Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 101-113
Gangguan Air Laut terhadap Kondisi Air Tanah di Wilayah Semarang, Jawa Tengah Sea Water Intrusion to Groundwater Conditions in the area of Semarang, Central Java Sudaryanto, Robert M. Delinom, Dadan Suherman, dan Rachmat Fajar Lubis Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI, Jln. Sangkuriang Bandung 40135. Corresponding Author:
[email protected] Diterima: 14 Juni 2014; revisi: 23 Juni 2014; disetujui: 18 Agustus 2014 ABSTRAK Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 dihuni oleh 1.559.198 jiwa. Jumlah penduduk yang tinggi akan berakibat meningkat pula konsumsi air yang dibutuhkan. Ketersediaan air bersih dari PDAM yang terbatas telah mengakibatkan penduduk mencari solusi yang lebih mudah yaitu memanfaatkan air tanah dengan membuat sumur gali maupun sumur bor untuk keperluan sehari-hari. Pemompaan air tanah yang tidak terkendali akan menyebabkan turunnya permukaan air tanah dan perubahan pola aliran air tanah. Penurunan permukaan air tanah pun akan memicu terjadinya intrusi air tanah bebas ke air tanah tertekan, dan pada wilayah pesisir dapat menyebabkan terjadinya intrusi air laut ke air tanah. Analisis kandungan kimia terhadap tiga belas percontoh air tanah tidak tertekan, sepuluh percontoh air tanah tertekan, dan analisis isotop stabil pada tujuh percontoh air tanah tertekan dan dua percontoh air tanah bebas menunjukkan indikasi adanya gangguan air laut terhadap kondisi air tanah di daerah ini. Kata kunci: air tanah, air laut, pemompaan, permukaan air tanah, gangguan ABSTRACT Semarang, the capital of Central Java, populated by 1,559,198 people in 2012. The high population has cause the increased of water consumtion. The clean water avaibility which is sipplied by PDAM was is very limited and it drives people to substract groundwater by digging or drilling well to fulfil their water needs. The uncontrolled groundwater explotation already triggered groundwater level decrease and has changed the groundwater flow pattern. Groundwater level decrease has triggered water leakage from unconfined groundwater system to the confined system and also can triger seawater intrusion phenomenon. Chemical analysis from of thiteen unconfined groundwater samples, ten confined groundwater samples, and stable isotop analysis for of seven confined groundwater samples showed the indication of seawater influence to the groundwater condition in this area. Keywords: groundwater, sea water, subtraction, groundwater level, influence
PENDAHULUAN Latar Belakang Semarang merupakan salah satu kota ter besar di pulau Jawa dan merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berada pada
kawasan pesisir pantai utara Jawa dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 sebesar 1.559.198 jiwa (Bappeda dan BPS, 2013). Jumlah penduduk yang tinggi berakibat meningkatnya konsumsi air, energi, dan makanan. Seperti halnya yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, konsumsi 101
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 101-113
air meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (Onodera drr, 2009). De ngan tidak cukupnya ketersediaan air bersih dari PDAM, penduduk mencari solusi yang paling mudah, yaitu memanfaatkan air tanah maupun air tanah tertekan dengan membuat sumur gali atau sumur pantek maupun sumur bor untuk keperluan sehari-hari. Pemompaan air tanah yang tidak terkendali akan menyebabkan turunnya permukaan air tanah yang dapat mengakibatkan penurunan permukaan tanah (land subsidence) pada daerah yang cukup luas (Abidin, drr., 2010; Murdohardono, 2008; Raharjo, drr.). Kon disi tersebut akan menyebabkan terjadinya genangan pasang naik air laut (rob) apabila penurunan permukaan tanah sama atau lebih rendah dari permukaan laut. Luas genangan pasang air laut di wilayah Semarang pada tahun 2011 seluas 1538,8 Ha, yang meliputi delapan kecamatan (Ramadhany, 2012) dan sebagian besar terletak di Semarang bagian utara. Genangan pasang air (rob) tersebut menyebabkan air tanah menjadi asin atau payau (Oktavia, 2012), terutama pada air tanah bebas tidak tertekan. Selanjutnya turunnya permukaan air tanah tertekan akan memicu terjadinya intrusi air tanah bebas tidak tertekan ke air tanah tertekan, atau dapat pula terjadi intrusi air laut ke air tanah (Ondera, drr; 2009; Marfai dan Lorenz, 2007). Kamra, drr. (2002) menyatakan pula bahwa penurunan permukaan air tanah karena pemompaan air tanah yang berlebihan seperti yang terjadi di Bangkok dan Jakarta, telah menyebabkan terjadinya transportasi air tanah bebas (tidak tertekan) secara vertikal ke dalam air tanah tertekan. Di wilayah Semarang dan sekitarnya saat ini telah terjadi pengambilan air tanah yang tidak terkendali. Dampak yang timbul dicirikan dengan laju penurunan permukaan air tanah (MAT) tertekan yang cepat. Apabila dihitung sejak awal dekade 80 an MAT masih berkisar antara 2,0 - 7,5 m bmt dan tahun 2000 MAT telah mencapai antara 18,6 - 27,1 m bawah 102
permukaan tanah (bmt), maka kecepatan laju penurunan MAT air tanah tertekan selama 25 tahun rata-rata 0,7 - 0,8 m/tahun (Sihwanto dan Iskandar, 2000). Kedudukan MAT terdalam tahun 2010 telah mencapai 39,04 m bmt, dijumpai pada sumur pantau LIK Kaligawe (Sudaryanto, drr; 2010). Kedudukan ini sudah berada jauh di bawah permukaan air laut, bahkan telah dijumpai adanya kerucut permukaan air tanah pada kedudukan 38 m dari permukaan laut (dml). Kecepatan laju penurunan MAT yang disebabkan oleh suplai air tanah di cekungan Semarang berasal dari dataran rendah Semarang saja bukan dari tinggian di selatan Semarang (Sudaryanto dan Lubis, 2011). Makalah ini menggambarkan sejauh mana gangguan (intrusi) air laut telah terjadi pada air tanah bebas (tidak tertekan) dan air tanah tertekan, maupun gangguan air tanah bebas terhadap air tanah tertekan di wilayah Semarang. Untuk mengetahui kondisi tersebut telah dilakukan pendataan dan pengukuran lapangan, antara lain posisi permukaan air tanah, pengambilan percontoh untuk analisis isotop stabil dan kimia air. Tahapan selanjutnya mencari hubungan antara data yang didapat di lapangan, hasil analisis laboratorium yang dikaitkan dengan kondisi lingkungan serta geologi setempat. Hidrogeologi Daerah penelitian mencerminkan bentang alam berupa dataran rendah pantai dan da erah perbukitan, dengan ketinggian berkisar antara 0 - 500 m dpl. Morfologi dataran, mempunyai ketinggian antara 0 - 50 m dpl, terbentang luas di daerah dataran pantai mulai dari Kendal di bagian barat, Semarang di bagian tengah, hingga Demak di bagian timur. Morfologi dataran ini ditutupi oleh endapan aluvium, yang terdiri atas endapan sungai, endapan Delta Garang, dan endap an pantai. Endapan aluvium merupakan material-material lepas, berupa pasir, lanau,
Gangguan Air Laut terhadap Kondisi Air tanah di Wilayah Semarang Jawa Tengah (Sudaryanto drr.)
lempung, kerikil, dan kerakal. Morfologi perbukitan mempunyai ketinggian berkisar antara 50 - 300 m dpl (Gambar 1). Morfologi perbukitan berupa batuan vulkanik dari Formasi Damar dan endapan vulkanik produk Gunung Ugaran Purba yang terdiri atas batupasir, breksi, konglomerat dan tufa (Sihwanto dan Iskandar, 2000). Morfologi kerucut gunung api mempunyai ketinggian berkisar antara 300 - 500 m dpl. Batuan yang menutupinya adalah batuan endapan vulkanik muda produk Gunung Ungaran yang terdiri atas tufa andesitik, breksi, lava andesit, dan basal.
kang kerang, dengan lapisan penutup berupa lempung. Kedalaman akuifer bebas tidak tertekan kurang dari 30 m, dan kedalaman akuifer tertekan berkisar antara 30 - 90 m di bawah permukaan tanah setempat (bmt). Akuifer utama terdapat pada Formasi Damar dengan sebaran di daerah perbukitan Candi. Kedalaman akuifer bebas (tidak tertekan) kurang dari 30 m, dan kedalaman akuifer tertekan berkisar antara 30 - 100 m bmt. Litologi kelompok akuifer terdiri atas konglomerat dan batupasir tufaan, dengan lapisan penutupnya bervariasi antara batu lempung, tufa, maupun breksi.
Sihwanto dan Iskandar (2000), menyatakan bahwa sistem akuifer air tanah dataran Semarang terdiri atas: Akuifer Endapan Kuarter dan Akuifer Formasi Damar. Akuifer Endapan Kuarter terdapat di dataran pantai. Penyebarannya tidak menerus ke arah la teral, dengan litologi yang bervariasi dan di beberapa tempat dijumpai adanya lebih dari satu akuifer, dan setiap lapisan akuifer dipisahkan oleh lapisan yang kelulusannya relatif rendah. Litologinya berupa lapisan tipis pasir lempungan, pasir halus sampai kasar, atau kerikil yang tersisip dalam lapisan lempung plastis mengandung cang-
LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian terletak di Kota Semarang, yang secara geografis terletak pada 6o56’ - 7o07’ LS dan 110o16’ - 110o30’ BT. Secara administratif di sebelah utara dibatasi oleh laut Jawa, di sebelah selatan oleh Kabupaten Semarang, di sebelah barat oleh Kabupaten Kendal, dan di sebelah timur oleh Kabupaten Demak. Topografi, daerah Semarang utara hingga pantai merupakan dataran rendah, sedangkan bagian selatan Utara
Selatan (Meter) 500 400
366
300
Lahar Gunung Unggaran 698
365
859
850
Breksi Volkanik K. Garang
564 571
Formasi Damar
(Meter) 500
Endapan Aluvium
400
30 27
25
420
300
22
200
200
69
100
Batas Perkiraan Akuifer Positp
0
586
112
116
21
603
Laut Jawa
161 387 58
Ketidak Selarasan
-100
100 0 -100 B
A
KETERANGAN
25
: Mata air : Arah aliran air tanah : Nomor lokasi sumur bor
: Pasir, Kerikil
: Breksil
: Lempung Pasiran
: Breksil lahar dan lava
: Batupasir tufaan, konglomerat
: Sesar
Skala Datar 0
1,3
0
1
2,6
3,9 km
2
3 cm
Gambar 1. Penampang Akuifer Cekungan Air tanah Semarang (Sihwanto dan Iskandar, 2000). 103
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 101-113
merupakan perbukitan. Kota ini memiliki dua daerah yang secara geografis keadaannya berlawanan; bagian utara berupa dataran rendah, sedangkan bagian selatan mempunyai ketinggian 270 m di atas permukaan laut (dpl). Kota Semarang meliputi luas wilayah 373,7 km2, yang secara administratif merupakan Provinsi Jawa Tengah (Gambar 2). METODE Pengamatan, pengukuran, dan pengambilan percontoh air dilakukan terhadap air tanah bebas (tidak tertekan) dan air tanah tertekan yang tersebar di wilayah Semarang dan sekitarnya. Percontoh air yang dikumpulkan berjumlah 23, yang terdiri atas 13 percontoh air tanah bebas (tidak tertekan) yang diambil dari sumur gali penduduk dan 10 percontoh air tanah tertekan yang diambil dari sumur pantau. Alat yang digunakan untuk pengambilan percontoh air adalah water sampler vertical yang terbuat dari fiber glass, dengan volume sekitar 600 ml. Percontoh air tanah diambil dan dikelompokkan berdasarkan kedalaman 106o BT
108o BT
akuifer percontoh diambil. Kelompok akuifer 1 pada air tanah bebas tidak tertekan dengan kedalaman 0 hingga -20 m, kelompok akuifer 2 pada air tanah dengan kedalaman -20 hingga -130 m (bmt). Pengukuran parameter kimia maupun fisika (pH, DHL, dan temperatur) di lapangan menggunakan alat water quality checker merk Horiba tipe U 10. Untuk keperluan analisis kimia, percontoh air dimasukkan ke dalam botol polyetilen 500 ml, dan disimpan di dalam ice box berisi es. Dari 23 percontoh air yang dikumpulkan selanjutnya dilakukan analisis kimia. Analisis kimia ion utama yaitu ion natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+), sulfat (SO42-), klorida (Cl-), dan bikarbonat (HCO3-) dilakukan di laboratorium kimia air terakreditasi Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI di Bandung. Metode yang digunakan adalah spektrofotometri serapan atom (AAS) untuk natrium, kalium, kalsium, dan magnesium, sedangkan untuk sulfat dilakukan analisis dengan metode turbidimetri, klorida secara titrimetri argentometri, dan bikarbonat dengan metode titrimetri asam basa. Untuk keperluan analisis isotop stabil 18O dan 2H percontoh air disimpan di dalam
110o BT
112o BT
114o BT
INDONESIA
6o LS
6o LS
Jakarta
Cilegon
Jawa Barat Semarang
Bandung
Surabaya
Jawa Tengah
U
8 LS o
o
0
38.69
0
1
Bali
193.35km 2
3
4
106o BT
Gambar 2. Lokasi Penelitian 104
8 LS
Jawa Timur 5cm
108o BT
Denpasar
110o BT
112o BT
114o BT
Gangguan Air Laut terhadap Kondisi Air tanah di Wilayah Semarang Jawa Tengah (Sudaryanto drr.)
botol polyetilen 100 ml yang tertutup rapat untuk mencegah penguapan dan kontak dengan udara. Dari seluruh percontoh air yang diambil dipilih tujuh percontoh dari air tanah dalam dan dua dari air tanah bebas tidak tertekan untuk dianalisis isotop stabilnya. Data oksigen 18 dan deuterium didapat dari keseimbangan CO2 pada suhu 25o C konstan dan reduksi seng pada 420o C, sebelum diukur oleh spektrometri massa pada Finnigan Mat 251 delta S apparatus. Hasil diekspresikan dalam deviasi ‰ dari Vienna Standard Mean Ocean Water (VSMOW) dan ditulis sebagai ȣ18O dan ȣD atau 2H. Akurasi dari pengukuran adalah sekitar ± 0.1‰ dan ± 1‰ baik untuk ȣ18O maupun 2H (Clark and Fritz., 1997), masing-masing : (2H/1H) conto H (‰) = [ (------------- ) -1 ] x 1000 ....(1) (2H/1H) standar
Isotop
2
Isotop
18
(18O/16O) conto O (‰) = [ (-------------- ) -1 ] x 1000..(2) (18O/16O) standar
Hasil analisis isotop stabil untuk 18O dan 2H, dinyatakan dalam perbedaan relatif yang berupa ratio kandungan pada sampel terhadap Standard Mean Ocean Water (SMOW) dalam satuan per mil (‰). Hubungan antara besaran atau konsentrasi isotop stabil ȣ18O dan ȣD atau 2H dengan ketinggian atau ele vasi suatu daerah menurut Clark and Fritz (1997), bahwa semakin tinggi elevasi lokasi air hujan turun, maka konsentrasi isotop ȣ18O dan ȣD (Deuterium) atau 2H akan semakin berkurang (depleted). HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas air tanah tertekan sangat dipengaruhi oleh kondisi air tanah bebas tidak tertekan, lingkungan permukaan serta batuan yang dilaluinya. Sebagai percontoh air tanah yang mengalir di batuan gamping dolomit akan memperlihatkan kandungan Mg yang cukup
tinggi sebesar 45.300 mg/l (Matthess dan Harvey 1982). Begitu juga kualitas air tanah yang berada di wilayah pantai akan menunjukkan kandungan NaCl yang cukup tinggi karena dipengaruhi oleh air laut. Dengan demikian, kandungan kimiawinya merupakan indikator kondisi lingkungan dan bisa menentukan genesif air yang bersangkutan. Penentuan tipe air dilakukan berdasarkan perbandingan antara jumlah kation dan anion dalam satuan meq/L (Stuyfzand, 1991) dan diagram Piper (Hem, 1989). Tipe air yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai berikut: Tipe air tanah bebas tidak tertekan didasarkan atas jumlah kation dan jumlah oleh anion, menunjukkan sebelas percontoh (Tabel 1) yang didominasi oleh anion bikarbonat (HCO3-), kecuali SMR-6 yang berlokasi di Taman Mini Jateng (PRPP) yang menunjukkan anion klorida (Cl-). Lokasi SMR-20 memperlihatkan anion campuran (mix) yang artinya tidak memperlihatkan kandung an anion yang memiliki persentase lebih besar daripada 50 % (Stuyfzan, 1991). Pe ngambilan percontoh air tanah (Gambar 3) dilakukan pada satu lokasi yang dominan ion natrium, yakni SMR-6 dan lainnya adalah ion kalsium. Dengan demikian, air tanah bebas diwilayah ini dominan bertipe Ca(HCO3)2, kecuali SMR-6 bertipe NaCl, SMR-23 bertipe NaHCO3, dan SMR-20 bertipe CaMix. Air tanah bebas umumnya bertipe bikarbonat (Gambar 4). Hal ini disebabkan oleh pengaruh air hujan yang meresap ke tanah. Air hujan bertipe anion bikabonat karena komposisi H2O dan CO2 di atmosfir menunjukkan kandungan yang cukup tinggi, yakni 0,1-2,8 % dan 0,03 % (persentase volume). Kedua senyawa ini mudah bereaksi membentuk asam karbonat yang kemudian terjadi dissosiasi yang mengasilkan ion bikabonat (HCO3-) dan ion hidrogen (H+) (Hem,1989). Sementara satu-satunya percontoh yang bertipe anion klorida (SMR-6) berlokasi di Taman Mini Jateng (PRPP). 105
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 101-113
Tabel 1. Tipe Air Tanah di Kota Semarang dan Sekitarnya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Nama lokasi
Citra Land Simpang Lima Citra Land Simpang Lima Tanjung Mas Kimia Farma Kimia Farma PRPP II Rumah Diesel LIK Kaligawe LIK Kaligawe PT. APAC INTI CORP.I Sekitar Sam Po Kong Sam Po Kong II Sam Po Kong I Peleburan Kp. Gemah Kerajan Kp. Tegal Sari Karang Anyar Kompl. Sapta Marga III JL. Taman Pekuncen Kp. Kepundan Utara JL, Karang Wulan Barat Petelan Selatan PT. Mega Rubber Kecamatan Pendurungan
6o 52' 30'' LS
110o 15' 00'' BT
110o 22' 30'' BT
Jenis Sumur
Kode Perontoh
SP SG SP SP SG SG SG SP SP SG SP SP SG SG MA SG SG SG SG SG SG SP SP
SMR-1 SMR-2 SMR-3 SMR-4 SMR-5 SMR-6 SMR-7 SMR-8 SMR-10 SMR-14 SMR-15 SMR-16 SMR-17 SMR-18 SMR-19 SMR-20 SMR-21 SMR-22 SMR-23 SMR-24 SMR-25 SMR-26 SMR-27
110o 30' 00'' BT
Kedalaman Tipe Air tanah Tipe Air tanah Percontoh bebas tidak tertekan Air (m) tertekan 35 NaHCO3 0.8 Ca(HCO3)2 60 NaCl 55 NaHCO3 1.50 Ca(HCO3)2 20 NaCl 0.55 Ca(HCO3)2 70 NaCl 85 Ca(HCO3)2 160 Ca(HCO3)2 10 Ca(HCO3)3 30 Ca(HCO3)2 10 Ca(HCO3)2 1.90 Ca(HCO3)2 Ca(HCO3)2 18.00 CaMix 1.60 Ca(HCO3)2 0.60 Ca(HCO3)2 2.00 NaHCO3 0.70 Ca(HCO3)2 0.70 Ca(HCO3)2 70 NaHCO3 90 NaHCO3
DHL (µS/cm) 513 1810 10800 602 501 4450 268 22100 560 836 1040 1000 685 723 414 338 255 1280 1050 852 657 236 847
110o 37' 30'' BT 6o 52' 30'' LS
No.
LAUT JAWA
U
0
5
10
kilometer
7o 00' 00'' LS
7o 00' 00'' LS
Keterangan Sumur Pantau Sumur Gali Mata air Jalam Sungai Rel Kereta Api Batas Kecamatan
7o 07' 30'' LS
7o 07' 30'' LS
Batas Kota Madya Peta Indeks
Bandar Lampung
Jakarta
Bandung
Semarang
Surabaya
Surakarta Denpasar
Lokasi Penelitian
110 15' 00'' BT o
110 22' 30'' BT o
110 30' 00'' BT o
Gambar 3. Lokasi pengambilan percontoh air tanah
106
110 37' 30'' BT o
Gangguan Air Laut terhadap Kondisi Air tanah di Wilayah Semarang Jawa Tengah (Sudaryanto drr.)
1 4
+C
RADII SCALE
60
60
SO
2
40
Tipe 4 NaCl
40
20
20
20
20
Tipe 1 NaHCO3
40
40
80
+H 3
80
CO
80
40
60
4
Mg
60
SO
60
+K
Na
60
CO
3
80
10000.00 8000.00
80
g +M Ca
Tipe 2 Ca(HCO)3
6000.00 4000.00 2000.00 1000.00
80
Tipe 3 CaMix
40
CATIONS
% OF TOTAL MEQ/L
80
C1
60
20
40
60
80
Ca
40
20
20
20
ANIONS
23 SAMPLES
Keterangan percontoh : 1. SMR 1 (Citra land Simpang Lima, SP *)
D. SMR17 (Peleburan, SG)
2. SMR 2 (Citra land Simpang Lima,SG**)
E. SMR18 (Genuk Krajan, SG)
3. SMR 3 (Tanjung Mas, SP)
F. SMR 19 (Tegal Sari, SG)
4. SMR 4 (Kimia Farma, SP)
G. SMR20 (Karang Anyar, SG)
5. SMR 5 (Kimia Farma, SG)
H. SMR21 (Sapta Marga III,SG)
6. SMR 6 (PRPPII, SG )
I. SMR 22 (Taman Pekuncen, SG)
7. SMR 7 (LIK Kali Gawe,SG)
J. SMR 23 (Kepundan Utara, SG)
8. SMR 8 (LIK Kali Gawe, SP)
K. SMR 24 (Karang Wulan Barat, SG)
9. SMR 10 (PT. APAC I.C, SP)
L. SMR 25 (Petelan Selatan, SG)
A SMR 14 (Sampokong, SG)
M. SMR 26 (Mega Rubber, SP)
B. SMR 15 (Sampokong II, SP)
N. SMR 27 (Pedurungan, SP).
C. SMR 16 (Sampokong I, SP)
*) SP = Sumur Pantau ; **) SG = Sumur Gali
Gambar 4. Diagram Piper Air tanah di Kota Semarang.
Sejumlah sepuluh lokasi air tanah tertekan (sumur pantau), delapan di antaranya memiliki anion dominan bikarbonat (HCO3-), empat anion klorida, satu anion karbonat. Sementara kation yang dominan terdiri atas kation natrium, kalsium, dan mag-
nesium (Sudaryanto drr., 2010). Setelah dipasangkan antara kation dan anion yang dominan, maka diperoleh tipe air tanah tertekan sebagai berikut: Sebanyak empat sumur pantau bertipe NaHCO3, yakni SMR1 , SMR-4, SMR-26, SMR-27, dan yang bertipe 107
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 101-113
NaCl terdapat di dua lokasi, yaitu SMR-3, SMR-8,. Sementara tipe Ca(HCO3)2 terdapat di lokasi SMR-15 dan SMR-16.
(menurun) hal tersebut salah satunya di pengaruhi oleh ketinggian suatu daerah (dpl) dan berubahan musim.
Analisis gabungan percontoh sumur dangkal dan dalam, berdasarkan diagram Piper (Gambar 4) menunjukkan bahwa tipe air di wilayah Semarang terdiri atas empat kelompok, yaitu: tipe 1 NaHCO3 memiliki pada empat sumur pantau, SMR-1, SMR4, SMR-26, SMR-27, dan satu sumur gali, SMR-23, tipe 2 Ca(HCO3)2 terdapat pada tiga sumur pantau, SMR-10, SMR-15, SMR-16 dan pada 12 sumur gali, SMR-2, SMR-5, SMR-7, SMR-14, SMR-17, SMR18, SMR-19, SMR-21, SMR-22, SMR23, SMR-24 dan SMR-25, tipe 3 CaMix terdapat di satu titik, yakni SMR-20, tipe 4 NaCl terdapat pada 2 sumur pantau, SMR3, SMR-8 dan pada satu sumur gali SMR-6.
Uji hubungan antara nilai isotop stabil dengan titik-titik ketinggian lokasi pengambilan percontoh air tanah (Gambar 5)
Kualitas air tanah yang telah terpengaruh oleh air laut antara lain dicirikan oleh tipe anion klorida dalam bentuk NaCl karena di dalam air laut terkandung ion klorida sebanyak 19.000 mg/l (Effendi, 2003 dan Hem, 1989). Juga didasarkan pada komposisi ion unsur utama kimia air, yakni di dalam air laut kandungan ion magnesium lebih tinggi daripada kalsium (Anthoni, 2006). Terdapat satu sumur dangkal di PRPP (SMR-6) dan dua sumur dalam di Tanjung Mas (SMR-3) dan di LIK Kaligawe bertipe NaCl. Di ketiga lokasi tersebut walaupun bertipe NaCl, namun memberikan indikasi bahwa air laut belum memengaruhi atau mendominasi air tanah karena kandungan ion Ca lebih besar daripada ion Mg, namun ini telah memberikan indikasi adanya gangguan air laut masuk ke badan air tanah. Clark dan Fritz (1997) dan Dansgard (1964) menyatakan bahwa nilai isotop stabil (18O) di daerah tropis, pada posisi di pantai atau laut nilai isotop stabil 18O makin berat; yaitu lebih berat/besar dari -5‰, sedangkan ke arah daratan nilainya makin ringan 108
Ketinggian lokasi titik pengambilan percontoh (m) Isotop Stabil18O ( ‰)
0
-1 0
50
100
150
200
250
300
-2 -3 -4 -5
y = -0,0054x - 5,0637 R² = 0,2414
-6 -7
Gambar 5. Hubungan antara isotop stabil dengan ketinggian lokasi percontoh.
menunjukkan koefisien determinasi (r2) = 0,2414, koefisien korelasi (r) = 0,2414 ini memberikan hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan (Sugiyono, 2006) antara nilai isotop stabil dengan ketinggian lokasi percontoh diambil. Hasil pada tiga titik memiliki nilai isotop stabil 18O ≤ - 5,1 ‰, yaitu letak SMR-1, SMR-3, SMR-8, SMR-16 (Gambar 5), dan nilai isotop stabil 18O yang paling berat adalah di SMR-8 dengan nilai -3,3 ‰. Untuk nilai isotop stabil 18O ≤ - 5,6 ‰ terdapat di SMR-4, SMR-23, SMR-24, dan SMR-26, dan SMR-27 bila dilihat dari nilai isotopnya, air hujan yang keluar sebagai air tanah berasal dari dari daerah setempat (Salfani, drr., 1994) yaitu dari cekungan dataran rendah Semarang. Apabila ditinjau dari ketinggian dari permukaan laut tempat tempat percontoh air tanah diambil yang paling rendah adalah SMR-3 yang berjarak 0,75 km dari pantai dengan ketinggian 1 m (dpl) nilai isotop stabil 18O - 5,1 ‰, nilai isotop stabil 18 O ini menunjukkan air tanahnya berasal dari cekungan dataran rendah Semarang (autogenic recharge).
Gangguan Air Laut terhadap Kondisi Air tanah di Wilayah Semarang Jawa Tengah (Sudaryanto drr.)
Dari uji hubungan antara nilai isotop stabil dengan jarak dari pantai ke daratan titiktitik percontoh (Gambar 6) menunjukkan Jarak dari pantai ke (daratan) titik percontoh dalam km Isotop Stabil18O ( ‰)
0 -1
0
5
10
15
-2 -3 -4
y = -0,1327x - 4,6186 R² = 0,3448
-5 -6 -7
ion klorida antara 150 - 300 mg/l disebut tawar agak payau, kandungan ion klorida antara 300 - 1000 mg/l disebut payau, klorida antara 1000 - 10.000 mg/l disebut payau bergaram, klorida antara 10.000 20.000 mg/L disebut air garam, dan kadar klorida lebih besar daripada 19.000 mg/l disebut air bergaram tinggi (Effendi, 2003). Indikasi adanya gangguan air tanah bebas/air laut ke dalam air tanah tertekan di Semarang (Gambar 7) dapat dilihat dari uji
Gambar 6. Hubungan antara isotop stabil dengan jarak dari pantai ke lokasi percontoh.
Hubungan yang kurang signifikan, dilihat dari kondisi letak titik pengambilan percontoh SMR-8 yang berada di Lingkungan Industri Kecil (LIK) Semarang. Di setiap industri mengambil air tanah dilakukan dengan membuat sumur bor, sehingga menyebabkan penurunan MAT yang cukup tajam hingga 39,02 m (dmt) atau 37,52 dari permukaan air laut.Onodera, drr. (2009), menyatakan hubungan antara isotop stabil 18 O dengan klorida (Cl-), dapat mengindikasikan adanya intrusi air tanah bebas ke air tanah tertekan. Bila nilai isotop stabil 18 O berat berkisar > -4 ‰ pada posisi di pantai/laut (Clark and Fritz, 1997), dan nilai kandungan Cl- yang besar > 300 mg/l. Kadar klorida (Cl-) lebih kecil atau sama dengan 150 mg/l, disebut air tawar. Kadar
Isotop Stabil18O ( ‰)
bahwa koefisien determinasi (r2) = 0,3448 dan koefisien korelasi (r) = 0,587. Hal ini memberikan hasil bahwa tidak ada hubung an yang signifikan antara nilai isotop stabil dengan jarak dari pantai ke daratan titik-titik percontoh. Kondisi yang paling menonjol adalah di SMR-8 (LIK Kaligawe) yang berjarak 2,5 km (Gambar 5) dari pantai dengan ketinggian 1,5 m (dpl) nilai isotop stabil 18O -3,3 ‰. Kondisi ini menunjukkan bahwa air tanah di dalam sumur pantau karakternya sudah berubah mendekati air laut.
0
-1 0 -2 -3
Kandungan Cl dalam mg/L 2000
4000
6000
8000
10000
y = 0,0003x - 5,6359 R² = 0,8064
-4 -5 -6 -7
Gambar 7. Hubungan antara isotop stabil dengan kandungan Cl-.
hubungan antara nilai isotop stabil dengan kandungan Cl yang menunjukkan koefisien determinasi (r2) = 0,8064 dan koefisien korelasi (r) = 0,8979. Hasil ini memberikan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan (Sugiyono, 2006) antara nilai isotop stabil dengan kandungan Cl. Data SMR-8 LIK Kaligawe, dengan nilai isotop stabil 18O sebesar -3,3 ‰ dan besaran kandungan Cl- sebesar 8428 mg/l, ini menunjukkan bahwa air tanah di SMR-8 telah mengalami gangguan oleh air laut sehingga air tanahnya bersifat payau. Titik percontoh berikutnya SMR-3 Tanjung Mas nilai isotop stabil 18O sebesar -5,1 ‰, dengan kandungan Cl- 2896 mg/l ini menunjukkan bahwa di titik ini telah terjadi tercemar air laut dan air tanahnya dalam kondisi masa transisi ke air payau. Titiktitik yang lain menunjukkan nilai isotop stabil > -5,1 ‰ dengan kandungan Cl- < dari 80 gram/l, kondisi ini menunjukkan air tanahnya masih tawar. 109
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 101-113
Hal tersebut terjadi pula di dataran rendah Semarang yang menunjukkan bahwa penurunan permukaan air tanah yang disebabkan oleh pengambilan air yang tidak terkendali menyebabkan masuknya air laut ke air tanah bebas maupun air tanah tertekan. Namun makin jauh ke daratan kandungan Cl- makin menurun. Kondisi Ini menunjukkkan bahwa saat ini pencemaran air laut sudah terjadi di sepanjang pantai dan yang paling jauh adalah di titik SMR-8 LIK Kaligawe Gawe yang berjarak 2,5 km dari pantai. Hubungan antara kandungan Cl- dengan kandungan Mg (Gambar 8), dari 23 per
Kandungan Cl dalam mg/L
9000
Kelompok I
8000 7000 6000 5000
Kelompok II
4000 3000 2000
Kelompok III
1000 0
0
5
10
15
Jarak dari pantai ke (daratan) titik conto dalam km
Gambar 8. Hubungan antara Cl- dengan jarak dari pantai ke lokasi percontoh.
contoh air tanah menunjukkan bahwa satu titik percontoh dengan kandungan Mg sebesar 447 mg/l, dan kandungan Na se besar 4234 mg/l ini merupakan kandungan tertinggi dan ini mencirikan telah terjadinya pencemaran oleh air laut, yaitu SMR-8 LIK 110
500,00 450,00 Kandungan Na dalam mg/L
Perbandingan dengan pesisir Jakarta, Saito drr., 2010), menjelaskan bahwa distribusi dan terjadinya konsentrasi Cl- pada air tanah di Jakarta dilihat dari jarak titik pengambilan percontoh dari utara (pantai) ke selatan menunjukkan bahwa Cl- relatif tinggi di pantai dan Cl- semakin menurun ke arah selatan. Ini menunjukkan bahwa pengaruh penurunan permukaan air tanah menyebabkan terjadinya intrusi (gerakan kearah vertikal) air laut ke daratan, baik ke air tanah tertekan maupun air tanah bebas tidak tertekan.
Kelompok I
400,00 350,00 300,00 250,00 200,00
Kelompok III
150,00 100,00
Kelompok II
50,00 0,00 0
1000
2000 3000 Kandungan Na dalam mg/L
4000
5000
Gambar 9. Hubungan antara kandungan Mg (mg/L) dengan Na (mg/L).
Kaligawe. Titik percontoh yang lain yang masih dapat dikategorikan transisi adalah SMR-3 Tanjung Mas dan SMR 6 PRPP dengan kandungan Mg antara 40 - 139 mg/l dan kandungan Na antara 962 - 1092 mg/l, sedangkan titik-titik percontoh yang lain memperlihatkan kandungan Mg dibawah 50 mg/l dan kandungan Na dibawah 200 mg/l ini menunjukkan air tanahnya masih tawar. Dari analisis hubungan antara Cl- dengan jarak dari pantai ke lokasi titik percontoh (Gambar 8) dan hubungan antara kandungan Mg (mg/l) dengan Na (mg/l) Gambar 9, berdasarkan tingkat pencemaran air tanah dapat di kelompokkan menjadi tiga kelompok: 1. kelompok I, titik percontoh dimana air tanahnya mengandung kandungan garam tinggi. Terdapat di SMR-8 yang terletak di Kaligawe (Gambar 8) air tanahnya berubah menjadi payau, di tunjukkan oleh kandungan Cl- yang tinggi, 8428 mg/l, meskipun jarak dari pantai ke daratan 2,25 km. Tercemarnya oleh air laut didukung pula oleh kandungan Na yang tinggi 4234 mg/l dan Mg yang tinggi pula yaitu 447 mg/l (Gambar 9) 2. kelompok II, titik-titik percontoh dimana air tanahnya dalam transisi. Terdapat di SMR-3 Tanjung Mas dan SMR-6 PRPP (Gambar 8) air tanahnya mulai mengalami perubahan ke arah payau (transisi) ditunjukkan oleh besar an Cl- antara 1068 - 2896 mg/l yang
Gangguan Air Laut terhadap Kondisi Air tanah di Wilayah Semarang Jawa Tengah (Sudaryanto drr.)
mempunyai jarak dari pantai ke daratan antara 0,2 - 0,75 km. Perubahan ke arah payau ditunjukkan pula oleh kandungan Na antara 962 - 1092 mg/l dan Mg antara 40 - 139 mg/l (Gambar 9). 3. kelompok III, titik-titik air tanahnya masih tawar. Lokasi ini di cirikan oleh kandungan Cl- yang lebih kecil dari 150 mg/l dengan jarak dari pantai ke daratan yang beragam, mulai dari 2,5 km - 13,5 km (Gambar 8). Kondisi air tanahnya yang masih tawar ditunjukkan pula oleh kandungan Na yang rendah antara 0 - 200 mg/l dan Mg antara 0 - 60 mg/l (Gambar 9). KESIMPULAN Berdasarkan tipe air dan hubungan antara ketinggian titik percontoh air tanah dengan nilai isotop stabil, terdapat tiga (3) sumur terjadi gangguan, yaitu terkontaminasinya oleh air laut. Tiga sumur tersebut adalah sumur dangkal di PRPP (SMR-6) dan dua sumur pantau di Tanjung Mas (SMR-3) dan di LIK Kaligawe semunya bertipe NaCl. Dari jarak titik percontoh diambil, ganggu an air laut terjadi pada titik paling rendah SMR-3 yang berjarak 0,75 km dari pantai di ketinggian 1 m (dpl) nilai isotop stabil 18O -5,1 ‰, nilai ini menunjukkan pengaruh air laut masih kurang dominan, sehingga masih dalam kondisi transisi. Kondisi yang paling menonjol adalah di SMR-8 (LIK Kaligawe) yang berjarak 2,5 km dari pantai di ketinggian 1,5 m (dpl) dengan nilai isotop stabil 18 O - 3,3 ‰. Hal ini menunjukkan bahwa air tanah di dalam sumur pantau karakternya sudah berubah seperti air laut. Bila dilihat hubungan nilai isotop stabil dan Cl- di SMR-8 LIK Kaligawe, dengan nilai isotop stabil sebesar -3,3 ‰ dan kandungan Cl- sebesar 8428 mg/l ini menjelaskan air tanah di SMR-8 telah tercemari oleh air laut, sehingga air tanahnya bersifat payau. Gang-
guan air laut tersebut lebih bersifat perembesan dari air tanah tertekan yang memang berhubungan langsung dengan air laut. Pencampuran dengan air laut tersebut disinyalir melalui lubang sumur bor karena konstruksi sumurnya sudah mengalami kerusakan. Titik berikutnya SMR-3 Tanjung Mas nilai isotop stabil 18O sebesar -5,1 ‰ dengan kandungan Cl- 2896 mg/l ini menunjukkan bahwa di titik ini telah tercemari gangguan (tercemar) air laut dan air tanahnya dalam kondisi transisi ke air payau. Titik-titik yang lain menunjukkan nilai isotop stabil > -5,1 ‰ dengan kandungan Cl- < dari 80 gram/L, kondisi ini menunjukkan air tanahnya masih tawar. Hubungan antara Cl- dengan jarak dari pantai ke lokasi titik percontoh dan hubungan antara kandungan Mg (mg/l) dengan Na (mg/l), tingkat gangguan pencemaran air tanah terdapat tiga kelompok: kelompok I, air tanah dengan kandungan garam tinggi, terdapat di SMR-8 di Kaligawe yang air tanahnya payau bergaram, ditunjukkan oleh kandungan Clyang tinggi 8428 mg/l, kandungan Na yang tinggi 4234 mg/l dan Mg yang tinggi pula 447 mg/l; kelompok II, air tanahnya dalam masa transisi, terdapat di SMR-3 Tanjung Mas dan SMR-6 PRPP ditunjukkan oleh besaran Cl- antara 1068 - 2896 mg/l, ditunjukkan pula oleh kandungan Na antara 962 -1092 mg/l dan Mg antara 40 - 139 mg/l; kelompok III, air tanahnya belum terganggu dan masih tawar, lokasi ini di cirikan oleh kandungan Clyang lebih kecil dari 150 mg/l dengan jarak dari pantai ke daratan yang beragam, mulai dari 2,5 km -13,5 km. Di samping itu kondisi air tanahnya yang masih tawar di tunjukkan oleh kandungan Na antara 0 - 200 mg/l dan Mg antara 0 - 60 mg/l. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan yang telah banyak 111
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 2 Agustus 2014: 101-113
membantu, sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Terima kasih diucapkan kepada seluruh staf Bidang Air Tanah Dinas Pertambangan dan Geologi Provinsi Jawa Tengah, serta Universitas Kumamoto Jepang yang telah membantu analisis isotop stabil conto air tanah Semarang. DAFTAR PUSTAKA Abidin, H.Z., Heri, A., Irwan, G., Teguh. P, S., Mohammad, G., Murdohardono, D., Supriyadi, and Yoichi, F., 2010. Studying Land Subsidence in Semarang (Indonesia) Using Geodetic Methods. FIG Congress, Sydney, Australia. Anthoni, J.F., 2006. The chemical composition of seawater. http://www. seafriends.org.nz/oceano/ seawater. Htm (diakses 30 juli 2009). Bappeda dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang, 2013. Semarang Dalam Angka 2012. Dansgaard, W., 1964. Stable Isotopes in Precipitation, Tellus 16. Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hem, J.D., 1989. Study and Interpretation of the Chemical Characteristic of Natural Water, 3rd ed, US. Geological Survey, Water Supply Paper 2254, p.125 Clark, I.D., and Fritz, P., 1997. Environmental Isotop in Hydrogeology, Lewis Publisher, Boca Raton, New York. Kamra, S.K, Lal, K., Singu, Op., and Boonstra, J., 2002. Effect of pumping on temporal changes in groundwater quality. Agric Water Manag. 56. p. 69-78. Murdohardono, D., Tigor, M.H.L.T., and Agus, S., 2008. Over Pumping of Groundwater as the Cause of Sea Water Inundation in Semarang City. Ground water Management an Related Water Resources Issues in the Southeast Asia and East Asia Region. Indonesian Institute of Sciences. Marfai, M. A., and Lorenz K., 2007. Monitoring land sibsidence in Semarang, Indonesia. Environmental Geology, 53, (3). DOI 10.1007/s00254-007-0680-3. Springer Link. Matthess, G., and Harvey, J.C., 1982. Properties of groundwater, John Wiley and Sons, New York Chichester Brisbane Toronto Singapore. 112
Oktavia, M.I., Satyanta, P. P., and Dewi, L. S., 2012. Analisis Sebaran Genangan Pasang Air laut (rob) berdasarkan High Water Level dan Dampaknya pada Penggunaan Lahan di Kecamatan Semarang Utara. Geo Image. Onodera, S., Saito, M., Sawano, M., Hosono, T., Taniguchi, M., Shimada. J, Umezawa. Y, Lubis.R.F, Buapeng, S., and Delinom, R., 2009. Erratum to”Effects of intensive urbanization on the intrusion of shallow groundwater into deep groundwater: Examples from Bangkok and Jakarta. Science of the Total environmental. Elsevier. Amsterdam, 407 (9). p. 3209-3217. Ramadhany, A.S., Agus, A.S., and Petrus, S., 2012. Daerah Rawan Genangan Rob di Wilayah Semarang. Journal of Marine Research. 1 (2), UNDIP. Saito, M., Onodera, S., Umezawa Y., Hosono, T., Shimizu,Y., Delinom, R., M., Lubis, R.F., and Tanigichi, M., 2010. Transport and Transformation of Chemical Componen in The Groundwater Flow System of Jakarta Metropolitan Area. Riset Geologi dan Pertambangan. 21 (1), 2011. Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI. Salfani, Manurung, S., Djiono., 1994. Studi metoda sampling air hujan untuk analisis 18O dan Deuterium. Aplikasi Isotop dan Radiasi. Batan. Sihwanto dan Iskandar, N., 2000. Konservasi Air tanah Daerah Semarang dan Sekitarnya, Direktorat Geologi Tata lingkungan, Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi. Bandung. Stuyfzand, P.J., 1991. A New Hydrochemical Classification of Water Type: Principles and Aplication To Coastal-Dunes Aquifer System of Netherlands, dalam De Breuck, 1991, Hydrology of Salt Water Intrusion, A selection of SWIM Papers, 11, Interna tional Contribution to Hydrology Series, Editorial Board. International Association of Hydrologist. p.329 - 357. Sudaryanto dan Lubis, R.F., 2011. Penentuan lokasi imbuhan air tanah dengan pelacak isotop stabil 18O dan 2H di cekungan air tanah Semarang, Jawa Tengah. Riset Geologi dan Pertambangan. 21 (21). Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI. Sudaryanto, Delinom, R.M., Dadan, S., dan R.F., Lubis, 2010. Tipe Air dan Indikasi Perubahan Kualitas Air tanah di Kota Semarang dan Sekitarnya : Hasil Penelitian Awal. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi-LIPI.
Gangguan Air Laut terhadap Kondisi Air tanah di Wilayah Semarang Jawa Tengah (Sudaryanto drr.)
Sugiyono., 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D, Penerbit Alfabeta Bandung. Raharjo. P., Andy. H.S., Mira, Y., 2003. Perkembang an Kota Muka laut Semarang dan Bukti Penurunan
(land Subsidence), ( kasus: Pelabuan Tanjung Emas). http://www.mgi.esdm.go.id/ di unduh 10 Februari 2012.
113