FREE E-BOOK
Free E-Book EGTS | 1
S
alah satu program yang telah digulirkan oleh HR Excellency selama tiga tahun terakhir ini adalah EQ (Kecerdasan Emosional) untuk remaja dan siswa/i di sekolah. Kami menyebut program ini sebagai EQ FOR YOUTH. Saat ini, telah lebih dari lima angkatan
telah dilahirkan. Saat ini, kami memfokuskan pada para siswa SMP dan SMA. Dan para peserta yang ikutpun berasal dari berbagai latar belakang sekolah yang luar biasa: Al-Azhar, Penabur, Sekolah Pelita Harapan, Ursula, Kanisius, Tarakanita, Sekolah Global, JIS, serta berbagai sekolah negeri terkemuka lainnya. Bahkan, beberapa siswa yang menjadi peserta program ini merupakan para juara olimpiade Biologi, Kimia internasional. Sungguh kami bangga bahwa program EQ for Youth ini bisa turut memberikan inspirasi bagi pengembangan karakter rekanrekan kita dengan latar belakang yang begitu luar biasa dan mengagumkan. Saat ini, HR Excellency pun telah mulai bekerjasama dengan banyak sekolah untuk mengadakan program ini secara tahunan. Salah satunya adalah kerjasama yang baru-baru ini kita lakukan dengan Sekolah Kesatuan di Bogor. Kami menyebutkan EQ GOES TO SCHOOL (EGTS). Terus terang, perubahan zaman telah menuntut adanya pendidikan alternatif selain pendidikan akademik yang membuat suatu sekolah menjadi lebih unggul (keunggulan komparatif). Nah, salah satu sekolah yang menyadari tentang hal ini adalah Sekolah Kesatuan Bogor yang pengalaman program pengajaran EQ-nya, menjadi sumber ide untuk penulis e-book ini. Untuk itu, terima kasih setulusnya kami sampaikan pada pihak Yayasan maupun staf pengajar di Sekolah Kesatuan Bogor, khususnya untuk jenjang SMA-nya. Harapan kami, e-book yang ditulis segera setelah program terakhir yang baru-baru ini kami lakukan bersama dengan siswa/i di Sekolah Kesatuan Bogor ini bisa memberikan inspirasi bagaimana suatu sekolah, selain fokus pada akademiknya, juga turut mengembangkan karakter anak didiknya. Dengan demikian, sekolah tidak hanya menciptakan para “manusia robot” yang pintar tetapi tidak punya karakter sama sekali. Memang, EQ (Keceradasan Emosional) HANYA salah satunya saja. Dan sebenarnya, masih banyak hal yang bisa dilakukan oleh sekolah untuk mengembangkan karakter siswa/i nya. Dan semoga saja, e-book ini turut memberikan inspirasi bagi sekolah-sekolah di Tanah Air kita untuk lebih peduli lagi soal pengembangan karakter anakanak mereka! —Tim HR Excellency 2 | HR Excellency
“Jika engkau ingin hasil panen melimpah, pupuk tanamannya selagi muda bertunas.”
B
ukan cuma dalam soal mengurus ladang dan kebun saja pepatah ini berlaku. Resep kuno inipun juga mujarab dalam perkara membesarkan anak. Pakem yang mengatakan kalau
sukes
anak-anak
kita
kelak bisa mulai dipupuk lewat
pendidikan sekolah yang bermutu sudah diyakini banyak orangtua. Itulah kenapa banyak orangtua yang semakin sadar untuk menceburkan anak-anak mereka ke sekolahsekolah mentereng dengan harapan nantinya anak-anak mereka bisa menjelma menjadi manusia-manusia dengan stempel “sukses” di dahi mereka. Bahkan sekarang ini, ada begitu banyak orangtua yang saking pedulinya, sampaisampai mereka pun ikutan puyeng saat anakanak mereka mau ulangan di sekolah. Sudah bukan hal aneh lagi kalau suatu saat rekan kerja kita di kantor tergopoh-gopoh pingin pulang cepat-cepat ke rumahnya dengan alasan “Anakku besok ujian!”. Rasa-rasanya dua jempol saja tidak cukup kita acungkan untuk menyatakan salut pada keperkasaan para orangtua dalam hal memberikan pendidikan yang terbaik buat anakanak mereka. Tapi, apakah kita benar-benar sudah yakin kalau anak-anak kita sudah dirawat dengan dengan pupuk yang benar? Ngomong-ngomong soal membesarkan anak, Saya jadi ingat pengalaman pada masa-masa Free E-Book EGTS | 3
awal saya membuat taman di rumah. Ketika itu, paradigma saya soal tanam menanam masih sangat polos. Di benak saya, yang namanya tanaman tinggal dicekok pupuk urea dan npk, maka hasilnya pasti dijamin tokcer. Nyatanya, setelah keluar modal membeli pupuk urea dan npk, yang saya dapatkan malah tanaman yang daunnya malah menguning .... bahkan nyaris mati. Kondisi hara tanah di taman saya menjadi tidak seimbang karena unsur asamnya terlalu tinggi. Barulah saya sadar, bahwa ada “pupuk” lain yang harus saya kelola demi mendapatkan hasil tanaman yang hijau dan segar sepanjang waktu. Nah, sebagai tanaman paling ruwet di dunia, anak-anak kita pun jangan-jangan menjadi korban paradigma pupuk yang keliru. Di benak banyak orangtua, IQ adalah pupuk wajib yang harus dipunyai anak-anak mereka sebagai senjata utama memanen sukses masa depan mereka. Kalau anak-anak kita bisa meraup predikat anak jenius atau anak pintar, maka kontan kita sebagai orangtua bakal merasa bangga. Dengan mantapnya orang tua akan bersabda kepada anaknya, “Kalau engkau pintar, pasti sukses gampang diraih!” Tapi, faktanya ternyata tidak sesederhana itu.
Seorang wartawan New York Times dari Amerika sengaja mengumpulkan beragam data riset dan survei psikologis dari berbagai penjuru dunia untuk membuktikan hubungan antara IQ dengan sukses seseorang. Dari hasil peneropongannya yang komprehensif itu, sang wartawan ini lantas menelurkan fakta yang menggemparkan dunia : “IQ tidak menjamin sukses orang!” Nama wartawan ini adalah Daniel Goleman, sang penulis buku fenomenal : Emotional Intelligence, why it does matter more than IQ. Dan sejak momentum itulah, orang mulai mengendus kehadiran “Quotient” lain yang bahkan lebih dahsyat ketimbang IQ, yakni EQ (Emotional
Quotient): Sebuah jenis kecerdasan manusia untuk mengenali dan mengolah dinamika emosinya dalam berinteraksi dengan orang lain (termasuk berinteraksi dengan diri sendiri juga). Dan EQ inilah yang kemudian ditenggarai sebagai biang sukses yang porsinya lebih besar ketimbang IQ. Uniknya, banyak kisah orang-orang yang IQ-nya tidak seberapa, tapi mereka justru bisa melesat sukses berkat EQ mereka yang tinggi. Kalau cuma sekedar menyandang predikat “pintar dan jenius”, anak-anak malah beresiko tidak bisa mengenyam kehidupan emosional yang harmonis dengan orang lain. Mereka ini memang mumpuni dalam hal pengetahuan eksakta, namun bisa jadi mereka sangat gagap dalam hal bergaul. Ujung-ujungnya mereka ini muncul sebagai figur yang angkuh, menjaga jarak dengan orang, sulit lebur saat diajak ngobrol ngalor ngidul, gampang mengeluh dan mengkritik, serta
4 | HR Excellency
tidak punya daya tahan tangguh menghadapi rintangan. Pendek kata, orang-orang yang sekedar “pintar” saja bisa jadi nasibnya berakhir sebagai orang yang tidak menyenangkan. Celakanya, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi masih belum bisa “all out” dalam mengejawantahkan EQ dalam kurikulumnya. Porsi takaran IQ masih mendominasi content pengajaran di ruang kelas. Dampaknya, sampai dengan detik ini jebolan-jebolan sekolah dan perguruan tinggi masih berat sebelah, alias mereka siap untuk bekerja, tapi tidak siap untuk “hidup”. Mereka cekatan membaca makalah, namun bingung di saat harus bisa “membaca” orang. Mereka sigap mengerjakan tugas, namun mengalami kepusingan di saat harus bernegosiasi. Bisa dibayangkan apa jadinya sebuah organisasi atau keluarga yang didiami orang ber-EQ rendah. Bagaimana dengan keluarga Anda? Yakinkah bahwa anak-anak Anda sudah dipersenjatai ilmu EQ yang memadai untuk menyusun masa depannya? Atau jangan-jangan selama ini unsur hara anak-anak Anda tidak seimbang karena terlalu gencar diberikan pupuk IQ namun tidak pernah menenggak vitamin EQ sedikitpun?
Tahukah kamu soal kisah Willaim James Sidis. Dia dianggap
sebagai salah seorang genius yang pernah hidup di muka bumi ini. Konon, dikabarkan IQ-nya mencapai 250 hingga 300. Wah, sungguh IQ yang menakjubkan. Bayangkan saja, IQ 140 saja sudah dianggap hebat, apalagi sampai 250.Bahkan, dikatakan si Wliiam Sidis ini sampai sudah bisa baca New York Times di usia 2 tahun. Bayangkan, di usia 2 tahun, kamu baru bisa ngapain aja? Namun, dalam perkembangannya, William
mulai berubah. Ia sering mengasingkan diri, ia pun tidak punya banyak teman bahkan dalam berbagai pembicaraan seringkali ia memaksakan kehendaknya (mungkin karena ia merasa dirinya pintar). Seperti apakah akhir hidupnya? Ternyata orang yang begitu pintar, hidupnya harus berakhir dengan tragis. William akhirnya
meninggal di usia 46 tahun dalam kondisi miskin, menganggur dan terasing. Dan ia sendiri, tidak pernah menyelesaikan studinya. Sungguh mengenaskan bukan?
Nah, kisah William James Sidis harusnya jadi pelajaran buat kita. Selama ini mungkin kita
seirngkali terpaku untuk mengejar anga-angka dan ranking di sekolah. Hal itu tidaklah buruk tetapi jangan sampai kehidupan Kecerdasan Emosional kita jadi terbelakang. Jangan menjadi seperti William James Sidis yang begitu pintar namun terasing dan akhirnya dikucilkan. Tetapi, eits ... jangan juga langsung berkata, “Kalau begitu aku nggak butuh sekolah!”. Itupun salah juga. Kita membutuhkan keseimbangan antara IQ kita dan
Free E-Book EGTS | 5
EQ kita. Jadilah remaja yang seimbang. Yakni antara prestasi akademik dengan kemampuan EQ Anda. Itulah yang pas. Jangan sampai hanya berat sebelah. Sanggupkah kamu meraihnya? Itulah tantanganmu. Jadilah remaja yang pintar tetapi juga gaul. Mungkin nggak ya? Siapa bilang nggak mungkin? (Dikutip dari buku: “101,5 Inspirasi Keceradasan Emosional Bagi Kaum Muda” karya Anthony Dio Martin diterbitkan oleh Penerbit Raih Asa Sukses, 2011)
Itulah kenapa, kami melalui lembaga HR Excellency memiliki passion yang tinggi untuk menyebarluaskan EQ di Indonesia. Selama lebih dari 8 tahun, kami keluar masuk perusahaan dan membuka seminar publik untuk membuat masyarakat Indonesia lebih akrab dengan EQ. Tapi, setelah sekian lama men-sharingkan EQ di Indonesia, lambat laun kami sadar bahwa selama ini yang kami tangani hanyalah orang-orang dewasa yang seringkali sudah terlanjur melewati masa muda mereka dengan cara yang keliru. Itulah titik dimana kami teringat kembali pada pepatah bijak : “Jika engkau ingin hasil panen melimpah, pupuk tanamannya
selagi muda bertunas.” Inilah yang kemudian mendongkrak semangat kami untuk membuat gebrakan baru dengan membuka kelas workshop khusus untuk para remaja usia SMP sampai dengan usia kuliah lewat
program dahsyat EQ for Youth dan EQ Goes to Campus. Di sini kami merancang kelas workshop EQ yang tiap angkatannya terdiri dari 25 sampai dengan 35 peserta remaja. Dengan setelan modul dan metode delivery materi yang khusus di tuning untuk anak-anak muda, akhirnya kami berhasil menyuntikkan EQ kepada orang-orang muda Indonesia. Dalam workshop ini, kami membuka gembok mental para remaja, dan meng-instal paradigma baru akan pentingnya ketrampilan EQ dalam kehidupan mereka. Lalu, EQ para remaja ini ditempa melalui empat tahapan pembelajaran, yakni tahapan Emotional Awareness (penyadaran emosional), Emotional Acceptance (penerimaan emosional), Emotional Affection (hubungan emosional), dan Emotional Affirmation (penguatan emosional).Dengan kombinasi metode sharing verbal, simulasi, refleksi, dan kerja tim – para peserta digodok untuk menemukan
6 | HR Excellency
kesejatian pribadi mereka, sekaligus bisa terinspirasi untuk berkontribusi kepada orangorang di sekitar mereka. Mereka diajak untuk melihat ulang kembali makna hubungan mereka dengan keluarga dan komunitas mereka sehari-hari. Dan di akhir sesi, seluruh pembelajaran diikat dalam simpul penguatan emosional yang membuat passion mereka semakin membara dalam mengejar tujuan hidup mereka. Hasilnya pun luar biasa. Banyak peserta, termasuk orangtua mereka yang segera bisa mencecapi perubahan yang muncul pasca workshop ini. Beberapa peserta yang tadinya punya problem dengan kepercayaan diri mereka, berangsur-angsur bisa membangun kemantapan dirinya. Bahkan sampai ada salah satu orangtua yang terheran-heran, “Seumur hidup anak saya tidak pernah membuatkan saya kopi. Tiba-tiba saja tak lama sesudah anak saya selesai dengan camp EQ, dia dengan entengnya masuk ke dapur dan menyuguhkan saya secangkir kopi di saat lelah-lelahnya saya pulang kerja. Begitu terharunya saya, sampai-sampai tanpa terasa air mata saya menetes ke dalam cangkir kopi itu ......” Menyadari sukses itu, kami pun masuk ke tantangan berikutnya, yakni turun langsung bekerjasama dengan sekolah untuk menggelar workshop EQ dengan jumlah peserta siswa yang lebih banyak. Dan lahirlah program spektakuler EQ Goes to School! Misalkan saja, di bulan September 2011 lalu, HR Excellency bekerja sama dengan
Yayasan Sekolah Kesatuan Bogor membuka event “EQ Goes to School” (kami menyingkatnya menjadi EGTS), dengan peserta sekitar 140-an remaja kelas X (SMA kelas satu) yang diadakan dalam dua batch, dengan 70-an siswa setiap kloternya. Masing-masing angkatan kelas EGTS ini diadakan selama dua setengah hari di kawasan Puncak, sebagai bagian dari rangkaian gerakan nasional EQ for Nation yang sudah dihembuskan oleh HR Excellency sejak awal tahun 2011 ini. Dan semua siswa pesertanya bisa mengikuti camp ini tanpa dipungut biaya sepeserpun dari pihak sekolah sebagai bukti kepedulian Sekolah Kesatuan akan pentingnya pembangunan karakter siswa.
Free E-Book EGTS | 7
Jujur saja, walaupun HR Excellency sudah katam dengan urusan Workshop EQ selama hampir 10 tahun, seringkali kami “deg-degan” juga dengan kelas EGTS ini (EQ Goes to School). Pasalnya, selama ini kami jarang menggagas paket workshop EQ penuh yang sifatnya massal dengan para siswa sekolah. Kalaupun di lingkungan sekolah kami seringkali memboyong paket training EQ yang lengkap, itupun pesertanya biasanya adalah para guru-gurunya. Arena Training EQ dengan jumlah massal para siswa jarang kami jejaki mengingat tingkat kesulitan men-training remajaremaja tanggung cukup tinggi. Tingkat konsentrasi dan kedalaman yang bisa dicapai dengan peserta para pelajar sangatlah tidak bisa diprediksi. Tanpa modul dan metode yang ampuh, workshop EQ untuk remaja dalam jumlah banyak hanya akan berakhir sebagai sesuatu yang generik dan hambar di mata remaja. Bersyukurnya, kami memiliki pengalaman yang lebih dari cukup dengan lima kali event camp EQ for Youth yang sudah kami adakan, walaupun di event itu jumlah maksimal pesertanya biasanya berkisar 30 orang. Kami sungguh menyadari bahwa peta “peperangan” dengan peserta 30 orang akan sangat berbeda bila pesertanya 70-an orang. Ekologi dan atmosfernya tidak sama, sehingga membutuhkan persiapan yang lebih matang. Karena itulah, kami memeras keringat otak dan hati kami untuk meramu metode dan model pelatihan EQ yang sedikit berbeda untuk bisa merangkul para siswa ini. Istilahnya, sebagai para pendekar EQ - kami harus naik gunung dulu mengasah keris kesaktian kami demi kesuksesan acara ini. Dan hasilnya ... sungguh di luar dugaan kami. Ledakan antusiasme dan inspirasi nyata sekali terpancar dari para siswa Sekolah Kesatuan selama sesi demi sesi pelatihan ini. Mereka begitu totalnya mengikuti alur pelatihan, membuka diri penuh terhadap setiap tusukan inspirasi yang 8 | HR Excellency
ada. Di sesi-sesi yang ringan mereka bisa tertawa begitu renyahnya. Dan air mata merekapun bisa tumpah bersama saat mengarungi sesi-sesi refleksi yang dalam. Bahkan mereka yang tadinya merasa terpasung harus ikut camp jadinya malah berbalik ketagihan dan minta lagi. “Kak, aku minta remedial, supaya nanti bisa ikutan lagi! Pleaseeeee ...!” Itu celotehan mereka saat detik-detik akhir pelatihan. Ada juga yang ngomel-ngomel merasa waktunya kurang, “Kak, gak mau pulangggg! Tambah 2 minggu lagi!” Terbayar juga tetesan keringat kami. Melihat wajah-wajah siswa yang luar biasa selama pelatihan membuat kepala kami serentak tertunduk bersyukur kepada Tuhan. Bukan cuma itu saja, hati kami bahkan dibuai lebih dalam membaca seruan-seruan spontan mereka di milis facebook ataupun BBM, diantaranya : • “Pas EQM gw banyak banget belajar di sana,pas pulang dari sana hubungan gue sama orang tua juga bisa lebih deket dari sebelumnya, gue mo bilang makasih buat smua motivator yang udah ngasih banyak pelajaran buat gue waktu EQM Kemaren.” • “Setelah EQM saya jd lebih sabaran hahahaa.” • “Ingin berbuat lebih untuk orang tua...” • “Sepulang dari EQM, gue merasa banyak banget perubahan sama ortu.. Termasuk mama menjadi lebih dekat dgn canda-tawanya. Thank’s a lot EQM !!” • “Abis EQM sadar banget kalo hubungan keluarga gue perlu diperbaikin,dan hari ini gue udah melakukan sesuatu yg beda yg menurut gue WOW.” • “Sebelum gue ikut EQM, gue sempet mikir buat apa sih ikut beginian? Tapi ternyata abis ikut EQM, masih mau tambah hari lagi. makasih ya semuanya.” • “Dulu waktu SD sampai SMP gue suka minder karna gue ga bisa ngomong “R”,gue pengen sama kaya orang lain yang bisa ngomong “R”,semenjak gue ikut EQM gue sadar ngapain gue harus minder,karna semua org punya kelebihan dan kekurangan.” Membaca semua curahan tulus dari mereka ini benar-benar membakar sumbu semangat kami. Akhirnya dengan resmi kami menyatakan kelas EQ Goes to School kali ini sukses mencetak goalnya. Harapan kami sederhana sekali, sekalipun tidak semuanya peserta akan berubah drastis, paling tidak di Sekolah Kesatuan kelak akan muncul sosok-sosok remaja bersahaja yang bisa sejengkal lebih baik dalam hal-hal yang sederhana untuk mengubah dunianya menjadi lebih baik.
Free E-Book EGTS | 9
S
eringkali, kami ditanya oleh pihak sekolah maupun oleh pihak orang tua. Apa sih sebenarnya EQ (Kecerdasan Emosional) serta apa sih target dari pengajaran EQ bagi siswa/i di sekolah? Maka, secara singkat, dapat kami rumuskan bahwa tujuan dari pembelajaran EQ GOES TO SCHOOL sebenarnya adalah:
• • • • • • • • • • •
Menyeimbangkan Kemampuan IQ dengan EQ Membuat Remaja lebih berani mengekspresikan dirinya Mengajarkan kemampuan sosialisasi secara sehat Menjadi lebih sadar dan peka dengan pengaruh-pengaruh negative Menjadi lebih mahir dalam mengendalikan emosi-emosi mereka yang cen derung merusak Membuat menjadi lebih percaya diri Mengajarkan kemampuan untuk berpikir panjang sebelum bertindak Membuat para remaja lebih mampu untuk megatasi dan menyelesaikan masalahnya secara sehat Membuat para remaja respek dengan orang tua serta mampu membina hubungan yang lebih baik dengan keluarganya Meningkatkan ketrampilan social para remaja Mendampingi para remaja dalam mengatasi masalah dan problem hidupnya
Semua target ini memang kelihatannya bombastis dan ambisius. Tetapi, dilihat dari pengalaman serta hasil yang telah kami capai selama ini, kelihatannya target ini tidaklah terlalu ambisius. Bahkan, ada lebih banyak lagi poin-poin hidup yang diperoleh para siswa/i ini sepulangnya dari workshop ini. Namun, kami selalu percaya bahwa semua yang dipelajari selama workshop bisa sia-sia belaka jika lingkungannya tidak mendukung. Karena itulah, sepulang dari workshop kami selalu me-wanti-wanti para orang tua dan gurunya untuk menjadi partner yang ‘baik” dalam mengembangkan EQ anak-anak mereka. Karena itulah, kami biaanya juga memberikan beberapa tips, baik kepada para orang tua maupun kepada para guru.
10 | HR Excellency
N
ah sekarang, Bagaimana dengan anak-anak Anda? Apakah mau menunggu “daun mental” anak-anak menguning atau bahkan busuk sehingga membuat Anda panik menyelesaikan seabrek masalah emosional mereka? Atau Anda memilih untuk memupuk EQ Anak Anda selagi muda bertunas? Pilihan ada di tangan Anda: mau anak
Anda sekedar “pintar”, ataukah Anda berhasrat membesarkan anak yang “pintar” sekaligus “bijak”? Kadang-kadang, kami memang mendapatkan pertanyaan: “Pak, bagaimanakah yang bisa kami lakukan untuk mengembangkan kemampuan kecerdasan emosiona anak kami?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa langkah yang kami sarankan!
1. Jadilah contoh dulu. Sebagai orang tua, pertama-tama Anda harus memberikan contoh. Beri contoh cara pengelolaan dan penataan emosi, baik pengendalian diri maupun cara berinteraksi dengan orang lain. Ingat, mata mereka akan terus mengawasi Anda. Iya dong... bagaimana Anda mengharapkan anak Anda bisa punya kecerdasan emosional yang tinggi, kalau Anda sendiri tidak mencoba melatihkan untuk Anda.
2.
Jadilah teman.
Anda sendiri sebagai orang
tua, rajin-rajinlah membaca buku-buku yang terkait dengan pengembangan diri. Dan kalau ada waktu bicarakan atau omongkan. Tetapi, tips dari kami adalah: jangan terlalu menggurui. Baru-baru ini, kami mendapat seorang remaja yang orangtuanya pebisnis sukses dan suka menjejali dengan ilmu manajemen yang membuatnya malas ngobrol dengan orang tuanya. Niatnya memang baik, tetapi cara orang tua itu keliru. Bicarakanlah seperti seorang teman. Free E-Book EGTS | 11
3. Gunakan hipnotic persuasion. Tahukah Anda, Anda bisa menggunakan teknik hipnosis yang bisa dipakai untuk mempengaruhi anak Anda tanpa ia ketahui. Caranya? Salah satunya adalah dengan bercerita. Betul, ingatlah cerita merupakan teknik persuasi yang ampuh. Anak-anak kita tidak akan pernah menolak cerita. Nah, gunakanlah cerita-cerita baik dongeng maupun kisah nyata untuk mempengaruhi pikiran anak Anda dan menanamkan nilai-nilai yang positif.
4. Kreatif mengaitkan. Setiap kali ada kejadian, peristiwa, berita ataupun hal-hal yang terjad disekitar kita, hal itu bisa kita jadikan sebagai cantelan untuk mengajarkan sesuatu. Misalkan saja, membahas perampokan yang baru saja terjadi di depan rumah. Hal ini bisa Anda selipkan bahwa “Perampok itu tekun, perencanaan matang dan sabar mengintai. Hanya saja, sayangnya, semua sifat baik itu dipakai untuk melakukan hal yang jahat!”.
5. Terapkan rumus 3L. 3 L adalah singkatan dari Listen-Label-Limit. Jadi inilah yang mesti Anda lakukan tatkala Anda punya problem dengan perilaku anak Anda di rumah. Ada baiknya, Anda mulai bertanya dan mencoba mendengarkan apa yang sebenarnya (LISTEN). Setelah itu bantu dia untuk mengklarifikasikan apa yang sebenarnya terjadi serta bagaimana perasaan Anda sebagai orangtua terhadap kejadian itu (LABEL). Lantas, pembelajaran berikutnya adalah mengajarkan apa yang pantas dan seharusnya dilakukan (LIMIT).
6. Anakmu bukanlah karyawanmu. Banyak orang tua yang sukses di bisnis dan ketika di rumah, memperlakukan anaknya seperti karyawannya, staffnya. Ingatlah, ketika di rumah, ya jadilah sebagai ayah dan ibu, bukan jadi pimpinan. Berbicaralah seperti seorang ayah-ibu dengan anaknya, bukan kepada karyawan. Gunakan bahasa, intonasi dan gesture yang lebih hangat. Bahkan sebenarya dengan karyawanpun, kita tidak boleh seenaknya. Jadi, bersikapnya santai dan jangan terlalu ‘jaim’ (jaga image) seperti Anda sedang di kantor. Ingatlah, ini di rumah, bukan lagi di kantor.
7. Kreatiflah berkomunikasi. Banyak orang tua yang tidak kreatif. Nanyanya hanya yang itu-itu saja, “Besok ada ulangan? Besok ada PR? Kamu sudah tidur? Kamu sudah belajar?”. Sangat tidak kreatif dan membosankan! Lain kali, kalau Anda ingin anak Anda lebih komunikatif, cobalah lebih kreatf dalam mengajaknya berbicara. Obrolkan hal-hal yang lebih menarik, gali dan tanya kepadanya. Bangun pembicaraan yang kreatf, fun dan menyenangkan, bukan yang “itu-itu saja”
8. Tunjukkan afeksi.
Jangan terlalu jaim untuk menunjukkan emosi dan
perasaan Anda. Tatkala Anda merasa sedih, cinta dan senang, mengapa tidak belajar mengekspresikannya di depan anak? Misalkan belajar mengeskpresikan cinta kita kepada 12 | HR Excellency
pasangan kita di depan anak. Ataupun menunjukkan kerentanan perasaan kita saat misalnya ada anggota keluarga yang meninggal ataupun sakit, bukanlah hal yang terlalu tabu untuk diekspresikan. Anak belajar bahwa, ‘It’s okay to show your emotion”. Coba dengar apa yang pernah dikatakan oleh seorang peserta anggota EQ for Youth, “Untuk pertama kalinya kami konek secara emosi, waktu kakek meninggal. Saat itu, aku melihat papa yang biasanya tegar, duduk menangis. Dan aku memeluk papa dan kami menangis bersama. Itulah kenangan perasaan kami yang tak akan pernah terlupakan”.
9. Mainkan “rem” dan “gas”. Sebagai orang tua, rem adalah “ketegasan” kita saat anak membuat kesalahan. Dan gas adalah “pujian” kita. Nah, remaja yang sehat membutuhkan ketegasan dan pujian dari kita, orang tuanya. Jangan menjadi orang tua yang hanya marah-marah, tanpa pernah mengapresiasi. Tapi, jangan pula menjadi orang tua yang hanya membiarkan tanpa melatih disiplin dan ketegasan. Mainkan kedua hal ini dalam interaksi dengan anak kita.
10. Support EQ anak Anda. Betul! Mulai sekarang support pengembangan EQ, karakter anak Anda sebelum terlambat. Hal ini bisa dimulai dengan membelikan bukubuku pengembangan diri, motivasi. Misalkan saja, di HR Excellency, kami menerbitkan buku “101,5 inspirasi Kecerdasan Emosional bagi Kaum Muda”. Ini adalah salah satu buku yang kami rekomendasikan. Dan seperti yang telah dijelaskan diawal, ada pula program Kecerdasan Emosional yang bisa diikuti oleh anak muda. Program ini biasanya diselenggarakan pada saat liburan. Terus terang, dari pada masa liburan anak Anda dihabiskan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat, lebih baik diinvestasikan untuk sesuatu yang akan berguna “seterusnya” bagi masa depannya. Apabila Anda ragu-ragu dan ingin tahu banyak mengenai program ini, Anda boleh berkonsultasi dan ngobrol dengan para
di HR Excellency dengan menelpon 021-3518505 ataupun 021-3862521. fasilitator kami (Mbak Dian, Mbak Fanny ataupun Mbak Fina)
Free E-Book EGTS | 13
B
erikutnya, bagaimana dengan para guru? Apakah yang bisa dilakukan oleh para guru di sekolah untuk meningkatkan kecerdasan emosional para siswanya?
1. Jangan jadi guru sejarah, tapi jadilah tour guide. Yang merasa guru sejarah, jangan marah dulu ya! Tapi maksudnya begini. Mengapa kalau kita ikut tour dan dijelasin sama si tour guide, kok nggak merasa bosan dijelasin panjang lebar soal sejarah dan pernak-pernik masa lalu. Jawabannya sederhana, karena dijelaskan dengan cara yang menarik. Nah, saya pernah punya guru sejarah yang seperti itu. Belajar sejarah jadi menarik. Tapi kok tiba-tiba jadi ngomongin sejarah? Nah, kalau digeneralisasi sebenarnya pelajaran apa pun bisa menarik kalau diceritakan, diajarkan dengan ‘hati’ dan dengan berbagai gaya yang menyenangkan. Guru, bukan saja harus menarik dari sisi logika (kelihatan pintar) tetapi dari sisi emosionalnya juga dong (siswa akan bilang, “Asyik ya pelajarannya!”).
2. Jadilah “kuping” bagi siswa/i di sekolah.
Banyak murid tidak
punya tempat curhat. Akibatnya, mereka curhat pada temannya yang setali tiga uang alias sama-sama nggak tahu. Akibatnya? Banyak yang makin tersesat (lha orang buta menuntun orang buta). Karena itu, terkadang, guru perlu dekat dan menjadi kuping bagi siswa untuk curhat dan cerita. Banyak guru yang terlalu jaim dan jaga jarak. Padahal, jaman sekarang sistem dan pendekatan sudah berubah. Tidak zamannya lagi, guru-guru yang killer. Justru, siswa butuh guru yang bisa mendengarkan. Masalahnya, terkadang di rumah, mereka tidak ada yang mendengarkan. Kasihan lho!
3. Jangan marah, tetapi tegaslah dengan prinsip 3S. Bedakan antara “MARAH” dengan “TEGAS”. Guru jangan suka marah-marah, tetapi berusahalah TEGAS. Bedanya adalah ketika Anda bersikap tegas, maka Anda sedang menegakkan suatu prinsip kepada Anak. Karena itu, cara terbaik ketika bersikap tegas adalah menggunakan prinsip 3S: “Saat kamu......saya merasa.....saya ingin.....” 14 | HR Excellency
4. Fokus pada kelebihan, bukan kekurangan.
Saat ini sedang
berkembang konsep psikologi positif. Psikologi ini mengatakan bahwa jauh lebih mudah mengembangkan anak demi masa depan dengan berfokus pada kelebihannya daripada terus-menerus memarahi kekurangan mereka. Anak yang terus-menerus dipersoalkan kekurangannya bukannya tambah pede, tapi malah tambah minder. Ingatlah dengan pepatah, “Kemana kamu memuji, kesanalah ia akan menjadi...”. Jadi, kemanakah Anda memuji murid Anda?
5. Ingat, ada label di “PRESIDEN” di atas kepala mereka. Jangan bingung! Masih ingatkah bahwa Barrack Obama ternyata adalah salah satu murid ceking hitam yang pernah bersekolah di sekolah Menteng. Pernahkah gurunya menyangka bahwa salah satu muridnya disana akan menjadi Presiden negara no 1 di dunia? Nah, mulai sekarang pikirkanlah bahwa murid yang Anda ajari suatu ketika akan menjadi presiden, menteri, dokter, direktur, dll. Bersikaplah baik kepad mereka. Jadinya teman bagi mereka!
6. Jadilah motivator mereka. Banyak siswa yang pandai tapi kurang motivasi. Bukan hanya orang bekerja yang butuh motivasi, siswapun butuh motivasi. Nah, pernahkah nda menyelipkan kata-kata dan pepatah yang mmbangkitkan semangatdan gairah hidup mereka. Saya ingat sekali kalimat motivasi guru saya yang mengubah hidup saya, “Orang berubah karena tiga hal. Buku yang kamu baca, apa yang kamu pikirkan setiap hari. Dan dengan siapa kamu bergaul”. Ternyata guru saya mengutip dar Orison Swett Marden. Tapi, kalimatnya tidak pernah saya lupakan. Jadi, selain mengajar, jadilah motivator bagi mereka.
7. Apa yang akan mereka kenang tentangmu? Baru-baru ini saya pulang menemui bekas guru saya yang begitu mengesankan. Ia guru bahasa Inggrisku yang begitu luar biasa dedikasinya. Saya merasa sukses saya, banyak disebabkan oleh beliau. Bahkan saya masih ingat ketika mantan PM Singapura Goh Cok Tong di hari ultahnya, pernah menghadirkan gurunya yang bgitu berkesan dalam hidupnya. Nah, maukah kita menciptakan suatu kenangan indah bagi siswa kita. Pikirkan apakah hadiah terindah yang bisa kita berikan buat mereka!
8. Tidak apa-apa kelihatan bodoh di depan anak didik. Banyak guru terlalu jaim. Padahal guru juga manusia. Ketika tidak tahu, katakan ketidaktahuan kita. Ketika salah, akui kesalahan kita. Murid kita cukup pemaaf kok, ketika kita justru menunjukkan ‘kerentanan’ kita. Kadang, tidak apa-apa jika kita kelihatan seperti badut, tidak apa-apa jika humor kita tampaknya tidak lucu, tidak apa-apa jika kita menangis karena karangan yang begitu indah dari siswa kita. Justru saya masih ingat, kelas kami Free E-Book EGTS | 15
pernah mengumpulkan uang untuk anak guru kami yang sakit. Awalnya, ia menolak menerima. Tapi ketika kami betul-betul mengatakan ketulusan kami membantu, si guru itu menangis di kelas. Kami semua menangis pula. Dan, dua puluh tahun kemudian, ingatan itu menjadi ingatan yang luar biasa tentang ketulusan guru tersebut.
9. Dekatlah secara personal.
Memang siswa/i kita terlalu banyak untuk
didekati secara personal. Tetapi, selama ada niat, kita bisa mendekati mereka. Lebihlebih kepada yang lebih bermasalah dan punya problem. Celakanya, banyak guru lebih suka dekat dan sayang dengan yang pintar dan hebat. Tetapi, justru yang bodohlah yang sebenarnya butuh pendampingan. Pengalaman kami juga membuktikan bahwa banyak siswa yang tampak bodoh sebenarnya bukanlah bodoh tetapi punya masalah di rumah. Jadi, mereka butuh didampingi dan dibantu.
10. Buatlah program EQ!
Banyak sekolah mulai merancang pendidikan
karakter. Biasanya siswa punya program “live in”, tinggal bersama dengan orang miskin. Program retret ataupun program pesantren kilat, dll. Ini adalah program dimana pendidikan EQ bisa ditanamkan bersama-sama dengan pendidikan rohani. Guru-guru bisa membuat program sendiri dan menciptakan program ini bagi siswa/i mereka. Masalahnya, banyak guru yang MALAS untuk melakukannnya dengan berbagai alasan. Atau, apabila tertarik, seperti yang telah dilakukan oleh Sekolah Kesatuan baru-baru ini, bisa bekerjasama dengan tim fasilitator EQ FOR Youth untuk menyelenggarakan program EQ GOES TO SCHOOL. Apabila Anda seorang guru, kepala sekolah dan ingin tahu lebih banyak mengenai program ini, Anda boleh berkonsultasi dan ngobrol dengan para fasilitator kami (Mbak Dian, Mbak Fanny ataupun Mbak Fina) di HR Excellency dengan menelpon 021-3518505 ataupun 021-3862521.
Akhir kata, kami lampirkan berbagai komentar positif dan pikiran dari rekan-rekan muda setelah mereka mengikuti program EQ GOES TO SCHOOL SMA Sekolah Kesatuan Bogor yang baru saja kami lakukan:
16 | HR Excellency
Rinela, kelas X-1
Selama mengikuti egts luar biasa bgt, gak ada yang namanya garing, gak nyesel kalo ikut egts. Materi yang gue suka yaitu tentang tips sukses dan lebih mendekatkan diri pada keluarga. Setelah ikut egts ini, gue bisa mengendalikan emosi gue. Cemungutthh, jemaah..... Tommy Hansen, SMA Kesatuan, kelas X.
Perasaan saya selama mengikuti egts, saya sangat senang dan acaranya seru sekali, karena materi yang disampaikan sangat bermanfaat. Bagi saya pokoknya gak bosen karena banyak game yang seru-seru. Dan materi yang paling saya sukai yaitu saat mempelajari emosi yang ternyata emosi kita dapat dikontrol oleh amygdala kita sendiri. Perubahan yang saya alami setelah ikut egts, saya dapat membedakan emosi yang negatif dan positif, dan saya dapat mengubahnya menjadi suatu rangkaian besar untuk meraih kesuksesan.
Halimun, kelas X- 2
Kesan saya egts seru banget, apalagi fasilitator dan trainer-trainernya gila, kalo misalnya ikut disana, udah deh urat malu putus! Pokoknya pengen nambah 2 minggu lagi! Materi yang berkesan yaitu waktu diajarin emosi yang ada di otak kita, dan waktu diajarin bahwa kita bisa mengikuti nurani kita tanpa harus ngikutin apa yang disuruh orang. Perubahan setelah ini, jadi lebih ceria dan berpikir positif, trus sama orang tua juga makin deket, sama adek juga sayang, sama temen-temen juga gak terlalu nge-bully lagi. Salam kesatuan ... cemunguutthh semuanya ....
Free E-Book EGTS | 17
nadya paramitha, kelas X-1
Gue pertama kali ngebayangin bakal bosen, ternyata enggak, justru seru banget! Setelah ikut acara ini gue jadi PD banget dan gak minder dengan kekurangan gue, yaitu gue gak bisa “dengar”, justru sekarang gue bangga dengan apa adanya gue, dan gue udah gak minder setelah tau ada beberapa tokoh yg punya kekurangan tapi mereka bisa menutupi kekurangan mereka dengan kelebihan mereka. Semangat!
edwin, SMA Kesatuan, kelas X.
Acara egts ini bagus bgt buat anak bangsa, penyampaian materinya sangat bagus dan mudah dipahami oleh kita -kita. Gw pengen acara ini dikembangin dan dilanjutin agar anak bangsa menjadi lebih baik. Materi yg gw sukain yaitu ternyata kita bisa mengelola emosi kita menjadi energi positif. Sejak gw ikut acara egts ini perubahan yg gw alami gw jadi lebih yakin dan PD, gw akan sukses dan meraih cita-cita gw dan membuat ortu gw bangga, pesan gw jadilah diri lu dan jadilah lebih baik!
nicole, kelas X-4
Gw sempat gak naik kelas, dan gw merasa gw jatoh bgt, tapi sejak ikut egts ini gw lebih percaya diri, dan gw sadar bahwa gw harus bangkit dan maju terus!
wildan ramadhan, SMA Kesatuan, kelas X.
kesan gw.. lu rugi kalo lu gak ikutin, gw ngerasa ini pelajaran berharga buat gw, banyak hal yg gw anggaps epele tryata itu buat hidup lebih baik, contohnya menyapa ortu
dharma surya, SMA Kesatuan, kelas X.
awalnya biasa aja, bosen,ngatuk, dsb. setelah ikut ini lu jadi tau apa yg akan terjasdi kedepannya sam lu, cita-cita, bahkan ortu lu yg gak pernah lu sapa, lu curhat ke mereka lah.gw sampai nangis waktu baca curhat ortu gw di surat, karna tau bahwa mereka bangga punya anak spt gw.
18 | HR Excellency
nadia v. SMA Kesatuan, kelas X.
Saya mengikuti egts berarti bgt, selain membentuk smosi biar stabil, bisa juga belajar bersosialisasi tanpa malu. Pokoknya seru, banyak gamesnya yang bisa melatih emosi biar teratur, juga mengajar kekompakan dgn temen-temen, dan bisa mengeluarkan ide yang bisa diterima temen-temen. Sebelumnya gw pemalu bgt dan gak bisa omong tiba2 di depan kelas. Setelah ikut ini gw bisa lebih PD dana matang dan bisa mengontrol emosi terhadap diri sendir, dan mengontrol emosi dengan ortu. Selama lu masih punya ortu, sayangilah ortu lu, karna gak ada kesempatan 2 kali, terutama nyokap yg udah ngelahirin dan merawat dgn susah payah.komitmen gw, gw harusd menjadi generasi penerus bangsa yg berguna dan bisa bantu orang disekitar gw yg memerlukan bantuan gw. liwa, kelas X-4
gw ngerasa gw udah jadi diri gw sakarang. dulu setiap kali punya masalah gw simpen sendiri, tp skrg gw sadar bahwa gw punya sahabat yg bakal selalu ada sampai tua pun, yaitu diri gw sndiri, dan sahabat yg laein yaitu ortu dan teman2 di sekitar. pesan gw supaya acara ini akan selalu ada untuk membangun diri dan oekercayaan anak2 bangsa danmemejukan bangsa. materi yg gw suka yaitu dimana lu gak slamanya harus mengikuti suruhan orang. ada saatnya lu bisa nolak walaupun itu merugikan diri lu snediri. be your self but better! susanto, SMA Kesatuan, kelas X.
rasanya bosen dan biasa aja, tp ternyata setelah saya ikuti saya bangga dan lega, disitu juga ada sesi dimana kita mengaca pada diri sendiri, kita bisa tau segala kelebihan dan kekurangan kita. saya juga lebih PD.
Axcel, SMA Kesatuan, kelas X.
gw merasa sangat beruntung bisa ikut acara ini. awalnya gw gak ngerti EQ itu apa, setelah ikut acara ini gw jadingerti eq itu apa dan jadi lebih PD dan bangga dengan diri gw meskipunbanyak kekurangan dalam diri gw sndiri, pesan gw, hargai ortu lu selagi dia ada
Yunita, SMA Kesatuan, kelas X. Setelah ikut egts, gue jadi bisa seseorang yang baru. Sessi yang gue suka yaitu ketika di
waktu malam gue ketemu ama seseorang, yg ada dalam diri gue, temen lama gue; sahabat gue yg gw gak tau ternyata dia itu ada, rasanya tuh terharu bgt .. Semoga buat yg ikut egts kalian bisa berubah..!
Free E-Book EGTS | 19