Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
FUNGSI PIDANA DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN Oleh : Putu Sekarwangi Saraswati, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract Criminal law functionalization ideally be placed as the last (ultimum remidium). The use of criminal law in the practice of criminal law enforcement should be carried out after various other legal fields to condition the public to return to subservience and comply with the law, considered to be effective anymore. Thus the function of criminal law in the theory is often also referred to as a function of subsidiarity. The use of criminal law for crime prevention needs to pay attention to the function of the criminal law that subsidiary, the criminal law is used only when other measures expected to give less satisfactory results or less appropriate. Keywords : Crime Prevention, Ultimum Remidium, The Function of the Criminal Law. Abstrak Secara ideal fungsionalisasi hukum pidana haruslah ditempatkan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium). Penggunaan hukum pidana dalam praktik penegakannya, seharusnya dilakukan setelah berbagai bidang hukum yang lain untuk mengkondisikan masyarakat agar kembali kepada sikap tunduk dan patuh terhadap hukum, dinilai tidak efektif lagi. Fungsi hukum pidana yang demikian dalam teori seringkali pula disebut sebagai fungsi subsidiaritas. Artinya, penggunaan hukum pidana itu haruslah dilakukan secara hati-hati dan penuh dengan berbagai pertimbangan secara komprehensif. Penggunaan hukum pidana untuk penanggulangan kejahatan perlu memperhatikan fungsi hukum pidana yang subsider, yaitu hukum pidana baru digunakan apabila upaya-upaya lainnya diperkirakan kurang memberi hasil yang memuaskan atau kurang sesuai. Kata Kunci : Pencegahan Kejahatan, Ultimum Remidium, Fungsi Hukum Pidana.
A. PENDAHULUAN Masalah
jaman
perkembangan itu, akan dapat berakibat
seringkali membawa ketidakstabilan dan
cukup fatal dan sering mengambil jalan
menimbulkan
dalam
pintas, yaitu dengan berbuat sesuka hati
Lebih-lebih
atau melakukan suatu kejahatan atau suatu
terhadap mereka-mereka yang tidak siap
tindakan yang tergolong kriminal, sebagai
mental dan moral untuk menghadapi
kompensasi dari jiwa dan moral serta
kehidupan
modernisasi
kegoncangan masyarakat.
139
140
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
fikiran yang belum siap atau belum dapat
dan psikotropika, tindak pidana perbankan,
menyesuaikan diri dengan perkembangan
tindak pidana korupsi dan lain-lain. Dari gejala (fenomena) tersebut di
perubahan itu. Kemajuan ilmu pengetahuan dan penggunaan teknologi dewasa ini, telah menimbulkan dampak negatif, misalnya terjadinya pergeseran-pergeseran nilainilai
sosial
budaya
atau
adat-
istiadat/kebiasaan dan etika, moral serta agama. Belum lagi akibat pengaruh dengan
adanya
kepadatan
jumlah
penduduk, masalah urbanisasi, kurangnya kuantitas
dan
kualitas
diri
sendiri,
lemahnya mental dan moral manusia, juga dapat
sebagai
pemicu
timbulnya
kefrustasian atau keputusasaan manusia dalam
menghadapi
hidup
dan
kehidupannya. Contoh dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahyan dan teknologi misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan penggunaan
teknologi
perekonomian
misalnya,
menimbulkan
berbagai
kriminalitas,
sepertinya
dibidang
atas memang tepat sebagaimana dikatakan oleh Sudarto bahwa, yang ada nampak seolah-olah
kemajuan
perekonomian
tersebut disertai secara membandelnya oleh kemajuan aktifitas kejahatan dan hampir dapat dikatakan bahwa, kemajuan pada sektor ekonomi itu sendiri adalah merupakan biang daripada kriminalitas 1 . Di samping itu, kriminalitas itu sendiri tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan
masyarakat.
Meskipun
banyak pendapat mengenai penyebab dari pada kejahatan masyarakat, namun suatu hal yang pasti adalah “kejahatan itu merupakan salah satu bentuk dari pada aktifitas tingkah laku manusia yang mengalami perkembangan yang sejajar dengan perkembangan masyarakat”2. R.Soesilo
menyatakan
bahwa
dapat
kejahatan dari aspek yuridis adalah suatu
macam
perbuatan/tingkah laku yang bertentangan
terjadinya,
pembunuhan, pencurian dengan kekerasan dan pemberatan, tindak pidana narkotika
1
Sudarto, 1984, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung, hal. 32. 2 Romli Atmasasmita, 1983, Kapita Selekta Kriminologi, Armico, Bandung, hal. 8.
140
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
dengan undang-undang, sedangkan secara
menimbulkan berbagai macam kerugian,
sosiologis kejahatan itu adalah merupakan
baik bersifat kebendaan maupun tidak,
perbuatan atau tingkah laku yang selain
seperti terhadap nyawa seseorang yang
merugikan si penderita, juga sangat
menjadi korban kejahatannya.
merugikan
masyarakat
yaitu
berupa
Hukum pidana sebagai ultimum
hilangnya keseimbangan ketentraman dan
remedium
ketertiban 3 . Dengan demikian, penjahat
peradilan digunakan sebagai upaya untuk
dengan kejahatan dewasa ini tidak dapat
menanggulangi kejahatan, apabila tidak
dibiarkan begitu saja karena telah begitu
ada upaya-upaya hukum lain yang dapat
banyak menimbulkan kerugian material
dan
maupun immaterial. Penjahat dengan
kejahatan. Terkait dengan hal ini, Prof.
kejahatannya juga telah menimbulkan
Sudarto mengatakan bahwa pidana itu
keresahan, kecemasan, kegoncangan dan
adalah
perasaan
dibebankan
yang
selalu
khawatir
bagi
seringkali
mampu
untuk
“penderitaan kepada
dalam
mengatasi
yang orang
praktek
suatu
sengaja yang
masyarakat umum, disamping itu juga
melakukan perbuatan yang memenuhi
menimbulkan rasa ketidak tenangan, rasa
syarat-syarat tertentu”. Demikian juga
ketidak amanan atau kedamaian dalam
seperti yang dikemukakan oleh Prof.
kehidupan masyarakat.
Roeslan Saleh yaitu “bahwa pidana itu
Setiap penjahat dan kejahatannya,
adalah reaksi atas delik dan ini berwujud
sudah tentu akan menerima cemohan dari
suatu
nestapa
yang
dengan
sengaja
masyarakat dan akibat hukum sesuai
ditimpakan negara kepada pembuat delik
dengan perbuatan jahat yang dilakukan
itu”4.
oleh seseorang. Sebab penjahat dan kejahatannya telah begitu banyak dapat 4
3
B. Bosu, 1982, Sendi-Sendi Kriminologi, Usaha Nasional, Surabaya-Indonesia, hal. 20-22.
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, hal. 2.
141
142
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
Melihat penjahat
dan
dengan
memperhatikan yang
hal inilah yang dimaksudkan dengan
semakin berkembang modus operandinya
system dua jalur atau double track system
dewasa ini, dimana para pelaku sudah
yaitu adanya sanksi pidana dan sanksi
tidak
tindakan. Dimana sanksi pidana itu
mengenal
pendidikan.
kejahatannya
Dikalangan para sarjana hukum pidana,
batasan
usia/umur,
derajat/martabat,
jenis
sesungguhnya bersifat reaktif terhadap
kelamin atau status sosial, maupun objek
suatu
dan
dari
tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap
maka
pelaku perbuatan tersebut. Sanksi pidana
sudah tentu akan timbul suatu pertanyaan :
itu ditujukan pada perbuatan salah yang
Apakah fungsi sanksi pidana masih dapat
telah
mempengaruhi seseorang untuk tidak
pengenaan
melakukan suatu kejahatan ?
bersangkutan menjadi jera, sedangkan
akibat
dilakukannya
yang
ditimbulkan
suatu
kejahatan,
perbuatan,
dilakukan
sedangkan
seseorang
penderitaan
agar
sanksi
melalui yang
sanksi tindakan lebih terarah pada upaya B.
PEMBAHASAN memberikan pertolongan pada pelaku Perkembangan
hukum
pidana
agar ia berubah5.
dewasa ini telah pula berorientasi pada Kita
juga
mengetahui
bahwa,
perbuatan dan si pelaku itu sendiri, hukum pidana dalam arti yang objektif sehingga sanksi pidana yang dijatuhkan (ius poenale), yaitu hukum pidana dilihat atas suatu kesalahan, tidak saja bersifat dari aspek larangan berbuat, larangan menderitakan, tetapi bagaimana membuat mana diserai dengan ancaman pidana bagi si pelaku itu menyadari dan menginsyafi siapa yang melanggar larangan tersebut perbuatan, dan tindakan apa yang dapat (sama dengan dalam pengertian yang dilakukan
terhadap
terpidana
setelah 5
pidana itu dijatuhkan atas kesalahannya.
M. Sholehuddin, 2003, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System & Implementasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 17.
142
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
materiil).
Hazewinkel
Suringa
yang
mengikat
semua
mampu
sejumlah
baiknya, agar aturan-aturan itu ditegakkan
hukum
yang
dengan
serta
menyatakan bahwa, ius poenale ini adalah peraturan
menjalankan
warga,
mengandung larangan dan perintah atau
dan
keharusan yang terhadap pelanggarannya
terjaminnya ketertiban umum. Dengan
diancam
demikian,
dengan
pidana
bagi
si
dilaksanakan
sebaik-
secara
pelanggaranya. Sedangkan hukum pidana
memiliki
dalam arti subjektif (ius poeniendi), dalam
kekuasaan
arti aturan yang berisi atau mengenai hak
fundamental, yaitu :
dan kewenangan Negara untuk : 1.
2.
3.
Menentukan larangan-larangan dalam upaya mencapai ketertiban umum. Memberlakukan (sifat memaksanya) hukum pidana yang wujudnya dengan menjatuhkan pidana kepada si pelanggar larangan tersebut. Menjalankan sanksi pidana yang telah dijatuhkan oleh Negara pada sipelanggar hukum pidana tadi. Dengan
melihat
1.
dan
dalam
rangka
subjektif
memegang
sebagai
suatu
Negara 3
(tiga)
hak
yang
Hak untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang dilarang dan menentukan bentuk serta berat ringannya ancaman (sanksi pidana) bagi pelanggarnya. Hak untuk menjalankan hukum pidana dengan menuntut dan menjatuhkan pidana pada sipelanggar aturan hukum pidana yang telah dibentuk tadi. Hak untuk menjalankan sanksi pidana yang telah dijatuhkan pada pembuatnya/petindaknya tersebut6.
2.
3.
pengertian Pidana
pada
hakekatnya
tersebut diatas, maka hanya Negara mempunyai dua tujuan utama yaitu sebagai suatu kekuasaan yang tertinggi, “untuk
mempengaruhi
tingkah
laku
terbesar dan terkuat yang berhak dan (gedragsbeinvloeding) dan penyelesaian berwenang untuk menentukan hukum pidana dan menjalankannya, dalam arti 6
hanya Negara satu-satunya subjek hukum yang boleh membentuk aturan-aturan
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1, Stelse Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 9-10.
143
144
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
konflik (conflict toplossing)”
7
. Teori
mempunyai dasar pikiran bahwa hukum
absolut dalam hukum pidana sebagaimana
atau keadilan merupakan kenyataan, maka
yang dianut oleh Kant, Hegel, Herbart,
apabila
Stahl, yang pada garisnya besarnya
kejahatan, itu berarti ia menyangkal
mencari dasar pembenaran dari pidana
adanya hukum atau keadilan dan hal itu
pada kejahatan itu sendiri, yaitu suatu
diangap
akibat yang wajar, yang timbul dari setiap
demikian
perbuatan. Sehingga tujuan yang ingin
keadilan itu harus dilenyapkan dengan
dicapai disini adalah setiap perbuatan
ketidak
jahat itu harus pula dibalas atau diganjar
menjatuhkan pidana, karena pidana itupun
dengan hukuman yang setimpal dengan
merupakan suatu ketidak adilan. Herbart
perbuatannya, sedangkan tujuan daripada
mempunyai dasar pikiran bahwa apabila
pemidanaan itu sendiri belum mendapat
orang melakukan kejahatan, berarti ia
perhatian. Oleh karena itu, teori ini sering
menimbulkan rasa tidak puas kepada
pula dianggap sebagai teori pembalasan
masyarakat.
terhadap para pelaku suatu kejahatan atas
kejahatan, maka masyarakat itu harus
pidana yang dijatuhkan, karena pidana itu
diberikan
sesuai dengan kehendak Tuhan Yang
menjatuhkan pidana, sehingga rasa puas
Maha Esa. Kant mempunyai dasar pikiran
dapat dikembalikan lagi. Sedangkan Stahl
bahwa kejahatan itu menimbulkan ketidak
mempunyai jalan fikiran bahwa Tuhan
adilan, maka ia harus dibalas dengan
menciptakan Negara sebagai wakil-Nya
ketidak adilan pula dan pidana itu
dalam
merupakan tuntutan mutlak dari hukum
hukum didunia, kepada penjahat harus
dan
Hegel
dijatuhi pidana, agar ketertiban hukum itu
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.cit,
dipulihkan kembali. Dengan demikian,
kesusilaan, 7
sedangkan
ada
orang
tidak
yang
masuk
keadaan
adilan
akal.
yang
pula,
Dalam
kepuasan
melakukan
Dengan
menyangkal
yaitu
hal
dengan
terjadinya
dengan
menyelenggarakan
cara
ketertiban
hal. 9.
144
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
pendapat para sarjana tersebut diatas
memperbaiki
bersifat subjektif yaitu pembalasannya
penjahatanya itu sendiri tidak mampu
ditujukan kepada kesalahan sipembuat
untuk melakukan kejahatan-kejahatan itu
karena tercela, serta bersifat objektif
lagi. Menurut Grolman sebagai penganut
bahwa pembalasan itu juga ditujukan
teori
kepada
menyatakan bahwa, tujuan dari pidana
perbuatan
apa
yang
telah
dilakukan oleh orang tersebut8.
dan
dengan
pencegahan
membuat
khusus
yang
adalah untuk melindungi masyarakat,
Didalam teori tujuan, yang mencari
dengan membuat penjahatnya menjadi
dasar pembenaran dari suatu pidana itu
tidak berbahaya atau dengan membuat
semata-mata pada satu tujuan tertentu,
penjahatnya
seperti
melakukan sesuatu kejahatan kembali9.
memulihkan
kerugian
yang
itu
menjadi
jera
untuk
ditimbulkan dari suatu kejahatan dan
Hukum pidana dengan tujuan
tujuan untuk mencegah agar orang lain
untuk melindungi masyarakat, sudah tentu
tidak melakukan kejahatan. Selanjutnya
menghendaki adanya suatu keamanan,
dalam hukum pidana, teori ini dapat
ketertiban
dibagi 2 (dua) yaitu : teori pencegahan
dimaksudkan disini adalah agar setiap
umum (algemene preventie theorieen),
individu
yaitu yang ingin dicapai dalam hal ini
ketakutan akan kemungkinan terjadinya
adalah semata-mata untuk membuat jera
suatu bahaya yang tidak diinginkan.
setiap orang agar tidak melakukan suatu
Ketertiban disini adalah merupakan suatu
kejahatan dan teori pencegahan khusus
keadaan agar terciptanya hubungan antar
(bijzondere preventie theorieen), yaitu
individu (orang-perorangan), yang serba
yang ingin dicapai dalam hal ini adalah
teratur dan berlangsung menurut ukuran-
disamping membuat jera, juga dengan
ukuran yang saharusnya atau sepatutnya.
8
Bambang Poernomo, 1978, Asas-Asas Hukum Pidana, GhaliaIndonesia, Jakarta, hal. 22.
9
dan
keadilan.
memiliki
rasa
Keamanan
bebas
dari
Lamintang, 1984, Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung, hal. 12-16.
145
146
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
Didalam mencapai suatu kondisi yang
menjamin kebebasan setiap orang untuk
aman, hukum pidana harus berperan
menggunakan hak dan melaksanakan
sebagai pisau penghancur segala jenis dan
suatu
bentuk kriminalitas secara represif dan
mengawasi
preventif. Sedangkan didalam mencapai
membatasi kebebasan tersebut agar tidak
tujuan ketertiban, maka hukum pidana itu
mengganggu kebebasan dan kepentingan
harus berperan sebagai 1) sesuatu yang
orang lain. Sedangkan keadilan menurut
dapat
setiap
hukum adalah suatu nilai yang merupakan
individu, 2) harus pula dapat menunjukan
titik keserasian antara kepastian hukum
tentang perbuatan apa saja yang diancam
(ketegasan penerapan hukum itu sendiri,
dengan pidana, 3) adanya pengecualian
dimana hukum itu berlaku terhadap semua
dari suatu perbuatan yang tidak diancam
orang) dan kesebandingan hukum (adanya
dengan pidana dan 4) jenis pidana apa
kesetaraan
yang harus diterima oleh setiap pelaku
menjatuhkan hukuman terhadap seseorang
suatu
menurut
sepadan dengan kesalahannya serta latar
merupakan
belakang yang menyebabkannya berbuat
mempengaruhi
kejahatan.
pandangan suatu
nilai
umum yang
prilaku
Keadilan adalah
tampak
sebagai
kewajibannya, dan
atau
tetapi bila
sekaligus
perlu
kesetimpalan
juga
dalam
kesalahan itu)10.
keamanan dan ketertiban seseorang dalam
Kita
juga
hukum
mengetahui pidana
semua
menggunakan hak dan melaksanakan
bahwa,
kewajibannya dalam batas-batas yang
melindungi
dibenarkan oleh hukum. Suatu keadaan
melindungi
yang dikatakan adil bilamana keadaan
terutama yang berkaitan dengan hak asasi
tersebut adalah suatu kebijaksanaan, yang
manusia, misalnya tidak dipidana lebih
kepentingan kepentingan
disamping umum,
juga
individu,
dihasilkan oleh suatu keleluasaan (dalam 10
arti
policy)
yang
pada
hakekatnya
Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim, 1982, Filsafat Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab, Rajawali, Jakarta, hal. 4-6.
146
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
berat
daripada
kesalahan
yang
sosial, juga berfungsi sebagai sarana
dilakukannya, tidak dituntut dua kali atas
untuk
perbuatan yang sama, tidak dituntut dan
sebagaimana
dijatuhi pidana atas suatu kejahatan yang
Pound
telah
diberlakukannya
engineering).
tidak
bersalah
sosial kontrol adalah merupakan aspek
(asas/prinsip presumption of innocence.
yuridis normatif dari suatu kehidupan
Oleh karena itu, setiap orang yang
sosial masyarakat atau dapat disebut
melakukan
suatu
pemberi definisi dari tingkah laku yang
disamping
melanggar
daluarsa,
asas/prinsip
praduga
kejahatan,
berarti
kewajibannya
mengubah
dikatakan
(laws
menyimpang
prilaku
as
a
Fungsi
serta
masyarakat
oleh tool
of
hukum
Roscoe social sebagai
akibat-akibatnya,
sendiri, juga telah melanggar hak orang
seperti larangan, perintah, pemidanaan
lain. Sudah tentu perbuatan kejahatan itu
atau ganti kerugian. Sehingga sering
akan menimbulkan kecaman, keresahan
dianggap sebagai suatu alat pengendalian
dan
keamanan,
sosial, dimana hukum dianggap berfungsi
ketertiban dan kedamaian masyarakat
untuk menetapkan tingkah laku yang baik
(umum), yang dapat dipastikan akan
dan
menerima ancaman dan sanksi pidana
menyimpang dari hukum dan memberikan
yang setimpal dengan perbuatan yang
sanksi hukum terhadap prilaku yang tidak
telah dilakukan, dengan demikian akan
baik. Fungsi hukum tersebut menampakan
muncul atau terciptanya suatu kedamaian,
keterkaitan bila dihubungkan dengan
ketentraman
keberadaan hukum pidana yang pada
kecemasan
dan
terhadap
ketenangan
serta
keadilan dalam masyarakat. Fungsi
hukum
pidana
tidak
baik
atau
prilaku
yang
dasarnya meliputi dan mengandung nilaihampir
nilai keamanan dan ketertiban sebagai
sama dengan fungsi hukum lain pada
tujuan langsung dari hukum pidana yang
umumnya, disamping sebagai kontrol
mutlak harus dicapai, kesadaran warga
147
148
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
masyarakat akan makna dan hakekat
telah bergeser dari yang konvensional ke
hukum yang kemudian dapat menjadi
modern,
sumber
pengetahuan dan penggunaan teknologi
keadilan,
kedamaian,
dengan
modus
dukungan
operandi
kesejahteraan rohaniah dan jsmaniah,
serta
sebagai tujuan akhir hukum pidana,
Sehingga sering menimbulkan kesulitan
keserasian antara kejasmanian/aspek lahir
untuk diprediksi dan dideteksi oleh aparat
dan kerohanian/aspek bathin maupun
penegak hukum dalam upaya mengatasi
kebaruan dan kelestarian harus dicapai
dan
dalam menerapkan hukum pidana.
turatama kejahatan yang terorganisir, oleh
menanggulangi
yang
ilmu
suatu
tinggi.
kejahatan,
Dengan demikian jelaslah bahwa,
karena itu dalam mengungkap suatu
hukum pidana bertujuan untuk sedapat
kejahatan, aparat penegak hukum sangat
mungkin
umum
memerlukan waktu, tenaga, beaya dan
dalam bersikap tindak yang serasi, baik
strategi yang tepat. Namun yang paling
berdasarkan aspek lahir maupun aspek
menyedihkan
bathin. Oleh karena dengan sikap tindak
pelaku kejahatan yang berstatus residivis,
yang demikian sajalah kepentingan umum
kembali mengulangi melakukan suatu
maupun kepentingan perorangan secara
kejahatan, baik terhadap jenis kejahatan
langsung dapat terjaga atau terlindungi
yang sama maupun tidak. Demikian pula
dari berbagai gangguan peristiwa pidana11.
akhir-akhir
membina
kesadaran
Dewasa ini telah timbul berbagai jenis
dan
akibat
kejahatan/kriminlitas meresahkan
yang
suatu sangat
ini
dengan
dalam
adanya
berbagai
pemberitaan media massa (baik cetak maupun elektronik) para pelaku suatu kejahatan
yang
masih
berstatus
mengkhawatirkan,
narapidana, tetapi dapat dan bisa berada
dimana sifat, kuantitas dan kualitasnya
diluar lembaga pemasyarakatan, bahkan
12
dan
dari
adalah
Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim, Op.cit, hal. 21.
ada yang turut kembali melakukan suatu 148
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
kejahatan. Didalam hukum pidana umum
bahkan
(KUHP) maupun dalam undang-undang
transnasional dan internasional. Akibat
pidana khusus saat ini, apabila dicermati
yang ditimbulkan pun tidak kecil, baik
dan diperhatikan, telah demikian banyak
kerugian jiwa/nyawa maupun harta benda
memuat dan mengandung sanksi pidana
dan aspek-aspek sosial ekonomi lainnya.
yang keras dan tajam (baik pidana badan,
Sudah tentu kondisi yang demikian ini
pidana denda atau pidana pengganti).
bila
Secara teori dan emperis, semestinya
kedamaian, ketenangan dan keadilan tidak
sanksi pidana itu dapat menimbulkan rasa
pernah dapat terwujud dengan baik,
takut
suatu
karena masyarakat luas akan tetap merasa
kejahatan dan menimbulkan efek jera
takut, cemas dan khawatir terhadap
serta dapat mengubah prilaku manusia.
prilaku penjahat dan kejahatannya. Dalam
Apalagi
perundang-
hubungannya dengan hal ini, agaknya ada
undangan hukum pidana yang berlaku
beberapa pendapat para sarjana hukum
saat ini, sanksi pidana yang dapat
yang mengandung suatu kebenaran dan
dijatuhkan oleh aparat penegak hukum itu,
menyatakan bahwa, nafsu penjahat dan
dapat bersifat tunggal, alternatif dan
kejahatannya
komulatif.
dibendung dan ditanggulangi
untuk
tidak
didalam
melakukan
suatu
sudah
bersifat
dibiarkan,
maka
memang
transdaerah,
ketentraman,
tidak
dapat dengan
Namun sungguh suatu yang ironis
adanya sanksi hukum yang tajam dan
dalam kenyataannya, semakin maju dan
keras, sekalipun dengan pidana seumur
tinggi peradaban manusia serta semakin
hidup atau pidana mati. Demikian pula
meningkatnya
suatu
bila dihubungkan dengan ajaran suatu
dan
agama, yang pada dasarnya melarang
kejahatannya secara kuantitas dan kualitas
setiap umat/pemeluknya untuk melakukan
semakin meningkat sifat dan jenisnya,
perbuatan-perbuatan
masyarakat,
perekonomian justru
penjahat
tercela,
seperti
149
150
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
mencuri, menganiaya/menyiksa, merampok
dan
menfitnah,
capacity) melebihi daya tampung yang
membunuh,
sesungguhnya, hal ini sering memicu
sebagainya,
perbuatan itu tidak baik
karena
keributan diantara para narapidana itu
dan akan
sendiri.
Dimana para narapidana itu
menerima celaan serta sanksi dari Tuhan
didalam
lembaga
Yang Maha Esa, namun kenyataannya
berinteraksi
tetap saja banyak umat/pemeluk suatu
berkomunikasi dengan narapidana lainnya,
agama
yang
yang
melakukan
perbuatan-
perbuatan yang demikian.
atau
melakukan
ataupun
sejenis.
pemasyarakat
akan
berhubungan
dan
kejahatan Dari
berbeda hal
ini,
Sebagaimana disebutkan diatas,
kemungkinan salah seorang dari mereka
saat ini telah banyak terjadinya kejahatan-
akan mempelajari dan bertukar pikiran
kejahatan yang sangat merasahkan dan
serta pengalaman dalam melakukan suatu
mencemaskan
kejahatan. Oleh karena itu, mungkin saja
kehidupan
masyarakat.
Dimana para pelaku kejahatanpun telah
salah
dijatuhi pidana yang telah mempunyai
memiliki atau mempunyai pengetahuan
kekuatan hukum tetap, sesuai dengan
tentang teknik-teknik atau cara-cara lain
kesalahan atau perbuatannya. Namun
yang lebih baik dalam melakukan suatu
yang sering menimbulkan masalah adalah
kejahatan.
bahwa, terjadinya suatu kejahatan dengan
seorang narapidana itu selesai menjalani
pelaku yang lebih dari seorang pelaku,
pidananya di lembaga pemasyarakatan,
yang masing-masing pelaku juga telah
tidak
dijatuhi pidana sesuai dengan perannya
melakukan kejahatan kembali dengan
dalam suatu kejahatan. Sehingga hal ini
sifat
sering
lembaga
menimbulkan kerugian yang lebih besar.
(over
Hal ini dapat dibuktikan secara faktual
menimbulkan
pemasyarakatan
penuh
suatu sesak
seorang
Kemudian
tertutup
dan
narapidana
objek
itu
setelah
kemungkinan
yang
berbeda
akan
salah
akan
dan
150
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
bahwa,
banyaknya
narapidana
yang
telah selesai menjalani pidana di lembaga
berstatus residivis, karena ia mengulangi
pemasyarakatan.
kembali
kejahatan.
terjadi didalam lembaga pemasyarakat
Mungkin ia menganggap bahwa pidana
saat ini pada umumnya adalah kelebihan
yang
daya
melakukan
dulu
pernah
suatu
diterima
dengan
Permasalahan
tampung/over
yang
kapasitas,
melakukan suatu kejahatan terlalu ringan
bercampurnya berbagai sifat dan watak
atau ia tidak puas dengan pidana yang
penjahat serta bercampurnya berbagai tipe
diterimanya dahulu, yang menyebabkan ia
atau jenis kejahatan, kurangnya sumber
tidak jera dan merasa takut untuk
daya manusia dalam melakukan tugas
menerima pidana lagi dengan melakukan
pembimbingan dan pembinaan serta tidak
kejahatan yang berbeda atau sama seperti
berjalannya
program
dahulu.
pembimbingan
dan
Telah dikatakan diatas bahwa,
integritas
pembinaan
antar
intansi terkait. Demikian pula kenyataan
sekarang ini sangat banyak sekali timbul
yang
penjahat dengan kejahatannya, dimana
mereka yang pernah dijatuhi pidana dan
terhadap penjahat dengan kejahatan telah
setelah
banyak pula dijatuhi pidana sesuai dengan
kembali mengulangi melakukan suatu
sifat dan jenis perbuatannya. Ternyata hal
kejahatan tertentu, sehingga terhadap
ini menimbulkan permasalahan terhadap
mereka disebut sebagai residivis. Oleh
lembaga
karena itu, pidana yang dulu pernah
lembaga
pemasyarakatan, penjeraan,
sebagai
pembinaan
sungguh
selesai
menyedihkan
menjalani
bahwa,
pidananya,
dan
mereka terima atas suatu kejahatan,
pembimbingan narapidana dalam upaya
nampaknya tidak memberikan hasil yang
memberikan bekal terhadap jasmani dan
positif, tidak membawa effek jera dan
rohani, agar siap dikemudian hari kembali
tidak merasa takut terhadap ancaman
hidup ditengah-tengah masyarakat bila
pidana yang tercantum dalam suatu
151
152
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
ketentuan
perundangan-undangan
atau
itu akan hidup dan bertempat tinggal.
hukum yang berlaku. Sudah tentu hal ini
Namun
menandakan bahwa, sanksi pidana itu
pengamatan penulis,
mengapa begitu
terkesan
dalam
tidak
apapun
secara
emperis
membawa
pengaruh
banyak
prilaku
manusia,
pemasyarakatan dan begitu banyak orang
terhadap
terpidana
menurut
terutama terhadap para residivis dan para
sebagai
residivis,
pelaku kejahatan yang baru
terlepas
dari adanya
Bertitik tolak dari hal ini, agaknya
pengadilan
lembaga
nampaknya
tidak
putusan-putusan
(pemidanaannya)
yang
tujuan pemidanaan dalam hubungannya
dianggap terlalu ringan terhadap mereka-
dengan teori tujuan/relatif dan teori
mereka yang melakukan suatu kejahatan.
gabungan,
disamping membuat
Dimana pidana yang dijatuhkan terhadap
penjahat jera untuk tidak melakukan suatu
suatu pelaku kejahatan, seringkali masih
kejahatan lagi atau menimbulkan rasa
sangat jauh dari ketentuan perundang-
takut untuk tidak mengulangi berbuat
undangan atau hukum yang berlaku,
jahat, juga diberikan bimbingan dan
apalagi dalam menjatuhkan pidana masih
pembinaan jasmani dan rohani sesuai
mempertimbangkan
dengan minat dan bakat terpidana tidak
bersifat subjektif, sehingga pidana yang
tercapai atau tidak dapat diwujudkan.
akan dijatuhkan bersifat jauh panggang
Padahal maksud dan tujuan diberikan
dari api. Dengan demikian, didalam alam
bimbingan dan pembinaan itu adalah agar
modernisasi jaman ini yang telah begitu
terpidana
banyak
yaitu
setelah
selesai
menjalani
munculnya
unsur-unsur
penjahat
yang
dengan
pidananya, memiliki mental dan moral
berbagai jenis atau tipe kejahatannya,
yang
yang
baik
serta
memiliki
bekal
telah
menimbulkan
keresahan,
ketrampilan dalam berintegritas dengan
kecemasan dan ketakutan masyarakat,
kehidupan masyarakat dimana terpidana
tidak ada jalan lain bagi aparat penegak 152
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
hukum harus berani menjatuhkan pidana
C. PENUTUP
yang setimpal/ sebanding atau sesuai
1.
dengan
perbuatannya
dengan
Berdasarkan pengamatan secara
ancaman pidana yang tercantum didalam
nyata, bahwa fungsi dan tujuan pidana itu
suatu ketentuan perundang-undangan atau
tidak berarti apa-apa (tidak merasa jera
hukum yang berlaku. Hal ini memiliki
dan
maksud dan tujuan semata-mata agar para
kejahatan saat ini. Padahal para aparat
penjahat itu merasa jera dan takut untuk
penegak
mengulangi
pidana, telah penuh dengan pertimbangan-
lagi
dan
Simpulan
suatu
kejahatan
takut)
bagi
hukum
para
pelaku
dalam
menjatuhkan
dikemudian hari, namun harus tetap
pertimbangan
memberikan bimbingan dan pembinaan
yuridis dan sosiologis. Bahkan didalam
jasmani dan rohani sesuai dengan bakat
lembaga
dan minat terpidana. Demikian juga, agar
dilakukan program-program pembinaan
masyarakat umum (orang lain) agar
dan bimbingan untuk memberikan bekal
merasa takut dan berpikir berulang-ulang
ketrampilan
untuk melakukan suatu kejahatan, dengan
maksud dan tujuan, kelak bila telah
dalih dan sebab apapun, kecuali kejahatan
selesai menjalani pidana, agar narapidana
itu dilakukan untuk hal-hal yang bersifat
itu memiliki bekal dan kemampuan untuk
pembelaan
mengatasi
kehormatan
dan
martabat
yang
suatu
bersifat
pemasyarakatan
bagi
hidup
pun
narapidana,
dan
telah
dengan
kehidupannya
seseorang yang datangnya dari luar
ditengah-tengah masyarakat.
kehendak yang melakukan serta kejahatan
2.
itu dilakukan sebanding/seimbang dengan
filsafat,
Saran Aparat penegak hukum, mulai dari
hal-hal yang menyebabkan terjadinya
penyidikan,
penuntut
sampai
dengan
kejahatan.
penjatuhan pidana, hendaknya dalam menghadapi penjahat saat ini, harus
153
154
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.2 September 2015
berani menjatuhkan pidana yang lebih berat, minimal tuntuan dan pidana yang dijatuhkan
mendekati
perundangan-undangan
yang
ketentuan
B. Bosu, 1982, Sendi-Sendi Kriminologi, Usaha Nasional, SurabayaIndonesia. Bambang Poernomo, 1978, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia -Indonesia.
berlaku.
Adapun maksud dan tujuannya adalah agar dapat lebih lama untuk melakukan pembinaan dan bimbingan mental, moral dan prilaku serta memberikan bekal ketrampilan bagi para terpidana didalam lembaga pemasyarakatan. Disamping itu, diharapkan agar masyarakat luas dimana terpidana itu akan
Lamintang, 1984, Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung. M. Sholehuddin, 2003, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System & Implementasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung. Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim, 1982, Filsafat Hukum Pidana Dalam Tanya Jawab, Rajawali, Jakarta.
hidup bermasyarakat, turut serta di dalam melakukan pengawasan dan pembinaan serta jangan dikucilkan, bahkan harus dilibatkan
dalam
setiap
kegiatan
Romli Atmasasmita, 1983, Capita Selekta Kriminologi, Armico, Bandung. Sudarto, 1984, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung.
masyarakat dimana bekas narapidana itu hidup bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Buku Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1, Stelsel Pidana, Tindak pidana, Teori-teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
154