Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
FORMULASI IDE PERMAAFAN HAKIM (RECHTERLIJK PARDON) DALAM PEMBAHARUAN SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA Aristo Evandy A.Barlian1, Barda Nawawi Arief 2 Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
[email protected] ABSTRAK Substansi Buku 1 Kuhp saat ini merupakan pedoman induk dalam sistem pemidanaan di Indonesia, namun pedoman dalam perumusan pidana saat ini hanya terpaku pada ketentuan adanya tindak pidana dan kesalahan tanpa memasukan tujuan dan asas dari pemidanaan.Oleh karena itu hukum pidana saat ini dirasa kaku dan tidak berkemanusiaan dalam aplikasinya pada kasus-kasus kecil yang dipandang memerlukan keadilan sosial. Rumusan sistem induk yang tidak memilki tujuan dan asas dalam pedoman pemidanaan tidak akan melahirkan hukum yang efektif, saat ini telah hadir sebuah ide yaitu Rechterlijk Pardon sebagai salah satu konsep dalam pembaharuan pidana yang telah digunakan oleh pelbagai negara yang menerapkan civil law sistem. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ide Rechterlijk Pardon dalam tahap formulasi dan aplikasi yang ada pada saat ini dan dalam formulasi sistem induk pidana yang akan datang di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan penulis adalah penelitian hukum kualitatif normatif, yaitu dengan pendekatan perundang-undangan (statute appproach), pendekatan konseptual (conceptual approach), Pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Analisis kualitatif normatif terhadap data yang disajikan secara kuantitatif, berpijak pada analisis deskriptif dan prediktif. Hasil analisa pada penelitian ini ditemukannya 6 (enam) pasal yang berkaitan dengan nilai permaafan dalam formulasi kuhp saat ini namun bukanlah nilai permaafan yang murni dan ditemukannya 5 (lima) aplikasi peradilan pidana yang telah memiliki nilai permaafan namun masih belum dapat diterapkan dengan baik karena tidak adanya formulasi permaafan dalam pidana saat ini. Diformulasikannya ide permaafan hakim “Rechterlijk Pardon” dengan memasukannya tujuan dan asas pemidanaan dalam syarat pemidanaan yaitu pada Pasal 55, 56 dan 72 RUU KUHP 2015, nantinya akan menjadikan sistem hukum pidana di Indonesia yang akan datang dapat lebih integral, fleksible, humanis, progress dan nasionalis. Disarankan kepada anggota Parlemen untuk dapat membuat dan melegitimasi rancangan perumusan sistem hukum pidana yang telah ada sampai sekarang. Mereformasi sistem hukum pidana merupakan bagian penting dalam perkembangan sistem peradilan pidana di masa depan. sistem peradilan pidana sangat membutuhkan reformasi yang signifikan seperti masuknya tujuan dan asas hukum pidana sehingga terwujudnya sistem peradilan pidana yang efektif di Indonesia. Kata Kunci : Formulasi Sistem Pemidanaan; Ide Permaafan Hakim; Pembaharuan Hukum
1
2
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum UNDIP Penulis Kedua, Penulis Koresponden
28
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
A. Pendahuluan
tersebut merupakan terobosan hukum baru yang
Kebijakan formulasi dalam perumusan
diatur dalam konsep.Ide tersebut lebih memiliki
sistem pemidanaan materiil di Indonesia pada saat
cakupan nilai-nilai hukum yang hidup dan nilai
ini (Kuhp/WvS) berasal dari warisan jajahan
hukum nasional yang lebih berorientasi pada nilai
belanda yang penyusunannya lebih berorientasi
Pancasila. Saat ini KUHP/ Wvs sama sekali tidak
pada pelaku tindak pidana.Nilai filosofi yang
mengatur adanya ketentuan umum mengenai
menjadi latar belakang disusunnya Kuhp/WvS
dapatnya
dilakukan
adalah individualism dan liberalism yang diilhami
Akibatnya
banyak kasus-kasus kecil seperti
oleh aliran klassik/neo klassik yang berorientasi
pencurian kakao, sandal, semangka dijatuhi pidana
pada perbuatan dan pelaku tindak pidana.
yang tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan
Ketentuan perundang-undangan hukum pidana
nilai-nilai kemanusiaan yang hidup di masyarakat.4 Permaafan
materiil di Indonesia tidak dapat dipisah-lepaskan dengan “Ketentuan Induk” dari
permaafan
oleh
oleh
hakim juga
hakim.
dikenal
sebagai Rechterlijk pardon, non imposing of
Kuhp/WvS dan
penalty, Judicial Pardon atau dispensa de pena.
ketentuan UU pidana diluar Kuhp.3 Saat ini sedang disusun Konsep KUHP
Diberbagai negara, dalam hal tertentu hakim dapat
Baru yang bertujuan menggantikan KUHP/WvS
untuk tidak menjatuhkan pidana terhadap pelaku
karena ide/konsep dasar pemikiran, nilai filosofi
tindak pidana. Gagasan mengenai permaafan
dalam masa penyusunannya, sudah tidak sesuai
hakim dalam Konsep RUU KUHP merupakan nilai
lagi dengan ide/konsep dasar pemikiran, nilai
hukum terbaru yang merupakan reformasi dari
filosofi yang disusun dalam Konsep. Ide/konsep
kekakuan sistem pemidanaan dalam KUHP/Wvs.
dasar pemikiran, nilai filosofi disusunnya Konsep
Sistem pemidanaan dalam KUHP mensyaratkan
adalah Pancasila yang jalinan ide dalam setiap
bahwa pidana dapat dijatuhkan apabila terpenuhi
silanya
syarat adanaya perbuatan dan kesalahan. Dengan
mencerminkan Nilai Ketuhanan, Nilai
bertumpu
Kemanusiaan dan Nilai Kemasyarakatan.
pada
dua
syarat
tersebut
maka
pemidanaan dalam KUHP dirasakan sangat kaku
Dalam konsep terdapat Pembaharuan ide
dan
yang merupakan kebijakan formulasi dan salah
tidak
progress
dalam
menyelesaikan
satunya adalah “ide permaafan oleh hakim” ide Barda Nawawi Arief, RUU KUHP BARU sebuah Restrukturisasi/Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia, Penerbit Pustaka. Magister, Semarang 2012, hlm.1- 2. 3
4Barda
Nawawi Arief, Pembaharuan Sistem Penegakan Hukum Dengan Pendekatan Religius Dalam Konteks Siskumnas Dan Bangkumnas,Semarang, hlm.10.
29
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
problematika
penegakan
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
hukum
dalam
pendekatan
pembaharuan hukum nasional.5 Berdasar
pada
kasus.Analisis
kualitatif
normatif
terhadap data yang disajikan secara kuantitatif,
uraian
dalam
“latar
berpijak pada analisis deskriptif dan prediktif.
belakang” di atas, maka penulisan ini hendak C. Pembahasan
menganalisis tentang “Formulasi ide Permafaan Hakim (Rechterlijk Pardon) dalam Pembaharuan Sistem
Pemidanaan
di
Indonesia”
1. Kebijakan Formulasi Hukum pidana saat ini
untuk
yang berorientasi pada nilai permaafan.
memberikan kebebasan kepada hakim dalam
Dalam meninjau adanya permaafan hakim
memutus perkara-perkara yang semestinya dapat
pada substansi Kuhp saat ini beberapa pasal
diselesaikan dan didamaikan secara cepat oleh
dibawah
hakim, serta memperluas kewenangan hakim
apakah
berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
penelitian hukum normatif digunakan beberapa yaitu
pendekatan
perundang-
(statute
approach),
pendekatan
konseptual (conceptual approach), Pendekatan perbandingan
diatas
hakim melakukan permaafan.
adalah penelitian hukum kualitatif normatif. Dalam
(case
pasal-pasal
memang
telah
sesungguhnya yang dapat memberi pedoman bagi
Metode pendekatan dalam penelitian ini
kasus
kemungkinan
memenuhi unsur dari nilai permaafan yang
B. Metode Penelitian
undangan
adanya
permaafan dari hakim, namun dapat diketahui
dalam mencari dan menggali keadilan yang hakiki
pendekatan,
menunjukan
approach)
dan
(comparative
pendekatan approach.)6.
Penggunaan metode analisis kualitatif normatif ini sangat berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam pendekatan perbandingan dan Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Program Magister Ilmu Hukum Undip,.hlm. 79. 6Johnny Ibrahim, 2005.Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Surabaya, hlm.444. 5
30
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
No 1.
Kebijakan Formulasi KUHP/WvS Pasal 14a ayat (1).7
Pidana Ringan
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Hasil
Nilai Peramaafan
Kelemahan Hukuman
Terhadap pidana satu tahun penjara atau kurungan.
Hakim dapat memerintahkan bahwa pidana tidak usah dijalani,
Apabila syarat percobaan tidak terpenuhi terpidana tetap akan dipenjara dan menjalani hukuman.
Tidak ada nilai permaafan hakim dalam ketentuan pidana percobaan atau pidana bersyarat.
2
KUHP/WvS Pasal 408
Terhadap larangan memasukan barang bagi anak dibawah umur.
Diserahkan kembali tanpa pidana apapun.
Hakim dapat untuk tetap memberi hukuman pidana perampasan bagi anak.
Tidak ada nilai permaafan hakim dalam pidana perampasan bagi anak.
3
UU pidana Khusus diluar KUHP No. 11 Tahun 2012 dalam Pasal 70.9 KUHP /WvS Pasal 82.10
Terhadap ringannya perbuatan dan keadaan pribadi Anak
Hakim dapat mempertimbangkan untuk tidak menjatuhkan pidana.
Hakim dapat untuk tetap memberikan hukuman “Tindakan” bagi anak.
Tidak ada nilai permaafan hakim dalam pidana tindakan bagi anak.
Terhadap hukuman pelanggaran yang dapat dibayar dengan denda.
Apabila denda telah dibayar, kewenangan menuntut pelanggaran menjadi hapus.
Tidak ada nilai permaafan hakim dalam pemberian pidana denda maksimum.
5.
KUHP/WvS, Pasal 44-51.11
Terhadap hukuman yang memiliki alasan pemaaf.
Apabila memiliki unsur “adanya alasan pemaaf” maka hakim dapat menilai dengan memutuskan untuk menghapus dan mengurangi pidana.
Bukan hakim pengadilan yang memiliki kewenangan mendamaikan melainkan lembaga Afkoop diluar pengadilan, selain itu adanya denda maksimum yang bercirikan adanya permaafan atau perdamaian bersyarat. Apabila tidak ada unsur ”adanya alasan pemaaf” maka pidana tetap dijalankan dengan alasan “tiada maaf bagimu”.
6.
KUHP/WvS Pasal 33a dan UU No. 22 Tahun 2002.12
Terhadap hukuman penjara yang ditetapkan, paling rendah 2 tahun.
Diberikannya penghapusan pelaksanaan pidana oleh Presiden.
Terdapat kelemahan dari fungsi pengadilan khususnya kewenangan hakim dalam memberi maaf.
Tidak ada nilai permaafan bagi hakim dalam Grasi yang diberikan Presiden.
4
Tidak ada nilai permaafan, karena dalam rumusan hakim seharusnya tetap dapat memaafkan sekalipun tiada alasan pemaaf sekalipun.
KUHP/WvS Pasal 14A ayat (1) tentang Ketentuan pidana percobaan atau pidana bersyarat dikutip pada 25 Juni 2016 pk.09.00 wib. 8 KUHP/WvS Pasal 40 tentang pelanggaran terhadap anak dibawah umur pada 25 Juni 2016 pk.09.00 wib. 9 Undang-undang No.11 Tahun 2011 tentang sistem peradilan anak pada Pasal 70, dikutip pada 25 Juni 2016 pk.09.00 wib. 10 KUHP/WvS Pasal 82 tentang Pelanggaran yang diancam denda, dikutip pada 25 Juni 2016 pk.09.00 wib. 11 KUHP/WvS Pasal 44-51 tentang alasan pemaaf umur pada 25 Juni 2016 pk.09.00 wib. 12 KUHP/WvS Pasal 33A tentang Permohonan kepada Presiden dikutip pada 25 Juni 2016 pk.09.00 wib. 7
31
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
No.
Kasus
Masalah
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Dakwaan
Nilai Permaafan Dinilai bersalah dan melawan hukum, tetapi tidak ada motif dan tujuan melakukan pidana, orientasi hakim disini sudah melihat pemidanaan dari perbuatan ke pelaku tindak pidana. Hakim banding mengupayakan perdamaian antara terdakwa dan keluarga korban secara adat dan agama dengan mengutip al-Baqarah: 178. Hakim menawarkan perdamaian kepada keluarga korban dengan menimbang usia boni dan melihat usaha boni untuk menyelamatkan korban saat kecelakaan terjadi. Hakim menimbang adanya kesadaran anak untuk mengakui kesalahannya dan menimbang pengaruh pidana pada masa depan pelaku.
Lepas
Tidak ada nilai permaafan hakim dalam putusan Lepas.
Percobaan
Tidak ada nilai permaafan hakim dalam putusan percobaan. Tidak ada nilai permaafan hakim dalam putusan percobaan.
Tindakan pengembalian kepada orangtua
Tidak ada nilai permaafan hakim dalam hukuman Tindakan.
Hakim menimbang telah tercapai kesepakatan damai antar pihak dengan memperbaiki kerusakan kendaraan yang berarti tidak ada kejahatan yang dapat dihukum pidana lagi. Hakim menjunjung tinggi kedamaian dari pada perselisihan yang berterusan.
Lepas
Bukanlah nilai permaafan hakim dalam putusan Lepas.
1.
Ibu Meneria13
Meminjamkan uang ke rekan-rekannya untuk menafkahi anakanaknya.
Didakwa hukuman 1 tahun karena melakukan kejahatan membuka bank gelap tanpa izin sesuai UU perbankan.
2.
Juan14
Perkelahian
Didakwa telah melakukan Penganiayaan.
3.
Boni (16Th)
Kelalaian mengendarai motor yang mengakibatkan kematian.
Didakwa 6 bulan penjara dan denda, karena kelalaian yang menimbulkan kematian.
15
4.
Aal (15Th)
Mencuri sepasang sandal.
Didakwa pencurian pada sandal pegawai Polisi.
5.
Ellya Dado16
Perselisihan akibat dari kendaraan Ellya Dado yang dirusak
Mendakwa Ellya Dado selama 2 minggu penjara dengan percobaan 1 bulan karena telah mengancam dan menghina korban.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 90/PID/1976/TIM. Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 53/PID/1983/PT Mdn. 15 Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 52/PID.SUS/2013/PN.SML 16 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur No.46/PID/78/UT/WANITA. 13 14
32
Putusan
Percobaan
Hasil
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Dapat ditarik sebuah pemikiran bahwa
dan asas hukum pidana yang lebih menjunjung
dalam kebijakan formulasi hukum pidana saat ini
perdamaian
dan
kemanusiaan
menghasilkan
baik dari Kuhp/WvS dan Undang-undang Khusus
putusan pidana yangdapat menganggu rasa
diluar Kuhp masih belum memilki dan memasukan
keadilan dan menimbulkan ketidakpercayaan dari
secara eksplisit dan jelas ide permaafan hakim bagi
masyarakat terhadap peradilan hukum di Indonesia.
pidana yang dipandang ringan dan dipandang tidak
Pada saat ini ada beberapa putusan peradilan
perlu dipidanakan. Dapat dikatakan kebijakan
pidana yang dipandang telah memiliki nilai
formulasi hukum pidana saat ini tidak ada nilai
permaafan seperti :
permaafan secara murni dari hakim, hukum pidana
Dapat ditarik sebuah pandangan bahwa
saat ini masih menggunakan asas hukum yang
pada saat ini tidak ada aplikasi permaafan dalam
kaku “Tiada maaf bagimu” sehingga seakan pidana
penerapan peradilan pidana di Indonesia.Walapun
penjara adalah obat terakhir untuk para pesalah
sudah ada beberapa putusan dan pertimbangan
yang melakukan tindak pidana sesuai Kuhp/WvS
hakim yang cendrung memilki nilai permaafan
yang sangat bercorak liberalis. Nilai kemanusiaan
namun, permaafan tidak dapat dilakukan oleh
yang tertuang dalam Pancasila tidak tercermin
hakim karena tidak ada landasan hukum untuk
dalam Kuhp milik belanda yang saat ini kita
menjatuhkan permaafan dalam Kuhap yang ada
gunakan.
hanya Pidana, Bebas, dan Lepas.Hal ini juga terkait pada pedoman pemidanaan yang menjadi
2. Aplikasi nilai permaafan hakim dalam
induk
penerapan peradilan pidana di Indonesia.
seharusnya dimasukan ide permaafan pada
hukum
pidana
seperti
Kuhp
yang
Peradilan pidana saat ini banyak memutus
pedoman Kuhp Indonesia sehingga seluruh sistem
kasus yang dipandang oleh masyarakat hanya
pemidanaan baik materil dan formil dapat
berpihak
menerapkan permaafan guna kedamaian dalam
pada
kalangan
berprikemanusiaan
atas
pada
tapi
tidak
kalangan
sistem pemidanaannya.
bawah.Pandangan umum dari masyarakat bahwa hukum saat ini tajam kebawah namun tumpul
3. Formulasi Ide Permaafan Hakim dalam RUU
keatas telah dirasa dalam beberapa putusan yang
KUHP 2015.
tidak layak untuk dipersidangkan dan bahkan seharusnya
dapat
diselesaikan
Ruu Kuhp dibentuk untuk menyesuaikan
dengan
hukum pidana warisan belanda (Kuhp), yang pada
perdamaian.Dampak dari tidak adanya pedoman
harapan besar dapat direformasi ke hukum pidana
33
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
nasional yang sesuai dengan nilai pancasila dan
Ide individualisasi pidana ini mengandung
keperluan masyarakat.Reformasi hukum terletak
beberapa karakteristik seperti pertanggungjawaban
pada aturan umum yang meliputi tujuan, pedoman
pidana yang bersifat pribadi atau perorangan (asas
dan
nilai-nilai
personal), kemudian pidana hanya dapat diberikan
dalam
kepada orang yang bersalah (asas culpabilitas),
pembentukan konsep ini adalah ide permaafan
selain itu pidana harus disesuaikan dengan
hakim yang bersifat individual.Ide permaafan hakim
karakteristik dan kondisi pelaku, yang berarti ada
yang bersifat individual ini memilki nilai ketuhanan,
kelonggaran bagi hakim untuk memilih sanksi
kemanusiaan dan kemasyarakatan sesuai dengan
pidana dan harus ada kemungkinan untuk
jiwa kabangsaan (Pancasila).
memodifikasi pidana berupa penyesuaian dalam
pemidanaan
kebangsaan.
Salah
sesuai satu
dengan ide
besar
Konsep Permaafan dalam Ruu Kuhp 2015
pelaksanaannya.17
diimbangi dengan ide inividualistik yang mana
3.1 Pasal 55 dan 56 Ruu Kuhp 2015 sebagai
bahwa vonis hakim juga bertitik tolak kepada
Tujuan dan Pedoman dalam Permaafan Hakim
aspek tujuan pemidanaan yang bertolak pada
Dalam Ruu Kuhp 2015 tujuan pemidanaan
model sistem peradilan pidana yang mengacu
terdapat pada ketentuan umum Pasal 55 dan
kepada
model
pedoman pemidanaan dalam ketentuan umum
keseimbangan kepentingan yang memperhatikan
Pasal 56 untuk hakim dapat memaafkan pelaku
pelbagai kepentingan, meliputi kepentingan negara,
tindak pidana yang dipandang dapat dimaafkan
kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak
meskipun jelas bersalah. RUU KUHP 2015 Bab III
pidana,
kejahatan,
bagian kesatu tentang tujuan pemidanaan dalam
sehingga arah yang dicapai akan menghasilkan
pasal 55 ayat 1 menyatakan pemidanaan bertujuan
tujuan
:18
“daad-dader
dan yang
strafrecht”
kepentingan memberikan
yaitu
korban
kedamaian
dan
kesejahteraan bagi setiap elemen yang ada.
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat; b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;
Permaafan hakim dalam pembaharuan pidana merupakan
salah
satu
bentuk
dari
ide
individualisasi pidana yang memperhatikan setiap kepentingan termasuk kepentingan pelaku, oleh karena itu ide permaafan hakim juga disebut
17Lawrence
M. Friedman, American Law: An invaluable guide to the many faces of the law, and how it affects our daily our daily lives, W.W. Norton & Company, New York, 1984, hlm. 26 18Rancangan undang-undang Kuhp 2015, Pasal 55 ayat 1.
sebagai “permaafan individual” dalam pidana Indonesia.
34
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
pedoman pemidanaan yang akan datang jelas menunjukan formulasi pemaafan dalam substansi rumusannya. Dalam Ruu Kuhp 2015 pada pedoman pemidanaan pasal 56 ayat 1 menyatakan dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan:20 a. b. c. d.
Dalam ketentuan tujuan pemidanaan diatas menjelaskan bahwa pemidanaan memilki tujuan yang mulia dengan mencegah pidana demi pengayoman
masyarakat.Pemidanaan
juga
e. f.
bertujuan membina terpidana untuk menjadi orang baik dan berguna serta pemidanaan bertugas
g.
menyelesaikan konflik, memulihkan kesimbangan dan
jugamendatangkan
rasa
damai
h.
dalam
i.
masyarakat.Tujuan dari pidana diatas mengandung nilai kemasyarakatan yang sesuai dengan karakter
j.
bangsa Indonesia (Pancasila), selain itu tujuan
k.
diatas lebih integratif dengan lebih berorientasi pada pelaku tindak pidana dibandingkan perbuatan
Dengan adanya pedoman pemidanaan
pidana. Pasal 55 ayat 2 juga tidak kalah penting
pada ayat 1 pasal 56 Ruu Kuhp diatas, dapat
dalam merekonstruksi tujuan pemidanaan karena
memungkinkan hakim dalam sistem pemidanaan
disebutkan bahwa “pemidanaan tidak dimaksudkan
yang akan datang untuk dapat lebih melihat
untuk menderitakan dan merendahkan martabat
orientasi kasus pidana pada pelaku tindak pidana
manusia”,19hal ini menunjukan bahwa tujuan
tidak hanya pada perbuatanya saja yang melawan
pemidanaan dalam Kuhp yang akan datang akan sangat
berkemanusiaan
dan
undang-undang dan dapat memberi kebebasan
memungkinkan
pada hakim untuk menilai pelaku bahkan dapat
adanya permaafan oleh hakim.
memberikan permaafan bagi pelaku tidak pidana.
Selain dari tujuan pemidanaan yang dapat
Pedoman pemidanaan diatas dapat menjadi acuan
memungkinkan permaafan oleh hakim, dalam 19Rancangan
kesalahan pembuat tindak pidana; motif dan tujuan melakukan tindak pidana; sikap batin pembuat tindak pidana; tindak pidana yang dilakukan apakah direncanakan atau tidak direncanakan; cara melakukan tindak pidana; sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana; riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pembuat tindak pidana; pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana; pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; pemaafan dari korban dan/atau keluarganya; dan/atau pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.
bagi penegak hukum dalam menjalankan tugasnya
undang-undang Kuhp 2015, Pasal 55 ayat 2.
20Rancangan
35
undang-undang Kuhp 2015, Pasal 56 ayat 1.
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
untuk menemukan keadilan dan tidak hanya
hukuman pidana pada terdakwa meskipun telah
terpaku pada kepastian undang-undang.
terbukti melakukan suatu tindak pidana yang ringan
Dalam pedoman pemidanaan pasal 56 ayat
dan tidak serius, apabila hakim menganggap patut
2 Ruu Kuhp menyatakan “Ringannya perbuatan,
berhubungan dengan kecilnya arti perbuatan,
keadaan pribadi pembuat, atau keadaan pada
kepribadian pelaku atau keadaan-keadaan pada
waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi
waktu perbuatan dilakukan, begitu pula sesudah itu
kemudian, dapat dijadikan dasar pertimbangan
ia
tidak
menjatuhkan
pidana
menunjukkan
keteladanan,
hakim
dapat
atau
menentukan di dalam putusan bahwa tidak ada
mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan
pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkandengan
segi keadilan dan kemanusiaan”.21Dengan dasar ini
mempertimbangkan
maka hakim di masa mendatangakan memiliki
kemanusiaan.22 Meskipun telah memilki ketentuan
Legal standinguntuk dapat memaafkan orang yang
peramaafan dalam pedoman pemidanaan, terdapat
nyata-nyata melakukan tindak pidana dengan
beberapa poin pembatasan agar majelis hakim
alasan
dapat menjatuhkan putusan berupa pardon yaitu :
untuk
keadaan
pribadi
si
pembuat
dan
pengampunan
oleh
hakim
tersebut tidak ada dalam Kuhp saat ini.Pasal 56 ayat 2 Ruu Kuhp 2015 ini seakan menegaskan sebuah kemungkinan yang dapat menyimpulkan bahwa dengan berpegang pada tujuan pemidanaan pada pasal 55 dan mengacu pada pedoman
dan
Dengan ketentuan diatas hakim diberi
pemidanaan yang berorientasi pada pelaku dalam
wewenang untuk dapat memberikan maaf, apabila
pasal 56(1), maka sistem pemidanaan di Indonesia
hakim merasa pemberian pidana akan mengusik
nantinya akan dapat memaafkan pelaku pidana
keadilan dan kemanusian, apabila hakim merasa
dengan mempertimbangkan segi keadilan dan segi
bahwa ada pertentangan antara kepastian hukum
kemanusiaan.
dan
Pengaturan ini memberikan kemungkinan
keadilan,
maka
hakim
dapat
memilki
keleluasaan untuk tetap membela pada keadilan.
bagi hakim untuk tidak melanjutkan penjatuhan
22Andi 21Rancangan
keadilan
1. ringanya perbuatan. 2. ringannya keadaan pribadi pembuat. 3. ringannya keadaan pada waktu dilakukan perbuatan, atau yang terjadi kemudian. 4. dengan memperhatikan dan mempertimbangakan segi keadilan dan kemanusiaan.
pertimbangan kemanusiaan. Ketentuan
segi
Zainal Abidin dan Andi Hamzah, Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Yarsif Watampone, 2010), hal 170-171.
undang-undang Kuhp 2015, Pasal 56 ayat 2.
36
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Asas permaafan hakim atau disebut
dilakukan
seseorang,
sebagai
bentuk
rechterlijk pardon/judicial pardon dalam pedoman
pengampunan maka dengan adanya pemaafan
pemidanaan dilatarbelakangi oleh falsafah ide atau
seseorang yang bersalah tidak perlu dijatuhi
pokok
hukuman atau tidak perlu merasakan hukuman
pemikiran
untuk
menghindari
kekakuan/absolutisme dalam sistem pemidanaan
terlebih
yang dijalankan oleh aparat penegak hukum, selain
seharusnya
itu melihat pada kondisi muatan penjara yang tidak
paradigma alternatif pidana, pemberian maaf
dapat
penjara
dicantumkan dalam putusan hakim, dan tetap harus
merupakan obat satu-satunya bagi terpidana.Hal ini
dinyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan
merupakan bentuk koreksi judisial terhadap asas
tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
menampung
karena
seakan
lagi
pada
hukuman
menjadi
pilihan
penjara terakhir
yang dalam
legalitas (judicial corrective to the legality principle)
Pada prinsipnya, Kuhp tidak mengatur
yang tidak sesuai dengan pengimplementasian
tentang pemaafan oleh hakim.Hal ini terjadi
atau pengintegrasian nilai atau paradigma dalam
disebabkan karena Kuhp sendiri merupakan
Pancasila.
sebuah sistem pemidanaan substantif yang kaku
Pengimplementasian atau pengintegrasian
dan bertolak dari tiga masalah hukum pidana, yaitu
tujuan pemidanaan yang bernilaikan pancasila ke
tindak pidana (strafbaarfeit), kesalahan (schuld),
dalam syarat pemidanaan merupakan bentuk
dan pidana (straf/punishment/poena).23 Dalam
pembaharuan
skema pemidanaan akan terlihat seperti :
memberikan
konsep
agar
hakim
dalam
permaafan/pengampunan
harus
Pidana = Tindak pidana + Kesalahan (Pertanggungjawaban pidana)
mempertimbangkan tujuan pemidanaan dengan menyediakan
klep/katup
Dalam
pengaman
alternative
opsional
dalam
namun,
ada
penerapan
yang
sehingga terkesan “tujuan” berada diluar sistem dan jelas banyak dihiraukan atau dilupakan oleh penegak hukum. Dengan model demikian, seolah-
memperbolehkan suatu permaafan dalam keadaan penting atau yang menyangkut keadilan umum. Pemafaan
merupakan
suatu
model
secara eksplisit adanya tujuan dalam Kuhp,
hukum civil law yang menjunjung tinggi kepastian legalitas
atau
tujuan pemidanaan, kerana tidak dirumuskan
pemidanaan, artinya meskipun konsekuensi negara implementasi
formulasi
Kuhp/WvS di atas, tidak tergambar adanya variable
(veiligheidsklep) atau pintu darurat (noodeur) dalam
dalam
pola
Tim Penyusun RKUHP Naskah Akademis RKUHP., hlm. 18.. Sebagaiman dikutip dari Barda Nawawi, Tujuan dan Pedoman Dalam Konsep RUU KUHP termuat dalam Mardjono Reksodiputro (Pengabdian Seoarang Guru Besar Pidana).,(Depok: Badan Penerbit FHUI, 2007)., hlm. 63. 23
bentuk
pengampunan/pembebasan dari kesalahan yang
37
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
olah dasar pembenaran atau justifikasi adanya
Ruu
Kuhp
kedepannya
harus
tetap
pidana hanya terletak pada unsur tindak pidana
mendasari dari sifat “model kepastian” karena telah
sebagai syarat objektif atau dasar pembenar dan
menjadi konsekuensi logis sebagai negara hukum
unsur kesalahan sebagai syarat subjektif atau
agar hukum dapat dijalankan dengan jelas dan
dasar pemaaf.24
tegas, akan tetapi sifatnya yang saat ini kaku harus
Pandangan
bahwa
pidana
sebagai
dirubah atau disesuaikan menjadi fleksibel dan
konsekuensi absolut yang harus ada terwujud
sejalan dengan keadilan sosial. Menurut penulis,
apabila kedua syarat tersebut telah terbukti, namun
katup/alternative pengaman yang ditunjukan pada
hakim seharusnya dapat melihat suatu kesalahan
hukum pidana yang kaku saat ini sebenarnya
yang dapat diberi maaf atau tidak perlu dipidana
ditunjukkan untuk menjawab kasus-kasus yang
demi keadilan, hal tersebut pun sulit diterapkan
sebenarnya tidak layak untuk diteruskan atau
karena model Kuhp saat ini yang absolut/kaku
dijatuhkan suatu pemidanaan meskipun telah
membuat ide permaafan tidak mendapat tempat
terbukti bersalah.
dan sukar diterima tanpa ada formulasi yang jelas.
Oleh karenanya, masalah tujuan dan asas
Kerangka berpikir seperti ini memberikan suatu
pemidanaan yang cendrung diharamkan pada Kuhp
legitimasi bahwa Kuhp/WvS saat ini bersifat “model
saat ini, sebaiknya diatur secara ekspilsit dalam
kepastian” yang kaku.25Model kepastian hukum
Ruu Kuhp mengingat perannya yang sentral dalam
menurut penulis adalah bentuk jati diri/wujud dari
suatu sistem peradilan pidana, khususunya dalam
konsekuensi adanya
negara hukum yang
hal permaafan hakim. Dengan adanya penegasan
menjalankan hukum atau aturan yang dikodifikasi
norma “tujuan pemidanaan” dalam Kuhp yang akan
sebagai jaminan kejelasan dengan diakuinya
datang (seperti pada pasal 55 Ruu Kuhp 2015)
sebuah aturan hukum pada saat suatu hukum akan
maka skema pemidanaan akan terlihat seperti pada
dijalankan, karena tanpa kejelasan dari kepastian
gambar dibawah :
hukum yang dikodifikasi maka hukum akan menjadi tidak jelas dan tidak dapat dijalankan dengan baik.
Pidana = Tindak Pidana + Kesalahan + Tujuan Pidana
Barda Nawawi, Tujuan dan Pedoman Dalam Konsep RUU KUHP 2012 hlm.63 25Saur menyebutnya sebagai “trias hukum pidana” (berupa sifat melwan hukum, kesalahan, dan pidana) dan Pecker menyebutnya sebagai “the three concept” atau “the three basic problems”(berupa Offence, guilt, dan punishment)” Herbert L. Packer, the Limits of The Criminal Sanction, ( Stanford: Stanford University Press, 1968).,hlm.17
Asas Legalitas
24
+
Asas Culpabilitas
Dengan gambar diatas apabila diterapkan secara eksplisit pada Kuhp yang akan datang maka tujuan pidana menjadi syarat berlakunya suatu
38
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
pemidanaan. Hal ini juga menegaskan bahwa
(non imposing of a penalty),26 walaupun “tindak
pelaku yang dimaafkan dan tidak dipidana (seperti
pidana” dan “kesalahan” telah terbukti. Dengan
pada pasal 56 (2) Ruu Khup 2015) akan
adanya pedoman untuk tidak menjatuhkan pidana
mempunyai tempat yang lebih jelas dengan adanya
maka
rumusan “tujuan” dalam sistem induk sehingga
berkemanusiaan, dapat dikatakan bahwa secara
peradilan pidana yang akan datang akan lebih
konseptual telah ada pergeseran yang saat ini
sesuai dengan cita-cita bangsa. Dengan adanya
bersifat kaku/absolut akan berubah menjadi model
tujuan dalam pemidanaan jelas akan menciptakan
keseimbangan yang fleksibel.27
karakter hakim yang lebih menahan nafsu untuk memenjarakan
dan akan
pengadilan
akan
menjadi
lebih
Setiap sistem seharusnya memilki sebuah
lebih mewujudkan
tujuan yang pasti, dan sebuah sistem hukum harus
efektivitas pemidanaan dengan memperhatikan
memilki tujuan, maka dikatakan apabila sistem
nilai-nilai integral, progessivitas dan individual
hukum pidana merupakan bagian dari sebuah
pelaku sesuai dengan sistem hukum nasional yaitu
sistem ia harus menjadi sistem yang bertujuan
Pancasila.
(purposive system).28 Agar terwujudnya keterjalinan
Dengan demikian, ide pemaafan hakim
sistem, maka tujuan pemidanaan seharusnya
yang dilengkapi pedoman dan tujuan dalam sistem
dirumuskan secara eksplisit di dalam Kuhp yang
induk akan mungkin dapat dilaksanakan oleh
akan datang seperti yang tergambar dalam Ruu
Majelis Hakim. Dengan dimasukkannya variabel
Kuhp 2015 yang saat ini merupakan rancangan
tujuan di dalam syarat pemidanaan maka menurut
konsep terbaru. Dalam pembaharuan sistem
konsep
tersebut dimaksudkan agar rumusan yang eksplisit
RKUHP
pembenaran
yang
atau
akan
justifikasi
datang, dari
dasar adanya
imposing of penalty adalah dimana seoarang terdakwa terbukti bersalah, tetapi tidak dijatuhkan pemidanaan oleh Majelis Hakim. Pengertian dari non imposing of penalty/ Rechterlijk Pardon/ dispensa de penamempunyai tujuan yang sama, yakni menyatakan seseorang terbukti secara sah dan meyakinkan, namun tidak menjatuhkan pemidanaan. Walaupun pemaknaan secara filosofis dari non imposing of penalty belum tentu didasarkan oleh konsepsi pemaafan hakim (bisa didasarkan hanya dari permasalahan penjara pendek, tetapi ketiganya mempunyai maksud yang sama untuk tidak menjatuhkan pidana sekalipun terdakwa terbukti). 27Marcus Priyo Gunarto, Asas Keseimbangan Dalam Konsep Rancangan Undang-Undang Kitab Undang Hukum Pidana, Jurnal Mimbar Hukum UGM, Volume 24 Nomor 1 Februari 2012, hlm 86-96. 28Anthony Allot, The Limits of Low, Butterwoth & Co. Ltd, London, 1980,hlm.28 26non
pemidanaan, tidak hanya pada “tindak pidana” (syarat objektif/legalitas) dan “kesalahan” (syarat subjektif/culpabilitas),
tetapi
juga
pada
“tujuan/pedoman pemidanaan”. Dengan mengingat “tujuan dan pedoman pemidanaan” maka dalam kondisi tertentu hakim tetap diberi kewenangan untuk memberi maaf dan tidak menjatuhkan pidana atau tindakan apapun
39
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
itu tetap dilaksanakan dan tidak dilupakan, terutama
untuk
menegaskan
bahwa
e. terdakwa tidak mengetahui bahwa tindak pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar; f. tindak pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain; g. korban tindak pidana mendorong terjadinya tindak pidana tersebut; h. tindak pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang lagi; i. kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan tindak pidana yang lain; j. pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya; k. pembinaan yang bersifat non-institusional diperkirakan akan cukup berhasil untuk diri terdakwa; l. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat beratnya tindak pidana yang dilakukan terdakwa; m. tindak pidana terjadi di kalangan keluarga; atau n. terjadi karena kealpaan.
tujuan
pemidanaan merupakan bagian integral dari sistem pemidanaan. Dengan adanya penegasan tersebut, maka posisi tujuan dan asas pedoman pemidanaan dalam persyaratan pemidanaan dapat terwujud kearah yang lebih baik. 3.2 Pasal 72 Ruu Kuhp 2015 sebagai Asas Permaafan dalam Pelaksanan Pidana Selanjutnya pada buku I bagian kedua dalam paragraf kedua Ruu Kuhp 2015 tepatnya pada pasal 72 tentang pidana penjara yang juga telah memasukan pedoman pidana yang berkaitan dengan ide permaafan atau tidak dijatuhkannya pidana jika dijumpai hal-hal yang terdapat pada ketentuan formulasi pasal 72 ayat 1 Ruu Kuhp 2015 seperti :29
Pada
(1) Dengan tetap mempertimbangkan Pasal 55
formulasi
diatas
menjelaskan bahwa ide permaafan telah lebih
dan Pasal 56, pidana penjara sejauh
ditekankan pada proses pemidanaan dalam bentuk
mungkin tidak dijatuhkan, jika dijumpai
jenis-jenis pidana yang terperinci seperti dalam
keadaan-keadaan sebagai berikut:
huruf a sampai n dalam pasal 72 (1) Ruu Kuhp ini.
a. terdakwa berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun atau di atas 70 (tujuh puluh) tahun; b. terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana; c. kerugian dan penderitaan korban tidak terlalu besar; d. terdakwa telah membayar ganti kerugian kepada korban; 29
ketentuan
Ketentuan pasal 72(1) ini seakan memberi perluasan makna permaafan bagi hakim dalam kewenangan barunya selain ter-eksplisit pada pasal 55 sebagai tujuan dan pasal 56 sebagai pedoman, hakim ditekankan kembali untuk dapat tidak menjatuhkan pidana dalam pasal 72 (1), sehingga hakim dapat lebih memprioritaskan permaafan yang
Rancangan undang-undang Kuhp 2015, Pasal 72 ayat 1..
40
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
cenderung memiliki nilai perdamaian bagi keadilan
atau merugikan masyarakat atau merugikan
dan kemanusiaan yang dicintai oleh masyarakat
keuangan atau perekonomian negara”. 30
pada umumnya.
Menurut penulis dalam hal ini perancang
Pasal 72 ayai 1 telah menjawab persoalan
konsep menunjukan bahwa permaafan juga tidak
hukum pidana yang selama ini dipandang oleh
dapat dengan mudah diputuskan oleh sembarang
masyarakat tidak dapat diselesaikan oleh peradilan
kasus, adanya spesifikasi khusus dalam formulasi
yang cendrung absolut/kaku tidak memihak pada
yang tertuang pada pasal 72 ayat 2 menurut
masyarakat kecil dan tidak sesuai dengan hati
penulis hal inimenunjukan bahwa permaafan hanya
nurani masyarakat. Namun, Ketentuan pasal ini
berlaku pada kasus-kasus tertentu yang memang
menurut penulis memberi keharusan bagi hakim
dipandang perlu (sesuai pasal 72(1) bagi keadilan
untuk tetap mempertimbangkan Pasal 55 dan Pasal
masyarakat
56 agar bentuk permaafan yang dihasilkan
Dengan
memang sesuai dan pantas untuk dimaafkan oleh
formulasi mengenai ide permaafan oleh hakim
hakim. Artinya tidaklah menjadi kelemahan bagi
dalam Ruu Kuhp yang baru ini maka permaafan
peradilan untuk memafkam kasus-kasus dengan
dapat dijalankan dalam sistem peradilan secara
mudah tetapi mengharuskan hakim dapat jeli
integral dengan baik tanpa merusak nilai kepastian
melihat fenomena hukum yang benar-benar
dalam berhukum.
mengusik keadilan yang hidup di masyarakat Pasal
72
ayat
kepentingan
ter-eksplisitnya
umum/negara.
ketentuan-ketentuan
Hadirnya ketentuan formulasi tentang
sesuai dengan ketentuan pasal 72 ini. Dalam
dan
pembatasan pidana pada pasal 72 Ruu Kuhp 2015 2
kembali
adalah sebuah asas baru dalam rancangan
menekankan dengan menjelaskan batas dan
undang-undang pidana yang disusun selama ini.
kualifikasi pidana dengan sangat tegas bahwa
Dimasukannya pedoman untuk tidak menjatuhkan
“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pidana dalam pasal ini menunjukan pemikiran si
tidak berlaku bagi tindak pidana yang diancam
pembuat konsep bahwa hukuman penjara seakan
dengan pidana penjara di atas 5 (lima)tahun atau
menjadi suatu hal yang wajib dalam hukum pidana,
diancam dengan pidana minimum khusus atau
hampir seluruh ketentuan undang-undang yang
tindak pidana tertentu yang sangat membahayakan
berunsur pidana mengenakan hukuman penjara dalam tiap delik dan sanksinya dengan perumusan 30Rancangan
41
undang-undang Kuhp 2015, Pasal 72 ayat 2.
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
tunggal tanpa ada alternative dan solusi lain untuk
memenjarakan orang. Jangan sampai semua
menyelesaikannya..
pelaku tindak pidana dari semua jenis pidana harus
Masalah-masalah pada kasus-kasus kecil
berujung ke penjara karena penjara seharusnya
yang salah satunya seperti pencurian termasuk
adalah hukuman terakhir (last resort).
yang ramai memenuhi penjara dan tidak dapat
Pada kandungan asas kedua yaitu asas
diselesaikan. Penjara seakan satu-satunya jalan
menahan diri yang bermakna aparat penegak
untuk membasmi kejahatandi bumi pertiwi, dan hal
hukum
ini dirasai sangat kaku dan sangat imperative,
menggunakan hukuman penjara. Secara teoritis,
sedangkan muatan penjara sangatlah terbatas hal
hukuman penjara bisa berdampak positif seperti
ini lah yang menjadi landasan bahwa ada yang
menimbulkan efek jera dan mengurangi potensi
salah dalam sistem perumusan pidana saat ini dan
kejahatan
perlu ada rekonstruksi secara fundamental. Pedoman yang dituangkan pada pasal 72
khususnya
yang
hakim
harus
berhati-hati
dilakukan
pelaku,
namun
dapatjugaberdampak
negatif
kalau
dipakai
sembarangan
terkesan
dan
memaksakan
ini juga mengandung 2 asas yang sangat akrab
kehendak.Dengan kedua kandungan asas yang
dengan ide permaafan hakim dan tidak hanya
terdapat pada pasal 72 ini menurut penulis,
berpusat pada hukuman penjara.Kedua asas atau
permaafan menjadi salah satu alternative wayatau
prinsip yang dapat dijabarkan dalam muatan pasal
problem solvingdalam mengurangi dan menyeleksi
72 ini menurut Barda Nawawi dalam kuliah
hukuman penjara.
umumnya juga mengandung asas penghematan
Dalam penjatuhan pidana, menurut penulis
(parsimony principle) dan asas menahan diri
hukuman yang bersifat penderitaan seperti penjara
(restraint principle). Kedua asas ini lebih pada
harus diposisikan sebagai alternatif yang dapat
pengaturan dari kebiasaan aparat penegak hukum
dipakai jika tidak ada hukuman yang lebih baik dan
yang
asas
bijaksana untuk di putus.Dalam pemberian pidana
penghematan mengandung arti aparat penegak
upaya pertama ialah memberi dan membawa
hukum tidak dapat mengobral sanksi penjara
kesadaran
semaunya,
harus
mempertimbangkan aspek-aspek yang bersifat non
mempertimbangkan banyak hal termasuk alternatif
yuridis seperti aspek psikologis terdakwa, sosial
sanksi
ekonomis, agamis, aspek filsafat humanis, aspek
cendrung
lain
menghukum,
khususnya seperti
hakim
pada
yang
permaafan
sebelum
kepada
menjatuhkan pidana penjara, asas ini menjadi
keadilan
pedoman agar hakim mengurangi hasrat untuk
policy/filsafat
42
korban
si
dan
pemidanaan,
terhukum,
masyarakat, aspek
dengan
aspek disparitas
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
pemidanaan,dan lain sebagainya maka hendaknya
permaafan, namun masih belum dapat diterapkan
vonis diharapkan memenuhi seluruh dimensi
dengan baik karena formulasi hukum saat ini masih
keadilan.
sangat
kaku/indvidualistik.
Hasil
penelitian
Secara menyeluruh dengan adanya tujuan
menemukan bahwa baik dari tahap formulasi dan
dan pedoman dalam Kuhp yang akan datang,
aplikasi hukum pidana saat ini adalah tidak memiliki
putusan hakim yang akan datang juga dapat
nilai permaafan dari hakim. Diformulasikannya ide
mempertimbangkan
yuridis,
permaafan hakim “Rechterlijk Pardon” dengan
sosiologis dan filosofis sehingga keadilan yang
memasukannya tujuan dan asas pemidanaan
ingin
dan
dalam syarat pemidanaan yaitu pada Pasal 55, 56
dipertanggungjawabkan adalah keadilan dengan
dan 72 RUU KUHP 2015, yang nantinya akan
orientasi pada moral justice, sosial justice dan legal
menjadikan sistem hukum pidana di Indonesia yang
justice. Dengan formulasi baru dalam Ruu Kuhp
akan datang yang lebih integral, fleksible, humanis,
2015 ini diharapkan ide permaafan hakim dapat
progress dan nasionalis.
memulihkan segala kerusakan yang terjadi akibat
2. Saran
aspek
dicapai,
bersifat
diwujudkan
pidana dan menjadi cermin pemidanaan yang lebih
Demi mewujudkan pidana yang lebih
berkemanusiaan sesuai dengan wujud falsafah
berketuhanan,
Pancasila, serta dapat dilaksanakan dengan baik
nasional yaitu Pancasila, disarankan kepada para legislator
D. Kesimpulan dan Saran
sebagai
wakil
rakyat
untuk
memperbaharui sistem induk pidana (KUHP) yang
1. Kesimpulan
saat ini dirasa kaku dan tidak memiliki nilai
Dapat disimpulkan bahwa hasil analisis pada
dan
berkemasyarakatan sesuai dengan nilai hukum
sesuai dengan tujuan dari hukum pidana.
kajian
berkemanusiaan
pembahasan
penelitian
permaafan
dalam
formulasinya,
dengan
ini
memasukan tujuan dan asas pemidanaan dalam
ditemukannya 6 (enam) Pasal yang berkaitan
formulasi KUHP yang akan datang maka ide
dengan nilai permaafan dalam formulasi KUHP dan
permaafan yang merupakan terobosan hukum
UU diluar KUHP saat ini, namun bukanlah nilai
dalam mencari keadilan masyarakat Indonesia
permaafan yang murni dapat dimaafkan oleh hakim
dapat diwujudkan secara nyata, DPR harus dapat
dan ditemukannya 5 (lima) aplikasi penerapan
melihat keperluan hukum pidana pada saat ini,
putusan peradilan pidana yang telah memiliki nilai
yang memerlukan pembaharuan signifikan untuk
43
Jurnal Law Reform Volume 13, Nomor 1, Tahun 2017
Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
tercapainya sistem peradilan pidana yang lebih
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992. Teori-teori
efektif di Indonesia. Dengan adanya tujuan dalam
dan Kebijakan Pidana, Bandung: Penerbit
konsep pemidanaan akan menciptakan karakter
Alumni.
hakim
yang
memenjarakan
lebih
menahan
dan akan
nafsu
untuk
Priyo Gunarto Marcus,2012. Asas Keseimbangan
lebih mewujudkan
Dalam
Konsep
Rancangan
Undang-
efektivitas pemidanaan dengan memperhatikan
Undang Kitab Undang Hukum Pidana,
nilai-nilai integral, progessivitas dan individual
Jurnal Mimbar Hukum UGM, Volume 24
pelaku sesuai dengan sistem hukum nasional yaitu
Nomor 1.
Pancasila. Peraturan Perundang-undangan.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Sistem
Abidin Andi Zainal dan Andi Hamzah, 2010, Pengantar
Dalam
Hukum
Peradilan Anak.
Pidana
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
Indonesia, Jakarta:Yarsif Watampone.
Pembentukan Peraturan UU
Arief. Barda Nawawi. 2015, Ilmu Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Integralistik,Semarang: Pustaka Magister.
Kekuasaan Kehakiman.
..................., .2014, Masalah penegakan Hukum
Undang-Undang No 22 tahun 2002 Tentang
dan Kebijakan Pidana, Jakarta: Kencana.
Pengampunan Presiden (Grasi).
..................., 2012, RUU KUHP Baru sebuah
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP/Wvs).
rekonstruksi pidana Indonesia, Semarang:
Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP)
UNDIP.
Program Legislasi Nasional Tahun 2015-2019.
..................., 2011, Pendekatan keilmuan dan
Naskah Rancangan Undang-Undang KUHP Tahun
Religius dalam Reformasi Penegakan
2015.
Pidana Indonesia, Semarang: UNDIP. Ibrahim.Johnny,2005,
Teori
dan
Metodologi
Penelitian Hukum Normatif, Surabaya: Bayumedia Publishing. Muladi, 1990. Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia Di Masa Datang, Bandung: Alumni.
44