FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN NILAI NONINTERVENSI PADA ORGANIZATION OF AFRICAN UNITY (OAU) Oleh: Rizka Rozaline (070912098) Abstrak. Organisasi regional pemerintahan Afrika, pertama kali dibentuk pada 1963 yaitu Organisation of African Unity (OAU) yang mencakup semua negara merdeka. OAU terdiri dari negara anggota yang sebelumnya berada dalam penindasan kolonialisme negara Eropa. Latar belakang penjajahan ini menimbulkan bekas yang mendalam bagi benua Afrika akan intervensi negara lain dalam wilayahnya. Trauma akan campur tangan aktor eksternal akhirnya membentuk prinsip dasar OAU yaitu non-intervensi, di mana OAU melarang setiap negara anggotanya untuk ikut terlibat dalam permasalahan internal negara lain. Prinsip intervensi tersebut akhirnya mengantarkan OAU dalam ketidakefektifan. OAU menjadi pasif dalam merespon setiap konflik dan permasalahan dalam kawasan benua. Pihak eksternalpun melihat ini sebagai kesempatan dan memanfaatkannya dengan melakukan intervensi di negara-negara Afrika. Hingga akhirnya pada tahun 2002, OAU memutuskan untuk mengganti prinsipnya menjadi intervensi pada AU. Perubahan tersebut menjadi fokus penulis untuk mencari tahu alasan OAU merubah prinsip dasar non-intervensinya menjadi intervensi. Penulis menggunakan teori failed state and post-westphalian, teori regime transformation, dan teori external influence on regionalism untuk penelitian ini dengan hipotesisnya adalah perubahan prinsip didasari karena dua faktor yaitu internal dan eksternal. Dari sisi internal: liberalisasi benua, demokrasi Afrika, dan krisis kemanusiaan. Sedangkan dari sisi eksternal: keterlibatan PBB dan intervensi negara superpower pada perang dingin menjadi pemicu perubahan prinsip non-intervensi. Kata kunci: Non-intervensi, intervensi, OAU dan AU
Pendahuluan Selama bertahun-tahun lamanya telah banyak terbentuk organisasi regional yang melingkupi berbagai macam bidang. Pembentukan organisasi ini diharapkan mampu membantu mengatasi permasalahan di kawasan, persaingan antar wilayah, ataupun untuk memajukan kehidupan negara para anggota. Namun, seringkali tujuan ini terancam oleh bermunculannya permasalahan antar negara anggota atau pun dalam kehidupan domestiknya, baik dari segi ekonomi, politik, atau bahkan budaya yang berbenturan. Selain untuk memajukan atau bersaing dengan negara dari wilayah lain, kehadiran organisasi regional juga sebagai tempat bergantung bagi negara anggota yang didera permasalahan untuk mencari bantuan dari negara nggota lainnya sesuai dengan kesepakatan yang telah diambil sebelumnya. LATAR BELAKANG MASALAH 1
Dalam percaturan aktivitas internasional diwarnai oleh berbagai macam tantangan internasional yang harus dihadapi oleh negara seperti intra-state conflict; transnational crimes (terrorism, piracy, human trafficking); bencana alam dengan skala besar; dan juga tantangan human security, seperti pangan, energi, iklim, dan lingkungan. Negara telah mengusahakan berbagai macam cara untuk mencegah atau pun mengatasai tantangan yang bermunculan. Salah satunya adalah melalui kerjasama dengan negara lain yang tergabung dalam organisasi regional. Organisasi regional merupakan organisasi yang anggotanya terkumpul dari satu wilayah tertentu dan dipercaya sebagai kunci untuk mengurangi risiko bencana dalam berbagai bidang di benua.1 Organisasi regional juga dapat berperan aktif dalam memelihara perdamaian dunia dan mereduksi tantangan permasalahan yang menyerang negara (Bab VIII Piagam PBB, Regional Arrangements).2 Bab VIII Piagam PBB pada artikel ke-52 menyebutkan bahwa: “the existence of regional arrangements or agencies for dealing with such matters relating to the maintenance of international peace and security as are appropriate for regional action provided that such arrangements or agencies” Artikel tersebut menyiratkan bahwa PBB menaruh harapan besar terhadap organisasi regional yang dianggap mampu menjalankan aktivitas yang berkaitan dengan perdamaian dan keamanan wilayahnya.3 Selain itu, organisasi regional juga dipercaya lebih efektif dalam mengatasi masalah regional dibandingkan dengan aktor internasional lainnya karena beberapa negara mungkin menolak bantuan dari negara luar dan organisasi internasional untuk melindungi kedaulatan negara dan untuk melindungi diri terhadap aktor luar yang berusaha untuk mendapatkan pengaruh politik atas urusan internal negara mereka.4 Sebagai contoh, Presiden Sudan menolak untuk mengizinkan pasukan PBB pada tahun 2006 untuk memasuki negaranya dan memilih menggantikannya dengan pasukan organisasi regional Uni Afrika (AU) di negara yang dilanda perang karena pemberontak di kawasan Darfur Barat menentang 1
Permanent Mission of France to the United Nations in New York. Role of regional organizations in peacekeeping and security dalam http://www.franceonu.org/france-at-the-united-nations/thematic-files/peace-andsecurity/role-of-regional-organisations-in/france-at-the-united-nations/thematic-files/peace-and-security/role-ofregional-organisations-in/article/role-of-regional-organizations-in diakses pada tanggal 4 Febuari 2013 2
Dan peran organisasi regional ini ditekankan kembali dalam laporan Sekjen PBB, Boutros Ghali pada 1992 yang berjudul “An Agenda for Peace”-Anwar, D.F. 2011. Peran Indonesia akan Memperkuat Kerjasama ASEAN-PBB dalam http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/137-mei-2011/1108-peran-indonesia-akanmemperkuat-kerjasama-asean-pbb.html diakses pada tanggal 16 Oktober 2012 3 Website resmi African Union. OAU Charter dalam http://www.au.int/en/sites/default/files/OAU_Charter_1963_0.pdf diakses pada tanggal 30 Januari 2013 4 Bergenas, Johan. The role of regional and sub-regional organizations in implementing UN Security Council Resolution 1540: a preliminary assessment of the African continent dalam http://www.unidir.org/pdf/ouvrages/pdf-1-978-92-9045-190-7-en.pdf diakses pada tanggal 30 Januari 2013
2
pemerintah dan akhirnya menyulut perang yang sebelumnya telah menelan 2 juta orang 5. Ini adalah salah satu ilustrasi dari peran organisasi regional. Organisasi regional yang ada di dunia saat ini di antaranya: ASEAN, Arab League, European Economic Area, European Union, Organization of African Unity (OAU) dan African Union (AU).6 Organisasi ini diharapkan mampu untuk membantu menyelesaikan masalah yang ada di kawasan regional, baik masalah ekonomi, pendidikan, politik, budaya, atau pun keamanan. Namun, setiap organisasi mempunyai cara yang berbeda-beda dalam memberikan solusi yang didasarkan pada prinsip dasar yang dianut. Sebagai contoh, terdapat OAU yang menerapkan prinsip non-intervensi dalam resolusi konflik di benua Afrika. OAU didirikan pada 25 Mei 1963 dengan tujuan untuk mempromosikan persatuan dan solidaritas negara-negara Afrika; mempertahankan kedaulatan negara; integritas wilayah dan kemerdekaan; membasmi semua bentuk kolonialisme dari Afrika; mempromosikan kerjasama internasional; mengkoordinasikan dan menyelaraskan politik, diplomasi, ekonomi, pendidikan, budaya, kesehatan, kekakayaan, dan kebijakan. Berdasarkan tujuan OAU yang mengutamakan untuk bersatu namun tetap menghormati kedaulatan masing-masing, OAU bersandar pada prinsip non-intervensi.7 Pembentukan dan latar belakang dianutnya prinsip non-intervensi didasarkan pada sejarah kolonialisme panjang benua Afrika yang dikuasai oleh negara kolonial Eropa. Beberapa penerapan dari prinsip non-intervensi yaitu: OAU tidak ikut campur dalam menyelesaikan kejadian kudeta yang ada di Ghana (1966), Uganda (1971), Liberia (1980), dan Chad (1982) serta langsung memberikan pengakuan pada negara-negara tersebut, OAU juga tidak melakukan intervensi ketika terjadi peristiwa genosida di Rwanda pada tahun 1994.8 Aktivitas OAU ini didukung oleh negara anggota yang tidak terlalu menginginkan OAU untuk turut campur terlalu dalam masalah internal anggota. Seperti pernyataan yang disampaikan oleh mantan Presiden Toure dari Republik Guinea yang menyatakan bahwa: “OAU not could sit in judgment as a tribunal on the internal affairs of any member state”.9 5
GPF. 2005. Sudan/Darfur dalam http://www.globalpolicy.org/security-council/index-of-countries-on-thesecurity-council-agenda/sudan.html diakses pada tanggal 4 Febuari 2013 6 Horvath, Zoltan. 2012. International Organization dalam http://www.crwflags.com/fotw/flags/int.html diakses pada tanggal 4 Febuari 2013 7 Profile: Organization of African Unity (OAU)/African Union (AU) dalam http://biblioteca.clacso.edu.ar diakses pada tanggal 26 Maret 2013 8 Omorogbe, Eki Yemisi. pdf A Club of Incumbents? TheAfrican Union and Coups d’Etat dalam http://www.vanderbilt.edu/jotl/manage/wp-content/uploads/omorogbe-cr.pdfdiakses pada tanggal 26 Maret 2013 9 Ninehielle, O. Vincent. 2003. pdf The African Union and African Rnaissance: A New Era For Human Rights Protection in Africa? dalam http://law.nus.edu.sg/sybil/downloads/articles/SJICL-2003-2/SJICL-2003-412.pdf diakses pada tanggal 26 Maret 2013
3
Kepasifan OAU dalam menyelesaikan permasalahan di dunia, telah membuat negara anggota memikirkan ulang prinsip yang telah dianut selama 39 tahun ini. Para anggota pun merencanakan penggantian OAU oleh organisasi regional yang saat ini disebut sebagai African Union (AU). Langkah untuk mengganti OAU itu dipimpin oleh Kolonel Moammar al-Qaddafi yang diluncurkan pada KTT Durban pada tanggal 9 Juli 2002 dengan Thabo Mbeki sebagai ketua.10 Terdapat beberapa pergantian pada prinsip dasar OAU yang tertuang pada charter OAU 1963 yang kini digantikan dengan constitutive act AU. Pada artikel 4(h), disebutkan bahwa organisasi regional berhak melakukan intervensi pada negara anggota, dengan syarat terjadi kejahatan perang, genosida, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Perubahan ini kontras dengan prinsip OAU sebelumnya yang sangat menghargai kedaulatan negara yang direalisasikan melalui prinsip non-intervensi sebagai resolusi konflik.11 Pergeseran OAU menjadi AU juga terletak pada tujuan, di mana OAU bertujuan mengentaskan negara Afrika dari kolonialisme dan apartheid menjadi AU yang memiliki fokus lebih kepada integrasi negara anggotanya dan memiliki hak untuk mengintervensi negara anggotanya jika melakukan kejahatan perang, pelanggaran HAM, genosida, dan coup d’etat.12 Sebagai contoh, Madagaskar mengalami pembekuan keanggotaan dan mendapatkan pengamanan dari AU dengan menurunkan tentaranya, setelah terjadi pemaksaan penurunan presiden sebelumnya pada tahun 2009.13 Perubahan signifikan dari prinsip non-intervensi ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 1.1: Tabel Negara yang Tidak Diintervensi dan Diintervensi Negara
Jenis Pelanggaran
Aksi yang Dipilih OAU/AU
Ghana: 1966
Coup d’etat
Non-intervensi
Togo: 1967
Coup d’etat
Non-intervensi
Rwanda: 1994
Genosida
Non-intervensi
Togo: 2005
Coup d’etat
Intervensi dengan tujuan untuk menegakkan demokrasi
10
Evans, Alistair Boddy. 2011. This Day in African History – The African Union is established in Addis Ababa, Ethiopia dalam http://africanhistory.about.com/b/2011/07/09/9-july-2002-the-african-union-is-established-inaddis-ababa-ethiopia.htmdiakses pada tanggal 31 Januari 2013 11 Govender, Kruschen. 2009. Towards Enhancing the Capacity of the African Union in Mediation dalam http://www.formin.finland.fi diakses pada tanggal 23 Januari 2013 12 Tertuang dalam Artikel 4 dari Act menyebutkan: “(h) hak bagi AU untuk mengintervensi negara anggotanya menurut keputusan pertemuan sebelumnya sebagai respon situasi darurat yaitu kejahatan perang, genosida, dan kejahatan yang menyerang HAM”; dan “(j) hak bagi negara anggotanya untuk meminta intervensi dari AU untuk memperbaiki perdamaian dan keamanan. Kioko, Ben. 2003. The right of intervention under the African Union’s Constitutive Act: From non-interference to non-intervention dalam http://www.mkkk.org/eng/assets/files/other/irrc_852_kioko.pdf diakses pada tanggal 23 Januari 2013 13 Anonym. 2011. Madagascar dalam http://www.oanda.com diakses pada tanggal 6 Maret 2012
4
di Togo Madagakar: 2009
Coup d’etat dan Kejahatan
Intervensi; mengirimkan
Perang
pasukan AU untuk mengembalikan kestablian negara
Libya: 2011
Kejahatan Perang
Intervensi; mengirimkan pasukan AU
Mesir: 2011
Kejahatan Perang
Intervensi; mengirimkan pasukan AU
Sumber: Penulis membuat tabel ini berdasarkan berbagai sumber Tabel di atas menunjukkan beberapa contoh intervensi dan keputusan untuk tidak mengintervensi negara anggotanya dari beberapa jenis pelanggaran di atas. Sebelum 2003, terlihat bahwa organisasi regional sebelumnya yaitu OAU, tidak melakukan intervensi karena kesetiaannya pada prinsip non-intervensi. Sedangkan pada tahun 2002 dan setelahnya, sesuai dengan prinsip intervensi dalam menanggapi suatu konflik sesuai dengan persyaratan yang telah dijelaskan sebelumnya, AU mulai melakukan intervensi terhadap beberapa negara anggota yang melakukan pelanggaran. Negara-negara Afrika saat ini bekerja diplomatis dengan satu sama lain meskipun ada perbedaan dalam geografi, ras, sejarah, bahasa, dan agama untuk mencoba memperbaiki situasi politik, ekonomi, dan sosial, untuk sekitar satu miliar orang yang hidup di benua Afrika. Visi dari Uni Afrika sendiri adalah: “integrasi Afrika yang makmur dan damai dengan didorong oleh warganya serta mewakili kekuatan dinamis dalam arena global”. Sedangkan misi dari Uni Afrika adalah menjadi lembaga yang efisien dan memiliki nilai tambah dalam integrasi dan proses pengembangan dengan usaha dari seluruh negara anggota Uni Afrika, komunitas ekonomi regional dan masyarakat Afrika.14 Perbedaan ini merupakan titik perubahan yang dialami oleh OAU yang akhirnya bertransformasi menjadi African Union (AU). Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai macam hal. Menilik dari teori failed state and post westphalian, regime transformation, dan external influence of regionalism, dapat diketahui alasan terjadinya perubahan tersebut. Pertama, pengaplikasian teori failed state and post westphalian diletakkan pada salah satu strategi baru untuk menghadapi ancaman yang muncul pada konflik-konflik internal negara anggota OAU yang tergolong masih baru dan lemah. Kelemahan ini juga dapat 14
Website resmi African Union. Vission and Mission dalam http://www.au.int/en/about/vision diakses pada tanggal 31 Januari 2013
5
mengundang pihak-pihak eksternal untuk turut campur dalam permasalahan yang negara hadapi untuk memenuhi kepentingannya.15 Kedua, teori transformasi rezim di atas digunakan penulis untuk melihat perubahan nilai mendasar dalam rezim internasional khususnya di sini Uni Afrika dari non-intervensi menuju intervensi karena terdapat perubahan dinamika rezim dalam wilayah regional, dengan kata lain telah terjadi kontradiksi internal yang menjatuhkan rezim pada kegagalan serius dan mendapatkan tekanan dari perubahan tersebut sehingga memaksa mereka untuk melakukan transformasi dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada dengan merubah nilai mendasar dari prinsip organisasi.16 Terakhir, bila dikaitkan dengan kasus perubahan nilai non-intervensi menjadi intervensi dalam prinsip dasar yang dianut dalam organisasi regional Afrika yaitu OAU, turut dipengaruhi oleh aktor eksternal yang terus mempengaruhi negara anggota OAU dan ikut terlibat dalam beberapa permasalahan internal negara anggota sebagai bentuk intervensi. Intervensi yang dilakukan oleh aktor eksternal ini bertentangan dengan prinsip dasar OAU yang melarang keras negara anggotanya untuk melakukan intervensi pada negara lain. Keterlibatan dan pengaruh kuat aktor eksternal juga mengahalangi OAU untuk mewujudkan keinginannya dalam menghapuskan campur tangan eksternal sebagai bentuk kolonialisme. Berikut akan dipaparkan lebih lanjut mengenai berbagai macam faktor yang mempengaruhi. FAKTOR INTERNAL Dari sisi internal, keanggotaan OAU mengalami banyak dinamika panjang yang menuntun OAU pada trasnformasi. OAU sebagai rezim bukanlah suatu konstruksi statis. Pada teori regime transformation disebutkan bahwa rezim mengalami transformasi yang terus terjadi dalam merespon dinamika internal untuk merubah politik, ekonomi, dan lingkungan sosial mereka. Hal ini yang terjadi pada OAU, di mana OAU melakukan transformasi atas respon dinamika internal yang ada dalam benuanya. Dinamika tersebut di antaranya: Pertama, dahulu OAU hanya beranggotakan sebagian negara merdeka, namun pada 2002 anggota OAU telah dipenuhi oleh hampir keseluruhan negara di Afrika karena negara tersebut telah bebas dari jerat kolonialisme. Sebagai contoh, Angola. Pada 11 November 1975, Angola diakui kemerdekaannya dari Portugal berkat bantuan dari OAU setelah 500 tahun berada di bawah tangan kolonial. Namun, pada akhirnya OAU menghadapi tantangan yang berbeda berupa konflik internal dalam setiap rezim di negara anggota. Sesuai dengan teori transformasi rezim, 15
Newmna, Edward. 2009. Failed States and International Order: Constructing a Post-Westphlian World. Contemporary Security Policy dalam http://www.contemporarysecuritypolicy.org/assets/CSP-30-3-Newman.pdf diakses pada tangal 16 Juni 2013, pp. 430 16 R. Young, Oran. 1982. Regime Dynamics: The Rise and Fall of Internatinal Regimes dalamhttp://www.jstor.org/discover/10.2307/2706523?uid=3738224&uid=2129&uid=2&uid=70&uid=4&sid=2 1102123620433 pp, 277-297
6
perubahan pada satu rezim pada satu sistem akan mengisyaratkan perubahan yang terjadi pada keseluruhan sistem. Perubahan satu sistem ini digambarkan sebagai negara anggota OAU dan keseluruhan sistem adalah OAU itu sendiri. 17 Kedua, seperti telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa, telah terjadi kontradiksi internal antara anggota OAU yang sebagian anggota meyakini bahwa demkorasi harus ditegakkan di benua Afrika namun sebagian tidak setuju dengan pendapat ini. Sebagai contoh, di tahun 1971, Idi Amin merebut kekuasaan Milton Obote untuk Uganda. Idi Amin menjalankan pemerintahan Uganda dengan cara diktator. Pada 27 Agustus 1972, Idi Amin mengusir 50.000 orang Asia dan menyita asetnya di Uganda. Selain itu, presiden Idi juga telah membuat 50 tentara negara terbunuh karena perlawanannya melawan pihak-pihak yang menentangnya (1974).18 Kudeta dan kediktatoran Idi Amin telah membawa kasus ini kembali pada ketidakharmonisan antar anggota ketika pada pertemuan OAU ke-16, baik Milton maupun Idi Amin, mengirimkan delegasinya. Hal ini memicu adanya polarisasi kembali yang ada di internal OAU, di mana pihak pertama mendukung kepemerintahan presiden sebelumnya yang menganggap bahwa Idi Amin belum tentu mampu mengontrol secara efektif Uganda. Namun, pihak lain membela Idi Amin dan menyatakan bahwa pemerintahan yang baru ini telah diakui, terbukti dari partisipasi mereka dalam United Nations Economic Commission untuk Afrika.19 Sehingga beberapa kasus kudeta negara anggota seperti yang terjadi di Uganda oleh Idi Amin menjadi perdebatan dalam organisasi. Ketidaksepahaman ini menjadi pemicu OAU untuk merubah prinsipnya. Menurut teori transformasi rezim kembali diungkapkan bahwa kontradiksi internal di anatara beberapa rezim dapat menjatuhkan rezim pada kegagalan serius dan mendapatkan tekanan dari perubahan tersebut. Oleh karena itu, tekanan yang datang dari ketidaksepahaman ini akhirnya menekan OAU untuk melakukan transformasi pada prinsip nonintervensinya. OAU pun akhirnya menambahkan prinsipnya yang tertuang pada artikel l constitutive act AU untuk menghukum negara yang tidak demokratis dengan membekukan keanggotaannya dan akan berusaha menegakkan demokrasi di negara tersebut baik dengan mediasi atau pun intervensi. Ketiga, konflik kemanusiaan dalam negara anggota OAU seperti yang terjadi pada tahun 1994, di mana telah terjadi terjadi penembakan yang menyebabkan jatuhnya pesawat yang membawa presiden Rwanda dan Burundi yang menyebabkan sejumlah tragedi 17
Anonym. 2007. The Angolan Struggle Produce and Resist dalam http://kora.matrix.msu.edu diakses pada tanggal 25 Mei 2013 18 Website resmi African History. 2003. Idi Amin Timeline dalam http://africanhistory.about.com 19 Kufuor, Kofi Oteng. 2002. The OAU and the Recognition of Governments in Arica: Analyzing Its Practice and Proposals For The Future dalam www.wcl.american.edu pp. 378-379
7
kemanusiaan dalam skala besar. Dalam empat bulan, jutaan orang meninggal dunia di Rwanda yang masuk dalam bencana genosida. yang mengindikasikan lemahnya keamanan dan pertahanan suatu negara serta kegagalannya dalam menjaga negaranya dari pihak lain turut memiliki dampak secara internasional atau bahkan global. Kegagalan OAU untuk mencegah dan memberikan pemecahan yang solutif karena terhalang prinsip non-intervensi yang mengahalangi OAU untuk terlibat lebih jauh dalam permasalahan internal negara anggota, telah membuat negara anggota yang lemah ini cenderung mudah diserang dalam semua bentuk kejahatan yang nantinya akan menjadi sumber ancaman keamanan regional.20 Berdasarkan teori failed state, absennya institusi regional dan pemerintahan memberikan dampak yang merugikan bagi wilayah regionalnya karena negara-negara dalam satu kawasan tersebut tidak memiliki regulasi yang efektif untuk mengatur segala permasalahan yang ada di wilayah. Oleh karena itu, diperlukan perubahan strategi untuk menghadapi bentuk baru ancaman yang dihadirkan oleh negara-negara lemah. Strategi baru yang diterapkan OAU akhirnya jatuh dengan mengubah prinsip non-intervensi menjadi intervensi agar OAU dapat lebih efektif membantu menyelesaikan permasalahan internal negara anggota untuk menjaga dan menciptakan perdamaian regional. FAKTOR EKSTERNAL Dari sisi eksternal, segala aktivitas organisasi regional Afrika (OAU) maupun negara anggotanya, tidak dapat dipungkiri turut dipengaruhi oleh pengaruh eksternal. Dalam kasus perubahan nilai resolusi konflik non-intervensi OAU menjadi intervensi pada 2002, terlihat bahwa selama rentang waktu tersebut, aktivitas organisasi, negara, anggota, dan benua Afrika secara keseluruhan tidak terlepas pada campur tangan organisasi dunia PBB dan negara superpower selama perang dingin. Pertama, keterlibatan PBB dalam penyelesaian permasalahan dan mendorong OAU untuk menyelesaikan permasalahan regionalnya secara mandiri. Sebagai contoh, operasi peacekeeping dan usaha untuk menegakkan demokrasi di wilayah Afrika yang dilakukan oleh OAU, salah satunya mendapatkan dorongan dari PBB yang mengingat telah berbuat banyak dalam menyelesaikan konflik di benua Afrika. Kedua, intervensi yang dilakukan oleh dua negara superpower selama perang dingin pada permasalahan internal negara-negara di benua Afrika dan bahkan akhirnya membuat konflik antar negara di benua juga turut menjadi pendorong perubahan nilai non-intervensi OAU. Negara yang menjadi sasaran mereka di antaranya Afrika Selatan, Angola, Ethiopia,
20
Samkange, Stanlake dalam FFP Reports (African Perspective of Military Intervention). 2001. New and Ongoing Challenges for Africa
8
Zaire, dan Guinea-Bissau.21 Sebagai contoh, Amerika mendukung salah satu suku dan menyerang suku lain dengan melakukan beberapa serangan seperti di lingkungan Mogadishu. Aksi ini menyulut kemarahan suku tersebut yang didukung oleh pasukan bayaran Arab, yang akhirnya melakukan serangan balas yang mampu membunuh 18 tentara Amerika. Kejadian seperti ini kerap terjadi dan menjadi bumerang bagi negara di Afrika yang di satu sisi membutuhkan bantuan dari negara kuat lainnya dan di sisi lain tidak menginginkan adanya keter Seperti yang telah disebutkan pada penelitian ini, OAU menjunjung tinggi prinsip nonintervensi dan menghargai kedaulatan masing-masing negara yang tidak mengijinkan negara lain untuk ikut campur dalam permasalahan internalnya. Dalam pembentukannya OAU juga bertujuan untuk menghapuskan kolonialisme dan apartheid dengan mencegah adanya campur tangan negara lain dalam permasalahan di benua. Bila dikaitkan dengan intervensi yang dilakukan oleh Amerika dan Uni Soviet, campur tangan kedua negara ini dalam permasalahan internal negara di benua Afrika telah menodai tujuan OAU yang ingin membebaskan negaranegara di benua dari keterlibatan negara di luar wilayah. Selain itu, intervensi yang dilakukan oleh kedua negara juga turut menjadi pemicu munculnya konflik baru antar negara seperti yang menimpa Angola dan Afrika Selatan. Konflik antar negara dan internal negara di Afrika pun semakin meruncing karena dukungan kedua negara tersebut. Afrika telah menjadi arena perang dan negara di dalamnya merupakan alat untuk menunjukkan kekuatan masing-masing pihak. OAU sebagai organisasi regional tidak mampu berbuat banyak dalam melihat gempuran intervensi negara superpower tersebut. Hal ini disebabkan karena OAU terhalang oleh prinsip non-intervensi yang terpapar dalam charter OAU 1963. Di satu sisi OAU ingin menghilangkan campur tangan eksternal di negaranya, namun di lain pihak, OAU juga harus menghargai prinsip kedaulatan negara yang selama ini ia yakini. Dilema ini mengantarkan OAU pada kepasifan dalam mengahadapai dua negara superpower karena OAU tidak berhak untuk ikut campur dalam masalah internal negara anggota. Selain itu, dibandingkan OAU yang memiliki anggota dari negara-negara yang baru merdeka dengan Amerika dan Soviet yang memiliki power lebih besar, OAU tidak mungkin mampu menandingi kekuatan mereka, sehingga OAU seringkali hanya menjadi penonton dalam bencana konflik di benuanya. Kelemahan OAU ini akhirnya menjadi pendorong untuk merubah nilai non-intervensi yang selama ini hanya menjadi penghambat dalam menghalangi organisasi untuk membantu benua Afrika keluar dari campur tangan eksternal. Melihat uneffectiveness dari organisasi, pada 21
Sharma, Patrick. 2005. The Global Cold War: Third World Interventions and the Making of Our Times dalam http://cup.org diakses pada tanggal 13 Juni 2013, pp. 146
9
2002 OAU akhirnya memutuskan untuk merubah prinsip nilai non-intervensinya dalam menghadapi konflik benua menjadi intervensi untuk lebih aktif dalam mengatasi masalah di benua tanpa adanya campur tangan dari negara di luar kawasan. Tidak hanya negara superpower yang terlibat di Afrika, PBB pun dari awal sebelum Afrika mendapatkan kemerdekaannya telah terlibat di benua ini. Baik dengan negara superpower atau pun organisasi di dunia ini, negara di Afrika dan organisasi OAU turut bergantung dan memiliki hubungan yang erat. Namun, hubungan ini tidak selalu menguntungkan. Berdasarkan teori external influence disebutkan bahwa alasan untuk permasalahan yang umumnya muncul dalam hubungan internasional semua terkait dengan kompleksnya hubungan saling ketergantungan antara berbagai aktor (negara) dalam berbagai isu seperti ekonomi, keamanan, infrastruktur, dan bahkan lingkungan. Ketergantungan yang kompleks pada hubungan ini berimplikasi pada kebijakan, aksi, dan kembali pada satu individu negara. Berdasarkan pemahaman ini, jika aktor tidak mengkoordinasikan strategi dengan baik, pola hubungan saling ketergantungan dalam beberapa isu hampir selalu membuat pihak eksternal ikut terlibat pada hubungan mereka. Kerjasama dan koordinasi yang baik akan menghasilkan manfaat bagi masing-masing negara anggota.22 Namun, karena kurangnya koordinasi yang baik antar negara anggota OAU, intervensi dari negara superpower dan PBB tidak dapat dihindarkan. Halangan ini dapat dihadapi dengan: Pertama, memfasilitasi dan menstabilkan kerjasama dengan menghilangkan keyakinan yang sudah tidak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi saat ini. Kedua, menghidupkan terus menerus hubungan politik. Keempat, menghindari adanya pelanggaran yang dilakukan negara anggota (melalui pemberian sanksi), dan terakhir mengembangkan komitmen serta reputasi. Cara ini masuk dalam pembuatan kerangka baru untuk memperkuat hubungan kerjasama regional.23 Cara yang dikemukakan oleh teori ini dipakai OAU dalam merubah prinsip dasarnya yaitu non-intervensi menjadi intervensi untuk menghadapi pengaruh eksternal yang kuat di negara-negara Afrika. Kesimpulan Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perubahan nilai non-intervensi OAU yaitu dari sisi internal dan eksternal. Dari sisi internal, terbagi kembali menjadi 3 faktor yaitu: liberalisme yang mulai muncul di antara negara-negara Afrika; kebutuhan akan adanya demokratisasi di 22
Muntschick, Johannes. 2012. Theorising Regionalism and External Influence: A Situation-Structural Approach. Mainz Papers on International and European Politics, 2012/02. Mainz: Chair of International Relations, Johannes Gutenberg University dalam http://www.politik.uni-mainz.de diakses pada tanggal 15 Juni 2013, pp. 3-4 23 Ibid, Muntschick, Johannes. pp, 5
10
benua Afrika; dan banyaknya krisis kemanusiaan yang menjatuhnya banyak korban sipil sehingga membuat kondisi benua tidak stabil. Sedangkan dari sisi eksternal, dilingkupi dua faktor yaitu keterlibatan tangan PBB yang mendorong OAU untuk menyelesaikan permasalahan regionalnya secara mandiri dan campur tangan negara superpower yang kala itu ada dalam perang dingin pada permasalahan internal negara anggota yang mendorong semakin keruh nya keadaan benua. Faktor internal dan faktor eksternal ini pada akhirnya menjadi alasan utama OAU merubah kebijakannya dari non-intervensi menjadi intervensi terhadap permasalahan negara anggota demi terwujudnya persatuan di Afrika dan memajukan keadaan negara anggota.
Daftar Pustaka Anonym. 2011. Madagascar dalam http://www.oanda.com diakses pada tanggal 6 Maret 2012 Anonym. 2007. The Angolan Struggle Produce and Resist dalam http://kora.matrix.msu.edu diakses pada tanggal 25 Mei 2013 Anonym. Profile: Organization of African Unity (OAU)/African Union (AU) dalam http://biblioteca.clacso.edu.ar/ar/libros/iss/pdfs/oau/OAU_Profile.pdf diakses pada tanggal 3 Juni 2013 Anwar, D.F. 2011. Peran Indonesia akan Memperkuat Kerjasama ASEAN-PBB dalam http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/137-mei-2011/1108-peran-indonesiaakan-memperkuat-kerjasama-asean-pbb.html diakses pada tanggal 16 Oktober 2012 Bergenas, Johan. The role of regional and sub-regional organizations in implementing UN Security Council Resolution 1540: a preliminary assessment of the African continent dalam http://www.unidir.org/pdf/ouvrages/pdf-1-978-92-9045-190-7-en.pdf diakses pada tanggal 30 Januari 2013 Evans, Alistair Boddy. 2011. This Day in African History – The African Union is established in Addis Ababa, Ethiopia dalam http://africanhistory.about.com/b/2011/07/09/9-july2002-the-african-union-is-established-in-addis-ababa-ethiopia.htm diakses pada tanggal 31 Januari 2013 Govender, Kruschen. 2009. Towards Enhancing the Capacity of the African Union in Mediation dalam http://www.formin.finland.fi diakses pada tanggal 23 Januari 2013 GPF. 2005. Sudan/Darfur dalam http://www.globalpolicy.org/security-council/index-ofcountries-on-the-security-council-agenda/sudan.html diakses pada tanggal 4 Febuari 2013 Horvath, Zoltan. 2012. International Organization dalam http://www.crwflags.com/fotw/flags/int.html diakses pada tanggal 4 Febuari 2013 Kioko, Ben. 2003. The Right of Intervention Under The African Union’s Constitutive Act: From Non-Interference to Non-intervention dalam 11
http://www.mkkk.org/eng/assets/files/other/irrc_852_kioko.pdf diakses pada tanggal 4 Juni 2013 Kufuor, Kofi Oteng. 2002. The OAU and the Recognition of Governments in Arica: Analyzing Its Practice and Proposals For The Future dalam www.wcl.american.edupp diakses pada tanggal 29 Mei 2013 Muntschick, Johannes. 2012. Theorising Regionalism and External Influence: A SituationStructural Approach. Mainz Papers on International and European Politics, 2012/02. Mainz: Chair of International Relations, Johannes Gutenberg University dalam http://www.politik.uni-mainz.de/cms/Dateien/mpiep02.pdf diakses pada tanggal 15 Juni 2013 Newmna, Edward. 2009. Failed States and International Order: Constructing a PostWestphlian World. Contemporary Security Policy dalam http://www.contemporarysecuritypolicy.org/assets/CSP-30-3-Newman.pdf diakses pada tangal 16 Juni 2013 Ninehielle, O. Vincent. 2003. The African Union and African Rnaissance: A New Era For Human Rights Protection in Africa? dalam http://law.nus.edu.sg/sybil/downloads/articles/SJICL-2003-2/SJICL-2003-412.pdf diakses pada tanggal 26 Maret 2013 Omorogbe, Eki Yemisi. A Club of Incumbents? TheAfrican Union and Coups d’Etat dalam http://www.vanderbilt.edu/jotl/manage/wp-content/uploads/omorogbe-cr.pdf diakses pada tanggal 26 Maret 2013 Permanent Mission of France to the United Nations in New York. 2013. Role of regional organizations in peacekeeping and security dalam http://www.franceonu.org/france-atthe-united-nations/thematic-files/peace-and-security/role-of-regional-organisationsin/france-at-the-united-nations/thematic-files/peace-and-security/role-of-regionalorganisations-in/article/role-of-regional-organizations-in diakses pada tanggal 4 Febuari 2013 R. Young, Oran. 1982. Regime Dynamics: The Rise and Fall of Internatinal Regimes dalam http://www.jstor.org/discover/10.2307/2706523?uid=3738224&uid=2129&uid=2&uid =70&uid=4&sid=21102123620433 diakses pada tanggal 11 Mei 2013 Samkange, Stanlake dalam FFP Reports (African Perspective of Military Intervention). 2001. New and Ongoing Challenges for Africa dalam http://www.mercury.ethz.ch/.../2001_december_1.pdf diakses pada tanggal 3 April 2013 Sharma, Patrick. 2005. The Global Cold War: Third World Interventions and the Making of Our Times dalam http://www.amazon.com/The-Global-Cold-WarInterventions/dp/052170314X diakses pada tanggal 13 Juni 2013 Website resmi African History. 2003. Idi Amin Timeline dalam http://africanhistory.about.com diakses pada tanggal 19 Mei 2013 Website resmi African Union. OAU Charter dalam http://www.au.int/en/sites/default/files/OAU_Charter_1963_0.pdf diakses pada tangal 25 Mei 2013 Website resmi African Union. Vission and Mission dalam http://www.au.int/en/about/vision diakses pada tanggal 31 Januari 2013
12