Pembentukan rule kedua menggunakan data latih citra berbasis rona ditambah dengan seluruh data latih citra berbasis tekstur. Rule kedua berupa pohon keputusan untuk seluruh atribut yang diteliti. Pembentukan rule ketiga dilakukan secara bertahap dengan mengamati rule untuk citra berbasis rona dan rule untuk seluruh atribut. Pemilihan atribut yang digunakan dalam pembentukan rule ini dilakukan dengan memperhatikan atribut yang mampu memisahkan dua kelas dengan baik. Pemilihan atribut ini juga dilakukan dengan mempertimbangkan kelas yang akan dihasilkan. Pemilihan atribut dipertimbangkan oleh pakar. Pembentukan tiga rule ini dilakukan untuk mengamati kemampuan data TerraSAR-X dalam membedakan kelas tutupan lahan. Rule untuk citra berbasis rona akan dibandingkan dengan rule untuk seluruh atribut serta dibandingkan pula dengan rule yang pemilihan atributnya dipertimbangkan oleh pakar. Penerapan Rule Rule yang diperoleh pada tahap sebelumnya diterapkan pada citra TerraSAR-X menurut atribut yang digunakan oleh masing-masing rule. Ketiga rule diterapkan untuk seluruh citra yang diamati, termasuk pada data latih dan data uji. Perhitungan Akurasi
diklasifikasikan dengan benar oleh setiap rule. Data uji adalah data yang telah diketahui kelas tutupan lahannya. Akurasi dihitung berdasarkan confusion matrix (Tabel 1). Akurasi keseluruhan untuk masing-masing rule adalah jumlah piksel data uji yang terklasifikasi dengan benar dibagi dengan jumlah piksel pada data uji. Akurasi keseluruhan dihitung dengan rumus: FX
' =
+& × 100 % +Y+#+&
Tabel 1 Confusion matrix Prediksi Aktual
menggunakan data latih kedua band citra berbasis rona (tone, sehingga didapatkan pohon keputusan untuk citra berbasis rona.
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 1
a
b
Kelas 2
c
d
HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah peri-urban bagi metropolitan Surabaya. Berdasarkan kenampakan objek yang diamati dari citra Google Earth™ (Gambar 6), daerah ini memiliki persebaran pemukiman yang cukup merata. Sawah dapat dijumpai di banyak wilayah dalam kesatuan yang cukup besar pada daerah ini. Vegetasi berkayu pada daerah ini sangat minim dijumpai, umumnya dalam bentuk kebun campuran dan vegetasi mangrove di wilayah bagian timur. Wilayah tubuh air (sungai dan tambak) banyak dijumpai di bagian timur. Daerah industri yang juga berdekatan dengan pemukiman dapat dijumpai di bagian utara Kabupaten Sidoarjo. Daerah contoh untuk masing-masing kelas penutupan lahan disajikan pada Gambar 7.
Perhitungan akurasi dilakukan dengan menghitung persentase data uji yang berhasil
Gambar 6 Kenampakan pada citra Google Earth™. 7
Beberapa kelas penutupan lahan dapat dibedakan secara visual (Gambar 7), misalnya kelas tubuh air dengan kelas pemukiman padat, kelas sawah dengan kelas industri, serta pemukiman menengah dengan vegetasi berkayu. Namun, terdapat kelas yang secara visual memiliki kemiripan, misalnya kelas industri dengan kelas pemukiman padat.
dalam penelitian ini, yaitu Data Range, Mean, Variance, dan Entropy. Penelitian ini juga menambahkan 7 variasi ukuran kernel untuk tiap filter tekstur, yaitu 3x3, 5x5, 7x7, 9x9, 11x11, 13x13, dan 15x15 piksel. Variasi ukuran kernel ini dapat digunakan untuk menilai sensitifitas suatu filter tekstur. Citra tone diubah ke dalam masing-masing ruang tekstur untuk tiap ukuran kernel. Tabel 2 Hasil analisis Transformed Divergence (TD) berdasarkan citra tone
Gambar 7 Daerah contoh tiap kelas untuk data latih. Analisis Keterpisahan Kelas Percobaan pertama dilakukan dengan menelaah keberhasilan pemisahan satu kelas dengan kelas lainnya berdasarkan citra tone (citra berbasis rona) dengan hanya memanfaatkan dua polarisasi linier (HH dan VV). Setiap satu kelas dipasangkan dengan satu kelas lainnya dan akan diamati keterpisahannya. Terdapat 6 kelas penutupan lahan pada penelitian ini, sehingga terdapat 15 pasangan kelas. Hasil perhitungan nilai Transformed Divergence (TD) pada pasangan kelas yang diamati disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukan bahwa terdapat 5 pasangan kelas yang memiliki nilai TD kurang dari 1.33. Pasangan kelas tersebut tidak dapat terpisahkan secara baik dengan menggunakan citra tone yaitu industri dengan pemukiman padat, industri dengan pemukiman menengah, pemukiman padat dengan pemukiman menengah, pemukiman menengah dengan vegetasi berkayu, dan sawah dengan vegetasi berkayu. Analisis lanjutan untuk 5 pasangan kelas ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah keterpisahannya. Pasangan kelas lainnya yang memiliki nilai TD lebih besar dari 1.33 diharapkan dapat diklasifikasikan langsung berdasarkan citra tone dengan akurasi harapan yang cukup baik. Penelitian ini mengusulkan metode texture filtering untuk menyelesaikan masalah keterpisahan kelas yang tidak mampu diselesaikan hanya dengan berbasiskan citra tone. Terdapat 4 filter tekstur yang dicobakan
Pemukiman Pemukiman padat menengah
Sawah
Tubuh Vegetasi air berkayu
KELAS
Industri
Industri
x
0.0330
0.5715
1.9978 2.000 1.9018
Pemukiman padat
x
x
0.5777
1.9989 2.000 1.9430
Pemukiman menengah
x
x
x
1.6118 2.000 0.9538
Sawah
x
x
x
x
Tubuh air
x
x
x
x
x
1.9999
Vegetasi berkayu
x
x
x
x
x
x
1.999 0.2399
Nilai TD untuk setiap filter tekstur pada daerah contoh dihitung kembali untuk 5 pasangan kelas yang belum dapat terpisahkan secara baik. Nilai TD untuk semua ukuran kernel juga dihitung untuk 5 pasangan kelas tersebut. Hasil perhitungan nilai TD untuk setiap pasangan kelas tersebut di-plot ke dalam grafik hubungan antara filter tekstur dengan ukuran kernelnya. Oleh karena itu, terdapat 5 grafik hubungan antara filter tekstur dengan ukuran kernelnya. Grafik nilai TD untuk setiap pasangan kelas tersebut disajikan pada Gambar 8 sampai Gambar 12. Gambar 8 menunjukan bahwa kelas industri dengan kelas pemukiman padat memiliki nilai TD kurang dari 0.8 untuk setiap filter tekstur dan untuk setiap ukuran kernel. Hal ini menunjukan bahwa kelas industri dengan kelas pemukiman padat tidak dapat terpisahkan secara baik dengan berdasarkan citra tekstur. Hal ini akan mengakibatkan proses klasifikasi untuk memisahkan kelas industri dengan pemukiman padat akan memiliki akurasi rendah. Hasil ini memberikan informasi bahwa dengan citra TerraSAR-X, analisis berbasis citra tone dan analisis berbasis citra tekstur tidak disarankan untuk menyelesaikan keterpisahan antara kelas industri dengan kelas pemukiman padat. Kelas industri dengan kelas pemukiman menengah memiliki nilai TD lebih besar dari 1.33 pada beberapa filter tekstur (Gambar 9). Kedua kelas ini dapat terpisahkan dengan baik dengan filter tekstur variance atau mean 8
dengan ukuran kernel lebih besar dari 7x7 piksel. Filter tekstur entropy hanya dapat memberikan keterpisahan yang baik dengan ukuran kernel 15x15 piksel. Filter tekstur data range tidak dapat memberikan keterpisahan yang baik pada berbagai ukuran kernel yang dicobakan. Hal ini memberikan informasi bahwa filter tekstur variance atau mean dengan ukuran kernel lebih dari 7x7 piksel dapat disarankan untuk memisahkan kelas industri dengan kelas pemukiman menengah.
dengan vegetasi berkayu dapat disarankan menggunakan filter tekstur data range atau variance.
Gambar
10
Nilai TD pasangan kelas pemukiman padat dengan pemukiman menengah.
Gambar
11
Nilai TD pasangan kelas pemukiman menengah dengan vegetasi berkayu.
Gambar 8 Nilai TD pasangan kelas industri dengan pemukiman padat.
Gambar 9 Variasi nilai TD pasangan kelas industri pemukiman dengan menengah. Grafik nilai TD pasangan kelas pemukiman padat dengan pemukiman menengah ditampilkan pada Gambar 10. Grafik tersebut menunjukan bahwa filter tekstur variance atau mean dengan ukuran kernel lebih dari 11x11 piksel dapat disarankan untuk memisahkan kelas pemukiman padat dengan pemukiman menengah.
Gambar 11 menunjukan bahwa filter tekstur data range dan variance dapat memisahkan kelas pemukiman menengah dengan vegetasi berkayu secara baik. Filter tekstur mean dengan ukuran kernel lebih dari 9x9 piksel juga dapat memisahkan kedua kelas tersebut secara baik. Namun, filter tekstur entropy tidak mampu menyelesaikan keterpisahan kedua kelas tersebut. Hal ini memberikan informasi bahwa untuk memisahkan kelas pemukiman menengah
Kelas sawah dengan kelas vegetasi berkayu memiliki grafik nilai TD yang bervariasi. Hal ini dapat disimpulkan dari Gambar 12. Filter variance dapat menyelesaikan masalah keterpisahan kedua kelas ini dengan ukuran kernel lebih dari 7x7 piksel. Filter data range dengan ukuran kernel 5x5 piksel memiliki nilai TD sebesar 2. Namun, filter data range dengan ukuran kernel 11x11 piksel memiliki nilai TD sebesar 0.3. Hal ini menunjukan bahwa filter data range memiliki grafik yang fluktuatif, sehingga tidak disarankan untuk menyelesaikan keterpisahan kedua kelas ini. Filter mean dan entropy tidak mampu menyelesaikan keterpisahan kedua kelas ini, sebab nilai TD untuk kedua filter ini pada semua ukuran kernel lebih kecil dari 1.33.
Rule Berdasarkan Rona (Tone) Penelitian dilanjutkan dengan pembentukan rule. Rule pertama adalah pohon keputusan yang terbentuk berdasarkan data latih berbasis rona, yaitu rona polarisasi HH dan rona polarisasi VV (Lampiran 1).
9
keputusan untuk membedakan berbagai kelas penutupan lahan.
Gambar 12 Fluktuasi nilai TD pasangan kelas sawah dengan vegetasi berkayu. Pohon keputusan untuk rule berdasarkan rona menunjukan bahwa node akar (root) merupakan data citra TerraSAR-X dengan polarisasi HH. Pohon keputusan ini memiliki 24 leaf. Leaf dengan kelas tutupan lahan tubuh air hanya ada satu leaf. Hal ini menunjukkan bahwa kelas tubuh air sangat mudah untuk dibedakan terhadap kelas lainnya. Hasil ini sesuai dengan analisis keterpisahan kelas pada tahap sebelumnya, bahwa kelas tubuh air dapat dipisahkan dengan baik hanya dengan citra TerraSAR-X berbasis rona. Rule dari pohon keputusan yang terbentuk kemudian diterapkan pada data TerraSAR-X berbasis rona. Tahap ini menghasilkan pemetaan penutupan lahan dengan berbasiskan rona. Kenampakan sebagian citra hasil pemetaan dapat dilihat pada Gambar 13. Citra hasil pemetaan ini menunjukan bahwa kelas tutupan lahan yang dihasilkan berupa titik-titik yang tersebar. Pengamatan tutupan lahan dengan citra ini tidak menghasilkan informasi yang baik. Rule Berdasarkan Rona (Tone) dan Tekstur (Texture) Rule kedua adalah pohon keputusan yang terbentuk dari seluruh atribut yang diamati, yaitu atribut rona dan seluruh atribut tekstur (Lampiran 2). Penelitian ini menggunakan citra berbasis rona serta 4 elemen tekstur dengan 7 variasi ukuran kernel, sehingga terdapat 28 atribut tekstur. Citra TerraSAR-X yang digunakan memiliki dua band, sehingga total ada sebanyak 58 atribut. Pohon untuk rule ini keputusan menunjukan bahwa tidak semua atribut terdapat pada pohon keputusan yang terbentuk. Hanya terdapat 8 atribut yang ada, yaitu range HH 7x7 dan 15x15, range VV 15x15, mean VV 13x13 dan 15x15, variance HH 15x15, variance VV 13x13, dan entropy HH 15x15. Hal ini menunjukan bahwa 8 atribut tersebut cukup untuk dapat membentuk rule pohon
Tekstur variance menjadi root pada pohon keputusan ini, diikuti dengan node tekstur data range dan mean. Hal ini menunjukan bahwa atribut tersebut paling berpengaruh dalam menentukan kelas penutupan lahan. Hasil ini memperkuat analisis keterpisahan kelas, bahwa tekstur variance, data range, dan mean dapat disarankan untuk menyelesaikan masalah keterpisahan pasangan kelas penutupan lahan. Rule dari pohon keputusan kedua ini kemudian diterapkan pada data TerraSAR-X dengan seluruh atribut yang diamati. Kenampakan sebagian citra hasil pemetaan dapat dilihat pada Gambar 14. Citra hasil pemetaan ini menunjukan bahwa kelas tutupan lahan yang dihasilkan tidak lagi berupa titiktitik yang tersebar, melainkan berupa petakpetak penutupan lahan. Hasil ini menunjukan bahwa pengamatan persebaran setiap penutupan lahan dapat dilakukan dengan lebih baik dibandingkan dengan hasil rule pertama. Contoh wilayah yang dapat dibedakan dengan baik adalah wilayah pemukiman. Hasil ini membuktikan bahwa analisis berbasis tekstur dapat disarankan untuk membedakan penutupan lahan dengan data TerraSAR-X. Rule Berdasarkan Pakar (Expert Judgement) Rule ketiga adalah pohon keputusan yang terbentuk dengan pemilihan atribut yang melibatkan hasil pengamatan pakar (Lampiran 3). Pembentukan rule dimulai dengan memilih kelas yang dapat dengan mudah dibedakan dengan kelas lainnya. Analisis keterpisahan kelas dan rule berbasis rona menunjukan bahwa kelas tubuh air dapat dibedakan dengan baik hanya dengan menggunakan citra berbasis rona, sehingga dicari rule untuk memisahkan kelas tubuh air dengan kelas lainnya dengan atribut rona HH. Kelas sawah menjadi kelas yang dibedakan selanjutnya, sebab dari analisis keterpisahan kelas, sawah dapat dipisahkan dengan baik terhadap kelas lainnya kecuali terhadap kelas vegetasi kayu. Hasil analisis keterpisahan kelas berbasis tekstur (Gambar 12) memberikan informasi bahwa pasangan kelas sawah dengan vegetasi kayu dapat dipisahkan dengan baik menggunakan variance 15x15, tekstur sehingga dicari rule untuk memisahkan kelas sawah dengan kelas lainnya dengan atribut tekstur mean VV 15x15 dan variance VV 15x15.
10
Kelas vegetasi kayu menjadi kelas yang dibedakan selanjutnya. Kelas vegetasi kayu dapat dengan baik dipisahkan dengan kelas lainnya menggunakan tekstur variance (Gambar 11). Oleh karena itu, tekstur variance HH 15x15 dipilih untuk mencari rule dalam memisahkan kelas vegetasi kayu dengan kelas lainnya. Tahap selanjutnya adalah memisahkan pasangan kelas pemukiman menengah dengan pemukiman padat. Pasangan kelas ini dapat terpisah secara baik dengan tekstur variance dan mean (Gambar 9). Oleh karena itu, rule untuk memisahkan pasangan kelas ini dicari dengan atribut tekstur mean VV 15x15 dan variance VV 15x15. Pemilihan atribut dilanjutkan untuk memisahkan pasangan kelas industri dengan pemukiman padat. Analisis keterpisahan kelas menunjukan bahwa pasangan kelas ini belum dapat terpisah secara baik dengan analisis berbasis rona maupun tekstur. Namun,
keterpisahan kelas tertinggi diperoleh dengan menggunakan atribut tekstur mean dan variance. Oleh karena itu, rule untuk memisahkan pasangan kelas ini dicari dengan atribut tekstur mean VV 15x15 dan variance VV 15x15. Terdapat 4 atribut dalam rule pohon keputusan ketiga ini, yaitu rona HH, mean VV 15x15, variance HH dan VV 15x15. Oleh karena itu, rule ini diterapkan hanya pada 4 atribut tersebut. Kenampakan sebagian citra hasil pemetaan dapat dilihat pada Gambar 15. Citra hasil pemetaan menunjukan bahwa kelas tutupan lahan yang dihasilkan juga berupa petak-petak penutupan lahan. Terdapat perbaikan pada citra hasil tersebut bila dibandingkan dengan citra hasil rule pohon keputusan kedua. Contoh perbaikan dapat diamati pada wilayah tubuh air, khususnya daerah tambak yang memiliki petak-petak yang lebih jelas dan lebih mirip dengan kenampakan pada citra Google Earth™.
Gambar 13 Kenampakan citra hasil pemetaan rule berbasis rona.
Gambar 14 Kenampakan citra hasil pemetaan rule berbasis rona dan tekstur.
11
Gambar 15 Kenampakan citra hasil pemetaan rule berdasarkan pakar. Perhitungan Akurasi Akurasi dihitung untuk ketiga rule yang diamati. Hasil perhitungan akurasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Akurasi keseluruhan yang didapatkan untuk rule dari pohon keputusan pertama sebesar 44,24%. Rule dari pohon keputusan kedua menghasilkan akurasi keseluruhan 63,46%. Akurasi keseluruhan yang didapatkan oleh rule dari pohon keputusan ketiga sebesar 74,69%. Bila diamati lebih rinci pada hasil perhitungan akurasi untuk pohon keputusan ketiga, kelas industri memiliki akurasi terkecil yaitu 52,67%, sedangkan kelas sawah memiliki akurasi 64,67%.
menghasilkan akurasi keseluruhan mencapai hampir 75%. Saran Penelitian ini masih memiliki kekurangan. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan saran antara lain: 1. Melakukan penelitian untuk mengkaji metodologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterpisahan pasangan kelas tutupan lahan industri dengan pemukiman padat, 2. Menambahkan kelas penutupan lain untuk diamati keterpisahannya, 3. Menggunakan data SAR lain, contohnya ALOS PALSAR,
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa data TerraSAR-X dua polarisasi linier (HH dan VV) mampu membedakan penutupan lahan secara baik. Analisis berbasis rona dan analisis berbasis tekstur dapat disarankan untuk membedakan penutupan lahan di wilayah periurban, kecuali untuk pasangan kelas tutupan lahan industri dengan pemukiman padat. Tutupan lahan tubuh air dapat dipisahkan terhadap tutupan lahan lainnya dengan sangat baik hanya dengan citra berbasis rona, yaitu nilai TD mencapai 2. Pembentukan rule klasifikasi menggunakan metode pohon keputusan dengan pertimbangan oleh pakar akan meningkatkan kemampuan rule untuk membedakan penutupan lahan. Rule berdasarkan seluruh atribut citra menghasilkan akurasi keseluruhan sebesar 63%, sedangkan rule berdasarkan pertimbangan pakar
DAFTAR PUSTAKA Ban Y. 1996. Synthetic Aperture for a Crop information System: a Multipolarization and Multitemporal Approach. Canada: University of Waterioo. Freeman A, Durlen SL. 1998. A ThreeComponent Scattering Model for Polarimetric SAR Data. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, 36(3): halaman 963973. Han J, Kamber M. 2006. Data Mining: Concepts and Techniques 2nd Edition. San Francisco: Morgan Kaufmann. Handayani LDW. 2011. Geomorfologi Gunungapi Guntur (Garut, Jawa Barat) dan Analisis Aliran Lava Menggunakan Data Synthetic Aperture Radar Polarimetri Penuh (fully polarimetry) [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 12