LAPORAN AKHIR
Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi Persaingan Global ditinjau dari sisi Supply Chain
Peneliti : Prof. Dr Ina Primiana, SE., MT (NIDN-001 302 6201)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PADJADJARAN Desember 2015
Abstrak
Jumlah UMKM di Jawa barat (2013) mencapai lebih dari 9.042.519 unit dan Usaha besar 1.853 unit. Perbandingan kontribusi UMKM dan Usaha besar terhadap PDRB Jawa Barat adalah 55:45. Artinya keberadaan UMKM harus diperhitungkan. Tujuan studi adalah (1) Identifikasi berbagai hambatan pada rantai pasok (supply chain ) yang dihadapi UMKM di Jawa Barat; (2) Menetapkan strategi peningkatan daya saing UMKM di Jawa barat. Hasil studi tahun pertama menunjukkan hambatan pada UMKM yang diteliti antara lain Bahan Baku Langka, Jarak Jauh, Waktu Pengiriman Lama, Ongkos Kirim Mahal Key words: UMKM, supply chain .
Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
ii
I.
Pendahuluan Jawa Barat memberikan kontribusi terbesar keempat (14%) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional setelah DKI Jakarta, Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Padahal 50% dari total industri nasional berada di Jawa barat. Jumlah UMKM di Jawa barat (2013) mencapai lebih dari 9.042.519 unit dan Usaha besar 1.853 unit. Perbandingan kontribusi UMKM dan Usaha besar terhadap PDRB Jawa Barat adalah 55:45. Artinya keberadaan UMKM harus diperhitungkan. Jumlah tenaga kerja di UMKM mencapai 13,86 juta jiwa sedangkan pada usaha besar mencapai 2,37 juta jiwa.Kinerja UMKM tidak mengalami perbaikan dari waktu ke waktu, hal ini disebabkan karena kurang kondusifnya iklim usaha di dalam negeri baik pusat dan daerah disamping tumpang tindihnya program antar Dinas, kementerian dan lembaga, dan ini semua berdampak menekan daya saing. UMKM
masih
dihadapi
oleh
keterbatasan
untuk
menembus
perijinan,
permasalahan SDM, pasar, akses permodalan,inovasi, kualitas produk dan minimnya pertimbangan faktor lingkungan dan sosial (green) untuk memasuki pasar ekspor. Dengan demikian persoalan utama UMKM yang harus menjadi perhatian pemerintah juga adalah bagaimana menghilangkan hambatan-hambatan bisnis tersebut. Walaupun UMKM menyokong hampir setengah dari perekonomian provinsi namun UMKM belum bisa masuk ke dalam rantai perdagangan industri besar sehingga UMKM tidak berkembang dengan cepat. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah harus berupaya mencarikan cara agar UMKM bisa menjadi bagian dari rantai pasok provinsi, nasional dan internasional. Dari uraian diatas maka studi ini akan menjawab berbagai hambatan yang dihadapi UMKM di Jawa Barat untuk meningkatkan daya saing dan menopang perekonomian nasional menghadapi persaingan global. 1.2. Tujuan Penelitian 1. Pemetaan UMKM Jawa barat yang memiliki prospek untuk menjadi pemasok Usaha besar atau berorientasi ekspor 2. Menganalisis dan mencari solusi berbagai hambatan yang dihadapi UMKM di Jawa Barat
Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
3
3. Menetapkan strategi peningkatan daya saing UMKM di Jawa barat
2. Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM adalah gambaran morphologis dari UMKM yang bersangkutan dilihat dari aspek usaha dan sifat kewirausahaan dari pengusaha UMKM tersebut.Dari aspek usaha profil UMKM dapat dilihat dari kemampuannya dalam menciptakan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan, efisiensi penggunaan modal, serta laba yang diperoleh.Sedangkan dari aspek pembangunan Profil UMKM dapat dlihat dari kemampuannya memanfaatkan bahan-bahan limbah, kemampuannya dalam penyerapan tenaga kerja dan kemampuannya dalam memberikan sumbangan terhadap Product Domestik Bruto (PDB). Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM): 1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini. 2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.
Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
4
Kriteria UMKM menurut Undang-Undang Nomo 20 Tahun 2008 disajika pada Tabel 2.1. berikut
Tabel 2.1Kriteria UMKM Kriteria No.
Keterangan Asset
Omset
1
Usaha Mikro
Maks. Rp 50 juta
Maks. Rp 500 juta
2
Usaha Kecil
> Rp 50 juta-Rp 500
>Rp 500 juta-Rp 2,5
juta
milyar
Usaha
> Rp 500 juta-Rp 10
>Rp 2,5 milyar-Rp 50
Menengah
milyar
milyar
3
Sumber: www.depkop.go.id
2.2. Supply Chain Supply Chain Logistics adalah arus material, informasi dan uang antara perusahaan-perusahaan (Frazelle, 2002). Perbedaannya ; Supply chain adalah jaringan fasilitas yang dimulai dari pemasok hingga pelanggan adapun logistics adalah apa yang terjadi pada supply chain. Fluktuasi ekonomi global dan lokal yang berkelanjutan telah meningkatkan tekanan pada industri. Supply chain tertantang untuk memberikan kegiatan operasional terbaik, ramping /efisien, hemat biaya/efektif dan pengiriman tepat waktu. Siklus hidup produk menjadi semakin singkat ; Pasar, pasokan dan kegiatan operasi menjadi semakin progressive. Hasil 2003 survei Industry Week menunjukkan Supply chain merupakan kunci penting untuk bertahan
dan berkembang. Hasil survei tersebut menunjukkan (1).
Meningkatnya outsourcing dan kemitraan pada supply chain, menunjukkan tantangan besar dalam mengelola permintaan dan penawaran, serta pengendalian persediaan, (2) Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
5
Tepat waktu dan akurat adalah penting untuk memenuhi kebutuhan tingkat pelayanan (service level) pelanggan (3) Berkurangnya inovasi produk murni (Pure innovations product) (4) Kinerja supply chain yang inovatif ditunjukkan oleh permintaan yang stabil . Terjadi evolusi supply chain dari perusahaan yang statis, tidak terintegrasi, optimalisasi fungsional, proses integrasi horisontal dan kolaborasi eksternal menuju ke visi model permintaan rantai nilai yang terintegrasi melalui proces end-to-end di seluruh bisnis dan dengan
mitra kunci yaitu
pemasok dan pelanggan. Survei
menunjukkan banyak perusahaan yang mempercepat
keunggulan fungsional ke
horisontal proses integrasi dengan berkonsentrasi pada proses rantai nilai tunggal. Ada juga beberapa kemajuan dalam kolaborasi eksternal dengan partner supply chain. Sejumlah artikel (Barratt Oliveira and 2001; Boyer, Leong, Ward dan Krajewski 1997; Das and Handfield 1997; and Dewett Jones 2001; Frohlich and Westbrook 2001; Frohlich dan Westbrook 2002; Hill and Scudder 2002; and Lejeune Yakova 2005; Mentzer, and Foggin Golicic 2000; Shah, Meyer-Goldstein and Ward 2002; Tang and Tang 2002) meneliti hubungan antara meningkatkan koordinasi supply chain dan daya saing, antara lain dengan meningkatkan pemahaman akan
persyaratan,kapasitas,
kapabilitas, dan keterbatasan dari entitas yang ada dalam supply chain. Newman, Hanna, Gattiker and Huang Ware (1998) memperkenalkan Model Kualitas untuk Manajemen Supply chain bersama-sama dengan Fisher 1997; Krause and Ellram 1997; Lejeune and Yakova 2005; Monczka, Nichols, and Callahan 1992; Spekman et al. 1998 yang menunjukkan bahwa pemahaman terhadap spesifikasi kebutuhan pelanggan dalam jangka panjang atau pemahaman terhadap kapabilitas dan keterbatasan-keterbatasan pemasok
akan meningkatkan keefektifan supply chain
terkait. Perbaikan dengan melibatkan
entitas akan memperbaiki proses atau
penambahan nilai pada satu atau lebih entitas dalam supply chain. Penelitian yang menggambarkan kolaborasi
entitas pada supply chain akan menciptakan nilai
(Beamon and Ware 1998;Boyer, Newman and Hanna 2000;Choi 1995; Dixon, Arnold, Heineke,Kim and Mulligan 1994; Lejeune and Yakova 2005; Van Hoek 1998) Penelitian lain memberikan bukti bahwa kolaborasi manajemen supply chain berdampak positif terhadap seperangkat produk layanan (Bonner 2005; Choy, Lee, Lau, So and Victor Lo 2004; Petersen, Handfield and Ragatz 2005; Tracey 2004).
Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
6
Supply chain adalah keterpaduan antara aktivitas pengadaan bahan baku, konversi bahan baku menjadi barang setengah jadi dan barang jadi hingga menyampaikannya pada pelanggan. Keterpaduan aktivitas tersebut juga meliputi pembelian ditambah beberapa aktivitas penting dalam hubungannya dengan
pemasok dan distributor.
Gambar 2 berikut menunjukkan manajemen rantai pasokan meliputi (1) transportasi pemasok, (2) arus kredit atau tunai, (3) para pemasok, (4) distributor dan bank, (5) hutang dan piutang, (6) gudang dan tingkat persediaan, (7) pemenuhan pesanan, (8) berbagi informasi dengan pelanggan. Gambar2. 1. Supply Chain MARKET RESEARCH DATA SCHEDULING INF ORMATION ENGINEERING AND DESIGN DATA
SUPPLIER
ORDER FLOW AND CASH FLOW
INVENTORY
SATISFY END CUSTOMER
CUSTOMER
IDEAS AND DESIGN TO
SUPPLIER
MATERIAL FLOW CREDIT FLOW
MANUFACTURER INVENTORY
CUSTOMER
INVENTORY
SUPPLIER
DISTRIBUTOR
CUSTOMER
INVENTORY
3. Metode Penelitian 3.1. Metode Studi Penelitian ini bersifat deskriptif analitis untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai kinerja UMKM dan lembaga pembiayaan. Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yang bersifat kuantitatif yang kemudian didukung oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan cara melakukan survey kepada UMKM di Jawa Barat. Sementara itu, pendekatan kualitatif dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam serta Focus Group Discussion (FGD).
3.2. Penetapan Sampel dan Penarikan Sampel
Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
7
Sample data primer yang digunakan adalah UMKM sebanyak 300 UMKM yang tersebar di Jawa barat.
3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperlukan terutama untuk menjawab tujuan penelitian melalui analisis statistika deskriptif dan verifikatif dan analisis SWOT. Data primer yang akan dilakukan adalah untuk Identifikasi hambatan dan tantangan pada rantai pasok UMKM 4.4. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data Dalam melihat peta UMKM di Jawa Barat maka penelitian ini akan mengolah data secara univariat (tabel frekuensi) maupun bivariat (cross-tabulation), dan dengan: (i) Situation Analysis, (ii) analisis strategi dengan menggunakan Supply Chain Analisis,
4. Hasil dan Pembahasan 5.1
Profil UMKM Provinsi Jawa Barat
5.1.1 Karakteristik UMKM di Provinsi Jawa Barat Dengan visinya menjadi provinsi termaju di Indonesia, Jawa Barat memantapkan diri untuk mengembangkan sektor UMKM sebagai unggulan pendapatan asli daerahnya. Jawa Barat memiki potensi UMKM yang sangat besar dan sangat bervariasi. Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan, UMKM yang terpilih sebagai unit analisis terdiri dari: (i) UMKM sektor industri makanan dan minuman; (ii) UMKM sektor industri tekstil dan rajutan; (iii) UMKM sektor industri Fashion; (iv) UMKM sektor industri perdagangan; (v) UMKM sektor industri jasa keuangan; (vi) UMKM sektor industri jasa kuliner; (vii) UMKM sektor industri kerajinan; (viii) UMKM sektor industri kosmetik; (ix) UMKM sektor industri Agro bisnis; (x) UMKM sektor industri percetakan dan; (xi) UMKM sektor industri meubel dan bahan bangunan. 5.1.1.1 Berdasarkan Usia Dari 300 UMKM yang terpilih sebagai unit analisis dari berbagai industri seperti yang diuraikan diatas, maka 90 persen lebih berusia diantara 31 sampai dengan 50 tahun. Ini Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
8
menggambarkan bahwa para pengusaha UMKM di Provinsi Jawa Barat tergolong ke dalam usia produktif. Pada rentang usia ini para pengusaha juga sudah menetapkan pilihan yang pasti pada bidang usaha yang dijalaninya, tidak lagi berpindah atau berganti usaha, dan pada umumnya mereka sudah memiliki jaringan yang cukup luas dari mulai hilir sampai hulu untuk mengembangkan dan mendukung berbagai usahanya. 5.1.1.2 Berdasarkan Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kompetensi para pengusaha UMKM. Ini tidak dapat disangkal karena tingkat pendidikan akan mempengaruhi sejauh mana tingkat pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang dimiliki. Jika melihat persentase terbesar, tingkat pendidikan yang dimiiki oleh UMKM di Jawa Barat adalah pada tingkat SMA atu sekolah menengah atas yaitu mencapai 53 persen lebih. Pada kondisi dimana tingkat perubahan berkembang cepat, maka pendidikan SMA sebenarnya masuk ke persyaratan minimal. Ini pula yang di duga menyebabkan UMKM di jawa Barat pertumbuhan usahanya relatif stagnan meskipun daya tahannya cukup tinggi. Pendidikan SMA ini lebih banyak berada pada sektor industri industri yang mengolah makanan dan minuman ringan, industri kerajinan dan industri kuliner. Sementara pada tingkat pendidikan D3 dan S1 serta S2 lebih banyak berada pada industri jasa keuangan, industri jasa tekstil dan rajutan serta industri jasa fasihion, Ini bisa difahami karena sektor indusri ini memerlukan tingkat kompetensi tersendiri dan memerlukan tingkat profesionalisme yang lebih spesifik. Di lain pihak masih adanya para pengusaha UMKM yang berpendidikan SD dan SMP atau yang sederajat merupakan PR dari pemerintah untuk minimal meningkatkan kemampuan usahanya melalui program pelatihan oleh berbagai instansi terkait dengan pengembangan usaha UMKM, seperti dinas tenaga kerja, Dinas Koperasi dan UMKM dan Dinas Perdagangan. 5.1.1.3 Berdasarkan pengalaman Kerja pada Bidang Usaha Sekarang Pengalaman dalam mengelola usaha nya juga merupakan indikator untuk melihat kompetensi para pengusaha UMKM. Pengalaman kerja atau pengalaman usaha dalam bidangnya yang dikelola saat ini akan menentukan sejauh mana keterampilan yang Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
9
dimiliki dan sejauh mana “tacit knowledge” nya. Tacit knowledge ini adalah pengetahuan yang didapat dari pengalaman yang berada dalam pikiran seorang pengusaha yang tidak tertulis, tetapi pengetahuan ini justru pada umumnya akan membedakan satu dengan lainnya. Dengan demikia pengalaman usaha juga sangat penting untuk diperhatikan karena juga menunjukkan sejauh mana keseriusan pengusaha dalam menjalankan usahanya. Jika melihat tabel di bawah dapat dijelaskan bahwa pengalaman diatas 5 tahun hamir sama banyaknya dengan yang kurang dari 5 tahun. Pengalaman 5 tahun lebih di bidang usahanya dinilai sudah cukup untuk membuktikan keseriusan seseorang dalam menjalankan usahanya. Pada lama pengalaman ini pada umumnya para pengusaha sudah menetapkan diri pada bidang usahanya karena mereka sudah menemukan jalan nya secara jelas, disamping jaringan usahanya juga sudah terbentuk dengan baik. 5.1.1.4 Berdasarkan Jenis Usaha Seperti yang telah diuraikan di atas terkait dengan tingkat pendidikan, dimana pada tingkat SMA ke bawah yang lebih besar persentasenya, maka banyaknya pengusaha pada bidang usaha makanan olahan dan kuliner ini menunjukkan bahwa pada industri ini kompetensi yang dimiliki khusunya dilihat dari pendidikan relatif rendah. Hal ini wajar karena pada industri ini tidak dibutuhkan kompetensi khusus yang sifatnya profesional tertentu. Industri pengolahan makanan dan minuman, kuliner distribusinya paling tinggi. Ini menujukkan bahwa jawa Barat memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri ini. 5.1.1.5 Berdasarkan Tahun Berdiri Tahun berdiri UMKM di Jawa Barat ini tentu sangat terkait dengan lamnya usaha dan pengalaman berusaha di bidang yang sekarang di jalani. Ini menunjukkan hubungan yang signifikan dari ketiganya. Pada intinya para pengusaha UMKM di Jawa Barat telah memiliki pengalaman usaha yang cukup karena sebagian besar sudah mengelola usahanya rata –rata sudah di atas lima tahun. Jadi meskipun di dalam gambar ini terlihat bahwa yang tahun berdirinya di atas tahun 2000 memiliki persentase terbesar, tetapai lama usahanya sudah cukup untuk menunjukkan keseriusan dalam mengelola usahanya yang sekarang, dan ini tentu preseden yang baik untuk pengembangan usahanya lebih Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
10
lanjut. Gambaran secara lengkap mengenai klasifikasi tahun berdiri UMKM di Jawa Barat dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 5.2
ANALISIS SUPPLY CHAIN 5.2.1 Upstream Asal bahan baku untuk usaha sebagian besar berasal dari pemasok lokal atau sekitar 95% dari seluruh pasokan bahan baku. Sedangkan hanya sekitar 4% UMKM yang mendapatkan bahan bakunya dari lokal dan impor, serta hanya 1% yang seluruh pasokan bahan bakunya di dapat dengan cara impor. Adapun untuk lokasi pemasok lokal (dalam negeri), sebagaian besar masih berkisar pada wilayah sendiri yaitu Jawa Barat dan ditambah wilayah lain seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Jakarta Bahkan dari Lombok. Untuk pemasok impor dengan persentase tidak lebih dari 2 % terdiri dari China, Jerman, Amerika dan Thailand. Dalam pengiriman bahan baku moda transportasi darat masih menjadi pilihan utama, karena memang sebagian besar wilayah pemasok tidak terlalu jauh dari tempat produksi UMKM dengan persentase sebesar 95%, terdapat pula UMKM yang dalam pemenuhan bahan bakunya tidak hanya menggunakan satu moda transportasi tetapi lebih dari satu, seperti selain menggunakan transportasi darat juga menggunakan transportasi laut, atau darat dengan udara dan ada juga yang menggunakan semua moda transportasi, tetapi persentase tidak lebih dari 5% yang menggunakan moda campuran tersebut. Untuk pengiriman bahan baku ke tempat produksi sekitar 9% tidak sampai 1 hari atau hanya beberapa jam saja, karena memang jarak tempuh yang tidak terlalu jauh, dan sekitar 63% ditempuh dalam satu hari penuh ada juga yang sampai 10 hari lama pengirimannya (25%), bahkan sekitar 3% sampai memakan waktu lebih dari sepuluh hari dan sampai 30 hari, karena memang sumber bahan bakunya berada di luar Jawa Barat serta sebagian kecil ada yang dari luar negeri. Pada sisi komponen biaya pengiriman dari 100% biaya logistik upstream, biaya transportasi menghabiskan 40,60% dari total biaya upstream dan biaya penyimpanan menghabiskan sekitar 41,80% dari seluruh biaya logistik / upstream bahan baku. Hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor penghambat seperti di bawah ini :
Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
11
5.2.2 Hambatanpembelian bahan baku : 1)
Terjadi Kerusakan Barang Atau Transportasi
2)
Bahan Baku Kurang
3)
Pengiriman Makanan Harus Tetap Fresh Dan Hangat
4)
Kendala Pada Kendaraan
5)
Kualitas Barang Kurang Bagus
6)
Pengiriman Barang Lama
7)
Menentukan Kualitas
8)
Bahan Baku Langka
9)
Jarak Jauh
10)
Pengiriman Suka Telat Dan Penyimpanan Bahan Baku Sulit
11)
Waktu Pengiriman Lama, Ongkos Kirim Mahal
12)
Bahan Baku Kuningan Sebagaian Masih Impor Dari China Sehinga Biaya Pengiriman Mahal Dan Waktunya Lama
13)
Keterlambatan Pengiriman Dan Pembayaran Dengan Konsinyasi
14)
Kendaraan Transportasi, Dan Alat Khusus Pengolahan Susu
5.2.3 Downstream Pada sisi downstream konsumen sebagian besar masih pada pasaran dalam negeri atau lokal yang mencapai 90,7% sedangkan untuk ekspor atau konsumen luar negeri baru mencapai 9,3% dari keseluruhan konsumen UMKM dan hal ini tentunya masih bisa ditingkatkan lagi. Untuk pengiriman barang jadi ke konsumen 94% masih menggunakan hanya moda transportasi darat, dan sekitar 6% menggunakan moda campuran seperti, moda darat dan laut 0,7%, dan yang menggunkan moda darat, laut dan udara terdapat 1,3%, untuk yang menggunkan moda darat dan kereta api 0,7%, yang menggunkan moda darat, laut dan kereta api sekitar 0,7%, ada juga yang menggunakan moda darat juga menggunakan transportasi udara yaitu sekitar 1,3%, dan yang menggunakan moda darat, udara dan kereta api juga sekitar 1,3%. Untuk pengiriman barang jadi ke pasar ekspor moda transportasi yang digunakan antara lain; darat, laut dan udara serta ada juga yang menggunakan dua moda transportasi sekaligus yaitu transportasi laut dan udara.Waktu pengiriman barang jadi ke konsumen ada yang paling singkat yaitu kurang
Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
12
dari satu hari atau beberapa jam saja sekitar 13% dikarenakan jaraik tempuh yang dekat, ada juga yang memakan waktu 1 sampai 5 hari sekitar 81% dan yang paling lama 6 sampai 14 hari hanya sekitar 6% dari keseluruhan waktu pengiriman. Untuk komponen biaya pengiriman barang jadi ke konsumen lokal dari 100% biaya logistik yang dikeluarkan 43,9% dikeluarkan untuk biaya transportasi dan 45,5% untuk biaya penyimpanan barang jadi.
Dan untuk biaya pengiriman barang jadi ke pasar ekspor hanya 1% untuk biaya transportasi dan 2% dikeluarkan untuk biaya penyimpanan barang. Dalam pengiriman barang jadi ke konsumen, untuk penanggung jawab biaya pengiriman masih terbagi dua antara yang ditanggung pemasok dengan yang ditanggung pembeli, 41% biaya pengiriman masih ditanggung pihak pemasok dan 59% ditanggung oleh pembeli. 5.2.4 Permasalahan Downstream : 1.
SDM
2.
Barang Rusak
3.
Pengiriman Makanan Harus Tetap Fresh Dan Hangat
4.
Kendala Kendaraan Dan Kemacetan
5.
Tidak Ada Alat Transportasi
6.
Waktu Pengiriman Yg Tidak Tentu
7.
Harga Pakan Mahal Sedang Harga Ikan Murah Bila Langsung Dibeli Bandar
8.
Penyimpanan Tidak Boleh Dalam Suhu Ruangan Yg Terlalu Panas Dan Lama Agar Produk Tidak Berubah
9.
Biaya Pengiriman Tidak Stabil
10. Pembayaran Sistem Konsinyasi
Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
13
DAFTAR PUSTAKA Barratt, M. and A. Oliveira. 2001. Exploring the experiences of collaborative planning initiatives. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management 31(4):22. Bonner, J. M. 2005. The influence of formal controls on customer interactivity in new product development. Industrial Marketing Management 34(1):63-69. Boyer, K. K., G. K. Leong, P. T. Ward and L. J. Krajewski. 1997. Unlocking the potential of advanced manufacturing technologies. Journal of Operations Management 331-347. Das, A. and R. Handfield. 1997. Just-intime and logistics in global sourcing: An empirical study. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management 3(27):244 259. Dewett, T. and G. R. Jones. 2001. The role of information technology in the organization: a review, model, and assessment. Journal of Management 313-346. Dixon, R., P. Arnold, J. Heineke, J. Kim, and P. Mulligan. 1994. Business process reengineering: Improving in new strategic directions. California Management Review (Summer):93-108. Frazelle. 2001. Supply Chain Strategy : The Logistics of Supply Chain Management, McGraw-Hill. Frohlich, M. T. and R. Westbrook. 2001. Arcs of integration: An international study of supply chain strategies. Journal of Operations Management 185-200. Hill, C. A. and G. D. Scudder. 2002. The use of electronic data interchange for supply chain coordination in the food industry. Journal of Operations Management 375-387. Jin Su, C. L. 2009. Strategic Sourcing and Supplier Selection in the U.S. Textile-ApparelRetail Supply Network. Clothing & Textiles Research Journal, Vol. 27, No. 2, 83-97. Lejeune, M. A. and N. Yakova. 2005. On characterizing the 4 C’s in supply chain
Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
14
Mentzer, J. T., J. H. Foggin and S. L. Golicic. 2000. Collaboration: The enablers, impediments and benefits. Supply Chain Management Review (SeptemberOctober):52-58. Petersen, K. J., R. B. Handfield, and G. L. Ragatz. 2005. Supplier integration into new product development: Coordinating product, process and supply chain design. Journal of Operations Management 23(3):371-388. Spekman, R., J. Kamauff, and N. Myhr. 1998. An empirical investigation into supply chain management - A perspective on partnerships. International Journal of Distribution and Logistics 28(8):630-650. Tang, K. and J. Tang. 2002. Time-based pricing and leadtime policies for a build-to-order manufacturer. Production and Operations Management 11(3):374- 392. Supply Chain Consortium. 2008. The supply chain best practices framework. Tompkins Associates, Inc. Retrieved Tracey, M. 2004. A holistic approach to new product development: New insights. Journal of Supply Chain Management:A Global Review of Purchasing & Supply 40(4):37-55. Van Hoek, R. 1998. Measuring the unmeasureable- Measuring and improving performance in the supply chain. Supply Chain Management 3(4):187-192. Tongzon, J. 2004. Determinant of Competitiveness in Logistics: Implications for Region. International Conference on Competitiveness: Challenges and Opportunities for Asian Countries (pp. 1-16). Bangkok: Thailand's National Competitiveness Committee. UNESCAP. 2011. Logistics Performance Index-Connecting to Compete 201. Washington: World Bank Group.
Peningkatan Daya Saing UMKM Jawa Barat dalam Menopang Perekonomian Nasional Menghadapi
Persaingan Global
15