Terbit Triwulanan
Edisi I Tahun 2010
Inisiatif Konservasi dari Desa di Tepi Leuser Pondok Kerja & Pusat Pembibitan Restorasi Conservation & Digital Opportunity Centre Gunung Leuser Ecotourism Development Programme Strategi Penyingkiran Hambatan (Barrier Removal) Forum Da’i Peduli Lingkungan Inisiatif Konservasi Dari Lima Desa di Aceh Tenggara Catataan Singkat Perjalanan ke Taiwan
Foto by: Mike Perez
Didukung oleh :
Redaksi Telp/Fax Website E-mail Penerbit Pembina
: Komplek Taman Setia Budi Indah , blog RR No. 98 : +62 61 8200218 : www.orangutancentre.org :
[email protected] : Orangutan Information Centre : - David Dellatore - Panut Hadisiswoyo S.S. MA, MSc P. Jawab : Sofian Hadinata, S.Hut Pimp Redaksi : M. Jamil, SE Editor : M. Indra Kurniawan, S.Hut Staff Redaksi : Ismail, Mustaqim, Mulyadi, M. Indra, Binur, Azhari, Arif Design : M. Jamil, SE Fotografer : Mansyur, Khairul, Dedi, Pebroni
Inisiatif Konservasi dari Desa di Tepi Leuser .............................. 1 Pondok Kerja & Pusat Pembibitan Restorasi ............................. 2 Conservation & Digital Opportunity Centre ................................ 4 Gunung Leuser Ecotourism Development Programme ............. 6 Strategi Penyingkiran Hambatan (Barrier Removal) .................. 7 Forum Da’i Peduli Lingkungan ................................................... 10 Inisiatif Konservasi Dari Lima Desa di Aceh Tenggara ............... 12 Catataan Singkat Perjalanan ke Taiwan ..................................... 14
Inisiatif Konservasi dari Desa Tepi Leuser Survey pemilihan desa dan sosialisasi program Orangutan Conservation Village Initiative (OCVI) di 2 desa terpilih yaitu Desa Sulkam dan Desa Kaperas, OIC melanjutkan agenda kegiatan dalam program tersebut. Fokus Grup Diskusi merupakan sarana dalam menggali informasi dari masyarakat di kedua desa. Dalam pertemuan tersebut masyarakat dapat menyampaikan berbagai aspek yang menggambarkan kondisi yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Selain itu, diskusi tersebut juga sebagai sarana untuk menyusun agenda kegiatan dalam rangka menginisiasi pengembangan program secara partisipatif.
Fokus Grup Diskusi di Desa Kaperas
Dari Fokus Grup Diskusi diperoleh kesepakatan dengan masyarakat di kedua desa antara lain jadwal diskusi rutin. Untuk menggali lebih dalam tentang informasi yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam menentukan rencana aksi yang dapat dilakukan bersama di masyarakat, maka OIC sebagai fasilitator mempersiapkan bahan/materi pokok bahasan dalam pertemuan rutin dengan masyarakat. Pokok bahasan yang coba digali bersama dalam pertemuan rutin tersebut, yaitu : analisa permasalahan, analisa kecenderungan, analisa 5 perikehidupan, analisa kelembagaan, analisa komoditi, kalender musim, jembatan bambu (evaluasi dan kesimpulan), penyusunan rencana aksi, dan pelaksanaan aksi desa. Secara umum topik-topik tersebut digunakan adalah sebagai proses pendampingan kepada masyarakat untuk lebih mengenal lingkungan dan kebiasaan masyarakat di desanya. Assessementassessement yang dihasilkan dari pembahasan topik-topik tersebut sangat berguna untuk membina masyarakat. Pertemuan rutin untuk membahas topik-topik tersebut dilaksanakan seminggu sekali, yaitu : hari Selasa di Desa Sulkam dan hari Rabu di Desa Kaperas. Meski peserta diskusi semakin berkurang jumlahnya namun hal tersebut menunjukkan tingkat antusiasme masyarakat terhadap program ini. Hal ini tidak menjadi penghalang bagi masyarakat yang sudah terlibat aktif dalam program ini untuk membuktikan dan meyakinkan kepada warga masyarakat yang lain bahwa untuk menjadi maju memang harus dilakukan dari hal yang sedikit atau kecil terlebih dahulu. Saat ini masyarakat yang terlibat dalam program di kedua desa masing-masing sebanyak 15 orang.
Fokus Grup Diskusi di Desa Sulkam
Agenda kegiatan ke depan dalam program ini adalah pemantapan penyusunan rencana aksi, pemantapan kelompok/kelembagaan, dan pelaksanaan rencana aksi. Selain pokok bahasan dalam pertemuan rutin ataupun rencana kegiatan ke depan tersebut untuk pemantapan pelaksanaan program dalam rangka peningkatan kapasitas sumber daya manusia, maka dilakukan juga aksi rintisan dalam bentuk kegiatan pelatihan kepada masyarakat, seperti : pelatihan pembuatan kompos dan pelatihan pertanian organik.
Harapannya adalah melalui program ini akan timbul sebuah inisiatif dari masyarakat untuk melindungi dan melestarikan ekosistem di sekitar desa terutama kawasan Taman Nasional Gunung Leuser sebagai salah satu situs warisan dunia, serta bagaimana memaanfaatkan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan. Indra
1
PONDOK KERJA & PUSAT PEMBIBITAN RESTORASI Guna meningkatkan keberhasilan program rehabilitasi kawasan TNGL terutama kawasan yang terdegradasi khususnya di wilayah Besitang (Resort Sei Betung), melalui pola kemitraan antar multi stake holder (BBTNGL, YOSL-OIC dan KETAPEL serta beberapa lembaga lainnya). Yayasan orangután Sumatera lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) dan Kelompok Tani Pelindung Leuser (KETAPEL) membangun pondok kerja dan pusat pembibitan di dalam kawasan TNGL. Selain digunakan sebagai pondok kerja, bangunan berukuran 6 m x 4 m ini juga akan difungsikan sebagai pos pengamanan bersama dalam upaya meningkatkan pengamanan dan pengawasan kawasan konservasi ini. Pembangunan pondok kerja ini dilaksanakan pada bulan maret 2010. Selain pondok kerja dan pusat pembibitan, YOSL-OIC dan KETAPEL juga akan membangun rumah kompos di tempat yang sama. Rumah kompos ini nantinya akan digunakan untuk pembuatan kompos secara swadaya oleh masyarakat guna mendukung program pemulihan habitat alami kawasan TNGL yang terdegradasi. Kompos yang dihasilkan nantinya akan digunakan untuk memperbaiki tanah-tanah yang miskin unsur hara pada saat penanaman kembali kawasan yang telah rusak. Pusat pembibitan dibangun seluas 16 m x 12 m yang dapat menampung 30.000 batang bibit. Bangunan nursery ini di bangun dengan menggunakan polynet pada sisi dinding dan sarlon pada sisi atapnya. Nantinya KETAPEL akan memproduksi bibit-bibit tanaman yang merupakan tanaman asli dari kawasan ini seperti; Meranti (Shorea sp), Damar (Agathis sp), Cengal (Hopea sp), Merbau (Insia bijuga), ingul/suren (toona surenii), Trembesi (Pithecolobium saman), dan beberapa tanaman buah khas TNGL. Tentunya dengan di bangunnya Pondok kerja yang juga difungsikan sebagai pos pengamanan bersama ini dapat membantu dalam upaya perbaikan kawasan dan juga dapat meningkatkan pengamanan kawasan dari kegiatan-kegiatan illegal seperti penebangan liar, perambahan, perburuan satwa dan lain-lain. Pusat pembibitan yang dibangun juga dapat menghasilkan bibit-bibit yang bermutu yang merupakan tanaman khas dari kawasan ini untuk di tanamkan kembali p a d a k a wa s a n ya n g t e l a h t e r d e g ra d a s i .
2
Terhitung Sejas Tahun 2008 hingga 2010 ini total luasan yang telah dilakukan penanaman kembali adalah 202 Ha dengan jumlah bibit yang ditanam 197.526 batang bibit 70 % dari tanaman yang telah ditanam tersebut adalah tanaman jenis kayu hutan (Pioner dan tanaman endemik), 30 % adalah tanaman berbuah yang dapat menjadi suber pakan satwa. Hingga bulan maret 2010 tak kurang dari 75 Ha tanaman tersebut telah dilakukan perawatan kembali. Dalam program 2008 hingga 2010 ini tak kurang dari 18 spesies tanaman telah dikembangkan oleh Kelompok Tani Pelindung Leuser (KETAPEL) diantaranya ; Meranti, Damar, Beringin, Sungkai, Sempuyung, Luingan, Bayur, Durian, Cempedak, Petai, Jering, Pulai , dan lain-lain. Direncanakan pada bulan april 2010 ini 60 Ha akan dilakukan perawatan kembali sekaligus menghitung persentase pertumbuhan tanaman-tanaman tersebut. (Azhari) Tabel 1. Kegiatan yang telah berjalan melalui pola kemitraan pada tahun 2008 - 2010
No
Kegiatan
Pelaksana
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Rehabilitasi Kawasan TNGL Training Restorasi Belajar Restorasi Penertibab Sawit dalam kawasan sebanyak 1.122 batang Penertibab Sawit dalam kawasan sebanyak 6.000 batang Patroli bersama Analisis Vegetasi Kajian sosial terkait kawasan TNGL Pelatihan kompos Pelatihan Mulsa koran Penyuluhan dan penyadaran
BBTNGL,YOSL-OIC,KETAPEL YOSL-OIC KETAPEL BBTNGL,YOSL-OIC,KETAPEL BBTNGL,YOSL-OIC,KETAPEL BBTNGL,YOSL-OIC,KETAPEL BBTNGL,YOSL-OIC,KETAPEL BBTNGL,YOSL-OIC,KETAPEL YOSL-OIC BBTNGL,YOSL-OIC,KETAPEL YOSL-OIC
“Pondok kerja dan pos pengamanan bersama yang dibangun YOSL-OIC dan KETAPEL”
3
Conservation and Digital Opportunity Centre (CDOC) Menciptakan Masyarakat Pariwisata yang Melek Internet dan Konservasi YOSL-OIC bekerjasama dengan Bamboo Community University Association Taiwan, Taiwan Economic Trade Office Jakarta, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, Lembaga Pariwisata Tangkahan dan Himpunan Pramuwisata Indonesia Langkat berinisiatif menjalankan program yang bernama Conservation and Digital Opportunity Centre (CDOC) atau Pusat kegiatan multimedia dan konservasi di dua lokasi pariwisata yaitu kawasan ekowisata Bukit Lawang dan Tangkahan. Tujuan program CDOC adalah meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemandu wisata untuk mengembangkan ekowisata melalui media teknologi informasi, memberikan pelayanan pelatihan teknologi informasi dan publikasi online bagi masyarakat lokal di sekitar Bukit Lawang dan Tangkahan, dan menjadikan CDOC sebagai pusat informasi konservasi bersama-sama dengan masyarakat lokal dalam upaya meningkatkan kesadaran tentang arti pentingnya TNGL, konservasi dan ekowisata yang berkelanjutan.
Kantor CDOC di Bukit Lawang
CDOC menyediakan fasilitas dan pelayanan berupa pelatihan komputer dan internet gratis sebagai dukungan penguatan kapasitas komunitas lokal dan pemandu ekowisata, pelayanan internet berbasis donasi sukarela bagi pengunjung, taman bacaan dan pusat informasi, unit penyadaran keliling dengan fasilitas internet dan perpustakaan yang berkunjung ke beberapa desa di sekitar TNGL, juga dukungan pembuatan website bagi lembaga lokal.
Wisatawan menggunakan fasilitas internet
CDOC mulai beroperasi pada akhir Desember 2009. Sejak dioperasikan sampai dengan Februari 2010, jumlah pengunjung yang telah menggunakan fasilitas CDOC Bukit Lawang adalah 1590 pengguna dan 780 pengguna di CDOC Tangkahan. Angkatan pertama kelas pelatihan komputer dan internet juga sudah berjalan sejak awal Februari 2010. Jumlah kelas yang sudah berjalan di Bukit Lawang adalah 5 kelas dengan peserta tiap kelas bervariasi, antara 16-20 peserta dan kelas yang sudah berjalan di Tangkahan adalah 4 kelas, dengan peserta antara 8-10 orang.
Fasilitas komputer yang digunakan berbasis Open Source Software dimana sistem operasi yang digunakan adalah Linux Ubuntu dan aplikasi bisnis dan perkantorannya menggunakan Open Office application.
4
Pelatihan komputer kepada masyarakat
Materi yang diberikan dalam pelatihan komputer dan internet yaitu sejarah dan pengenalan komputer dan sistem operasi komputer, pengenalan Linux Ubuntu dan software-software pendukungnya, penggunaan open office writer (word), calc (spreadsheet) dan impress (presentation), pengenalan internet, email dan situs jejaring sosial, fitur-fitur dan fasilitas email dan situs jejaring sosial, pengenalan dan pembuatan website dan blog, dan juga materi promosi website dan blog.
Penekanan materi lebih diarahkan pada bagaimana mempromosikan potensi wisata yang dimiliki oleh kawasan ekowisata Bukit Lawang dan Tangkahan agar dapat semakin luas dikenal oleh masyarakat dunia melalui media email, situs jejaring sosial, juga website dan blog. Program CDOC juga bergerak mobile mengunjungi masyarakat sekitar Bukit Lawang dan Tangkahan yang tidak bisa menjangkau kedua lokasi CDOC secara langsung. Mobile CDOC dilengkapi dengan laptop dengan modem internet, buku-buku bacaan serta bahan-bahan pendidikan dan penyadaran. Selain dapat membaca buku dan menggunakan akses internet gratis, masyarakat juga disuguhkan film-film konservasi dan lingkungan hidup. Mobil CDOC
“Kantor CDOC di Tangkahan”
5
Gunung Leuser Ecotourism Development Programme Info Corner
Gunung Leuser Ecotourism Development Programme (GLEDP) adalah programme yang di kembangankan di Bukit Lawang dalam rangka menciptakan kondisi yang baik, aman dan berkelanjutan serta dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak termasuk pengunjung, masyrakat lokal, dan flora dan fauna yang ada didalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Salah satu kegiatan program GLEDP ini adalah pelatihan peningkatan kapasitas pemandu yang ada di Bukit Lawang, pelatihan pemandu ini telah memasukki angkatan ketiga dengan jumlah 31 orang terdiri dari 5 dari staff TNGL dan 26 dari anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Langkat, pelatihan kali ini cukup menarik karena di ikuti oleh beberapa senioran di lembaga HPI termasuk beberapa diantaranya adalah mantan ketua HPI. Hal ini menunjukkan bahwa antusias para pemandu untuk mengikuti pelatihan ini semakin tinggi.
Pelatihan Pemandu Wisata di Bukit Lawang
Pada Pelatihan Ekowisata III yang dilaksanakan pada Februari yang lalu juga dihadiri oleh Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser bapak Harijoko yang langsung memberikan materi pada saat pelatihan. Unesco dan Pariwisata USU juga memberikan materi pada pelatihan Ekowisata III ini. Di hari terkahir pada saat pelatihan Ekowisata III OIC bekerjasama dengan HPI dan Dinas Pariwisata Langkat juga mengadakan ujian lisensi kepada pemandu angkatan I dan II yang telah mengikuti keseluruhan paket pelatihan yang telah dilaksanakan. Ujian ini diikuti oleh 44 orang pemandu. Dari 130 orang anggota HPI sudah lebih dari 50% yang telah mengikuti pelatihan ini, diharapkan pelatihan IV dapat dilaksanakan pada bulan April ini sebelum musim tamu (high season) tiba pada bulan Juli sampai Oktober mendatang.
“Papan informasi yang berisi inforasi & peraturan saat berkunjung ke daerah wisata Bukit Lawang”
6
Strategi Penyingkiran Hambatan (Barrier Removal) Pengembangan Praktek Sistem Agroforestry Di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Wilayah Besitang, Sumatera Utara Tujuan pelaksanaan strategi ini adalah mengembangkan model agroforestry untuk mengoptimalkan fungsi dan pemanfaatan lahan milik di luar kawasan TNGL untuk mengurangi kebutuhan lahan, sehingga dalam waktu panjang dapat mengurangi aktivitas perambahan kawasan hutan dan ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Wilayah Besitang dan terjaganya populasi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan habitatnya. Pengembangan demplot agroforesrty ini diharapkan akan menambah pengetahuan petani dan kemampuan mereka untuk mengelola lahan/kebun mereka secara intensif dan optimal, dan pada akhirnya diharapkan petani mau mengadopsi pola agroforestry pada lahan mereka di luar hutan TNGL. Dengan mengadopsi pola agroforestry tersebut diharapkan lahan mereka akan menjadi lebih optimal dan mengurangi kebutuhan lahan sehingga kubutuhan lahan akan berkurang dan dapat mengurangi laju perambahan hutan menjadi kebun. Pembangunan demplot Agroforestry akan dibangun dilahan seluas empat hektar, yang terletak di dua dusun yaitu dusun Sidorejo Mekar Makmur dan Tani Makmur Desa Mekar Makmur, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pembangunan demplot sistem agroforestri dilakukan dengan sistem polikultur (tumpang sari). Pemberdayaan kelompok masyarakat Dalam kegiatan pengenalan dan praktek sistem agroforestry yang difokuskan untuk menjadi target adalah petani di Desa Mekar Makmur. Para petani target yang terlibat secara langsung terdiri dari dua kelompok masyarakat yang ada di desa Mekar Makmur yaitu Kelompok Tani Mekar Sari dan Lembaga permata Rimba Damar Hitam. Untuk tahap awal pengenalan sistem agroforesrty ini diharapkan sebanyak 30% (30 KK) dari anggota kedua kelompok masyarakat desa target (Mekar Makmur) mengadopsi model atau sistem agroforestry yang dipraktekkan. Sampai Desember 2009 seluas empat hetkar lahan demplot telah dilakukan proses penanaman dan pemeliharaan tanaman. Untuk melakukan penilaian dan mengukur keberhasilan digunakan beberapa indicator penilaian keberhasilan diantaranya adalah: · Pembentukaan kelompok petani yang akan terlibat dalam demplot agroforestry · Pembangunan demplot praktek agroforestri dengan pola tumpang sari dengan luas total 4 hektar yang terletak di 2 dusun (Sidorejo Damar Hitam & Tani Makmur), Desa Mekar Makmur dengan masing-masing luasan demplot 2 hektar. Pemilihan demplot dilatar belakangi oleh karakter lahan dan kelompok petani yang langsung berbatasan dan tidak langsung berbatas dengan hutan. Diskusi kelompok
7
· Penetapan luasan masing-masing lahan demplot seluas 2 hektar, dilatarbelakangi oleh luas rata-rata kepemilikan lahan petani di desa Mekar Makmur. · Sistem tumpamg sari diperkenalkan kepada kelompok petani, dengan alasan karena pola pertanian yang selama ini diterapkan oleh kelompok petani adalah pola monokultur. Pola tumpang sari diharapkan akan mengoptimalkan fungsi lahan sehingga mengurangi kebutuhan lahan dan memiliki manfaat ekonomi tambahan. · Kesepakatan kelompok untuk penentuan letak praktek sistem agroforestry, hal ini dicapai dengan adanya Fokus group discussion (FGD) dan kesepakatan tertulis. · Melakukan base-line survey untuk menentukan jenis tanah, kesesuaian jenis tanaman, identikasi sumber air. Pembangunan demplot ini dimulai dengan pembentukkan kelompok, kemudian penunjukkan penanggung jawab dan pengelola untuk setiap demplot. Penanggung jawab dan pengelola dipilih dari anggota kelompok petani. Sampai Desember 2009 demplot yang terkelola berada di 3 titik yaitu : 1. Seluas 1,5 hektar berada di dusun Damar Hitam, Desa Mekar Makmur. Demplot ini dikelola oleh masyarakat yang tergabung dalam lembaga Permata Rimba Damar Hitam (LPRD). Beberapa tanaman yang dikembangkan antara lain karet, sereh wangi dan tanaman holtikutura (sayuran). 2. Seluas 1 hektar berada di dusun Tani Makmur, Desa Mekar Makmur. Demplot ini dikelola oleh masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Mekar Sari. Demplot ini sudah berisi tanaman karet yang berusia tua (lebih dari 15 tahun) pengembangan demplot garoforestry di lahan ini fokus pada pengembangan tanaman bawah (holtikultura) 3. Seluar 1200 m2 berada di dusun Tani Makmur, Desa Mekar Makmur. Demplot ini dikelola oleh masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Mekar Sari. 4. Seluas 1000 m2 yang menjadi pusat pembelajaran tanaman holtikultura. 5. Seluas 1 hektar yang berada di Barak C Desa Mekar Makmur dengan komposisi tanaman seperti karet, nenas, holtikultura (sayuran), dan padi darat.
Pembuatan demplot oleh masyarakat
Pembelajaran dari proses kegiatan Dari hasil survey kampanye bangga kepemilikan lahan oleh petani rata-rata 1-3 hektar, dan jenis yang ditanaman petani adalah sawit dan karet dan ini mendorong kebutuhan akan lahan yang luas dan mendorong tekanan terhadap kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Karena keterbatasan pengetahuan terhadap jenis tanaman lain, maka lahan contoh (demplot) dikembangkan untuk menjadi pusat pembelajaran bagi masyarakat untuk belajar mengembangkan jenis tanaman lain di dalam kebun karet atau sawit milik masyarakat yang ada. Bentuk dan metode pengembangan lahan demplot dilakukan dengan pola organic dan tumpang sari dengan dan berbagai tanaman. Metode ini memang tidak lazim dimasyarakat target, karena kebiasaan petani adalah hanya menanam satu jenis tanaman saja (karet atau sawit) dilahan mereka.
8
Untuk melakukan pembelajaran dan pengorganisasian masyarakat, maka pengembangan demplot dilaksanakan bersama kelompok masyarakat yang ada di Desa Mekar Makmur melaui kelompok tani Mekar Sari dan Lembaga Permata Rimba Damar Hitam (LPRD) untuk menjadi pelaku perubahan dimasyarakat. Pengenalan pola pertanian tumpang sari dan organik ini juga tidak mudah untuk diperkenalkan kepada masyarakat, karena pola mereka selama ini dengan monokultur dan menggunakan pupuk kimia. Keadaan tanah yang sudah asam juga menjadi tantangan dalam imlementasi pengembangan demplot ini. (Ismail)
Pembuatan pupuk kompos oleh anggota kelompok untuk membantu pemenuhan pemupukan tanaman di demplot.
Pembuatan bak penampung air hujan untuk pemenuhan penyiraman dan mengatasi kebutuhan air di musim kemarau.
Tanaman holtikultura yang dikembangkan diantara tanaman karet di demplot kebun tumpang sari (agroforestri)
9
Sebagai bentuk dukungan terhadap kelestarian Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), OIC memprakarsai berdirinya Forum Da’i Peduli Lingkungan (FORDALING) sebagai lini kampanye keberadaan TNGL dari kalangan ulama dan da’i. Bertempat di Gedung PKK Kota Stabat, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) diwakili oleh Kabid Pengelolaan TNGL Wilayah III melantik pengurus sekaligus mendeklarasikan berdirinya Forum Da’i Peduli Lingkungan (FORDALING) Senin (15/03) lalu. Dalam sambutannya, Ari Subiantoro selaku Kabid Pengelolaan TNGL Wil III mengutarakan apresiasi yang sangat tinggi atas berdirinya FORDALING sebagai bentuk dukungan nyata terhadap keberadaan TNGL dari kalangan ulama dan da’i khususnya di Kab. Langkat dan Aceh Tamiang. Dalam kegiatan tersebut juga dilaksanakan lomba pidato bertema Islam dan Konservasi untuk pelajar SLTA sederajat yang diikuti oleh perwakilan SLTA se Kab. Langkat, Kota Binjai, dan Kab. Aceh Tamiang. Diikuti oleh 50 perwakilan SLTA sederajat termasuk dari pondok pesantren. Sebagai juara pertama terpilih M. Azhari siswa kelas II MAN 2 Tanjung Pura disusul Ade Wiranata dari Ponpes Babussalam Tanjung Pura, dan Boy Syahputra Ginting dari SMK Harapan Stabat sebagai juara kedua dan ketiga. Di tingkat juara harapan terpilih Abul Hasan Asy’ari dari Ponpes Jabal Rahmah, M. Irfan dan Nurhafizah, keduanya dari Ponpes Ulumul Qurán. Dalam kata sambutannya, ketua FORDALING Ustad Muhammad Khalid, S.Ag., MA memaparkan visi dan misi serta tugas pokok dan fungsi demi tercapainya maksud dan tujuan berdirinya FORDALING. “FORDALING berdiri dengan maksud salah satunya adalah memanfaatkan segala potensi dan sumber daya yang dimiliki untuk membangun dan mengembangkan ide serta pemikiran, bagi upaya pelestarian lingkungan hidup dan konservasi alam berkelanjutan yang bertujuan terwujudnya partisipasi aktif yang dinamis dari masyarakat khususnya kalangan ulama dan da’i terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup dan konservasi alam berkelanjutan serta terwujudnya da’i dan ulama yang memiliki pemahaman yang cukup dan komunikatif serta memandang permasalahan lingkungan sebagai bagian dari objek dakwah Islamiyah,” papar beliau.
10
Saat ini bersama dengan FORDALING, OIC sedang menyusun buku panduan yang bercerita tentang konservasi ditilik dari sudut pandang nilai-nilai keislamanan sebagai agama yang rahmat bagi alam. Selain penerbitan buku, The Mohamed Bin Zayed Species Conservation Fund juga telah mendirikan pusat pembibitan di Ponpes Al Uswah Kuala dan di Sekoci Besitang. Diharapkan hasil pembibitan akan ditanam sebagai dukungan terhadap upaya restorasi lahan TNGL yang kritis seluas 20 HA di wilayah Sei Bamban Besitang. Dalam sambutannya, direktur YOSL-OIC H. Panut Hadisiswoyo, MA., M.Sc. yang juga sebagai ketua dewan pembina FORDALING menyatakan sangat berbahagia melihat antusiasme kalangan da’i dan ulama khususnya yang tergabung dalam FORDALING berperan aktif dalam mendukung kelestarian TNGL. “Semoga FORDALING dapat bekerja dengan baik memberi pencerahan kepada umat tentang perlunya pelestarian alam khususnya keberadaan TNGL,” ujarnya memberi pengarahan kepada para pengurus FORDALING yang baru dilantik. Sebagai lini baru kampanye kelestarian TNGL, diharapkan FORDALING bersama dengan OIC bisa lebih efektif memberikan penyadaran dan edukasi kepada masyarakat luas, khususnya umat Islam di Kab. Langkat dan Aceh Tamiang. (Arif)
Pemenang Lomba Pidato “Islam dan Konservasi”
11
INISIATIF KONSERVASI DARI LIMA DESA DI ACEH TENGGARA MELALUI “SEKOLAH DESA” PROGRAM ACEH COMMUNITY CONSERVATION INITIATIVE (ACCI) Beranjak dari kesadaran bahwa pelestarian sumberdaya alam akan berhasil dengan partisipasi masyarakat, maka YOSL-OIC mengembangkan berbagai model aksi konservasi kawasan TNGL di Kabupaten Aceh Tenggara melalui pendekatan pengelolaan partisipatif yang berbasis masyarakat. Upaya menimbulkan INISIATIF KONSERVASI di dalam masyarakat merupakan sebuah usaha yang harus dilakukan sejak dini, upaya tersebut harus bersifat partisipatif. Pada tahap yang sangat awal adalah dengan kegiatan pengajaran berupa Sekolah Desa (SD). Pendekatan Sekolah Desa tersebut bersifat memberdayakan kelompok masyarakat untuk melakukan pembelajaran diri, perencanaan, menjalankan dan memperoleh manfaat dari pengetahuanya, proses pemberdayaan ini merupakan proses yang berjalan terus menerus dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian peserta Sekolah Desa. Secara umum tahapan dari Kegiatan Sekolah Desa, yang dilaksanakan di Desa Darul Makmur, Lawe Aunan, Aunan Sepakat, Seri Muda dan Desa Ketambe dalah sebagai berikut: 1. Sosialisasi kegiatan Sekolah Desa (SD) termasuk pemilihan peserta, 2. Kegiatan dilakukan agar masyarakat dapat melakukan kajian-kajian terhadap desanya sendiri terkait dengan mata pencaharian, sosial ekonomi, lingkungan, sosial budaya, dan nilai-nilai konservasi seperti hutan, sungai, sumberdaya alam lainnya sampai dengan penyusunan rencana aksi desanya. 3. Aksi Lapangan jangka pendek/aksi rintisan. Kegiatan ini dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan desa jangka pendek. Kegiatan pelatihan kepada
Presentasi transek di Desa Aunan
masyarakat antara lain; pelatihan pembuatan kompos dan pelatihan pembuatan pestisida nabati. 4. Silaturahmi desa (lokakarya 5 desa). Kegiatan ini dilaksanakan untuk merancang kolaborasi aksi konservasi di 5 desa dampingan YOSL-OIC dengan mensinergikan dalam menyelesaikan aksi ditingkat lokal, evaluasi proses belajar SD hingga menyusun rencana aksi desa. 5. Sosialisasi Pelaksanaan Aksi dan pembentukan kelompok kerja aksi di 5 desa. Pembentukan komitmen kelompok kerja konservasi dan penyusunan rencana kerja pelaksanaan aksi di lapangan. Kegiatan dilakukan agar terdapat kelompok-kelompok kerja konservasi yang akan melakukan aksi yang telah disepakati sebelumnya pada silaturahmi desa. 6. Pelaksanaan Aksi Lapangan, menindaklanjuti kegiatan aksi yang telah disepakati dengan merealisasikan pelaksanaan rencana kerja dari kelompok kerja konservasi.
12
7. Festival Desa (pertemuan akbar antar 5 desa), Kegiatan dilakukan sebagai ajang tukar informasi antar kelompok masyarakat, aksi-aksi inisiatif yang dirintis dan dibangun bersama, ajang membangun jaringan masyarakat dengan para pihak lokal, menggalang berbagai dukungan dari para pihak baik pemerintah dan swasta, sebagai strategi untuk keberlanjutan program dan sebagai ajang promosi hasil dan keberhasilan Program Sekolah Desa Konservasi untuk membangun inisiatif dari masyarakat dengan keterlibatan aktif oleh masyarakat (partisipatif). Mustaqim
Sekolah Desa
Bagan proses pelaksanaan program ACCI
Materi Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat
Sosial
13
Pada tanggal 16-23 Januari 2010, Founding Director OIC Panut Hadisiswoyo diundang oleh Bamboo Community University Association (BCUA) dan National Chengchi University (NCCU) Taiwan untuk menjadi keynote speaker pada acara International Conference on Community Learning 2010. Pada kesempatan tersebut, Founding Director OIC mempresentasikan sebuah paper ilmiah dengan judul “Community Environmental Education is a key to rainforest and orangutan conservation: Lessons from Sumatra, Indonesia”. Konferensi ini dihadiri oleh para pakar, praktisi, dan aktifis NGO di Taiwan yang aktif melakukan program pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kapasitas bagi masyarakat yang tidak mendapatkan akses pendidikan tinggi untuk dapat berperan aktif dalam program pembangunan kemasyarakatan di Taiwan. Dalam presentasinya, Founding Director OIC berbagi pengalaman OIC dalam mengembangkan program pemberdayaan masyarakat untuk program konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) melalui pendekatan pendidikan lingkungan berbasis masyarakat (Community Penyerahan Informasi tentang Program OIC Environmental Education) dengan menggunakan program Pride kepada Deputi Mentri Luar Negeri Taiwan Campaign Rare dan Aceh Community Conservation Initiative (ACCI) sebagai studi kasus. Founding Director OIC juga banyak berbagi informasi tentang tantangan yang dihadapi dalam upaya konservasi hutan tropis dan orangutan sumatera Indonesia sehingga banyak peserta konferensi yang tertarik untuk memahami lebih lanjut tentang isu konservasi hutan tropis dan orangutan di Indonesia. Selama lawatan ke Taiwan, Panut juga menerima undangan untuk berkunjung ke beberapa universitas dan LSM di Taiwan dalam rangka memperkenalkan program OIC dan isu konservasi orangutan bagi masrakat luas di Taiwan. Panut juga mendapat undangan untuk bertemu langsung dengan Deputi Menteri Luar Negeri Taiwan dan Director NGO Affairs Committee yang telah mendukung OIC untuk mendirikan Conservation and Digital Opportunity Centre (CDOC) di Bukit Lawang dan Tangkahan guna membantu pengembangan ekowisata dan konservasi TNGL.
Panut sebagai Keynote Speaker pada International Conference on Community Learning 2010
Taiwan pernah dikenal sebagai negara dengan tingkat penyelundupan orangutan tertinggi di dunia. Pernah dilaporkan bahwa antara tahun 1985 hingga tahun 1990, paling sedikit 1000 ekor bayi orangutan diselundupkan ke Negara Taiwan (http://www.honoluluzoo.org/orangutan.htm). Oleh karena itu, Panut juga menyempatkan untuk menyampaikan presentasi tentang konservasi orangutan sumatera di berbagai instansi pemerintah, NGO dan universitas termasuk National Pintung University dan Pintung Wildlife Rescue Centre dan melihat langsung 23 ekor orangutan yang masih belum sempat direpatriasi ke Indonesia. Dengan demikian, kunjungan ke Taiwan merupakan peluang yang sangat penting bagi OIC untuk mengembangkan kemitraan dan menyampaikan urgensi akan pentingnya penyelamatan orangutan kepada masyarakat internasional. Kini banyak media di Taiwan yang sudah meliput program penyelamatan orangutan dan habitatnya yang dilaksanakan oleh OIC sehingga diharapkan masyarakat di Taiwan dan internasional akan ikut mendukung konservasi orangutan sumatera sebagai spesies yang dilindungi dan terancama punah akibat perburuan liar dan hilangnya habitat mereka. (Panut Hadisiswoyo)
14