FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS Jl. Perintis Kemerdekaan Padang 25127 Telp.: 0751-31746 Fax: 0751-32838 Email:
[email protected]
PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIK 2 BAGIAN 1 SEMESTER 2 TAHUN AJARAN 2014/2015
Edisi pertama, 2015
PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
1
JENIS KETRAMPILAN: I. Seri Ketrampilan Pemeriksaan Fisik: 1. Medical Record Abdomen 1: Inspeksi/proyeksi organ abdomen 2. Pemeriksaan status gizi : Antropometri dewasa ( TB, BB, lingkar pinggang dll) II. III.
Seri Ketrampilan Prosedural: Injeksi Intravena Seri Ketrampilan Laboratorium: FESES 1: makroskopis dan mikroskopis (sel darah, darah samar, kristal dll)
PENYUSUN: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
dr.Saptino Miro, Sp.PD (K), FINASIM dr. Syaiful Azmi, Sp.PD. KGH, FINASIM dr. Efrida, M.Kes., Sp.PK Dra. Dian Pertiwi, MS dr. Laila Isrona, M.Sc dr. Wahyudi
KONTRIBUTOR: TIM PENYUSUN KURIKULUM KETRAMPILAN KLINIK FK-UNAND
2
JADWAL KEGIATAN KK PADA BLOK 1.4 SEMESTER 2 TA. 2014/2015
NO.
KEGIATAN
1. Pemeriksaan Fisik Abdomen 1: Inspeksi/proyeksi organ abdomen
Minggu 1: 1.Latihan pemeriksaan abdomen 2.Feedback dan ujian pemeriksaan tanda vital dan Abdomen 1.
2.Pemeriksaan status gizi : Antropometri dewasa ( TB, BB, lingkar pinggang dll)
Minggu 2: 1. Latihan pemeriksaan antropometri dewasa. 2. Latihan pemeriksaan antropometri dewasa
RUANGAN Gedung EF
Minggu 3: 1. Feedback dan ujian pemeriksaan antropometri dewasa. 2. Feedback dan ujian pemeriksaan antropometri dewasa.
Injeksi Intravena
Gedung EF Minggu 4: 1.Latihan injeksi intravena 2.Feedback dan ujian injeksi intravena
FESES 1: makroskopis dan MInggu 5-6: mikroskopis (sel darah, Minggu 5: darah samar, kristal dll) 1. 1. Latihan pemeriksaan feses 1. 2. Latihan pemeriksaan feses 1.
Laboratorium Sentral
Minggu 6: 1. Feedback dan ujian pemeriksaan feses 1. 2. Feedback dan ujian pemeriksaan feses 1
3
PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 1.4 (NUTRISI, SISTEM PENCERNAAN DAN METABOLISME)
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN 1
Penyusun dr. Saptino Miro, SpPD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2015
4
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN 1 I. PENGANTAR Modul ini disusun agar mahasiswa dapat mengetahui proyeksi dari organ - organ abdomen dan mampu melakukan pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi dan auskultasi. Pemeriksaan auskultasi abdomen sebaiknya dilakukan sebelum melakukan palpasi dan perkusi, karena dikhawatirkan pemeriksaan palpasi dan perkusi ini dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan auskultasi (mempengaruhi peristaltik usus).
II. TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Pembelajaran Umum Mahasiswa mengetahui proyeksi organ-organ abdomen dan mampu melakukan pemeriksaan fisik abdomen berupa inspeksi dan auskultasi.
Tujuan Pembelajaran Khusus Mahasiswa mampu : 1. Menginformasikan tujuan pemeriksaan kepada pasien. 2. Memberikan instruksi yang dapat diikuti oleh pasien. 3. Menunjukkan garis-garis khayal yang membagi abdomen menjadi 4 kuadran dan 9 regio serta menyebutkan nama-nama kuadran dan regio tersebut. 4. Mengetahui proyeksi organ-organ intra abdomen sesuai pembagian berdasarkan 4 kuadran dan 9 regio. 5. Melakukan inspeksi abdomen dan menyebutkan kelainan yang mungkin dapat ditemukan. 6. Melakukan auskultasi dengan stetoskop pada empat kuadran.
III. STRATEGI PEMBELAJARAN 1. 2. 3. 4.
Latihan dengan instruktur skills lab Diskusi Belajar kelompok Belajar mandiri : mencari gambar sikatrik paska apendiktomi, sikatrik paska sectio caesarea, venektasi, vena kolateral, caput medusae, hernia umbilikalis, aneurisma aorta
IV. PRASYARAT Mahasiswa harus mengetahui anatomi dan fisiologi sistem pencernaan manusia.
V. TEORI Abdomen adalah suatu rongga dalam badan dibawah diafragma hingga dasar pelvis. Pemeriksaan fisik abdomen merupakan pemeriksaan daerah abdomen mulai dari bawah arkus kosta sampai daerah inguinal. Dengan melakukan pemeriksaan fisik abdomen kita dapat mengetahui gambaran umum organ-organ yang terdapat di dalam rongga abdomen (organ – organ sistem gastrointestinal).
5
Gambar 1. Organ-organ dalam abdomen
6
Pembagian Daerah Abdomen Terdapat beberapa cara untuk membagi permukaan dinding abdomen : 1. Pembagian dengan cara menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui umbilikus. Garis ini menghubungkan pertengahan antara arkus kostarum kanan dan SIAS kanan dengan pertengahan antara arkus kostarum kiri dan SIAS kiri. Dengan cara ini, dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah. a. Kuadran kanan atas (right upper quadrant) b. Kuadran kiri atas (left upper quadrant) c. Kuadran kanan bawah (right lower quadrant) d. Kuadran kiri bawah (left lower quadrant)
Linea mediana
Gambar 2. Pembagian abdomen berdasarkan 4 kuadran 2. Pembagian dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median (perpanjangan linea midclavicula) dan dua garis transversal, yaitu yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan yang menghubungkan dua spina iliaka anterior superior (SIAS). a. Linea midclavicula kanan b. Linea midclavicula kiri c. Garis antara 2 titik terbawah arkus kosta kanan dan kiri d. Garis pada pinggir dinding abdomen kanan e. Garis pada pinggir dinding abdomen kiri f. Garis antara SIAS kanan dan SIAS kiri
7
Linea midclavicula kanan Regio hipokhondrium kanan Regio lumbal kanan Regio inguinal kanan
Linea midclavicula kiri Garis antara titik terbawah arkus kostarum Garis antara 2 SIAS
Gambar 3. Pembagian abdomen berdasarkan 9 regio Berdasarkan garis-garis tersebut abdomen terbagi menjadi : a. Regio epigastrium b. Regio hipokondrium kanan c. Regio hipokondrium kiri d. Regio umbilikus e. Regio lumbal kanan f. Regio lumbal kiri g. Regio hipogastrium / supra pubik h. Regio iliaka / inguinal kanan i. Regio iliaka / inguinal kiri Kepentingan pembagian ini untuk mengetahui organ apa yangmengalami gangguan dengan meminta pasien untuk menunjukkan dengan tepat lokasi dan deskripsi keluhan yang dialaminya. Proyeksi organ-organ di dalam organ abdomen berdasarkan pembagian kuadran yaitu : Tabel 1. Proyeksi organ pada metode 4 kuadran abdomen Kuadran Kanan Atas Kuadran Kiri Atas - Hepar - Lobus kiri dari hepar - Kandung empedu - Lambung - Pilorus - Korpus pankreas - Duodenum - Fleksura lienalis kolon - Kaput pankreas - Sebagian dari kolon tranversum - Fleksura hepatika kolon - Kolon desenden - Sebagian kolon asendens - Kolon tranversum Kuadran Kanan Bawah Kuadran Kiri Bawah - Saekum dan appendiks - Kolon sigmoid - Sebagian kolon assenden - Sebagian kolon desenden
8
Sedangkan proyeksi organ-organ abdomen berdasarkan pembagian regio, yaitu : Tabel 2. Proyeksi organ pada 9 regio abdomen Hipokhondrium kanan Epigastrik Hipokhondrium kiri - Lobus hepar kanan - Pilorus dan gaster - Gaster - Vesika felea - Duodenum - Kauda pankreas - Pankreas - Fleksura lienalis kolon - Lobus hepar kiri Lumbal kanan Umbilikal Lumbal kiri - Duodenum - Omentum - Kolon desenden - Jejunum - Mesenterium - Duodenum distal - Duodenum distal - Jejunum Inguinal Kanan Suprapubik /Hipogastrik
Inguinal kiri -
Saekum Appendiks Ileum distal
-
Ileum Vesika urinaria
-
Kolon sigmoid
VI. PROSEDUR KERJA Tahap Persiapan A. Keadaan yang penting diperhatikan sewaktu pemeriksaan 1. Pencahayaan ruangan dipastikan cukup baik. 2. Pasien rileks. Kontraksi otot rektus abdominis dapat mengganggu pemeriksaan fisik abdomen. Otot-otot ini dapat diidentifikasi dengan meminta pasien mengangkat kepala dan bahunya dalam posisi tidur. 3. Pakaian terbuka dari processus xyphoideus sampai symphisis pubis.
Gambar 1. M. Rectus Abdominis B. Membuat pasien relaksasi 1. Memastikan vesica urinaria pasien kosong. 2. Pasien dalam posisi tidur dengan bantal di kepala dan lutut pada posisi fleksi. 3. Kedua tangan disamping atau dilipat diatas dada. 4. Menghangatkan stetoskop dengan menempelkan permukaan stetoskop ke telapak tangan pemeriksa. 5. Lakukan pemeriksaan secara perlahan dan menghindari gerakan yang cepat dan tak diinginkan. 6. Bila diperlukan, ajak pasien berbicara sehingga pasien akan lebih rileks. 7. Perhatikan hasil pemeriksaan dengan memperhatikan raut muka dan emosi pasien.
9
Tahap Pelaksanaan INSPEKSI 1. Posisi pemeriksa berada di sebelah kanan pasien. Perhatikan abdomen secara umum melalui pembagian kuadran dan regio berdasarkan garis-garis khayal pada dinding abdomen. Ketahuilah organ-organ yang berada di kuadran atau regio tersebut. 2. Mendapatkan informasi berupa : a. Apakah abdomen simetris? Dalam situasi normal, dinding perut terlihat simetris dalam posisi telentang. Adanya tumor, abses, atau pelebaran lokal lumen usus akan membuat perut tidak tampak simetris. b. Bagaimana bentuk atau kontur abdomen? Bila diperlukan, inspeksi abdomen dilakukan dengan posisi jongkok. Terutama untuk melihat kontur abdomen atau gerakan peristaltik usus. Bentuk dan ukuran abdomen dalam keadaan normal bervariasi, tergantung atas habitus, jaringan lemak subkutan atau intrabdomen, dan keadaan otot dinding abdomen. Abdomen seorang atlet dengan berat badan ideal akan terlihat rata/flat, kencang, simetris dan terlihat kontur muskulus rektus abdominalis yang jelas. Pada keadaan starvasi, dinding abdomen terlihat cekung atau tipis (konkaf, scaphoid, hollowed). Dalam keadaan ini, gerakan peristaltik usus dapat terlihat. Abdomen yang membuncit (protuberant) dapat terlihat pada pasien yang gemuk, atau dapat terjadi pada kehamilan atau akibat ileus paralitik, obstruksi usus, meteorismus (distensi,kadang tampak pelebaran vena), asites (seperti perut kodok yang melebar ke samping), atau kista ovarium.
Distensi, yaitu kulit tegang dan tampak mengkilat
Hernia umbilikalis
Melebar ke samping kiri dan kanan (simetris)
Gambar 8.
Asites dengan hernia umbilikalis
c. Apakah terdapat pembengkakan/penonjolan lokal atau tumor? • Tonjolan lokal abdomen dapat terjadi akibat kelainan organ dibawahya, seperti kehamilan muda pada wanita. • Pulsasi aorta pada dinding perut dapat terlihat pada pasien yang kurus, hipertensi, aneurisma aorta (epigastrium). • Kelainan umbilikus seperti hernia umbilikalis, kaput medusae, dan tanda-tanda radang. • Gerakan peristaltik usus (darm contour). d. Adakah kelainan pada dinding abdomen, yang berupa : • Kelainan kulit berupa striae atau jaringan parut (sikatrik) dan lokasinya. Kelainan kulit pada abdomen dapat terjadi akibat akibat ulserasi pada kulit, operasi (apendiktomi, kolesistektomi, laparatomi, sectio caesarea, atau nefrektomi), atau luka tusuk. Pada insisi tempat operasi kadang terdapat hernia insisialis. Adanya garis-garis putih (striae alba) dapat terjadi setelah kehamilan, pernah gemuk, asites, atau pada sindroma Cushing
10
Striae
Gambar 7. Striae pada dinding perut. • Pelebaran vena, lokasi dan arah alirannya Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar umbilikus disebut kaput medusae pada sindroma Banti. Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava inferior terlihat dengan adanya pelebaran vena dari daerah inguinal ke umbilikus (kolateral). Sedangkan pada obstruksi vena kava superior, terjadi pelebaran di leher dan lengan kanan. Pada keadaan normal, aliran vena dinding perut yang diatas umbilikus mengarah ke kranial, dan yang dibawah umbilikus mengarah ke distal (venektasi). II.
AUSKULTASI Pada pemeriksaan fisik abdomen, sebaiknya auskultasi dilakukan sebelum palpasi untuk mencegah adanya pengaruh palpasi yang berlebihan. Auskultasi abdomen bertujuan untuk mendengarkan suara peristaltik dan suara pembuluh darah. Suara peristaltik dalam keadaan normal dapat didengar setiap 5-15 detik, kadang dapat didengar walaupun tanpa menggunakan stetoskop (setelah makan atau keadaan lapar). Bila terdapat obstruksi usus, suara peristaltik usus akan meningkat (metalic sound), yang puncaknya akan terasa sakit (kolik). Peningkatan suara usus (memanjang dan keras) disebut Borborygmi. Pada keadaan usus yang mengalami kelumpuhan (paralisis), seperti pada paska operasi atau peritonitis umum, suara usus sangat melemah atau menghilang. Keadaan ini juga dapat terjadi pada obstruksi usus tahap lanjut yang menyebabkan usus dilatasi dan atoni. Suara pembuluh darah (sistolik, diastolik, atau murmur) dapat didengar pada auskultasi abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta, atau keganasan (hepatoma). Bruits diastolik (venous hum) kadang disertai terabanya getaran (thrill), yang dapat didengar padda daerah antara umbilikus dan epigatrium. Pada keadaan terdapatnya fistula arteriovenosa intra abdominal, dapat ditemukan adanya murmur.
11
Adanya bruits pada proyeksi arteri renalis dapat ditemukan pada pasien hipertensi sekunder akibat stenosis arteri renalis. Bila terdapat kecurigaan insufisiensi arteri pada tungkai, dapat dilakukan pemeriksaan bruits sistolik diatas aorta, arteri iliaka, dan arteri femoralis, yang dapat membantu untuk menentukan posisi sumbatan.
Gambar 9.
Proyeksi
arteri di dinding anterior abdomen
Kepustakaan Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17ed.Williams & Wilkins.1987. Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja Siregar. EGC.1996. Djojoningrat D, Rani HAA, Daldiyono, Syam AF. Pemeriksaan Fisik Abdomen. Dalam : Setiati S, Nafrialdi, Alwi I, Syam AF, dan Simadibrata M. Anamnesis & Pemeriksaan Fisis Komprehensif. Interna Publishing. Jakarta. 2013. Lynn. S. Bickley.Bates ;Guide to Physical Examination and History Taking, 8th Edition, Lippincott. 2003. Simadibrata MK, 2006. Pemeriksaan abdomen, urogenital dananorektal.Dalam: Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. S, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, hal:51-55. Zubir N. Pemeriksaan abdomen. Dalam: Acang N, Zubir N, Najirman, Yuliwansyah R, Eds. Buku Ajar Diagnosis Fisik. Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. 2008
12
CHECKLIST PENILAIAN SKILLS LAB BLOK 1.4 (Abdomen 1) PEMERIKSAAN ABDOMEN 1 (INSPEKSI DAN AUSKULTASI) : NAMA : NO. BP : KELOMPOK : No
Penilaian
0
SKOR 1 2
Mempersiapkan pemeriksaan pasien 1. Memberikan salam dan memperkenalkan diri 2. Memastikan pencahayaan ruangan sudah baik. Laporkan pada insruktur. 3. Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan pemeriksaan 4 Meminta untuk mengikuti apa yang diinstruksikan oleh pemeriksa. 5 Memastikan pasien sudah mengosongkan vesika urinarianya. Laporkan pada instruktur. 6. Berdiri di sisi kanan pasien, meminta pasien untuk berbaring telentang dan rileks (pemeriksa dapat berbicara dengan pasien selama pemeriksaan bila perlu). 7. Meminta pasien untuk membuka pakaian (processus xyphoideus hingga symphisis pubis). Kedua tangan disamping atau dilipat di atas dada, dan fleksi kedua lutut. Inspeksi 8. Menjelaskan pembagian abdomen berdasarkan kuadran dan regio, serta garis-garis khayalnya pada instruktur. 9. Menjelaskan proyeksi organ-organ dalam rongga abdomen tiap kuadran dan regio pada instruktur. 10. Menyampaikan hasil inspeksi. Apakah abdomen simetris? Bagaimana bentuk atau konturnya? Abdomen rata (flat), atau cekung ( scaphoid / konkaf ), distensi atau membuncit (protuberant), atau seperti perut kodok (terdapat asites). 11. Menyampaikan hasil inspeksi, apakah terdapat pembengkakan atau penonjolan lokal, atau massa/tumor. Dimana lokasi dan bagaimana deskripsi kelainannya. Bagaimana keadaan umbilikus, adakah hernia, tanda-tanda radang, atau caput medusae? 12. Melakukan inspeksi, apakah terdapat kelainan kulit; jaringan parut, striae,pigmentasi dan melaporkan hasilnya. 13. Melakukan inspeksi terhadap vena, adakah pelebaran, lokasi, arah alirannya, dan melaporkan hasilnya. 14. Adakah pergerakan peristaltik usus yang abnormal dan pulsasi aorta abdominalis dan melaporkan hasilnya Auskultasi 15. Menggunakan sisi diafragma stetoskop, memeriksa kunci stetoskop, menghangatkannya dan menempatkan stetoskop dengan penekanan ringan 16. Melakukan auskultasi pada regio-regio abdomen secara perlahan, hindari gerakan yang cepat dan tak diinginkan serta menyampaikan hasilnya (bising usus tidak ada, berkurang, normal, atau hiperperistaltik/borborygmi)
13
17.
Melakukan auskultasi pada aorta abdominalis, arteri renalis, dan atau pada permukaan abdomen yang mengalami pembengkakan lokal. Dan melaporkan hasilnya. TOTAL
Keterangan : Skor 0 : Tidak dilakukan Skor 1 : Dilakukan dengan kesalahan Skor 2 : Dilakukan dengan sempurna Nilai keterampilan rata-rata = total skor /34 x 100 = ……….
Padang, ………………. Instruktur Mahasiswa
14
PENUNTUN SKILLS LAB PENGUKURAN ANTROPOMETRI
REVISI 2014
PENYUSUN: Prof. Dr. dr. Delmi Sulastri, MS, Sp.GK dr. Ulya Uti Fasrini dr. Desmawati
TIM PELAKSANA SKILLS LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
15
PENGANTAR Antropometri berasal dari kata: antropos (tubuh) dan metros (ukuran), dengan itu maka antropometri berarti ukuran tubuh. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Jadi dalam antropometri dilakukan pengukuran a) Variasi dimensi fisik, b) Proporsi tubuh, dan c) Komposisi kasar tubuh. Pengukuran antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Pengukuran antropometri ini dapat dilakukan sekali atau secara serial. Ketrampilan pengukuran antropometri berkaitan dengan ketrampilan lain yang sudah dan yang akan diperoleh mahasiswa.
1. TUJUAN PEMBELAJARAN 1.1. Tujuan Instruksional Umum: Setelah melakukan pelatihan keterampilan klinik Pengukuran Antropometri mahasiswa mampu melaksanakan pengukuran antropometri dan memberikan interpretasi terhadap hasil pemeriksaan.
1.2. Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa mampu melakukan :
1.2.1. Penimbangan Berat Badan 1.2.2. Pengukuran Tinggi Badan 1.2.3. Pengukuran lingkar perut 1.2.4. Pengukuran lingkar lengan atas 1.2.5. Interpretasi terhadap hasil pengukuran 2. STRATEGI PEMBELAJARAN 2.1. Responsi 2.2. Bekerja kelompok 2.3. Bekerja dan belajar mandiri 3. PRASYARAT 3.1. Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih: Anatomi, Fisiologi, Gizi 3.2. Menguasai keterampilan yang terkait: 3.2.1. Keterampilan interpersonal: komunikasi efektif, empati, percaya diri, bekerja sistematis dan cekatan 4. TEORI Keunggulan Antropometri 1. Prosedur sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel cukup besar 2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, dapat dilakukan dengan pelatihan yang singkat 3. Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat 4. Metode ini objektif dengan spesifisitas dan sensitifitas tinggi menjadikannya tepat dan akurat, karena dapat dibakukan 5. Mengukur banyak variabel gizi yang signifikan (tinggi, berat, lingkar kepala, lingkar lengan atas, ketebalan lemak bawah kulit, lingkar perut dan indeks masa tubuh) 6. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau 7. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi buruk, kurang dan baik, karena sudah ada ambang batas yang jelas 8. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya 9. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi, dan secara ilmiah diakui kebenarannya. Disamping hasil mudah disimpulkan, cut of point dan baku rujukan jelas.
16
Kelemahan Antropometri 1. Berpotensi terhadap kesalahan pengukuran. Oleh karena itu agar tidak terjadi kesalahan, pada alat dilakukan peneraan berkala. Dan untuk menghindari kesalahan dari pemeriksa (observer error) baik dalam hal pembacaan maupun pencatatan dilakukan pelatihan dan kontrol mutu. 2. Butuh data umur yang tepat, menggunakan kalender umur atau rumus. 3. Hanya mengukur kekurangan/kelebihan masukan energi dan/protein. 4. Masalah dalam pemilihan standar acuan. Namun hal yang terakhir sebenarnya telah di atasi dengan standar pertumbuhan dari WHO 2006. Pengukuran dalam antropometri: 1. Pengukuran massa tubuh antara lain menimbang berat badan, yang dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan (bagi individu yang masih dalam usia pertumbuhan). Alat yang direkomendasikan adalah timbangan Dacin, Salter, Detecto 2. Pengukuran dimensi linier, seperti pengukuran Panjang Badan (PB) untuk anak < 2 tahun dan Tinggi Badan (TB) untuk > 2 tahun. Alat yang digunakan infantometer (untuk PB), microtoise (untuk TB) 3. Pengukuran komposisi tubuh antara lain: Pengukuran lemak subkutan (skinfold) di beberapa lokasi: Trisep, Bisep, Subskapula dan Suprailiaca menggunakan kaliper (biasa digunakan Harpenden caliper), Pengukuran Lingkar lengan atas (LiLA) dan Lingkar perut menggunakan pita LiLA, pita pengukur
5. PROSEDUR KERJA 5.1. Melakukan penimbangan Berat Badan 5.2. Melakukan pengukuran Tinggi Badan 5.3. Melakukan pengukuran Lingkar Perut 5.4. Melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas 5.5. Memberikan interpretasi terhadap pengukuran antropometri A. PENGUKURAN ANTROPOMETRI 1. PENIMBANGAN BERAT BADAN Untuk menimbang gunakan timbangan dengan ciri-ciri berikut ;
• Kuat dan tahan lama, mempunyai presisi sampai 0,1 kg (100 gram), sudah dikalibrasi • Dapat menimbang sampai 150 kg Timbangan yang biasa digunakan di Puskesmas adalah detecto, bila tersedia timbangan digital atau elektronik lebih baik lagi. Timbangan kamar mandi tidak direkomendasikan karena hasilnya kurang akurat. KESALAHAN YANG MUNGKIN TERJADI/DILAKUKAN a) Pasien belum membuka jaket/alas kaki dan mengosongkan kantong pakaiannya. b) Pakaian yang dikenakan pasien terlalu berat, dilihat dari bahan dan banyak lapisannya c) Pasien bertumpu pada satu kaki sehingga memberikan hasil yang keliru. d) Pasien tidak tenang sehingga menyulitkan pembacaan. e) Kesalahan pembacaan hasil dalam melihat garis angka atau pencatatan di status/kartu pencatat.
17
2. PENGUKURAN TINGGI BADAN UNTUK ORANG DEWASA Alat pengukur tinggi badan : MICROTOISE dengan kapasitas ukur 2 meter dan ketelitian 0,1 cm. KESALAHAN YANG MUNGKIN TERJADI/DILAKUKAN a) Pasien belum melepaskan tutup kepala dan atau asesori yang dapat mempengaruhi pengukuran b) Bawah liang telinga dan bawah kelopak mata tidak segaris. c) Posisi 5 titik tubuh pasien (selain karena gemuk) tidak menyentuh lantai/dinding pemeriksaan d) Permukaan lantai tidak rata atau pasien bertumpu pada satu kaki e) Pasien tidak kooperatif/tenang sehingga menyulitkan pengukuran f) Kesalahan dalam pembacaan hasil dan pencatatan dalam status/kartu pencatatan
3. PENGUKURAN LINGKAR LENGAN ATAS (LILA) Pengukuran Lingkar lengan atas dimaksudkan untuk mengetahui prevalensi wanita usia subur (WUS) umur 15–45 tahun dan ibu hamil yang menderita Kurang Energi Kronis (KEK). Alat : Pita LiLA sepanjang 33 cm dengan ketelitian 0,1 cm atau meteran kain. KESALAHAN YANG MUNGKIN TERJADI/DILAKUKAN a) Pasien belum membebaskan lengan dari pakaian yang menutupnya. b) Salah mengidentifikasi posisi pangkal bahu dan ujung siku dan menetapkan titik tengah. c) Pita ukur terlalu ketat atau terlalu longgar. d) Kesalahan dalam mencatat di kartu pencatatan.
4. PENGUKURAN LINGKAR PERUT Pengukuran lingkar perut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obesitas abdominal/sentral. Alat yang dibutuhkan: Pita pengukur, atau meteran kain, spidol atau pulpen KESALAHAN YANG MUNGKIN TERJADI/DILAKUKAN a) Melakukan pengukuran meskipun dengan pakaian yang tebal. b) Kesalahan dalam menetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah dan atau titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul c) Pada pasien yang buncit, pengukuran tidak mengambil bagian yang paling buncit d) Kesalahan dalam pembacaan hasil dan pencatatan dalam status/kartu pencatatan
B. INTERPRETASI 1. IMT (Indeks Masa Tubuh) =
Berat Bada n ( kg ) TinggiBada n (m 2 ) Kategori
Kurus Normal Gemuk
Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat
2
IMT (kg/m ) < 17,00 17,00 – 18,49 18,50 – 24,99 25,00 – 26,99 > 27,00
2. Lingkar Lengan Atas (LiLA), nilai normal adalah ≥ 23,5 cm. LiLA WUS dengan < 23,5 cm mempunyai resiko KEK (kurang energi kronis).
18
3. Lingkar Perut, nilai pengukuran lingkar perut di Indonesia. Laki-laki Perempuan
Baik
Obesitas sentral
90 80
> 90 > 80
Gambar pemeriksaan. PENIMBANGAN
PENGUKURAN TINGGI BADAN
Pada lantai yang datar Letakan microtoise tidak dan rata gantungkan jauh dari bandul (skala gandul benang untuk 0) membantu agar posisi microtoise tegak lurus.
Posisi tumit yang tidak benar
Posisi tumit yang benar
Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas, sejajar dengan benang berbandul. Paku atau selotip pada dua bagian dengan jarak 10 cm
Posisi tangan yang benar ketika menarik papan penggeser
Posisi membaca skala yang benar
19
PENGUKURAN LINGKAR LENGAN ATAS (LiLA)
Menentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan pita LILA
Menentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan meteran
Lingkarkan dan masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LILA. Baca menurut tanda panah
PENGUKURAN LINGKAR PERUT
1. Untuk pengukuran ini pasien diminta dengan cara yang santun untuk membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir pasien untuk menetapkan titik pengukuran. 2. Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah. 3. Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul. 4. Tetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis. Minta pasien untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal). 5. Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang
1
2
3
4
4
5
20
dan perut kembali menuju titik tengah diawal pengukuran. 6. Apabila pasien mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi. 7. 8. Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati angka 0,1 cm.
6
Prosedur detil ada di dalam lembar penilaian LKK.
21
LEMBAR PENILAIAN KK
NAMA NO. BP KELOMPOK
: PENGUKURAN ANTROPOMETRI (BLOK 1.4)
: : :
NO 1.
ASPEK YANG DINILAI Persiapan alat dan kelengkapan pengukuran • Timbangan (Detekto) di alas yang datar • Microtoise, isolation band hitam • Pita ukur lila/meteran untuk LP
• •
Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
3.
Menerangkan tujuan dan detil prosedur pemeriksaan (inform concent)
4.
Meminta kesediaan pasien, termasuk bersedia mengikuti arahan yang diberikan
5.
Penimbangan berat badan • Meminta pasien untuk membuka alas kaki, jaket serta mengosongkan kantong pakaian (idealnya berpakaian seringan mungkin) • Minta pasien naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di tengah, tidak menumpu pada satu kaki dan tenang, pandangan ke depan. Mencatat hasil penimbangan
7.
8. 9.
10. 11.
12.
0
1
2
Lembar data antropometri Alat tulis, marker/spidol
2.
6.
NILAI
Pengukuran tinggi badan • Pasang alat pengukur sehingga tegak lurus lantai di dinding yang rata, pastikan angka di jendela baca menunjukkan angka 0 ketika ditarik hingga ke lantai. • Minta pasien membuka hiasan rambut, topi, sepatu dll yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran • Ukur tinggi badan, pastikan belakang kepala, punggung, pantat, betis dan tumit menyentuh dinding/tempat pemeriksaan, kecuali untuk yang gemuk. Lakukan pengukuran 2 kali dan catat hasil pengukuran Pengukuran LILA (lingkar lengan atas) • Minta kesediaan pasien untuk menyingsingkan lengan baju di bagian yang akan diukur dan berdiri tegak tapi rileks, tangan tidak memegang apapun • Tentukan posisi pangkal bahu dan ujung siku, tandai • Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku, tandai • Mengukur lingkar lengan atas Mencatat hasil pengukuran LILA Pengukuran Lingkar perut • Minta pasien untuk membuka pakaian di bagian perut dengan sopan • Menetapkan batas tepi iga terbawah, tandai • Menetapkan batas tepi ujung lengkung tulang pinggul, tandai • Menetapkan titik tengah antara kedua titik, tandai • Mengukur lingkar perut Mencatat hasil pengukuran LP
13. 14.
Mengucapkan terimakasih kepada pasien Afektif: • Empati dan menghargai pasien • Percaya diri dan komunikatif • Tindakan sistematis dan cekatan (tidak lalai dan pelan) INTERPRETASI 15.
Indeks masa tubuh (untuk BB dan TB)
16.
Pengukuran Lila
17.
Pengukuran lingkar perut TOTAL
22
KETERANGAN: Untuk item 1,3,5,9,11,12 0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan Untuk lainnya : 0 = Tidak dilakukan sama sekali 1 = Dilakukan dengan kesalahan/diperbaiki 2 = Dilakukan dengan sempurna
NILAI = Jumlah Skor X 100 =…………….. 34
Padang, Instruktur,
( ________________________)
Error! No bookmark name given.
Lembaran Data Antropometri No.Rekam Medis
Tanggal
Tanggal Lahir (hh/bb/tt)
Usia
th
Tinggi (cm) Berat (kg)
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Circumferensia (cm) Lingkar Lengan atas Lingkar perut INTERPRETASI Laki-laki IMT (kg/m2)
Perempuan IMT (kg/m2)
Lingkar lengan atas (cm)
Lingkar lengan atas (cm)
Lingkar perut (cm)
Lingkar perut (cm)
Kesimpulan pasien ini (lingkari salah satu): IMT LLA LP
: Kurus/normal/gemuk : Normal /KEK : Normal/Obesitas sentral
Pemeriksa,
( __________________ )
23
PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 1.4 PENCERNAAN, METABOLISME dan HORMON SERI KETRAMPILAN LABORATORIUM: FESES 1: MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS
PENYUSUN dr. Nora Harminarti, M.Biomed dr.Efrida, M.Kes., Sp.KK
TIM PELAKSANA SKILLS LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
24
PEMERIKSAAN FESES SECARA MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS I.PENGANTAR Pemeriksaan feses penting untuk mendiagnosis adanya kelainan pada sistem gastrointestinal seperti diare, infeksi, perdarahan saluran cerna, ulkus peptikum, karsinoma, dan sindrom malabsorbsi. Pemeriksaan dan tes yang dapat dilakukan pada feses meliputi pemeriksaan makroskopis, mikroskopis, mikrobiologi, dan kimia. Pada tahap I ini akan diberikan keterampilan pemeriksaan feses secara makroskopis dan mikroskopis. Lamanya waktu yang dibutuhkan dan waktu yang tersedia untuk berlatih adalah dua kali pertemuan. Tempat dilakukannya skill ini adalah: laboratorium sentral FK UNAND II. TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan feses secara makroskopis dan mikroskopis (sel epitel, makrofag, leukosit, eritrosit, kristal-kristal, sisa makanan) dan menginterpretasi hasil pemeriksaan. III. STRATEGI PEMBELAJARAN - Latihan pemeriksaan feses dan interpretasi hasil di bawah pengawasan instruktur -
Responsi
IV. PRASYARAT Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih: − Pengetahuan tentang komposisi feses normal − Persiapan pasien sebelum pengambilan sampel − Cara pengambilan dan wadah serta pemilihan spesimen untuk pemeriksaan − Pengetahuan tentang penggunaan mikroskop V. TEORI Feses normal terdiri dari sisa-sisa makanan yang tidak tercerna, air, bermacam produk hasil pencernaan makanan, dan kuman-kuman nonpatogen. Untuk mendapatkan hasil yang baik perlu diperhatikan tahap-tahap berikut ini: 5.1 Pemeriksaan Makroskopis 5.1.1 Praanalitik Persiapan Pasien: Sebelum pemeriksaan pasien tidak dibenarkan makan obat-obat tertentu seperti pencahar, preparat besi, barium, bismuth, dan obat anti diare. Persiapan Sampel: Feses untuk pemeriksaan sebaiknya berasal dari defekasi spontan yang dikumpulkan pagi hari sebelum sarapan atau dapat juga feses sewaktu dan harus segera diperiksa dalam 2-3 jam setelah defekasi (feses segar); kalau dibiarkan mungkin sekali unsur-unsur dalam tinja menjadi rusak. Pasien diberitahu agar sampel tidak tercampur urine atau sekresi tubuh lainnya.
25
Pengumpulan/Pengambilan Sampel: Wadah pengumpulan/pengambilan feses sebaiknya ialah pot kaca/plastik yang bermulut lebar, tertutup rapat, dan bersih. Wadah diberi label/identitas pasien, dan keterangan klinis pasien. Pilihlah selalu sebagian dari tinja yang memberi kemungkinan sebesar-besarnya untuk menemui kelainan seperti bagian yang bercampur darah atau lendir.
5.1.2 Analitik Sampel diperiksa di tempat yang terang. Perhatikan warna, bau, konsistensi, adanya darah, lendir, nanah, cacing.
5.1.3 Pasca Analitik Hasil dan Interpretasi - Warna: tinja normal berwarna kuning coklat/coklat muda/coklat tua. Warna tinja yang dibiarkan pada udara menjadi lebih tua karena terbentuknya lebih banyak urobilin dari urobilinogen yang dieksresikan lewat usus. Selain urobilin yang normal ada, warna tinja dipengaruhi oleh jenis makanan, kelainan dalam saluran cerna, dan oleh obat-obat yang diberikan. - Bau: Bau normal disebabkan oleh indol, skatol, dan asam butirat. Bau busuk disebabkan proses pembusukan protein yang tidak dicerna oleh bakteri, bau asam menunjukkan pembentukan gas dan fermentasi karbohidrat yang tidak dicerna atau diabsorbsi sempurna/lemak yang tidak diabsorbsi. Bau anyir dapat disebabkan adanya perdarahan pada saluran cerna. - Bentuk dan Konsistensi: Feses normal berbentuk sosis dan agak lunak. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan
pada konstipasi didapat tinja
dengan konsistensi keras. - Lendir: Pada feses normal tidak ada lendir. Bila terdapat lendir berarti ada iritasi atau radang dinding usus. Jika lendir hanya ditemukan dibagian luar feses, lokasi iritasi mungkin usus besar, jika bercampur dengan feses mungkin iritasi berasal dari usus halus. - Darah: Feses normal tidak mengandung darah. Jika terdapat darah, perhatikan apakah darah itu segar (merah muda), coklat atau hitam dan apakah bercampur atau hanya dibagian luar feses saja. Perdarahan yang terjadi di bagian proksimal saluran cerna menyebabkan feses berwarna hitam. Jumlah darah yang banyak mungkin disebabkan oleh ulkus, varises esofagus, karsinoma atau hemoroid. - Cacing: cacing mungkin dapat terlihat
5.2 Pemeriksaan Mikroskopis 5.2.1 Praanalitik Persiapan pasien, persiapan dan pengumpulan sampel sama dengan pemeriksaan mikroskopis
26
5.2.2 Analitik Sediaan hendaknya tipis, agar unsur-unsur jelas terlihat dan dapat dikenal.
5.2.3 Pasca analitik Hasil dan Interpretasi - Sel epitel: Beberapa sel epitel yang berasal dari dinding usus bagian distal dapat ditemukan dalam keadaan normal. Jika sel epitel berasal dari bagian yang lebih proksimal, sel-sel itu sebagian atau seluruhnya rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada peradangan dinding usus. - Makrofag:
Sel- sel berinti satu memiliki daya fagositosis; dalam plasmanya sering dilihat
sel-sel lain (leukosit, eritrosit) atau benda-benda lain. - Leukosit: Lebih jelas terlihat kalau feses dicampur dengan beberapa tetes larutan asam acetat 10%. Kalau hanya dilihat beberapa dalam seluruh sediaan, tidak ada artinya. Jumlah leukosit meningkat pada disentri basiler, kolitis ulserosa, dan peradangan lain. - Eritrosit: Hanya dilihat kalau lesi mempunyai lokalisasi dalam kolon, rektum atau anus. Keadaan ini selalu bersifat patologis. Kristal-kristal: Pada umumnya tidak banyak artinya. Dalam feses normal mungkin terlihat kristal tripelfosfat dan kalsium oksalat. Kristal Charcot-Leyden biasanya ditemukan pada kelainan ulseratif usus, kristal hematoidin dapat ditemukan pada perdarahan usus. Sisa makanan: Sebagian besar berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian lagi dari makanan yang berasal dari hewan, seperti serat otot, serat elastik, dan lain-lain. Telur dan larva cacing (akan dibahas pada modul Feses 2)
I. PROSEDUR KERJA 6.1 Pemeriksaan Makroskopis - Sampel diperiksa di tempat yang terang. - Perhatikan warna, bau, konsistensi, adanya darah, lendir, nanah, cacing.
6.2 Pemeriksaan Mikroskopis Bahan dan alat : kaca objek, kaca penutup, larutan/reagen: Larutan NaCl 0,9% atau larutan eosin 1-2%, larutan asam asetat 10% (untuk memperjelas leukosit), lidi atau aplikator lainnya, mikroskop. Prosedur Kerja 1. Tetesi kaca objek di sebelah kiri dengan 1 tetes NaCl 0,9% dan sebelah kanan dengan 1 tetes larutan eosin 1-2% 2. Dengan lidi ambil sedikit tinja di bagian tengahnya atau pada bagian yang mengandung lendir/darah/nanah.
27
3. Campurkan dengan tetesan larutan sampai homogen, buang bagian-bagian kasar 4. Tutup dengan kaca penutup sedemikian rupa sehingga tidak terbentuk gelembung – gelembung udara 5. Periksa secara sistematik dengan menggunakan pembesaran rendah (objektif 10x/lapangan pandang kecil=LPK), kemudian dengan objektif 40X/lapangan pandang besar=LPB. 6. Jumlah unsur-unsur yang nampak dilaporkan secara semikuantitatif, yaitu jumlah rata-rata per LPK atau per LPB (untuk eritrosit dan leukosit). Unsur-unsur yang kurang bermakna seperti epitel dan kristal dilaporkan dengan + (ada), ++ (banyak), +++ (banyak sekali) Untuk memperlambat kekeringan pada sediaan maka tepi sediaan dapat direkatkan dengan lilin cair/entelan/pewarna kuku (kuteks) Pada pewarnaan dengan eosin, sediaan harus tipis sehingga warnanya merah jambu muda. Bila warnanya merah jambu tua atau jingga maka berarti sediaan terlampau tebal.
Kesalahan pada ketrampilan yang mungkin timbul adalah : • Sediaan tidak homogen • Sediaan yang terlalu tebal • Banyak rongga udara • Sediaan berlepotan (cairan merembes keluar dari kaca tutup) DAFTAR PUSTAKA 1. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. 2007 2. Hadidjaja P. Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI.Jakarta.1990 3. 1.Sandjaja B. Protozoologi Kedokteran Buku 1. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.2007 4. Ismid IS, Winita R, Sutanto I, dkk. Penuntun Praktikum Parasitologi Kedokteran.FKUI. Jakarta. 2000 5. Hardjoeno. Substansi dan Cairan Tubuh. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanudin. 2004
28
PENILAIAN SKILL LAB BLOK 1.4 PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS FESES Nama Mahasiswa BP Kelompok
: : :
No
Aspek yang dinilai
Nilai 0 1 2
1.
Menerangkan pada pasien tujuan dan prosedur
2. 3.
Melakukan persiapan alat dengan benar Menilai makroskopis feses: − Warna − Bau − Konsistensi − Lendir − Darah Melakukan pemeriksaan mikroskopis feses:
4. 5.
Meneteskan satu tetes larutan ke atas kaca objek Mengambil sedikit feses dengan lidi dan dicampurkan dengan tetesan larutan sampai homogen, serta membuang bagian-bagian kasar Menutup dengan kaca penutup Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan feses secara mikroskopis
6. 7. 8.
TOTAL Keterangan : 0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan dengan kesalahan 2 = Dilakukan dengan sempurna Penilaian : Jumlah Skor x 100% 16 Mengetahui Instruktur
(
Mahasiswa
)
(
)
29
30