Fatigue Strength Baja NS 4340 setelah Mengalami Tempering (Zuhaimi)
FATIGUE STRENGTH BAJA NS 4340 SETELAH MENGALAMI TEMPERING
Zuhaimi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh – Medan Km. 280 Buketrata – Lhokseumawe 24301 Email:
[email protected]
Abstract This research was conducted in order to find out the effect of tempering temperature variation of fatigue strength of NS 4340. Fatigue test specimen based on ASTM E-466 without tempering (std) and with tempering treatment on the temperature of 300 oC, 350 o C, 400 oC, 450 oC, and 500 oCin holding time for 40 minutes. The fatigue test was done on high cycle (107) by using Cantilever Rotating Bending test at 830 rpm. The surface structure of fatigue fracture was also observed by using a digital microscope, where the fractures create two zones with beach mark on transgranular fracture owned by the properties of brittle materials. The result showed that the fatigue limit was very effecting by using tempering temperature. The greater of tempering temperature, the limit of fatigue strength will be decreased and the higher fatigue strength reach about 355 Mpa occurring at the temperature of tempering 300 oC. The effect of tempering temperature toward fatigue strength was in higher occurred at lower tempering temperature and decrease inherent regulation done by increasing tempering temperature. Key Words: Fatigue strength, tempering temperature, NS 4340.
PENDAHULUAN Lebih dari 75% kegagalan material pada konstruksi mesin adalah akibat kelelahan atau fatik [1], dan ini sering dijumpai pada porosporos turbin, poros mobil, roda gigi ataupun poros lainnya terutama yang mengalami beban rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material khususnya poros yang bekerja secara kontinu cenderung akan mempengaruhi struktur metalurgi material tersebut dan ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kegagalan fatik pada material [2]. Demikian pula penelitian yang telah dilakukan oleh Lee & Uhlig [3] yang melakukan pengujian terhadap baja AISI 4140 yang diberikan perlakuan panas untuk meningkatkan kekerasannya, di lingkungan kelembaban relatif 70% mengalami penurunan kekuatan lelah, semakin tinggi tingkat kekerasannya semakin besar persentase penurunan kekuatan lelahnya. Untuk pengujian fatik terhadap baja NS 4340 belum pernah dilakukan sebelumnya, hanya ada terhadap uji impak dalam bentuk kontur roda gigi.
Baja karbon NS 4340 termasuk baja karbon sedang (medium carbon steel) kelas Plain Carbon Steel [4], merupakan baja perkakas komersial yang banyak dipakai dipasaran sebagai bahan poros seperti turbin, roda gigi, fan drying dan sejenisnya. Penelitian yang dilakukan oleh Daido Steel Corp.[5] untuk baja karbon menengah menyimpulkan bahwa ada terjadi peningkatan ketangguhan (toughness) yang drastis akibat pengaruh tempering. Permasalahan yang terjadi pada baja karbon menengah (NS 4340) adalah sering dijumpai patah (gagal), yang diakibatkan oleh pembebanan yang terus menerus dan diperparah lagi oleh perubahan temperatur dalam penggunaannya di lapangan.Data material akibat prilaku pembebanan dinamis sampai saat ini masih sulit diperoleh apalagi penggunaannya pada kondisi yang spesifik sehingga perlu kajian khusus untuk itu, salah satu diantaranya adalah prilaku dinamis akibat pengaruh temperatur yang menyebabkan terjadinya kelelahan logam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur
75
Jurnal Teknologi, Vol. 12, No. 2, Oktober 2012 : 75-79
tempering terhadap kekuatan lelah material baja NS 4340 dan juga untuk mengamati struktur permukaan patahannya.Pembebanan yang terjadi secara berulang dan bersiklus (cyclic loading), walaupun tidak melampaui titik luluhnya dapat mengakibatkan perpatahan pada material [6].Fenomena ini disebut kelelahan (fatigue).Kegagalan lelah adalah hal yang sangat membahayakan, karena terjadi secara tiba-tiba tanpa petunjuk awal, dan mengakibatkan patah yang terlihat rapuh, tanpa deformasi pada patahan tersebut [7].
METODE Alat dan Bahan yang Digunakan Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain; (1) Dapur pemanas (furnace): merk Nabertherm, model LH 15/12 dengan kapasitas pemanas Tmax = 1200 0C, (2) Alat uji fatik dengan motor penggerak: merk Mindong, model YL 905 dengan kapasitas 0,75 KW pada putaran 830 rpm, dan (3) Mikroskop digital untuk mengamati permukaan perpatahan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah baja poros NS 4340 Ø 14 mm, serta olie sebagai media quenching pada proses perlakuan panas. Material Uji (spesimen) Material yang digunakan pada penelitian ini dari baja karbon menengah yaitu baja NS 4340 dengan kekuatan tarik maksimum 1000 1200 Mpa dan unsur-unsur kimia yang dikandung dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia baja NS 4340 (%) C 0.43
Si 0.35
Mn 0.7
P 0.4
S 0.04
Cr 0.8
Mo 0.25
Ni 1.75
Spesimen uji fatik dibuat berdasarkan standar ASTM E-466 [8] seperti yang ditunjukkan pada gambar 1, berjumlah 36 (tiga puluh enam) spesimen untuk 6 titik pembebanan pada kurva S-N dan 6 kondisi temperatur perlakuan dengan notasi yaitu : Std, T 300, T 350, T 400, T 450, dan T 500. 175 95
R30
20
Pembuatan spesimen harus dilakukan dengan sangat teliti untuk memperoleh data yang akurat 2dan semua spesimen seragam dimensinya, untuk ini direkomendasikan pengerjaannya dengan mesin bubut CNC. Rancangan Penelitian a. Set-up alat uji Gambar 2 menunjukkan set-up mesin uji fatik, di mana spesimen Uji Fatik (2) dipasang pada Chuck (3) dan diset menggunakan dial gauge agar benar-benar satu garis lurus (in-line) dengan poros penerus (4), kemudian spesimen dikencangkan dengan baut pengunci. Bearing penumpu beban dipasang pada ujung bebas (1) dan dijaga agar batang penggantung beban (11) dapat bergerak bebas. 1
2
7
3
8
4
5
6
9 10
11
13
12 Keterangan : 1. Bearing Penumpu 2. Spesimen 3. Mur Pengikat (Chuck) 4. Poros penerus putaran 5. Pulley (Penurun Putaran) 6. Motor penggerak 7. Sakelar pengatur otomatis 8. Penyangga 9. Lampu Indikator 10. Kontrol Waktu/Putaran 11. Penggantung Beban 12. Beban Fatik 13. Rangka Mesin Uji Fatik
Gambar 2. Mesin Uji Fatik Putaran kerja poros dicatat terlebih dahulu dengan menggunakan laser tacho meter digital, dan selanjutnya beban fatik (12) diberikan yang besarnya telah ditentukan sebelumnya. b. Prosedur pengujian Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental melalui test Laboratorium di Jurusan Teknik Mesin PNL dan USU Medan yang mengunakan alat uji Fatik Rotating Bending dan alatDigital Microscope.
Gambar 1. Spesimen Uji Fatik
76
Fatigue Strength Baja NS 4340 setelah Mengalami Tempering (Zuhaimi)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kekuatan Lelah Baja NS 4340 Harga Kekuatan lelah dapat diperoleh melalui uji Fatigue Rotating Bending dengan memberi beban bending pada ujung spesimen secara bertahap dari besar ke kecil, dan kemudian diputar secara berotasi sampai spesimen patah. Batas kekuatan lelah seperti ditunjukkan pada gambar 3 diambil pada bagian paling rendah yang mendekati garis datar pada kurva, atau pada siklus putaran 10 +7 yang disebut dengan endurance limit.Kekuatan lelah baja NS 4340 pada berbagai variasi temperatur tempering dapat dilihat pada gambar 3 dalam bentuk kurva S-N.
Kekuatan Lelah, S (Mpa)
700 Std T 300 T 350 T 400 T 450 T 500
600 500 400 300 200 100 1.E+04
1.E+05
1.E+06
1.E+07
1.E+08
Jumlah Siklus, N (cycle)
Gambar 3. Kurva S-N baja NS 4340 Pada awal pembebanan diambil sekitar ½ dari kekuatan tarik bahan (di bawah batas mulur) untuk semua kondisi temperatur tempering, yaitu pada kekuatan 550 Mpa dengan kegagalan terjadi pada siklus rendah yaitu sekitar 10 +4.Pada siklus yang lebih tinggi (hight cycle), kekuatan lelah sudah mulai bervariasi dan memperlihatkan batas kekuatan lelah yang sebenarnya untuk beragai kondisi temperatur tempering.Batas kekuatan lelah baja NS 4340 tertinggi terjadi pada temperatur tempering 300 0C dan terendah pada temperatur tempering 500 0C.Untuk lebih lengkapnya, batas kekuatan lelah pada berbagai kondisi temperatur tempering dapat diperlihatkan pada gambar 4. 400 Batas Kekuatan Lelah (Mpa)
Dalam metode eksperimen ini ada empat tahapan yang harus dilakukan, yaitu: (1) mempersiapkan spesimen untuk masing-masing pengujian; (2) melakukan proses perlakuan panas (tempering) pada berbagai perlakuan temperatur; (3) melakukan pengujian fatik; dan (4) melakukan pengamatan terhadap bentuk perpatahan akibat kegagalan fatik (fatigue failure). Setelah spesimen dipersiapkan sesuai standard pengujian, langkah awalnya adalah dilakukan proses hardening dengan memanaskan sampai suhu kritis (800 0C) dan pendinginan cepat dengan media quenching olie. Proses tempering terhadap spesimen dilakukan pada kondisi temperatur: 300 0C, 350 0 C, 400 0C, 450 0C, dan 500 0C dengan menggunakan furnace otomatis. Spesimen dipanaskan hingga mencapai temperatur maksimum seperti di atas kemudian dipertahankan selama 40 menit [9] dan selanjutnya spesimen didinginkan diudara bebas hingga temperatur kamar.Kemudian langkah berikutnya dilakukan pengujian fatik dengan menggunakan mesin uji fatik rotating bending (Gambar 2). Prosedur yang biasa digunakan untuk menentukan kurva S-N adalah menguji spesimen pertama pada tegangan tinggi (1/2 kekuatan tarik bahan), disini diharapkan terjadi kegagalan pada siklus pembebanan yang kecil. Kemudian tegangan uji diturunkan secara bertahap untuk benda uji berikutnya sampai mencapai garis horizontal pada kurva S-N, yang berarti benda uji tidak akan mengalami kegagalan sampai pada siklus 107 dan dalam penelitian ini ditetapkan pada 6 titik pengujian.
350
300
250
200 200
250 Std
300
350
400
450
500
550
Tem peratur Te m pering ( 0C)
Gambar 4.Grafik Batas Kekuatan Lelah Vs Temperatur Tempering Grafik pada gambar 4 menunjukkan bahwa baja NS 4340 memiliki batas kekuatan lelah tertinggi yaitu sebesar 355 Mpa pada temperatur tempering 300 0C, batas kekuatan lelah pada spesimen tanpa tempering (Std) adalah sebesar 283 Mpa. Batas kekuatan lelah pada temperatur tempering 350 0C lebih rendah dari pada temperatur tempering 300 0C yaitu sebesar 336 Mpa, dan batas kekuatan lelah pada
77
Jurnal Teknologi, Vol. 12, No. 2, Oktober 2012 : 75-79
temperatur tempering 400 0C lebih rendah dari pada temperatur tempering 350 0C yaitu sebesar 306 Mpa. Selanjutnya dari kurva dapat ditunjukkan batas kekuatan lelah pada temperatur tempering 450 0C yang semakin menurun, yaitu sebesar 261 Mpa dan batas kekuatan lelah paling rendah yaitu 245 Mpa terjadi pada temperatur tempering 500 0C. Batas kekuatan lelah dari harga tertinggi dan terendah adalah terjadi pada temperatur tempering 300 0 C dan 500 0C, yaitu dengan harga masingmasing 355 Mpa dan 245 Mpa dan terjadi perbedaan sebesar 110 Mpa (± 31 %). Dari grafik gambar 4 dapat menjelaskan bahwa batas kekuatan lelah baja NS 4340 mengalami penurunan seiring dengan peningkatan temperatur tempering mulai dari 350 0C sampai dengan 500 0C.Penurunan batas kekuatan lelah tersebut adalah diakibatkan kecenderungan terjadinya perapuhan pada material dengan kenaikan temperatur tempering. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kekuatan lelah baja NS 4340 sangat dipengaruhi oleh besarnya temperatur tempering pada proses perlakuan panas (heat treatment). Makin besar temperatur tempering, batas kekuatan lelahnya makin menurun dan batas kekuatan lelah yang terbaik adalah pada temperatur tempering 300 0C.
memperlihatkan garis-garis pantai (beach marks) yang merupakan ciri-ciri umum dari perpatahan yang diakibatkan oleh kelelahan. Bentuk permukaan patah lelah seperti yang ditunjukkan pada gambar 5, adalah spesimen tanpa tempering (Std), dimana tanda panah menjelaskan lokasi awal terjadinya perpatahan lelah. Retak awal terjadi pada bagian terluar dari spesimen yang merupakan zona dengan tegangan tarik terbesar akibat beban bending yang diberikan. Retak awal tersebut menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan yang tinggi di ujung retak sehingga retak akan merambat seiring dengan bertambahnya siklus pembebanan. Dari gambar 5 memperlihatkan bentuk permukaan patah yang mengkilap dengan alur kelelahan (fatigue striations) yang kurang jelas dan tanda panah lengkung bagian atas menunjukkan perpatahan statik.
Analisa Perpatahan Bentuk perpatahan baja NS 4340 dapat dianalisa pada interface spesimen yang telah mengalami fatik untuk berbagai kondisi temperatur tempering dengan mengguakan alat mikroskop digital.
Gambar 6. Permukaan Patah Lelah pada Temperatur Tempering 300 0C
Akhir perpatahan statik
Akhir perpatahan statik
Awal perpatahan lelah
Spesimen uji lelah dengan temperatur tempering 300 0C dan 400 0C menghasilkan permukaan patah dengan alur kelelahan yang lebih jelas dengan permukaan patah yang terlihat mengkilap pada beberapa zona yang kecil sedangkan pada temperatur tempering 500 0 C terlihat permukaan patah dengan zona mengkilap yang semakin luas terlihat .
Awal perpatahan lelah Akhir perpatahan statik
Gambar 5. Permukaan Patah Lelah Spesimen Tanpa Tempering Gambar 5, 6, 7, dan 8 secara berturut-turut memperlihatkan bentuk perpatahan antar muka (interface) masing-masing untuk spesimen standar, tempering 300 0C, 400 0C dan 500 0C. Gambar makro permukaan patah
Awal perpatahan lelah
Gambar 7. Permukaan Patah Lelah pada Temperatur Tempering 400 0C
78
Fatigue Strength Baja NS 4340 setelah Mengalami Tempering (Zuhaimi)
Perpatahan yang mengkilap ini menunjukkan bahwa perpatahan yang terjadi adalah akibat perpatahan transganular yang umumnya dimiliki sifat bahan yang getas. Daerah akhir perpatahan pada spesimen standar, tempering 300 0C, dan 400 0C, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 5, 6 dan 7 memiliki zona yang relatif kecil yang menunjukkan tingkat keuletan bahan yang lebih tinggi atau tingkat kegetasan yang rendah. Hal ini dikaitkan dengan pertumbuhan retak yang terus berlangsung dan tercipta ketidak stabilan, sehingga akhirnya terjadi perpatahan karena penampang yang telah berkurang tidak mampu lagi menahan beban.
Akhir perpatahan statik
berkurang secara bertahap dengan naiknya temperatur tempering.
KESIMPULAN Kekuatan fatik baja NS 4340 sangat dipengaruhi oleh besarnya temperatur tempering pada proses perlakuan panas (heat treatment). Makin besar temperatur tempering, batas kekuatan lelahnya makin menurun dan batas kekuatan lelah terbaik pada temperatur tempering 300 0C, yaitu sebesar 355 Mpa. Bentuk perpatahan lelah yang terjadi pada baja NS 4340 terdapat dua zona skema perpatahan fatik dengan ciri khas, yaitu daerah yang cukup rata dengan perambatan retak fatik secara perlahan, dan zona yang merupakan sisa permukaan perpatahan yang menampilkan ciri transkristalin khas yang kasar, dan di sini terjadi kegagalan secara tiba-tiba.
Awal perpatahan lelah
DAFTAR PUSTAKA [1] Gambar 8. Permukaan Patah Lelah pada Temperatur Tempering 500 0C [2] Spesimen dengan temperatur tempering 500 0C memiliki zona patahan akhir yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan spesimen lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan kekuatan bahan akibat perlakuan tempering pada temperatur 500 0C. Dari gambar-gambar bentuk perpatahan lelah yang telah ditampilkan terdahulu, terdapat dua zona skema perpatahan fatik dengan ciri khas. Zona pertama merupakan daerah yang cukup rata sebagaimana ditunjukkan oleh tanda panah lurus, disini terjadi perambatan retak fatik secara perlahan. Zona yang kedua merupakan sisa permukaan perpatahan seperti ditunjukkan oleh tanda panah lengkung yang menampilkan perpatahan transkristalin khas yang kasar atau patah statik, dan di sini terjadi kegagalan secara tiba-tiba. Perbedaan orientasi bidang patahan juga terlihat pada spesimen standar dan spesimen dengan perlakuan tempering. Dari uraian-uraian terdahulu dapat dinyatakan bahwa, pengaruh temperatur tempering terhadap kekuatan fatik yaitu paling tinggi pada temperatur tempering rendah dan
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
Timings, R.L., 1998,“Engineering Materials“, Volume-I, 2nd Edition Addison Wesley Longman Limited. Faupel, Joseph H, and Fisher, Franklin E. 1981, “Engineering Design.“ 2nd ed.; John Willey & Sons, ; New York, : pp 759-798. Lee, H. H., and Uhlig, H. H., 1972, “Corrosion Fatigue of Type 4140 High Strength Steel” Metallurgical Transactions, Volume 3, : pp. 1249-1257. Bannantine, Julie A, Jess J. Commer, James L., 1990, Handbook “ Fundamental of Metal Fatigue Analysis“, Prentice Hall. Daido Steel, 2003. “Material Selection and Heat Treatment“ Daido’s Steel Co, Ltd., Medan. Salmon, C. G, and Johnson, J. E, 1990, “Struktur Baja Disain dan Prilaku“, Jilid 1 dan 2, Alih bahasa: Wira, M.S.C.E, Edisi kedua, Penerbit Erlangga. Dieter, George E., 1986, “Metalurgi Mekanik“, Jilid 2, Alih bahasa: Sriati Djaprie, Edisi ketiga, Penerbit Erlangga. Roberta A. Storer 1996, “Annual Book of ASTM Standard 1996“ Voume 03.01 Easton, MD, USA. TTUC Team, 1985, “Heat Treatment of Metal“ edisi-1, PT. Arun Natural Gas Liquefaction Co.
79