Faktor Risiko Kecelakaan ... - Tiara Fani, Supriyono A
FAKTOR RISIKO KECELAKAAN AKIBAT KERJA PADA OPERATOR MESIN SINGLE LINE DEPARTEMEN PENGEMASAN PT. ULAM TIBA HALIM SEMARANG 2010
Tiara Fani *, Supriyono Asfawi ** *) Alumni progdi S1 Kesh. Masy. Fakultas Kesehatan UDINUS **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Jl Nakula I No 5-11 Semarang Email :
[email protected]
ABSTRACT Background : The working accident is an unexpected event and unpredictable. The working accident may result in productivity of company, for disruption of work activities, whether employees who have an accident or not. The purpose of this study is to describe and analyze the factors of age, gender, work experience, knowledge, work shift, and the rules relating to workplace accidents due to work on a single machine line operator Packaging Department PT. Ulam Tiba Halim, Semarang. The number of working accidents in the single engine line operator in PT. Ulam Tiba Halim, who recorded 13 cases, the data is taken from accidents report which causing severe injury (medical need) to the employees. Methods : The type of this research is descriptive analytic which using Cross Sectional Study methods. The number of the sample is 118 employees of PT Ulam Tiba Halim, who works as a single line machine operator Packaging Depatemen. The sample is taken by simple random sampling. The Statistic tests performed by using chi-square test with alpha = 5%. Results : 1) there is a relation between age with working accident, p-value=0,016 (RP: 2.8 ; 95% CI 1.195-6.739). 2) there a relationship between sex with working accident, p-value=0,016 (RP: 4.5 ; 95% CI 1.221-17.210). 3) there is no relationship between working experience with working accident, p-value=0,144. 4) there is a relationship between knowledge with working accident, p-value=0,000 (RP: 5.2 ; 95% CI 2.389-11.538). 5) there is a relationship between working shift with working accident, p-value=0,003 (RP : 3 ; 95% CI 1.442-6.477). 6) there is a relationship between workshop design with working accident, p-value=0,000 (RP : 9.2 ; 95% CI 3.931-21.627 ). The recommedation for the company is they should arrange their workshop desing, dividing job as employee’s condition, and record the working accident started from heavy accident nearmiss Keywords: risk factors, working accidents, single-line machine operator
118
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 PENDAHULUAN Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja khususnya di lingkungan industri. Menurut International Labour Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian akibat penyakit akibat hubungan pekerjaan. Data dari Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menunjukkan bahwa kecenderungan kejadian kecelakaan kerja meningkat dari tahun ke tahun yaitu 82.456 kasus di tahun 1999 meningkat menjadi 98.905 kasus di tahun 2000 dan naik lagi mencapai 104.774 kasus pada tahun 2001. Dari kasus-kasus kecelakaan kerja 9,5% diantaranya (5.476 tenaga kerja) mendapat cacat permanen. Ini berarti setiap hari kerja ada 39 orang pekerja yang mendapat cacat baru atau rata-rata 17 orang meninggal karena kecelakaan kerja. Kecelakaan industri secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe condistions). Beberapa hasil penelitian menunjukkkan bahwa faktor manusia memegang peranan penting timbulnya kecelakaan kerja. Hasil penelitian menyatakan bahwa 80%-85% kecelakaan kerja disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan faktor manusia. PT. ULAM TIBA HALIM adalah suatu perusahaan perseroan terbatas yang bergerak dalam bidang produksi minuman segar berbentuk serbuk. Dalam dua tahun terakhir (Januari 2008- September2009), kejadian kecelakaan yang terjadi dalam 2 tahun terkahir adalah 29 kasus. Dimana 13 kasus diantaranya terjadi pada karyawan operator mesin single line saat mengoperasikan mesin. Kasus kecelakaan yang terjadi pada operator pada tahun 2008 (januari-desember)
119
adalah 8 kasus dan pada tahun 2009 (januariSeptember) sudah terjadi 7 kasus kecelakaan kerja pada operator di Departemen pengemasan yang terdiri dari 2 unit lokasi antara lain Unit Pengemasan 1 yang terdiri dari 5 ruang mesin single line (masingmasing ruangan terdiri dari 21 unit mesin) dan Unit Pengemasan 2 yang terdiri dari 3 ruangan mesin single line dengan jumlah operator mesin single line yang bekerja dari seluruh shift yaitu 166 karyawan. Kasus kecelakaan yang terjadi antara lain jari tangan terpotong bagian seal, cutter, dan timbangan yang pada prosesnya perlu diperhatikan dengan baik oleh operator. Data kecelakaan kerja tersebut merupakan data kecelakaan kerja yang menyebabkan luka parah pada pekerja ( luka yang memerlukan perawatan medis) seperti jari terpotong, sedangkan kecelakaan kerja ringan pada pekerja seperti tersandung, terkena (tergores) bagian seal dan cutter mesin atau kecelakaan yang menimbulkan luka ringan yang dapat diobati langsung melalui fasilitas kotak P3K yang disediakan tidak tercatat. Pada proses kerjanya operator menangani dua atau tiga mesin sekaligus, mulai dari tahap membersihkan mesin sebelum dioperasikan, mengatur suhu, kecepatan dan takaran mesin, dan memotong etiket. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat beban kerja yang diterima oleh operator perempuan cukup besar, jika dilihat dari segi kemampuan fisik. Pada 2 kasus kejadian kecelakaan kerja terakhir yang terjadi pada operator pada tahun 2009, dialami operator dengan masa kerja yang lebih lama dibanding operator baru yang masih berstatus KKWT (karyawan kontrak waktu tertentu). Operator bekerja dalam 3 shift kerja ( pagi, siang, malam) dengan sistem rolling setiap 1 minggu sekali, setiap bagian shift operator bekerja selama 8 jam kerja dengan waktu istirahat 45 menit. Dalam setiap ruangan kerja operator mesin single line terdapat mesin single line, keranjang,
Faktor Risiko Kecelakaan ... - Tiara Fani, Supriyono A drum bahan olahan, dan etiket. Dimana pada setiap proses produksi berlangsung pada ruangan kerja operator mesin single line juga terdapat aktivitas pekerja lain seperti filler (pengisi bahan olahan pada tiap mesin) dan petugas langsir (bertugas menyediakan keranjang kosong untuk produk yang telah disachet oleh operator dan membawa keranjang produk sachet yang sudah terisi penuh kepada pekerja packer). Sehingga tata tempat kerja dapat berpengaruh terhadap efektivitas proses produksi yang terdapat pada ruang kerja operator mesin single line. Kejadian kecelakaan kerja yang terjadi biasanya akibat kelalaian dari operator yang tidak menaati proses pengoperasian mesin, seperti membersihkan bagian seal, cutter, dan timbangan pada mesin tanpa mematikan mesin terlebih dahulu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya kecelakaan akibat kerja pada Operator mesin single line Departemen Pengemasan PT. Ulam Tiba Halim Semarang 2010. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kuantitatif dan metode survey dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan accidental sampling, sampelnya adalah 118 Operator mesin single line PT.Ulam Tiba Halim dari total populasi 166 Operator. Data primer yang diperoleh berupa : hasil pembagian angket dengan responden menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner dan observasi pada ruang kerja responden dengan menggunakan lembar observasi check list tata tempat kerja. Data primer di peroleh untuk mengetahui informasi tentang karakteristik responden dan berbagai hal yang berkaitan dengan kejadian kecelakaan kerja atau nyaris kecelakaan yang dialami oleh. Data ini meliputi data karakteristik Operator sebagai responden
meliputi : umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin. Sedangkan data variabel yang diteliti tersebut adalah umur, jenis kelamin, pengalaman kerja, pengetahuan, shift kerja, dan tata tempat kerja. Untuk data variabel terikat yaitu dan kejadian kecelakaan kerja. Data sekunder meliputi : Data dari laporan kejadian kecelakaan kerja memerlukan perawatan medis, dan jumlah Operator mesin single line pada Unit produksi 1 dan unit produksi 2 PT.Ulam Tiba Halim Semarang. HASIL PENELITIAN Operator mesin single adalah salah satu bagian karyawan unit produksi yang bekerja pada bagian unit pengemasan yang bertugas untuk mengoperasikan mesin single line pada proses pengemasan primer. Prosedur kerja operator mesin single line antara lain dimulai dengan proses membersihkan bagian-bagian mesin (corong kecil, corong besar, dan cutter) dengan melepaskan semua perlengkapan mesin, kemudian dibersihkan dengan menggunakan lap kering hingga bersih, setelah bagian-bagian mesin yang dilepas selesai dibersihkan, bagian-bagian tersebut dipasang kembali pada mesin. Selanjutnya bagian cutter diberi pelumas, pemasangan etiket (lembaran bahan awal sachet yang berbentuk gulungan) pada bagian roll pemutar etiket mesin yang ada di bagian atas depan mesin. Memastikan bagian mesin sudah terpasang dengan benar dan kencang (tidak mudah lepas). Mengatur suhu seal kemudian mesin dinyalakan beberapa saat untuk melihat hasil setting awal. Setelah mesin sudah siap bahan olahan dimasukkan ke corong besar pada bagian atas mesin dan mengatur takaran bahan pada bagian piringan mesin, untuk mengatur jumlah takaran bahan yang akan dimasukkan dalam sachet. Mesin siap dioperasikan dan memeriksa hasil produk sudah sesuai atau belum, apabila sudah sesuai takaran maupun kondisi sachet mesin tetap dioperasikan. Uraian tersebut
120
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 merupakan tugas awal dari operator mesin single line. Setelah mesin beroperasi dengan benar selanjutnya operator bertugas memotong etiket yang sudah berbentuk sachet secara manual menjadi 10 sachet tiap baris yang dipotong. Etiket yang telah dipotong kemudian dimasukkan ke dalam keranjang produk hasil olahan pengemasan primer. Hasil penelitian yang diperoleh dari pembagian angket terhadap 118 responden di Unit Produksi 1 dan 2 didapatkan bahwa sebagian besar responden berumur < 30 tahun (73.7%), dan sebagian besar adalah perempuan (87,3%). Latar belakang pendidikan terakhir responden sebagian besar adalah tamat dari
SMA sebanyak 72%. Sebagian besar responden tergolong dalam kategori pengalaman kerja cukup ( skor pengalaman kerja > 6 ) yaitu sebanyak 70 orang responden atau 59.3 %.Tingkat pengetahuan 62 responden (52.5%) tergolong kategori pengetahuan kurang ( skor pengetahuan responden < 21). Sebagian besar responden mengalami kejadian kecelakaan kerja atau nyaris kecelakaan pada saat bekerja di Shift malam yaitu sebanyak 61 responden atau 51,7%. Sebagian besar responden bekerja pada kondisi tata tempat kerja yang tergolong dalam kategori tempat kerja tidak sesuai ( skor kondisi tata tempat kerja < 5) yaitu sebanyak 66 responden atau 55.9 %. Dari hasil jawaban responden mengenai
Tabel 1. Hasil Analisis Deskriptif Frekuensi Kejadian Nyaris Kecelakaan maupun Kecelakaan Kerja pada Operator Mesin Single line Departemen Pengemasan PT. Ulam Tiba Halim Distribusi Frekuensi Jumlah % 58 49.2 60 50.8 118 100
Frekuensi Kejadian Sering (setiap hari) Jarang (< 3 kali seminggu) Total Sumber : Data Primer Tahun 2010
Tabel 2. Hasil Analisis usia dengan frekuensi kejadian kecelakaan akibat kerja Frekuensi Kejadian Sering Jarang Σ % Σ % 21 67.7 10 32.3 37 42.5 50 57.6
Usia > 30 tahun Responden ≤ 30 tahun Sumber : Data Primer Tahun 2010 Pvalue = 0,016 < 0,05 ( Ho ditolak) RP = 2.838 ( 95% CI 1.195-6.739)
Total Σ 31 87
% 100 100
Tabel 3. Hasil Analisis bivariat jenis kelamin dengan kejadian kecelakaan akibat kerja Frekuensi Kejadian Sering Jarang Σ % Σ % Jenis Perempuan 55 53.3 48 46.6 Kelamin Laki-laki 3 20 12 80 Sumber : Data Primer Tahun 2010 Pvalue = 0,016 < 0,05 ( Ho ditolak) RP = 4.583 ( 95% CI 1.221-17.210)
121
Total Σ 103 15
% 100 100
Faktor Risiko Kecelakaan ... - Tiara Fani, Supriyono A frekuensi kejadian nyaris kecelakaan maupun kecelakaan akibat kerja dapat diketahui bahwa 49,2 % responden sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan pada saat bekerja. Penggolonggan kategori frekuensi kejadian nyaris kecelakaan maupun kecelakaan akibat kerja sebagai berikut :
1) Sering : Kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan yang dialami responden setiap hari (tidak terhitung) dalam 3 bulan terakhir. 2) Jarang : Kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan yang dialami responden < 3 kali seminggu dalam 3 bulan terakhir.
Tabel 4. Hasil Analisis bivariat pengalaman kerja dengan kejadian kecelakaan akibat kerja
Tabel 5. Hasil Analisis bivariat pengetahuan dengan kejadian kecelakaan akibat
Tabel 6. Hasil Analisis bivariat shift kerja dengan kejadian kecelakaan akibat kerja
Tabel 7. Hasil Analisis bivariat tata tempat kerja dengan kejadian kecelakaan akibat kerja
122
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa 67,7 % responden yang usianya < 30 tahun lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja, dibandingkan dengan responden yang berusia < 30 tahun yang hanya 42,5 %. Berdasarkan hasil p value yang diperoleh yaitu 0,016 < 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia dengan frekuensi kejadian kecelakaan kerja. Golongan usia yang berisiko mengalami kejadian kecelakaan kerja yaitu usia > 30 tahun dengan risiko 2.8 kali lebih banyak dibandingkan golongan usia < 30 tahun. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa 53.3 % responden yang perempuan lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja , dibandingkan dengan responden laki-laki yaitu 20 %. Berdasarkan hasil p value yang diperoleh yaitu 0,016 < 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan frekuensi kejadian kecelakaan kerja. Jenis kelamin responden yang berisiko mengalami kejadian kecelakaan kerja adalah responden perempuan dengan tingkat risiko 4.58 kali lebih banyak dari responden laki-laki. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa 56,6 % responden yang tergolong dalam kategori pengalaman kerja cukup lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja , dibandingkan dengan responden yang tergolong dalam kategori pengalaman kerja kurang yaitu 43.3 % responden. Berdasarkan hasil p value yang diperoleh yaitu 0,144 > 0,05 sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan frekuensi kejadian kecelakaan kerja. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa 67.7 % responden yang
123
berpengetahuan kurang lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja, dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan cukup yaitu 28.6 %. Berdasarkan hasil p value yang diperoleh yaitu 0,000 < 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, hal tersebut menujukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan frekuensi kejadian kecelakaan kerja. Golongan tingkat pengetahuan responden yang berisiko mengalami kejadian kecelakaan kerja adalah responden yang tergolong dalam kategori tingkat pengetahuan kurang dengan tingkat risiko 5.25 kali lebih banyak dari kejadian nyaris kecelakaan/ kecelakaan kerja yang dialami oleh responden dengan tingkat pengetahuan cukup. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa 62.3 % responden lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja pada saat bekerja di shift malam, dibandingkan dengan responden yang mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja pada saat bekerja di shift pagi dan siang yaitu 35 %. Berdasarkan hasil p value yang diperoleh yaitu 0,003 < 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara shift kerja dengan frekuensi kejadian kecelakaan kerja. Shift kerja responden yang berisiko untuk mengalami kejadian kecelakaan kerja adalah shift malam dengan tingkat risiko 3 kali lebih banyak dari kejadian nyaris kecelakaan/ kecelakaan kerja pada shift pagi dan siang. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa 71.2 % responden yang bekerja pada kondisi tata tempat kerja yang tidak sesuai lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja , dibandingkan dengan responden yang bekerja pada kondisi tata tempat kerja yang sesuai yaitu 21.2 %. Berdasarkan hasil p value yang diperoleh
Faktor Risiko Kecelakaan ... - Tiara Fani, Supriyono A yaitu 0,000 < 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara tata tempat kerja dengan frekuensi kejadian kecelakaan kerja. Kondisi tata tempat kerja responden yang berisiko terjadinya kejadian kecelakaan kerja adalah kondisi tata tempat kerja responden yang tergolong tidak sesuai dengan tingkat risiko 9 kali lebih banyak dibanding kejadian nyaris kecelakaan/kecelakaan kerja pada kondisi tata tempat kerja yang sesuai. PEMBAHASAN Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Operator Mesin Single Line Kejadian kecelakaan kerja yang paling banyak dialami oleh responden adalah terkena bagian mesin yang panas (seal) yaitu sebanyak 115 responden (97,5%), kejadian tersebut banyak terjadi pada responden dikarenakan pada setiap proses produksi, salah satu tugas pekerjaan operator mesin adalah memotong sachet produk secara manual dan memeriksa apakah ada kebocoran atau kesalahan penempelan bagian sachet pada mesin saat dipotong oleh operator. Ketika terjadi kebocoran atau kesalahan, maka operator akan langsung memeriksa bagian seal mesin (berfungsi menempelkan sachet dengan suhu 165oC untuk seal vertical dan 195oC untuk seal horisontal). Apabila operator tidak berhati-hati maka tangan akan terkena bagian seal mesin yang masih panas meskipun mesin sudah dimatikan sesaat. Kejadian-kejadian kecelakaan kerja tersebut menimbulkan cedera atau luka pada sebagian besar responden (83,1%). Sifat luka yang dialami sebagian besar responden merupakan luka-luka ringan yang dapat diobati sendiri oleh responden melalui obat-obatan yang tersedia pada kotak P3K di Unit kerjanya. Sifat luka tersebut antara lain luka melepuh ringan den, luka sayat/iris, nyeri, memar/bengkak. Sedangkan cedera atau
luka cukup berat (diobati melaui perawatan medis di Rumah Sakit atau Poliklinik rujukan) yang dialami responden adalah cedera amputasi karena jari terpotong, dan luka sobek. Menurut beberapa catatan penyebab cedera atau luka yang memerlukan perawatan medis di RS yang dialami oleh Operator biasanya karena jari tangan terjepit pada bagian piringan mesin dan cutter pada saat Operator sedang memeriksa kondisi bagian mesin tersebut saat mesin masih beroperasi. Bagian-bagian tubuh sebagian besar responden yang pernah mendapat cedera atau luka akibat kerja adalah tangan yaitu sebanyak 81,4% responden. Tangan sering mengalami cedera atau luka karena jenis pekerjaan yang dilakukan oleh operator mesin single line lebih banyak membutuhkan keaktifan kerja tangan seperti untuk memotong etiket produk sachet, memeriksa bagian-bagian mesin secara rutin pada bagian mesin yang cukup berisiko (cutter, seal, piringan). Hubungan Antara Usia Dengan Kejadian Kecelakaan Akibat Kerja Berdasarkan hasil analisis deskriptif dapat diketahui bahwa sebagian besar karyawan operator mesin single line yang bekerja di PT. Ulam Tiba Halim berusia d” 30 tahun yaitu sebanyak 87 responden atau 73,7 %. Setelah dilakukan uji bivariat dengan menggunakan uji chi square dapat diketahui bahwa 67,7 % responden yang usianya >30 tahun lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja , dibandingkan dengan responden yang berusia < 30 tahun yaitu 42,5 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa karyawan Operator mesin yang berusia > 30 tahun lebih sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan / kecelakaan kerja dibanding karyawan yang berusia < 30 tahun. Hasil uji hubungan yang diperoleh memiliki tingkat signifikansi (Pvalue) < 0.05 (p = 0,016)
124
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 yang berarti bahwa Ho ditolak sehingga ada hubungan antara usia dengan kejadian kecelakaan akibat kerja. Pekerja yang berusia > 30 tahun berisiko mengalami kejadian nyaris kecelakaan/ kecelakaan kerja sebanyak 2.8 kali lebih banyak dibanding kejadian nyaris kecelakaan / kecelkaan kerja yang dialami pekerja yang berusia < 30 tahun. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Kejadian Kecelakaan Akibat Kerja Hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu 87,3% (103 responden) dari total jumlah responden yang diteliti. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa 53.3 % responden yang perempuan lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja , dibandingkan dengan responden laki-laki yaitu 20 %. Hasil uji hubungan yang diperoleh memiliki tingkat signifikansi (Pvalue) < 0.05 (p = 0,016) yang berarti bahwa Ho ditolak sehingga ada hubungan antara antara jenis kelamin dengan kejadian kecelakaan akibat kerja. Dari hasil perhitungan rasio prevalens (RP) dapat diketahui bahwa pekerja wanita berisiko mengalami kejadian nyaris kecelakaan / kecelakaan kerja 4.5 kali lebih banyak dibanding kejadian nyaris kecelakaan / kecelakaan kerja yang dialami oleh pekerja laki-laki. Beban kerja operator mesin single line di PT. Ulam Tiba Halim tergolong cukup berat karena selain memerlukan kecepatan dalam bekerja, juga diperlukan tenaga atau kekuatan fisik yang cukup besar. Hal tersebut dapat terlihat dari tugas-tugas yang harus dilakukan oleh operator, diantaranya membersihkan mesin, mengatur mesin, memasang roll etiket ( aluminium foil sachet produk untuk kurang lebih menghasilkan 1000 sachet produk ), dan memotong hasil pengemasan mesin secara manual menjadi 10 sachet tiap barisnya. Laki-laki dan wanita pada umunya
125
mempunyai perbedaan kemampuan fisik dan kekuatan kerja ototnya. Jenis kelamin merupakan faktor dalam analisis terjadinya kecelakaan kerja. Karakteristik tenaga kerja wanita dianggap berbeda dengan kelompok kerja yang lain diantaranya faktor fisik dan biologi. Faktor fisik seperti kekuatan fisik tubuh wanita rata-rata sekitar 2/3 dari laki-laki, sedangkan kemampuan untuk bergerak sekitar 35-80 % tergantung pada tugas dan otot yang terlibat. Hubungan Antara Pengalaman Kerja Dengan Kejadian Kecelakaan Akibat Kerja Berdasarkan hasil analisis deskriptif dapat diketahui bahwa 67 resonden atau 56,8% karyawan operator mesin single line yang bekerja di PT. Ulam Tiba Halim tergolong dalam kategori pengalaman kerja kurang (< 6 skor pengalaman kerja) hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil responden yang memiliki pengalaman kerja yang cukup (skor pengalaman kerja > 6 yaitu sebanyak 51 responden atau 43,2 %. Tingkat pengalaman kerja yang dimiliki oleh responden dengan masa kerja baru dan lama tidak jauh berbeda, karena pengalaman kerja dalam penelitian ini dilihat berdasar masa kerja dan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan pekerjaanya yang telah diterima oleh responden. Setelah dilakukan uji bivariat dengan menggunakan uji chi square dapat diketahui bahwa 56,6 % responden yang tergolong dalam kategori pengalaman kerja cukup lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja , dibandingkan dengan responden yang tergolong dalam kategori pengalaman kerja kurang yaitu 43.3 %. Hasil uji hubungan yang diperoleh memiliki tingkat signifikansi (Pvalue) > 0.05 (p = 0,144) yang berarti bahwa Ho diterima sehingga tidak ada hubungan antara pengalaman kerja dengan kejadian kecelakaan akibat kerja. Dari hasil penelitian masa kerja operator
Faktor Risiko Kecelakaan ... - Tiara Fani, Supriyono A di PT.Ulam Tiba Halim cukup bervariasi, ada beberapa operator yang telah bekerja lebih dari 10 tahun, ada pula operator yang bekerja kurang dari 1 tahun. Sebagian besar operator-operator yang masa kerjanya baru menerima pelatihan-pelatihan yang lebih bervariasi sebelum mulai bekerja sebagai operator, sehingga melalui pelatihan tersebut diharapkan operator yang masih baru dapat bekerja dengan baik dengan dibekali pengalaman yang cukup melalui pelatihan selama 1 minggu awal bekerja sebagai operator mesin single line. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Kejadian Kecelakaan Akibat Kerja Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kejadian kecelakaan akibat kerja lebih banyak terjadi pada responden yang tergolong dalam kategori tingkat pengetahuan kurang yaitu sebanyak 62 responden (52,5%). Setelah dilakukan uji bivariat dengan menggunakan uji chi square dapat diketahui bahwa 67.7 % responden yang berpengetahuan kurang lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja, dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan cukup yaitu 28.6 %. Hasil uji hubungan yang diperoleh memiliki tingkat signifikansi (Pvalue) < 0.05 (p = 0,000) yang berarti bahwa Ho ditolak sehingga ada hubungan antara antara pengetahuan dengan kejadian kecelakaan akibat kerja. Hasil perhitungan rasio prevalens (RP) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden yang tergolong kurang berisiko mengalami kejadian nyaris kecelakaan / kecelakaan kerja 5.2 kali lebih banyak dibanding kejadian kecelakaan kerja yang dialami oleh responden dengan tingkat pengetahuan cukup.Menurut heinrich (1959), salah satu alasan atau sebab dari munculnya perilaku berbahaya dalam bekerja adalah kurangnya pengetahuan. Tingkat pengetahuan seseorang
mempengaruhi cara berpikir dan bertindak dalam menghadapi pekerjaan maupun praktik. Menurut brauer (1990) bahwa kemampuan untuk mempersepsi dan mengenal bahaya adalah sangat penting dalam keselamatan kerja. Untuk bertindak secara benar seseorang membutuhkan kemampuan untuk mengenali bahaya yang mungkin timbul ditempat kerjanya. Kurangnya pengetahuan tentang prosedur kerja aman, kesehatan dan keselamatan kerja akan menyebabkan tenaga kerja kurang menyadari pentingnya keselamatan, sehingga bisa berakibat terjadinya kecelakaan kerja. Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini mengacu pada pengetahuan Operator mesin single line mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, dan prosedur kerja standar sebagai operator mesin single line yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pengetahuan mengenai prosedur kerja yang benar, dan kesehatan keselamatan kerja sangat diperlukan agar pekerja dapat bekerja dengan baik dan aman. Hubungan Antara Shift Kerja Dengan Kejadian Kecelakaan Akibat Kerja Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa angka kejadian kecelakaan akibat kerja sebagian besar terjadi pada responden saat bekerja di shift malam yaitu sebanyak 61 responden dari total 118 responden. Hasil uji chi square dapat diketahui bahwa 62.3 % responden lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja pada saat bekerja di shift malam, dibandingkan dengan responden yang mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja pada saat bekerja di shift pagi dan siang yaitu 35 %. Uji hubungan yang diperoleh memiliki tingkat signifikansi (Pvalue) < 0.05 (p = 0,003) yang berarti bahwa Ho ditolak sehingga ada hubungan antara antara shift kerja dengan kejadian kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan hasil perhitungan rasio prevalens (RP) dapat diketahui bahwa shift malam berisiko bagi
126
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 responden dalam mengalami kejadian nyaris kecelakaan / kecelakaan kerja 3 kali lebih banyak daripada saat bekerja di shift pagi dan siang. Shift kerja karyawan produksi termasuk operator mesin single line di unit pengemasan PT. Ulam Tiba Halim terdiri dari 3 shift, yaitu shift pagi (08.00-16.00 WIB), shift siang (16.00-00.00 WIB) dan shift malam (00.0007.00). Shift kerja karyawan dilakukan dengan sistem rolling setiap 1 minggu 1x berdasarkan grup karyawan produksi. Waktu kerja karyawan produksi tidak lebih dari 8 jam setiap harinya dengan waktu istirahat selama 45 menit. Shift kerja dapat menimbulkan beberapa bagi pekerja antara lain Kualitas tidur, tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja malam. Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah.Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan. Hubungan Antara Tata Tempat Kerja Dengan Kejadian Kecelakaan Akibat Kerja Berdasarkan hasil analisis deskriptif dapat diketahui bahwa 66 resonden atau 55.9% karyawan operator mesin single line yang bekerja di PT. Ulam Tiba Halim bekerja pada kondisi tata tempat kerja yang tidak sesuai (< 8 skor tata tempat kerja ) hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil responden yang memiliki yang bekerja pada kondisi tata tempat kerja yang sesuai ( skor tata tempat kerja > 8) yaitu sebanyak 52 responden atau 44.1 %. Setelah dilakukan uji bivariat dengan menggunakan uji chi square dapat diketahui bahwa 71.2 % responden yang bekerja pada kondisi tata tempat kerja yang tidak sesuai lebih banyak yang sering mengalami kejadian nyaris kecelakaan atau kecelakaan kerja , dibandingkan dengan responden yang bekerja pada kondisi tata tempat kerja yang sesuai yaitu 21.2 %. Hasil uji hubungan yang diperoleh memiliki tingkat
127
signifikansi (Pvalue) < 0.05 (p = 0,000) yang berarti bahwa Ho ditolak sehingga ada hubungan antara antara tata tempat kerja dengan kejadian kecelakaan akibat kerja. Dari hasil perhitungan rasio prevalens (RP) dapat diketahui bahwa kondisi tata tempat kerja yang tidak sesuai berisiko bagi responden dalam mengalami kejadian kecelakaan kerja 9.2 kali lebih banyak dibanding kejadian nyaris kecelakaan / kecelakaan kerja yang dialami responden yang bekerja pada kondisi tata tempat kerja yang sesuai. Pengaturan, penataan dan cukup amannya mesin ditempat kerja adalah contoh faktor lingkungan yang bukan saja banyak membantu keselamatan kerja, tapi juga sangat besar efek psikologisnya. Orang yang bekerja di dalam ruang kerja yang kotor, berantakan, terdapat alat, bahan, dan sampah yang berserakan akan cenderung berpeilaku lain pada saat bekerja dibanding dengan orang yang bekerja pada tempat yang bersih, rapi dan selalu ditata dengan baik. Hal tersebut akan tampak pada frekuensi angka kejadian kecelakaan kerja yang terjadi pada ruangan tersebut. Berdasar hasil penelitian kondisi tata tempat kerja (tata rumah tangga) di PT. Ulam Tiba Halim dapat diketahui bahwa pada ruangan kerja responden masih terdapat barang-barang yang diletakkan tidak teratur (keranjang hasil sachet produk, dan peralatan tangan) sehingga mengganggu arus lalulintas petugas langsir produk, sebagian besar ruangan kerja (Unit Produksi 1, pada ruangan 1,2,3, dan 4 dan seluruh ruangan kerja Unit Produksi 2) masih kurang luas untuk melakukan aktiviats kerja, dan pada seluruh ruangan kerja belum ada tanda (peringatan) bahaya mesin dan sumber-sumber lain yang dapat berisiko menimbulkan kecelakaan. Apabila pekerja berada dalam posisi kerja duduk, tombol pada mesin tidak mudah terjangkau. Hal-hal lain yang berpengaruh pada ruangan kerja responden adalah polusi
Faktor Risiko Kecelakaan ... - Tiara Fani, Supriyono A dari debu olahan meningkat pada saat olahan dituangkan secara manual oleh petugas filler pada ruangan kerja responden yang belum dilakukan upaya dust reduction (salah satu upaya perbaikan sistem tata rumah tangga dan produksi yang sedang dijalankan di PT. Ulam Tiba Halim / 5S Kaizen) pada Unit Produksi 2, dan ruangan 5 Unit Produksi 1. Pada seluruh ruangan sudah diberi tanda batas area kerja dan letak peralatan kerja dan mesin ( Yellow Line ), namun batas, batas tersebut tidak begitu diperhatikan oleh pekerja pada saat proses produksi berlangsung. SIMPULAN 1. Sebagian besar responden berusia < 30 tahun (73.7%), perempuan (87,3%), tingkat pendidikan SMU (72%), Berpengalaman kerja cukup (59,3%), Pengetahuan kesehatan dan keselamatan kerja kurang (52,5%), Sering mengalami kecelakaan kerja pada shift malam (51.7%),Bekerja di tempat kerja dengan tata ruang kerja tidak sesuai (55,9%). 2. Sebagian besar (83,1%) responden pernah mengalami kejadian kecelakaan kerja yang menimbulkan cedera atau luka ringan. Dengan cedera terbesar adalah melepuh ringan (81,4%), luka sayat/iris (75,4%) dan nyeri (74.6%). Bagian tubuh yang mengalami cedera terbanyak adalah tangan (81,4 %) dan kaki (46,6%). 3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja pada Operator mesin single line departemen pengemasan PT. Ulam Tiba Halim Semarang adalah usia ( p value 0,016 < 0,05 ), jenis kelamin ( p value 0,016 < 0,05 ), pengetahuan ( p value 0,000 < 0,05 ), shift kerja ( p value 0,003 < 0,05 ), dan tata tempat kerja ( p value 0,000 < 0,05 ). 4. Faktor-faktor yang berisiko dengan terjadinya kejadian kecelakaan kerja pada Operator mesin single line departemen
pengemasan PT. Ulam Tiba Halim Semarang adalah usia > 30 tahun (RP: 2.8 ; 95% CI 1.195-6.739), pekerja wanita ( RP: 4.5 ; 95% CI 1.221-17.210), pengetahuan cukup (RP: 5.2 ; 95% CI 2.389-11.538), shift malam (RP : 3 ; 95% CI 1.442-6.477), dan tata tempat kerja tidak sesuai (RP : 9.2 ; 95% CI 3.93121.627 ). SARAN 1. Perusahaan perlu mengadakan pencatatan setiap kejadian kecelakaan baik yang bersifat nyaris kecelakaan tanpa cedera sampai kejdian kecelakaan yang menimbulkan cedera, untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. 2. Perusahaan perlu mengadakan kegiatan penyuluhan atau pelatihan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja untuk meningkatakn pengetahuan pekerja mengenai cara bekerja yang aman dan dapat mengenali risiko-risiko bahaya yang mungkin timbul di Tempat kerja. 3. Pekerjaan yang dilakukan pada shift malam perlu diawasi lebih rutin. 4. Pemberian beban kerja pada pekerja wanita hendaknya sedikit dikurangi dibanding pekerja pria. Misalnya dengan penggurangan jumlah mesin yang harus dikerjakan pekerja wanita yang dikurangi dari 3 mesin menjadi 2 mesin. 5. Pekerja perlu selalu diingatkan untuk menjaga tempat kerjanya agar tertata rapi, sehingga proses kerja tidak terganggu oleh perlengkapan kerja (keranjang produk, drim) yang tidak tertata rapi.
128
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 DAFTAR PUSTAKA Sumamur P.K. MsC. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. CV. Haji Masagung. Jakarta. 1994 Halim, Haryanto. Profil PT Ulam Tiba Halim. Semarang. Dr. Sumamur P.K, M.Sc. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV. Haji Masagung. Jakarta. 1981. International Labour Office Geneva. Pencegahan Kecelakaan. PT. Pustaka Binaman Pressindo.1989 Sugeng Budiono, A.M. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. PT Tri Tunggal Tata Fajar. Solo. 1992. Tulus Winarsunu. Psikologi Keselamatan Kerja . UPT Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. 2008. Saryono, SKp. M.Kes. Metodologi Penelitian Kesehatan - Penuntun Praktis Bagi Pemula. Mitra Cendikia Press. Jogjakarta. 2008. Soekidjo Notoadmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 2002. M.Sopiyudin Dahlan. Statistika untuk kedokteran dan kesehatan : Uji Hipotesis. ARKANS. Accident Prevention Manual Of Industrial Operation Administration and Programme Ninth Edition. International Standar Book . Library Of Congres Catalog. 1991.
129
Karjono. Gambaran Kejadian Kecelakaan Kerja Di Industri DIX. Jakarta. 1995. Handoko Riwidoko. Statistik Kesehatan. Mitra Cendekia Pers. Jogjakarta. 2007. Lientje Setyawati Maurits dan Imam Djati Widodo .faktor dan penjadualan shift kerja. http://journal.uii.ac.id/index.php/ jurnalteknoin/ article/viewFile /792/710 Manajemen Sumber Daya Manusia. Kodisi Kerja : Definisi dan Jenis Kondisi Kerja. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/09/ kondisi-kerja-definisi-dan-jenis.html Suma’mur. Kesehatan kerja dan pencegahan kecelakaan. CV Haji Masagung. Jakarta. 1993 Iskandar jawawi. Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan tingkat kecelakaan kerja di PT Hok Tong Pontianak ( Pabrik Crumrubber ), Kalimantan Barat. Skripsi . Universitas Diponegoro. 2008. Budiono. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Badan Penerbit Undip. 2003. Moekijat. Manajemen Tenaga kerja dan Hubungan Kerja. Pioner Jaya. Bandung. 2003. Suardi, Rusdi. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Penerbit PPM. Jakarta. 2005. Karjono. Gambaran Kejadian Kecelakaan Kerja Di Industri DIX. Jakarta. 1995. Handoko Riwidoko. Statistik Kesehatan. Mitra Cendekia Pers. Jogjakarta. 2007.