduksi serta efek massa sekunder. Sedangkan, faktor sekunder antara lain vibrasi kopling, ikatan hidrogen, efek elektronik, sudut ikatan, dan efek medan (Kemp, 1987). Identifikasi gugus fungsi pada polimer dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer infra merah dan dihasilkan data dalam bentuk spektra. Suharty et al. (2007a) dalam penelitiannya melaporkan bahwa PP murni commit to user memiliki serapan khas pada bilangan gelombang 2723 cm-1 dan gugus metilen pada daerah serapan 2890 cm-1 untuk (-CH2-)str dan 1454 cm-1 serta 1165 cm-1untuk (-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
CH2-)bend. Serapan vinil C=C berada pada daerah serapan 1640 cm-1. Gugus hidroksil (OH) memberikan serapan melebar (adanya ikatan hidrogen) pada 3550 – 3200 cm-1 (Silverstain, 1963).
b). Difraksi Sinar-X (XRD) Kemajuan teknik karakterisasi dalam elusidasi struktur membuka pandangan baru pada karakteristik material padat. Beberapa teknik karakterisasi yang penting antara lain spektroskopi infra merah, SEM, dan XRD. Difraksi sinar-X (XRD) sangat penting digunakan dalam menentukan kristalinitas dari substansi amorf. Suatu difraktogram XRD dari polimer tidak akan menunjukkan puncak yang tinggi dan tajam, namun kristalografi suatu polimer nanokomposit akan menunjukkan puncak yang tinggi dan tajam (Lageshetty dan Venkartraman, 2005). Sinar-X
merupakan
gelombang
elektromagnetik
dengan
panjang
gelombang pendek sebesar 0.7 sampai 2.0 nm. Bila elektron-elektron dari suatu kawat pijar yang dipanasi dipercepat melalui suatu perbedaan potensial yang besar dan menumbuk suatu sasaran logam di dalam sebuah tabung sinar-X maka sinar-X dihasilkan dengan suatu distribusi λ yang kontinyu. Jika sinar-X itu kemudian menumbuk sebuah kristal, maka sinar-X yang akan direfleksikan akan membentuk titik-titik luas yang sangat tinggi intensitasnya pada sebuah layer/film.
Gambar 15. Skema pemantulan sinar X oleh bidang kristal Titik-titik itu ditimbulkan oleh interferensi konstruktif dari gambar-gambar kecil yang dihasilkan oleh banyak atom. Difraksi sinar-X atau biasa disebut XRD merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui pengaturan atom-atom dalam sebuah tingkat molekul. Pengaturan atom-atom commit to user tersebut dapat diinterpretasikan melalui analisa d spasing dari data difraksi sinar-X. Selain nilai d spasing, observasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
tingkat kristalinitas bahan dan perubahan struktur mesopori dapat pula diketahui melalui data difraksi sinar-X. Puncak yang melebar menunjukkan kristalinitas rendah (amorf), sedangkan puncak yang meruncing menunjukkan kristalinitas yang lebih baik. Nilai d spasing tidak dapat digunakan untuk menentukan jarak interatom dari suatu molekul, namun dapat digunakan untuk merefleksikan jarak interplanar atau jarak interlayer antar kisi-kisi atom dalam suatu material. Nilai d spasing sangat tergantung pada pengaturan atom dan struktur jaringan polimer dalam material. Jarak antar interplanar atau interlayer dapat dikalkulasikan melalui persamaan Bragg’s : 2 d sin θ = n λ Keterangan : d = Jarak interplanar atau interatom λ = Panjang gelombang logam standar θ = Kisi difraksi sinar X Dalam analisis kimia, XRD bermanfaat untuk penentuan jenis kristal, penentuan kemurnian relatif dan derajat kristalinitas sampel, deteksi senyawa baru maupun deteksi kerusakan oleh suatu perlakuan. XRD akan menghasilkan suatu difraktogram dengan variabel intensitas dua kali sudut difraksi (West, 1992).
c). Pengujian Daya Bakar Komposit dengan penambahan senyawa fire retardant perlu diuji peningkatan kemampuan hambat bakarnya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh senyawa fire retardant tersebut. Sain et al. (2004) telah melakukan uji nyala yang meliputi uji pembakaran secara horizontal terhadap sampel komposit yang ditambahkan senyawa fire retardant berdasarkan pada ASTM D-635 yang merupakan metode standar pengujian daya bakar yang digunakan untuk menentukan rata-rata pembakaran relatif yang disebabkan oleh plastik yang diuji itu sendiri. Spesimen yang digunakan dalam pengujian ini berukuran 125 mm x 13 mm x 3 mm
commit to user Gambar 16. Spesimen pengujian daya bakar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Pengujian dilakukan dengan menggunakan nyala api biru dengan tinggi 2 cm. Pengamatan yang dapat dilakukan antara lain time to ignition (TTI), suhu sesaat setelah pembakaran, lamanya waktu pembakaran yang diperlukan untuk mencapai panjang tertentu sehingga dapat ditentukan kecepatan pembakaran, dan pengamatan fisik yang terjadi selama pembakaran berlangsung berupa lelehan dan tetesan yang terjadi serta adanya pembentukan arang. Kecepatan pembakaran dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini :
Kecepatan pembakaran (mm/menit) =
Keterangan : L t
60L t
= panjang specimen yang terbakar (mm); 75 mm = waktu pembakaran (s)
Heat release (HR) adalah kemampuan suatu material untuk melepaskan panas setelah material tersebut terbakar. Persentase heat release dapat
diukur
dengan menggunakan rumus: Heat release ( HR )
T = 1 1 T0
100%
Keterangan : HR = Heat Release T1 = Suhu panel setelah 5 detik api dipadamkan T0 = Suhu pembakaran d). Pengujian Sifat Mekanik Penggunaan bahan polimer sebagai bahan industri sangat tergantung pada sifat mekanisnya. Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik ( ), modulus Young (E), energi serap serta kekuatan impak. Kekuatan tarik (Tensile Strength, TS) mengacu pada ketahanan terhadap tarikan. Kuat tarik diukur dengan menarik spesimen dengan gaya tertentu (Sopyan, 2001). Menurut ASTM D638 tipe V, uji kekuatan tarik menggunakan spesimen dengan ketebalan sampai 4 mm (ASTM, 1985).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Keterangan : W (lebar) = 3,18 ± 0,125 mm WO (lebar utuh) = 9,53 ± 0,375 mm D (jarak pegangan) = 25,4 ± 1 mm R (jari-jari kecil) = 12,7 ± 0,5 mm
G (panjang ukuran tempat tanda tes) = 7,62 ± 0,3 mm L (panjang) = 9,53 ± 0,375 mm LO (panjang utuh) = 63,5 ± 2,5 mm T (tebal) = 4 ± 0,4 mm
Gambar 17. Spesimen uji kekuatan tarik sesuai ASTM D 638 tipe V Kekuatan tarik dapat dihitung berdasarkan rumus : σ =
Fmaks A
= kekuatan tarik bahan (kf F/mm2)
Keterangan : F
= tegangan maksimun (kg F)
A
= luas penampang bahan (mm2)
Semakin besar berat molekul suatu komposit maka gaya yang dibutuhkan untuk menarik komposit sampai patah juga semakin besar. Dengan demikian kuat tariknya juga semakin besar. Modulus young (E) atau modulus elastisitas merupakan perbandingan antara kuat tarik dengan regangan. Suatu material kaku mempunyai Modulus Young tinggi dan berubah bentuknya sedikit di bawah beban elastis, contoh: intan. Suatu material fleksibel mempunyai Modulus Young yang rendah dan berubah bentuknya dengan sangat mudah, contoh : karet (Hastomo B, 2009). Modulus young dapat dihitung dengan : Kuat Tarik (σ) Modulus Young (E) = Elongation (ε) Dimana : E = Modulus Young (MPa) σ = Kuat tarik (MPa)
commit to user ε = Elongation/Regangan (%)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Energi serap (Es) adalah ukuran dari jumlah energi potensial dari hammer atau pemukul yang diserap specimen pada saat proses pematahan specimen (Hadi Q and Gunawan, 2011). Sedangkan kekuatan impak (Is) merupakan suatu kriteria penting untuk mengetahui ketangguhan material dengan cara memberi beban secara tiba-tiba dengan kecepatan yang tinggi (Barleany et al., 2011). Pengujian impak menggunakan Charpy Impact Testing Machine dengan mengikuti ASTM D 6110. Semakin tinggi energi serap serta kekuatan impak dari material maka ketangguhan juga semakin tinggi (Barleany et al., 2011). Energi serap (Es) dapat dihitung dengan rumus : Energi Serap (Es) = G x R x (Cos β – Cos α) Dimana : Es
= Energi serap (Joule)
G
= Berat beban/ pembentur (Newton)
R
= Jari-jari pusat putar ke titik berat pembentur (meter)
Cos β = sudut ayunan tanpa beban uji Cos α = sudut ayunan saat mematahkan spesimen Sedangkan kekuatan impak (Is) dapat dihitung dengan rumus : Energi Serap (Es) Kekuatan Impak (Is) = Dimana : Is
Luas Penampang (A) = Kekuatan Impak (Joule/m2)
Es
= Energi serap (J)
A
= Luas penampang spesimen (m2)
B. Kerangka Pemikiran Pembentukan komposit dilakukan secara reaktif dengan inisiator bensoil peroksida (BPO) dalam metode larutan dengan menggunakan bantuan pelarut xilena pada titik didihnya yang dapat melarutkan LPP hingga 100%. Metode ini memberikan luas permukaan pada LPP untuk bertumbukan secara maksimal dengan bahan lain. Pelarut harus dibebaskan setelah pembuatan komposit. Polipropilena (PP) merupakan polimer sintetik yang tersusun dari commit to user monomer propena yang bersifat non polar. Setiap unit propena mengandung tiga gugus non polar yang reaktif, yaitu satu gugus hidrogen pada metin (C-H).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Polipropilena (PP) bila mengalami reaksi radikal akan melepaskan atom hidrogen yang terikat pada karbon tersier sehingga terbentuk karbon tersier yang radikal dan bersifat non polar sebagai pusat reaksi.
Selulosa yang merupakan polimer alam tersusun dari monomer glukosa yang tergabung ikatan 1,4-β-glikosidik. Setiap unit glukosa mengandung gugus polar hidroksil pada C2, C3, dan dua gugus >C-O pada ikatan glikosidik yang berikatan antar monomernya. Reaksi radikal akan menghasilkan suatu gugus reaktif yang bersifat polar pada atom O posisi C1 yang mengikat R sebagai pusat reaksi.
Karena adanya perbedaan kepolaran gugus reaktif dari polipropilena, selulosa, maka diperlukan suatu senyawa penggandeng antara gugus non polar dari polipropilena dan gugus polar dari selulosa. Senyawa penggandeng ini harus mempunyai gugus non polar dan polar, atau juga disebut sebagai senyawa penggandeng multifungsional. Asam akrilat (AA) adalah salah satu senyawa penggandeng multifungsional yang mempunyai tiga gugus reaktif yakni gugus vinil yang bersifat non polar dan gugus karbonil serta gugus hidroksil yang bersifat polar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Senyawa penggandeng AA disini akan digrafting dengan PP melalui reaksi radikal. Dimana gugus fungsi AA yang bersifat non polar akan berikatan dengan gugus fungsi PP yang juga bersifat non polar. Sehingga dihasilkan senyawa penggandeng LPP-g-AA.
Adanya gugus polar dari LPP-g-AA memungkinkan akan berikatan dengan gugus polar dari selulosa pada atom O posisi C1 yang mengikat R yang juga bersifat polar membentuk ester. Gugus non polar dari LPP-g-AA memungkinkan akan berikatan dengan gugus nonpolar dari LPP itu sendiri atau gugus non polar dari DVB. Geobiokomposit dibuat dengan penambahan agen penyambung silang untuk meningkatkan ikatan sambung silang sehingga jaringan yang terbentuk menjadi lebih besar dan biokomposit menjadi lebih padat. Agen penyambung silang yang digunakan dalam penelitian ini adalah divinil benzena (DVB) yang memiliki dua gugus vinil bersifat reaktif non polar serta awan elektron π dari inti aromatik yang bermuatan negatif. Gugus non polar DVB akan berikatan dengan gugus non polar dari LPP serta LPP-g-AA. Sedangkan awan elektron π dari DVB akan membentuk ikatan hidrogen dengan Hδ+ yang berasal dari AA maupun selulosa.
commit to user Biokomposit yang terbentuk adalah LPP/DVB/LPP-g-AA/Selulosa dimana ikatan liniernya yang paling sederhana dapat dituliskan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Pada
biokomposit
LPP/DVB/LPP-g-AA/Selulosa
terjadi
penambahan
clay.
Lempung/clay merupakan geopolimer yang bersifat hidrofilik yang tersusun dari gugus fungsi Al-OH serta Si-O. Gugus tersebut akan berikatan sekunder yaitu ikatan hidrogen dengan awan elektron dari benzena, lonepair electron dari atom O yang berasal dari LPP-g-AA atau selulosa serta atom H bermuatan parsial positif (Hδ+) yang berasal dari Selulosa ataupun LPP-g-AA. Model struktur LPP/DVB/LPP-gAA/Sel/Clay sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Struktur LPP, selulosa maupun lempung/clay akan berubah dalam pembentukan komposit. Terjadinya ikatan antara LPP dengan bahan pengisi (selulosa maupun lempung/clay) akan meningkatkan sifat mekanik dari komposit, maka dilakukan uji kekuatan tarik, modulus young, energi serap serta kekuatan impak. Perubahan struktur kimia dari LPP, selulosa, lempung/clay dan komposit diamati dengan mempergunakan infra merah, sedangkan perubahan kristalinitas komposit menggunakan XRD. Komposit dengan penambahan filler clay dapat membentuk suatu komposit cerdas yang memiliki kemampuan hambat bakar. Pada umumnya, pembakaran disebabkan oleh 3 hal yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas sehingga untuk menghambat bakar diperlukan senyawa yang dapat mengurangi setidaknya salah satu dari komponen segitiga api. Senyawa fire retardant yang ditambahkan adalah Clay meliputi kaolin dan haloisit yang dapat meminimalkan dua komponen pendukung nyala yaitu O2 dan panas. Penambahan Clay dapat mengurangi suplai oksigen dengan terbentuknya arang sehingga dapat menghambat pembakaran. Pembakaran yang terhambat dapat ditunjukkan dengan lambatnya time to ignition (TTI), kecepatan pembakaran yang rendah serta persentase heat release (HR) yang tinggi.
Hipotesis 1. Geobiokomposit dapat disintesis dengan bahan awal LPP, STKS dan clay yang meliputi kaolin maupun haloisit dalam berbagai variasi konsentrasi, secara reaktif dengan penggandeng multifungsional AA yang telah digrafting dengan LPP membentuk LPP-g-AA, serta agen penyambung silang DVB secara proses larutan sehingga diperoleh komposisi optimum geobiokomposit LPP/DVB/LPPg-AA/STKS/Kao dan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
dapat
memberikan
kemampuan hambat bakar yang baik. 2. Biokomposit
dengan
geobiokomposit
penambahan
yang
clay
diperoleh
memiliki sifat commit to user
komposisi
mekanik
yang
optimum tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dalam laboratorium. Penelitian meliputi pembuatan komposit LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Kao dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal, pengujian daya bakar serta sifat mekanik.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Dasar Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta di Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Waktu penelitian dari Februari – Oktober 2011.
C. Alat dan Bahan yang Digunakan 1. Alat a. Peralatan gelas b. Satu set alat refluks c. Oven vakum d. Pengaduk mekanik e. Neraca analitik f. Alat cetak tekan panas (Hot Press) g. Universal Testing Machine (UTM) h. Charpy impact testing machine i. Spektrofotometer Infra Merah (FTIR) (IRPrestige-21, Shimadzhu) j. X-Ray Diffraction (XRD) (Bruker) k. Thermometer l. Stopwatch
commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
2. Bahan a. Limbah polipropilen (LPP) b. Serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) c. Alkohol teknik d. Gas nitrogen (N2) e. Kaolin (Kao) f. Haloisit (Hal) g. Divinil Benzena (DVB) p.a (Merck) h. Asam akrilat (AA) p.a (Schuchai) i. Xilena p.a (Merck) j. Benzoil Peroksida p.a (Merck) k. Minyak goreng
D. Prosedur Kerja 1. Preparasi Limbah Polipropilena (LPP) Polipropilena dalam bentuk gelas/cup Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengen merek sejenis dibuat serpihan kecil dengan ukuran 5 mm x 2 mm x 0,1 mm. LPP dikarakterisasi FT-IR, XRD, dan pengujian daya bakar serta sifat mekanik.
2. Preparasi Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (STKS) Serat tandan kosong kelapa sawit (STKS) yang diperoleh dari PTPN VII unit Rejosari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Propinsi lampung. STKS dicuci menggunakan alkohol teknis lalu dipotong-potong kemudian dihaluskan sampai dengan lolosan ayakan 100 mesh.
3. Kalsinasi Lempung Kaolin dan Haloisit Lempung yang digunakan merupakan lempung Kaolin yang dibeli dari BrataChem Yogyakarta dan lempung Haloisit dari Applied Minerals Inc, USA. commit to user Lempung yang digunakan sebagai material dasar berbentuk serbuk/powder (250 mesh) kemudian dikalsinasi pada suhu 800°C selama 1 jam dan didiamkan dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
oven selama 24 jam. Selanjutnya lempung kaolin dan haloisit di analisis FT-IR serta XRD.
4. Sintesis Senyawa Penggandeng LPP-g-AA dengan Metode Larutan Pembuatan senyawa penggandeng dengan metode larutan dengan berat total proses 50 gr. Sebanyak 50 gr LPP dan 0,0125 gr BPO dimasukkan dimasukkan ke dalam labu alas bulat 500 mL dilengkapi dengan pendingin balik, thermometer, gas nitrogen, dan pengaduk mekanik yang berisi 400 mL xilena mendidih dibiarkan hingga LPP meleleh seluruhnya. Selanjutnya ditambahkan 2,5 gr AA dan di refluks dengan penangas minyak goreng pada suhu 135°C selama 3 jam sehingga terbentuk suatu komposit yang kemudian dituangkan dalam loyang dan dibiarkan sampai semua pelarut menguap pada suhu kamar dalam lemari asam sampai beratnya tetap. Campuran ini disebut sebagai Formula F0 yaitu LPP-g-AA. Komposit yang terbentuk selanjutnya dilakukan IR. Hasil masterbatchnya akan dicampurkan pada formulasi selanjutnya dan dilakukan karakterisasi FT-IR. Tabel 3. Formula Sintesis Senyawa Penggandeng LPP-g-AA Formula
Komposisi
F0
LPP-g-AA
LPP
AA
BPO
%wt 100
5
0,025
Catatan : Berat total = 50 gr
5. Sintesis Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS sebagai Pembanding Menggunakan Metode Proses Larutan Pembuatan biokomposit dilakukan dengan mengikuti metode larutan dengan berat total proses adalah 50 gram. Sebanyak 32,5 gram LPP dan 7,5 gram LPP-g-AA (rasio berat optimum LPP/Serat alam = 8/2 (Suharty et al., 2007a)) dimasukkan ke dalam labu alas bulat 500 ml dilengkapi dengan pendingin balik, termometer, gas nitrogen, dan pengaduk mekanik yang berisi 400 mL xilena mendidih dan dibiarkan hingga LPP meleleh seluruhnya. Selanjutnya ditambahkan 8 commit to user gram STKS lolos ayakan 100 mesh (rasio berat optimum LPP/Serat alam = 8/2), BPO 0,0125 gram
dan DVB 0,05 gram. Campuran direfluks dengan penangas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
minyak goreng pada suhu 135oC selama 3 jam sehingga terbentuk suatu komposit, kemudian dituang dalam loyang dan dibiarkan sampai semua pelarut menguap pada suhu kamar dalam lemari asam sampai beratnya tetap. Biokomposit LPP/DVB/LPPg-AA/STKS disebut sebagai Formula F1. Formulasi sintesis biokomposit disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Formula Sintesis Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS Formula F1
LPP
LPP-g-AA
STKS
BPO
DVB
0,025
0,1
%w/w 65
15
20
Catatan: berat total adalah 50 gram Hasil biokomposit dituang dalam loyang dan dibiarkan sampai semua pelarut menguap pada suhu kamar dalam lemari asam sampai beratnya tetap. Biokomposit yang terbentuk selanjutnya dilakukan untuk karakterisasi.
6. Sintesis Geobiokomposit Menggunakan Metode Larutan Pembuatan geobiokomposit dilakukan dengan mengikuti metode larutan dengan berat total proses adalah 50 gram. Biokomposit Formula F1 yang menempati 70% berat total (35 gram) serta berbagai konsentrasi dari kaolin dan haloisit. Sejumlah LPP dimasukkan ke dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan pendingin balik, termometer, gas nitrogen dan pengaduk mekanik yang berisi 400 mL xilena mendidih dan dibiarkan hingga LPP meleleh seluruhnya. Selanjutnya ditambahkan STKS lolos ayakan 100 mesh (rasio berat LPP/STKS = 8/2), LPP-g-AA 5 gram, BPO 0,0125 gram dan DVB 0,05 gram dan penambahan 4 gr kaolin (10% dari berat total). Campuran direfluks dengan penangas minyak goreng pada suhu 135oC selama 3 jam sehingga terbentuk suatu komposit yang kemudian dituang dalam loyang dan dibiarkan sampai semua pelarut menguap pada suhu kamar dalam lemari asam sampai beratnya tetap. Pembuatan geokomposit dengan cara yang dijelaskan di atas juga dilakukan pada variasi konsentrasi (%) dari berat total kao atau hal = 10; 20; 30; dan 40. Formula campuran LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao commit to user (Formula F2), LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3), disajikan pada tabel 5.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Geobiokomposit yang dihasilkan kemudian dilakukan karakterisasi FT-IR, XRD, pengujian daya bakar serta sifat mekanik. Tabel 5. Berbagai Jenis Formula pada Sintesis Geobiokomposit Formula Utama
Formula
Simbol
Kaolin
Haloisit
(% w/w)
KI1a
10
-
Formula
KI1b
20
-
F2
KI1c
30
-
KI1d
40
-
KJ1a
-
10
Formula
KJ1b
-
20
F3
KJ1c
-
30
KJ1d
-
40
Formula F1 LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
Catatan : berat total 50gr
7. Pembuatan Spesimen Geobiokomposit sebanyak 10 gram diletakkan diantara lempengan baja berukuran 15 cm x 15 cm yang terlebih dahulu dilapisi lembaran aluminium. Lempengan kemudian diletakkan diantara pemanas mesin cetak tekan yang telah dipanaskan hingga suhu 175 °C tanpa tekanan. Kemudian lempengan baja tersebut dipanaskan selama 10 menit pada suhu 175 °C dengan tekanan 90 kN. Kedua lempengan baja segera diambil dan didinginkan dengan air pendingin.
8. Pengujian Daya Bakar Pengujian terhadap kemampuan hambat bakar dilakukan berdasarkan ASTM D 635. Spesimen disiapkan dengan ukuran 125 mm x 13 mm x 3 mm (masing-masing tiga kali pengulangan). Sumber api diperoleh dengan bahan bakar gas yang kemudian disiapkan dengan membiarkan commit to user nyala ± 5 menit hingga diperoleh api yang stabil berwarna biru setinggi 2 cm. Spesimen dibakar dengan sumber api kemudian dihitung time to ignition (TTI), selanjutnya stopwatch dinyalakan saat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
spesimen terbakar pada 25 mm hingga 100 mm kemudian api dipadamkan dan stopwatch dihentikan. Waktu diperoleh dari hasil perhitungan stopwatch dicatat untuk selanjutnya digunakan dalam perhitungan kecepatan bakar. Selama terjadi pembakaran juga dilakukan pengamatan fisik mengenai kondisi komposit saat terbakar dan adanya pembentukan arang. Pengukuran heat release (HR) yakni dengan mengukur suhu spesimen saat pembakaran dan setelah api dipadamkan. Suhu yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya digunakan dalam perhitungan.
E. Tehnik Pengumpulan Data Geobiokomposit dari berbagai formula akan mendapatkan beberapa data dari pengujian, diantaranya : 1. Gugus-gugus fungsi pada LPP, kaolin, haloisit dan geokomposit diketahui dengan spektrofotometer infra merah 2. Karakter kristalinitas kaolin dan haloisit awal dan geokomposit diketahui dengan XRD (X-Ray Diffraction) 3. Penentuan kemampuan hambat bakar diketahui dengan mentukan time to ignition (TTI) dan kecepatan bakar geokomposit serta kemampuan untuk melepaskan panas setelah terbakar (HR). 4. Penentuan sifat mekanik geobiokomposit dengan pengujian kekuatan tarik, modulus young menggunakan Universal Testing Mechine (UTM), dan energi serap serta kekuatan impak Charpy Impact Testing Machine.
F. Tehnik Analisa Data dan Penyimpulan Hasil Data-data dalam penelitian yang diperoleh dari beberapa pengujian dapat dianalisis, diantaranya : 1. Spektra infra merah menunjukkan perubahan gugus fungsi PP dari LPP dan lempung/clay terhadap spektra geokomposit yang terbentuk serta hilangnya gugus-gugus awal
commit to user 2. Difraktogram XRD menunjukkan adanya difraksi pada 2θ yang khas dari lempung/clay sebagai bahan penyusunnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
3. Pengujian daya bakar meliputi time to ignition (TTI). Selain itu diperoleh data waktu (detik) yang diperlukan untuk melakukan pembakaran spesimen komposit sejauh L (75 mm). 4.
Kecepatan pembakaran dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini :
Kecepatan pembakaran (mm/menit) =
Keterangan : L t
60L t
= panjang spesimen yang terbakar (mm); 75 mm = waktu pembakaran (s)
Waktu respon yang paling tinggi dan kecepatan pembakaran yang paling rendah menunjukkan kemampuan hambat bakar yang baik. Heat release (HR) adalah kemampuan suatu material untuk melepaskan panas setelah material tersebut terbakar. Persentase heat release dapat diukur dengan menggunakan rumus: Heat release ( HR )
T = 1 1 T0
100%
Dimana : HR = Heat Release T1 = Suhu panel setelah 5 detik api dipadamkan T0 = Suhu pembakaran 5. Pengujian sifat mekanik yang diperoleh meliputi kekuatan tarik, modulus young, energi serap serta kekuatan impak. Pengujian kekuatan tarik menghasilkan data gaya maksimum dan panjang setelah dilakukan penarikan. Kekuatan tarik dapat ditentukan dengan rumusan : = Keterangan
:
Fmaks A
= kekuatan tarik bahan (kf F/mm2) F = tegangan maksimun (kg F) A = luas penampang bahan (mm2)
Semakin kuat suatu bahan maka kekuatan tariknya semakin besar. Kondisi commit to userdari besarnya kekuatan tarik yang optimum terhadap sifat mekanik ditentukan dihasilkan serta masih bersifat termoplastik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Modulus young (E) atau modulus elastisitas merupakan perbandingan antara kekuatan tarik dengan regangan. Suatu material fleksibel (ulet) mempunyai Modulus Young yang rendah dan berubah bentuknya dengan sangat mudah. Modulus young dapat dihitung dengan rumus : Kuat Tarik (σ) Modulus Young (E) = Dimana
: E
=
Elongation (ε) Modulus Young (MPa)
σ
=
Kekuatan tarik (MPa)
Ε
=
Elongation/Regangan (%)
Energi serap (Es) adalah ukuran dari jumlah energi potensial dari hammer atau pemukul yang diserap spesimen pada saat proses pematahan spesimen. Sedangkan kekuatan impak (Is) merupakan suatu kriteria penting untuk mengetahui ketangguhan material dengan cara memberi beban secara tiba-tiba dengan kecepatan yang tinggi. Energi serap dihitung dengan menggunakan rumus : Energi Serap (Es) = G x R x (Cos β – Cos α) Dimana
: Es
= Energi serap (Joule)
G
= Berat beban/ pembentur (Newton)
R
= Jari-jari pusat putar ke titik berat pembentur (meter)
Cos β
= sudut ayunan tanpa beban uji
Cos α
= sudut ayunan saat mematahkan spesimen
Sedangkan kekuatan impak dapat dihitung dengan rumus : Kekuatan Impak (Is) = Dimana
: Is
=
Energi Serap (Es) Luas Penampang (A)
Kekuatan Impak (Joule/m2)
Es =
Energi serap (Joule)
A
Luas penampang (m2)
=
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan
biokomposit
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
(Formula
F1)
dilakukan dengan pencampuran LPP/STKS secara reaktif yang selanjutnya digunakan sebagai standar dalam pembuatan geobiokomposit. Geobiokomposit ini dilakukan dengan penambahan clay berbagai jenis (kaolin dan haloisit) dan berbagai variasi konsentrasi (10%, 20%, 30% dan 40% dari berat total) sesuai pada tabel 5 sehingga dihasilkan geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (Formula F2), LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
(Formula
F3).
Geobiokomposit
tersebut
dikarakterisasi gugus fungsinya dengan FT-IR, kristalinitas dengan XRD, pengujian daya bakar meliputi penentuan time to ignition (TTI), kecepatan pembakaran serta heat release (HR), serta sifat mekanik meliputi nilai kekuatan tarik dan modulus young yang diukur dengan Universal Testing Mechine (UTM) serta energi serap dan kekuatan impak yang diukur dengan Charpy Impact Testing Machine.
A. Penalaran Struktur Penalaran struktur dilakukan menggunakan FT-IR yang berfungsi untuk mengetahui gugus fungsi dari senyawa awal. Karakterisasi gugus fungsi juga dilakukan terhadap biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) serta geobiokomposit
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
utuk mengetahui
perubahan
maupun pergeseran gugus fungsi. Selain itu, untuk memperkuat dugaan dari analisis FTIR, dilakukan analisis secara kualitatif menggunakan XRD. Analisis XRD ini berguna untuk mengetahui kristalinitas dari bahan awal LPP dan haloisit serta geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal yang kemudian dibandingkan dengan standar JCPDS (Joint Commite Powder Diffraction Standar). Kondisi pengukuran dengan menggunakan XRD beserta nilai d dan I (Intensitas) dibandingkan dengan standar.
commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
1. Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS Karakterisasi gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan FT-IR terhadap LPP, asam akrilat (AA), divinil benzena (DVB), dan serat tandan kosong sawit (STKS) sebagai bahan awal. Analisis gugus fungsi juga dilakukan pada LPP-gAA serta biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang terjadi dalam pembentukan biokomposit. Hasil analisa dari spektra FTIR menunjukkan bahwa sampel LPP dalam bentuk KBR pellet mempunyai daerah serapan C-Hstr pada 2723 cm-1 yang merupakan tipikal dari PP (Suharty et al., 2007a). Menurut Silverstein et al. (1991) Gugus fungsi metilen (-CH2-) ditunjukkan pada daerah serapan 2890 cm-1 untuk (CH2-)str dan 1454 cm-1 serta 1165 cm-1untuk (-CH2-)bend. Daerah serapan 1377 cm-1 menunjuk pada gugus fungsi metil (–CH3)bend serta daerah serapan 2962 cm-1 menunjuk pada gugus fungsi metil (–CH3)str. Sedangkan spektra FTIR dari asam akrilat dalam bentuk neat liquid menunjukkan adanya serapan yang kuat dan tajam pada 1728 cm-1 yang merupakan serapan khas untuk gugus fungsi C=O (karbonil asam), selain itu juga terdapat serapan pada 3448 cm-1 (broad) yang menunjuk pada gugus fungsi –OH ikatan hidrogen, serta adanya gugus vinil (C=C) yang ditunjukkan dengan serapan pada daerah 1635 dan gugus fungsi (C-H)bend vinil pada serapan 1411 cm-1(Silverstein et al., 1991).
to user Gambar 18. Spektrum FT-IR: (a) commit LPP (film), (b) AA (neat-liquid), (c) LPP-g-AA (film)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Spektrum FT-IR LPP-g-AA pada gambar 18c menunjukkan masih adanya serapan milik LPP yaitu serapan CHstr pada 2723 cm-1, gugus metil (CH3)bend pada 1377 cm-1 serta (CH3)str pada 2962. Gugus metilen (-CH2-)str pada 2890 cm-1 serta (CH2-)bend pada 1454 dan 1165 cm-1. Sedangkan serapan milik AA yaitu serapan gugus karbonil (C=O) pada 1728 cm-1 dan gugus hidroksil (OH broad) pada 3448 cm-1. Tidak adanya gugus vinil (C=C) pada serapan 1635 dan gugus fungsi (C-H)bend vinil 1411 cm-1 dari AA pada spektrum LPP-g-AA menandakan bahwa gugus vinil telah bereaksi dengan gugus metin dari LPP melalui reaksi reaktif. Spektra FTIR dari serbuk STKS dalam bentuk KBr pellet mempunyai serapan yang khas pada 3410 cm-1 (broad) yang merupakan serapan dari gugus fungsi -OH ikatan hidrogen, serapan pada 2931 cm-1 adalah milik dari gugus fungsi (–CH2-)str (Bodirlau and Teaca, 2007). Adanya serapan pada puncak 1033 cm-1 yang menunjukkan gugus fungsi C-O-C serta serapan pada 1728 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C=O (Silverstein et al., 1991). Sedangkan spektra FTIR dari DVB dalam bentuk neat liquid adanya (C-H)str (aromatik) yang ditunjukkan oleh serapan 3086 cm-1 (Williams and Fleming, 1973), selain itu adanya serapan pada 3008 cm-1 menunjukkan keberadaan (C-H) vinil. Serta terdapat serapan 1627 cm-1 yang merupakan gugus vinil (C=C) dan serapan pada 1597 cm-1 yang menunjukkan C=C aromatik terkonjugasi (Silverstein et al., 1991).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Gambar 19. Spektrum FT-IR: (a) LPP (film), (b) DVB (neat liquid), (c) LPP-g-AA (Formula II) (film) (d) STKS (pelet KBr), dan (e) Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) (film) Spektrum LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) pada gambar 19e menunjukkan serapan LPP yaitu serapan gugus CHstr pada 2723 cm-1, gugus metil CH3bend pada 1377 cm-1 dan CH3str pada 2962 cm-1, serta gugus metilen (-CH2-)str pada 2890 cm-1 dan (-CH2-)bend pada 1454 dan 1165 cm-1. Sedangkan pada gugus fungsi OH selulosa pada bilangan gelombang 3410 cm-1. Terjadinya pergeseran bilangan gelombang karbonil asam (C=O) pada 1728 cm-1 (gambar 19c) menjadi 1735 cm-1 (gambar 19e) yang merupakan serapan dari gugus fungsi ester. Terbentuknya ester akan menggeser bilangan gelombang karbonil asam ke bilangan gelombang yang lebih besar (Silverstein et al., 1991). Hal ini menunjukkan bahwa terbentuknya ikatan secara esterifikasi secara radikal yaitu ikatan antara AA dengan selulosa, dimana selulosa terikat pada sisi polar AA dari senyawa penggandeng LPPg-AA. Reaksi yang terjadi antara SK dengan AA tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suharty et al. (2008b) yang melaporkan bahwa selulosa dari serat alam dapat berikatan dengan AA secara esterifikasi. Tetapi tidak adanya gugus vinil (C=C) dari DVB pada 1627commit cm-1 to menunjukkan bahwa kedua gugus vinil user tersebut telah berikatan dengan gugus metin dari LPP dan LPP-g-AA secara reaktif.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) yang selanjutnya digunakan sebagai standar dalam pembuatan geobiokomposit dengan penambahan clay dengan berbagai konsentrasi. Komposisi biokomposit standar tersebut menempati 70% berat total dalam pembuatan gebiokomposit dengan clay.
2. Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal Biokomposit disintesis dengan penambahan Clay dalam berbagai jenis (kaolin dan haloisit) dan konsentrasi (10%, 20%, 30%, dan 40% dari berat total) sehingga diperoleh geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (Formula F2), LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3). Geobiokomposit yang terbentuk dikarakterisasi gugus fungsinya dengan FT-IR dan kristalinitas dengan XRD. a). Karakterisasi Gugus Fungsi menggunakan FT-IR Pembuatan biokomposit dengan penambahan clay akan memberikan spektrum FT-IR yang berbeda dibanding biokomposit standar. Spektrum FT-IR geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal ditunjukkan pada gambar 20 dengan data pembanding spektrum FT-IR dari haloisit dan biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1). Spektrum FT-IR clay haloisit pada gambar menunjukkan adanya serapan Al-OHbend pada bilangan gelombang 913 cm-1, Si-O-Al pada serapan 538 cm-1, dan Si-Obend pada bilangan gelombang 1032 cm-1 (Ilic et al., 2010). Pada bilangan gelombang 692 cm-1 terdapat gugus fungsi Si-Ostr (Ekosse, 2005). Menurut Pesova A et al. (2010), pada clay golongan kaolinite terdapat gugus fungsi OH inner pada bilangan gelombang 3620 cm-1, gugus fungsi OH outer pada bilangan gelombang 3690 dan 3670 cm-1.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Gambar 20. Spektrum FT-IR: (a) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) (b) Haloisit (pellet KBr), (c) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3) (film) Spektrum biokomposit dengan penambahan Haloisit menunjukkan adanya serapan khas biokomposit standar seperti yang ditampilkan pada spektrum pembanding pada Gambar 20a yaitu serapan LPP dengan gugus CHstr pada 2723 cm1
, gugus metil CH3bend pada 1377 cm-1 dan CH3str pada 2962 cm-1, serta gugus
metilen (-CH2-)str pada 2890 cm-1 dan (-CH2-)bend pada 1454 dan 1165 cm-1. Reaksi esterifikasi antara AA dan selulosa ditunjukkan oleh munculnya serapan karbonil ester pada 1735 cm-1. Spektrum geokomposit (gambar 20c) juga menunjukkan adannya pergeseran serapan bilangan gelombang pada gugus fungsi yaitu gugus fungsi Si-O juga mengalami pergeseran dari 1029 cm-1 ke 1062 cm-1. Sedangkan, gugus fungsi Al-OH terjadi pergeseran gugus fungsi dari 912 cm-1 ke 947 cm-1. Analisis terhadap gugus fungsi pada komposit tersebut menunjukkan terjadinya pergeseran dan perubahan dari gugus fungsi bahan awal. Suharty et al. (2007b) melaporkan bahwa pergeseran dan perubahan gugus fungsi pada sintesis biokomposit menunjukkan terjadinya perubahan ikatan kimia yang sekaligus user menunjukan perubahan struktur commit jaringanto matrik polimer baru dalam sintesis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
biokomposit. Untuk mendukung karakterisasi gugus fungsi maka dilakukan pula karakterisasi kristalinitas menggunakan XRD
b). Karakterisasi Kristalinitas menggunakan XRD Pada difaktogram LPP memiliki puncak utama pada 2θ sebesar 16,9° yang diketahui memiliki fasa kristal dan fasa amorf. Haloisit memiliki puncak khas pada 2θ sebesar 11,9° dengan nilai d sebesar 7,4 Å dan diketahui sebagai fasa kristal. Pada difraktogram geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal hasil sintesis dibandingkan dengan difraktogram LPP dan haloisit untuk mengetahui puncakpuncak karakteristik masing-masing. Hasil difraktogram diketahui adanya puncak 2θ 16,9° yang merupakan sudut difraksi LPP yang diketahui memiliki fasa kristal dan fasa amorf. Berdasarkan difraktogram XRD pada 2θ antara 10 sampai 70 geobiokomposit tidak memperlihatkan puncak 2θ dari haloisit. Hal ini diasumsikan mungkin haloisit mengalami eksfoliasi dan terdispersi dalam matriks polimer. Tidak munculnya puncak clay pada komposit menandakan bahwa clay tersebut mengalami eksfoliasi dan terdistribusi dalam komposit (Lee et al., 2008). Pola difraksi sinar-X geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal hasil sintesis dibandingkan dengan pola difraksi LPP dan haloisit seperti ditunjukkan pada Gambar 21.
Gambar 21. Difaktogram (a) LPP, (b) haloisit (c) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal commit to user (Formula F3)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
B. Pengujian Daya Bakar Sintesis biokomposit dengan 2 jenis lempung menghasilkan dua jenis geobiokomposit, yaitu geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao F2) dan geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
(Formula
(Formula F3).
Biokomposit yang terbentuk selanjutnya diuji kemampuan hambat bakarnya yang meliputi time to ignition (TTI), kecepatan pembakaran, dan heat release (HR). Metode yang digunakan dalam pengujian sifat hambat bakar biokomposit adalah ASTM D 635 dengan menjepit sampel secara horizontal dan mengenakan nyala api ke salah satu ujungnya.
. pengujian daya bakar Sampel saat
Sampel setelah pengujian daya bakar
Gambar 22. Pengujian daya bakar
1. Time to Ignition (TTI) Time to ignation (TTI) merupakan rentang waktu yang diperlukan oleh geobiokomposit saat mulai terbakar. Semakin cepat waktu untuk terbakar pada suatu bahan, menandakan bahan tersebut mudah terbakar. Diperolehnya TTI untuk biokomposit standar LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula III) adalah 2,25 detik. Berdasarkan data TTI yang diperoleh semakin banyak penambahan clay pada biokomposit F1 akan meningkatkan nilai TTI. Penambahan clay 40% dapat meningkatkan TTI sebesar 217,33% untuk kaolin (KI1d) dan 261.33% untuk haloisit (KJ1d). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penghambatan pada saat pembakaran. Berdasarkan studi litelatur Liu and Quintiere (2007) yaitu time to ignition meningkat sesuai dengan konsentrasi lempung. Menurut Haiyun et al. (2011) interaksi clay ke dalam matriks polimer commit to user menghambat konduksi panas antara polimer dan nyala api sehingga menunda adanya pembakaran. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Manias
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
(2002) yang melaporkan bahwa penambahan clay pada matriks polimer dapat meningkatkan kemampuan hambat bakar yang baik dengan terbentuknya lapisan arang yang dapat memperlambat ketersediaan O2 selama proses pembakaran. Data time to ignition biokomposit pembanding dan geobiokomposit disajikan pada pada gambar 23.
Gambar 23. Kurva Time to ignition dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) Time to ignition (TTI) yang tinggi juga dipengaruhi karena matriks polimer dan clay mengalami eksfoliasi. Menurut Haiyun M et al. (2011) TTI eksfoliasi lebih lama daripada interkalasi. Polimer-clay yang mengalami eksfoliasi lebih banyak menghasilkan arang yang dapat menghambat ketersediaan O2 pada proses pembakaran (Delhom et al., 2010). Berikut ini merupakan skema penghambatan masuknya O2 pada gambar 24.
commit to user b Gambar 24. Skema penghambatan O2 secara (a) interkalasi dan (b) eksfoliasi (Haiyun M et al., 2011) a
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
2. Kecepatan Pembakaran Kemampuan hambat bakar komposit ditentukan dengan pengukuran kecepatan pembakaran dari komposit tersebut, dimana semakin kecil kecepatan maka pembakaran menunjukkan bahwa kemampuan hambat bakarnya semakin besar. Umumnya kemampuan hambat bakar polimer dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan-bahan yang terurai baik untuk menghasilkan gas yang dapat mengurangi
kelangsungan
pembakaran
dan
mendinginkan
sistem,
serta
menimbulkan pembentukan arang sehingga menghambat interaksi polimer dengan sumber nyala (Sopyan, 2001). Suharty (2010) melaporkan bahwa biokomposit yang ditambah dengan senyawa fire retardants Mg(OH)2+Al(OH)3+H3BO3 dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 55% karena pada saat pembakaran Mg(OH)2, Al(OH)3 dan H3BO3 akan terdekomposisi secara endotermik menjadi logam oksida (MgO dan Al2O3) dan air (H2O) serta oksida boron (B2O3) yang bersifat moiety (lembab). Adanya logam oksida dapat melapisi polimer dengan membentuk arang sehingga menghalangi interaksi gas pengoksidasi (O2), sedangkan adanya H2O dan B2O3 dapat menyerap panas. Penambahan senyawa fire retardants CaCO3 dengan DAP (diamonium fosfat) pada biokomposit LPP/Serat Kenaf dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 54% dikarenakan asam fosfat dapat bereaksi dengan CaCO3 membentuk CO2 dan H2O yang dapat menghambat pembakaran (Suharty, 2010a). Biokomposit standar LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS memiliki kecepatan pembakaran 2,20 mm/menit. Berdasarkan data kecepatan pembakaran semakin banyak konsentrasi kaolin dan haloisit yang ditambahkan maka semakin besar sistem hambat bakar yang terbentuk sehingga penghambatan bakar lebih optimal karena jumlah arang yang dihasilkan juga meningkat. Penambahan clay sebanyak 40% dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 62,73% untuk kaolin (KI1d) dan 69.10% untuk haloisit (KJ1d) dibandingkan dengan biokomposit Formula F3. Hal ini sesuai penelitian Delhom et al. (2010) yaitu bertambahnya jumlah clay maka arang yang dihasilkan semakin banyak. Arang tidak mudah terbakar serta dapat menjadi commit to user penghalang masuknya O2 dan panas. Penambahan dua jenis clay kaolin dan haloisit, dimana pada saat pembakaran geobiokomposit tersebut membentuk lapisan arang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
yang berfungsi sebagai pengurangan transfer energi panas dan dapat menyebabkan kecepatan pembakaran menurun (Olivares et al., 2008). Liu and Quintiere (2007) melaporkan bahwa pembentukan arang dapat menurunkan kecepatan pembakaran dan semakin tebal arang yang terbentuk, maka penurunan kecepatan pembakarannya semakin tinggi. Pengujian daya bakar geobiokomposit memberi respon yaitu meleleh tapi tidak menetes saat terbakar karena clay akan meningkatkan pembentukan arang yang akan menghambat pembakaran sedangkan pada biokomposit awalnya akan meleleh dan kemudian menetes saat terjadi pembakaran. Data kecepatan pembakaran formula F3 (sebagai standar), formula F2 dan formula F3 disajikan pada gambar 25.
Gambar 25. Kurva kecepatan pembakaran LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3)
3. Heat Release (HR) Heat Release (HR) merupakan kemampuan suatu material untuk melepaskan panas setelah material tersebut terbakar. Semakin tinggi suhu suatu material yang dihasilkan saat sumber nyala (api) dimatikan, maka HR semakin rendah. Sehingga waktu untuk mendinginkan material semakin lama. Diperoleh persentase heat release pada biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (formula F1) sebagai standar yaitu 85,84 %. besar dalam proses pendinginan nyala api, seperti commit to user pembentukan arang. Berdasakan data semakin banyak jumlah kaolin dan haloisit yang ditambahkan maka persentase HR meningkat dan proses pelepasan panasnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
lebih baik. Penambahan clay 40% dapat meningkatan persentase HR sebesar 5,10 % untuk kaolin (KI1d) dan sebesar 5,34 % untuk haloisit (KJ1d) dibandingkan dengan komposit standar (Fomula F3). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan melepaskan panasnya lebih baik daripada biokomposit standar. Hal ini sesuai dengan penelitian Ray and Okamoto (2003), semakin banyak jumlah clay maka panas yang dilepaskan semakin menurun. Data HR biokomposit pembanding dan geobiokomposit disajikan pada gambar 26.
Gambar 26. Kurva heat release dari LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal 40% (KJ1d) dapat menaikan TTI dan persentase HR sebesar 44 dan 0,24 % serta dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 6.37 % daripada LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (KI1d). Hal ini dikarenakan haloisit merupakan alumina silikat yang mempunyai struktur pipa berongga (Handge et al., 2010). Du M et al. (2006) melaporkan bahwa struktur haloisit yang berbentuk tabung berongga menjanjikan adanya peningkatan stabilitas termal dan penurunan sifat mudah terbakar dari polipropilen. Inti yang berongga dari haloisit memudahkan adanya interaksi dengan matriks polimer. Selain itu, kaolin yang digunakan disini memiliki pengotor yang lebih banyak dari haloisit, sehingga kandungan logam oksida (Al2O3 dan SiO2) pada kaolin lebih sedikit dari haloisit. commit to user Hal ini menyebabkan sifat penghambat bakar kaolin yang lebih rendah dari haloisit. Menurut Wang et al. (2011), Logam oksida sering digunakan untuk meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
konduksi termal suatu material karena konduksi termalnya tinggi serta harganya murah. Komposit yang mengandung logam oksida diharapkan mempunyai konduksi termal yang tinggi.
C. Pengujian Sifat Mekanik Sintesis biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) dengan rasio optimum LPP/STKS=8/2 yang ditambahkan pada 2 jenis lempung (kaolin dan haloisit) dengan berbagai komposisi (10%, 20%, 30% dan 40%). Sehingga dihasilkan geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (Formula F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3). Geobiokomposit tersebut akan dilakukan karakteristik sifat mekanik meliputi nilai kekuatan tarik dan modulus young (E) yang diukur dengan Universal Testing Machine (UTM) serta energi serap dan kekuatan impak yang diukur dengan Charpy Impact Testing Machine.
1. Kekuatan Tarik Penggunaan serat alam sebagai pengisi atau filler pada pembuatan biokomposit dapat berfungsi sebagai penguat atau reinforcement, (Ismail, 2001). Peningkatan nilai kekuatan tarik menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah serat alam yang ditambahkan akan meningkatkan nilai kekuatan tarik sampai pada rasio optimum LPP/Serat alam, namun jika sudah melewati rasio optimum tersebut akan terjadi penurunan nilai kekuatan tarik biokomposit (Kim, 2005). Suharty et al., ( 2007a) melaporkan bahwa penggunaan serat alam yang terlalu besar pada biokomposit dan sudah melewati kondisi optimumnya akan mengakibatkan biokomposit menjadi rapuh. Komposisi Optimum dengan rasio LPP/Serat alam = 8/2 memiliki nilai kekuatan tarik tertinggi (12% lebih baik dibanding LPP). Komposisi biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) tersebut selanjutnya digunakan sebagai standar dalam pembuatan biokomposit selanjutnya dengan penambahan kaolin dan haloisit pada berbagai konsentrasi. Diperoleh nilai kekuatan tarik pada biokomposit Formula F1 sebesar 31.10 MPa. commit to user Menurut Zhang et al., (2009), penambahan clay sebagai filler dapat meningkatkan sifat mekanik dari produk polimer. Peningkatan konsentrasi clay juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
berpengaruh terhadap nilai kekuatan tarik dari komposit yang dihasilkan, dimana besarnya kekuatan tarik biokomposit menentukan komposisi optimumnya. Data nilai kekuatan tarik biokomposit terhadap Gambar 27.
Gambar 27. Kurva nilai kekuatan tarik LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) Gambar 27 menunjukkan bahwa penambahan kaolin dan haloisit pada LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) berfungsi sebagai penguat, sehingga terjadi peningkatan nilai kekuatan tarik pada penambahan clay pada 10%. Nilai kekuatan tarik tersebut meningkat sebesar 13,70% untuk kaolin 20% (KI1b) serta 19,42% untuk haloisit 20% (KJ1b). Namun terjadi penurunan nilai kekuatan tarik pada konsentrasi clay 30% dan 40%. Peningkatan nilai kekuatan tarik dan tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah clay yang ditambahkan akan meningkatkan nilai kekuatan tarik sampai pada konsentrasi yang optimum, namun jika sudah melewati kondisi optimum tersebut akan terjadi penurunan nilai kekuatan tarik dan geobiokomposit. Sarkar M et al. (2008) melaporkan bahwa penambahan clay yang berlebih dapat menurunkan sifat mekaniknya dikarenakan berkurangnya interaksi antara clay dengan matriks.
2. Modulus Young (E) Modulus young (E) adalah antara kuat tarik dengan commitperbandingan to user regangan saat patah. Semakin tinggi Modulus young suatu material, maka semakin tinggi sifat kekakuan material tersebut (Salmah et al., 2005). Diperoleh nilai modulus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Young (E) dari biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F1) sebesar 86.10 MPa. Menurut Zhang Q et al. (2009) penambahan clay dapat meningkatkan modulus young. Data modulus young yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi kaolin ataupun haloisit yang ditambahkan pada LPP/DVB/LPPg-AA/STKS (Formula F1) maka semakin tinggi nilai dari modulus young, seperti dilihat pada gambar 28. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penambahan kaolin ataupun haloisit dapat meningkatkan sifat kekakuan dari geobiokomposit. Jadi semakin banyak jumlah clay yang ditambahkan maka semakin kaku sehingga geobiokomposit tersebut rentan patah dan menurunkan sifat mekanik. Berdasarkan modulus young penambahan clay 20%
dapat meningkatkan sifat mekanik dari
biokomposit standarnya karena geobiokomposit yang dihasilkan tidak terlalu liat dan kaku. Sedangkan penambahan clay lebih dari 20% dapat menurunkan sifat mekanik geobiokomposit. Peningkatan kekakuan ini dikarenakan clay itu sendiri merupakan material yang memiliki kekakuan yang tinggi sehingga dapat membatasi gerakan dari matriks polimer (Kusmono, 2010). Hasil data modulus young ditunjukkan oleh gambar 28.
Gambar 28. Kurva nilai modulus young LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3)
3. Energi Serap (Es) dan Kekuatan Impak commit to user Energi serap adalah ukuran dari jumlah energy potensial dari hammer atau pemukul yang diserap spesimen pada saat proses pematahan spesimen (Hadi Q
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
and Gunawan, 2011). Sedangkan kekuatan impak merupakan suatu kriteria penting untuk mengetahui ketangguhan material dengan cara memberi beban secara tiba-tiba dengan kecepatan yang tinggi (Barleany et al., 2011). Pengujian impak dilakukan dengan menggunakan Charpy Impact Testing Machine. Semakin tinggi energi serap serta kekuatan impak dari material maka ketangguhan juga semakin tinggi (Barleany et al., 2011). Diperoleh energy serap dan kekuatan impak dari biokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (Formula F3) sebesar 0.0581 J dan 6,46 J/mm2*10-3. Menurut Sarkar M et al. (2008) penambahan clay dapat meningkatkan nilai kekuatan impak tetapi akan menurun apabila penambahan clay berlebih. Data dari Es dan kekuatan impak akan dihasilkan pada gambar 29.
(a)
(b)
Gambar 29. Kurva nilai (a) energi serap (Es) dan (b) kekuatan impak LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS tanpa clay (konsentrasi 0%) (F1) sebagai pembanding dengan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) Gambar 29 menunjukkan bahwa penambahan kaolin dan haloisit berfungsi sebagai penguat, sehingga terjadi peningkatan nilai Es dan kekuatan impak pada penambahan clay pada 10%. Nilai Es dan kekuatan impak tersebut meningkat sebesar 43,03 dan 42,41% untuk kaolin 20% (KI1b) serta 53,53 dan 51,70%. untuk halosit 20% (KJ1b). Namun pada penambahan clay pada konsentrasi 30% dan 40% terjadi penurunan nilai Es dan kekuatan impak. Penambahan konsentrasi clay dalam matriks polimer akan meningkatkan nilai Es dan kekuatan impak, namun apabila sudah melewati kondisi optimumnya akan terjadi penurunan kekuatan impak dari commit to user geobiokomposit tersebut. Penurunan Es serta kekuatan impak ini dikarenakan jumlah konsentrasi clay yang ditambahkan semakin banyak mengakibatkan penghambatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
gerak matriks polimer sehingga mengakibatkan geobiokomposit menjadi rapuh (Ishak et al., 2008). Penambahan haloisit 20% (KJ1b) pada biokomposit F1 memiliki sifat mekanik yang terbaik dengan menghasilkan peningkatan sebesar : 1). 5,72% untuk kekuatan tarik, 2). 2,66% untuk modulus young, 3). 10,5% untuk energi serap dan 4). 9,29% untuk kekuatan impak daripada penambahan kaolin 20% (KI1b) pada biokomposit F1. Hal ini dikarenakan bentuk struktur haloisit yang berbentuk pipa berongga memudahkannya untuk dispersi dengan polimer. Menurut Du M et al. (2010), dibandingkan dengan material anorganik yang lain seperti silika, montmorillonite, dan kaolin, haloisit mempunyai geometri yang unik serta karakteristik permukaan Si-O dengan densitas hidroksil yang rendah sehingga haloisit dapat terdispersi dengan baik dalam matrik polimer. Berdasarkan dari studi morfologi pada komposit polimer-haloisit menunjukkan bahwa tabung tunggal dari haloisit dapat terdistribusi dengan baik dalam matriks polimer (Prashantha K et al., 2011).
Secara kasat mata, partikel haloisit lebih halus dari kaolin yang
mengindikasikan bahwa ukuran partikel haloisit lebih kecil dari kaolin. Hal ini menyebabkan luas kontak permukaan haloisit lebih luas daripada kaolin, sehingga haloisit dapat terdistribusi dengan baik dalam matriks polimer. Berdasarkan pengujian daya bakar serta sifat mekanik yang telah dilakukan pada geokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (Formula F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (Formula F3) diperoleh komposisi optimum yaitu dengan penambahan clay berbagai jenis (kaolin dan haloisit) dengan konsentrasi 20% pada Formula F1. LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao 20% (KI1b) dibandingkan dengan biokomposit F1 dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 59,55%, meningkatkan kekuatan tarik serta impak sebesar 13,70% dan 42,41%. Sedangkan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal 20% (KJ1b) dibandingkan dengan biokomposit F1 menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 63,64%, meningkatkan kekuatan tarik serta impak sebesar 19,42% dan 51,70%. Sehingga diperoleh geokomposit KI1b dan KJ1b memiliki ketahanan bakar dan sifat mekanik yang lebih baik dari biokomposit commit to user standarnya (F1). Geokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal 20% (KJ1b) memberikan ketananan bakar serta sifat mekanik yang lebih baik daripada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao 20% (KI1b) karena dapat menurunkan kecepatan pembakaran sebesar 4,09 %, meningkatkan kekuatan tarik serta impak sebesar 5.72% dan 9,29% daripada KI1b.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Geobiokomposit yang disintesis dari LPP, STKS (rasio LPP/STKS=8/2) dan clay yang meliputi kaolin dan haloisit dalam berbagai rasio konsentrasi, secara reaktif dengan penggandeng multifungsional AA yang telah digrafting dengan LPP membentuk LPP-g-AA, serta agen penyambung silang DVB secara proses larutan diperoleh komposisi optimum terhadap kemampuan hambat bakar pada konsentrasi penambahan clay 20% (w/w). Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Kao (F2) dibandingkan dengan F1 dapat memperlambat time to ignition sebesar 171,56%, menurunkan kecepatan pembakaran 59,55% serta meningkatkan persentase HR sebesar 5,01%. Sedangkan LPP/DVB/LPP-gAA/STKS/Hal (F3) dibandingkan F1 dapat memperlambat time to ignition sebesar
221,78%,
menurunkan
kecepatan
pembakaran
63,64%
serta
meningkatkan persentase HR sebesar 5,20% 2. Geobiokomposit LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao (F2) mengalami peningkatan kekuatan tarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impak masing-masing sebesar 13,70%, 23,28%, 43,03%, dan 42,42% dibandingkan dengan F1. Sedangkan
LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
(F3)
mengalami
peningkatan
kekuatan tarik, modulus young, energi serap dan kekuatan impak masing-masing sebesar 19,42%, 25,93%, 53,53%, dan 51,70% dibandingkan F1.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas perlu dilakukan tindak lanjut yang disarankan untuk geobiokomposit yang dihasilkan sebagai berikut : 1. Analisis morfologi menggunakan SEM 2. Analisis degradasi panas menggunakan DTA commit to user 3. Uji biodegradasi
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. http://id.shvoong.com/businessmanagement/entrepreneurship/1929400-pemanfaatan-limbah-sawit/
diakses
tanggal 15 Juni 2010. Abdullayev, E., Price, R., Chchukin, D., and Lvov, Y. 2009. Halloysite Tubes as Nanocontainers for Anticorrosion Coating with Benzotriazole. Applied Materials & Interfaces. Vol 1. 7, 1437-1443 Achmadi, S. 2003. Kimia Organik : Suatu Kuliah Singkat. Edisi 11. Jakarta : Erlangga. Terjemahan : Organic Chemistry : a short course. Hart, Harold ; Leslie E. Craine; and David J.Hart. 2003 Adriani, A. 2003. Penggunaan Alumina untuk Meningkatkan Stabilitas Termal dan Nyala Poliblen Polipropilena dengan Bahan Pengisi Cangkang sawit. Tesis. Medan. Program Pasca Sarjana USU. 6-37 Aji, I. S., Sapuan, S.M., E.S. Zainudin., and K. Abdan. 2009. Kenaf Fibres as Reinforcement for Polymeric Composites: a Review. International Journal of Mechanical and Materials Engineering (IJMME), Vol. 4, No. 3,pp 239-248 American Society for Testing and Materials D 635-97. 1998 . Standart Test Method for Rate of Burning and/or Extent and Time of Burning of Plastics in a Horizontal Position1. Annual Book of ASTM Standards. Vol.8. 01. American Society for Testing and Materials D 638-97. 1998 . Standart Test Method for Tensile Properties of Plastics. Annual Book of ASTM Standards. Vol.8. 01. American Society for Testing and Materials D 6110-97. 1998. Standart Test Methods for Determining the Charpy Impact Resistance of Notched Specimens of Plastics. Annual Book of ASTM Standards. Vol.8. 03. Arunvisut, S., Phummanee, S., and Somwangthanaroj, A. 2007. Effect of Clay on Mechanical and Gas Barrier Properties of Blown Film LDPE/Clay Nanocomposites. Department of Chemical Engineering, Faculty of commit to user Engineering, Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand.
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Astutiningsih, S., Kinasih, P.L., And Wibowo, A.C. 2009. Stabilitas Termal Galeri Clay Pada Komposit Nano Polipropilena-Clay Montmorillonit Dengan Pengkompatibel Polipropilena-G-Maleik Anhidirida. Makara Teknologi, Vol. 13, No. 1, 19-24. Bakri, R., Utari, T., And Sari, I.P. 2008. Kaolin Sebagai Sumber SiO2 Untuk Pembuatan Katalis Ni/SiO2: Karakterisasi Dan Uji Katalis Pada Hidrogenasi Benzena Menjadi Sikloheksana. Makara, Sains, Volume 12, No. 1, 37-43. Barleany, D. A.,Hartono R., and Santoso. 2011. Pengaruh Komposit Montmorillonite pada Pembuatan Polipropilen-Nanokomposit terhadap Kekuatan Tarik dan Kekerasannya. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. ISSN 1693-4393. Baroeno.
2010.
Bisnis
Air
Minum
Kemasan
Terus
Menggeliat.
http://bataviase.co.id/node/300123. Diakses pada tanggal 6 Mei 2010 Bodirlau, R., and Teaca, C.A. 2007. Fourier Transform Infrared Spectroscopy and Thermal Analysis
of
Lignocellulose
Fillers
Treated
with
Organic
Anhydrides. Rom. Journ. Phys. Vol. 54:93-104 Carlsson, M. 2005 . The Inter and Intramolecular Selectivity of The Carbonate Radical Anion in Its Reaction with Lignin and Carbohydrates. Doctoral Thesis Kungliga Tekniska Hongkolan.Departement of Chemistry Nuclear Chemistry,Stockholm. Ciullo, P.A. 2003. Kaolin Clay: Functional Optical Additives. Paint & Coatings Industry Magazine: Norwalk, CT. Cocke, D.L., and Beall, G. 2011. Modification and Characterization of Nanotubular Halloysite for Heterogeneous Catalytic Applications. 21st National Annual Meeting, San Fransisco, California. Darnoko., Guritno, P., A. Sugiharto., and S. Sugesty. 1995. Pulping of Oil Palm Empty Fruit Bunches with Surfactant. Oil Palm Trunk and Other Palmwood. Pp 83-87 Delhom, C.C., White-Ghoorahoo, L.A., and S.S. Pang. 2010. Development and commit to user Characterization of Celullose/Clay Nanocomposites. Elsevier. Composites: Part B 41:475-481
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Deperin RI. 2011. Industri Hilir Kelapa Sawit Indonesia. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia Diharjo, Jamasri dan Firdaus F., 2007-2008. Rekayasa Panel Interior Kabin Kendaraan Berkekuatan dan Ketahanan Nyala Api Tinggi Dari Bahan Komposit Hibrid Geopolimer (Limbah Fly Ash-Serat Gelas-Serat KenafPolyester). Program Insentif Riset Terapan, KNRT Republik Indionesia. Du, M., Guo, B., and D. Jia. 2006. Thermal Stability And Flame Retardant Effects Of Halloysite Nanotubes On Poly(Propylene). Elsevier. European Polymer Journal. 42: 1362-1369 Du, M., Guo, B., J. Wan., Q. Quliang., and D. Jia. 2010. Effects of Halloysite Nanotubes on Kinetics and Activation Energy of Non-Isothermal Crystallization of Polypropylene. Springer. J Polym Res 17:109-118 Dudley H. W and I. Fleming. 1973. Spectroscopic in Organic Chemistry. 2nd edition. Mc Graw-Hill Book Company (UK) Limited Dyson, R. W. 1998. Specialty Polymer. 2nd edition. London, Blackie Academic and Professional.35 Effendi, A. H. 2007. Natrium Silikat Sebagai Bahan Penghambat Api Aman Lingkungan. Jurnal Teknik Lingkungan Vol 8, No. 3 : 245-252. ISSN 1441318X Evrianni, S. 2010. Reaksi Grafting Maleat Anhidrida Pada Polipropilena Dengan Inisiator Benzoil Peroksida. Departemen Kimia, FMIPA USU Fessenden and Fessenden. 1998 . Kimia Organik . Jilid I. Edisi Ketiga. Jakarta, Erlangga. Gardolinski, J. E., Zamora, P. P., and F. Wypych. 1999. Preparation and Characterization
of
a
Kaolinite-1-methyl-2-Pyrrolidone
Intercalation
Compound. Journal of Colloid and Interface Science 211:137-141. Ghosh, Premamoy. 2011. Polymer Science and Technology Plastics, Rubber, Blends, and Composites. 3th Eddition. Tata McGraw Hill Education Private Limited Gilman, J.W., Jackson, C.L., Morgan, A.B., and Harris Jr, R. 2000. Flammability commit to user Properties of Polymer-Layered-Silicate Nanocomposites. PolyPropylene and Polystyrene
Nanocomposites.
Chem.
Mater.
12,
1866-1873
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Grant, M.H.1985.Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 1-20. New York. John Wiley and Sons. 932-825 Hadi, Q., and Gunawan. 2011. Pengaruh Variasi Fraksi Volume Abu Terbang (Fly Ash) Sebagai Penguat Al 6061 Matrix Composite Terhadap Sifat Mekanik Dan Fisik Metal Matrix Composite Al 6061-Fly Ash. Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9. ISBN : 978-602-97742-0-7. HaiYun, M.A., PingAn, S., and F. ZhengPing. 2011. Flame Retardant Polymer Nanocomposites: Development, Trend and Future Perspective. Science China Chemistry Vol.54, No.2:302-313 Handge, U.A., Hedicke-Höchstötter, K., and Altstädt, V. 2010. Composites of Polyamide 6 and Silicate Nanotubes of The Mineral Halloysite: Influence of Molecular Weight on Thermal, Mechanical and Rheological Properties. Polymer 51, 2690-2699. Hastomo, B. 2009. Analisis Pengaruh Sifat Mekanik Material Terhadap Distribusi Tegangan Pada Proses Deep Drawing Produk End Cup Hub Body Maker dengan Menggunakan Software Abaqus 6.5-1. Skripsi. Jurusan Teknik Mesin. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Heradewi, 2007. Isolasi Lignin dari Lindi Hitam Proses Organosolv Serat tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hyun, Y.H. 2002. Rheological Behavior of Biodegradable Polymer/Organoclay Nanocomposites using Synthetic Aliphatic Polyester. Thesis. Department of Polymer Science & Engineering. Inha University. Korea Horvath, E., et. al., 2003. Hydrazine-Hydrate Intercalated Halloysite Under Controllerd-Rate Thermal Analysis Conditions. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry, Vol 71, 707-714. Hudiyanti, D. 2009. Pemadam Kebakaran dari Soda Kue, Apa Bisa?. http:// www.chem-is-try.org/tanya_pakar/pemadam-kebakaran-dari-soda-kue-apabisa/ diakses tanggal 3 Mei 2009 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Hussain, F., Hojjati, M., M. Okamoto., and R. E. Gorga. Review article: Polymermatrix Nanocomposites, Processing, Manufacturing, and Application: An Overview. Journal of Composites Materials, Vol 40, No. 17. Hussain, M., Varley, R.J., Y.B. Cheng., and G.P. Simon. Investigation of Thermal and Fire Performance of Novel Hybrid Geopolymer Composites. Journal of Materials Science 39: 4721-4726 Ilic, B.R., Mitrovic, A.A., and L. R. Ljiljana. 2010. Thermal Treatment of Kaolin Clay to Obtain Metakaolin. Hem. Ind 64(4): 351-356 Ishak, Z. A. M., Kusmono., W.S. Chow., T. Takaechi., and Rochmadi. 2008. Effect of Organoclay Modification on the Mechanical, Morphology, and Thermal Properties of Injection Molded Polyamide 6/Polypropylene/Montmorillonite Nanocomposites. Proceedings of the Polymer Processing Society 24th Annual Meeting PPS 24, Salerno, Italy. Kemp, William. 1987. Organic Spectroscopy. London. Mac Millan Publisher. Khalid, M., Salmiaton, A., C.T. Ratnam., and C. A. Luqman. 2008. Effect of Trimethylolpropane Triacrylate (Tmpta) on the Mechanical Properties of Palm Fiber Empty Fruit Bunch and Cellulose Fiber Biocomposite. Journal of Engineering Science and Technology Vol. 3, No. 2, pp 153 - 162 Kim, H.S., Yang H.S., and Kim H.J. 2005 . Biodegradability and Mechanical Properties of Agro-Flour-Filled Polybutylene Succinate Biocomposite, Journal of Applied Polymer Science. Vol 97. Kusmono. 2010. Studi Sifat Mekanik Dan Morfologi Nanokomposit Berbasis Poliamid 6/Polipropilen/Clay. Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-, Palembang. Kusumastuti,
E.D.
2008.
Bahaya
Plastik
Dibalik
Kemasan.
http://www.kompoas.com/index.php/read/xml/2008/12/12/11412071/bahaya. di.balik.kemasan/plastik/ diakses pada tanggal 7 Mei 2010 Lagashetty, A and A. Venkataraman. 2005 . Polymer Nanocomposites . School of Chemistry and Biochemistry, Thapar Institute of Engineering and commit to user Technology Patiala, Panjab.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Lee, S.R., Park, H.M., Lim, H., Kang, T., Li, X., Cho, W.J., and Ha, C.S.2001. Microstucture, Tensile Properties, and Biodegradability of Aliphatic Polyester/Clay Nanocomposites. Polymer 43, 2495-2500. Lee, J.H., Park, H.S., Lee, Y.S., Lee, Y.K., and Nam, J.D. 2003. Flame Retardancy and Mechanical Property of Polypropylene/Nylon Nanocomposite Reinforced with Montmorillonite. Polymer (Korea), Vol 27. No.6, 576-582. Lee, C.H.,Chien, A., Yen, M.H., and K.F Lin. 2008. Poly(methyl acryalate-comethyl methacrylate)/Montmorillonite Nanocomposites Fabricated by SoapFree Emulsion Polymerization. Springer. J Polym Res 15:331-336 Lubis, M.Y. 2009. Pembuatan Komposit Kayu Plastik dari Serat Kayu Kelapa Sawit dan Polipropilena Dengan Menggunakan Polipropilena yang Dimodifikasi dengan Asam Akrilat sebagai Bahan Penghubung. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana USU, Medan Maleque, M.A., Belal, F.Y., and S.M. Sapuan. 2006. Mechanical Properties Study of Pseudo-Stem Banana Fiber Reinforced Epoxy Composite. The Arabian Journal for Science and Engineering, Vol 32, No 2B. pp 359-354 Majedova, J. 2003. Review: FTIR Techniques in Clay Mineral Studies. Elsevier. Vibrational Spectroscopy 31:1-10 Manias, Evangelos. 2002. The Role of Nanometer-thin Layered Inorganic Fillers as Flame Retardants in Polymers. Advances in Fire Retardant Chemicals. Maulida. 2008. Pembuatan Komposit Termoplastik Berdasarkan Serat Kelapa Sawit Dengan Kaedah Prapreg. Jurnal Penelitian Rekayasa Vol 1 No.2 74-79 Morgan, A.B., Chu, L.L., and Harris, J.D. 2005. A Flammability Performance Comparison Between Synthetic And Natural Clays In Polystyrene Nanocomposites. Fire Materials (29), 213–229 Mwaikambo, L.Y. 2006 . Review of History, Properties, and Application of Plant Fibres . African Journal of Science and Technology. Vol 7(2), 120 - 133. Nida, N. S. 2011. Pembuatan Biokomposit Limbah Polipropilena (LPP) Termodifikasi dengan Pengisi Serat Kenaf dan Senyawa Penghambat Nyala. commit to user Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA UNS. Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Olivares, G.S., Solis, A.S., and O. Manero. 2008. Burning Rate, Mechanical and Rheological
Properties
of
HIPS-PET
and
Clay
Nanocomposites.
International Journal of Polymeric Materials 57:417-428 Othmer, Kirk. 1996. Encyclopedia of Chemical Technology. Jilid 19th. Volume 14. Fourth Edition. Canada:John Wiley & Sons Inc. Patra, P.K., S.B. Warner, Kim Y.K., Qinguo Fan, P.D.Calvert and S. Adanur. 2005 . Nano Engineered Fire Resistant Composite Fibre, NTC Annual report. No : M02-MD08. Pasbakhsh, P., Ismail, H., M.N. Ahmad Fauzi., and A. Abu Bakar. 2009. Influence of Maleic Anhydride Grafted Ethylene Propylene Diene Monomer (MAH-gEPDM) on the Properties of EPDM Nanocomposites Reinforced by Halloysite Nanotubes. Elsevier. Polymer Testing 28:548-559 Pesova, A., Andertova, J., and O. Gedeon. 2010. Hydrothermal Degradation of Ceramic Materials on the Natural Raw Materials Base. Part 2: Structural Changes. Ceramics-Silikaty 54(2):176-181. Prashantha, K., Lacrampe, M.F., and P. Krawczak. Processing and Characterization of Halloysite Nanotubes Filled Polypropylene Nanocomposites Based on a Masterbatch Route: Effect of Halloysites Treatment on Structural and Mechanical Properties. Express Polymer Letters Vol.5, No.4 : 295-307. Pudjaatmaka, A.H. 1986. Kimia Organik. Jilid 1. Edisi ke-3. Jakarta. Erlangga. Terjemahan : Organic Chemistry. Fessenden R. J. dan J. S. Fessenden. 1979. Williard Grant Press. Singapore. Ray, S. S., and Okamoto, M. 2003. Polymer Layered Silicat Nanocomposites : as a Review from Preparation to Processing. Progress in Polymer Science 28:1539-1641 Ray, S. S., Bousmina, M. 2005. Biodegradable Polymers And Their Layered Silicate Nanocomposites: In Greening The 21st Century Materials World. Elsevier. Progress in Materials Science 50: 962–1079 Ribeiro, S.P.S., Estevão, L.R.M., And Nascimento, R.S.V. 2008. Effect Of Clays On commit to user The fire-Retardant Properties Of A Polyethylenic Copolymer Containing Intumescent Formulation. Sci. Technol. Adv. Mater. 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Rowell, R.M., A.R. Sanadi, D.F.Caul-field , and R.E. Jacobson. 1997 . Utilization of Natural Fibres in Plastic Composites: Problems and Opportunities . Lignocellusic-Plastic Composites, USP&UNESP, Sao Paulo, 23-51. Sain, M., S.H Park, F. Suhara, and S. Law. 2004 . Flame Retardant and Mechanical Properties of Natural Fibre-PP Composites Containing Magnesium Hydroxide. Jaournal of Polymer Degradation and Stability, Science Direct. Vol 83. 363-367. Salmah, Ismail, H., and Abu Bakar, A. 2005. A Comparative Study on the Effects of Paper Sludge and Kaolin on Properties of Polypropylene/Ethylene Propylene Diene Terpolymer Composites. Iranian Polymer Journal 14 (8), 705-713 Sanjaya. 2001. Pengaruh Anhidridasetat Terhadap Struktur Molekuler Kayu dalam Stabilisasi Dimensi Kayu Pinus merkusii Et. De Vr. JMS Vol. 6 No. 1, hal. 21 – 32 Sarkar, M., Dana, K., S. Ghatak., and A. Banerjee. 2008. Polypropylene-Clay Composite Prepared from Indian Bentonite. Bulletin Material Science Vol 31. No.1:23-28 Sentanuhady,
Jayan.2007.Syarat
gudangnya
ilmu
Terjadinya
pengetahuan
Pembakaran.
Gudangilmu.org
http://gudangilmu.org/2007/11/26/syarat-
terjadinya-pembakaran/ diakses tanggal 15 Juni 2010 Setiadi,
A.
2010.
Ikatan
Hidrogen
pada
Selulosa.
http://eascience.wordpress.com/2010/03/13/ikatan-hidrogen-pada-selulosa/ diakses pada tanggal 2 November 2011 Seymour, B. R., and C. E. Carraher, Jr. 1988 . Polymer Chemistry An Introduction. Marcel Dekker Inc. New York. Si, M., Zaitsev, V., M. Goldman., A. Frenkel., D. G. Peiffer., E. Weil., J. C. Sokolov., and M.H. Rafailovich. Self-extinguishing Polymer/Organoclay Nanocomposites. Elsevier. Polymer Degradation and Stability 92 : 86-93 Siburian,
R.
2001
.
Impregnasi
kayu
Kelapa
Sawit
dengan
Poliblen
Polipropilena/Karet Alam. Tesis. Program Pasca Sarjana. USU. Medan. commit to user Silverstein, R.M, C. Bassler dan T.C. Morril. 1991. Spectrometric Identification of Organic Compounds. Fifth edition. Singapore. John Wiley and Sons Inc.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Soentantini.2008. Ekonomi Bisnis. http://www.SuaraSurabaya.net diakses tanggal 6 Mei 2010 Solomon. 2004. Intercalated Polypropylene NanoComposites. Dekker Encyclopedia of Nanoscience and Nanotechnology. Michigan : Marcel Dekker Inc. Sopyan, I. 2001 . Kimia Polimer . Jakarta:Pradnya Paramita. Terjemahan : Polymer Chemistry: An Introduction. Malcom Stevens. 2001. Oxford, Oxford University Press. Suharty, N.S. 1993 . Reactive Processing of Polyolefins using Antioxidant System, Ph.D. Thesis. Department of Chemical Engineering and Applied Chemistry, Aston University, Birmingham, U.K. Suharty, N.S., dan Firdaus, M 2007 . Pembuatan Biokomposit Polistirena Daur Ulang termodifikasi Secara Reaktif Dengan Bahan Pengisi Serat Alam yang Degradabel. Seminar Internasional Himpunan Polimer Indonesia, Medan. Suharty, N.S., B. Wirjosentono, dan M. Firdaus. 2007a . Pembuatan Biokomposit Degradabel dari Polipropilena Daur Ulang Dengan Serbuk Sekam Padi atau Serbuk Bambu. Laporan Hibah Bersaing Th. 1/2 Angkatan XVI, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas Jakarta. Suharty, N.S., B. Wirjosentono, dan M. Firdaus. 2007b . Pembuatan Poliblen Degradabel dari Limbah Kemasan Polipropilena dengan Bahan Pengisi Serbuk Sekam Padi dan Pemlastis Crude Palm Oil (CPO) Secara Reaktif. Laporan Program Intensif Riset Dasar Tahun 1/2 , Kementrien Negara Riset dan Teknologi, Jakarta. Suharty, N.S., B. Wirjosentono, M. Firdaus, D.S. Handayani, J. Sholikhah, dan Y.A. Maharani ,.2008 . Synthesis of Degradable Bio-Composites Based on Recycle Polypropylene Filled with Bamboo Powder Using reactive Process . Journal Physical Science. Vol 19(2). 105 – 115 Suharty, N.S., Sudirman, K. Dihardjo., and M. Firdaus. 2009. Rekayasa BioNanokomposit Berkekuatan dan Ketahanan Nyala Api Tinggi untuk Pelapis Kabin Kendaraan Umum. Laporan Tahun I Pelaksanaan Hibah Penelitian commit to user Kompetitif Sesuai Prioritas Nasional, Direktorat Pendidikan Tingkat Tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Suharty, N.S., Sudirman, Dihardjo, K., Firdaus, M., and Nida, N.S. 2010. Flammability and Biodegradability of Bio-composite Base On : Recycled Polypropylene With Kenaf Fiber Containing Mixture Fire Retardant. ISFAChE, Bali. Suharty, N.S., Sudirman, K. Dihardjo., and M. Firdaus. 2010a. Rekayasa BioNanokomposit Berkekuatan dan Ketahanan Nyala Api Tinggi untuk Pelapis Kabin Kendaraan Umum. Laporan Tahun II Pelaksanaan Hibah Penelitian Kompetitif Sesuai Prioritas Nasional, Direktorat Pendidikan Tingkat Tinggi. Sukamta., Budiman, A., Sutijan., Akhmad, B.W., and S. Budiharto. 2009. Pemecahan Senyawa Kompleks dalam Kaolin dan Pengambilan Alumina dengan Metode Kalsinasi dan Elutriasi. Jurnal Teknologi Technoscientia. ISSN: 1979-8415 Supeno, M. 2009. Bentonit Terpilar dan Aplikasi : Kimia Anorganik. USU Press. Medan Surjosatyo, A., and Vidian, F. 2004. Studi Co-Gasifikasi Tandan Kosong dan Tempurung Kelapa Sawit Mengunakan Gasifier Aliran Kebawah. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. ISSN : 1411 - 4216 Sutha Negara, I.M., Wijaya, K., and Sugiharto, E. 2008. Preparasi dan Karakterisasi Komposit Kromium Oksida-Montmorillonit. Jurnal Kimia 2 (2), 93-99. Taurista, A.Y., A.O. Riani dan K.H. Putra . 2006. Komponen Laminat Bambu Serat Woven Sebagai Bahan Alternatif Pengganti Fiber Glass pada Kulit Kapal. PKMI. Surabaya. Jurusan Tehnik Material. Institut Teknologi Sepuluh November. Tesoro, G. 1976. Current Research on Chemical Modification of Cellulose. Pure & Application Chemistry, Vol. 46, pp. 239-245 Tesoro.G. 1978. Chemical Modification of Polymers with Flame-Retardant Compounds . Journal of Polymer Science: Macromolecular Reviews, Vol. 13, pp. 283-353 Threepopnatkul, P., Kaerkitcha, N., and N. Athipongarporn. 2008. Polycarbonate commit to user with Pineapple Leaf Fibers to Produce Functional Composites. Advanced Materials Research. Vol 47-50, pp 674-677
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Wang , J., Xie, H., Z. Xing., Y. Li., and J. Li. 2011. Thermal Properties of Composites Containing Metal Oxide Nanoparticles. Materials Science Forum, Vol. 694, pp. 146-149. West, A. R. 1992 . Solid State Chemistry and Its Applications. John Wiley and sons. Scotland. Yang, H.S., Kim, H.J., Park, H.J., Lee, B.J., Hwang, T.S. 2007. Effect of compatibilizing agents
on rice-husk flour reinforced polypropylene
composites. Composite Structures 77, 45–55 Yusoff, M.Z.M., Salit, M. S. and N. Ismail. 2009. Tensile Properties of Single Oil Palm Empty Fruit Bunch (OPEFB) Fibre. Sains Malaysiana 38(4): 525-529. Zhang, Q., Liu, Q., Mark, J.E., and Noda, I. 2009. A Novel Biodegradable Nanocomposite
Based
On
Poly
(3-Hydroxybutyrate-Co-3-
Hydroxyhexanoate) And Silylated Kaolinite/Silica Core–Shell Nanoparticles. Applied Clay Science 46, 51–56. Zheng, S., Sun, S., Z. Zhang., and X. Xu. 2005. Effect of Properties of Calcined Microspheres of Kaolin on the Formation of NaY Zeolite. Bulletin of the Catalysis Society of India 4:12-17
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 1. Bagan Alir Preparasi LPP LPP dipotong 5 mm x 2 mm x 0,1 mm Serpihan LPP
FTIR XRD
Lampiran 2. Bagan Alir LPP-g-AA Xilena Mendidih
Serpihan LPP, BPO, dan AA
Dipanaskan T=135°C, 180 menit, diaduk Labu Refluks
LPP-g-AA dalam xilena
Penguapan pada T kamar
Xilena
Master Batch LPP-g-AA Dibuat cetakan dengan alat hot press, T=175°C, Tekanan 90 kN Spesimen
FTIR
Prosedur dilakukan pada rasio LPP 100%, BPO 0,05%, dan AA 5% dalam berat total campuran 50 gram
commit to user
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Lampiran 3. Bagan Alir Pembuatan Komposit Formula F1, F2, serta F3 Serpihan LPP, LPP-g-AA, DVB, BPO, STKS
Gas Nitrogen
Xilena Mendidih
Dengan atau tanpa Clay
Labu Refluks
Dipanaskan T=135°C, 180 menit, diaduk Penguapan pada T kamar
Geokomposit Panas
Xilena
Geokomposit Bebas Pelarut Dibuat cetakan dengan alat hot press, T=175°C, Tekanan 90 kN
FT-IR
XRD
Spesimen
Pengujian Daya bakar :
Pengujian Sifat Mekanik :
Kekuatan Tarik
TTI
Modulus Young
BR
Energi
HR
Serap
dan
Kekuatan Impak
Prosedur dilakukan sintesis biokomposit standar LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS (F1) mengikuti
tabel
4.
Sedangkan sintesis geobiokomposit LPP/DVB/LPP-gcommit to user AA/STKS/Kao (F2) dan LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal (F3) mengikuti tabel 5.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Lampiran 4. Pola Difraksi LPP berdasarkan JCPDS
Lampiran 5. Pola Difraksi Haloisit berdasarkan JCPDS
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Lampiran 6. Formula LPP
: Limbah Polipropilena
F1
: LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS
F2
: LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Kao
F3
: LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Hal
KI1a
: Formula F2; 10% (w)
KI1b
: Formula F2; 20% (w)
KI1c
: Formula F2; 30% (w)
KI1d
: Formula F2; 40% (w)
KJ1a
: Formula F3; 10% (w)
KJ1b
: Formula F3; 20% (w)
KJ1c
: Formula F3; 30% (w)
KJ1d
: Formula F3; 40% (w)
Lampiran 7. Perhitungan Time to Ignition
Kode
Waktu
Waktu
Waktu
Rata-rata
I
II
III
waktu
(detik) LPP
1,02
1,14
0,9
1,02
F1
2,24
2,39
2,12
2,25
KI1a
5,03
5,44
5,52
5,33
KI1b
6,00
6,21
6,12
6,11
KI1c
6,74
6,56
6,11
6,47
KI1d
6,89
7,06
7,47
7,14
KJ1a
6,27
6,91
6,47
6,55
KJ1b
7,51
7,18
7,03
7,24
KJ1c
7,91
7,49
KJ1d
8,57
7,81
7,37 7,59 commit to user 8,01 8,13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Lampiran 8. Perhitungan Kecepatan Pembakaran Kecepatan pembakaran (V) = 60L t Keterangan : L
= panjang spesimen yang terbakar (mm); 75 mm
t
= waktu pembakaran (s)
Nilai I SB
T (detik)
Nilai II V
(mm/ menit)
Nilai III V
t (detik)
(mm/ menit)
t (detik)
V (mm/ menit)
Rata-rata V (mm/ menit)
LPP
1524,89
2,95
1550,09
2,90
1543,13
2,92
2,92
F1
2111,74
2,13
1997,81
2,25
2030,58
2,22
2,20
KI1a
4901,12
0,92
4681,05
0,96
5083,66
0,89
0,92
KI1b
5108,89
0,88
4811,81
0,94
5219,1
0,86
0,89
KI1c
5501,46
0,82
5003,67
0,90
5720,13
0,79
0,83
KI1d
5712,66
0,79
5321,08
0,85
5500,01
0,82
0,82
KJ1a
5501,49
0,82
5006,78
0,90
5421,37
0,83
0,85
KJ1b
5811,56
0,77
5288,01
0,85
5729,17
0,79
0,80
KJ1c
6035,26
0,75
6201,55
0,73
5988,07
0,70
0,74
KJ1d
6381,54
0,70
6893,67
0,65
6601,11
0,68
0,68
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Lampiran 9. Perhitungan Heat Release (HR)
T Heat Release = 1 1 T0
Keterangan
100 %
: T1 = suhu panel setelah api dimatikan T₀ = Suhu Pembakaran, dimana T₀ = 692°C Nilai I
SB
Nilai II
Nilai III
Rata-rata
T1
HR
T1
HR
T1
HR
HR
(°C)
(%)
(°C)
(%)
(°C)
(%)
(%)
LPP
113,61
83,58
112,95
83,68
112,44
83,75
83,67
F1
98,16
85,82
98,89
85,71
96,95
85,99
85,84
KI1a
69,23
90,00
68,77
90,06
67,69
90,22
90,09
KI1b
68,47
90,11
68,15
90,15
68,04
90,17
90,14
KI1c
68,00
90,17
67,89
90,19
68,14
90,15
90,17
KI1d
67,82
90,20
67,61
90,23
67,91
90,19
90,21
KJ1a
67,45
90,25
67,34
90,27
67,32
90,27
90,26
KJ1b
67,22
90,29
67,19
90,29
67,01
KJ1c
66,65
90,37
66,50
90,39
66,53
90,39
90,38
KJ1d
66,37
90,41
66,10
90,45
66,40
90,40
90,42
commit to user
90,32
90,30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Lampiran 10. Perhitungan Nilai Kekuatan Tarik Rumus perhitungan nilai kekuatan tarik :
Kekuatan tarik (σ) =
F maks A
Nilai I SB
A
Fmaks
(mm2)
(N)
Nilai II σ
A
Nilai III
Fmaks
(MPa) (mm2)
(N)
σ
A
(MPa) (mm2)
Rata-rata
Fmaks
σ
σ
(N)
(MPa)
(MPa)
LPP
5.63 155.58 27.63
5.55
155.69
28.05
5.62
155.53
27.67
27.79
F1
5.64 174.28 30.90
5.58
174.15
31.21
5.59
174.17
31.16
31.10
KI1a
5.65 188.13 33.30
5.59
188.02
33.64
5.56
188.00
33.81
35.58
KI1b
5.61 197.95 35.29
5.55
197.96
35.67
5.64
198.12
35.13
35.36
KI1c
5.64 180.73 32.04
5.62
180.69
32.15
5.54
180.59
32.60
32.26
KI1d
5.63 170.10 30.21 5.57
169.88
30.50
5.60
170.08
30.37
30.36
KJ1a
5.64 192.08 34.06
5.61
191.99
34.22
5.55
191.90
34.58
34.28
KJ1b
6.37 234.10 36.75
6.32
233.94
37.02
6.21
233.90
37.67
37.14
KJ1c
5.65 182.85 32.36
5.63
182.76
32.46
5.52
182.70
33.10
32.64
KJ1d
5.65 172.30 30.50
5.61
172.26
30.71
5.54
172.07
31.06
30.75
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Lampiran 11. Perhitungan Modulus Young Kuat Tarik (σ) Modulus Young (E) =
Elongation (%ε)
Nilai I SB
σ
ε
(MPa)
(%)
Nilai II E
σ
(MPa) (MPa)
Nilai III
E rata-
ε
E
σ
ε
E
rata
(%)
(MPa)
(MPa)
(%)
(MPa)
(MPa)
LPP
27.63 40.21
68.73
28.05
40.73
68.87
27.67
40.38
68.54
68.71
F1
30.90 36.00
85.84
31.21
36.15
86.33
31.16
36.21
86.05
86.10
KI1a
33.30 34.65
96.10
33.64
34.84
96.54
33.81
34.91
96.86
96.50
KI1b
35.29 33.19 106.31 35.67
33.50
106.47
35.13
33.25
105.65
106.14
KI1c
32.04 29.60 108.26 32.15
29.60
108.62
32.60
30.20
107.94
108.27
KI1d
30.21 26.86 112.48 30.50
27.29
111.76
30.37
27.21
111.62
111.95
KJ1a
34.06 34.28
34.22
34.39
99.51
34.58
34.59
99.96
99.60
KJ1b 36.75 33.99 108.12 37.02
33.98
108.93 37.67
34.80
108.23
108.43
KJ1c
32.36 29.49 109.74 32.46
29.51
110.00
33.10
29.92
110.62
110.12
KJ1d 30.50 27.28 111.79 30.71
27.37
112.19
31.06
27.64
112.37
112.12
99.35
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Lampiran 12. Perhitungan Energi Serap (Es) Es = G x R x (Cos β – Cos α) Keterangan : G = Berat beban / pembentur (Newton), dimana G = 9,80 N R = Jari-jari pusat putar ke titik berat pembentur (meter), dimana R = 0,83 m α = sudut ayunan tanpa beban uji, dimana α = 156°, cos α = -0,9136 β = sudut ayunan mematahkan specimen Nilai I SB
Cos β
Nilai II Es (J)
Cos β
Nilai III Es (J)
Cos β
Rata-rata Es
Es
(J)
(J)
LPP
-0.9006
0.1057
-0.9001
0.1094
-0.9003
0.1076
0.1076
F1
-0.9067
0.0559
-0.9065
0.0577
-0.9061
0.0607
0.0581
KI1a
-0,9046
0,0727
-0,9051
0,0691
-0,9048
0,0709
0,0709
KI1b
-0,9036
0,0812
-0,9030
0,0861
-0,9035
0,0818
0,0831
KI1c
-0.9059
0.0619
-0.9054
0.0667
-0.9054
0.0661
0.0649
KI1d
-0.9090
0.0374
-0.9079
0.0463
-0.9087
0.0392
0.0410
KJ1a
-0,9045
0,0733
-0,9040
0,0776
-0,9037
0,0800
0,0770
KJ1b
-0,9031
0,0849
-0,9024
0,0904
-0,9022
0,0922
0,0892
KJ1c
-0.9045
0.0739
-0.9047
0.0721
-0.9054
0.0670
0.0709
KJ1d
-0.9073
0.0505
-0.9062
0.0595
-0.9076
0.0487
0.0529
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Lampiran 13. Perhitungan Kekuatan Impak
Kekuatan Impak (Is) =
Energi Serap (Es) Luas Penampang (A)
Nilai I
SB
Es
A
(J)
(mm2)
Nilai II Is (J/mm2 *10
-3
Es
A
(J)
(mm2)
Nilai III Is (J/mm2 *10
-3
Es
A
(J)
(mm2)
Ratarata
Is (J/mm2 *10
-3
Is (J/mm2 *10-3
LPP
0.1057
9.05
11.68 0.1094
9.17
11.94
0.1076
9.08
11.85
11.82
F1
0.0559
8.97
6.23
0.0577
9.02
6.39
0.0607
8.99
6.75
6.46
KI1a
0,0727
9,12
7,97
0,0691
9,04
7,64
0,0709
9,14
7,76
7,80
KI1b
0,0812
8,96
9,07
0,0861
9,07
9,49
0,0818
9,06
9,03
9,20
KI1c
0.0619
9,16
6.76
0.0667
9,06
7.36
0.0661
9,08
7.28
7.13
KI1d
0.0374
8.87
4.22
0.0463
9.34
4.96
0.0392
9.09
4.31
4.50
KJ1a
0,0733
9,10
8,06
0,0776
8,99
8,63
0,0800
9,00
8,89
8,53
KJ1b
0,0849
9,03
9,40
0,0904
9,10
9,93
0,0922
9,17
10,10
9,80
KJ1c
0.0739
9.05
8.17
0.0721
9.07
7.95
0.0670
9.19
7.26
7.79
KJ1d
0.0505
8.94
5.65
0.0595
9.41
6.32
0.0487
8.91
5.47
5.81
commit to user