BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
SAJIAN UTAMA
Telah Lama Dinanti Kehadirannya
Farmakope Indonesia Edisi V
PERAN ORANG TUA
Siaran Pers Layanan Importasi Prioritas Bahan Baku Obat dan Makanan Menurunkan Dwelling Time dan Meningkatkan Daya Saing Nasional Perangi Produk Ilegal Melalui Operasi Storm VI Tahun 2015
InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
pada Penyampaian DAGUSIBU Obat pada Anak Usia Sekolah dan Remaja
PUBLIKASI Pedoman Rasionalisasi Komposisi Obat Tradisional 1
editorial Pembaca yang budiman, Dunia kefarmasian tak lepas dari kebutuhan akan literatur yang mendukung dan terjamin keterkiniannya. Untuk memenuhi kebutuhan itu, sejak tahun 1962 pemerintah telah menerbitkan satu buku yang menjadi standar untuk menjamin terpenuhinya persyaratan suatu obat atau bahan obat untuk dapat diproduksi dan diedarkan. Farmakope Indonesia, yang telah hadir selama 53 tahun, kembali melengkapi informasi yang dibutuhkan dengan terbitnya edisi terbaru yaitu Farmakope Indonesia Edisi V. Pembaca, penuhi keingintahuan Anda tentang FI terbaru ini dalam artikel sajian utama kami. Seperti halnya produk obat, mutu dan keamanan obat tradisional juga harus diperhatikan mulai dari proses produksinya. Banyaknya tumbuhan obat yang terdapat di Indonesia dan penggunaan obat tradisional oleh masyarakat yang semakin marak, mendorong perlunya literatur yang dapat menjadi pedoman dalam menjaga kerasionalan formula obat tradisional. Untuk itu, Badan POM telah menerbitkan buku Pedoman Rasionalisasi Komposisi Obat Tradisional yang secara ringkas diulas pada rubrik Publikasi. Proses produksi yang memenuhi standar bukan menjadi satusatunya prasyarat terjaminnya mutu dan keamanan suatu obat. Obat yang diproduksi dengan baik dapat memberikan dampak negatif jika tidak ditangani dengan benar. Terdapat satu rangkaian proses untuk menjamin mutu dan keamanan produk obat yang sudah beredar. Rangkaian proses ini disosialisasikan sebagai suatu prinsip yang dikenal dengan singkatan “DAGUSIBU”, akronim dari “Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang” obat sesuai
petunjuk. Sasaran dari sosialisasi DAGUSIBU ini tentunya bukan hanya orang dewasa, anak dan remaja juga menjadi perhatian agar dapat terhindar dari penggunaan obat yang salah. Karena itu, kami sajikan artikel “Peran Orang Tua pada Penyampaian DAGUSIBU Obat pada Anak Usia Sekolah dan Remaja” pada InfoPOM edisi kali ini. Salah satu kasus yang dapat terjadi akibat kelalaian dalam hal penyimpanan adalah seperti yang terjadi pada kasus anak yang tidak sengaja menelan obat tetes telinga yang kami bahas pada Forum SIKer Nas. Jika pembaca tidak mengetahui aturan pakai atau cara penggunaan obat tertentu, pembaca juga dapat memperoleh informasinya dengan bertanya pada PIO Nas. Contohnya adalah pertanyaan mengenai penggunaan Noretisteron yang diulas pada forum PIO Nas. Menutup tahun 2015 ini, kami laporkan salah satu contoh hasil kinerja Badan POM dalam Siaran Pers “Perangi Produk Ilegal Melalui Operasi STORM VI Tahun 2015” dan “Layanan Importasi Prioritas Bahan Baku Obat dan Makanan Menurunkan Dwelling Time dan Meningkatkan Daya Saing Nasional”. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih telah menjadi pembaca setia Buletin InfoPOM dan semoga kami dapat terus menyajikan informasi yang bermanfaat dan menarik pada tahun mendatang. Sampai jumpa dan Selamat Tahun Baru 2016!
tim redaksi Penasehat : Pengarah : Penanggung jawab : Redaktur : Editor :
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Sekretaris Utama Badan POM Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan Kepala Bidang Informasi Obat • Arief Dwi Putranto, S.Si, Apt., MT (PIOM) • Tanti Kuspriyanto, S.Si, M.Si (PIOM) • Arlinda Wibiayu, S.Si, Apt (PIOM) • Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM)
Kontributor : • Ayu Candra Dewi, S.Farm, Apt (Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT) • Judhi Saraswati, SP, MKM (PIOM) • Arlinda Wibiayu, S.Si, Apt (PIOM) • Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM) • Widiarti, S.Farm, Apt. (PIOM)
Redaksi menerima sumbangan artikel yang berisi informasi terkait dengan obat, makanan, kosmetika, obat tradisional, komplemen makanan, zat adiktif dan bahan berbahaya. Kriteria penulisan yaitu berupa tulisan ilmiah populer dengan jumlah karakter tidak lebih dari 10.000 karakter. Kirimkan tulisan melalui alamat redaksi dengan melampirkan identitas diri penulis. Alamat redaksi: Ged. Pusat Informasi Obat dan Makanan lt. 5 BPOM, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat. Telepon/fax: 021-42889117. Email ke:
[email protected]
2
Sekretariat : • • • • • • • • • Fotografer : • •
Ridwan Sudiro, S.IP (PIOM) Netty Sirait (PIOM) Surtiningsih (PIOM) Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt (PIOM) Syatiani Arum Syarie, S.Farm, Apt (PIOM) Riani Fajar Sari, A.Md (PIOM) Khafidloh Tri Rusdaniati, A.Md (PIOM) Tri Handayani, S.Farm, Apt (PIOM) Endah Nuftapia, S.Farm, Apt (PIOM) Khafidloh Tri Rusdaniati, A.Md (PIOM) Syatiani Arum Syarie, S.Farm, Apt (PIOM) InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
SAJIAN UTAMA
Telah Lama Dinanti Kehadirannya
Farmakope Indonesia Edisi V Hampir 20 tahun sejak terakhir diterbitkan, Farmakope Indonesia merupakan pedoman yang ditunggu kehadirannya sejak lama, Apakah perbedaan Farmakope Indonesia kali ini dibanding terbitan sebelumnya? Yuk, kita simak! Farmakope didefinisikan sebagai suatu buku standar farmasi yang dimaksudkan untuk menjamin keseragaman dalam jenis, kualitas, komposisi, dan kekuatan obat yang telah diakui atau telah diizinkan oleh pemegang kewenangan dan diwajibkan bagi apoteker (Urdang, G., 1951). Oleh karena itu Farmakope bersifat mandatori, yang ditetapkan oleh pihak yang mempunyai kewenangan pada suatu negara.
1995. Farmakope Indonesia yang terbaru adalah Farmakope Indonesia Edisi V yang diterbitkan pada tahun 2014. Landasan hukum Farmakope Indonesia tercantum dalam Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 105 yang berbunyi: “Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya”.
Isi utama buku farmakope adalah monografi yang menjadi standar bagi suatu obat atau bahan obat yang wajib dipenuhi oleh obat yang diproduksi dan beredar pada suatu daerah otoritas. Monografi berisi spesifikasi tentang identitas, kemurnian dan potensi/kekuatan dari obat atau bahan baku obat disertai syarat dan metode pengujiannya.
Mengingat pentingnya Farmakope Indonesia yang selalu terjaga kekiniannya ini, maka Badan POM bersama dengan Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Buku Suplemen Farmakope Indonesia yang dibuat pertama kali pada tahun 2009, yaitu Suplemen I Farmakope Indonesia Edisi IV. Selanjutnya di tahun 2010 diterbitkan Suplemen II dan 2011 diterbitkan Suplemen III. Buku Suplemen Farmakope Indonesia berisi monografi baru maupun monografi revisi yang dilengkapi dengan lampiran baru maupun revisi. Monografi revisi adalah monografi yang sebelumnya telah tercantum pada Farmakope Indonesia Edisi IV tetapi dalam perkembangannya perlu direvisi karena ada perubahan seperti perubahan pada metode pengujian atau persyaratan. Sedangkan monografi baru adalah monografi yang sebelumnya belum tercantum pada Farmakope Indonesia Edisi IV. Lampiran dalam Farmakope Indonesia merupakan metode pengujian ataupun pedoman yang diacu oleh monografi, sehingga lampiran bisa juga perlu direvisi ataupun ditambahkan lampiran baru, bila sebelumnya lampiran baru tersebut tidak tercantum pada Farmakope Indonesia Edisi IV. Setelah terbit 3 (tiga) Suplemen Farmakope Indonesia Edisi IV, maka pada tahun 2015 telah diterbitkan dan disosialisasikan Farmakope Indonesia Edisi V.
Sejarah Singkat Farmakope Indonesia (FI) Sejarah Farmakope Indonesia dimulai dengan terbitnya Farmakope Indonesia tahun 1962. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, diterbitkanlah Farmakope Edisi II di tahun 1972 beserta Ekstra untuk Farmakope Edisi II yang diterbitkan di tahun 1974. Selanjutnya di tahun 1979 diterbitkanlah Farmakope Edisi III dan Farmakope Indonesia Edisi IV pada tahun
InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
Kolaborasi Penyusunan FI Pada tahun 2014, Badan POM bersama dengan Kementerian Kesehatan telah selesai menyusun naskah Farmakope Indonesia Edisi V. Farmakope Indonesia Edisi V merupakan integrasi dan pemutakhiran dari Farmakope Indonesia Edisi IV dan 3 (tiga) suplemennya. Penyusunan Farmakope Indonesia dilakukan oleh Panitia Farmakope Indonesia yang dibentuk oleh Menteri
3
SAJIAN UTAMA
Kesehatan Republik Indonesia. Anggota Panitia Farmakope Indonesia terdiri dari pakar dalam berbagai bidang keahlian berasal dari berbagai institusi pemerintah dan swasta seperti Badan POM, Kementerian Kesehatan, Perguruan Tinggi Farmasi, Badan Tenaga Atom Nasional, dan perorangan. Panitia Penyusun Farmakope Indonesia bertugas mengkaji monografi yang akan dimuat dalam Farmakope Indonesia. Dengan berdirinya Badan POM pada tahun 2001, maka kepanitiaan Farmakope Indonesia yang semula di bawah Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan beralih kepada Badan POM dalam hal ini Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT yang berada di bawah Kedeputian I. Dalam pelaksanaannya, Panitia Farmakope Indonesia dibantu oleh Tim Pelaksana Penyusunan Farmakope Indonesia. Tim terdiri dari perorangan dengan keahlian penyusunan standar, yang berasal dari Direktorat Standardisasi PT dan PKRT, Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional serta Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT. Penyusunan buku Farmakope Indonesia bersifat dinamis, dalam hal ini Badan POM berusaha agar Farmakope Indonesia bisa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Disamping itu, Badan POM mengupayakan agar Farmakope Indonesia dapat menjadi buku standar yang science-based dan up to date untuk mengawal mutu sediaan farmasi yang beredar di Indonesia.
mengalami perubahan dari format yang telah ada, kecuali untuk judul monografi ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris pada Farmakope Indonesia Edisi V, menggantikan penulisan Bahasa Indonesia dan Bahasa Latin pada Farmakope Indonesia Edisi IV. Format monografi untuk bahan obat terdiri dari nama generik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris; struktur molekul; nama kimia lengkap dengan nomor CAS dan bobot molekulnya; pernyataan kekuatan atau potensi bahan aktif dalam bahan yang diperiksa; pemerian bahan; kelarutan; identitas dan identifikasi; kemurnian dan pengujiannya; prosedur penetapan kadar bahan aktif; serta wadah dan cara penyimpanan. Sedangkan format monografi untuk obat terdiri dari nama obat jadi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris; pernyataan kekuatan atau potensi bahan aktif dalam sediaan yang dimaksud/diperiksa; identitas dan identifikasi; kemurnian dan cara pengujiannya; kinerja obat dan pengujiannya (waktu hancur, disolusi, keseragaman sediaan, dll); prosedur penetapan kadar atau potensi bahan aktif dalam obat; serta wadah dan penyimpanan.
Isi Farmakope Indonesia V Isi dari Farmakope Indonesia Edisi V masih mengacu kepada Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu: Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pemberlakuan Farmakope Indonesia; Keputusan Kepala Badan POM RI tentang Pembentukan Tim Pelaksana Penyusunan Farmakope Indonesia; Daftar Isi; Kata Pengantar; Sejarah Farmakope Indonesia; Daftar Sediaan Umum, Monografi, Lampiran, dan Daftar Perubahan; Ketentuan Umum; Monografi; Lampiran; Pereaksi, Indikator, dan Larutan; Tabel dan Index. Monografi dalam Farmakope Indonesia Edisi V meliputi monografi sediaan umum, monografi bahan baku obat, monografi sediaan obat, monografi eksipien, monografi alat kesehatan, monografi sediaan biologi, dan monografi radiofarmasi. Format penulisan Farmakope Indonesia Edisi V tidak banyak
4
InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
SAJIAN UTAMA
JUMLAH MONOGRAFI DAN LAMPIRAN FARMAKOPE INDONESIA 1273
958 774 658 549
35
78
73
135
145
Diagram 1 Jika dibandingkan dengan Farmakope Indonesia edisi-edisi sebelumnya, terdapat peningkatan jumlah monografi dan lampiran dalam Farmakope Indonesia Edisi V, seperti tertera pada Diagram 1.
memperbarui Farmakope Indonesia dengan suatu program yang berkesinambungan.
Jenis monografi yang dimuat dalam Farmakope Indonesia Edisi V seperti tertera pada Diagram 2.
Diagram 2 Melengkapi buku Farmakope Indonesia Edisi V, Buku Suplemen I Farmakope Indonesia V akan diterbitkan pada tahun 2015 ini. Direncanakan setiap tahun akan diterbitkan Suplemen I, II dan III berturut-turut kemudian pada tahun keempat dan kelima akan disusun Farmakope Indonesia Edisi VI. Dengan demikian penerbitan Farmakope Indonesia diharapkan akan terus berkelanjutan setiap 5 (lima) tahun sekali. Demikian pentingnya peran farmakope sebagai standar mutu yang digunakan secara luas baik oleh lembaga pemerintah kementerian dan non kementerian di bidang kesehatan, industri farmasi, laboratorium uji independen dan bidang pendidikan, sehingga Badan POM bercita-cita untuk terus
InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
Badan POM menyadari perlunya upaya perbaikan berkelanjutan agar Farmakope Indonesia dapat menjawab tantangan global dan senantiasa terharmonisasi dengan standar internasional. Dengan demikian, produk yang beredar di pasar domestik maupun produk lokal yang diekspor ke berbagai negara benarbenar terjamin mutu dan keamanannya sesuai dengan regulasi dan standar internasional. Penulis: Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT
5
ARTIKEL
Peran Orang Tua Pada Penyampaian
DAGUSIBU Obat Pada
Anak Usia Sekolah dan Remaja Hampir setiap bulan seseorang mengkonsumsi obat. Baik obat dari pembelian yang bebas maupun menggunakan resep dokter, Apalagi untuk obat anak, pasti sudah banyak tersedia di kotak P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan) di rumah. Obat bebas yang diperoleh dari toko obat, apotek, atau obat yang dibeli tanpa resep dokter biasanya sudah disiapkan di rumah untuk penanganan sakit tanpa bantuan tenaga kesehatan. Fenomena ini semakin banyak dilakukan oleh masyarakat seiring dengan meningkatnya tindakan swamedikasi. Beberapa jenis obat harus disimpan dalam kondisi tertentu untuk menjaga kestabilannya sehingga tetap aman dan berkhasiat saat digunakan. Obat ibarat madu atau racun. Obat disebut madu karena obat dapat menghilangkan gejala sakit atau penyebab penyakit. Obat disebut racun karena penggunaan obat yang tidak benar atau obat yang tidak disimpan dengan benar dapat menyebabkan efek samping yang merugikan kesehatan. Agar terhindar dari dampak negatif dari penggunaan obat, maka kita perlu menggunakan dan menyimpan obat secara benar.Untuk itu kita perlu mengenal prinsip DAGUSIBU. Istilah “Dagusibu” merupakan akronim dari “Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang” obat sesuai petunjuk.
tidak berubah dari pabrik hingga diterima tangan pengguna obat. Akibatnya obat dapat tetap berkhasiat mengatasi penyakit. Jangan membeli obat dari tempat-tempat dengan penyimpan obat yang tidak sesuai persyaratan seperti misalnya langsung terkena sinar matahari, tidak dalam kemasan asli dan tidak dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang panas atau lembab, wadah/kotak tempat penyimpanan obat tidak dibersihkan secara rutin, wadah penyimpanan obat tidak menurut jenisnya.
DApatkan Dapatkan obat di tempat yang sesuai persyaratan. Obat yang baik diperoleh dari apotek atau toko obat yang terjamin dan telah memenuhi persyaratan. Di apotek atau toko obat, obat dijaga dan disimpan sesuai kondisi yang diharuskan sehingga mutu obat tetap terpelihara. Dengan demikian kondisi obat
GUnakan Menggunakan obat yang tidak tepat dapat berakibat buruk pada kesehatan pasien, khususnya anak-anak yang masih memiliki tubuh yang rentan. Penggunaan obat yang baik didasarkan aturan yang disampaikan dokter atau apoteker. Karena tidak semua obat penggunaannya sama, bahkan hampir semua obat berbeda penggunaannya berdasarkan jenis dan kondisi pasien. Misalnya obat antibiotik, meskipun sakit yang diderita pasien telah sembuh, antibiotik tetap harus diminum sampai habis, karena dosis yang
6
InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
ARTIKEL
diberikan dokter sesuai dengan pasien hingga pasien benarbenar sembuh, yaitu ditandai dengan matinya bakteri penyebab penyakit sebab terbunuh oleh antibiotik. Berbeda dengan obat analgetik (penghilang rasa sakit) seperti parasetamol dan asam mefenamat, obat ini hanya digunakan ketika pasien merasakan sakit dan nyeri atau demam. Menggunakan obat analgetik ketika tidak ada nyeri atau demam yang mesti diobati perlu dihindari.
Alur DAGUSIBU ini sangat berguna untuk menjaga keluarga khususnya anak agar terhindar dari bahaya penggunaan obat yang salah. Peran orangtua pada terapi untuk anak sangat penting, terutama pada pemberian suplemen kesehatan (pemakaian vitamin dan mineral). Pemakaian obat atau suplemen kesehatan harus dipahami benar tujuan dan cara penggunaannya agar sesuai dengan kebutuhan anak. Orangtua harus memahami bahwa obat dan suplemen kesehatan terbuat dari zat kimia Apabila orang tua dapat menjalankan peran dengan baik dengan memberikan contoh perilaku-perilaku yang baik dan benar maka akan mempengaruhi anak untuk bertindak atau berperilaku yang sama dengan kedua orang tuanya. Ada tiga faktor-faktor peran orangtua yang bertanggungjawab dalam pengasuhan anak adalah sebagai berikut: a. Pengawasan yang Membimbing b. Pemberian Contoh yang Baik c. Pendekatan Pribadi Agar pesan DAGUSIBU obat sampai ke anak terutama anak usia sekolah dan usia remaja perlu adanya komunikasi yang tepat dari orang tua.Tanpa komunikasi yang benar dapat menghambat pesan yang disampaikan untuk anak. Berikut ini adalah cara berkomunikasi dengan:
SImpan Penyimpanan yang tidak tepat dapat merusak obat. Mayoritas obat sebaiknya disimpan dalam suhu ruang, namun ada sebagian obat yang harus disimpan dalam lemari es untuk menjaga obat tetap berkhasiat. Kebanyakan obat tidak boleh terpapar sinar matahari langsung, oleh karena itu, obat perlu disimpan di tempat tertutup dan kering. Obat juga harus disimpan di tempat aman, terhindar dari balita agar tidak dimakan sembarangan. Saat menerima obat baca cara penyimpanan yang tertera di kemasan obat.
BUang Jika obat telah rusak atau kedaluarsa, maka obat tidak boleh diminum dan harus dibuang. Pembuangan obat tidak boleh sembarangan agar tidak disalahgunakan. Obat yang akan dibuang dapat dibuka kemasannya, lalu obat direndam dalam air lalu dipendam dalam tanah.
1. Usia Sekolah (5-11 tahun) Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf/tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca disini sudah dapat mulai, pada usia ke delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berpikir terhadap kehidupan. Proses Pemberian informasi Dagusibu yang dapat dilakukan pada usia ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu gunakan bahasa yang sederhana yang spesifik, jelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari obyek tertentu sangat tinggi maka jelaskan arti fungsi dan cara penggunaan obat tersebut. 2. Usia Remaja (11 - 18 tahun) Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukan dengan kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual, sudah mulai menunjukan perasaan malu, pada anak usia ini sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukan ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa. Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat (CURHAT) pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam berkomunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi.
InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
7
ARTIKEL
Penjelasan mengenai Dagusibu, khususnya pada tahap pemakaian harus diberikan dengan hati-hati terutama di bidang penyalahgunaan obat. Tidak ada kata terlalu awal untuk berbicara mengenai bahaya penyalahgunaan obat terhadap mereka sebab saat ini para anak telah banyak mengenal obat, alkohol, dan seks lebih dini dari yang seharusnya. Mereka akan mencari tahu hal-hal tersebut melalui teman-teman sebaya mereka. Kebanyakan info yang didapat juga tidak menyeluruh dikarenakan pengetahuan mereka yang juga masih minim. Oleh karena itu, para orangtua diharapkan selangkah lebih maju. Beri kesempatan pada anak-anak untuk bertanya, dan tugas orangtua memberikan pengetahuan secara lebih dalam dan mendetail. Penulis: Bidang Informasi Obat - Pusat Informasi Obat dan Makanan Pustaka 1. Medisina. Edisi 22/Vol.VI/April 2015-Juni 2015. PT. ISFI Penerbitan 2. Syaiful Bahri Djamarah. 2014. Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta 3. Sunaryo.2015. Sosiologi Untuk Keperawatan. Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi Medika 4. Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
PUBLIKASI
5. Pace Wayne. R and Faules. F Don. 2001. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Deddy Mulyana (Editor). Bandung: Remaja Rosda Karya.
Judul buku : Penerbit : Jumlah Halaman : Ukuran Buku : Tahun : ISBN : Penulis :
Pedoman Rasionalisasi Komposisi Obat Tradisional Direktorat Obat Asli Indonesia - Badan POM 186 halaman 18,2 x 25,7 cm 2014 978-602-7899-25-4 Bidang Informasi Obat – Pusat Informasi Obat dan Makanan
Melihat semakin maraknya penggunaan kembali obat tradisional di masyarakat terdapat kecenderungan pelaku usaha untuk mengkombinasikan beberapa tumbuhan berkhasiat obat tanpa memperhatikan aspek keamanan dan kerasionalan formula obat tradisional. Meskipun secara empiris obat tradisional Indonesia aman dikonsumsi, namun kerasionalan dalam komposisi perlu mendapat perhatian. Menyikapi hal tersebut, Maka buku ini diterbitkan untuk menjadi salah satu acuan bagi pelaku usaha khususnya dalam membuat formula obat tradisional yang rasional. Untuk membuat sediaan obat tradisional yang rasional, pelaku usaha seyogianya harus memperhatikan efek farmakologi dari
8
simplisia yang digunakan melalui dukungan data penggunaan secara empiris maupun ilmiah. Bukan hanya komposisi produk, kerasionalan obat tradisional juga dapat dilihat dari dosis lazim, potensi efek samping, interaksi serta toksisitas. Dalam penyajiannya buku ini dibagi berdasarkan kelompok jenis penyakit yaitu kelompok radang sendi, gangguan saluran pencernaan, gangguan metabolisme dan kebugaran. Pada tiap kelompok dipaparkan terlebih dahulu tentang definisi penyakit, faktor penyebab dan gejala penyakit. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan ramuan/komposisi sediaan obat tradisional yang sesuai untuk membantu menangani penyakit tersebut, peringatan/perhatian dalam mengkonsumsi sediaan obat tradisional dan contoh-contoh tumbuhan obat dan bagian tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat sediaan obat tradisional. Dengan adanya buku ini diharapkan perkembangan obat tradisional di Indonesia semakin baik dan selaras dengan perkembangan obat tradisional di dunia.
InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
SIARAN PERS Perangi Produk Ilegal
Melalui Operasi Storm VI Tahun 2015 Provinsi Banten masih tetap menjadi lokasi dengan jumlah temuan produk ilegal terbanyak, yaitu sebanyak 190 item dengan nilai keekonomian lebih dari 9,34 miliar rupiah, diikuti DKI Jakarta dengan temuan sebanyak 120 item senilai 3,1 miliar rupiah, Jawa Tengah dengan temuan sebanyak 181 item senilai 1,65 miliar rupiah, Riau dengan temuan sebanyak 65 item senilai lebih dari 1,08 miliar rupiah, dan Kepulauan Riau dengan temuan sebanyak 17 item senilai lebih dari 1 miliar rupiah. Disamping mencantumkan nomor izin edar fiktif pada kemasan produk dan mencampurkan bahan baku obat ke bahan obat herbal, modus operandi tindak pidana yang ditemukan pada Operasi Storm VI antara lain pelaku melakukan aktivitas di malam hari, berpindah lokasi secara cepat, menyimpan produk ilegal di tempat yang tidak diduga serta menghindari rutinitas jadwal pelaksanaan aktivitas. Terhadap 123 sarana yang telah dilakukan penindakan, sebanyak 42 kasus ditindaklanjuti secara pro-justitia oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan POM dan/atau Penyidik POLRI.
Sinar Harapan / Agung Nathanael
Peredaran produk Obat dan Makanan ilegal selain membahayakan kesehatan masyarakat, juga merusak kehidupan sosial dan perekonomian nasional. Karena itu, Badan POM terus menggalakkan “perang” melawan produk Obat dan Makanan ilegal, salah satunya dengan menggelar Operasi Storm yang merupakan sandi operasi atas kerjasama Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal dengan NCB-Interpol Indonesia yang dilakukan di wilayah Asia Tenggara dan Tiongkok. Tahun 2015 ini, Badan POM, Kepolisian serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melaksanakan Operasi Storm VI yang digelar mulai Agustus hingga September 2015. Operasi ini dilaksanakan melalui serangkaian tahapan perencanaan operasi, penyelidikan/ investigasi awal, penindakan, hingga proses penyidikan. Operasi Storm ini telah berhasil menemukan produk obat ilegal, obat tradisional ilegal termasuk mengandung bahan kimia obat (BKO), dan kosmetika ilegal dengan nilai keekonomian mencapai 20,8 miliar rupiah. Nilai ini menunjukkan penurunan dari hasil Operasi Storm V tahun 2014 yang berhasil menemukan produk ilegal sebesar 31,66 miliar rupiah. Jumlah temuan item produk ilegal tahun 2015 menunjukkan peningkatan, dari yang sebelumnya 3.656 item menjadi 3.671 item dengan rincian 827 item obat ilegal, 1.447 item obat tradisional ilegal termasuk mengandung BKO, dan 1.397 item kosmetika ilegal. Hasil temuan ini diperoleh dari 123 sarana produksi, distributor, dan retail serta kawasan kepabeanan.
InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
Selain konferensi pers terkait hasil Operasi Storm VI, hari ini, Selasa, 27 Oktober 2015 juga dilakukan pemusnahan secara simbolis terhadap barang bukti berupa obat tradisional tanpa izin edar dan mengandung BKO hasil operasi penegakan hukum Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal pada dua TKP di Provinsi Banten selama Tahun 2014 dan 2015. Total temuan adalah sebanyak 218 item senilai 20 miliar rupiah dengan rincian 39 item senilai 14 miliar rupiah yang ditemukan di daerah Balaraja pada Agustus 2014 dan 179 item senilai 6 miliar rupiah yang ditemukan di daerah Serpong pada Mei 2015. Pemberantasan produk ilegal selanjutnya lebih difokuskan tidak sebatas pada pelaksanaan operasi di tingkat hilir melainkan juga merambah ke tingkat hulu untuk menekan ruang gerak pelaku pelanggaran di bidang obat dan makanan ilegal. Selain itu, Badan POM juga berupaya terus melakukan terobosan bersama lintas sektor dalam penegakan hukum, termasuk penanganan secara terpadu yang mengaitkannya dengan tindak pidana lainnya seperti tindak pidana perpajakan, kepabeanan, dan pencucian uang. Badan POM mengapresiasi peningkatan koordinasi lintas sektor termasuk masyarakat atas keberhasilan tindakan pemberantasan Obat dan Makanan ilegal di Indonesia. Apabila menemukan halhal yang mencurigakan terkait peredaran Obat dan Makanan ilegal yang beredar di wilayah Indonesia, masyarakat dihimbau untuk menghubungi Contact Center HALO BPOM 1-500-533, SMS 0-8121-9999-533, email
[email protected], atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Jakarta, 27 Oktober 2015 Biro Hukum dan Humas Badan POM RI
9
SIARAN PERS Layanan Importasi Prioritas
Bahan Baku Obat dan Makanan Menurunkan Dwelling Time dan Meningkatkan Daya Saing Nasional
Badan POM sebagai lembaga pengawas Obat dan Makanan di Indonesia berupaya turut serta dalam menggerakkan ekonomi nasional, salah satunya melalui langkah debirokratisasi layanan publik. Langkah ini sejalan dengan Paket Kebijakan Ekonomi yang diluncurkan Presiden Joko Widodo pada 9 September 2015. Debirokratisasi ini direalisasikan salah satunya dengan revitalisasi layanan importasi bahan baku obat dan makanan mengingat sebagian besar bahan baku obat dan makanan berasal dari luar negeri. Sejak tahun 2013 Badan POM telah menerbitkan layanan importasi secara elektronik dengan mekanisme paperless, tanpa tanda tangan, dan tanpa cap basah. Selanjutnya pada 15 September 2015 Badan POM menerbitkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia dan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 13 Tahun 2015 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia untuk menyederhanakan prosedur importasi yang diatur pada peraturan sebelumnya. Melalui continuous improvement yang selama ini telah dilakukan, Badan POM mampu mempersingkat waktu pelayanan importasi Obat dan Makanan sebanyak 2,3 jam, sehingga rata-rata Service Level Agreement (SLA) Badan POM tahun 2015 sudah mencapai 5,7 jam. Berdasarkan kajian risiko, Badan POM melakukan terobosan dengan menerbitkan Layanan Importasi Prioritas Bahan Baku
10
Obat dan Makanan yang bertujuan menurunkan dwelling time pada tahap pre-custom clearance dan akhirnya meningkatkan efisiensi arus barang di pelabuhan. Beberapa keunggulan dari Layanan Importasi Prioritas berupa penyederhanaan prosedur importasi bahan baku Obat dan Makanan, mengubah mekanisme transaksional menjadi nontransaksional, cara pembayaran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) secara e-payment, simplifikasi persyaratan dokumen impor, serta harmonisasi perizinan Kementerian/Lembaga melalui penerapan single entity National Single Window (NSW) dan Layanan Elektronik Single Submission. Dengan Layanan Importasi Prioritas ini, maka SLA akan jauh lebih cepat lagi. Selain itu, diharapkan Badan POM mampu berkontribusi dalam meningkatkan kemudahan berusaha, meningkatkan investasi, dan menggerakkan sektor industri dan jasa terkait termasuk industri padat karya, sehingga daya saing Indonesia di tingkat global meningkat. Tidak berhenti di sini, Badan POM akan terus melakukan terobosan layanan publik. Beberapa terobosan yang sedang disiapkan, antara lain fasilitasi ekspor Obat dan Makanan, penyederhanaan evaluasi pre-market untuk mendorong percepatan ekonomi, serta fasilitasi perizinan produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Jakarta, 2 November 2015 Biro Hukum dan Humas Badan POM
InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
FORUMPIONas Indikasi dan Efek Samping Noretisteron Pertanyaan: Saya mendapatkan resep dari dokter yaitu obat yang mengandung noretisteron 5 mg sebagai terapi hormon dengan ditandai menstruasi saya tidak teratur.Apakah benar obat tersebut juga dapat digunakan untuk menunda haid, bagaimana cara penggunaannya? Jika merasa tidak nyaman (timbul rasa emosi berlebih) apakah pengunaannya dapat langsung dihentikan? (I, Karyawan Swasta) Jawaban: Noretisteron 5 mg merupakan obat yang diindikasikan untuk terapi hormon pada gangguan menstruasi seperti endometriosis (kelainan endometrium), perdarahan disfungsi uterin (rahim), dismenorea, sindrom premenstruasi, serta menunda menstruasi. Oleh karena itu, obat tersebut memang diberikan untuk terapi hormon pada kondisi menstruasi tidak teratur seperti yang saudara alami. Dalam kaitannya sebagai penunda haid, agar kebutuhan ini dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter karena obat ini merupakan obat keras yang penggunaannya harus dalam pengawasan dokter. Beberapa efek samping dapat terjadi pada penggunaan noretisteron ini, diantaranya adalah perasaan emosi yang tidak stabil yang dirasakan oleh Saudara. Namun demikian, Saudara tidak dapat begitu saja menghentikan obat. Patuhi penggunaan obat, sampaikan kepada dokter jika perasaan tidak nyaman
yang dialami (emosi tidak stabil) selama proses terapi dirasakan sangat mengganggu. Perlu kami sampaikan pula terdapat kemungkinan efek samping lainnya seperti gangguan menstruasi, gejala mirip pramenstruasi (termasuk kembung, kekurangan cairan, nyeri payudara), berat badan bertambah, mual, sakit kepala, pusing, insomnia, mengantuk, depresi, reaksi kulit (termasuk urtikaria, pruritus, kemerahan dan jerawat), hirsutisme (munculnya rambut berlebih pada area yang tidak biasa misal dagu atau kumis), alopesia (kebotakan), serta pernah dilaporkan pula adanya reaksi anafilaktik dan penyakit kuning (jaundice). Munculnya efek samping ini, tergantung respon dari tiap-tiap individu. Setiap penghentian penggunaan obat harus dikonsultasikan dengan dokter, demikian pula jika timbul keluhan/efek samping yang sangat mengganggu, sehingga dapat diperoleh alternatif pengobatan terbaik dari dokter. Pustaka • Badan POM RI. 2014. Infomatorium Obat Nasional Indonesia. Badan POM RI, Jakarta • British National Formulary 67. 2014. Pharmaceutical Press, UK
FORUMSIKerNas dari kotoran/tinja sehingga kotoran/tinja dapat menjadi lebih lunak. Menelan natrium dokusat dapat menyebabkan iritasi gastrointestinal, mual, muntah dan diare. Natrium dokusat mempunyai toksisitas rendah namun dosis toksiknya belum ditetapkan. Senyawa ini larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan melalui proses pembuangan alami tubuh. Pertolongan pertama yang dapat diberikan terhadap seseorang yang menelan natrium dokusat adalah dengan memberikan air minum atau susu serta tidak dirangsang muntah karena bahan bersifat iritan. Segera bawa korban ke rumah sakit jika gejala yang dialami korban bertambah parah atau ada gejala lain yang berkembang.
Pustaka
Keracunan Obat Tetes Telinga Pertanyaan: Tn.A melaporkan bahwa anaknya tidak sengaja menelan obat tetes telinga. Setelah menelan obat tersebut anak nya mengalami muntah satu kali setelah meminum obat dan menangis. Tn. A khawatir akan adanya efek dikemudian hari, apa yang perlu dilakukan? (A,Wiraswasta) Jawaban: Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa obat tetes telinga yang dimaksud memiliki kandungan zat aktif berupa natrium dokusat (docusate sodium). Zat aktif tersebut digunakan untuk menyingkirkan serumen pada telinga. Natrium dukosat mempunyai tegangan permukaan rendah dan mudah bercampur dengan massa serumen sehingga dengan cepat akan berpenetrasi ke dalam massa serumen yang kering, mengubah material padat menjadi semi padat (desintegrasi massa serumen). Selain digunakan sebagai obat tetes telinga, senyawa ini juga digunakan sebagai laksatif yang mekanisme kerjanya adalah mengurangi tegangan antarmuka minyak-air InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015
1. Medscape. Ducossate Sodium. http://reference.medscape.com/ (diunduh 29 September 2015) 2. New Zealand National Poisons Centre. Sodium dioctyl sulphosuccinate. http://www.toxinz.com/Spec/1980196/166100 (diunduh 29 September 2015) 3. Pusat Informasi Obat Nasional BADAN POM. Natrium Dukosat (Natrium Dioktil Sulfosuksinat). http://pionas.pom.go.id/monografi/ natrium-dokusat-natrium-dioktil-sulfosuksinat (diunduh 29 Septemeber 2015 4. Spectrum. Material Safety Data Sheet, Sodium ducosate. http://phm. utoronto.ca/~ddubins/MSDS/Dioctyl_sulfosuccinate_sodium_salt_ MSDS.pdf (diunduh 29 September 2015) 5. Sweetman, Sean C. (edited). 2009. Martindale The Complete Drug Reference thirty-sixth edition. Pharmaceutical Press : London 6. Royal Pharmaceutical Society. 2014. British National Formulary 67 March 2014 – September 2014. Pharmaceutical Press : Germany 7. U.S. Pharmacopeial Covention. 2005. Material Safety Data Sheet, Sodium ducosate. http://www.usp.org/pdf/EN/referenceStandards/ msds/1224802.pdf (diunduh 29 September 2015)
11
INFORMATORIUM OBAT NASIONAL INDONESIA 2014 Buku IONI 2014 terdiri dari tiga bagian, yaitu Pedoman Umum, Informasi Obat dan Lampiran. Pedoman Umum memuat tentang informasi penting terkait keamanan dan kemanfaatan penggunaan obat, seperti penggolongan obat, obat generik, masalah dalam penggunaan obat, peresepan untuk anak, kehamilan dan lansia serta daftar obat yang dilarang penggunaannya dalam olahraga. Bagian Informasi Kelas Terapi berisi monografi obat yang dibagi dalam 18 kelas terapi, yang didalamnya memuat penambahan 24 monografi obat baru, 8 monografi obat kombinasi baru dan 36 monografi obat update informasi monografi serta data nama dagang memuat informasi hingga September 2014, sedangkan pada Lampiran terdiri dari interaksi obat, gagal hati, gagal ginjal, kehamilan, menyusui, petunjuk praktis penggunaan obat yang benar, serta informasi keamanan obat.
BPOM Jl Percetakan Negara 23 Jakarta Pusat 10560
12
021 4244691 081 21 9999 533 021 4263333
[email protected] www.pom.go.id @HaloBPOM1500533 Bpom RI
Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan institusi pemerintah yang melaksanakan tugas di bidang pengawasan Obat dan Makanan agar produk Obat, Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, Kosmetik, dan Makanan/Minuman yang beredar terjamin keamanan, mutu, dan khasiat/manfaatnya dalam upaya melindungi kesehatan masyarakat. Untuk menghubungi, menyampaikan pengaduan maupun permintaan informasi ke BPOM dapat menghubungi Contact Center Halo BPOM. InfoPOM Vol. 16 No. 6 November-Desember 2015