JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010
FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TYPOID PADA ANAK DI PUSKESMAS SRONDOL TAHUN 2009 ( STUDI KASUS )
Aprilia Lestarini*), MG Catur Yuantari**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) *) Alumni Fkes Udinus **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Jl Nakula I No 5-11 Semarang Email :
[email protected]
ABSTRACT Bacground : Typoid diseases so far is still a health problem in Indonesia although not a health problem priority. This disease caused by salmonella typhosa. Progresion of diseases cause environmental health are inadeguate, water suplly and the level of public education. The purpose of this research is to determine the risk factors associated with the incidence in children. Typoid at Puskesmas Srondol in 2009 by using the variable of knowledge, attitudes, practices and education level. Methods : This study uses interviews with the questionaire method with approach of case studies control. Sampel cases and 31 people and 31 people control. Statistics used are chisquare with significancy 5 % ( 0,05 ) Results : based of statistics test found no association with the accurrence of knowledse typoid ( P. value 0,127 > 0,05 ) and there was a connection with the incident typoid attitude ( P. Value 0,02 < 0,05. C. 0,337, OR = 7,686) practice with the incident typoid ( P. value 0,01 < 0,05 C. 0,393, OR = 6,597 ) levels of education with incidence typoid ( P. value 0,039 < 0,05, C 0,253 OR = 2,968 ). From the result of this study, to health institutions in this clinic ( Puskesmas ) can provide additional experience for school age children ( 10 – 14 year ) that will be a positive impact on behavior change clean and healthy living children so diseases can be avoided. Key word : typoid incidence, knowledge, attitude, practice, level education.
89
Faktor Risiko Yang Berhubungan... - Aprilia L, MG Catur, Kriswiharsi KS PENDAHULUAN Penyakit typoid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhosa, Salmonella paratyphosa. Penyakit ini tersebar merata di seluruh dunia. Insidensi penyakit demam typoid diseluruh dunia mencapai 17 juta setahun dengan jumlah kematian sebanyak 600.000 orang. Sampai saat ini demam typoid masih merupakan masalah kesehatan. Hal ini disebabkan oleh karena kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi yang rendah dan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah. Demam typoid dijumpai kosmopolitan, saat ini terutama ditemukan di negara sedang berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat. Insiden demam typoid di Indonesia pada tahun 1995 sebagai berikut umur 0 – 4 tahun sebanyak 25,32 %, umur 5 – 9 tahun sebanyak 35,39 %, umur 10 – 14 tahun sebanyak 39,09 %. Melihat insiden dari WHO pada tahun 1995 kasus typoid paling tinggi pada anak dengan interval umur antara 10 – 14 tahun. Menegakkan diagnosis demam typoid pada anak merupakan hal yang tidak mudah, mengingat gejala dari tanda-tanda klinis yang tidak khas, terutama pada penderita di bawah usia 5 tahun. Penyakit demam typoid ini erat hubungannya dengan penyediaan air bersih, kebersihan makanan, saluran pembuangan air limbah, sebagai wujud dari sanitasi lingkungan.Hubungannya dengan hygiene sanitasi tersebut diatas untuk mewujudkannya dalam derajat kesehatan yang optimal diperlukan adanya perilaku yang baik. Berdasarkan teori L. Green, status kesehatan atau derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor predisposing, enabling, reinforcing, perilaku dan non perilaku. Dari faktor diatas yaitu
sikap, pengetahuan, praktek serta lingkungan mempunyai daya ungkit yang cukup besar. Munculnya penyakit merupakan salah satu wujud penurunan status kesehatan karena adanya interaksi antara agen, pejamu, dan lingkungan. Puskesmas Srondol adalah Puskesmas Rawat Inap yang terletak di bagian Tenggara dari Kota Semarang, berlokasi di Kecamatan Banyumanik. Berdasarkan Sistem Informasi Puskesmas (Simpus) pada tahun 2008 penyakit gastroenteritis menduduki peringkat ke 6 sebanyak 1240 kasus, dimana penyakit typoid sendiri sebanyak 135 kasus. Melihat kondisi dan jumlah kasus penyakit typoid yang cukup banyak pada anak di Puskesmas Srondol perlu diteliti faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian kasus typoid pada anak dengan melihat pengetahuan, sikap, praktik pada anak tentang higiene sanitasi dan tingkat pendidikan dengan kejadian typoid di Puskesmas Srondol Kota Semarang tahun 2009. METODE PENELITIAN Dalam rangka mencapai tujuan penelitian serta berdasarkan permasalahan yang diajukan, maka penelitian ini merupakan penelitian jenis analitik dengan pendekatan kasus kontrol, tujuannya untuk memperoleh penjelasan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab penyakit, dimana subyek dipilih berdasarkan penyakit tertentu, lalu dilihat kebelakang tentang riwayat status paparan penelitian yang dialami subyek. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok subyek yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Sampel yang diteliti sebanyak 62 responden dengan 31 anak menderita typoid ( kasus ) dan 31 anak tidak menderita typoid ( kontrol ) dari total populasi sebesar 172 anak dengan umur 10 – 14 tahun, pengambilan sampel pada penelitian ini berdasarkan jumlah penderita kasus typoid
90
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 terdapat 31 sedangkan penentuan kontrol bertempat tinggal disekitar penderita kasus typoid yang berjumlah 31 sehingga total responden 62. Data primer didapatkan dari wawancara dengan responden melalui kuesioner, sedangkan data sekunder di peroleh dari Sistem Informasi Puskesmas . Variabel yang diteliti adalah pengetahuan, sikap, praktik, tingkat pendidikan sebagai variabel bebas dan kejadian typoid sebagai variable terikat. Untuk mengetahui hubungan antara variabel yang diteliti menggunakan analisis bivariat dengan uji chi square. Sedangkan untuk mengetahui distribusi frekuensi menggunakan analisis univariat. Untuk mengetahui besar risiko pengetahuan, sikap, praktik, dan tingkat pendidikan anak dengan kejadian typoid di gunakan Odd Ratio.
melakukan praktek yang baik tentang higiene sanitasi dengan kejadian typoid yaitu sebesar 59,7% , sedangkan 40,3% lainnya melakukan praktek yang kurang baik. Tingkat pendidikan anak responden di Puskesmas Srondol adalah sebesar 58,1% mempunyai pendidikan setingkat SD. Sebanyak 41,9% lainnya mempunyai pendidikan setingkat SMP. Berdasarkan Tabel 1 terlihat hasil tabulasi silang pengetahuan anak tentang hygiene sanitasi menunjukkan responden yang menderita typoid (kasus) mempunyai pengetahuan kurang sebesar 61,3 % lebih besar dari pada responden yang tidak menderita typoid (kontrol) dengan pengetahuan kurang sebesar 41,9 %. Hasil analisa chi-square mendapatkan nilai p-value 0,127. Nilai p-value yang lebih besar dari 0,05 menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan anak tentang hygiene sanitasi dengan kejadian typoid. Pada Tabel 2 terlihat hasil tabulasi silang antara sikap anak tentang higiene sanitasi dengan kejadian typoid menunjukkan bahwa responden yang menderita typoid (kasus) mempunyai sikap yang kurang baik sebesar 90,3 % lebih besar dari pada responden yang tidak menderita typoid (kontrol) sebesar 54,8 %. Hasil analisa chi-square mendapatkan nilai p-value 0,002. Nilai p-value yang lebih
HASIL PENELITIAN Setelah dilakukan wawancara dengan 62 responden di Puskesmas Srondol didapatkan bahwa sebagian responden mempunyai tingkat pengetahuan baik, yaitu 51,6%, sedangkan 48,4% lainnya mempunyai tingkat pengetahuan kurang.Dari variabel sikap dilihat bahwa sebagian besar responden, yaitu 72,6% mempunyai sikap yang baik tentang hygiene sanitasi dengan kejadian typoid. Sebanyak 27,4% mempunyai sikap yang kurang tentang hygiene sanitasi dengan kejadian typoid. Variabel praktik dapat diketahui bahwa sebagian responden
Tabel 1. Hubungan Antara Pengetahuan Anak Dengan Kejadian Typoid
Kontrol ∑ % Kurang 13 41.9 % Baik 18 58.1 % Jumlah 31 100 P value = 0,127 Ho diterima ( tidak ada hubungan ) Contigency Coofficien = 0,190 Sumber = Data primer diolah, 2010 Pengetahuan
91
Kasus
∑ 19 12
% 61.3 % 38.7 %
Faktor Risiko Yang Berhubungan... - Aprilia L, MG Catur, Kriswiharsi KS kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat diartikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap anak tentang hygiene sanitasi dengan kejadian typoid. Kadar relasi antara sikap anak tentang hygiene sanitasi dengan kejadian typoid ditunjukkan dengan nilai koefisien kontingensi yang mendapatkan hasil 0,370. Nilai koefisien kontingensi diantara 0,3 dan 0,59 menunjukkan bahwa kedua variabel mempunyai derajat asosiasi yang cukup. Hasil pengujian estimasi resiko mendapatkan nilai rasio odds sebesar 7,686 dengan CI 1,924 – 7,686. Hal ini berarti bahwa sikap anak yang kurang baik mempunyai risiko 7,6 kali lebih besar terhadap kejadian typoid anak. Tabel 3 memperlihatkan hasil tabulasi silang antara praktik anak tentang higiene sanitasi dengan kejadian typoid yang menunjukkan bahwa responden yang
menderita typoid (kasus) mempunyai praktik yang kurang sebesar 80,6 % lebih besar dari pada responden yang tidak menderita typoid (kontrol) mempunyai pengetahuan kurang baik sebesar 38,7 %. Hasil analisa chi-square mendapatkan nilai p-value 0,001. Nilai p-value yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat diartikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara praktik anak tentang higiene sanitasi dengan kejadian typoid. Kadar relasi antara praktik anak tentang higiene sanitasi dengan kejadian typoid ditunjukkan dengan nilai koefisien kontingensi yang mendapatkan hasil 0,393. Nilai koefisien kontingensi diantara 0,3 dan 0,59 menunjukkan bahwa kedua variabel mempunyai derajat asosiasi yang cukup. Pengujian estimasi resiko mendapatkan rasio odds sebesar 6,597 dengan CI 2,095 – 20,778. Hal ini dapat diartikan bahwa praktik
Tabel 2. Hubungan Sikap Dengan Kejadian Typoid Kasus
Kontrol ∑ % 17 54.8 % 14 45.2 % 31 100 0,002 HO di tolak ( ada hubungan ) 0,370 7,686 Data primer diolah, 2010
Sikap
∑ 28 3
Kurang Baik Jumlah P value Contigency Coofficien Rasio odds Sumber
Tabel 3
= = = =
% 90.3 % 9.7 %
Hubungan Praktik Dengan Kejadian Typoid
Kasus
Praktik
∑ 25 6
Kurang Baik Jumlah P value Contigency Coofficien Rasio odds = Sumber =
= =
% 80.6% 19.4 %
Kontrol ∑ 12 19 31
% 38.7% 61.3 % 100
0,001 0,393 6,597 Data primer diolah, 2010
92
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 anak yang kurang baik mempunyai risiko 6,59 kali lebih besar ter hadap kejadian typoid pada anak. Tabel 4 menunjukkan bahwa responden yang menderita typoid dengan tingkat pendidikan SD sebesar 54,8 % lebih besar dari pada responden yang tidak menderita typoid (kontrol) dengan tingkat pendidikan SD sebesar 29,0 %. Hasil analisa chi-square mendapatkan nilai p-value 0,039. Nilai p-value yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat diartikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kejadian typoid. Kadar relasi antara tingkat pendidikan dengan kejadian typoid ditunjukkan dengan nilai koefisien kontingensi yang mendapatkan hasil 0,253. Nilai koefisien kontingensi yang lebih kecil dari 0,29 menunjukkan bahwa kedua variabel mempunyai derajat asosiasi yang lemah. Pengujian estimasi resiko mendapatkan rasio odds sebesar 2,968 dengan CI 1,039 – 8,479. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat pendidikan anak yang rendah mempunyai risiko 2,9 kali lebih besar terhadap kejadian typoid pada anak. PEMBAHASAN Deskripsi Pengetahuan, Sikap, Praktik dan Tingkat Pendidikan Pengetahuan sebagian anak, yaitu sebesar 51,6%, tentang higiene sanitasi
sudah baik. Secara umum pengetahuan tentang penyebab penyakit, serta perilaku yang dapat menghindarkan dari penularan penyakit sudah baik. Demikian pula sebagian anak sudah baik pengetahuannya mengenai kondisi lingkungan yang menyebabkan terjangkitnya penyakit. Sikap sebagian anak, yaitu sebesar 72,6%, terhadap higiene sanitasi kurang baik. Sebagian anak mempunyai sikap yang kurang baik terhadap perilaku yang dapat menghindarkan dari penularan penyakit. Demikian pula sebagian anak mempunyai sikap yang kurang baik terhadap kondisi lingkungan yang menghindarkan dari terjangkitnya penyakit. Sebagian anak, yaitu sebesar 59,7% mempunyai praktik yang baik tentang higiene. Sebagian anak sudah melakukan praktik yang baik dalam menghindarkan dari penularan penyakit maupun dalam menjaga lingkungan agar tidak terjangkit penyakit. Hubungan Pengetahuan Anak Dengan Kejadian Typoid Berdasarkan hasil penelitian responden yang menderita typoid (kasus) mempunyai pengetahuan kurang sebesar 61,3 % lebih besar dari pada responden yang tidak menderita typoid (kontrol) dengan pengetahuan kurang sebesar 41,9 %. Hasil uji statistik menunjukkan p value sebesar 0,127. Nilai p value yang lebih besar dari á = 0,05 dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya tidak ada
Tabel 4. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kejadian Typoid
Pendidikan SD SMP Jumlah P value Contigency Coofficien Rasio odds Sumber
93
Kasus 17 14 31 = = = =
0,039 0,253 2,968 Data primer diolah, 2010
% 54,8 45,2 100
Faktor Risiko Yang Berhubungan... - Aprilia L, MG Catur, Kriswiharsi KS hubungan signifikan antara pengetahuan anak tentang higiene sanitasi dengan kejadian typoid. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan tertentu tentang kesehatan penting sebelum suatu tindakan terjadi. Menurut Lawrence Green pengetahuan merupakan salah satu faktor pemudah yang mempengaruhi dilakukannya suatu perilaku kesehatan. Pengetahuan yang baik tentang hygiene sanitasi diharapkan membentuk kesadaran anak berperilaku sehat untuk menghindarkan diri dari penularan penyakit. Kesadaran yang terbentuk ini diharapkan mendorong anak untuk berperilaku sehat sehingga terhindar dari penyakit typoid. Dalam penelitian ini pengetahuan tentang higiene sanitasi pada anak tidak berhubungan dengan kejadian typoid. Pengetahuan yang baik tentang higiene sanitasi pada anak belum tentu menghindarkannya dari kejadian typoid. Demikian pula sebaliknya, pengetahuan yang kurang tentang hygiene sanitasi pada anak belum tentu terkena typoid. Kondisi ini sejalan dengan teori Green yang menyatakan perilaku seseorang sangat kompleks. Pengetahuan merupakan salah satu faktor pemudah terwujudnya suatu perilaku disamping faktor – faktor lain seperti faktor pendukung dan faktor pendorong. Untuk mewujudkan pengetahuan menjadi suatu perilaku diperlukan sikap dan juga suatu kondisi yang memungkinkan perilaku tersebut diwujudkan diantaranya fasilitas dan dukungan. Oleh karena itu pengetahuan yang baik masih harus didukung oleh faktor – faktor lain untuk diwujudkan dalam perilaku. Hubungan Sikap Anak Dengan Kejadian Typoid. Berdasarkan hasil penelitian responden yang menderita typoid (kasus) mempunyai sikap yang kurang baik sebesar 90,3 % lebih besar dari pada responden yang tidak
menderita typoid (kontrol) sebesar 54,8 %. Hasil uji statistik memperoleh p value sebesar 0,002 yang lebih kecil dari á = 0,05. Hal ini menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan signifikan antara sikap anak terhadap hygiene sanitasi dengan kejadian typoid. Hasil pengujian estimasi risiko mendapatkan nilai rasio odds sebesar 7,686. Hal ini menunjukkan bahwa sikap anak yang kurang mempunyai risiko sebesar 7,686 kali di bandingkan sikap anak yang baik terhadap higiene sanitasi. Sikap menggambarkan suka tidak suka seseorang terhadap obyek. Sikap seseorang diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau belajar dari pengalaman orang lain. Sikap seseorang terhadap sesuatu akan mendorongnya untuk mendekati atau menjauhi sesuatu. Dalam kaitannya dengan kesehatan, sikap terhadap perilaku hidup sehat dan penjagaan terhadap kebersihan lingkungan akan mendorong seseorang untuk mewujudkan perilaku hidup sehat. Allport ( 1954 ) Menjelaskan dalam penentuan sikap yang utuh ( Total Attitudes ) pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosional menjadi peranan penting dengan pengetahuan untuk penyakit typoid yang meliputi ( penyebab, akibat, pencegahan ) menyebabkan arus untuk berfikir dan berupaya supaya tidak terkena penyakit ini. Sehingga anak mempunyai suatu sikap tertentu terhadap obyek yaitu penyakit typoid ini. Responden yang menderita typoid ( kasus ) mempunyai sikap yang kurang baik sebesar 90,3 % ,hal ini perlu di cermati oleh para orang tua, guru, orang terdekat lain yang menurut L Green disini berperan sebagai faktor pendorong dalam mewujudkan perilaku anak yang lebih baik. Responden yang dalam hal ini anak masih ragu- ragu terhadap sesuatu untuk menjadi lebih baik. Untuk mewujudkan sikap yang lebih baik perlu di
94
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 tambahkan pengalaman-pengalaman yang diberikan secara terus menerus. Dalam penelitian ini sikap mempunyai hubungan secara nyata dengan kejadian typoid. Sikap yang kurang baik terhadap higiene sanitasi mendorong responden ( anak ) untuk tidak melakukan perilaku hidup sehat sehingga akibatnya mudah terjangkit penyakit. Hubungan Praktik Anak Dengan Kejadian Typoid Berdasarkan hasil penelitian responden yang menderita typoid (kasus) mempunyai praktik yang kurang sebesar 80,6 % lebih besar dari pada responden yang tidak menderita typoid (kontrol) mempunyai pengetahuan kurang baik sebesar 38,7 %. Hasil uji statistik memperoleh p value sebesar 0,001 yang lebih kecil dari á = 0,05. Hal ini menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan signifikan antara praktek anak tentang higiene sanitasi dengan kejadian typoid. Hasil pengujian estimasi risiko mendapatkan nilai rasio odds sebesar 6,597 . Hal ini menunjukkan praktik anak yang kurang mempunyai risiko sebesar 6,597 kali dibandingkan praktik anak yang baik. Faktor yang berhubungan dengan terjadinya penyakit typoid salah satunya adalah faktor perilaku manusianya. Pengetahuan yang baik tentang higiene sanitasi akan mendorong untuk mewujudkannya dalam praktik. Pencegahan penyakit dengan melakukan praktik perubahan hidup sehat akan menghindarkan dari terjangkitnya penyakit. Praktik dalam pencegahan hidup bersih dan sehat. Demikian pula praktik yang baik berkaitan dengan penjagaan kebersihan lingkungan akan menciptakan lingkungan yang sehat akan meminimalisir kuman penyakit dapat berkembang dengan cepat. Oleh karena itu praktek yang baik akan mencegah kejadian typoid pada anak. Responden yang menderita typoid (
95
kasus ) mempunyai praktik yang kurang baik sebesar 80,6 % yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah bagaimana caranya supaya anak tersebut bisa menerapkannya dalam perbuatan yang nyata. Seperti dalam teori L Green untuk mewujudkan perilaku yang baik erat kaitannya dengan faktor Reinforcing disini peran orang tua sangat menentukan , orang tua harus banyak memberikan motivasi agar praktik anak berkaitan dengan higiene sanitasi bisa di terapkan. Hasil penelitian dari wawancara dengan responden di Puskesmas Srondol menunjukkan bahwa sebagian besar anak terutama anak sekolah mempunyai perilaku jajan sebesar 66,2 %. Untuk mengurangi perilaku jajan tersebut peran orang tua di sini sangat besar, sebagai orang tua berusaha memberikan motivasi kepada anak agar membawa bekal makanan dari rumah atau membeli makanan yang bersih dan tertutup sehingga kebersihannya terjamin.Sedangkan dari pihak sekolah bisa mementau secara rutin para penjual makanan di lingkungan sekolah.Sejalan dengan para penjual makanan tersebut berkaitan dengan program di Puskesmas yaitu pengawasan kantin di lingkungan sekolah dalam hal ini Puskesmas bisa secara langsung dilibatkan. Untuk menunjang praktik anak yang berhubungan dengan higiene sanitasi, pihak sekolah bisa memperbanyak tempat cuci tangan sehingga mudah di jangkau oleh anak begitu juga dengan tempat pembuangan sampahnya. Pada penelitian ini praktik berhubungan secara nyata dengan kejadian typoid. Anak yang melakukan praktek tidak baik terkait higiene sanitasi mempunyai risiko yang lebih besar terkena kejadian typoid. Hubungan Tingkat Pendidikan Anak Dengan Kejadian Typoid Berdasarkan hasil penelitian responden yang menderita typoid dengan tingkat pendidikan SD sebesar 54,8 % lebih besar
Faktor Risiko Yang Berhubungan... - Aprilia L, MG Catur, Kriswiharsi KS dari pada responden yang tidak menderita typoid (kontrol) dengan tingkat pendidikan SD sebesar 29 %. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,039. Nilai p value yang lebih kecil dari á = 0,05 menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan anak dengan kejadian typoid. Pengujian estimasi risiko memperoleh hasil Odds Rasio sebesar 2,968. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan anak yang rendah mempunyai risiko terhadap kejadian typoid sebesar 2,968 kali di bandingkan pendidikan anak yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan berpikir. Seiring meningkatnya pendidikan maka pengetahuan juga akan meningkat dengan bertambahnya wawasan, baik dari pihak sekolah maupun dari lingkungan pergaulan di sekolah.12) Demikian pula meningkatnya pendidikan akan diiringi dengan meningkatnya kemampuan memahami, menganalisis mengaplikasikan pengetahuan yang diberikan. Kesemuanya itu akan meningkatkan kualitas pengetahuan sehingga diharapkan mampu mendorong terwujudnya perilaku. Dalam kaitannya dengan kesehatan, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin meningkat kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan tentang higiene sanitasi ke dalam perilaku hidup sehat. Oleh karena itu dapat terhindar dari kejadian typoid. Dalam penelitian ini tingkat pendidikan berhubungan dengan kejadian typoid pada anak. Tingkat pendidikan yang lebih rendah mempunyai resiko terkena kejadian typoid lebih besar dibandingkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dari hasil penelitian sejumlah responden di Puskesmas Srondol secara umum sudah memiliki pengetahuan yang baik hanya sebesar 35,5 % yang belum mengerti akan
cara penularan penyakit Typoid. Berhubungan dengan pengetahuan tentang cara penularan tersebut, Pihak sekolah, tokoh masyarakat bisa bekerja sama dengan Instansi Kesehatan dalam hal ini Puskesmas. Puskesmas dengan pihak sekolah selaku lintas sektoral bisa melibatkan Dokter Kecil yang secara rutin telah di berikan pelatihan tentang Kesehatan dengan Puskesmas. Dengan demikian pengetahuan anak semakin lebih baik. SIMPULAN 1. Pengetahuan sebagian anak (51,6%) yang datang dan periksa di Puskesmas Srondol tentang higiene sanitasi baik. 2. Sikap sebagian anak (56,5%) yang datang dan periksa di Puskesmas Srondol terhadap higiene sanitasi masih kurang baik. 3. Praktik sebagian anak (59,7%) yang datang dan periksa di Puskesmas Srondol tentang higiene sanitasi sudah baik. 4. Sebagian anak (58,1%) yang datang dan periksa di Puskesmas Srondol mempunyai tingkat pendidikan SD 5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan anak tentang higiene sanitai dengan kejadian typoid (nilai p value = 0.127) 6. Ada hubungan signifikan antara sikap anak terhadap higiene sanitasi dengan kejadian typoid (nilai p value = 0,002 dengan C = 0.370 dengan kekuatan hubungan cukup) 7. Ada hubungan signifikan antara praktik anak terhadap higiene sanitasi dengan kejadian typoid (nilai p value = 0,001 dengan C = 0.393 dengan kekuatan hubungan cukup) 8. Ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan anak terhadap higiene sanitasi dengan kejadian typoid (nilai p value = 0,039 dengan C = 0.393 dengan kekuatan hubungan lemah)
96
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 9. OR sikap terhadap kejadian typoid = 7,686 OR praktik terhadap kejadian typoid = 6,597 OR tingkat pendidikan terhadap kejadian typoid = 2,968 SARAN 1. Bagi instansi kesehatan (puskesmas dan dinas kesehatan) a. Lebih meningkatkan pengetahuan, sikap, praktik anak berkenaan dengan kejadian typoid. Upaya yang dilakukan bisa dengan memberikan penyuluhan dan memberikan pengalaman baru terutama untuk anak usia sekolah. b. Pelatihan kepada Dokter Kecil tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta penyakit menular, dengan harapan nantinya dokter kecil ini bisa memberikan contoh yang baik untuk teman-temannya. c. Melakukan pengawasan langsung terhadap penjual makanan di sekolah. 2. Bagi masyarakat hendaknya lebih meningkatkan perilaku hidup sehat untuk menghindarkan dari terjangkitnya penyakit typoid. 3. Bagi instansi lintas sektoral (sekolah) a. Di lakukan secara ketat pengawasan makanan yang di jual di lingkungan sekolah. b. Memperbanyak tempat cuci tangan, sehingga dengan demikian anak sekolah sewaktu-waktu bisa melakukan cuci tangan terutama sebelum dan sesudah makan. DAFTAR PUSTAKA Louise B Hawley. Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi. Hipokrates. Jakarta. 2003 dr. Th. Rompengan, DSAK, dr I.R. Lauventz, DSA. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. EEC. Jakarta. 1997
97
Alisyahbana A : Sumartini I, Wiradisurya, Sugiri. Salmonellosis In Infant and Childreen in Bandung. Pediatri. Indonesia. 1970. Seminar Penyakit Menular, Cermin Dunia Kedokteran, No. 45 tahun 1987 Halaman 16 Puskesmas Srondol. Rencana Tingkat Puskesmas. 2008 Jawetz, Melnick dan Adelberg, Mikrobiologi Kedokteran, EEC. Jakarta. 2000 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dalam Kesehatan Anak. Infomedika. Jakarta. 2007 James Chin, MD, MPH, Manual Pemberantasan Penyakit Menular. CV Infomedika. Jakarta. 2000 Ir. C. Totik Sutrisno, Eni Sucrastuti, Technologi Penyediaan Air Bersih. Aneka Cipta. Jakarta. 2004 Purwana, R. Sanitasi didalam Negara Berkembang (Terjemahan), Proyek Pengembangan FKM, Depdikbud RI, 1987 Lawrence Green and Kreuten MW. Health Promotion Planning an Educational and Environment Approach. 2nd Ed. May Field Publishing Company, Mouuntain View. 1991 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pokokpokok Pikiran Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 1991. Lilik. Peningkatan Pengetahuan Sikap Perilaku tentang Penyakit DBD melalui Penyuluhan pada anak SD Katon Sari Demak, Semarang, 2004 Sopeyudisi Dahlan, Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan, PT. Arkans. Jakarta. 2009
Faktor Risiko Yang Berhubungan... - Aprilia L, MG Catur, Kriswiharsi KS Singarimbun Efendi. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta. 1997 Handoko Riwidikdo, S.Kp. Statistik Kesehatan. Mitra Cendekia Pess. Yogyakarta. 2008 Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan seni. Rineka Cipta. Jakarta. 2007 Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta 2008
98