z
Gambar 2 Hubungan Kadar Gula dengan Waktu Fermentasi pada Nanas
Berdasarkan Gambar 1 dan 2, kadar gula pisang dan nanas mengalami penurunan setelah proses fermentasi. Penurunan tersebut dikarenakan bakteri Zymomonas mobilis telah memanfaatkan glukosa yang ada menjadi etanol (C2H5OH). Sebagai contoh, pada hari ke tiga dengan penambahan 0,5 ml H2SO4 kadar gula pisang adalah 8,68% dan mengalami penurunan menjadi 2,81% pada hari ke sebelas.
Pengujian Kadar Etanol Sampel setelah proses fermentasi akan terbentuk 3 lapisan, yaitu lapisan bawah adalah endapan protein, lapisan tengah berupa air dan lapisan teratas adalah etanol (Nurhartika, 2011). Pengujian kadar etanol dilakukan dengan metode AOAC (Association of Official Analytical Chemistry) yang akan diujikan di Laboratorium BPKI Surabaya. Metode AOAC ini merupakan metode yang menggunakan pengukuran berat jenis dengan alat piknometer. Hasil kadar etanol pada pisang dan nanas dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 3 Kadar Etanol (%) Pisang
Hari ke 3 5 7 9 11
% Kadar Etanol dengan Penambahan H2SO4 H2SO4 0,5 ml 1,65 2,48 4,36 7,65 7,2
H2SO4 1 ml 3,42 4,66 6,11 9,56 9,48
H2SO4 1,5 ml 3,46 4,72 6,3 9,62 9,52
Tabel 4 Kadar Etanol (%) Nanas
Hari ke 3 5 7 9 11
% Kadar Etanol dengan Penambahan H2SO4 H2SO4 0,5 ml 2,06 3,2 5,86 8,82 8,76
H2SO4 1 ml 3,88 6,12 7,21 10,46 10,22
H2SO4 1,5 ml 3,86 6,15 7,24 10,52 10,2
7
Terjadi perubahan kandungan kadar etanol selama penelitian berlangsung, perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar etanol pada sampel pisang, untuk penambahan H2SO4 1,5 ml memiliki kandungan etanol yang lebih besar jika dibandingkan dengan H2SO4 0,5 ml dan H2SO4 1 ml. Perbedaan tersebut telah dapat dilihat pada hari ke tiga waktu fermentasi, kadar etanol H2SO4 0,5 ml, 1 ml, 1,5 ml berturut-turut adalah 3,46%, 1,65% 3,42%. Begitu juga dengan sampel nanas yang memiliki kandungan etanol terbesar adalah pada penambahan H2SO4 1,5 ml. Kadar etanol yang dihasilkan pisang berkisar 9% dan nanas berkisar 10%, etanol yang dihasilkan pada proses fermentasi biasanya dihasilkan sekitar 10-14% (Kurniawan, 2010). Untuk mendapatkan etanol dengan konsentrasi yang lebih tinggi, larutan (sampel) harus disuling (didestilasi). Dengan penyulingan dapat diperoleh etanol yang kadarnya mencapai kurang lebih 95%. Jadi proses produksi etanol dapat dibagi dalam dua tahapan, yaitu tahapan produksi etanol secara fermentasi dan tahapan penyulingan etanol (Jumari dkk. 2009). Pada penelitian ini proses produksi etanol dilakukan hanya sampai pada tahapan fermentasi. Penurunan kadar etanol pada sampel pisang dan nanas terjadi pada hari yang sama, yaitu pada hari ke sebelas waktu fermentasi. Penurunan tersebut dikarenakan nutrisi untuk pembiakan sudah habis, sehingga bakteri memakan etanol dan menghasilkan asam asetat. Selain itu, ketersediaan glukosa dalam media fermentasi jumlahnya sudah mulai berkurang, sehingga bakteri Zymomonas mobilis hanya mengkonsumsi sisa glukosa yang ada dari waktu inkubasi sebelumnya dan etanol yang terbentuk mengalami oksidasi sehingga terbentuk asam asetat.
Perhitungan Etanol (%) Sampel dalam 1 botol berisi 50 ml, baik untuk sampah nanas maupun pisang dengan perbandingan sampah dan air adalah 75% : 25%. Berikut ini perhitungan sampah pisang dan nanas yang menghasilkan kadar etanol tertinggi dengan penambahan H2SO4 0,5 ml yang menghasilkan kadar etanol optimum yaitu 1,5 ml untuk menghasilkan 1 L etanol. Sampah Pisang Densitas sampah pisang = 0,54 kg/L Suhu = 30°C Kadar etanol = 9,62 % Perbandingan sampel dan air 75% : 25% = 3 : 1
8
untuk 1 L etanol membutuhkan: = = 10,4 L sampel untuk 10,4 L sampel dibutuhkan : = 2,6 L air dan 7,8 L sampah karena satuan sampah dalam kg maka: = 7,8 L x 0,54 kg/L = 4,2 kg sampah pisang Sampah Nanas Densitas sampah pisang = 0,98 kg/L Suhu = 29°C Kadar etanol = 10,52 % Perbandingan sampel dan air 75% : 25% = 3 : 1 untuk 1 L etanol membutuhkan: = = 9,51 L sampel untuk 9,51 L sampel dibutuhkan: = 2,4 L air dan 7,1 L sampah karena satuan sampah dalam kg maka: = 7,1 L x 0,98 kg/L = 6,9 kg sampah pisang Jadi, untuk dapat menghasilkan 1 L etanol pada kadar 9,62% maka dibutuhkan 4,2 kg sampah pisang dan untuk 1 L etanol pada kadar 10,52% maka dibutuhkan 6,9 kg sampah nanas.
Analisa Produksi dan Potensi Sumber Etanol Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa untuk menghasilkan 1 liter etanaol dengan kadar etanol 9,62% untuk sampah pisang membutuhkan 4,2 kg sampah pisang. Sedangkan untuk menghasilkan 1 liter etanaol dengan kadar etanol 10,52% untuk sampah nanas membutuhkan 6,9 kg sampah nanas. Berikut adalah Tabel 5 perhitungan biaya produksi etanol sampah pisang per hari dengan diketahui: -
Volume sampel 50 ml 9
-
Biaya listrik Rp. 650/kwh
-
Biaya air Rp. 2.300/m3
-
Biaya H2SO4 Rp. 598/ml
-
Biaya NaOH Rp. 60/ml
-
Densitas air 1.000 kg/m3 Tabel 5 Biaya Produksi per ml No
Jenis Biaya
Jumlah
Harga Satuan
1
H2SO4
1,5 ml
Rp. 598/ml
Rp. 897
2
NaOH
2,75 ml
Rp. 60/ml
Rp. 165
3
Listrik
900 watt
Rp. 650/kwh
4
Air Bersih
0,25 kg
3
Rp. 2.300/m
Total
Rp. 790 Rp. 0,575
Total biaya
Rp. 1.853
Biaya produksi per ml
Rp. 385
Berdasarkan perhitungan diperoleh total biaya Rp. 1.852 untuk menghasilkan 4,81 ml, maka biaya produksi untuk 1 ml adalah Rp 385. Sedangkan untuk 1000 ml (1L) membutuhan biaya produksi sebesar Rp. 385.000. Harga jual etanol adalah Rp 5.000 per liter. Jika dilihat harga produksi yang cukup besar, kurang sebanding dengan harga jual yang hanya Rp. 5.000 per liter. Akan tetapi, adanya perkembangan dalam pembuatan etanol maka memungkinkan harga produksi nantinya akan sebanding dengan harga jual.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bawha, kadar etanol tertinggi pada sampah pisang dan nanas dengan penambahan H2SO4 0,5 ml, 1ml dan 1,5 ml terjadi pada hari kesembilan. Penambahan H2SO4 pada sampah pisang dan nanas yang menghasilkan kadar etanol tertinggi adalah dengan penambahan H2SO4 1,5 ml dengan waktu optimum fermentasi adalah hari ke sembilan. Untuk menghasilkan 1 L etanol 9,62% membutuhkan 4,2 kg sampah pisang dan untuk 1 L etanol 10,52% membutuhkan 6,9 kg sampah nanas. SARAN Saran untuk penelitian selanjutnya, dapat melakukan kontrol pada suhu selama proses fermentasi dan penambahan variasi pada keadaan sampah yang akan digunakan. Selain itu, untuk mendapatkan pengocokan yang optimal pada saat proses hidrolisis maka dapat dilakukan dengan menggunakan alat Digital Platform Shaker. Terakhir, diperlukan kontrol tanpa H2SO4 dan untuk memperoleh hasil etanol yang lebih tinggi perlu dilakukan destilasi bertingkat. 10
DAFTAR PUSTAKA Awwalurrizki, N dan Putra, S. R. 2008. Hidrolisis Sukrosa Dengan Enzim Invertase Untuk Produk Etanol Menggunakan Zymomonas mobilis. Prosiding Skripsi FMIPA-ITS. Surabaya. Evelyn., Heltina, D. dan Ramadhan, H. 2010. Pembuatan Bioetanol Dari Sari Buah Nenas (Ananas Comosus L Merr) Secara Fermentasi. Fakultas Teknik Universitas Riau. Fessenden RJ dan Fessenden Js. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Binapura Aksara. Gunasekaran P dan K.C.Raj. 1999. Fermentation Technology Zymomonas mobilis. Departemen of Microbial Technology, School of Biology Science Mandurai Kamaraj University, India. Hasri, D. 2008. Makalah Seminar Pengembangan Industri Biofuel. Bogor. Jumari, A., Wibowo, W.A., Handayani dan Ariyani, I. 2009. Pembuatan Etanol Dari Jambu Mete Dengan Metode Fermentasi. Teknik Kimia FT-UNS. Jusuf, R. 2011. Pisang Di atas sadel. http://b2w-indonesia.or.id/bacanote/pisang_di_atas_sadel. Kurniawan, A.P. 2010. Pembuatan Etanol dari Sampah Pasar Melalui Proses Hidrolisis Asam dan Fermentasi Bakteri Zymomonas mobilis. Jurusan Teknik Lingkungan FTSPITS, Surabaya. Kusnadi., Syulasmi, A., dan Adisendjaja, Y.H. 2009. Pemanfaatan Sampah Organik Sebagai Bahan Baku Produksi Bioetanol Sebagai Energi Alternatif. Jurusan Pendidikan Biologi. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Kusuma, I.G.B.W. 2010. Pengolahan Sampah Organik Menjadi Etanol dan Pengujian Sifat Fisika Biogasoline. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Udayana: Bali. Necolsen,G.
2011.
Manfaat
Buang
Pisang
Bagi
Tubuh
Kita.
http://www.necolsen.com/2011/02/manfaat-luar-biasa-buah-pisang-bagi.html. Nugraha, N (2008). Pengaruh Penambahan Inokulum Jamur Hasil Isolasi dari Sampah Organik terhadap Kecepatan Waktu Pengomposan Sampah Organik Secara Aerobik. Skripsi sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan. Nurhartika, S. 2011. Mengolah Singkong Menjadi Bioetanol. Biologi ITS. Surabaya. Pramono, S.S (2004). Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan di Negara-negara Berkembang. Jakarta: Universitas Gunadarma.
11
Puspita, E.M., Silviana, H., dan Ismail, T. 2010. Fermentasi Etanol Dari Molasses Dengan Zymomonas mobilis Pada K-Karaginan. Jurusan Teknik Kimia FTI ITS. Surabaya. Retno, D.T dan Nuri, W. 2011. Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Pisang. Jurusan Teknik Kimia FTI UPN Veteran. Yogyakarta. Sugiarti. 2007. Pengaruh Waktu Fermentasi Dan Dosis Ragi Terhadap Kadar Alkohol Pada Fermentasi Sari Umbi Ketela Pohon (Manihot Utilissima Poh) Varietas Randu. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Wulandari, E. 2010. Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Etanol Dan Kadar Glukosa Hasil Fermentasi Kulit Buah Nanas (Ananas comosus). Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
12