SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014
FORMULASI GEL MINYAK NILAM DAN UJI DAYA HAMBATNYA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus Widyastuti, Farizal Akademi Farmasi Imam Bonjol Bukittinggi
ABSTRACT A study on antibacterial activity of gel formulation of patchouli oil has been carried out towards Staphylococcus aureus. Seven different concentrations of patchouli oil 5–35% were formulated as gel using 3% HPMC as a bases. Several evaluation were examined on the gel formulation including organoleptic examination, homogeneous, pH test, skin irritation test, stability test and spreadability. While antibacterial activity test of the obtained formulation was tested on MHA medium. Antibacterial activity was testes by using difution method. The result showed that patchouli oil was successfully formulated and physically stable in gel form. The antibacterial effect test showed that FVI (patchouli oil 30%) demonstrated the strongest activity with 12,372 ± 0,395 mm diameter of inhibition towards Staphylococcus aureus. Antibacterial activity patchaouli oil at concentration 30% was higher than the gel form at the same concentration with 14,708 ± 0,859 mm diameter of inhibition. Keywords : minyak nilam, patchouli oil, gel, HPMC
PENDAHULUAN Minyak nilam, sekitar 90% produksi dunia berasal dari penyulingan di Indonesia. Minyak nilam pada bidang farmasi digunakan untuk obat antiradang, antimikroba, antiserangga, antidepresi dan untuk aromaterapi (Mangun et.al, 2012). Komponen kimia penyusun minyak nilam terdiri dari dua golongan yaitu golongan hidrokarbon yang berupa senyawa seskuiterpen, berjumlah sekitar 40–45% dari berat minyak dan golongan hidrokarbon beroksigen yang berjumlah sekitar 52–57% dari berat minyak (Guenther, 1990). Komponen-komponen kimia penyusun minyak nilam yang mempunyai persentase terbesar adalah patchouli alcohol (32,60%), Δ-guaiene (23,07%), α-guaiene (15,91%), seychellene (6,95%) dan α-patchoulene (5,47%) Minyak nilam dengan fraksi yang memiliki titik didih tinggi (Patchouli Alkohol) memiliki kemampuan sebagai antibakteri (Aisyah et.al, 2008). Kandungan minyak nilam tertinggi terdapat pada bagian daun yaitu 4–5%. Minyak nilam menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Candida albicans, Aspergillus niger dan Microsporum gypseum (Ulfa, 2008). ISSN : 2087-5045
Pengembangan formulasi minyak nilam sebagai obat antibakteri pada kulit dapat dibuat dalam bentuk sediaan setengah padat seperti gel. Salah satu zat pembentuk gel tersebut turunan selulosa seperti hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) (Anonim, 1994 & Lachman et.al, 1994). Minyak nilam yang telah disuling selama ini masih bertujuan untuk ekspor, belum ada sediaan atau pengolahan lebih lanjut dari minyak nilam tersebut. Aktivitas minyak nilam sebagai antimikroba dapat mengurangi penyakit pada kulit, sehingga dapat dibuat sediaan setengah padat seperti gel.
METODA PENELITIAN Alat dan Bahan Timbangan, neraca analitik, alat destilasi, beaker glas, gelas ukur, batang pengaduk, spatel, termostat, corong, spatel, wadah gel, deck glass, pH meter, termometer, piknometer, ose steril, kapas, kasa steril, aluminium foil, tabung reaksi, lemari aseptis, autoclave, inkubator, cawan petri, pipet mikro, jangka sorong. Daun nilam, minyak nilam, Natrium sulfat, HPMC, propilenglikol, metil paraben, propil paraben, air suling, biakan bakteri 60
SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014
Staphylococcus aureus, NaCl fisiologis, media Nutrient Agar dan Mueller Hinton Agar.
ditampung dan diberi Natrium sulfat untuk menghilangkan sisa air. Minyak nilam yang didapat dilakukan pengujian organoleptis, kelarutan dan bobot jenis.
Cara Kerja Isolasi Minyak Nilam Daun nilam yang telah dikeringanginkan dimasukkan ke dalam alat destilasi, tambahkan air suling dan dilakukan penyulingan dengan metode uap air. Minyak atsiri yang keluar
Pembuatan Sediaan Gel Formula sediaan gel dibuat dengan komposisi sebagai berikut:
Tabel 1. Formula Gel Minyak Nilam No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama Zat Minyak Nilam HPMC Propilenglikol Metil Paraben Propel Paraben Air suling ad
Formula I II 5 10 3 3 10 10 0,15 0,15 0,05 0,05 100 100
III 15 3 10 0,15 0,05 100
Sediaan dibuat dengan cara 40 ml air suling didihkan dan dimasukkan metil paraben dan propil paraben sambil diaduk hingga larut. HPMC sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam larutan diatas. Termostat diturunkan suhunya dan sediaan dibiarkan selama 5 menit sambil diaduk. Sediaan diturunkan dari termostat, aduk hingga dingin. Minyak atsiri dicampur dengan propilenglikol dan ditambahkan kedalam sedikit demi sedikit ke dalam basis gel sambil diaduk homogen. Sisa air suling ditambahkan hingga diperoleh bobot yang cukup sambil diaduk homogen. Evaluasi Sediaan Gel Evaluasi sediaan gel meliputi warna dan bau dilakukan secara visual, homogenitas, pengaruh perubahan suhu, pemeriksaan pH dan pemeriksaan daya sebar. Pengujian Aktivitas Antibakteri Gel Minyak Nilam Cawan petri yang telah disterilkan diletakkan beberapa silinder dengan diameter 6 mm. Suspensi bakteri sebanyak 0,5 mL ditambahkan kedalam media MHA sebanyak 15 mL, selanjutnya dimasukkan kedalam cawan petri. Setelah media memadat, silinder diangkat, sehingga membentuk lubang pada media. Sediaan gel minyak nilam diletakkan didalam lubang. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil diamati ada tidaknya daerah ISSN : 2087-5045
IV 20 3 10 0,15 0,05 100
V 25 3 10 0,15 0,05 100
VI 30 3 10 0,15 0,05 100
VII 35 3 10 0,15 0,05 100
hambatan yang jernih disekeliling lubang dan diukur diameternya. Analisis Data Analisis data yang didapat menggunakan Uji Anova satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan Uji Student’s Newman Keuls (SNK) jika ada perbedaan yang signifikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Daun nilam yang telah dikeringkan tersebut selanjutnya dilakukan penyulingan dengan cara penyulingan dengan uap langsung. Metode penyulingan ini dipilih karena mempunyai beberapa keuntungan diantaranya uap air yang dihasilkan selalu dalam kondisi jernih sehingga dapat dilihat batas antara air dan minyak yang dihasilkan. Selain itu, suhu yang dihasilkan tidak terlalu panas sehingga tingkat kegosongan minyak lebih terkendali. Namun, cara ini juga memiliki suatu kelemahan, yaitu tekanan uap yang dihasilkan relatif rendah sehingga belum dapat menghasilkan minyak dengan waktu yang cepat (Mangun, et.al, 2012). Dari hasil penyulingan tersebut didapatkan rendemen minyak nilam yang dihasilkan berkisar 0,77%. Teknik penyulingan minyak nilam mempengaruhi hasil yang didapatkan. Yuliana (2003) telah melalukan 61
SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014
isolasi minyak nilam dengan teknik destilasi, ekstraksi dan fermentasi. Rendemen minyak nilam dari daun kering yang diperoleh dengan menggunakan teknik destilasi sebanyak 0,73%, teknik ekstraksi sebanyak 3,56% dan teknik fermentasi sebanyak 6,22%. Proses destilasi yang dilakukan pada daun nilam dapat mengakibatkan kehilangan minyak atsiri karena terjadi penguapan. Pemeriksaan organoleptis dari minyak nilam hasil penyulingan didapatkan berupa cairan kental berwarna kuning kecoklatan dengan bau khas minyak nilam. Hal ini berbeda dengan minyak nilam yang dihasilkan oleh penyulingan yang dilakukan masyarakat Pasaman, dimana warnanya coklat kemerahan. Perbedaan warna minyak nilam kemungkinan karena masyarakat Pasaman menyuling tanaman nilam dengan menggunakan alat yang sederhana yaitu banyak memakai drum bekas (Saputra, 2009). Minyak nilam yang dihasilkan larut dengan alkohol 90% pada suhu 23oC. hal ini sesuai dengan syarat mutu minyak nilam yang tertera dalam SNI Minyak Nilam. Untuk pemeriksaan bobot jenis didapatkan hasil 0,98322 dan pada minyak nilam hasil penyulingan masyarakat di dapatkan bobot jenis 0,99037. Pemeriksaan dilakukan pada suhu
23oC. Menurut SNI Minyak Nilam, bobot jenis minyak nilam berkisar 0,950 – 0,975 pada pengukuran suhu 25oC. Perbedaan hasil bobot jenis kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pada suhu pengukuran. Formula sediaan minyak nilam dibuat dalam bentuk gel. Dasar gel yang digunakan berbentuk setengah padat, bening transparan dan berbau khas. Hasil pemeriksaan dasar gel menunjukkan bahwa gel homogen, tidak memisah karena perubahan suhu, tidak mengiritasi kulit, mempunyai pH 7,10 dan daya sebar sebesar 24,936 ± 1,357 cm2 pada beban 5 g dan setelah disimpan selama 8 minggu daya sebar menurun menjadi 19,386 ± 1,186 cm2 . Hal ini menunjukkan bahwa dasar gel dapat digunakan untuk pemakaian pada kulit. Hasil pemeriksaan pada semua formula dengan perbedaan konsentrasi minyak nilam menunjukkan bentuk setengah padat, warna kuning muda, bau khas minyak nilam, homogen, tidak memisah dengan perubahan suhu dan tidak mengiritasi kulit. Warna kuning muda disebabkan karena minyak nilam tidak larut dalam air sehingga tidak tercampur dalam bentuk terlarut tetapi dalam bentuk partikel halus terbagi rata dalam sediaan gel. Dengan adanya minyak nilam maka gel yang dihasilkan tidak lagi transparan.
Tabel 2. Evaluasi Gel Minyak Nilam Formula No. 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Pemeriksaan Pemerian Bentuk Warna Bau Homogenitas Pengaruh perubahan suhu Uji iritasi kulit pH Daya Sebar (cm2) Awal Beban 5 g
Keterangan: sp km bkn bng
BS
FI
FII
FIII
FIV
FV
FVI
FVII
sp bng tb hmg tm ti 6,80
sp km bkn hmg tm ti 5,47
sp km bkn hmg tm ti 5,05
sp km bkn hmg tm ti 4,91
sp km bkn hmg tm ti 4,81
sp km bkn hmg tm ti 4,71
sp km bkn hmg tm ti 4,61
sp km bkn hmg tm ti 6,21
3,28 19,39
2,03 6,47
2,11 7,93
1,93 6,01
1,77 4,91
1,77 4,04
1,47 4,28
1,07 3,04
= setengah padat = kuning muda = bau khas nilam = bening transparan
ISSN : 2087-5045
hmg tm ti tb
= homogenitas = tidak memisah = tidak mengiritasi = tidak berbau
62
SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014
pH gel mengalami penurunan dengan adanya minyak nilam. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar minyak atsiri merupakan asam lemah atau netral (Guenther, 1990). Terdapat perbedaan harga pH dari masingmasing formula, dimana dengan kenaikan konsentrasi minyak nilam maka terjadi penurunan pH sediaan. pH juga mengalami penurunan setelah sediaan disimpan selama 8 minggu. Tetapi harga pH masih memenuhi persyaratan, persyaratan sediaan untuk kulit mempunyai pH antara 4,5 – 6,5. Pada pengujian daya sebar juga terjadi perubahan, dimana semakin besar konsentrasi minyak nilam, maka daya sebar gel semakin menurun. Demikian juga pada penyimpanan sediaan selama 8 minggu juga terjadi penurunan besarnya daya sebar. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh polimer yang digunakan sebagai bahan dasar gel yang akan mengalami swelling sehingga menyerap sebagian air yang ada dalam gel. Daya sebar gel yang baik berkisar antara 5 – 7 cm2 (Garg et.al, 2002). Dengan melihat hasil yang didapat maka FIV, FV dan FVI memenuhi persyaratan daya sebar gel. Setelah dilakukan penyimpanan, maka FI dan FIII yang memenuhi persyaratan daya sebar gel. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan daya sebar gel akan menurun dengan penambahan konsentrasi minyak nilam. Hal ini berarti semakin besar konsentrasi minyak nilam maka gel yang dihasilkan semakin kental. Pada pengujian aktivitas antibakteri minyak nilam pada konsentrasi 30% terhadap
bakteri Staphylococcus aureus yang dilakukan oleh Dzakwan (2012) didapatkan diameter daerah hambatan sebesar 18,30 mm dan yang dilakukan oleh Das et.al, (2011) pada konsentrasi 30% sebesar 14,53 ± 0,37, sedangkan pada penelitian yang dilakukan juga pada konsentrasi 30% didapatkan daerah hambat sebesar 14,708 ± 0,859 mm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan kandungan patchouli alcohol dari masingmasing tanaman nilam dengan daerah yang berbeda (Mangun et.al, 2012). Pengujian aktivitas antibakteri gel terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan konsentrasi minyak nilam 5–35% secara keseluruhan menunjukkan aktivitas antibakteri. Dasar gel tidak menunjukkan aktivitas antibakteri karena tidak menghasilkan daerah bening. Pada penelitian ini peningkatan konsentrasi minyak nilam dalam sediaan sampai dengan 30% menunjukkan peningkatan diameter hambatan, tetapi pada konsentrasi 35% menunjukkan penurunan diameter daerah hambat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada konsentrasi minyak nilam yang tinggi menyebabkan gel menjadi lebih kental yang ditunjukkan oleh ukuran daya sebar yang lebih kecil dibandingkan konsentrasi 30%, sehingga kemungkinan proses difusi zat aktif untuk menghambat pertumbuhan bakteri menjadi menurun.
Tabel 3. Diameter Daerah Hambat Formula
A (mm) 10,398 ± 0,814 10,866 ± 0,512 11,084 ± 0,417 11,484 ± 0,381 12,214 ± 0,619 12,372 ± 0,395 12,164 ± 0,690
FI FII FIII FIV FV FVI FVII
B (mm) 10,202 ± 1,031 11,202 ± 1,169 10,824 ± 0,294 11,092 ± 0,428 11,722 ± 0,571 11,942 ± 0,432 11,382 ± 1,018
C (mm) 9,628 ± 1,079 9,516 ± 0,405 9,850 ± 0,439 11,092 ± 0,627 13,382 ± 1,529 14,708 ± 0,859 14,620 ± 0,661
D (mm) 9,570 ± 0,555 10,418 ± 0,934 11,002 ± 0,693 10,652 ± 0,710 11,408 ± 1,298 15,034 ± 0,685 14,752 ± 0,502
Keterangan: A B C D
= Gel Minyak Nilam Hasil Penyulingan = Gel Minyak Nilam Hasil Penyulingan Masyarakat = Minyak Nilam Hasil Penyulingan = Minyak Nilam Hasil Penyulingan Masyarakat
ISSN : 2087-5045
63
SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014
Pasaman, maka tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Perbedaan diameter daerah hambat antara minyak nilam dengan gel minyak nilam dapat diambil kesimpulan bahwa diameter daerah hambat yang didapat dipengaruhi oleh pelepasan zat aktif dari basis gel.
KESIMPULAN Dasar gel dan gel minyak nilam setelah dilakukan penyimpanan selama 8 minggu tidak mengalami perubahan bentuk, warna, bau, homogenitas, pengaruh perubahan suhu dan tidak mengiritasi kulit. pH mengalami penurunan dengan konsentrasi minyak nilam yang ditingkatkan dan penyimpanan. Daya sebar mengalami penurunan dengan pertambahan konsentrasi minyak nilam dan penyimpanan. Diameter daerah hambat gel minyak nilam dipengaruhi oleh pelepasan zat aktif dari dasar gel, konsentrasi minyak nilam dan daya sebar. Diameter daerah hambat gel minyak nilam yang terbesar diberikan oleh Formula VI (30% minyak nilam) sebesar 12,372 ± 0,395 mm.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 1. Uji Daya Hambat Minyak Nilam dan Gel Minyak Nilam Dalam Berbagai Konsentrasi terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Dengan melakukan uji statistik terhadap minyak nilam dan sediaan gel dengan konsentrasi yang sama dengan menggunakan metoda analisa varian (anova) dan dilanjutkan dengan uji SNK, maka didapatkan pada konsentrasi 30% terdapat perbedaan yang bermakna antara diameter daerah hambat minyak nilam dengan sediaan gelnya (p<0,05). Diameter daerah hambat minyak nilam lebih besar daripada diameter daerah hambat gel minyak nilam. Apabila dibandingkan secara statistik minyak nilam hasil penelitian dengan minyak nilam yang dihasilkan oleh masyarakat ISSN : 2087-5045
Aisyah, Y., P. Hastuti, H. Sastrohamidjojo & C. Hidayat, 2008, Komposisi Kimia dan Sifat Antibakteri Minyak Nilam (Pogostemon cablin), Majalah Farmasi Indonesia 19 (3), 151 – 156 Anonim, 1994, The Pharmaceutical Codex, 12th ed, The Pharmaceutical Press, London. Anonim, 2006, SNI 06-2385-2006 Minyak Nilam, Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Das, K., N.K. Gupta & N. Sekeroglu, 2011, Studies on Comparative Antimicrobial Potensial of Cultivated Patchouli Oil and Marketed Eucalyptus Oil, International Journal of Natural and Engineering Sciences 5 (3), 1 – 7. Dzakwan, M., 2012, Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Nilam (Pogostemon cablin, Benth) Terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli, Jurnal Biomedika, Volume 01, Nomor 02. Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg & A.K. Singla, 2002, Spreading of Semisolid 64
SCIENTIA VOL. 4 NO. 2, AGUSTUS 2014
Formulations An Update, Pharmaceutical Technology: September 2002, 84 – 105. Guenther, E., 1990, Minyak Atsiri, Jilid IV, diterjemahkan oleh Ketaren, UI-Press, Jakarta. Lachman, L., H.A. Lieberman & J.L. Kanig, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi 3, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, UI-Press, Jakarta. Mangun, H.M.S., H. Waluyo & A. Purnama, 2012, Nilam, Penebar Swadaya, Jakarta. Saputra, A.Y., 2009, Strategi Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Pendekatan Bauran Pemasaran di Kecamatan Lembah Malintang Kabupaten Pasaman Barat, Thesis, Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang. Ulfa, M.A., 2008, Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol dan Minyak Atsiri Beberapa Jenis Tumbuhan Suku Lamiaceae, Skripsi Sarjana, Departemen Farmasi FMIPA, ITB, Bandung. Yuliana, D., 2003, Alternatif Lain Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Nilam, Skripsi Sarjana, Departemen Kimia FMIPA, ITB, Bandung
ISSN : 2087-5045
65