Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending Budi Setyahandana1, Anastasius Rudy Setyawan2 1,2 Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman Telp. 0274-883037
[email protected] Abstract The objective of the study is to investigate the mechanical characteristics of the low carbon steel after bending process. The mechanical characteristics consist of tensile strength, rupture stress, strain and hardness. The samples consist of four groups and follow modified ASTM A 370 standard. The first group of the samples was bent in 200 mm diameter. The second group was bent in 300 mm diameter. The third group was bent in 400 mm diameter. The fourth group was bent in 500 mm diameter. All of the samples were tested by Tensile Testing Machine and Brinell Hardness Tester. The result of the study shows that decreasing diameter of bending cause decreasing tensile strength, rupture stress, and strain. Tensile residual stress cause decreasing hardness, but compressive residual stress cause increasing hardness. Keywords : mechanical characteristics, low carbon steel, residual stress
1. Pendahuluan Penentuan bahan yang tepat pada dasarnya merupakan kompromi dari berbagai macam sifat, lingkungan dan penggunaan. Disamping sifat teknis dan faktor ekonomis, pemilihan bahan juga harus mempertimbangkan cara-cara pembentukannya seperti pengerjaan panas, pengerjaan dingin, tempa, dll. Pembuatan bentuk secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara proses deformasi plastik, dimana volume dan masa logam tetap dan logam bergerak dari suatu tempat ketempat lain. Dan dengan cara menghilangkan bagian-bagian logam atau proses-proses permesinan, dimana bagianbagian logam dihilangkan untuk memperoleh bentuk yang diinginkan. Dalam proses ini yang dibahas terutama proses-proses yang berhubungan dengan deformasi plastik. Dua jenis pengerjaan mekanik dimana logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk adalah pengerjaan panas dan pengerjaan dingin. Pada pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa. Pada pengerjaan dingin, diperlukan gaya yang lebih besar dan dilakukan dibawah suhu rekristalisasi dan kadang-kadang berlangsung pada suhu ruang. Pada prakteknya, sering terjadi baja yang sudah bengkok diluruskan lagi untuk penggunaan yang memerlukan kelurusan. Material yang panjang sangat rentan terhadap fenomena ini. Secara teoritis, material tersebut sudah mengalami tegangan sisa. Pertanyaan yang muncul adalah seberapa besar gangguan/cacat yang ditimbulkan karena bengkoknya suatu material dengan tingkat bengkok (diameter) tertentu. 2. Tinjauan Pustaka Beberapa studi terkait dengan baja karbon menyebutkan adanya beberapa macam cacat, yaitu cacat kisi, cacat titik, dan cacat garis. Cacat dua dimensi atau cacat garis yang paling penting adalah dislokasi. Dislokasi merupakan cacat yang bertanggung jawab terhadap segala slip/luncur yang menjadi sebab sebagian besar logam berubah bentuk secara plastis. Gambar 1 memperlihatkan dislokasi pada logam yang telah mengalami
Media Teknika Vol. 7 No. 1, Juni 2007: 61 – 65
deformasi. Gumpalan garis adalah dislokasi, jumlah dan panjangnya bertambah dengan bertambahnya pengerjaan dingin.
Gambar 1. Dislokasi pada logam yang telah dideformasi (Van vlack, 1991) Logam yang di giling (canai), diekstrusi atau ditarik pada suhu dibawah suhu rekristalisasi dikatakan telah mengalami pergerjaan dingin. Logam pada umumnya mengalami pengerjaan dingin pada suhu ruang. Sewaktu logam mengalami pengerjaan dingin terjadilah perubahan pada pada struktur butir. Terjadi perpecahan butir, pergeseran atom-atom dan distorsi kisi. Bidang geser terjadi dimana ikatan atom lemah dan terjadilah pergeseran atom. Slip adalah perubahan bentuk yang biasa dijumpai pada logam. Untuk pengerjaan dingin diperlukan tekanan yang lebih besar dari pengerjaan panas. Logam mengalami deformasi permanen bila tegangan melebihi batas elastik. Karena tidak mungkin terjadi rekristalisasi selama pengerjaan dingin, tidak terjadi pemulihan dari butir yang mengalami distorsi atau perpecahan. Dengan meningkatnya deformasi butir, tahanan terhadap deformasi meningkat sehingga logam mengalami peningkatan kekerasan tetapi keuletan akan turun. Beberapa macam pengerjaan dingin antara lain: Penekanan, pelengkungan, pengerolan, dan pengguntingan.
Gambar 2. Mesin pengerolan sederhana (Amstead, 1989) Berbagai metode telah digunakan untuk melengkungkan atau membentuk kontur pada bagian yang lurus. Pada prinsipnya mesin pengerol sederhana terdiri dari tiga rol yang berdiameter sama, salah satu diantaranya diam dan dua lagi dapat diatur letaknya seperti terlihat dalam Gambar 2. Diameter akhir dapat diatur dengan mengatur letak rol yang dapat diatur letaknya, semakin dekat dengan rol tetap semakin kecil pula diameter akhir. Pada pengubahan bentuk logam diantara rol-rol, benda kerja dikenai tegangan kompresi yang tinggi yang berasal dari gerakan jepit rol dan tegangan geser gesek permukaan sebagai akibat gesekan antara logam dan rol. Gaya gesek ini juga berpengaruh terhadap penarikan
62
Budi Setyahandana, Anastasius Rudy Setyawan, Karakterisasi Baja Karbon Rendah...
logam diantara rol. Akibat pengerjaan dingin, di dalam logam timbul tegangan yang cukup besar, tegangan ini disebut tegangan sisa. Tegangan sisa adalah sistem tegangan yang terdapat pada benda meskipun benda tidak dikenai gaya luar. Tegangan sisa ditimbulkan oleh deformasi plastik tak seragam, oleh karena itu tegangan sisa yang terbentuk pada setiap proses pengerjaan logam perlu diperhatikan. Pada pengerolan, aliran plastik hanya terjadi di permukaan, butir pada permukaan terdeformasi dan cenderung untuk memanjang sementara butir-butir di dalam pusat tidak terpengaruh. Serat pusat cenderung untuk mencegah perpanjangan serat permukaan sedangkan serat permukaan mencoba untuk merentangkan serat pusat sehingga menghasilkan pola tegangan sisa dalam benda kerja yang terdiri dari tegangan tekan yang tinggi pada permukaan dan tegangan sisa tarik pada pusat benda kerja. Logam-logam yang mengandung tegangan sisa dapat dibebaskan dari tegangan atau penghilangan tegangan dengan pemanasan sampai suhu tertentu di mana kekuatan luluh sama atau lebih kecil dibandingkan tegangan sisa semula. Jadi bahan dapat berubah bentuk dan melepaskan tegangan. Kekuatan tarik yang diamati dalam pengujian ini adalah beban tarik maksimum sesumbu dibagi dengan luas penampang awal (Surdia, 1984). P (kg ) σ u = max (1) Ao (mm 2 ) dengan, σu = Kekuatan tarik (kg/mm2) Pmax = Beban maksimum yang diberikan (kg) Ao = Luas penampang awal benda uji (mm2) Regangan dihitung berdasarkan: ΔL (2) ε= Lo dengan, ε = Regangan ΔL = Pertambahan panjang benda uji setelah mengalami penarikan (mm) Lo = Panjang awal benda uji (mm) Kekerasan diukur dengan skala Brinell: P (3) BHN = πD 2 2 (D − D − d ) 2 dengan, BHN= Angka kekerasan Brinell P = Beban penekanan indentor (kg) D = Diameter indentor (mm) d = Diameter bekas injakan (mm)
3. Metode Penelitian Bahan benda uji pada penelitian ini adalah baja karbon rendah yang berdiameter awal 3/8 inchi. Sebanyak 25 buah benda uji tarik dibuat dan dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok pertama terdiri atas 5 buah benda uji yang diuji tarik dan kekerasan tanpa melalui perlakuan pembengkokan. Kelompok kedua dibengkokkan (dirol) dengan diameter 200 mm. Benda uji yang telah membentuk lingkaran ini selanjutnya diluruskan lagi, baru diuji tarik dan kekerasan. Metode yang sama dilakukan pada kelompok ke-3, ke-4, dan ke5, dengan diameter 300 mm, 400 mm, dan 500 mm.
63
Media Teknika Vol. 7 No. 1, Juni 2007: 61 – 65
Setelah lurus, benda uji dibentuk menjadi spesimen. Bagian-bagian kulit yang relatif lebih rusak dibubut, sampai diameter benda uji tarik di bagian tengah mencapai 4 mm. Langkah berikutnya melakukan uji tarik dan kekerasan. 4. Hasil dan Pembahasan Gambar 3 menunjukkan perubahan kekuatan tarik yang menurun seiring dengan pengerolan diameter yang lebih kecil. Perubahan ini tidak begitu signifikan. Hal ini disebabkan pengurangan diameter yang besar pada saat pembuatan benda uji tarik. Pada saat pengerolan aliran plastik terbesar terjadi di permukaan, yaitu permukaan luar dan permukaan dalam. Benda kerja mendapat gaya tekan dan gaya tarik pada bagian yang berbeda, butir pada pada permukaan terdeformasi dan cenderung untuk meregang pada permukaan luar dan akan memadat pada permukaan dalam. Saat pelurusan pada bagian tersebut mendapat gaya yang sebaliknya. Gambar 4 menunjukkan pengurangan regangan dari setiap proses pengerolan. Spesimen hasil pengerolan menunjukkan regangan yang lebih kecil seiring dengan pengecilan diameter pengerolan. Hal ini disebabkan akibat pengerolan dan pelurusan kembali menyebabkan adanya cacat pada butiran. Cacat pada butiran menyebabkan bahan menjadi getas sehingga nilai regangan turun. Pengurangan regangan yang mencolok nampak pada perlakuan roll dari diameter 500 mm menjadi 400 mm 70,00
Kekuatan tarik
60,00
Tegangan (kg/mm2)
50,00
40,00
Kekuatan patah 30,00
20,00
10,00
0,00 Tanpa dirol
Dirol 500 mm
Dirol 400 mm
Dirol 300 mm
Dirol 200 mm
Jenis Perlakuan
Gambar 3. Pengaruh diameter pengerolan terhadap kekuatan tarik dan kekuatan patah baja karbon rendah 17,50
Regangan (%)
17,00
16,50
16,00
15,50
15,00 Tanpa dirol
Dirol 500 mm
Dirol 400 mm
Dirol 300 mm
Dirol 200 mm
Jenis Perlakuan
Gambar 4. Pengaruh diameter pengerolan terhadap regangan baja karbon rendah
64
Budi Setyahandana, Anastasius Rudy Setyawan, Karakterisasi Baja Karbon Rendah...
250
Sisi tekan Sisi tengah
2
Kekerasan Brinell (kg/mm )
200
150
Sisi tarik
100
50
0 Tanpa dirol
Dirol 500 mm
Dirol 400 mm
Dirol 300 mm
Dirol 200 mm
Jenis Perlakuan
Gambar 5. Pengaruh diameter pengerolan terhadap kekerasan baja karbon rendah
Pada saat pengerolan, aliran plastik terbesar terjadi di permukaan, yaitu permukaan luar dan permukaan dalam. Benda kerja mendapat gaya tekan dan gaya tarik pada bagian yang berbeda. Sedangkan saat pelurusan terjadi gaya yang sebaliknya. Pada bagian permukaan dalam yang mengalami gaya tekan saat pengerolan, butiran akan menjadi lebih rapat sehingga akan meningkatkan kekerasan. Pada saat pelurusan bagian ini akan mengalami gaya tarik, butiran yang tadinya merapat mendapat tarikan sehingga butiran akan meregang dan kekerasan menurun kembali. Pada bagian tengah terjadi gaya yang relatif sama antara tarik dan tekan. Hal ini menyebabkan tidak terjadi perubahan sifat mekanik yang signifikan. Secara keseluruhan terjadi penurunan kekerasan seiring dengan penurunan diameter pengerolan (Gambar 5). Penurunan kekerasan disebabkan pengaruh gaya tarik yang cukup besar pada saat pengerolan dari pada pengaruh gaya tekan pada saat pengerolan meskipun benda mengalami gaya yang sebaliknya pada saat pelurusan. Hal ini disebabkan saat pengerolan sumbu netral bergeser lebih dekat ke permukaan dalam lengkungan. Serat-serat pada permukaan luar mengalami regangan lebih besar dibanding serat di permukaan dalam karena regangan plastis sebanding dengan jarak sumbu netral. Pada saat pelurusan, bagian ini tidak dapat kembali seperti keadaan semula karena logam telah plastis dan kekerasan pada kedua sisi ini berbeda. 5. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembengkokan/pengerolan baja kabon rendah mengakibatkan kekuatan tarik, tegangan patah dan regangan akan semakin turun seiring pengecilan diameter pengerolan. 2. Tegangan sisa tarik meyebabkan kekerasan menurun, tegangan sisa tekan tidak signifikan meningkatkan kekerasan, sehingga kekerasan secara keseluruhan akan semakin turun seiring pengecilan diameter pengerolan. Daftar Pustaka [1] Van Vlack, L.H., 1991, Ilmu dan Teknologi Bahan, alih bahasa oleh Sriati Djapri, Erlangga, Jakarta. [2] Amstead, B.H. Ostwald, P. F. Begemen, M.L., 1989, Teknologi Mekanik, Jilid 1, alih bahasa oleh Sriati Djapri, Erlangga, Jakarta. [3] Surdia,T. Saito, S., 1984, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta
65