FILSAFAT SAMKHYA AJARAN DINAMISME DALAM HINDU I K. Suparta Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Email:
[email protected]
ABSTRAK Konsep Ke-Tuhanan dalam Hindu merupakan bagian intisari dari ajaran Hindu itu sendiri. Keyakinan pada agama didasarkan pada pandangan kebenaran yang dimiliki oleh manusia. Semakin luas pandangan seseorang terhadap kebenaran semakin kuat keyakinan seseorang. Pandangan Samkhya bagian dari agama Hindu yang memperkuat teologi Hindu. Samkhya sebagai suplemen keTuhanan dalam Hindu lebih bersifat Nir-Iswara tetapi tetap mengakui keberadaan Tuhan, Tuhan di transleter keberbagai bentuk kekuatan alam. Pandangan Samkhya mengajarkan umat Hindu untuk meyakinkan adanya kekuatan-kekuatan alam baik yang berwujud maupun tidak berwujud atau Tuhan sebagai super natural power ( kekuatan alam yang maha tinggi). Kata kunci : Samkhya, Dinamisme, Hindu 1. Pendahuluan Pandangan filsafat dengan pandangan agama tentang Tuhan Yang Maha Esa berbeda, pandangan agama tentang Tuhan atau teologi sifatnya keimanan dan diyakini oleh pemeluknya, sedangkan pandangan filsafat tentang Tuhan lebih mengarah kependekatan pikiran atau rasionalitas seseorang ( Titib, 1996: 85). Tidak ada wujud atau bandingan apapun untuk menggambarkan Tuhan, tidak dalam pikiran dan tiada kata-kata yang tepat untuk memberikan batasan kepada Tuhan seperti yang tertuang dalam Brahmasutra “ Tad avyaktam, aha hi” yang dapat diartikan sesungguhnya Tuhan itu tidak terkatakan, demikian kitab suci telah mengatakannya ( Titib, 1996: 88). Tuhan yang tidak dapat diasosiasikan akan sulit untuk dipahami karena itu munculah metode bagi manusia sebagai mahluk yang berpikir merumuskan konsepkonsep ke-Tuhanan untuk mempermudah memahami sesuatu yang tiada namun keberadaannya dirasakan.
82
Pandangan filsafat dengan pandangan agama tidak dapat dipisahkan. Pandangan filsafat berfungsi untuk menunjang pengertian dasar ajaran-ajaran agama. Untuk memahami keberadaan Tuhan dibutuhkan sebuah dasar pandangan kebenaran. Pandangan filsafat dalam Hindu sepanjang sejarah perkembangannya begitu banyak. Salah satu pandangan filsafat yang menopang kelangsungan agama Hindu adalah pandangan filsafat Samkhya. Seperti ajaran filsafat Samkhya dan Yoga sangat besar pengaruhnya terhadap agama Hindu di Indonesia, kitabkitab Tattwa seperti Wraspatitattwa, Tattwajnana, Ganapatitattwa berbahasa Jawakuno dalam Saivapaksa banyak mendapat pengaruh dan bahkan merupakan ajaran Samkhya dan Yoga ( Titib,1996:159). Berkenaan dengan pandangan filsafat Samkhya yang besar pengaruhnya terhadap agama Hindu di Indonesia dan Agama Hindu umumnya seperti yang tertuang dalam kitabkitab Tattwa Hindu di Indonesia dan kitabkitab Darsana meletakkan kerangka berpikir WIDYA GENITRI Volume 7, Nomor 1, Desember 2015
yang sangat mendasar tentang ke-Tuhanan. Akan tetapi, dalam hal ini ada beberapa aspek pandangan filsafat Samkhya yang menarik untuk diperbincangkan lebih jauh, khusunya terkait dengan filsafat ke-Tuhanan yang terkandung didalamnya. Tulisan ini mencoba memberikan beberapa catatan (sebagai sebuah refleksi) tentang filsafat ke-Tuhanan menurut pandangan filsafat Samkhya. Hal ini penting karena sebagai umat Hindu di Indonesia apriori menerima konsep Dinamisme padahal sesungguhnya konsep ke-Tuhanan ini sesungguhnya sudah diadopsi kedalam berbagai kegiatan keagamaan yang ada di Indonesia yang bersumber dari pandangan filsafat Samkhya. Seperti dalam kegiatan keagaman hari raya Tumpek-Tumpek, pada kegiatan keagamaan ini sesungguhnya mencerminkan bahwa sebagai umat manusia meyakini terhadap adanya kekuatan –kekuatan alam yang memberikan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. 2. a.
Pembahasan Metafisika dan Etika Samkhya Pandangan filsafat Samkhya di bangun oleh Maharsi Kapila yang menulis kitab Samkhyasutra dengan ajaran bersifat theistic (Titib,1996:159). Ajaran Samkhya mengakui kewenangan Weda, sistem ajaranya cendrung kepada konsep-konsep kitab keagamaan yang kuno seperti Sruti, Smerti dan Purana. Istilah Samkhya dipergunakan dalam pengertian Vicara atau perenungan filosofis (Maswinara, 2006:155). Samkhya awalnya merupakan pandangan yang dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat gaib, Samkhya secara etimologi berasal dari dua kata yaitu Sam ( bersamasama atau dengan), Khya (bilangan) secara keseluruhan dapat diartikan susunan yang berukuran bilangan (Sumawa, 1995:137). Samkhya merupakan ajaran yang bersifat dualistis karena mengakui adanya dua realitas asasi yaitu Purusa dan Prakerti, WIDYA GENITRI Volume 7, Nomor 1, Desember 2015
bersifat pluratistis mengakui bahwa Purusa itu banyak, Purusa dan Prakerti bersifat kekal dan tidak dapat dihayati ( Sumawa, 1995:138). Samkhya sendiri berarti jumlah dan sistem ini memberikan sejumlah prinsip-prinsip alam semesta yang banyaknya Dua Puluh Lima buah, Konsep Samkhya menyangkal bahwa suatu benda dapat dihasilkan dari ketiadaan (Maswinara, 2006: 155-156). Pandangan Samkhya menyatakan bahwa hakekat alam semesta merupakan serentetan akibat dari suatu sebab, sebab itu haruslah suatu azas yang bukan roh, bukan kesadaran dan sebab itu haruslah lebih halus dari akibat yang ditimbulkannya, sebab terakhir itu haruslah suatu azas yang tidak merupakan akibat dari suatu sebab lagi ( Sumawa, 1995: 139). Samkhya menerima azas pengembangan dan penyusutan, dimana sebab dan akibat merupakan keadaan yang belum berkembang dan pengembangan dari satu substansi yang sama, tidak ada sesuatu hal sebagai penghancuran total, karena dalam penghancuran, akibat terbawa menjadi penyebab (Maswinara,2006:157). Dalam konteks ini dapat dilihat bahwa Tuhan sebagai yang maha segalanya di ejawantahkan dalam bentuk sebab dan akibat, sebab akibat itu kekal sebagaimana keberadaan Tuhan itu sendiri. Pandangan Samkhya yang menyatakan bahwa dalam Prakerti ada tiga guna, ketiga guna sebagai kekuatan-kekuatan yang menyusun tetapi bukan Prakerti terbentuk dari ketiga guna tersebut. Dunia terbentuk dari Prakerti yang didalamnya ada Triguna, maka dunia ini selalu ada pertentangan dan kerja sama dalam kesatuan, ketiga guna tersebut selalu bersama tidak pernah terpisah (Sumawa,1995:140-141). Keeratan hubungan ketiga Guna tersebut seperti nyala api, minyak dan sumbu pada lampu, ia membentuk substansi prakerti, akibat pertemuan prakerti dan purusa timbulah ketidak seimbangan dari Triguna tersebut yang menimbulkan evolusi atau perwujudan ( Maswinara, 2006:156). 83
Purusa atau roh adalah kesadaran yang abadi yang tidak mengalami perubahan, tanpa sebab, meresapi segala namun bebas dari segala ikatan dan pengaruh dunia ini, keberadaan roh dinyatakan sebagai berikut 1) susunan alam semesta ini terdiri dari banyak bagian, keberadaan alam semsta ini bukan untuk diri sendiri tetapi untuk roh, 2) semua manusia berusaha untuk kelepasan , tentu ada yang dapat mencapai kelepasan itu yaitu Purusa atau roh, 3) semua objek didunia ini harus diawasi agar mampu mencapai tujuan, yang mengarahkan dan mengawasi tentulah Purusa, 4) semua objek dunia memberikan rasa, rasa itu ada artinya jika ada yang mengalaminya, yang mengalami itu adalah Purusa. Dari penjelasan itu Samkhya berpandangan bahwa Purusa atau roh itu banyak, masing-masing berhubungan dengan satu badan ( Sumawa, 1995:141-142). Samkhya menolak adanya Tuhan dengan alasan 1) alam semesta ini merupakan suatu sistem sebab akibat, tetapi Tuhan bukan sebab adanya alam ini, yang menjadikan alam ini adalah sesuatu yang abadi tetapi dapat berubah yaitu prakerti, 2) Prakerti tidak memiliki azas kesadaran dalam perkembangannya tetntu diawasi oleh sesuatu yang memiliki kesadaran yaitu Tuhan, Tuhan maha sempurna, jika Tuhan sempurna tentu ciptaannya sempurna tetapi kenyataannya kenapa ciptaannya tidak ada yang sempurna, 3) kepercayaan kepada Tuhan yang kekal dan abadi tidak ada hubungannya dengan roh (Purusa), jika roh disamakan dengan Tuhan tentu roh memiliki kekuatan yang sama dengan Tuhan, kenyataannya tidak demikian roh tidak mampu memenuhi segala keinginannya. Samkhya menyimpulkan Tuhan itu tidak ada, alam semesta beserta isinya muncul dari prakerti untuk keperluan purusa atau roh (Sumawa, 1995: 145-146). Muara pandangan Samkhya menjadi bahwa keberadaan Tuhan sebagai sesuatu yang aktif tidak dapat diterima, keberadaan Tuhan adalah 84
pernyataan yang didukung oleh kitab-kitab suci saja. Karena hal itu keberadaan Tuhan tidak perlu dibuktikan, ajaran Samkhya menjadi Nir-Iswara (Titib,1996:160). Etika yang diajarkan untuk memahami keberadaan Tuhan, alam semesta beserta isinya dan melepaskan diri dari ikatan penderitaan berdasarkan ajaran Samkhya yaitu 1) bahwa pribadi itu sesungguhnya tidak ada, 2)hakekatnya tidak ada punyaku, 3)Hidup didunia ini adalah pencampuran antara senang dan susah, 4)bahwa hidup didunia ini akan menderita sakit seperti gangguan jasmani rohani, sakit karena tenaga gaib, sakit karena faktor luar tubuh, 5) kebahagian di dunia sulit dicapai. Untuk itulah Samkhya mengajarkan tujuan adalah kelepasan, jalan untuk mencapai kelepasan adalah melalui 1) pengetahuan yang benar, 2) latihan kerohanian terus menerus untuk merealisasikan perbedaan purusa dengan prakerti, 3) cinta kasih terhadap semua mahluk (Sumawa, 1995: 158-159). b. Ajaran Samkhya dalam Praktek Keagamaan Hindu Bali Memahami tentang metafisika dan etika ajaran Samkhya secara garis besar dapat di simpulkan bahwa pandangan Samkhya yang menyatakan: 1) tentang keberadaan Tuhan secara aktif tidak dapat diterima, keberadaan Tuhan hanya didukung oleh pernyataan kitabkitab suci dalam arti kata bahwa keberadaan Tuhan tidak perlu dibuktikan lagi, 2) bahwa ada dua azas yang kekal dan abadi yaitu purusa dan roh yang menyebabkan terbentuknya alam semesta dan isinya, 3) untuk etikanya bahwa setiap orang dianjurkan untuk mencapai kelepasan dengan cara a) pengetahuan yang benar, b) latihan kerohanian terus menerus untuk merealisasikan perbedaan Purusa dengan Prakerti, c) Cinta kasih terhadap semua mahluk. Pandangan Samkhya dalam metafisika dan etika yang dianjurkannya, penerapannya dapat ditelusuri melalui keberadaan praktek keagamaan Hindu WIDYA GENITRI Volume 7, Nomor 1, Desember 2015
yang ada di Bali sebagai pengejawantahan ajaran-ajaran tersebut. Praktek keagamaan Hindu Bali mencakup kegiatan upacara dan upakaranya dalam pelaksanaan persembahyangan. Banyak praktek keagamaan di Bali yang jika dikaitkan dengan ajaran Samkhya dapat tersirat ajaran tersebut diantaranya: kegiatan upacara hari raya Tumpek, kegiatan upacara penebusan dan penyambutan seseorang setelah sakit, munculnya beberapa pelinggih tumbal sesuai petunjuk dukun ( balian ). Dalam upacara perayaan hari raya Tumpek, umat Hindu Bali dimana pun berada selalu dan wajib melaksanakannya. Pelaksanaan kegiatan upacaranya cendrung dilaksanakan untuk merealisasikan Tuhan dalam wujud manifestasinya ada di alam. Seperti contoh Tumpek landep jatuh pada hari Sabtu Kliwon wuku Landep, seluruh perabotan atau perkakas yang dapat mendatangkan finansial mendapatkan penghargaan atau persembahan. Hal ini menunjukan bahwa budaya yang tersirat pandangan Samkhya yang menyatakan bahwa jumlah roh itu sangat banyak dan menempati setiap badan. Pandangan ini relevan dengan pelaksanaan upacara Tumpek landep dimana setiap perkakas yang dimiliki oleh umat Hindu Bali yang mendatangkan uang ( pengupe jiwa ) diberikan persembahan dan keberadaan Tuhan pada alat tersebut tidak perlu diperdebatkan, sehingga pelaksanaannya secara kontinu dilaksanakan atau dilaksanakan secara rutin, demikian halnya dengan pelaksanaan hari raya tumpek lainnya. Keberadaan sanggah tumbal karena balian dan upacara penyambutan atau penebusan setelah orang sakit. Dalam praktek keagamaan ini juga relevan dengan pandangan Samkhya tetang keberadaan orang sakit. Menurut pandangan Samkhya bahwa: 1) ada orang sakit disebabkan oleh faktor jasmani dan rohani, 2) karena adanya tenaga gaib seperti hantu, setan dan jin, 3) orang sakit disebabkan WIDYA GENITRI Volume 7, Nomor 1, Desember 2015
pengaruh faktor luar seperti suhu alam dan sebagainya. Keberadaan upacara penyambutan dan penebusan serta sanggah tumbal sebagai bukti bahwa ada keyakinan berkaitan dengan pandangan Samkhya tersebut. Dan masih banyak lagi yang memerlukan penelitian lebih lanjut tentang penerapan ajaran Samkhya pada praktek keagamaan Hindu di Bali. c.
Ajaran Samkhya dan Dinamisme Ajaran Samkhya dalam metafisika dan etikanya jelas tersirat tentang pemahaman bagaimana ajaran ini memberikan pandangan bahwa seluruh alam semesta dan isinya memiliki kekuatan. Kekuatan-kekuatan seperti Purusa dan Prakerti yang bersifat abadi dan kekal hanya mengalami proses penguncupan atau penyusutan. Tak ada akhir bagi samsara atau permainan dari Prakerti, karena siklus evolusi dan penyusutan tidak memiliki awal maupunakhir (Maswinara, 2006:161). Keadaan Purusa berlawanan dengan Prakerti, Purusa berjumlah banyak sedangkan Prakerti tunggal dan berkeadaan kompleks. Purusa bersifat statis akan tetapi Prakerti bersifat dinamis. Purusa tidak mengalami perubahan tempat maupun bentuk, akan tetapi prakerti mengalami perubahan-perubahan. Pada dirinya Purusa hanya berfungi sebagai penonton, bukan sebagai yang berbuat. Hidup kejiwaannya disebabkan hubungannya dengan perkembangan Prakerti yang menjadi alat-alat batiniah. Purusa memiliki sifat dimana-mana, akan tetapi kehadirannya tidak pernah lepas dari Prakerti. Sehubungan dengan itu purusa dan prakerti tampaknya berbuat sebagai satu pribadi. Pribadi yang benar dan yang tertinggi hanyalah Purusa itu sendiri ( Sumawa, 1995: 144). Purusa dan Prakerti dapat disimpulkan keberadaannya dimana-mana dan terdapat pada semua benda karena itulah semua benda memiliki kekuatan dan kekuatan itulah yang menjadikan manusia mencapai kelepasan. Pandangan tentang Tuhan yang maha esa bagi kaum dinamisme, keyakinan terhadap 85
adanya kekuatan-kekuatan alam. Kekuatan alam itu dapat berupa mahluk (personal) ataupun tanpa wujud. Tuhan dipandang oleh para kaum dinamisme sebagai super natural power atau kekuatan alam yang tertinggi ( Titib, 1996: 86). Pandangan kaum Dinamisme memandang bahwa alam semesta beserta isinya memiliki kekuatan yang mempengaruhi hidupnya sehingga kaum ini menjadikan seluruh kekuatan alam sebagai Tuhan. Kedua pandangan ke-Tuhanan pada paham diatas jika ditarik benang merahnya bahwa kedua pandangan tersebut lebih mengutamakan kekuatan alam sebagai Tuhan. Kedua pandangan ini sepakat bahwa kekuatankekuatan alam adalah merupakan bagian yang lebih penting bagi manusia daripada memperdebatkan tentang ada atau tidaknya Tuhan. Kedua pandangan ini dapat dinyatakan bahwa konsep ke-Tuhanannya sesungguhnya Nir-Iswara. Dalam kedua pandangan keTuhanan paham ini dapat dinyatakan bahwa lebih kurangnya dalam Dinamisme tercermin ajaran Samkhya dan dalam Samkhya ada cerminan ajaran Dinamisme. Sesungguhnya kedua paham Dinamisme dan Samkhya mempunyai formula yang sama dimana sama-sama mengakui kekuatan alam atau Tuhan sebagai kekuatan alam yang tinggi, walaupun secara eksplisit tidak mengakui keberadaan Tuhan. Mengakui ketidak beradaan Tuhan bukan berarti seperti apa yang dianut oleh paham Anti Teisme. Jika Anti Teisme dengan ilmu mengubah bentuk-bentuk alam kedalam bentuk-bentuk yang pasti, menjelmakan alam menjadi konsep-konsep dengan tujuan menguasai alam (Ihsan, 2010:188), lain halnya dengan Dinamisme dan Samkhya yang menyatakan bahwa Tuhan sesungguhnya adalah kekuatan-kekuatan alam dan manusia wajib melakukan hubungan yang baik dengan segenap alam bukan untuk menundukan atau menguasai alam.
86
3. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik beberapa catatan sebagai berikut: a. Pandangan Samkhya dan Dinamisme memiliki kesamaan pandangan dalam memandang keberadaan Tuhan dimana kedua pandangan berkeyakinan terhadap kekuatan-kekuatan alam, Tuhan dipandang sebagai super natural power. b. Pandangan Dinamisme dan Samkhya secara praktik implementatif tercermin dari beberapa praktek keagamaan Hindu Bali sebagai cerminan dari penerapan kedua konsep ke-Tuhanan tersebut terlihat pada upacara Tumpek, penyambutan dan penebusan orang sakit dan sebagainya. c. Pandangan Dinamisme dan Samkhya, kedua-duanya bersifat Nir-Iswara, bukan berarti tidak mempercayai Tuhan tetapi lebih kepada kepercayaan bahwa Tuhan dalam bentuk kekuatan alam dan pembuktian Tuhan karena adanya pernyataan dalam kitab-kitab suci. DAFTAR PUSTAKA Ihsan, H.A.Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta Maswinara, I Wayan.2006. Sistem Filsafat Ilmu (Sarva Darsana Samgraha). Surabaya : Paramita Sumawa, I Wayan dan Tjokorda Raka Krisnu.1995. Materi Pokok Darsana (PAHD2434/4SKS Modul 112)Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha. Jakarta Titib, I Made. 1996. Veda: Pedoman Praktis Kehidupan Sehari-hari. Surabaya: Paramita. ----------------. 2003. Teologi & Simbol-simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
WIDYA GENITRI Volume 7, Nomor 1, Desember 2015