20
IV. HASIL INVENTARISASI
IV.1. Kondisi Umum Kota Banjarmasin IV.1.1. Kondisi Fisik IV.1.1.1. Administrasi dan Geografis Kota Banjarmasin secara geografis berada pada posisi 3º 16’ 32’’ LS – 3º 22’ 43’’ LS dan pada 114º 32’ 02’’ BT – 114º 38’ 24’’ BT. Secara administratif, wilayah Kota Banjarmasin memiliki batas wilayah sebagai berikut : •
Utara
: Kabupaten Barito Kuala
•
Selatan
: Kabupaten Banjar
•
Timur
: Kabupaten Banjar
•
Barat
: Sungai Barito (Kabupaten Barito Kuala)
Kota ini memiliki luas wilayah mencapai ±9700 Ha atau 0,26% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan dan terbagi menjadi lima kecamatan, yaitu Banjarmasin Utara, Banjarmasin Selatan, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin Timur dan Banjarmasin Barat (Gambar 5).
Gambar 5. Peta Administrasi Kota Banjarmasin (Sumber : RTRW Kota Banjarmasin, 2009)
21
Kota Banjarmasin banyak dialiri oleh sungai-sungai besar dan cabangcabangnya yang mengalir dari arah utara dan timur laut ke arah barat daya dan selatan, sehingga dikenal sebagai Kota Seribu Sungai. Hampir semua sungai bermuara di Sungai Barito dan Sungai Martapura yang kondisi aliran dipengaruhi pasang surut laut. Pola aliran sungainya dikategorikan sebagai pola aliran mendaun (dendritic drainage patern), pola ini dicirikan aliran sungai cabang mengalir ke sungai utama.
IV.1.1.2. Tata Ruang Wilayah dan Tata Guna Lahan Secara alamiah Kota Banjarmasin tumbuh secara konsentris dengan pola lalu lintas berbentuk sarang laba-laba. Dengan pola ruang seperti ini beban pusat kota akan semakin bertambah berat dan pada gilirannya akan membawa dampak terhadap penurunan fungsi pelayanan secara umum pada berbagai sektor. Apalagi perkembangan pemanfaatan ruang di sepanjang jalan ini memiliki pola aglomeratif yang mendekati pusat kota sehingga berdampak pada ketergantungan terhadap pusat kota yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari intensitas dan ekstenfikasi lahan yang ada di kawasan pinggiran atau perbatasan kota yang masih rendah dan munculnya penggunaan lahan campuran (mixed use), seperti Rumah Kantor (Rukan) dan Rumah Toko (Ruko) pada pusat-pusat pelayanan kota karena tipe penggunaan ini sangat efektif dan efesien dari segi aliran barang bagi kegiatan perdagangan dan perekonomian. Secara teoritis struktur Kota Banjarmasin dikembangkan dengan konsep polisentris dengan mengkombinasikan pola konsentris dalam sektoral karena wilayah pelayanan yang luas. Ini berarti perkembangan kota diarahkan pada pembentukan pusat-pusat kegiatan baru di pinggir kota dengan orientasi regional sehingga beban pusat kota akan berkurang dan dapat memberikan kontribusi ekonomi yang produktif. Tata guna lahan Kota Banjarmasin dibagi ke dalam beberapa jenis penggunaan
seperti,
fasilitas
sosial
dan
umum,
permukiman,
industri,
perdagangan / jasa, sawah, ruang terbuka hijau dan sisanya berupa tanah terbuka. Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan untuk persawahan memiliki luasan terbesar.
22
Tabel 2. Tata Guna Lahan Kota Banjarmasin No.
Luas Penggunaan Tanah (Ha)
(%)
72,23
0,90
1.
Fasilitas Sosial dan Umum
2.
Permukiman Kepadatan Tinggi
1006,06
12,54
3.
Permukiman Kepadatan Sedang
2334,97
29,12
4.
Permukiman Kepadatan Rendah
316,02
3,94
5. 6. 7. 8. 9.
Industri Perdagangan / Jasa Sawah Ruang Terbuka Hijau Tanah Terbuka
77,10 107,08 4049,87 38,04 15,72
0,96 1,33 50,51 0,47 0,19
Jumlah
8017,09
100.0
Sumber: RTRW Kota Banjarmasin 2009
IV.1.1.3. Utilitas dan Fasilitas Kondisi Banjarmasin yang merupakan kota di atas rawa mengakibatkan pembangunan jaringan listrik bawah tanah akan membawa resiko dan biaya cukup tinggi. Oleh karena itu pemasangan jaringan listrik tetap di atas tanah dengan tiang berkabel. Pemasangan sistem jaringan listrik (tegangan rendah) mengikuti jaringan jalan akan memberikan kemudahan dalam pemeliharaan, biaya yang rendah serta pelayanan yang efektif. Pengembangan jaringan listrik diarahkan ke kawasan permukiman baru seperti HKSN di utara, Sungai Andai di seberang Sungai Andai (timur laut), Besirih (selatan), dan lain-lain, sebagaimana rencana pengembangan sistem jaringan jalan kota (RTRW Kota Banjarmasin, 2009). Untuk mendorong pusat pertumbuhan kota maka diperlukan adanya sistem jaringan jalan yang mendukung ke arah tersebut.
Sejalan dengan rencana
pengembangan jalan lingkar Metropolitan maka untuk Kota Banjarmasin perlu dikembangkan jalan lingkar yang mengelilingi kota. Sementara itu sistem jaringan jalan dalam kota perlu dikembangkan dengan pendekatan grid iron (papan catur) pada beberapa kawasan dan menyambungkan sistem jaringan jalan yang berbentuk sarang laba-laba. Dengan demikian diharapkan lalu lintas dalam kota dapat mengalir, terutama pada jam-jam sibuk (peak hour).
23
Sebagai Kota Sungai sebagian besar masyarakat Kota Banjarmasin telah memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi utama. Akan tetapi saat ini tidak lagi menjadi pilihan utama bagi masyarakat. Beberapa sungai yang direncanakan untuk tetap dan dikembangkan sebagai jalur transportasi air antara lain, Sungai Barito, Martapura, Alalak dan beberapa sungai kecil lainnya. Kondisi sungai tersebut saat ini telah mengalami degradasi sehingga diperlukan
revitalisasi
sungai untuk dapat mengakomodasi sistem transportasi sungai. Sistem transportasi darat dan sungai perlu dikoneksikan secara efektif dan fungsional sehingga terbangun sistem lalu lintas dua moda (intermoda), antara moda darat dan moda sungai (Gambar 6). Hal ini menjadi bagian dari pencapaian visi penataan ruang Kota Banjarmasin yang berbasis sungai (RTRW Kota Banjarmasin, 2009).
Gambar 6. Peta Struktur Ruang Kota Banjarmasin (Sumber: RTRW Kota Banjarmasin, 2009)
24
IV.1.2. Kondisi Biofisik IV.1.2.1. Morfologi Kota Banjarmasin terletak sekitar 50 km dari muara Sungai Barito dan dibelah oleh Sungai Martapura, sehingga secara umum bentuk fisik Kota Banjarmasin didominasi oleh daerah yang relatif datar dan berada di dataran rendah. Daerah ini terletak di bawah permukaan air laut rata-rata 0,16 m (dpl) dengan tingkat kemiringan lereng 0% - 2%. Letak dataran yang sebagian besar berada di bawah permukaan air menyebabkan sebagian besar wilayah Kota Banjarmasin merupakan rawa tergenang yang dapat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut.
IV.1.2.2. Geologi Sebagian besar formasi batuan dan tanah di wilayah Kota Banjarmasin adalah jenis Alluvium (Qa) yang dibentuk oleh kerikil, pasir, lempung dan lumpur. Adapun kondisi dan struktur geologi di Kota Banjarmasin adalah sebagai berikut : a. Formasi Berai (tomb); terbentuk dari batu gamping putih berlapis dengan ketebalan 20-200 cm b. Formasi Dahor (Tqd); terbentuk oleh pasir kuarsa, konglomerat dan batu lempeng dengan susunan lignit dengan ketebalan 2-10 cm c. Formasi Karamalan (KaK); dibentuk oleh persilingan batu lanau dan batu lempung dengan ketebalan berkisar 20-50 cm d. Formasi Pudak (Kap); dibentuk oleh lava yang ditambah perselingan antara bleksi/konglomerat dan batuan pasir dengan olistolit berupa batu gampigng, basal, batuan malihan dan ultramafik. e. Formasi Tanjung (Tet); dibentuk oleh batu pasir kuarsa berlapis (50150 cm) dengan sisipan batu lempung kelabu yang memiliki ketebalan 50-150 cm pada bagian atas, serta batubara hitam mengkilap dengan ketebalan 50-100 cm pada bagian bawah. f. Alluvium (Qa); dibentuk oleh kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur g. Formasi Pitanak (Kvep); disusun dan dibentuk oleh lava yang terdiri atas struktur bantal berasosiasi dengan breksi dan konglomerat
25
h. Kelompok batuan Ultramafik (Mub); disusun oleh harzborgit, piroksenit dan serpentit
IV.1.2.3 Tanah Secara umum jenis tanah yang dominan di Banjarmasin adalah aluvial dengan dominasi struktur lempung dan sebagian berupa tanah Organosol Glei Humus pada daerah rawa/gambut khususnya. Jenis tanah aluvial merupakan ciri tanah dengan tingkat kesuburan yang baik, memiliki tingkat kandungan hara yang tinggi dan banyak tergantung pada bahan induknya. Namun dominasi jenis tanah ini terdapat pada lahan datar sehingga kendala yang sering terjadi adalah tanah ini akan tergenang oleh air pada musim hujan. Tanah aluvial ini tergolong aluvial humik karena terdapat material humus di dalamnya mempunyai bahan organik ±12 kg/m3 sedalam kurang dari satu meter dari permukaan. Jadi kandungan bahan organiknya yang ada di dalamnya cukup tinggi sehingga tergolong subur. Selain itu tanah ini memiliki tingkat keasaman yang relatif tinggi, tingkat salinitas yang rendah dan kandungan pospor yang rendah. Tanah tipe ini cukup sesuai untuk diaplikasikan dalam bidang lanskap contohnya berkebun dan taman (Philip, 1932). Tipe tanah aluvial ini tergolong pada derajat kesesuaian tanah sedang untuk berkebun sesuai dengan sifat kimia dan fisiknya. Sifat tanah yang berlempung dengan pasir berliat menandakan bahwa drainase sedang. Tanah tipe ini juga dapat dibangun dengan bangunan non permanen ataupun semi permanen.
IV.1.2.4 Iklim Secara klimatologi, Kota Banjarmasin beriklim tropis dengan klasifikasi tipe iklim A dengan nilai Q=14,29% (rasio jumlah rata-rata bulan kering dengan bulan basah). Temperatur udara bulanan di wilayah ini rata-rata 28ºC - 38ºC dengan sedikit variasi musiman, dimana suhu udara maksimum 33ºC dan suhu udara minimum 22ºC. curah hujan rata-rata mencapai 2.400 mm – 3.500 mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600 mm – 3.500 mm. Angin yang bertiup dari benua Australia merupakan angin kering, yang berakibat terjadinya
26
musim kemarau sementara itu angin Musim Barat dari Benua Asia menyebabkan musim hujan yang sering terjadi pada bulan November sampai bulan April. Penyinaran matahari tahunan rata-rata pada saat musim hujan 2,8 jam/hari dan di musim kemarau 6,5 jam/hari. Kelembaban udara relatif bulanan rata-rata tersebar jatuh pada bulan Januari yaitu ± 74% - 91% dan terkecil pada bulan September yaitu ± 52%. Evaporasi dari permukaan air bebas karena penyinaran matahari dan pengaruh angin, rata-rata harian sebesar 3,4 mm/hari di musim hujan dan 4,1 mm/hari di musim kemarau. Evaporasi maksimum pernah terjadi sebesar 11,4 mm/hari dan minimum 0,2 mm/hari.
IV.1.2.5 Hidrologi Secara hidrologi (terutama air permukaan), Kota Banjarmasin dikelilingi oleh sungai-sungai beserta cabang-cabangnya, mengalir dari arah utara dan timur laut ke arah barat daya dan selatan. Sungai-sungai tersebut mengalir membentuk pola aliran mendaun (dendritik drainage patern) yang mana air mengalir dari sungai cabang ke sungai utama. Sungai utama dan besar adalah Sungai Barito dan beberapa cabang utama seperti Sungai Martapura, Sungai Alalak dan Sungai Kuin. Muka air Sungai Barito dan Sungai Martapura dipengaruhi oleh pasang surut Laut Jawa, sehingga mempengaruhi drainase kotadan apabila air laut pasang maka sebagian wilayah kota digenangi air. Rendahnya permukaan lahan (0,16 m di bawah permukaan air laut) menyebabkan air sungai menjadi payau dan asin pada musim kemarau karena terjadi instrusi air laut.
IV.1.2.6 Pasang Surut Secara umum, tipe pasang surut yang ada di Kalimantan Selatan adalah tipe diurnal, yaitu dalam 24 jam terjadi gelombang pasang 1 kali pasang dan 1 kali surut. Lama pasang rata-rata 5-6 jam dalam satu hari dan selama waktu pasang, air di Sungai Barito dan Sungai Martapura tidak dapat keluar karena terbendung oleh naiknya muka air laut. Kondisi ini tetap aman selama tidak ada penambahan air oleh curah hujan tinggi. Air yang terakumulasi akan menyebar ke daerah-daerah resapan seperti rawa dan tersimpan hingga muka air sungai surut. Kondisi kritis terjadi pada saat muka air pasang tertinggi bersamaan dengan curah hujan
27
maksimum. Aliran air yang terbendung di bagian hilir sungai yang menyebabkan debit air sungai naik dan menyebar pada daerah-daerah resapan, debit air akan terus naik ketika mendapat tambahan dari air hujan. Apabila kondisi daerah resapan tidak mampu lagi menampung air, maka air akan bertambah naik dan meluap ke daerah permukiman dan jalan. Pada umumnya ketinggian permukaan air sungai di Banjarmasin mengacu pada pasang surut air di muara (ambang luar) Sungai Barito, ini dikarenakan semua sungai yang ada di Banjarmasin dipengaruhi pasokan air dari muara Sungai Barito. Menurut perhitungan yang dilakukan oleh Dinas Ad-Pel Kota Banjarmasin, muka air tertinggi pada ambang luar Sungai Barito setiap hari terjadi secara relatif. Kondisi ini juga mempengaruhi jadwal keluar masuknya kapal ke pelabuhan. Kemiringan sungai di Banjarmasin sangat landai, karena kondisi topografi yang relatif datar dengan arus lamban, serta banyaknya hambatan berupa tumbuhan air dan tumbuhan rawa di sekitar sungai, sampah-sampah, endapan lumpur yang besar dan banyaknya rumah-rumah penduduk yang dibangun di pinggir sungai. Ketika kondisi surut arus mengarah ke bagian hilir dan sebaliknya ketika pasang arus kembali ke bagian hulu. Kecepatan arus ketika pasang berkisar antara 0,28 – 0,373 m/det (rata-rata 0,343 m/det), sedangkan pada saat surut antara 0,321 – 0,395 m/det (rata-rata 0,363 m/det) [Dokumen AMDAL Pembangunan Kawasan Wisata dan Rekreasi Banjarmasin Park, 2003 dalam RTRW Kota Banjarmasin, 2009].
IV.1.3. Kondisi Sosial dan Budaya IV.1.3.1. Ekonomi Sosial Struktur perekonomian kota Banjarmasin selama tahun 2008 telah didominasi sektor perdagangan, restoran dan perhotelan mencapai 23,24% yang menggeser sektor industri pengolahan kemudian selanjutnya menyusul sektor pengangkutan dan komunikasi (21,33%), sektor industri pengolahan (18,55%) yang sampai tahun 2005 merupakan sektor tertinggi dalam pembentukan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Banjarmasin.
28
Tabel 3. Pertumbuhan PDRB Kota Banjarmasin 2006-2008 No
Lapangan Usaha
Tahun 2007 0,88 -
2008 0,83 -
1 2
Pertanian Pertambangan dan Penggalian
2006 0,88 -
3
Industri Pengolahan
23,70
20,94
18,55
4
Listrik dan Air Minum
1,46
1,47
1,34
5
Bangunan dan Konstruksi
9,09
10,14
10,07
6 7
Perdagangan, Restoran dan Perhotelan Pengankutan dan Komunikasi Total
18,80 22,17 100,00
20,05 22,04 100,00
23,24 21,33 100,00
Sumber : BPS, Banjarmasin dalam Angka 2008
IV.1.3.2. Budaya Banjarmasin dihuni oleh berbagai macam suku dan didominasi oleh suku Banjar yang merupakan suku asli kota ini. Selain itu juga didiami oleh para pendatang yang berasal dari daerah belakang (Hulu Sungai) dan dari luar provinsi seperti Kalimantan Tengah, Jawa, Sulawesi dan Sumatera (Soenarto et al., 1985). Secara umum budaya masyarakat Banjar tidak jauh berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya yang mempunyai garis patriliniar. Kondisi alam yang berawa-rawa dan mengandung gambut menyababkan rumah-rumah di kota ini berbentuk rumah panggung yang terbuat dari kayu, selain itu pula rumah-rumah banyak berada di sepanjang aliran sungai karena pada mulanya sungai merupakan sara utama transportasi. Lebih dari 90% masyarakat Banjar beragama Islam dan selain itu beragama Kristen, Budha serta Hindu yang kebanyakan merupakan pendatang (Hayati, 2004). Budaya masyarakat banjar mempunyai keterikatan erat dengan air. Hal ini dikarenakan Kota Banjarmasin yang pada mulanya berbentuk muara sungai dan sungai merupakan aksesibilitas utama pada saat itu. Keterikatan ini ditunjukan dengan banyaknya nama kampung dan ungkapan sehari0hari yang dekat dengan istilah air. Namaun pada saat ini keterikatan tersebut sudah mengalami degradasi seiring dengan perubahan orientasi hidup masyarakat yang terus bergeser ke arah darat.
29
IV.1.3.3. Kependudukan Berdasarkan data tahun 2008 penduduk kota Banjarmasin 627.245 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 313.489 jiwa dan 313.756 jiwa penduduk perempuan. Pertumbuhan penduduk dalam lima tahun terakhir sebesar 6,87 % atau rata-rata pertumbuhan penduduk 1,37% pertahun. Berdasarkan wilayah kecamatan, kepadatan penduduk terbesar terdapat pada kecamatan Banjarmasin Barat yang mencapai 11.201 jiwa/km.
Tabel 4. Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan Kecamatan
Luas (Km²)
Jumlah Penduduk
Kepadatan (jiwa/Km²)
Banjarmasin Utara
15,25
94.409
6.209
Banjarmasin Timur
11,54
118.278
10.249
Banjarmasin Tengah
11,66
114.584
9.827
Banjarmasin Barat
13,37
149.753
11.201
Banjarmasin Selatan
20,18
150.221
7.444
Total
72,00
627.245
8.712
Sumber : BPS, Banjarmasin dalam Angka 2008
Tabel 5. Jumlah Penduduk Banjarmasin menurut Jenis Kelamin Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Banjarmasin Utara
47.184
47.225
94.409
Banjarmasin Timur
59.113
59.165
118.278
Banjarmasin Tengah
57.268
57.316
114.584
Banjarmasin Barat
74.845
74.908
149.753
Banjarmasin Selatan
75.079
75.142
150.221
Total
313.489
313.756
627.245
Kecamatan
Sumber : BPS, Banjarmasin dalam Angka 2008
30
IV.2. Kondisi Tapak IV.2.1. Kondisi Fisik IV.2.1.1. Lokasi, Luas dan Batas Tapak Lokasi penelitian ini berada pada daerah administratif dua kelurahan yaitu Kelurahan Gedang dan Kelurahan Seberang Masjid, Kecamatan Banjarmasin Tengah, tepatnya berada disepanjang Jalan Piere Tendean, di tepian Sungai Martapura. (Gambar 7)
Gambar 7. Lokasi Penelitian, View Mata Burung (Sumber : Dok. Dinas Sungai & Drainase Kota Banjarmasin)
Secara geografis tapak berada pada 3º18’43,83’’ LS - 3º19’13,12’’ LS dan 114º35’37,45” BT - 114º35’39,32’’ BT. Tapak ini berbatasan oleh beberapa kawasan. Batas sebelah utara adalah Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jembatan Pasar Lama, batas sebelah timur adalah Kelurahan Gedang, batas sebelah barat adalah Sungai Martapura dan Siring Sudirman dan batas sebelah selatan Jalan Vetreran dan Jembatan Merdeka. Tapak memiliki luas sekitar 24.340 m2 dengan bentuk linier mengikuti sepanjang Jalan Piere Tendean ataupun menyusuri Sungai Martapura sepanjang ± 1,8 km dari Jembatan Merdeka sampai dengan Jembatan Pasar Lama. Kondisi tapak saat ini sebagian telah dibebaskan oleh pemerintah kota sebagian dari kawasan ini telah dibangun konstruksi siring beton yaitu sepanjang 550 m dan sebagian lagi masih digunakan sebagai rumah tinggal penduduk, toko kayu dan warung makan yang pada tahap berikutnya akan segera dilakukan pembebasan lahan. Pada area bekas permukiman yang baru dilakukan pembebasan masih terdapat puing, sisa-sisa perlengkapan rumah dan bongkahan kayu disekitarnya. Pada tapak terdapat bangunan tua yang hingga saat ini belum dapat diketahui bangunan tersebut termasuk kedalam benda bersejarah atau benda cagar
31
budaya. menurut informasi yang didapat dari hasil wawancara terhadap pejabat setempat bangunan tersebut bukanlah benda bersejarah ataupun benda cagar budaya. Bangunan
tersisa yang terdapat pada
tapak seperti pada umumnya
bangunan permukiman di pinggir sungai yang ada kawasan lain di Banjarmasin, dimana bangunan didirikan di sepanjang sempadan sungai dan mengokupasi badan sungai hingga ± 10–15 meter dari daratan/sempadan sungai. Gambar 8 merupakan kondisi tapak dilihat dari jembatan pasar lama dan jembatan merdeka. Peta Orientasi
A
B Tanpa skala
A
B
B
A
Gambar 8. Kondisi Tapak dilihat dari (A) Jembatan Pasar Lama dan (B) Jembatan Merdeka (Sumber : Dok. Dinas Sungai & Drainase, Dok. Pribadi dan Geo Eye, 2009)
VI.2.1.2. Tata Guna Lahan Sekitar Tapak berada pada Jalan Piere Tendean yang merupakan salah satu jalan utama penghubung Jalan Provinsi yaitu Jalan A.Yani. Kawasan sekitar Jalan Piere Tendean ini didominasi oleh permukiman dan rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan). Karena letaknya yang berada dekat dengan pusat kota sebagian besar penggunaan lahan di kawasan ini adalah penggunaan campuran (mixed use), perkantoran, perdagangan, fasilitas umum seperti tempat ibadah, sekolah, kantor
32
9
32
33
pemadam kebakaran dan lainnya. Pola penggunaan lahan pada tapak setelah pembebasan lahan oleh pemerintah kota, sebagian besar telah menjadi lahan terbuka dan sisanya masih merupakan permukiman penduduk, pertokoan dan warung makan (Gambar 9). Sejarah perkembangan kawasan permukiman pada sekitar tapak sangat dipengaruhi perkembangan masyarakat etnis cina yang ada pada sekitar tapak. Sehingga dahulu kawasan ini terkenal sebagai Pecinan. Seiring dengan perkembangan kota, saat ini kawasan pecinan telah bergeser dan hanya dapat ditemui di sebelah timur tapak dimana kawasan ini juga telah mengalami perubahan yang sangat pesat dari segi budaya dan arsitektur bangunan asli.
VI.2.1.3. Aksesibilitas dan Sirkulasi Lokasi tapak yang berada pada jalan utama dan di pusat kota serta ditepian Sungai Martapura merupakan potensi dalam hal aksesibilitas. Untuk menuju ke dalam tapak dapat menggunakan dua jenis transportasi, yaitu transportasi darat dan transportasi sungai. 1.
Transportasi Darat Untuk transportasi darat dapat diakses melalui beberapa jalur jalan
yaitu melalui Jalan Piere Tendean yang berada di sebelah timur tapak, melalui Jembatan Merdeka jika pengunjung yang datang berasal dari Jalan Lambung Mangkurat atau Jalan Sudirman dan melalui Jembatan Pasar Lama bagi pengunjung yang datang dari Jalan Pasar Lama maupun Jalan Perintis Kemerdekaan. Adapun jenis moda transportasi yang bisa digunakan ialah kendaraan roda dua, seperti motor, sepeda kemudian kendaraan roda empat, seperti mobil pribadi dan angkutan umum (Gambar 10). Selain itu becak juga sering melintas di sekitar tapak.
34
Gambar 10. Akses Jalan Menuju Tapak
2.
Transportasi Sungai Untuk transportasi melalui sungai dapat diakses dari dua arah yaitu
dari utara maupun selatan Sungai Martapura. Adapun moda transportasi yang bisa digunakan adalah dengan perahu klotok (perahu motor) maupun perahu jukung (perahu dayung). Perahu-perahu ini biasa melintasi kawasan Sungai Martapura dengan berbagai kepentingan seperti berjualan, pariwisata, maupun sebagai alat trasnportasi sehari-hari bagi masyarakat Banjarmasin. Namun saat ini jumlah perahu jukung yang ada telah berkurang ini dikarenakan perahu klotok lebih dipilih oleh mayoritas masyarakat dikarenakan perahu ini lebih cepat dibanding perahu jukung (Gambar 11). Adapun harga sewa untuk tiap jenis perahu tentu berbeda, untuk jenis perahu klotok harga rata-rata yang ditawarkan pengusaha berkisar Rp 100.000,00 – Rp 200.000,00 untuk sekali jalan dengan hitungan per paket jalan mengelilingi Sungai Martapura hingga Sungai Barito. Sedangkan untuk jenis perahu jukung harga yang ditawarkan pengusaha rata-rata berkisar Rp 5000,00 – Rp 10.000,00 sekali jalan dengan jarak yang lebih dekat.
Gambar 11. Moda Transportasi Perahu Mesin (Klotok) dan Perahu Jukung
35
VI.2.1.4. Visibilitas dan Akustik Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapang melalui survei didapat data visual di sekitar tapak yang berpotensi sebagai good view dan bad view. Adapun view utama dari lokasi penelitian ini yang dapat dilihat dan dinikmati yaitu pemandangan Sungai Martapura. Untuk good view di dalam tapak terdapat di sebelah barat tapak yakni Sungai Martapura, Siring Sudirman dan kawasan Ruang Terbuka Hijau Masjid Sabilal Muhtadin. Selain itu pada tapak juga dapat terdengar suara kicauan burung walet yang merupakan potensi akustik (suara). Pemandangan yang kurang baik (bad view) terdapat pada area bekas Banjarmasin Park yang terletak di tengah tapak. Di area ini sebagian besar tanamannya tumbuh tidak terawat sehingga menimbulkan kesan semak belukar. Kemudian untuk bad view sekaligus sumber bising ke tapak terdapat pada sebelah timur tapak yakni Jalan Piere Tendean yang sering dilalui oleh kendaraan roda dua dan empat. Pada area ini juga terdapat zona rawan bahaya karena terjadi pertemuan jalur kendaraan. Untuk bad view lainnya ialah kawasan mixed used seperti ruko dan rukan serta area bekas pembebasan lahan yang masih tersisa puing-puing dan bongkahan kayu serta material bangunan lainnya.
VI.2.2. Kondisi Biofisik VI.2.2.1. Topografi dan Kemiringan Secara umum kondisi permukaan tapak adalah datar dengan ketinggian yang relatif sama, sejalan dengan itu berdasarkan data yang bersumber dari data Bappeda Kota Banjarmasin, hampir sebagian besar wilayah Kota Banjarmasin relatif datar dengan kemiringan 0% – 2 % dan wilayah daratannya berada 0,16 m di bawah permukaan laut saat pasang. Dengan kondisi topografi dan kemiringan tersebut hampir seluruh area tapak potensial untuk dikembangkan. Menurut Nurisjah (2004), umumnya lahan yang mempunyai topografi dan kemiringan lahan yang relatif datar akan memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk berbagai aktivitas kehidupan dan rekreatif manusia dan juga untuk peletakan sarana penunjangnya. Topografi dan kemiringan lahan sangat mempengaruhi sirkulasi air dan sistem drainase pada tapak, karena topografi akan menentukan bagaimana aliran
36
air mengalir melewati tapak dan air limpasan (berlebih) dikeluarkan dari dalam tapak. Pada saat air surut air hujan yang turun mengalir ke arah sungai namun air akan tertahan apabila air sungai pasang.
VI.2.2.2. Tanah Berdasarkan data sekunder yang telah didapat kondisi tanah secara umum di wilayah Kecamatan Banjarmain Tengah ialah aluvial yang memiliki ciri-ciri khusus yaitu kandungan bahan organiknya rendah, reaksi tanahnya masam sampai netral, struktur tanahnya pejal dan memiliki sifat struktur yang keras pada kondisi kering dan teguh pada kondisi lembab. Secara umum tanah ini memiliki kesuburan yang cukup namun karena sering terendam oleh air sungai dan hujan menyebabkan tanah ini kurang baik jika langsung digunakan sebagai media tanam.
VI.2.2.3. Vegetasi dan Satwa Vegetasi yang ada di tapak didominasi oleh tanaman introduksi bekas pembangunan taman Banjarmasin Park antara lain, Angsana (Pterocarpus indicus), Pohon Flamboyan (Delonix regia), Palem Raja (Roystonia regia), Batavia (Jatropha pandorifolia), Dadap Merah (Erithriyna cristagalii), Ketapang (Terminilia catappa), Bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan Rumput gajah mini (Axonopus compresus). Adapun vegetasi lain yang terdapat pada tapak ialah tanaman yang telah ada sebelum pembangunan Banjarmasin Park seperti, Pohon Beringin (Ficus benjamina), Pohon Mangga (Mangifera indica), Seruni Rambat (Widelia biflora) dan Alang-Alang (Imperata cylindrica) (Gambar12). Kondisi vegetasi yang ada cukup baik namun karena tidak terawat kesan semak belukar sangat terlihat pada tapak. Hal ini dapat dilihat jelas di kawasan bekas Banjarmasin Park yang berada di tengah tapak. Padahal tanaman yang ada membutuhkan perawatan yang cukup intensif karena merupakan tanaman introduksi dari luar kawasan Kota Banjarmasin (Gambar 13).
37
Gambar 12. Beberapa Jenis Vegetasi pada Tapak
Pada waktu tertentu dapat dilihat burung elang terbang melintas di sekitar tapak. Burung ini terbang pada waktu pagi dan sore hari, sesekali pada waktu siang dan mereka terbang dari arah barat untuk mencari ikan di sungai. Selain burung elang, burung walet juga terlihat terbang melintas sepanjang sungai. Ketika pagi dan sore hari pada tapak dapat terdengar suara sekumpulan burung walet dan ini dapat menjadi elemen akustik yang dapat menambah nilai dari tapak. Sedangkan pada tapak hanya ditemukan serangga-serangga kecil seperti kupukupu dan kumbang.
Gambar 13. Peta Sebaran Vegetasi pada Tapak
38
VI.2.2.4. Iklim Mikro Secara umum kondisi iklim mikro tapak terasa panas. Pada pagi hari sebagian area tapak mendapat semi naungan dari bangunan yang ada di sebelah timur tapak. Namun pada siang dan sore hari hampir semua area tapak tersinari matahari ini dikarenakan tapak terekspose matahari dan tidak adanya naungan pada tapak yang sebagian besar area terbuka. Area tapak yang mendapat naungan hanya pada area bekas Banjarmasin Park yang ternaungi oleh vegetasi. Selain itu arah angin pada sekitar tapak dapat diklasifikasi menjadi dua bagian yaitu angin yang berasal dari koridor sungai maupun angin yang berasal dari koridor jalan. Angin yang berasal dari koridor sungai bertiup dari arah selatan menuju tapak sedangkan angin yang berasal dari koridor jalan bertiup dari arah timur menuju tapak.
IV.2.3. Kondisi Sosial dan Budaya IV.2.3.1. Potensi Pengunjung Berdasarkan penggunaan lahan di sekitar tapak sebagian besar adalah permukiman dan beberapa bagian yang lain merupakan kawasan perdagangan, perkantoran dan sekolah. Dengan demikian potensi pengguna tapak berasal dari masyarakat atau penduduk sekitar, anak sekolahan, karyawan kantor dan tentunya masyarakat kota.
Gambar 14. Kegiatan yang Dilakukan Pengunjung di Sungai Martapura
39
Keberadaan tapak yang berbatasan langsung dengan Sungai Martapura merupakan potensi eksisting tapak yang secara tidak langsung dapat memberikan keuntungan bagi pengunjung untuk datang melalui dua jalur transportasi yakni jalur sungai dan darat (Gambar 14). Saat ini pengunjung yang datang hanya melalui jalur darat, ini dikarenakan belum adanya fasilitas yang mendukung pengunjung yang menggunakan moda transportasi sungai. Padahal pada waktu tertentu banyak masyarakat yang sengaja menggunakan moda transportasi sungai secara masal melewati tapak (Sungai Martapura) untuk pergi dan pulang berwisata di Kawasan wisata Pasar Terapung dan Sungai Barito. Hal ini dapat merupakan potensi tapak dapat sebagai tempat singgah selepas pengunjung pulang dari Kawasan Pasar Terapung. Jenis aktivitas yang dilakukan pengunjung pada tapak dapat dilihat pada gambar 15.
Gambar 15. Kegiatan yang dilakukan Pengunjung pada Tapak
Dari kondisi eksisting pengguna tapak saat ini, dapat diambil kesimpulan dari segi aktivitas, waktu dan ruang. Masyarakat yang tergolong dewasa umumnya menggunakan ruang yang teduh atau ternaungi oleh pohon atau bangunan. Aktivitas yang dilakukan antara lain, bersantai, berkumpul bersama, beristirahat serta melihat pemandangan. Jenis aktivitas ini tergolong aktivitas rekreasi pasif. Selain itu masyarakat menggunakan ruang terbuka ini untuk melakukan rekreasi aktif seperti, memancing, berenang, mandi dan bersepeda.
40
Untuk pengguna anak-anak umumnya hanya berlari-lari, jalan-jalan bersama orang tua, berenang dan sebagainya. Khusus untuk pengguna anak-anak perlu diakomodasikan suatu ruang tersendiri agar lebih aman dan nyaman. Umumnya intensitas tertinggi pengunjung datang pada sore hari, karena suhu udara disekitar tapak cukup nyaman. Pengunjung yang datang dominan berasal dari lingkungan sekitar tapak dan masyarakat Kota Banjarmasin, bahkan ada beberapa pengunjung berasal dari luar Kota Banjarmasin yang sengaja datang untuk hanya sekedar menikmati pemandangan dan suasana Sungai Martapura.