Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB)
Faktor Risiko Terjadinya Persepsi Nyeri pada Prosedur Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) Bagus Baskoro Yusuf, Ponco Birowo, Nur Rasyid Departemen Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Departemen Urologi, Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Abstrak: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy diindikasikan untuk terapi batu ginjal dan ureter dengan ukuran < 20 mm yang saat ini sudah dipergunakan secara luas di seluruh dunia. Komplikasi tersering dari prosedur ini adalah timbulnya persepsi nyeri yang telah diketahui berpengaruh terhadap hasil akhir terapi yaitu fragmentasi batu dan stone free rate. Nyeri yang merupakan suatu persepsi subjektif dapat diukur dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS) sebagai alat bantu yang telah digunakan secara luas untuk mengukur intensitas nyeri pada seseorang. Terdapat beberapa faktor risiko yang diperkirakan berpengaruh terhadap presepsi nyeri pada pasien yang menjalani prosedur ESWL. Beberapa faktor risiko tersebut yaitu: karakteristik alat, pasien, dan batu. Karakteristik alat meliputi jenis alat, frekuensi gelombang kejut yang dihantarkan per menit, dan besar energi yang dinyatakan dalam kilo Volt/kV. Karakteristik pasien berupa jenis kelamin, usia dan indeks massa tubuh, status ansietas pasien. Karakteristik batu yaitu lokasi, ukuran, dan batu dengan proyeksi iga serta stone burden dan komposisi batu yang berpengaruh pada stone free rate, dan berulangnya sesi ESWL. Faktor risiko terjadinya nyeri pada pasien yang akan menjalani sesi ESWL perlu diketahui, agar sebelumnya dapat dipersiapkan kebutuhan analgetik dan sedasi yang tepat sehingga dapat tercapai hasil akhir terapi yang maksimal. J Indon Med Assoc. 2012;62:71-6. Kata kunci: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), persepsi nyeri, batu saluran kemih, analgesik
Korespondensi: Bagus Baskoro Yusuf, Email: bagus
[email protected]
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 2, Februari 2012
71
Faktor Risiko Terjadinya Persepsi Nyeri pada Prosedur Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy
Perception of Pain and Its Risk Factors During ESWL Session Bagus Baskoro Yusuf, Ponco Birowo, Nur Rasyid Division of Urology, Department of Surgery Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Department of Urology Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta
Abstract: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) is indicated for the therapy of kidney and ureteral stone with the size of <20 mm and has been used worldwide. The most frequent complication that comes from this procedure is the perception of pain which has known to have an impact on the outcome therapy whice are stone fragmentation and stone free rate. Perception of pain which is known to be subjective can be measured by Visual Analog Scale (VAS) which is widely used to measured the pain intesity. Some of the risk factors of pain perception in patient who underwent ESWL procedure are noticed in this review and are categorized into device, patient, and stone sharacteristics. Device caracteristics are type of device, shock wave frequency per minute, and the energy level. Patient characteristics include gender, age, body mass index, and an anxiety state of a patient, and stone characteristics includes location and size of the sone, rib’s projection stone, stone burden and also stone composition which influenced to the outcome of therapy and retreatment of ESWL. Knowing the predictive risk factors for pain in patient who underwent ESWL are important in order to prepare the need of analgesia and sedation before the procedure to achieve good outcome of ESWL therapy. J Indon Med Assoc. 2012;62:71-6. Kata kunci: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), Perception of Pain, Urolithiasis, Analgesic
Pendahuluan Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) pertama kali diperkenalkan oleh Chaussy dan kawan-kawan pada Februari 1980 untuk aplikasi pertama kali terhadap manusia.1 Prosedur ini diindikasikan untuk batu dengan ukuran <20 mm dan menghasilkan stone free rate 66-99%.2,3 Hingga saat ini terapi ESWL dapat diterima dengan baik dan telah digunakan secara luas di seluruh dunia untuk batu ginjal dan ureter.1,4 ESWL merupakan suatu prosedur yang non-invasive, walaupun demikian tetap memiliki beberapa efek samping yang mungkin terjadi seperti timbulnya nyeri, hidronefrosis, demam, hingga yang terberat urosepsis.2 Dari beberapa hal tersebut, persepsi nyeri selama prosedur ESWL merupakan suatu efek samping yang sering terjadi.5 Timbulnya nyeri pada pasien yang menjalani suatu prosedur ESWL dapat berpengaruh pada fragmentasi batu dan stone free rate, oleh karena itu kenyamanan pasien selama prosedur dan kerjasama yang baik antara pasien dengan operator selama prosedur sangat penting agar dicapai hasil akhir yang optimal.4,6,7 Persepsi nyeri yang dialami pasien pada saat sesi ESWL merupakan suatu konsep multidimensi yang dipengaruhi oleh kondisi medis seseorang yang bervariasi.8,9 Secara garis 72
besar terdapat beberapa variabel yang telah diketahui sebagai faktor risiko terjadinya nyeri pada pasien yang menjalani ESWL, mencakup karakteristik alat, batu dan pasien.3,5,10 Tujuan pembuatan tulisan ini adalah untuk mengetahui faktor risiko timbulnya persepsi nyeri pada pasien yang akan menjalani prosedur ESWL sehingga pasien dengan faktor risiko dapat diketahui sebelumnya dan dipersiapkan kebutuhan analgetiknya dengan jenis dan jumlah yang sesuai.9,11 Teratasinya nyeri pada pasien yang menjalani ESWL akan meningkatkan angka keberhasilan terapi batu.9 Nyeri Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu persepsi yang diterima seseorang. Persepsi nyeri pada suatu sesi ESWL sangat bersifat multidimensi dan dipengaruhi oleh berbagai macam kondisi medis seperti faktor psikososial dan biologis pasien.8 Nyeri pada prosedur ESWL bukan disebabkan karena kerusakan pada parenkim ginjal, karena parenkim ginjal tidak memiliki reseptor nyeri. Reseptor nyeri terdapat pada kapsul J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 2, Februari 2012
Faktor Risiko Terjadinya Persepsi Nyeri pada Prosedur Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy ginjal, sel tubulus ginjal, dinding pembuluh darah, ureter, pelvis dan kaliks ginjal.1,5 Nyeri yang terjadi pada suatu sesi ESWL diduga terjadi pada saat gelombang kejut yang dihantarkan dari alat mencapai struktur superfisial tubuh dan menyebabkan suatu efek langsung gelombang kejut tersebut yang merangsang reseptor nyeri superfisial di daerah kulit dan otot. Rasa nyeri dapat pula terjadi ketika gelombang kejut mengenai struktur yang lebih dalam seperti periosteal/ tulang iga, saraf subkostal, saraf sciatika dan kapsul ginjal sehingga merangsang reseptor nyeri viseral. Kapsul ginjal akan mengalami peregangan pada daerah yang terkena fokus gelombang kejut kemudian menyebabkan suatu peningkatan tekanan intrapielum, yang keduanya akan menimbulkan suatu persepsi nyeri. Bergeraknya pecahan fragmen batu selama ESWL dan adanya suatu efek gelombang kejut yang langsung mengenai iga ke-12 atau akibat efek resonansi gelombang kejut yang menyebabkan penyebaran ke jaringan sekitar juga diperkirakan berperan pada terjadinya suatu persepsi nyeri selama prosedur ESWL.5,8,12 Terjadinya suatu persepsi nyeri pada seseorang yang menjalani suatu sesi ESWL sangat berpengaruh terhadap hasil akhir terapi. Torrecilla,13 menemukan bahwa sebanyak 10 % sesi ESWL tidak dilanjutkan karena nyeri. Adanya pergerakan pasien yang tidak disengaja sebagai suatu reaksi terhadap nyeri membuat sulit untuk meletakkan fokus pada batu sehingga hasil akhir fragmentasi batu menjadi kurang baik. Hal ini telah dibuktikan pada suatu studi in-vitro13 yang menunjukkan penurunan fragmentasi batu dari 71% ke 38% jika terjadi pergeseran batu dari fokus awal sebanyak 10 mm. Kenyamanan pasien selama prosedur sangat penting untuk dapat mempertahankan fokus awal sehingga dapat tercapai fragmentasi batu dan juga angka bebas batu yang baik. 4,6,7,13 Pengukuran Nyeri Nyeri merupakan suatu persepsi subjektif yang dirasakan seseorang,9 oleh karena itu diperlukan suatu alat bantu yang dapat digunakan untuk mengukur intensitas nyeri seseorang. Alat bantu yang digunakan untuk mengukur intensitas nyeri tersebut harus dapat dilakukan secara sistematis dan mudah digunakan untuk keperluan klinis. Secara garis besar pengukuran nyeri dibagi menjadi dua macam, yaitu pengukuran secara Unidimensi dan Multidimensi. Beberapa pengukuran secara Unidimensi yang paling sering digunakan yaitu Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating Scale (NRS), Visual Analog Scale (VAS), dan Pictorial Scale. Pemilihan pengukuran skala intensitas nyeri bergantung pada usia pasien, kemampuan berkomunikasi, kognisi serta hal-hal lainnya.14 Visual Analog Scale (VAS) Visual Analog Scale (VAS) adalah alat bantu yang paling umum digunakan dalam pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala horizontal sepanjang 10 cm. Pasien diminta untuk membuat tanda pada garis ini lalu garis J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 2, Februari 2012
diukur dan dicatat dalam milimeter atau sentimeter.15-17 Walaupun telah digunakan secara luas untuk pengukuran persepsi nyeri, skala VAS juga memiliki beberapa keterbatasan. DeLoach et al.13 menemukan bahwa pengukuran tunggal skala VAS pada pasien dengan nyeri akut memiliki standar deviasi + 20 mm. Walaupun memiliki beberapa keterbatasan namun VAS atau Numeric rating scale dapat diterima dan digunakan secara luas karena mudah digunakan, campur tangan pihak luar minimal, dan memiliki konsep yang sederhana.18 Berikut adalah beberapa faktor risiko terjadinya persepsi nyeri pada suatu sesi ESWL, antara lain: karakteristik alat, karakteristik batu, dan karakteristik pasien. Karakteristik Alat dan Terapi pada ESWL Jenis alat ESWL yang digunakan memiliki pengaruh terhadap timbulnya persepsi nyeri selama prosedur ESWL.9,19 Alat ESWL telah beberapa kali mengalami regenerasi. Generasi pertama lithotriptor yang diperkenalkan Chaussy untuk digunakan pada manusia yaitu Human Machine (HM1), kemudian digantikan dengan Dornier Human Model 3 (HM 3) yang memiliki apertura yang lebih kecil serta zona fokus yang besar dan masih menggunakan anestesi spinal atau anestesi umum sebagai analgetik. Generasi kedua mulai menggunakan sumber energi elektromagnetik dan piezoelectrik, serta menggunakan gelombang ultrasonik untuk mengetahui lokasi batu sehingga memungkinkan untuk mendeteksi batu radiolusen, sedangkan analgetik yang digunakan adalah analgetik intravena.1,20,21 Generasi ketiga telah mengalami modifikasi lanjut, yaitu pada lithotriptornya digunakan apertura yang lebih besar serta zona fokus yang lebih sempit sehingga didapatkan fokus alat yang lebih baik, dan berkurangnya energi gelombang kejut yang dihantarkan dari generator ESWL. Generasi ketiga juga menggunakan gabungan Ultrasound dan Fluoroscopy sebagai alat bantu pencitraan sehingga memungkinkan untuk mendeteksi lokasi batu secara akurat dan didapatkan suatu prosedur ESWL dengan anestesi yang minimal berupa analgetik intravena, sehingga memungkinkan terapi “out-patient ESWL”. 1,20,22 Walaupun dengan keuntungan tersebut, generasi kedua dan ketiga ESWL juga memiliki kelemahan yaitu stone free rate yang lebih rendah dibandingkan generasi pertama karena zona fokus alat yang lebih kecil.23 Sistem fokus yang dimiliki suatu alat ESWL sangat menentukan hasil akhir terapi yaitu angka bebas batu pascaESWL dan juga terjadinya persepsi nyeri saat prosedur berlangsung. Sumber energi piezoelektrik mempunyai apertura alat yang lebih besar, yaitu 30-50 cm dibandingkan dengan sumber energi lain, sehingga alat ini dapat memberikan terapi dengan nyeri yang minimal dibandingkan alat lainnya.1 Apertura suatu alat berfungsi untuk memfokuskan gelombang kejut yang dihasilkan ke daerah sasaran. Lithotriptor dengan apertura yang lebar, seperti piezoelektrik akan menghasilkan kepadatan energi yang rendah pada area 73
Faktor Risiko Terjadinya Persepsi Nyeri pada Prosedur Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy masuk di kulit. Hal itu disebabkan karena tekanan gelombang kejut yang mengenai kulit akan didistribusikan secara merata ke daerah yang lebih luas, sehingga persepsi nyeri yang dirasakan lebih rendah. Semakin besar zona fokus yang dimiliki suatu alat maka semakin efektif fragmentasi batu, namun zona fokus yang lebih besar akan mengakibatkan lebih banyak energi gelombang kejut yang disebarkan ke jaringan tubuh sekitar.1,8,21 Jumlah gelombang kejut pada suatu sesi ESWL dan besar energi maksimal yang digunakan (kV) diketahui berperan sebagai faktor risiko terjadinya nyeri dan peningkatan kebutuhan analgetik pada suatu sesi ESWL.3,5,8,9 Berdasarkan penelitian lebih lanjut diketahui bahwa frekuensi gelombang kejut per menit selama suatu sesi ESWL secara statistik lebih berperan terhadap timbulnya persepsi nyeri dibandingkan jumlah gelombang kejut keseluruhan yang diterima oleh pasien dalam satu sesi ESWL. Suatu studi menyatakan bahwa prosedur ESWL harus dimulai secara bertahap dengan frekuensi yang rendah, karena dengan cara ini angka kebutuhan analgetik selama tindakan dapat berkurang hingga 80%.5 Beberapa penelitian membandingkan efek yang terjadi pada ginjal dengan pemberian frekuensi gelombang kejut 60x/menit dan 120x/menit. Hasil yang diperoleh adalah pada pemberian gelombang kejut dengan frekuensi lebih rendah didapatkan suatu angka bebas batu yang lebih tinggi dengan kerusakan morfologis yang minimal. Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh efek kumulatif gelombang kejut, semakin besar frekuensi gelombang kejut yang dihantarkan ke tubuh maka semakin besar juga efek kumulatif yang diperoleh.24 Kerusakan akan terjadi pada struktur vaskular dan parenkim ginjal yang menyebabkan perdarahan dan terjadinya hematom subkapsular.3,25,26 Kerusakan yang terjadi pada struktur ginjal bergantung pada densitas energi gelombang kejut yang menyebabkan kerusakan awal pada venula di medulla ginjal (lesi grade 1) yang kemudian diikuti oleh ruptur arteriol pada korteks.1 Terapi tunggal dengan langsung menaikkan energi sebesar 10 kV akan menimbulkan persepsi nyeri yang hebat pada pasien. Rasmussen mendapatkan bahwa terapi yang dimulai dengan menggunakan energi kV yang rendah dengan penambahan perlahan secara bertahap membuat pasien dapat menoleransi nyeri dengan baik. Hal ini dapat diartikan bahwa suatu rangsangan nyeri akan meningkat seiring dengan jumlah energi yang dihantarkan.3,11 Karakteristik Pasien Beberapa studi sebelumnya telah mengindentifikasi jenis kelamin, usia pasien, dan indeks massa tubuh (IMT) sebagai suatu faktor risiko yang berperan terhadap persepsi nyeri.3,8,9 Pada penelitian yang dilakukan oleh Pearle27 dinyatakan bahwa terdapat variasi yang sangat subjektif terhadap persepsi nyeri yang dialami seseorang dan secara umum pasien dengan usia yang lebih tua memiliki toleransi 74
yang baik terhadap nyeri.4,27 Pasien wanita juga diketahui memiliki toleransi yang buruk terhadap nyeri.3,8,9 Torrecilla et al,13 menyatakan adanya hubungan antara densitas energi gelombang kejut dengan titik masuknya pada kulit. Semakin kecil titik masuk gelombang kejut di kulit yang disebabkan oleh masa otot yang kecil seperti pada wanita, atau pada pasien dengan IMT rendah, akan meningkatkan kerapatan gelombang kejut pada titik masuknya di kulit yang kemudian menyebabkan peningkatan intensitas nyeri pada pasien.4,8 Suatu studi yang dilakukan oleh Torrecila et al.13 menyatakan bahwa persepsi nyeri akan meningkat sesuai dengan tingkat kecemasan seseorang, oleh karena itu pemberian obat-obatan analgetik dan sedatif pada pasien dengan status kecemasan yang tinggi bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas terapi.3,28 Skrining kecemasan dan depresi pada pasien perlu dilakukan untuk mengetahui status kecemasan pasien sebelum menjalani prosedur. Vergnolles et al. mengukur tingkat kecemasan dan depresi pada pasien sebelum menjalani prosedur ESWL menggunakan Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) dengan rentang nilai 0 sampai 21. Suatu review oleh Bjelland et al.29 mengenai validitas HADS, menyimpulkan bahwa HADS memiliki case finding ability yaitu dapat digunakan dengan baik untuk menilai kecemasan pada seseorang dan derajatnya pada seseorang dengan kelainan somatik, psikiatrik dan pada populasi umum, kuesioner ini juga mudah digunakan pada praktek klinis sehari-hari. Karakteristik Batu Karakteristik batu berupa lokasi, ukuran, batu dengan proyeksi iga, yaitu lokasi batu dekat dengan iga saat fluoroskopi, diperkirakan sebagai faktor risiko yang bermakna terhadap terjadinya suatu persepsi nyeri dan meningkatnya konsumsi analgetik pada pasien yang menjalani ESWL.3,8,9,24 Lokasi batu juga menentukan faktor risiko terjadinya nyeri pada pasien yang akan menjalani prosedur ESWL. Gelombang kejut yang mengenai batu ginjal telah diketahui menimbulkan nyeri yang lebih hebat dibandingkan dengan batu ureter, sehingga pada kasus batu ginjal terjadi peningkatan kebutuhan konsumsi analgetik dibandingkan dengan batu ureter. Pada batu ginjal terjadi kerusakan struktur pembuluh darah dan absorbsi gelombang kejut pada struktur dalam parenkim ginjal seperti pembuluh darah, pelvis dan kaliks ginjal yang dapat menimbulkan suatu rangsangan nyeri viseral. Batu dengan proyeksi iga mendapatkan hasil yang lebih bermakna sebagai faktor risiko terjadinya nyeri yang berkaitan dengan lokasi batu. Hal itu disebabkan karena adanya efek resonansi gelombang kejut yang mengenai iga ke-12.3,5 Konsumsi analgetik akan meningkat pada terapi batu ginjal dengan ukuran kecil, karena proporsi energi akan diabsorbsi lebih banyak oleh jaringan lunak sekitar batu, sedangkan pada batu ginjal dengan ukuran yang lebih besar energi gelombang kejut akan terfokus dan lebih banyak terabsorbsi oleh batu ginjal tersebut.8,24 J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 2, Februari 2012
Faktor Risiko Terjadinya Persepsi Nyeri pada Prosedur Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy Telah diketahui dari studi sebelumnya yang dilakukan oleh Tokgöz dan Rasmussen 9 bahwa terdapat suatu hubungan yang signifikan secara statistik antara jumlah sesi ESWL yang telah diterima pasien sebelumnya dengan persepsi nyeri yang dialami pasien pada saat akan dilakukan ESWL.3,9 Pada pasien yang sudah pernah menjalani sesi ESWL sebelumnya cenderung memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi, sehingga persepsi nyeri yang diterima pasien lebih besar. Secara umum stone burden yaitu jumlah dan ukuran batu, komposisi batu serta lokasi batu merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan terapi ESWL, stone free rate dan perlunya terapi ulang atau bertambahnya jumlah sesi ESWL. Hal-hal tersebut secara tidak langsung berhubungan dengan terjadinya persepsi nyeri yang dialami pasien.23,30 Stone burden yang semakin besar, akan menurunkan stone free rate, berulangnya sesi ESWL, dan meningkatkan kebutuhan terapi tambahan. Lingeman et al31 melaporkan, berdasarkan ukurannya, batu Cystine dan Brushite adalah jenis yang paling resisten terhadap fragmentasi diikuti oleh batu stuvite, calcium oxalate dihydrate, dan batu asam urat secara berurutan. Komposisi batu tidak hanya berpengaruh terhadap fragmentasi, tetapi juga terhadap bentuk dan tipe fragmentasi yang dihasilkan. Batu cystine dan calcium oxalate monohydrate, selain sulit untuk di fragmentasi juga memiliki kecenderungan terfragmentasi dalam ukuran yang besar.23,30,31 Analgetik saat ESWL Pemberian obat-obatan analgetik dan sedatif juga berpengaruh terhadap terjadinya persepsi nyeri pada pasien selama sesi ESWL. Analgetik yang ideal harus mempunyai kualitas yang baik, efek samping dan kebutuhan dosis minimal, cost effective, serta waktu pulih yang cepat.7,22 Saat ini berbagai macam analgetik termasuk opioid antara lain: morphine, pethidine, dan fentanyl. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs di antaranya dillofenak, propofol, ketorolak, dan piroksikam, serta obat anestesi lokal dan beberapa kombinasi obat telah digunakan sebagai analgetik selama ESWL dengan menggunakan teknik yang beragam, yaitu anestesi umum, anestesi regional, injeksi subkutan dan intravena, patient-controlled analgesia, dan monitored anesthesia care. Pemberian krim kulit seperti eutectic mixture of local anesthesia (EMLA) yang digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan NSAID oral juga telah digunakan untuk menurunkan kebutuhan analgetik pasien.7 Banyak studi telah membandingkan berbagai analgetik dan teknik pemberiannya selama ESWL, namun hingga saat ini belum ada protokol baku yang telah ditetapkan untuk tatalaksana nyeri selama ESWL. Pemberian terapi untuk mengatasi nyeri biasanya ditentukan oleh seorang ahli urologi berdasarkan pengalaman pribadi masing-masing dan sering kali terjadi uji coba pemberian analgetik pada pasien.7,32 Beberapa studi juga telah mencoba pemberian analgetik J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 2, Februari 2012
dengan menggunakan akupunktur yang secara teoritis dapat meningkatkan beberapa tipe betaendorfin, serotonin dan norepinefrin.33 Penelitian di RSCM yang membandingkan tramadol 37,5 mg/parasetamol 325 mg oral dan ketoprofen suppositoria 200 mg, ternyata memiliki efikasi dan tingkat keamanan yang sama dalam tata laksana nyeri pada prosedur ESWL.34 Ringkasan Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy saat ini digunakan untuk terapi non-invasive batu ginjal dan ureter dengan ukuran <20 mm. ESWL menawarkan terapi rawat jalan dan sudah dipergunakan secara luas di seluruh dunia. Nyeri yang terjadi pada saat prosedur ESWL merupakan komplikasi yang sering terjadi dan mempengaruhi hasil akhir terapi. Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri, antara lain: karakteristik pasien, karakteristik alat dan karakteristik batu. Dengan diketahuinya faktor risiko yang dimiliki oleh pasien sebelum menjalani sesi ESWL diharapkan operator dapat mempersiapkan teknik ESWL, kebutuhan dosis, dan jenis analgetik, yang tepat untuk setiap pasien, sehingga dapat tercapai suatu sesi ESWL yang bebas nyeri dengan angka bebas batu dan fragmentasi batu yang baik. Daftar Pustaka 1.
Rassweiler JJ, Tailly GG, Chaussy C. Progress in lithotriptor technology. EAU Update Series 2005;3:17-36. 2. Turk C, Knoll T, Petrik A, Sarica K, Seitz C, Straub M, et al. Active removal of stones in the kidney in EAU guideline on urolithiasis. European Association of Urology. Updated March 2010. p. 25-53. 3. Vergnolles M, Wallerand H, Gadrat F, Maurice-Tison S, Deti E, Ballanger P, et al. Predictive risk factors for pain during extracorporeal shockwave lithotripsy. J Endourol. 2009;23(12): 20217. 4. Ng CF, Thompson T, Tolley D. Characteristics and treatment outcome of patients requiring additional intravenous analgesia during extracorporeal shockwave lithotripsy with Dornier Compact Delta Lithotriptor. Int Urol Nephrol. 2007;39(3):731-5. 5. Salinas AS, Lorenzo RJ, Segura M, Calero MR, Hernandez MI, Martinez MM, et al. Factors determining analgesic and sedative drug requirements during extracorporeal shock wave lithotripsy. Urol Int. 1999;63(2):92-101. 6. Issa MM, El GR, McNamara DE, Segall S. Analgesia during extracorporeal shock wave lithotripsy using the Medstone STS lithotriptor: a randomized prospective study. Urology. 1999; 54(4):625-8. 7. Gupta NP, Kumar A. Analgesia for pain control during extracorporeal shock wave lithotripsy: current status. Indian J Urol. 2008;24(2):155-8. 8. Berwin JT, El-Husseiny T, Papatsoris AG, Hajdinjak T, Masood J, Buchholz N. Pain in extracorporeal shock wave lithotripsy. Urol Res. 2009;37(2):51-3. 9. Tokgoz H, Hanci V, Turksoy O, Erol B, Akduman B, Mungan NA. Pain perception during shock wave lithotripsy: does it correlate with patient and stone characteristics? J Chin Med Assoc. 2010;73(9):477-82. 10. Chaussy C, Bergsdorf T, Thueroff S. Pain during ESWL are there any parameters to predict the quantity of analgetic requirement?
75
Faktor Risiko Terjadinya Persepsi Nyeri pada Prosedur Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy Eur Urol Suppl. 2008;7(3):80. 11. Rasmussen YH, Dahl C. Analgesic requirements for ESWL treatment. A double blind study. Scand J Urol Nephrol.1994;28(3):2257. 12. Weber A, Koehrmann KU, Denig N, Michel MS, Alken P. What are the parameters for predictive selection of patients requiring anesthesia for extracorporeal shockwave lithotripsy? Eur Urol.1998;34(2):85-92. 13. Torrecilla OC, Rodriguez BLL, Diaz VF, Gonzalez SC, Marco PLM, Trilla HE, et al. Extracorporeal shock-wave lithotripsy: anxiety and pain perception. Actas Urol Esp. 2000;24(2):163-8. 14. American Medical Assosiation. Pathophysiology of pain and pain asessment. [serial on the Internet]. 2010. 15. Myles PS, Troedel S, Boquest M, Reeves M. The pain visual analog scale: is it linear or nonlinear? Anesth Analg.1999;89(6): 1517-20. 16. Langley GB, Sheppeard H. The visual analogue scale: its use in pain measurement. Rheumatol Int.1985;5(4):145-8. 17. Johnson C. Measuring pain. Visual Analog Scale versus Numeric Pain Scale: what is the difference? J Chiropr Med. 2005;4(1):434. 18. Aubrun F, Valade N, Coriat P, Riou B. Predictive factors of severe postoperative pain in the postanesthesia care unit. Anesth Analg. 2008;106(5):1535-41. 19. De Sio M, Autorino R, Quarto G, Mordente S, Giugliano F, Di Giacomo F, et al. A new transportable shock-wave lithotripsy machine for managing urinary stones: a single-centre experience with a dual-focus lithotripter. BJU Int. 2007;100(5):1137-41. 20. Auge BK, Preminger GM. Update on shockwave lithotripsy technology. Curr Opin Urol.2002;12(4):287-90. 21. Chow GK, Streem SB. Extracorporeal lithotripsy. Update on technology. Urol Clin North Am. 2000;27(2):315-22. 22. Basar H, Yilmaz E, Ozcan S, Buyukkocak U, Sari F, Apan A, et al. Four analgesic techniques for shockwave lithotripsy: eutectic mixture local anesthetic is a good alternative. J Endourol. 2003;17(1):3-6. 23. Madaan S, Joyce AD. Limitations of extracorporeal shock wave lithotripsy. Curr Opin Urol. 2007;17(2):109-13.
76
24. Tailly GG, Marcelo JB, Schneider IA, Byttebier G, Daems K. Patient-controlled analgesia during SWL treatments. J Endourol. 2001;15(5):465-71. 25. Pace KT, Ghiculete D, Harju M, Honey RJ. Shock wave lithotripsy at 60 or 120 shocks per minute: a randomized, double-blind trial. J Urol. 2005;174(2):595-9. 26. Connors BA, Evan AP, Blomgren PM, Handa RK, Willis LR, Gao S, et al. Extracorporeal shockwave lithotripsy at 60 shock waves/ min reduces renal injury in a porcine model. BJU Int. 2009; 104(7):1004-8. 27. Pearle MS. Does patient age affect the stone-free rate in patients with urinary calculi treated with extracorporeal SWL? Nat Clin Pract Urol. 2008;5(2):76-7. 28. Bjelland I, Dahl AA, Haug TT, Neckelmann D. The validity of the Hospital Anxiety and Depression Scale. An updated literature review. J Psychosom Res. 2002;52(2):69-77. 29. Herrmann C. International experiences with the Hospital Anxiety and Depression Scale-a review of validation data and clinical results. J Psychosom Res. 1997;42(1):17-41. 30. Lingeman JE, Matlaga BR, Evan AP. Surgical management of upper urinary tract calculi. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell-Walsh urology. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. p. 1431-507. 31. Lingeman J, Kahnoski R, Mardis H, Goldfarb DS, Grasso M, Lacy S, et al. Divergence between stone composition and urine supersaturation: clinical and laboratory implications. J Urol. 1999; 161(4):1077-81. 32. Parkin J, Keeley FF, Timoney AG. Analgesia for shock wave lithotripsy. J Urol. 2002;167(4):1613-5. 33. Agah M, Falihi A. The efficacy of acupuncture in extracorporeal shock wave lithotripsy. Urol J. 2004;1(3):195-9. 34. Utomo N, Birowo P, Rasyid N, Taher A. Perbandingan antara kombinasi Tramadol/Parasetamol Oral dengan Ketoprofen Suppositoria sebagai analgetika pada prosedur Extracorporeal shockwave lithotripy (ESWL) [thesis]. Jakarta; 2010. FS/YDB
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 2, Februari 2012